KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA Luwiyanto*
Abstrak: Meskipun ada beberapa model, hermeneutik dalam rangka studi sastra dihadapkan sejumlah kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut terdapat pada tahap verstehen. Adapun yang menyebabkan kesulitan itu semata-mata karena dalam beberapa model hermeneutik tersebut tak satu pun dapat melepaskan peran subjek dalam verstehen sehingga masih terkesan adanya pengaruh subjektivitas. Di sini timbul kesulitan hermeneutik dalam membawa sastra menjadi sebuah bentuk ilmu pengetahuan yang ilmiah. Kata kunci: hermeneutik, verstehen, sastra hermeneutik dari pengertian semula. Akibatnya,
PENGANTAR Permasalahan hermeneutik atau hermeneutika sebenarnya sudah lama dibicarakan orang, terutama oleh para ahli yang menekuni ilmu-ilmu seperti: teologi, kitab suci, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial. Sejak awal permunculannya hermeneutik lebih populer dikaitkan dengan penafsiran. Sampai sekarang pun pengertian yang diterima adalah penafsiran hermeneutik. Menurut sejarahnya, hermeneutik telah digunakan di dalam penelitian teks-teks kuna yang otoritatif, misalnya kitab suci atau teks-teks yang sifatnya dogmatis, kemudian diterapkan di dalam teologi dan filsafat, sampai akhirnya menjadi metode
adanya bermacam-macam pandangan mengenai hermeneutik. Tentu saja keragaman pandangan tersebut mempunyai sudut pandang yang berlainan yang akhirnya terlihat sebagai tipe-tipe hermeneutik. Tiap-tiap tipe mempunyai dasar dan cara kerja dalam mencapai tujuannya. Berangkat dari pengertian itu tak dapat dielakkan lagi, bahwa di balik keragaman penafsiran hermeneutik mempunyai kendala-kendala dalam menghadapi objeknya. Berkaitan dengan studi sastra, apakah hermeneutik juga menghadapi adanya kendala-kendala? Permasalahan inilah yang akan diangkat dalam tulisan ini.
dalam ilmu-ilmu sosial. Setelah disadari bahwa pembicaraan hermeneutik berurusan dengan teks-teks, atau dengan kata lain, bahwa bidang-bidang ilmu yang lain seperti: ilmu sejarah, hukum, dan sastra juga memanfaatkan
hermeneutik
dalam
rangka
menafsirkan objeknya (Hardiman, 1991 : 2-3).
PENGERTIAN HERMENEUTIK Sejak
awal
permunculannya,
istilah
hermeneutik atau hermeneutika yang dalam bahasa Yunani dinamakan hermeneuo telah merupakan kata polisemi, yakni mempunyai arti lebih dari satu.
Keterangan di atas menunjukkan bahwa objek
Beberapa arti yang melekatnya adalah :
bahasan hermeneutik menjadi luas melintasi
‘mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam
pemahaman terhadap teks. Hal itu akan membawa
kata-kata’; ‘menterjemahkan’; dan juga ‘bertindak
konsekuensi pergeseran pandangan mengenai
sebagai penafsir’. Ketiga pengertian itu memberi
*Dosen Universitas Widya Dharma Klaten
52
Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 ISSN 0215-9511
Keterbatasan Hermeneutik Dalam Studi Sastra
indikasi bahwa istilah hermeneutik berkaitan dengan
hanya dapat dilakukan dengan menempatkannya
sikap dalam rangka membuat sesuatu yang gelap
dalam konteks (Hardiman (B), 1991 : 5).
menjadi lebih terang (Hardiman, 1991 : 3). Untuk
Sastra merupakan produk budaya yang di
dapat mencapai tujuan itu, maka kegiatan yang
dalamnya tersirat maksud-maksud tertentu.
dilakukan adalah menafsirkan objek yang
Mendekati sebuah karya satra akan diharapkan pada
dihadapinya. Selanjutnya, agar dapat menafsirkan
banyak hal, misalnya: pengarang, waktu penulisan,
sesuatu (objek) yang kurang jelas perlu adanya usaha
tempat penulisan, latar belakang penulisan, dan
pemahaman secara saksama terhadap objek tersebut.
sebagainya. Di samping itu yang harus terlebih
Oleh karena titik tolak hermeneutik adalah berupa
dipikirkan adalah penggarapan terhadap teks karya
pemahaman maka kemudian dikenal juga istilah
sastra itu sendiri. Karya-karya sastra memang
pemahaman hermeneutik.
memiliki kemungkinan yang sangat luas untuk
Permasalaan pemahaman hermeneutik selalu
mengetengahkan dan mempermasalahkan kehidupan
dihadapkan pada taraf-taraf pemahaman manusia.
manusia. Seseorang yang telah selesai menikmati
Secara garis besar ada tiga taraf pemahaman, yaitu:
sebuah karya sastra diharapkan pula telah memiliki
pemahaman langsung mengenai alam material,
persepsi yang lebih luas terhadap hal-hal yang terjadi
pemahaman atas kebudayaan, dan pemahaman
di dalam kehidupan manusia. Ia diharapkan dapat
mengenai diri sendiri atau memahami diri orang lain
memetik pengertian dan pemahaman tentang
(Hardiman (B), 1991 : 5). Pandangan ini melihat apa
kompleksitas kehidupan. Karya sastra selalu
yang ada di luar manusia adalah merupakan objek,
menyajikan pengalaman yang tidak terhingga. Oleh
sedangkan dirinya sebagai subjek yang mempunyai
karena itu, jika manusia selalu berupaya melibatkan
aktivitas memahaminya.
diri dengannya akhirnya pun akan sampai pada suatu
Menurut Dilthey, pemahaman hermeneutik
hal yang majemuk.
seperti di atas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
Manusia sering dihadapkan pada masalah yang
erklaren dan verstehen. Kedua istilah itu
luas dan sering berbeda, tetapi siap untuk memikul,
digunakannya untuk membedakan dua macam ilmu
menilai, dan membuat keputusan terhadapnya. Karya
pengetahuan. Oleh Dilthey dijelaskan lebih lanjut,
sastra memberikan sarana untuk berpikir bagi
bahwa erklaren adalah suatu metode yang biasa
manusia, selanjutnya bergerak melintasi realitas.
digunakan
alam
Namun demikian, tidak berarti yang terdapat di dalam
(Naturwissenschaften) untuk mendekati objeknya,
teks karya sastra itu persis sama dengan realita
yaitu dengan cara menjelaskan suatu kejadian
kehidupan. Di sinilah untuk dapat mengetahui tentang
menurut penyebabnya. Adapun verstehen adalah suatu
sastra, seseorang dihadapkan pada sederetan konsep-
metode yang biasa digunakan dalam ilmu-ilmu yang
konsep kehidupan bermakna. Untuk dapat menangkap
tergolong dalam Geisteswissenschaften untuk
hal itu diperlukan suatu pemahaman secara aktif
mendekati produk-produk budaya. Tujuannya untuk
(verstehen), tidak sekadar menjelaskan (erklaren).
di
dalam
ilmu-ilmu
menemukan dan memahami mana di dalamnya yang
Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 ISSN 0215-9511
53
Keterbatasan Hermeneutik Dalam Studi Sastra
MODEL HERMENEUTIK Yang dimaksud model hermeneutik di sini adalah bentuk-bentuk varian hermeneutik. Untuk menjelaskan hal ini digunakan hasil pengamatan Lefevere mengenai hermeneutik seperti telah diungkapkan dalam bukunya yang berjudul Literary Knowledge (1997). Di dalam buku tersebut dikemukakan bahwa bentuk varian (baca model)
model ini seperti dikemukakan oleh Karl Otto, yaitu seorang penafsir dalam melakukan pemahaman (verstehen) di damping harus menguasai objeknya (bahasa) dan dapat dibuktikan secara intersubjektif, ia juga diharuskan berpartisipasi terhadap kehidupan bangsa (language games) (Lafevere, 1977 : 49). Pandangan ini merupakan langkah maju dari pandangan pertama, yang sekilas terlihat hanya
hermeneutik dapat dikelompokkan menjadi tiga,
sekadar menerangkan. Berdasarkan ketentuan di atas,
yaitu: hermeneutik tradisional, hermeneutik dialektik,
konsep hermeneutik dialektik ini ingin menjembatani
dan hermeneutik ontologis. Ketiga model
pengertian arklaren dengan verstehen.
hermeneutik tersebut mempunyai pandangan dasar
Model pertama dan kedua di atas lebih
yang berbeda dalam menjalankan tugasnya
mengarah pada cara kerja pemahaman, tetapi model
memahami objeknya. Agar dapat memperoleh
yang ketiga ini yaitu model hermeneutik ontologi erat
gambaran yang jelas, maka ketiga model itu dapat
kaitannya dengan konsep asli, yaitu begitu berhadapan
diterangkan sebagai berikut.
dengan objek (sastra), maka bersamaan dengan itu
Menurut hermeneutik tradisional, bahwa untuk dapat memahami (verstehen) sesuatu sehingga dapat merebut maknanya harus dipenuhi syarat utamanya,
pula secara otomatis kegiatan verstehen terjadi. Konsep ini dilatarbelakangi pengertian, bahwa sarana yang digunakan oleh verstehen adalah bahasa,
yaitu adanya proses kejiwaan yang terjadi dalam
sedangkan bahasa itu hidup dalam kehidupan bahasa
subjek pada objek yang menjadi sasaran. Dalam hal
(language games). Dengan demikian dapat diambil
ini sangat diperlukan adanya pengalaman terhadap
pengertian, bahwa kegiatan verstehen dapat
objek Verstehen erat kaitannya dengan tingkat pengalaman dan pengetahuan yang nantinya menggerakkan keberhasilan pemahaman. Dengan demikian ada semacam otorisasi dari subjek dalam verstehen (Lefevere, 1977:47). Bila dalam model pertama lebih banyak menekankan pada otorisasi subjek dalam verstehen maka ada perbedaan dengan model kedua yakni model hermeneutik dialektik. Dalam model kedua ini lebih menekankan pada bentuk interaksi yang berupa perilaku oleh manusia terhadap objeknya dalam verstehen. Ketentuan dasar yang menjadi syarat dalam
54
menghasilkan sesuatu yang objektif dalam kerangka language games. Bila semua language games mengenal bahasa ini dengan sama, maka akan membawa konsekuensi tertentu, yaitu pengertian verstehen dikacaukan dengan pengertian kritik dan interpretasi. Berkaitan dengan hal itu Lefevere menjelaskan lebih lanjut dengan mengutip pendapat Betti, bahwa dalam interpretasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interpretasi epistemologi dan interpretasi representatif . Interpretasi epistemologi digunakan untuk menunjuk pada pemahaman murni (objektif) yang dalam hal ini berkaitan dengan arklaren. Adapun interpretasi representatif digunakan
Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 ISSN 0215-9511
Keterbatasan Hermeneutik Dalam Studi Sastra
untuk mengukuhkan pengertian pemahaman
pengetahuan masih direfleksikan, maka dalam
(verstehen) (Lefevere, 1977:50).
postivisme kedudukan pengetahuan diganti dengan
Berdasarkan penjelasan di atas, yang perlu
metodologi. Metodologi yang menjadi perhatian
digarisbawahi di sini adalah bahwa ketiga model
adalah metode-metode ilmu alam. Yang dimaksud
hermeneutik tersebut menyetujui adanya penetapan
dengan metodologi adalah suatu cara untuk
karya sastra sebagai objektivikasi jiwa manusia.
memperoleh pengetahuan yang sahih tentang
Menurut Dilthey dan Betti dikatakan bahwa setiap
kenyataan. Positivisme yang dibentuk dari kata
berhadapan dengan sesuatu yang menjadi objek
“positif” menunjuk pada sesuatu yang didasarkan
pengamatan, maka bersamaan dengan itu pula terjadi
pada fakta objektif. Dari sinilah, Comte lalu
proses pengobjektivikasian pikiran untuk menemukan
mengadakan pembedaan antara ‘yang nyata’ dan
dan memahami makna secara keseluruhan dari objek
‘yang khayal’, ‘yang pasti’ dan ‘yang meragukan’,
tersebut (Lafevere, 1977:47). Akhirnya menjadi
‘yang tepat’ dan ‘yang kabur’, ‘yang berguna’ dan
jelaslah pengertian verstehen dalam konteks
‘yang sia-sia’, dan ‘yang mengklaim memiliki
hermeneutik.
kesahihan relatif’ dan ‘yang mengklaim memiliki kesahihan mutlak’ (Hardiman (B), 1991:86-87). Norma-norma metodologi yang digariskan dalam
KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA
positivisme dijelaskan oleh Comte sebagai berikut. 1.
Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa pada
rasa kepastian pengamatan sistematis yang
dasarnya ketiga model hermeneutik tersebut telah menyetujui pernyataan mengenai karya sastra sebagai
Semua pengetahuan harus dapat dibuktikan lewat terjamin secara intersubjektif.
2.
Kepastian metode sama pentingnya dengan rasa
bentuk objektivikasi jiwa manusia. Pertanyaan itu
kepastian. Kesahihan pengetahuan ilmiah
membawa konsekuensi, bahwa hermeneutik akan
dijamin oleh kesatuan metode.
dihadapkan pada permasalahan metodologis untuk
3.
membawa karya sastra menuju pada sebuah bentuk
teori-teori yang secara formal kokoh yang
pengetahuan ilmiah, dan hal itu mau tidak mau akan
mengikuti dedukasi hipotesis-hipotesis yang
menggiring pada persoalan positivisme. Untuk itulah, pembicaraan akan dimulai dari positivisme.
menyerupai hukum. 4.
Positivisme adalah salah satu aliran filsafah Barat yang berkembang sejak abad 19, yang menandai adanya krisis pengetahuan. Aliran ini dirintis oleh August Comte. Misi yang dibawa oleh positivisme adalah adanya pandangan secara khusus terhadap
Ketepatan pengetahuan dijamin oleh bangunan
Pengetahuan ilmiah harus dapat digunakan secara teknis.
5.
Pada prinsipnya pengetahuan tak pernah selesai dan relatif, sesuai dengan sifat relatif dari semangat positif (Hardiman (B), 1991:88).
metodologi ilmu pengetahuan dalam refleksi filsafat sebelumnya,
empirisme
dan
rasionalisme,
Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 ISSN 0215-9511
55
Keterbatasan Hermeneutik Dalam Studi Sastra
Gagasan Comte tentang ilmu-ilmu positif itu
dipengaruhi juga oleh unsur subjektivitas. Untuk
akhirnya harus diterapkan juga dalam ilmu-ilmu
meyakinkan
sosial, termasuk pada sastra. Adapun yang menjadi
tradisional dalam menyajikan pemahaman yang
pertimbangannya, adalah seperti yang dikatakan oleh
objektif, Lifevere memberi ilustrasi yang menarik,
Giddens, bahwa prosedur-prosedur metodologis ilmu-
yaitu pemahaman tentang cinta oleh dua orang
ilmu alam dapat diterapkan secara langsung pada
pemaham, yang satu seorang seniman dan satunya lagi
ilmu-ilmu sosial, hasil-hasil riset dapat dirumuskan
seorang peneliti. Oleh karena kedua pemaham itu
dalam bentuk-bentuk hukum seperti ilmu-ilmu alam,
berbeda pengalamannya, maka tidak mstahil bila hasil
dan ilmu-ilmu itu harus bersifat teknis, yakni
pemahamannya berbeda pula. Kasus seperti itu bisa
menyediakan pengetahuan yang bersifat instrumental
juga terjadi dalam karya seni, seperti pada sastra atau
murni serta bersifat bebas nilai (Hardiman (B),
nonsastra (Lifevere, 1977:47).
1991:89).
ketidakmampuan
hermeneutik
Kekurangan yang telah diperbuat oleh
Berdasarkan keterangan di atas, dapat diambil
hermeneutik tradisional rupanya menjadi perhatian,
pengertian bahwa dalam pandangan positivisme
selanjutnya dilengkapi dalam hermeneutik dialektik,
peranan subjek dalam membentuk fakta sosial
yaitu adanya partisipasi aktif dari pemahaman,
disingkirkan. Dalam hal ini yang terjadi adalah
sehingga akan diperoleh hasil yang objektif. Model
subjektivisme, yakni subjek hanya bertugas menyalin
hermeneutik dialektik sebenarya ingin menjembatani
fakta objektif yang diyakini dapat dijelaskan menurut
antara arklare dan vertehen, akan tetapi juga tidak
mekanisme di atas, bagaimana tentang hermeneutik
bebas dari kesulitan-kesulitan dalam menghadapi
dalam studi sastra, dapatkah peran subjek ditiadakan?
objeknya. Yang disarankan model ini adalah dalam
Atau, mampukah hermeneutik memahami karya sastra
pemahaman diusahakan adanya proses dialog dengan
sehingga diperoleh pengetahuan yang objektif? Untuk
teks, akan tetapi akan muncul kesulitan karena
itulah, akan dipahami kembali ketiga model
pembicaraan dengan teks jelas tidak dapat
hermeneutik yang telah dikemukakan terdahulu
berkembang seperti komunikasi percakapan.
berdasarkan pandangan positivisme.
Dalam hermeneutik ontologi, pada dasarnya
Dalam hermeneutik tradisional yang
sama dengan model pertama dan kedua, hanya saja
pemahamannya hanya didasarkan pada proses mental
dalam model ini diterapkan dalam lingkup yang lebih
akan dihadapkan pada suatu permasalahan mengenai
luas, yaitu dalam language game. Oleh karena
cara menjelaskan atau pengukuran terjadinya proses
verstehen itu bekerja secara otomatis dalam language
mental. Pada hal proses mental itu terjadinya ada
game, maka akibatnya verstehen dikacaukan antara
dalam pikiran sehingga jelas akan menemui kesulitan
kritik dengan interpretasi. Model hermeneutik ini
bila dituntut untuk dapat menjelaskan secara objektif.
bebas dari keterbatasan ontologis dari konsep ilmiah,
Oleh karena proses pemahaman itu terjadi dalam
yakni tentang objektivitas, sebab kepentingannya
subjek, maka tidak mengherankan bila terjadi juga
hanya terbatas untuk kita. Seperti yang dikatakan oleh
otorisasi, dan tidak mustahil bila pemahamannya
Gadamer, bahwa model hermeneutik ontologi
56
Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 ISSN 0215-9511
Keterbatasan Hermeneutik Dalam Studi Sastra
ditempatkan sebagai problematik penerapan yang
Dalam hal ini dikatakan Lifevere, bahwa hermeneutik
terletak dalam seluruh aktivitas verstehen, maka
bukan suatu metode yang sesuai untuk pemahaman
pengertian antara kritik dan interpretasi menjadi
sastra yang mempunyai sifat-sifat sederhana serta
dikacaukan. (Lefevere, 1977:50).
merupakan bentuk objektivikasi jiwa manusia. Selanjutnya dikatakan, bahwa selama studi sastra didasarkan pada hermeneutik verstehen, maka
KESIMPULAN
pengetahuan tentang sastra akan ketinggalan zaman.
Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil
Pengertian tersebut menjadi nyata, bila rumusan
kesimpulan, bahwa dalam rangka pemahaman sastra,
pengetahuan mengenai sastra tetap didasarkan pada
tiga model hermeneutik yaitu hermeneutik tradisional,
pandangan positivisme, yang memandang sastra tak
hermeneutik dialektis, dan hermeneutik ontologis
mampu membuat hukum-hukum seperti ilmu alam.
tersebut dihadapkan pada sejumlah kesulitan. Kesulitan-kesulitan yang menjadi kendala dalam verstehen itu merupakan bukti adanya keterbatasan
DAFTAR PUSTAKA
tugasnya. Adapun yang menyebabkan keterbatasan
Hardiman, F. Budi (A), 1991, “Hermeneutik: Apa
hermeneutik adalah semata-mata karena dalam ketiga model hermeneutik tersebut tak satu pun dapat
itu?” dalam majalah Basis, Januari, 1991. __________(B),
1991,
“Positivisme
dan
melepaskan peran subjek dalam verstehen, sehingga
Hermeneutik:
masih terkesan adanya pengaruh subjektivitas. Oleh
Menyelamatkan Subjek” dalam majalah Basis,
karena itulah, yang sampai pada kita terlihat adanya
Maret 1991.
kegagalan hermeneutik dalam membawa sastra menjadi sebuah bentuk ilmu pengetahuan yang ilmiah.
Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 ISSN 0215-9511
Suatu
Usaha
untuk
Lefevere, Andre, 1977, Literary Knowledge, The Netherlands: Van Gorcum Assen/ Amsterdam.
57