1
I. PENDAHULUAN
Nutrien adalah unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme atau proses fisiologi organisme. Nutrien di suatu perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Nutrien dapat menyediakan energi dan digunakan sebagai komponen untuk struktur sel (Richtel, 2007). Nutrien di perairan terdapat dalam bentuk makro maupun mikro. Nutrien dalam bentuk makro terdiri dari: C, H, O, N, S, P, K, Mg, Ca, Na, dan Cl, sedangkan yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold dan Wayne 1985
dalam Yazwar 2008). Nutrien yang paling dibutuhkan oleh
organisme adalah unsur karbon, nitrogen, dan fosfor. Risamasu dan Prayitno (2011) juga menyatakan bahwa nitrogen (N) dan fosfor (P) berperan penting dalam pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton termasuk tumbuhan autotrof. Keberadaan karbon jumlahnya sangat melimpah sebagai karbondioksida (CO2), sehingga dianggap bahwa nitrogen dan fosfor yang paling dipertimbangkan. Nitrogen dan fosfor yang merupakan makro nutrien, keduanya mempunyai manfaat sebagai nutrien pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton (Suthers dan Rissik, 2008). Fitoplankton membutuhkan nitrogen untuk pertumbuhannya. Komponen utama penyusun dalam tubuh fitoplankton berupa protein, karena di dalam sel fitoplankton terkandung 50 % protein dan 7% - 10% nitrogen (Nemerrow, 1991). Nitrogen juga diperlukan oleh organisme fitoplankton untuk pembentukan seluruh dinding sel dan jaringan (Ranoemiharjo et al., 1985). Pratiwi et al., (2007) juga menyatakan bahwa, nitrogen merupakan komponen penting yang dibutuhkan
2 fitoplankton untuk metabolisme sel, selain itu nitrogen juga digunakan untuk pembentukan asam amino. Nitrogen di perairan terdiri dari dua golongan yang berbeda bentuknya yaitu nitrogen organik dan nitrogen anorganik (Boyd, 1988). Tebutt (1994) menyatakan bahwa, nitrogen organik di perairan adalah nitrogen yang terikat dengan senyawa organik dalam bentuk protein, asam amino, dan urea. Sedangkan nitrogen anorganik adalah nitrogen yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik dan harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi amonia (NH3), amonium ( NH4+), nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Nitrogen ammonia, yaitu nitrogen berupa garam-garam ammonia, ammonium serta ammonia bebas ((NH4)2CO3). Nitrogen nitrit, tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Alaert dan Santika (1987) menyatakan bahwa, nitrogen nitrit merupakan bentuk nitrogen yang tidak stabil dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara ammonia dan nitrat. Nitrogen nitrat dapat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Nitrat adalah bentuk senyawa stabil yang merupakan zat hara penting bagi organisme autotrof dan diketahui sebagai faktor pembatas pertumbuhan (Eaton et al.,1995). Nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan blooming alga dan proses eutrofikasi (Rohmah et al., 2010). Fosfor sangat penting untuk kehidupan organisme perairan karena berfungsi dalam penyimpanan dan transfer energi dalam sel dan berfungsi dalam sistem genetik (Cole, 1983). Fosfor di perairan dalam bentuk senyawa fosfat, yang terdiri atas fosfat terlarut dan fosfat partikulat. Fosfat terlarut terbagi atas fosfat organik dan fosfat anorganik yang terdiri dari ortofosfat dan polifosfat (Rumhayati, 2010). Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh fitoplankton, sedangkan polifosfat sebelum dimanfaatkan sebagai sumber fosfor harus terlebih
2
3 dahulu dihidrolis membentuk ortofosfat. Ortofosfat adalah senyawa-senyawa seperti monofosfat (HPO42-) dan dihidrogen fosfat (H2PO4-), sedangkan polifosfat merupakan senyawa-senyawa polimer seperti heksametafosfat ((PO3)63–), pirofosfat (P2O74–), dan tripolifosfat (P3O105–) (Alaert dan Santika, 1987). Kadar fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil dengan kadar yang lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen (Effendi, 2003). Perbandingan nitrogen dan fosfor (N/P) dalam perairan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk menilai jenis atau macam populasi fitoplankton yang mungkin ada atau dominan di suatu perairan (Haarcorryti, 2008). Menurut Ryding dan Rast (1989) untuk mengetahui nutrien yang menjadi faktor pembatas digunakan dua pendekatan yaitu: melalui nilai konsentrasi masing-masing nutrien (dalam hal ini N dan P) atau melalui perbandingan keduanya. Nitrogen dan fosfor bila dilihat dari konsentrasi masing-masing dapat menjadi faktor pembatas jika fosfor kurang dari 0,005 mg/l dan nitrogen kurang dari 0,02 mg/l. Nitrogen dan fosfor apabila berada dalam konsentrasi yang melebihi nilai batas tersebut maka faktor pembatas ditentukan dengan perbandingan keduanya (Ryding dan Rast, 1989). Sulastri et al. (2007) menyatakan bahwa pada umumnya bila nilai rasio total N dan total P < 12 mengindikasikan bahwa nitrogen merupakan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton sedangkan rasio total N dan total P > 12 mengindikasikan bahwa fosfor merupakan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton. Dengan demikian konsentrasi N dan P di suatu perairan akan berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton di perairan. Fitoplankton yang hidup di perairan terdiri dari tujuh kelompok besar divisio, yaitu: Cyanophyta (alga biru), Cryptophyta, Chlorophyta
(alga
hijau),
Chrysophyta,
Pyrrhophyta
Raphydophyta, dan Euglenophyta (Reynolds, 1984).
3
(dinoflagellates),
4 Chrysophyta merupakan fitoplankton yang mempunyai peranan penting di berbagai perairan tawar. Chrysophyta memiliki pigmen warna yang terdiri atas karoten dan xantofil yang berwarna kuning (Bold dan Wayne 1985 dalam Yazwar 2008). Chrysophyta mempunyai ciri-ciri antara lain berflagel tidak sama panjang dan tidak selalu sama bentuknya (Heterokontae), dinding sel diperkuat dengan bahan silika dan berpori (Davis, 1955). Davis (1955) menyatakan bahwa Chrysophyta mempunyai pori-pori dengan bentuk yang terdiri dari 2 bagian yaitu tutup (epiteka) dan wadah (hipoteka) yang mudah membuka sehingga memudahkan ikan untuk mencerna isi sel dengan bantuan enzim pencernaan. Chrysophyta biasanya melimpah di perairan yang relatif tenang seperti danau dan waduk. Chrysophyta digolongkan kedalam 3 kelas yaitu Xantophyceae, Chrysophyceae dan Bacillariophyceae (Diatome). Chrysophyta di perairan dapat diketahui dengan cara menghitung kelimpahan. Kelimpahan menurut Odum (1993) yaitu jumlah individu persatuan volume. Kelimpahan Chrysophyta dapat digunakan sebagai parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan (bioindikator) (Wijaya et al., 2011). Kelimpahan jenis Chrysophyta disuatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologinya. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton yaitu karbondioksida bebas, oksigen terlarut, suhu, cahaya, dan nutrien (Garno, 2008). Nutrien yang juga dibutuhkan oleh Chysophyta adalah silika, terutama Diatome (Bacillariophycae) membutuhkan silika untuk membentuk frustule atau dinding sel (Effendi, 2003). Banyaknya Chrysophyta akan berguna bagi perikanan hal ini sesuai dengan pendapat Davis (1955) yang menyatakan bahwa Chrysophyta merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di perairan tawar, sebagai pakan alami
4
5 bagi ikan. Salah satu badan perairan yang dimanfaatkan untuk usaha perikanan antara lain adalah waduk. Waduk adalah sebuah bangunan besar yang dibuat oleh manusia dengan membendung sungai (Wetzel, 2001). Waduk juga merupakan sistem peralihan (intermediet system) antara sungai (lotic waters) dan danau (lentic waters). Pembuatan waduk pada umumnya mempunyai beberapa tujuan dan fungsi yaitu untuk pengairan, pengendalian banjir, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), kebutuhan air minum untuk Perusahaan Air Minum (PAM), pariwisata, dan perikanan. Dalam bidang perikanan keberadaan Chrysophyta di waduk sangat menguntungkan sebagai pakan alami ikan-ikan terutama pada stadium larva (Davis, 1955). Waduk Panglima Besar Soedirman (P.B Soedirman) terletak di dua kecamatan yaitu Kecamatan Bawang dan Kecamatan Wanadadi, Kabupaten Banjarnegara. Tepatnya pada 707’ LS - 7030’ LS dan 109o31' BT – 109o8' BT, dan terletak pada ketinggian 239 dpl. Waduk P.B Soedirman mempunyai luas genangan sebesar 8.415.875 m2 dengan kapasitas sebesar 141.247.087 m3. Sumber utama air waduk P.B Soedirman berasal dari Sungai Serayu, Sungai Lumajang dan Sungai Kandangwangi. Waduk P.B Soedirman mulai beroperasi pada tahun 1989 dan berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), irigasi, perikanan, pariwisata, dan pertanian (Widyastuti, 2005). Dalam bidang pertanian, penggunaan lahan di sekitar DTA Waduk P.B Soedirman juga semakin berkembang dari waktu ke waktu sehingga dapat menyebabkan nutrien yang ada di perairan Waduk P.B Soedirman selalu berubah-ubah khususnya nitrogen dan fosfor, sehingga perlu adanya monitoring unsur hara nitrogen dan fosfor terhadap Chrysophyta. Penelitian tentang hubungan total nitrogen dan total fosfor terhadap kelimpahan fitoplankton di perairan Waduk P. B. Soedirman Banjarnegara telah
5
6 dilakukan oleh Sulistiati (2011). Hasil penelitian tersebut Chrysophyta yang didapatkan 19 spesies dengan kelimpahan rata-rata 6.931 ind/l (41,87%). Kandungan nitrogen berkisar antara 6,66 – 8,24 mg/l dan kandungan fosfor berkisar antara 0,56 – 0,62 mg/l. Hasil analisis korelasi antara pengaruh total nitrogen dan total fosfor terhadap kelimpahan Chrysophyta ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,6825 artinya hubungan yang didapatkan adalah kuat. Menurut Arikunto (2006) menyatakan, jika nilai r diantara 0,60 - 0,799 antar variabel memiliki hubungan kuat. Besarnya kehandalan pengaruh antara total nitrogen dan total fosfor terhadap kelimpahan Chrysophyta ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 46,58 %. Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan Chrysophyta di Waduk P. B. Soedirman dipengaruhi oleh besarnya total N/P dengan kehandalan sebesar 46,58 %, sisanya sebesar 53,42% ditentukan oleh faktor lain. Kondisi lingkungan di daerah tangkapan air (DTA) yang masuk ke perairan Waduk P.B Soedirman yang dinamis dapat menyebabkan perubahan pada total N/P. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian hubungan perbandingan total nitrogen dan total fosfor dengan kelimpahan Chrysophyta. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. 2. Bagaimana hubungan total nitrogen (TN) dengan kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. 3. Bagaimana hubungan total fosfor (TP) dengan kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman.
6
7 4. Bagaimana hubungan perbandingan total nitrogen dan total fosfor (TN/TP) dengan kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. 5. Bagaimana hubungan total nitrogen (TN), total fosfor (TP), dan perbandingan total nitrogen total fosfor (TN/TP) dengan kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. 2. Mengetahui hubungan total nitrogen (TN) dengan kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. 3. Mengetahui hubungan total fosfor (TP) dengan kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. 4. Mengetahui hubungan perbandingan total nitrogen dan total fosfor (TN/TP) dengan kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. 5. Mengetahui hubungan total nitrogen (TN), total fosfor (TP), dan perbandingan total nitrogen total fosfor (TN/TP) dengan kelimpahan Chrysophyta di perairan Waduk P.B Soedirman. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hubungan total nitrogen dan total fosfor terhadap kelimpahan Chrysophyta, sehingga dapat bermanfaat dalam upaya monitoring Waduk P.B Soedirman dan dapat dijadikan dasar pengembangan pengetahuan tentang Chrysophyta.
7