16
BAB II DASAR TEORI 2.1
Kuningan Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari tembaga (Cu) dan
seng (Zn). Tembaga merupakan komponen utama dari kuningan, dan kuningan biasanya diklasifikasikan sebagai paduan tembaga. Warna kuningan bervariasi dari coklat kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng. Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Kuningan lebih kuat dan lebih keras dari pada tembaga, tetapi tidak sekuat atau sekeras baja. Kuningan sangat mudah untuk dibentuk kedalam berbagai bentuk, sebuah konduktor panas yang baik, dan umumnya tahan terhadap korosi dari air garam. Karena sifatsifat tersebut kuningan kebanyakan digunakan untuk membuat pipa, tabung, sekrup, alat musik, dan aplikasi kapal laut. Titik cair dari sebuah benda padat adalah suhu dimana benda tersebut akan berubah bentuk menjadi cair, pada logam kuningan memiliki titik cair yang bervariasi tergantung pada jumlah paduan komposisi bahan Cu dan Zn. Pada penelitian ini saya menggunakan komposisi bahan sebagai berikut: Tabel 2.1 Titik Cair Standart Kuningan
2.1.1
Komposisi Bahan
Titik Cair (°C)
85%Cu-15%Zn
1150-1200
70% Cu - 30% Zn
1080-1130
60% Cu - 40% Zn
1030-1080
Paduan Cu-Zn Paduan Cu-Zn dengan kandungan Cu sedikitnya 55% dikenal dengan sebutan
yang memiliki Kuningan. Secara umum kuningan terdiri dari Kuningan -αβ. Matriks (struktur dasar) α dan kuningan-β yang memiliki matriks. Dalam keadaan pada Cu mampu melarutkan Zn sangat banyak didalam kristal campuran. Pada temperatur 902 °C terjadi transformasi paritektik dimana Zn larut sebesar 32,5%. Kelarutan ini meningkat sampai dengan temperatur sekitar 450
17
°C menjadi 39% dan kemudian pada kondisi keseimbangan akan kembali menurun, yaitu
Gambar 2.2 Diagram Biner Cu-Zn
Proses pendinginan yang umum dicapai secara teknis, struktur kuningan dengan kandungan Zn 39% setelah perlakuan panas biasanya akan terdiri dari Kristal α yang homogeny tanpa ada sedikitpun Kristal β. Kuningan inilah yang kemudian dikenal dengan kuningan α (alfa) yang memiliki sifet ulet namun cukup memiliki ketermesinan yang baik dengan unit sel FCC seperti pada umumnya panduan lembaga lainnya. Sebagai contoh untuk kuningan dengan kandungan Zn 28%, secara teoritis pada temperatur 970 °C akan mulai terbentuk Kristal-kristal α dendritik yang memiliki kandungan Zn sekitar 24%. Konsentrasi Zn didalam sisa cairan yang semakin menyusut kemudian akan naik bersama turunnya temperatur, sedangkan Kristal α tumbuh membesar dengan konsentrasi Zn yang meningkat. Pada saat mencapai temperatur solidusnya (sekitar 930 °C) sisa cairan terakhir dengan konsentrasi Zn sebesar 33% pun membeku sebagai kristal α sehingga seluruh paduan telah berada dalam keadaan padat dengan struktur α yang homogeny. Proses pengecoran logam, pendinginan biasanya berlangsung sangat cepat karena energi cairan segera terserap oleh bahan cetakan. Pada keadaan ini terjadi segregasi kristal dimana perbedaan konsentrasi didalam setiap butiran saat pertumbuhannya tidak sempat terseragamkan, maka pada struktur coran ini akan ditemukan dendrite-dendrit yang baru dapat dihilangkan setelah melalui proses
18
pemanasan pada temperatur tinggi serta pendinginan yang lambat untuk menghasilkan butiran α yang homogeny dan polieder lengkap dengan struktur kembarnya.
Gambar 2.3 Kuningan dengan Zn 28% pasca
Gambar 2.4 Kuningan dengan Zn 28% setelah
pengecoran. (Dendrit-dendrit Kristal α
perlakuan panas pada T = 800 °C (Kristal α
inhomogen)
polieder homogeny)
Kuningan dengan kandungan Zn 47,5%, kristal β akan terbentuk terlebih dahulu pada temperatur 890 °C, fasa ganda (β + sisa cairan) hanya terdapat pada selang yang kecil sehingga segresi praktis tidak terjadi. Begitu temperatur mencapai 880 °C, cairan akan membeku seluruhnya sebagai kristal β yang homogeny. Kuningan semacam ini disebut kuningan β (beta) dengan sifat-sifatnya yang keras, rapuh dan lebih banyak digunakan pada perangkat instrument musik. Warna kuningan sangat dipengaruhi oleh kandungan Zn nya. Kuningan α akan mengalami perubahan wama dari merah tembaga menjadi semakin kuning dengan bertambahnya Zn. Sedangkan akibat dari pembentukan kristal β yang kemerahan, maka pada kuningan β fenomena warna tersebut justru terbaik kembali menuju kemerahan.
Gambar 2.5 Kuningan dengan Zn 47,5% pasca
Gambar 2.6 Kuningan dengan Zn 52% pasca
pengecoran.
pengecoran.
19
(Kuningan β homogeny)
(Kristal γ diantara struktur dasar β)
Kuningan dengan fasa campuran α/β, kandungan Zn digunakan untuk memperkirakan sifat-sifat mekanik bahan ini, mengingat kandungan Zn sangat menentukan presentasi fasa-fasa yang terdapat didalamnya, dimana pada kandungan sampai 39% ternyata struktur masih terdiri dari α seluruhnya sedangkan setelah 46,5% struktur terdiri dari β seluruhnya. Secara khusus sifat-sifat mekanik kuningan dapat ditingkatkan dengan penambahan sejumlah kecil unsur paduan lainnya tanpa mengurangi karakteristik kuningan secara umum. Tambahan unsur paduan tersebut bertujuan untuk memodifikasi persentasi α maupun β didalam strukturnya. Unsur Al akan meningkatkan kekerasan kristal campuran α maupun β, sehingga dengan demikian akan secara umum meningkatkan kekuatan bahan. Selain itu unsur ini akan menggeser daerah α pada diagram binernya menjadi lebih sempit (lihat gambar 2.5) sehingga pada kandungan Zn yang sama akan memiliki struktur β yang lebih banyak, Kandungan Al sampai dengan 6% atau 7% biasanya diaplikasikan pada pengecoran dengan pasir cetak, pengecoran cetak grafitasi maupun pengecoran sentrifugal. Unsur Fe hanya dapat larut sedikit didalam Kristal campuran α maupun β. Secara umum Fe hanya diberikan sebanyak 0,2% sampai 1.2%. apabila secara bersamaan dipadukan pada unsur Al sampai dengan 7%, maka Fe dapat dinaikkan hingga 4.5%, mengingat unsur ini memiliki efek grain refining terhadap paduan CuZn. Unsur Mn umumnya disertakan pada paduan Cu-Zn dengan kandungan Al maupun Fe tinggi. Unsur ini memiliki kemampuan larut relative lebih baik dibandingkan dengan Fe, meningkatkan kekuatan bahan serta ketahanannya terhadap korosi. Unsur Ni larut sangat baik didalam paduan Cu-Zn, sehingga dapat diberikan sebanyak 10% sampai 25%. Kuningan dengan paduan Ni sebanyak itu disebut dengan new silver, karena berwarna putih seperti perak. Bahan ini memiliki ketahanan korosi yang sangat baik serta banyak diaplikasikan di industri kimia maupun pangan sebagai bahan alternative pengganti stainless steel.
20
Unsur Si mempersempit daerah a maupun juga p pada diagram biner Cu-Zn, sehingga pada kandungan 4% saja, sudah akan menghasilkan struktur campuran α+β walaupun kandungan Cu masih sangat tinggi. Bahan ini memiliki ketahanan korosi yang baik termasuk terhadap air laut. Secara teknis bahan inipun memiliki kemampuan cor yang baik. Tabel 2.7 : Komposisi kimia dan sifat mekanik umum Kuningan menurut ASM Alloy
Composition %
UNS
Type
Yield strength,
Tensile
05%
strength
Elongation
CU
Sn
Pb
Zn
Ni
Fe
A1
Mn
Si
Other
MPa
ksi
MPa
ksi
%
Yellow
C85200
72
1
3
24
…
…
…
…
…
…
90
13
262
38
35
Brass
C85400
67
1
3
29
…
…
…
…
…
…
83
12
234
34
35
C85700
61
1
1
37
…
…
…
…
…
…
124
18
345
50
40
C85800
62
1
1
36
…
…
…
…
…
…
207
30
379
55
15
C87900
65
…
…
34
…
…
…
…
1
…
241
35
483
70
25
White
C99700
58
…
2
22
5
…
1
12
…
…
172
25
379
55
25
Brass
C99750
58
…
1
20
…
…
1
20
…
…
221
32
448
65
30
Tabel 2.8. Komposisi kimia dan sifat mekanik umum Kuningan menurut DIN. Yield Alloy Name
Mat No.
Composition
Believery
Strength 0,2% MPa
Tensile Strength
Specifle Elongation%
HBN
Weight Kg/dm 2
MPa
Cn : 83.0-87.5 G-CnZn15
2.0241.01
As:0.05-0.2
SC
70
170
25
45
8.6
SC
70
180
12
45
8.5
8.5
Zn: rest Cu : 63.0-670 G-CnZn33Pb
2.0290.01
Ph:0.1.0-3.0 Zn: rest Cn : 590-630
GD-CnZn37Pb
2.0290.01
Al:0.2-0.8
PDC
120
280
4
75
GK-CnZn37Pb
2.0290.01
Ph:0.5-2.5
GDC
90
280
20
70
GDC
130
380
20
75
8.5
8.6
Zn: rest Cn : 59.0-64.0 G-CnZn38A1
2.0591.02
As:0.1-0.8 Zn: rest
G-CnZn40Fe
2.0590.01
Cn : 56.0-620
SC
130
300
15
75
GZ-CnZn40Fe
2.0590.03
As:0.2-1.2
CC
150
325
15
85
GDC
170
450
25
105
Zn: rest Cn : 60.0-64.0 G-CnZn37A11
2.0595.02
As:0.3-1.8
8.5
Zn: rest Cn : 56.0-65.0 G-CnZn35A11
2.0592.01
Al:0.5-2.0
SC
200
600
15
140
GZ-CnZn35A11
2.0592.03
Fe:0.5-2.0
CC
260
620
14
150
GK-CnZn35A11
2.0592.02
Mn:0.3-3.0
GDC
260
600
10
140
8.6
Zn: rest Cn : 55.0-66.0 G-CnZn34A112
2.0596.01
Al:1.0-3.0
SC
200
600
15
140
GZ-CnZn34A112
2.0596.03
Fe:0.5-2.5
CC
260
620
14
150
GK-CnZn34A112
2.0596.02
Mn:0.3-4.0
GDC
260
600
10
140
8.6
Zn: rest Cn : 60.0-67.0 G-CnZn25A115
2.0589.01
Al:3.0-7.0
SC
450
750
8
180
GZ-CnZn25A115
2.0589.03
Fe:1.5-4.5
CC
450
750
5
190
8.2
21
GK-CnZn25A115
2.0589.02
Mn:2.5-5.0
GDC
480
750
8
180
Zn: rest G-CnZn15Si4
2.0492.01
Cn:78.0-83.0
SC
230
450
10
100
GZ-CnZn15Si4
2.0492.05
Si:3.8-5.0
PDC
300
550
8
125
GK-CnZn15Si4
2.0492.02
Zn:rest
GDC
300
500
10
120
8.6
Sc : Sand Casting. PDC : Presure Die Casting. GDC : Grafity Die Casting. CC : Centrifugal Casting
2.2
Evaporative (lost foam casting) Proses pengecoran dengan menggunakan metode evaporative (lost foam
casting) tidak seperti pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir lainnya, pada proses ini pasir kering digunakan sebagai cetakan yang terbuat dari polystyrene foam PS) atau yang biasa disebuat dengan nama styrofoam. Pola cetakan polystyrene foam (PS) dibenamkan didalam pasir cetak kemudian logam yang telah dicairkan oleh logam cair dengan bentuk sesuai dengan pola cetakan. Metode ini digunakan untuk pengecoran hampir semua logam ferro maupun non ferro.
Gambar 2.9 Skema pengecoran Evaporative (Metal-Casting Processes) ASM Handbook vol.2 1992
Proses pengecoran dengan menggunakan metode evaporative mempunyai tahapan seperti gambar sebagai berikut: 1.
Pembuatan pola dari polystyrene foam (PS) atau styrofoam sesuai dengan bentuk benda yang akan dicor.
2.
Pembuatan pola cetakan dapat dilakukan dengan menggunakan cetakan injeksi (infection moldel) atau dengan memotong lembaran styrofoam dengan menggunakan pemotong listrik.
3.
Memasukan pola kedalam kotak pengecoran dan pasir diisi kemudian dipadukan.
4.
Penuangan cairan logam kedalam pola melalui saluran masuk dan kemudian logam didinginkan.
22
Pengecoran dengan metode (evaporative lost foam casting) mempunyai keunggulan sebagai berikut, fleksibel dalam pembuatan pola, pola dapat diubah dengan cepat jika ada kesalahan pembuatan, dan biaya yang dikeluarkan lebih kecil. Ketelitian dimensinya tinggi, karena telah terbentuk sesuai dengan benda yang dihasilkan. Adanya pengurangan core, karena pengecoran ini memungkinkan untuk mengecor benda yang lebih kompleks. Tidak dibutuhkan cupe and drag seperti yang digunakan pada cetakan pasir tradisional, serta ramah lingkungan karena pasir dapat digunakan berulang-ulang. 2.2.1
Pembekuan
2.2.1.1
Pembekuan logam Kalau cairan logam murni perlahan-lahan di dinginkan, maka pembekuan
terjadi, permulaan pembekuan terjadi pertumbuhan inti-inti kristal, kemudian kristalkristal tumbuh sekeliling ini tersebut, dan inti lain yang timbul pada saat yang sama. Akhirnya seluruhnya tertutupi oleh butir kristal sampai logam cair habis (Gambar 2.10).
Gambar 2.10 Mekanisme pembekuan Surdia dan Chijiwa, 1982
2.2.1.2
Pembekuan paduan Jika logam yang terdiri dari dua unsur atau lebih di dinginkan dalam keadaan
cair, maka butir-butir kristalnya akan berbeda dengan butir-butir kristal logam murni. Apabila suatu paduan terdiri dari komponen A dan komponen B membeku, maka sukar di dapat susunan butir kristal A dan kristal B tetapi umumnya di dapat butirbutir kristal campuran dari A dan B. jika dipelajari lebih lanjut ada dua hal yaitu pertama bahwa A larut di dalam B atau B larut di dalam A, dan kedua bahwa A dan B terikat satu sama lain dengan perbandingan tertentu. Hal pertama disebut larutkan padat dan yang kedua disebut senyawa antar logam.
23
Larutan padat adalah keadaan dimana beberapa atom dari konfigurasi atom A di substitusikan oleh atom-atom B, atom-atom B menembus masuk ke dalam ruang bebas antara atom dari konfigurasi atom-atom A. Senyawa antar logam terdiri dari ikatan logam A dan B dan mempunyai kisi kristal berbeda dari A dan B. Selain dari pada dua hal tersebut diatas ada hal yang jarang dimana sebagian kecil dari keduanya atau salah satu dari A dan B muncul keadaan murni. Dengan demikian maka struktur paduan dapat terdiri dari tiga macam larutan padat, senyawa antar logam, dan logam murni sehingga kenaikan komposisi paduan menyebabkan bertambahnya macam kristal dan struktur. 2.2.1.3
Pembekuan coran
Pembekuan coran dimulai dari bagian yang bersentuhan dengan cetakan yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai keadaan beku (Gambar 2.11).
Gambar 2.11 Skema pembentukan struktur mikro dalam coran.
Bagian dalam dari coran mendingin lebih lambat dari pada bagian luar. Sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom, struktur ini muncul dengan jelas apabila gradient temperatur yang besar terjadi pada permukaan coran, umpamanya pada coran dengan cetakan logam. Sebaliknya coran dengan cetakan pasir menyebabkan gradient temperautur yang kecil dan bentuk struktur kolam yang tidak jelas. Bagian tengah coran mempunyai gradient temperatur yang kecil sehingga memperlihatkan susunan butirbutir kristal segi banyak dengan orientasi sembarang.
24
Dengan demikian maka struktur paduan dapat terdiri dari tiga macam larutan padat, senyawa antar logam, dan logam murni sehingga kenaikan komposisi paduan menyebabkan bertambahnya macam kristal dan struktur. 2.2.1.4
Fluiditas Fluiditas adalah kemampuan suatu logam cair untuk mengalir masuk kedalam
cetakan sebelum membeku. Fluiditas merupakan kebalikan dari viskositas, bila viskositas naik, maka fluiditas turun. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluiditas yaitu : •
Temperatur penuangan.
•
Komposisi logam (mempengaruhi panas lebur dari logam)
•
Viskositas logam cair.
•
Panas yang diserap oleh lingkungan sekitarnya.
Untuk mengukur fluiditas digunakan cetakan spiral seperti gambar 2.12
Gambar 2.12 Cetakan spiral untuk pengujian fluiditas logam cair 2.2.1.5
Hubungan pembekuan dengan mampu alir Faktor lain yang mempengaruhi besaran mampu alir adalah komposisi
paduan. Logam cair yang memiliki mampu alir yang tinggi adalah logam murni dan paduan komposisi eutektik. Paduan yang dibentuk dari larutan padat, dan memiliki range pembekuan yang besar memiliki mampu alir yang jelek.
25
Gambar 2.13 Hubungan kompsisi paduan dengan mampu alir (http://indonesia-mekanikal.blogspot.com).
Terjadi pembekuan yang berbeda yaitu daerah komposisi logam cair murni dan paduan komposisi eutektik mempunyai pembekuan yang disebut mampu alir paduan dengan jarak pembekuan pendek (fluidity of short freezing range alloy). Komposisi paduan yang mampu alir pendek terjadi pada jarak pembekuan yang panjang yang biasa disebut mampu alir paduan dengan jarak pembekuan panjang (fluidity oflong freezing range alloys). a. Mampu alir paduan dengan jarak pembekuan pendek Logam cair murni atau komposisi eutektik masuk kedalam saluran, pembekuan akan dimulai dari dinding saluran dan terus bergerak sampai kedua sisi kolumnarnya bertemu rapat sehingga mengakibatkan cairan logam berhenti.
Gambar 2.14 Fluiditas pada paduan dengan jarak pembekuan pendek (Campbell and Harding, 1994)
Panjang fluiditas Lf = V.ts ...................................................( 1 ) (Campbell and Harding, 1994)
Dimana:
Lf = panjang fluiditas V = kecepatan aliran ts = waktu pembekuan
26
2.2.1.6 Pasir cetak Pasir cetak yang paling lazim digunakan adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai dan pasir silika. Beberapa dari pasir tersebut dapat langsung dipakai begitu saja dan yang lain dapat dipakai setelah dipecah menjadi butir-butir dengan ukuran yang cocok,
Gambar 2.16 Cetakan pasir
Pengecoran dengan metode evaporative biasanya menggunakan pasir silika kering tanpa mencampurkannya dengan bentonit dan air, ini karena menjaga pasir agar dapat masuk pada bagian-bagian terkecil dari pola cetakan. Pasir silika terdiri dari dua macam yaitu dalam keadaan alamiah dan dengan memecah kwarsit. Pasir silika mempunyai kandungan utama yaitu SiO2 dan terkandung kotoran seperti mika dan felsfar, dan untuk pasir silika buatan dari kwarsit yang diperoleh memiliki sedikit kotoran yang jumlah SiO2 lebih dari 95%. Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan beberapa faktor penting seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh, pasir halus dan bulat akan menghasilkan permukaan produk yang halus. Syarat-syarat untuk pasir yang digunakan untuk pengecoran dengan metode evaporative yaitu, permeabilitas yang cocok, distribusi besar butir yang cocok, tahan panas, bisa dipakai lagi, dan murah. 2.2.1.7Polystyrene foam (PS) Polystyrene foam (PS) atau yang biasanya disebutkan dengan nama styrofoam diproduksi dalam bentuk busa atau gabus. Busa polystyrene foam (PS) terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bebas sehingga dapat menghalangi panas atau suara.
27
Akan lunak pada temperatur sekitar 95°C dan menjadi cairan kental pada 120°C sampai 180°C dan menjadi encer diatas 250°C, kemudian terurai diatas 320°C sampai 330°C (Surdia dan Saito, 2000).
Gambar 2.17 Polimerisasi Polystyrene foam (PS)
Polystyrene foam (PS) yang digunakan pada proses pengecoran evaporative terdiri 92 wt% C, 8 wt% H. C6H5 benzene relatif stabil pada polystyrene dan CH = CH2 cenderung terpisahkan terlebih dahulu. Ketika fasa cair bereaksi menyebabkan tuangan terus mengikuti pola cetakan hingga padat.
2.3
Mekanisme pengujian
2.3.1
Pengujian fluiditas Pengujian fluiditas alir cairan logam digunakan cetakan uji yang berbentuk
spiral. Dari pengujian ini bisa didapatkan indeks fluiditasnya, semakin banyak bagian spiral yang terisi semakin besar pula indeksi fluiditasnya. Fluiditas mempunyai korelasi yang erat dengan viskositas dan temperatur logam cair, apabila temperatur logam cair lebih tinggi, maka viskositasnya akan menjadi lebih rendah, dan hal ini akan memberikan fluiditas yang lebih baik dari logam cair tersebut. Kuningan yang akan diuji, di lebur dalam dapur crusible. Suhu peleburan untuk mengamati nilai fluiditas di tentukan pada suhu 900 °C, 950 °C, dan 1000 °C. Variasi temperatur ini digunakan untuk melihat pengaruh nilai fluidasi terhadap suhu temperatur tuang.
28
Pengujian selanjutnya dilakukan untuk validasi hasil uji fluiditas dengan target pengamatan berupa hubungan pembekuan dengan mampu alir jarak pendek dan jauh dengan uji struktur mikro. Diambil tiga bagian penampang penampang tengah dari setiap benda hasil penungan pertama, kedua, dan terakhir, yaitu bagian ujung kanan, tengah, dan ujung kiri. 2.3.2
Pengujian struktur mikro Logam mempunyai sifat mekanik yang tidak hanya tergantung pada
komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya. Paduan dengan komposisi kimia berbeda dapat memiliki struktur mikro dan sifat mekanik yang berbeda, tergantung pada pengerjaan dan proses perlakuan panas yang diterima selama pengerjaan. Pengamatan struktur mikro dapat menggunakan mikroskop, dengan prinsip seperti dibawah ini: a. Mikroskop metalurgi dan pencahayaan dari system optik, objek dan penampangnya, b. Penampakan butir yang telah dipolis dan dietsa menggunakan mikroskop optik.