Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
ital
ct D
ig
PARANOIA DAN KETERANCAMAN DALAM RELASI ISLAM-KRISTEN
n a a Buku Mujiburrahman kDiskusi
1 Review Diskusi | Edisi 006, Juli 2012
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
cy a r
o
PARANOIA DAN KETERANCAMAN c
Salam,
Dem
DALAM RELASI ISLAM-KRISTEN
Pe
Relasi Islam-Kristen di Indonesia mengalami pasang surut dan kesalingcurigaan yang tak pernah usai dir antara pemeluknya. Kebijakan negara jugap u sta diwarnai beberapa debat penting antara dua kelompok agama yang sebenarnya secara kuantitas timpang: mayoritas versus minoritas. Diskusi yang dilangsungkan oleh Ciputat School pada 27 Juli 2012 akan membahas Disertasi penting yang ditulis oleh Mujiburrahman, berjudul: Feeling Threatened; Muslim-Christian Relations 2
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
in Indonesia’s New Order. Disertasi yang kemudian diterbitkan oleh Amsterdam University Press, Leiden, pada tahun 2006 ini menganalisis religiopolitik isu-isu yang mempengaruhi P r o Hubungan Muslim-Kristen di Indonesia jselama periode Soeharto (1966 -1998).
e
D
ig
ital
ct
Di samping membahas politik transisi dari Soekarno ke Soeharto, dan bagaimana relasi Muslim-Kristen akhirnya berkembang menjadi konflik pada awal Orde Baru, buku ini juga membahas wacana kristenisasi, ancaman negara Islam, Piagam Jakarta, dan bagaimana perdebatan ideologis terkait isu-isu tersebut.
kaa
nDi bawah ini adalah transkripsi lengkap diskusi tersebut. Selamat menikmati. Redaksi
3
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
I. PENGANTAR DISKUSI
Ihsan Ali-Fauzi
Dem
o
Assalamu’alaikum wr. wb. Senang sekali a c y r kita bisa berjumpa di sini. Selamat datang c Trisno, terima kasih sudah hadir. Selamat datang juga buat teman-teman yang baru bergabung, inilah yang kita sebut Ciputat School. Setiap bulan kita mendiskusikan satu buku. Diskusi ini sendiri akan direkam, ditranskrip dan diedit sehingga produk akhirnya bisa muncul di website Yayasan Abad Demokrasi. Yayasan Abad Demokrasi antara lain juga mengerjakan rp digitalisasi beberapa buku.
Pe
us
Malam ini kita akan mendiskusikan disertasi Mujiburrahman yang sudah dibukukan. Seperti terlihat di judulnya, buku ini membicarakan hubungan MuslimKristen di Indonesia pada masa Orde Baru. Narasumber kita kali ini adalah Trisno S. Sutanto. Dia sekarang mengurusi Litkom PGI. Trisno sudah membuat pointers 4
ta
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
mengenai buku ini dalam kaitannya dengan ‘politik agama’ Orde Baru. Nanti kita bisa tanya juga penelitiannya tentang RUU KUB yang tergabung di buku “Pluralisme Kewargaan” yang bulan lalu kita diskusikan. Silakan Trisno.
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
5
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
II. PRESENTASI NARASUMBER Trisno S. Sutanto
Dem
o
Terima kasih Ihsan. Disertasi Mujiburrahman yang sudah dibukukan cy a ini memberi kita banyak bahan berhargar c untuk merenungkan hubungan antaragama, khususnya antara kekristenan dengan Islam, sepanjang Orde Baru.
Pe
Saya tidak akan masuk ke dalam rincian buku ini, namun melihat beberapa rajutannya guna menelisik apa yang saya namakan ‘politik agama’ Orba yang pengaruhnya masih sangat kuat sampai sekarang. Sebab, menurut saya, buku rp ini memperlihatkan dengan sangat baik u akar-akar kecurigaan yang melandasi s t a politik tersebut. Tesis dasar Mujiburrahman dapat dilihat dalam bagian kesimpulan buku itu (halaman 299 dan seterusnya). Hubungan Kristen-Islam di Indonesia selama ini diwarnai oleh kecurigaan antarkelompok yang amat parah dan tertanam sangat dalam. Malah, bisa dibilang, 6
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
kecurigaan tersebut telah mencapai tahap ‘paranoia’, rasa ‘saling terancam’ satu dengan lainnya, dan menentukan hampir seluruh discourse maupun gerak dan langgam kehidupan keagamaan. Perasaan terancam ini, pada gilirannya, makin memperparah kecurigaan antarkelompok.
je
D
ig
ital
ct
Mujiburrahman melukiskan dengan baik perasaan saling-terancam itu. Sementara kalangan Muslim dihantui ketakutan (yang berlebihan) bahwa umat Kristen akan melakukan segala cara untuk “kristenisasi”, pada sisi lain umat Kristen dihantui ketakutan (yang juga berlebihan) bahwa umat Islam akan melakukan segala cara untuk mendirikan “Negara Islam”, yakni mengganti Pancasila dengan Piagam Jakarta. Dan dalam banyak hal, negara menjadi lahan pertikaian ketakutan berlebihan kedua kelompok ini, sekalipun lebih sering bersikap ambigu.
kaa
n
Ada catatan penting Mujiburrahman soal sikap ambigu negara. Negara mengambil sikap ambigu karena “kepentingannya bukan menahan aktivitas misi Kristen atau memajukan kebebasan beragama, tetapi demi mempertahankan kekuasaan 7
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
politik dan mengatur stabilitas sosialpolitik” (halaman 302). Dengan kata lain, walau menjadi ajang pertikaian kedua kelompok, rezim kekuasaan juga dengan piawai memanfaatkannya demi kepentingan sendiri. Pengalaman sepanjang Orde Baru memperlihatkan kepiawaian rezim tersebut memainkan cy a paranoia kedua kelompok untukr c mempertahankan kekuasaannya. Bagian terbesar buku ini mau melacak akar-akar paranoia tersebut yang kira-kira dapat diringkas ke dalam dua persoalan besar:
Pe
Pertama, debat yang sesungguhnya tidak pernah tuntas tentang dasar negara. Sekalipun Pancasila diterima sebagai rp kompromi, namun rumusan “Ketuhanan u Yang Maha Esa” masih membuka tafsir s t a yang sangat luas dan penuh perbantahan sampai sekarang. Kedua, peningkatan jumlah umat beragama (khususnya Kristen) dan serangkaian gejolak pasca-1965, yakni kasus Meulaboh dan Makassar. Tanpa harus masuk ke dalam rinciannya, 8
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
kita perlu melihat sekilas dua persoalan ini. Sebab keduanya memberi bahan tentang bagaimana ‘politik agama’ Orba disusun.
Pro
je
D
ig
ital
ct
Kita tahu bahwa Pancasila merupakan hasil kompromi dari benturan dua kekuatan utama menjelang kemerdekaan: kaum nasionalis sekuler dengan nasionalis Islam. Dan seperti ditunjukkan Mujiburrahman (di halaman 118 dan seterusnya), fokus debat keduanya terletak pada bagaimana memahami rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang problematis. Apakah rumusan itu mencerminkan tauhid Islam, yakni kepercayaan pada “Tuhan Yang Maha Esa” sebagai kompromi atas Piagam Jakarta? Sementara itu, bagi kalangan Kristen rumusan itu sama sekali tidak berarti tauhid Islam, melainkan landasan religius yang netral dan terbuka bagi pluralisme.
kaa
n
Seperti dicatat Mujiburrahman (halaman 122), debat tentang rumusan itu berpangkal pada bagaimana meletakkan hubungan antara Pancasila dengan Piagam Jakarta: “Bagi umat Kristen, rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa dari Pancasila bertentangan dengan tujuh kata 9
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
o
dari Piagam Jakarta, sementara kalangan Muslim berusaha membuktikan, berangkat dari Dekrit 1959, bahwa Piagam Jakarta menginspirasikan Pancasila.” Nantinya pada masa Orba, soal ini memojokkan kalangan Islam: seperti komunisme, discourse Islam yang mau mengembalikan status Piagam cy a Jakarta juga dituduh “anti-Pancasila”. r
c
Dem
Ada soal lain yang menjadikan masalah ini lebih kompleks, yakni ketika rumusan itu diterjemahkan sebagai pasal 29 UUD 1945:
Pe
Bagaimana memahami bunyi pasal 29(1) UUD 1945: “Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kita tahu, rumusan pasal 29(1) ini sering dipakai rp sebagai “justifikasi konstitusional” u sehingga pemerintah dapat melakukan s t a intervensi ke dalam ranah agama. Maksudnya, karena negara ini didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka seakan-akan penegasan “kepercayaan” ini memberi pembenaran, dan bahkan menjadi kewajiban bagi negara untuk ikut mengatur hidup keagamaan masyarakatnya. 10
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct
Sementara itu, ayat 2 dari pasal 29 UUD 1945, juga memperkeruh persoalan: “Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Ayat ini, boleh dibilang, menjadi locus classicus perbantahan tentang eksistensi kelompok-kelompok kepercayaan lokal (local beliefs) yang seyogianya dibedakan dengan kelompok-kelompok keagamaan (religions). Akan tetapi, tafsir dominan atas ayat ini selalu menafikan keberadaan dan hak-hak kelompok kepercayaan lokal tersebut.
kaa
n
Ambiguitas rumusan tersebut membuka banyak pertarungan tafsir. Pada satu sisi, masalah Piagam Jakarta terus menghantui kekristenan, apalagi memang ada usaha tanpa henti (termasuk saat amandemen UUD pasca jatuhnya Soeharto) dari partaipartai Islam untuk mengusung gagasan tersebut. Pada sisi lain, rumusan itu juga tidak memberi ketegasan mengenai cakupan “kebebasan beragama”. Apakah kebebasan beragama itu juga mencakup kebebasan untuk tidak beragama; kebebasan menyiarkan agama; dan kebebasan untuk berpindah agama? 11
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Persis ketiga tema ini yang menjadi fokus debat saat terjadi transisi 1965, dan terus diwariskan sampai sekarang.
Dem
o
Pembantaian massal 1965, yang mengantar Mayjen Soeharto ke tampuk kekuasaan, membuka soal lain dalam y hubungan Kristen-Islam. Sebagai akibat a c kampanye anti-komunis (dan komunis cr = ateis = anti-agama, lewat TAP XXV/ MPRS/1966, cf. h. 27) maka terjadi peningkatan tajam jumlah pemeluk “agama”, khususnya Kristen. Bahkan ada isu tentang “dua juta penduduk yang masuk Kristen”.
Pe
Tidak ada yang tahu jumlah yang pasti soal pertumbuhan umat Kristen (lihat rp diskusinya dalam halaman 28-29). Yang jelas, isu angka dua juta itu muncul dari u s t a buku yang ditulis Avery T. Willis (1977), Indonesia Revival: Why Two Millions Come to Christ. Terlepas dari soal jumlah pastinya, isu tersebut meneguhkan trauma di kalangan Islam bahwa memang ada agenda tersembunyi umat Kristen untuk melakukan “kristenisasi” secara besar12
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
Persoalan “kristenisasi” itu menjadi kunci debat yang lahir dari dua kasus penting di awal Orba: kasus pendirian gereja Metodis di Meulaboh (awal 1967) dan perusakan gereja di Makassar (Oktober 1967). Seperti dicatat Mujiburrahman (halaman 30), kasus Meulaboh merupakan “konflik Muslim-Kristen yang pertamakali menjadi perbincangan di parlemen nasional dan mengundang perhatian publik luas.” Hal ini terkait dengan interpelasi JCT Simorangkir yang, kemudian, memancing interpelasi balasan dari Lukman Harun. Ketika kasus Makassar meledak, maka pemerintah mengambil inisiatif untuk melakukan Musyawarah Antar Umat Beragama
D
ig
ital
ct
besaran. Ini sebenarnya isu yang sudah lama beredar sebelum peristiwa 1965. Jan S. Aritonang (2004, halaman 361), misalnya, merujuk pada selebaran yang beredar (dimuat di Suara Muhammadiyah no. 25 [XXXV], 1963, halaman 5) tentang pertemuan gabungan gereja Protestan dan Katolik di Malang tahun 1962 guna menyusun rencana mengkristenkan Jawa dalam waktu 20 tahun dan seluruh Indonesia dalam waktu 50 tahun.
kaa
n
13
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
pertama di Jakarta, 30 November 1967. Saya tidak akan masuk pada rincian peristiwa itu, tapi akan melihat beberapa hal yang berimplikasi panjang.
Dem
o
Pertama, fokus debat itu sendiri soal “penyebaran agama”. Dan dalam soal cy a ini, jawaban resmi pemerintah (pertamar c lewat Saifuddin Zuhri, Menteri Agama waktu itu, dan dikukuhkan oleh pidato Mayjen Soeharto) menggariskan elemen penting ‘politik agama’ Orba: aktivitas penyebaran agama tidak dilarang, asal “tidak melukai perasaan orang lain”. Bagaimana hal ini dilakukan? Penyebaran agama harus ditujukan kepada “mereka yang belum beragama”.
Pe
rp
Kebijakan ini yang jadi fokus pidato u Soeharto saat membuka Musyawarah s t a Antar Umat Beragama di Jakarta. Ada dua aspek penting di sini: Satu, Soeharto mencermati bahwa pertentangan-pertentangan agama, walau “secara lahiriah memang bersifat lokal dan bersumber pada salah pengertian”, namun ia menegaskan “alat-alat Negara kita kemudian cukup 14
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct
mempunyai dokumen-dokumen bukti bahwa sisa-sisa G-30S/PKI merencanakan memecah belah persatuan kita dengan usaha mengadu-dombakan antara suku, antara golongan, antara agama dan lain sebagainya.” Di sini kita menemukan bagaimana kondisi yang darurat (“sisasisa G-30S/PKI”) dipakai sebagai landasan kerukunan, dan sekaligus “ancaman disintegrasi” yang dilekatkan pada unsur-unsur yang, nantinya, pada tahun 1970-an dipopulerkan oleh Sudomo, Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban) pada masa itu, sebagai “SARA” (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan).
kaa
n
Dua, sementara dalam soal penyiaran agama, sekali lagi teks pidato Soeharto menjadi kerangka dasar bagaimana persoalan itu mau ditangani kemudian: “Pemerintah ingin menegaskan dan memberikan jaminan, bahwa Pemerintah tidak akan menghalanghalangi suatu usaha penyebaran Agama. Adalah merupakan tugas yang mulia bagi sesuatu agama untuk membawa mereka yang belum beragama, yang masih terdapat di Indonesia, menjadi pemeluk-pemeluk agama yang yakin. 15
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
Dengan demikian, maka berarti pula telah melaksanakan secara konkret sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa dari Pancasila.” Siapakah kelompok yang disebut “belum beragama” itu? Jawabannya, dalam sejarah, sangat jelas: kelompok-kelompok yang keyakinannya cy tidak diakui oleh negara! Kelompokr a c terbesar, sudah tentu, adalah mereka yang sekarang digolongkan sebagai penghayat kepercayaan atau pemeluk “agama lokal” maupun “masyarakat adat”. Dalam esai klasiknya, Jane Monnig Atkinson (1987) sudah meminta kita menaruh perhatian pada kata “belum” yang berarti ada “imperatif bagi orang yang belum beragama untuk menerima dan masuk ke dalam agama-agama yang rp diakui resmi oleh Negara.”.
Pe
Kedua, seperti ditengarai oleh Mujiburrahman, kedua kelompok memakai kosakata berbeda dalam merumuskan persoalan. Bagi kaum Muslim, menjadi jelas bahwa persoalan inti adalah aktivitas misi Kristen yang harus dibendung dengan segala cara. Sementara itu, umat Kristen melihat persoalan itu sebagai masalah HAM, 16
us
ta
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
Kecurigaan ini kemudian mewarnai hampir seluruh produk perundangundangan dan peraturan yang bersangkut paut dengan hidup keagamaan. Pada tahun 2002/3 pernah muncul inisiatif RUU KUB untuk mengkompilasi seluruh UU dan peraturan itu ke dalam satu payung hukum, dengan menentukan sembilan bidang yang, menurut penyusun RUU itu, merupakan faktor-faktor keagamaan “yang dapat menimbulkan ketidakrukunan umat beragama”: Penyiaran Agama (Bab IV); Bantuan Asing Keagamaan (Bab V); Peringatan Hari Besar Keagamaan (Bab VI); Pendirian Tempat Ibadah Umum (Bab VII); Penguburan Jenazah (Bab VIII); Pendidikan Agama (Bab IX); Perkawinan
D
ig
ital
ct
khususnya soal “kebebasan beragama”. Ini punya implikasi penting: sampai sekarang seluruh discourse “kebebasan beragama” selalu bermasalah karena bukan hanya cakupannya tidak jelas (apakah kebebasan itu juga mencakup kebebasan menyiarkan dan berpindah agama, bahkan kebebasan untuk tidak beragama), tetapi juga selalu dicurigai sebagai selubung bagi praktik-praktik “kristenisasi”.
kaa
n
17
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Antar Pemeluk Beda Agama (Bab X); Pengangkatan Anak Beda Agama (Bab XI); Penodaan, Penghinaan, dan Penyalahgunaan Agama (Bab XII).
Dem
o
Kesembilan bidang tersebut sesungguhnya merupakan kompilasi dari seluruh ranah keagamaan yang cy a selama ini diatur oleh negara (lebihr c lanjut di lampiran matriks) dalam proyek “perukunan” yang gencar dilakukan (cf. Mujiburrahman, h. 267 dstnya). Jadi, dengan kata lain, walau RUU KUB tidak berhasil diundangkan, cara pandangnya mewarnai ‘politik agama’ yang selama ini dijalankan negara dan terus kita warisi sampai sekarang.
Pe
rp Jika kita menelusuri kesembilan faktor itu dengan teliti, menjadi jelas bahwa u hampir seluruh motif yang melatarinya s t a adalah kecurigaan terhadap aktivitas “penyebaran agama” (Mujiburrahman, halaman 300). Hal ini menjadi kategori paling ekstensif yang mencakup hampir seluruh faktor di atas kecuali “penguburan jenasah” (5) dan “penodaan agama” (9). Sudah tentu, warisan paranoia kedua kelompok itu akan terus membebani 18
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct
kita sampai sekarang. Satu hal yang jelas, seperti disebut Mujiburrahman di halaman terakhir disertasinya, persoalan Islam-Kristen di Indonesia merupakan masalah ‘politik’, dan karena itu butuh upaya-upaya politik serius guna membongkar akar-akar kecurigaan kedua kelompok, selain perjumpaan dialogis kultural yang selama ini sudah diusahakan. Agenda inilah yang harus dibicarakan lebih jauh.
kaa
n
19
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
III. SESSI TANYA JAWAB DAN KOMENTAR
Ihsan Ali-Fauzi
cy a r tema dan c Saya punya
Fatimah Zahrah
Dem
o
Terima kasih Trisno, presentasinya menarik. beberapa komentar tapi nanti saja, silakan Fatimah.
Pe
Apakah pola hubungan MuslimKristen seperti yang digambarkan Mujiburrahman di buku ini bisa juga rp digunakan untuk menjelaskan hubungan Muslim-Ahmadiyah di Indonesia? u Agus Edi Santoso Soal paranoia dan babakan sejarah, ada saatnya dulu kekristenan diuntungkan. Rumadi Saya baru-baru ini baca tiga buku soal hubungan Islam dan Kristen: buku 20
sta
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Mujiburrahman ini, disertasi Fatimah dan Pak Alwi Shihab, saya kira cara melihat persoalannya sama. Semuanya melihat bahwa hubungan Islam Kristen itu bersifat keterancaman, saling terancam.
Pro
je
D
ig
ital
ct
Yang saya agak heran adalah NU. Kalau Muhammadiyah jelas, ada perasaan bahwa kelahiran Muhammadiyah membawa misi untuk membendung arus kristenisasi. Tapi sejauh yang saya tahu, saya tidak menemukan dokumen di dalam NU yang menyebutkan bahwa kelahiran NU itu untuk membendung kristenisasi. Mungkin kelahiran NU untuk membendung Muhammadiyah, bukan kristenisasi. Aktor-aktor yang melakukan konfrontasi terhadap arus kristenisasi memang lebih banyak dari kalangan Muhammadiyah.
kaa
n
Saya sedang mengumpulkan fatwafatwa, bahtsul masail, hasil Majlis Tarjih Muhammadiyah dan komisi fatwa MUI mengenai hubungan antar agama. Itu cara pandangnya sama, meskipun pernakperniknya berbeda. Ada banyak fatwa yang diajukan NU, misalnya, tentang bagaimana hukumnya menyewakan 21
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
rumah kepada orang Kristen, Majusi, atau non-Muslim yang mana rumah itu akan digunakan untuk melakukan persembahan. Di situ disebutkan kalau memang Anda tahu bahwa nanti akan digunakan untuk menyembah selain Allah maka hukumnya haram. Lalu ada lagi soal hukum mempelajari kitab yang a c y r ditulis oleh orang Kristen. Jawabannya c boleh tapi kalau kitabnya masih ada yang ditulis orang Islam lebih baik yang orang Islam. Ada lagi soal hukum menjual tanah kepada non-Muslim dan lainnya.
Pe
Itu muncul di dalam NU tapi tidak menjadi gerakan, yang kalau meminjam bahasanya pak Alwi Shihab “membendung arus’ itu tidak ada. Tapi rp dalam pengetahuan dan pola pikirnya kurang lebih sama. Di isu lain sama. Soal u sta nikah beda agama saya kira sama baik NU, Muhammadiyah atau MUI. Tapi di NU memang ada pernik-pernik yang di lingkungan Muhammadiyah justru tidak terpikirkan ... Ade Armando Mengenai Natal, saya kira Hamka tidak berlebihan kalau dia khawatir 22
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
dengan gerakan untuk melibatkan orang Islam dalam perayaan Natal. Walaupun buku ini dengan sangat bagus menunjukkan bahwa tidak pernah ada fatwa pengharaman pemberian ucapan selamat Natal. Tapi itu riil.
je
D
ig
ital
ct
Apa yang dilakukan belakangan oleh ICMI itu dilakukan oleh menteri-menteri Kristen dulu. Maksud saya, ketika Adi Sasono jadi menteri, dia juga melakukan hal yang sama. Jajarannya diislamkan. Tapi pada masa itu, masa di mana orang Islam tidak pernah berkuasa, rasanya orang Kristen juga melakukan hal serupa pada orang Islam. Tapi sekarang yang penting buat saya adalah ketika saya berhadapan dengan kelompokkelompok seperti HTI dan kawan-kawan, saya akan selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukan orang seperti Manase Malo saya bilang tak bisa digeneralisasi karena itu kelompok kecil. Saya agak memberanikan diri saja bilang itu kelompok kecil, jadi agak spekulatif. Saya tak akan bilang bahwa menteri nonKristen juga begitu. Saya akan bilang bahwa orang seperti Manase Malo kalau di Islam adalah seperti Adiannya.
kaa
n
23
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
o
Kembali ke pertanyaan saya, apakah di buku ini isu tentang bagaimana kelompokkelompok Kristen fundamentalis itu juga melakukan hal serupa yang memang layak dijadikan justifikasi bagi kelompokkelompok Islam fundamentalis untuk mengatakan bahwa ya terjadi kristenisasi, cy a itu di buku ini dibahas tidak? r
c
Dem
Contoh lain, ketika saya remaja orang bercerita tentang bagaimana sekolahsekolah Kristen yang memang tidak bersahabat dengan hak murid untuk menjalankan ibadahnya. Contohnya tidak memberikan peluang kepada murid untuk shalat Jumat. Atau sejak awal ketika orang masuk sekolah sudah diminta menandatangani perjanjian rp bahwa mereka akan mengikuti u semua ketetapan termasuk mengikuti s t a pendidikan agama berbeda. Ini yang kemudian memang memberi justifikasi ketika ada debat tentang undang-undang pendidikan. Saya tidak setuju dengan kelompok-kelompok fundamentalis yang ini tapi itu dijadikan justifikasi.
Pe
Kalau kembali ke paranaoia yang dijelaskan Agus tadi, sebagai aktifis 24
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Kristen, Anda memandang seberapa riil kekhawatiran-kekhawatiran semacam itu? Kalau dulu Anda melihat ada kelompok-kelompok semacam itu, apakah sekarang masih riil?
Pro
Saidiman Ahmad
je
D
ig
ital
ct
Saya mau bertanya tentang keterancaman atau paranoia. Ini kan tak mesti negatif hasilnya, bisa positif. Persoalannya bukan pada rasa keterancaman tapi pada akibat dari keterancaman itu. Pertanyaan saya mengapa yang dominan keterancaman itu sepertinya muncul dalam bentuk negatif, dalam bentuk konflik? Kan bisa juga keterancaman itu diwujudkan dengan memperbaiki cara dakwah, misalnya. Karena dia terancam, dia kemudian melakukan kebaikan, tidak melakukan keburukan.
kaa
n
Kalau kita baca Pippa Norris dan Inglehart, di negara-negara demokratis itu juga kan tumbuh keterancaman dari tokoh-tokoh agama. Keterancaman itu dikelola dengan cara memperbaiki cara dakwah, menampilkan agama yang baik. Kenapa di negara-negara demokratis 25
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Trisno S. Sutanto
Dem
o
keterancaman itu bisa dikelola dengan baik dan hasilnya menjadi baik, wajah agama menjadi baik, sementara di Indonesia muncul dalam bentuk konflik dan kekerasan? Jangan-jangan karena posisi negara yang tidak netral dan tidak demokratis di sini sehingga salahsatu y kelompok yang karena merasa terancam a c dia bebas melakukan apa saja. Saya tidak cr tahu.
Pe
Jawaban saya seperti Saidiman, tidak tahu. Mungkin kita bisa mengatakan bahwa keberagamaan kita sampai detik ini masih cetek, lebih banyak simbolik. Saya tertarik dengan komentar Ade dan rp Agus yang mengangkat isu kristenisasi dan panggung yang mungkin babakannya u s ta berbeda-beda. Saya teringat dulu Mas Hutomo Dananjaya pernah bilang ke saya, “kamu harus tahu tahun 1960-an kalau kita jalan ke jalan besar yang ada cuma gereja. Kalau kamu mau ke masjid masuk ke gang-gang kumuh.” ... Dia bilang seperti itu ke saya. “Saya memilih jalan untuk bukan membakar atau menutup gereja tapi mendidik ...” 26
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct
... Memang babakan sejarah itu penting. Saya tidak mau menutup mata terhadap fakta bahwa tahun 196070an kekristenan sangat diuntungkan. Kalau kita lihat, misalnya, penerbit Sinar Harapan, itu dulu adalah salahsatu penerbit dengan dana yang tak terbatas. Dia dapat sumbangan dana yang begitu besar dari gereja-gereja di Eropa dan sebagainya. Apa yang sekarang jadi Yakoma, Yayasan Komunikasi Massa, itu memiliki studio rekaman terbaik di Asia Tenggara tahun 70-an. Kalau kita baca dokumen-dokumen PGI, pidatonya Simatupang, waktu itu Simatupang jadi salahseorang juru bicaranya Soeharto, posisi Kristen itu seperti kuat sekali. Malah kami ini sekarang, kalau Martin datang bisa ditanya ke Martin nanti, kita pernah bilang bahwa kita tahun 70-an itu terlena, merasa Kristen itu sudah selesai, posisinya sudah aman, tidak akan ada ancaman, negara ini akan berkembang ke arah yang lebih baik, pembangunan ekonomi dan seterusnya.
kaa
n
Kalau sekarang saya pribadi bilang bahwa gereja-gereja terlena dengan situasi itu. Justru di situ dia kehilangan basis untuk 27
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
memulai gerakan krisis. Discourse yang dikembangkan Simatupang, misalnya, itu sangat menguasai seluruh gerakan PGI. Kalau Anda baca dokumen PGI dari tahun 70-an, terlihat bahwa PGI juga turut bersama-sama memberikan landasan etik dan moral bagi pembangunan y nasional sebagai pengamalan Pancasila. a c Bahasa seperti itu kuat sekali di PGI pada cr waktu itu. Dia sesungguhnya mengikuti langgam kekuasaan yang dibangun oleh rezim yang berkuasa, rezim Soeharto. Itu membunuh daya-daya kritis yang ada.
Pe
Kalau Anda mau melakukan studi lebih jauh tentang periode itu maka pada saat bersamaan juga kelompok-kelompok kritis di dalam gereja itu justru makin rp hilang. Dulunya gereja punya “pakem partisipasi pembangunan” sekarang u s ta sudah tidak ada lagi, “motivator desa” hilang, “konferensi gereja dan masyarakat” hilang dan seterusnya. Ini yang oleh generasi sekarang seperti saya, Martin, dan teman-teman kritis sekarang digambarkan bahwa kita waktu itu terlena, tidak memanfaatkan situasi itu untuk membentuk kekuatan di dalam tubuh gereja untuk melanjutkan proses 28
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
itu.
Pro
je
D
ig
ital
ct
Kedua mengenai kristenisasi. Istilah ini sesungguhnya kalau bukan peyoratif, ya salah kaprah. Anda tahu perbedaan Katolik dan Protestan. Saya akan mengatakan dengan sangat sederhana untuk menjawab Anda. Saya tidak akan menutup fakta bahwa ada proses kristenisasi. Ada kelompokkelompok di Kristen yang sangat gencar melakukan penginjilan dan seterusnya. Tetapi PGI sendiri misalnya sebagai sebuah representasi dari gerejagereja mainstream di Indonesia itu sesungguhnya bagian yang sangat kecil dari keberanekaragaman Protestan di Indonesia. Data terakhir dari Departemen Agama, di Indonesia ada kurang lebih 320-340 sinode atau aliran-aliran gereja. PGI hanya mencakup sekitar 90-an. Jadi 200 sekian tidak tahu di mana.
kaa
n
Ketika ada laporan ICG yang menggemparkan tentang kristenisasi yang terjadi di Bekasi, PGI tidak tahu siapa mereka, kelompok mana mereka. Ketika coba dihubungi tidak ada yang datang. Waktu itu kami melakukan 29
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
diskusi internal untuk melakukan klarifikasi mengundang Sidney Jones. Kami tidak tahu. Masalahnya di situ. Sedemikian beragam dan luasnya tubuh kekristenan sehingga kita tak tahu kelompok-kelompok mana yang memainkan. Saya pribadi melihatnya cy dalam kekristenan pasti ada kelompok-r a c kelompok evangelical dengan semangat orang harus menjadi Kristen, menerima Yesus jadi juru selamat satu-satunya, masuk sorga dan lain-lain.
Pe
Kristenisasi terus-menerus diperdebatkan. Saya harus katakan dengan jujur bahwa Kristen memang masuk lewat kolonialisasi. Celakanya, dan ini diakui oleh banyak teologrp teolog Protestan seperti alm. Sumartana u mengeluhkan, seluruh langgam discourse s t a teologi Protestan itu mengikuti teologi sana. Apa yang berkembang jadi diskusi dalam teologi di Barat direproduksi begitu saja di Indonesia. Simbol-simbol kekristenan pun masih simbol Barat. ... Pohon Natal itu tak ada arti atau signifikansi teologis apa-apa. Itu hanya karena cemara adalah satu-satunya pohon yang hijau ketika musim salju. 30
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Kalau di Indonesia satu-satunya pohon yang hijau dan bertahan di musim apa pun ya pohon pisang, kenapa tidak pakai pohon pisang?
Pro
je
D
ig
ital
ct
Kalau soal apakah pola hubungan Islam-Kristen bisa dipakai juga untuk menganalisis Ahmadiyah, saya kira berbeda dimensinya. Persoalan Ahmadiyah lebih pada persoalan internal di dalam Islam. Kalau di dalam Kristen itu persoalan yang disebut sekte. Di dalam Protestan persoalan itu memang sangat besar. Bahkan ada ungkapan dalam Kristen yang intinya “di mana dua atau tiga orang berkumpul di situ Yesus hadir”. Kalau tiga orang berkumpul di gereja, Tuhan sudah hadir di situ. Bapaknya ketua sinode, ibunya sekretarisnya, anaknya bendaharanya. Itu sudah sah menjadi satu sinode dan punya hak suara yang sama dengan HKBP yang jumlahnya empat juta orang! Di PGI hak suara dipegang oleh sinode. Baru sekarangsekarang ini setelah kemarin-kemarin kacau ada usaha di lingkungan PGI untuk menertibkan bahwa yang disebut gereja atau sinode itu kira-kira kalau jumlahnya sudah sampai 100 anggota. Itu masuk
kaa
n
31
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
akal. Ihsan Ali-Fauzi Kenapa dasar representasinya satu sinode mewakili satu suara?
cy a r
Trisno S. Sutanto
Dem
o
c Ini pelajaran buat kita-kita yang memperjuangkan demokratisasi. Ini karena ide-idenya Simatupang dan lain-lain yang mengubah tata dasar PGI pada waktu itu. Dulu aturan mainnya ada yang disebut gereja-gereja pendiri, ada 14 sinode, gereja-gereja terbesar di Indonesia, sebagian besar gereja-gereja suku yang rata-rata 500.000 sampai r 2-3juta anggota. Pe
p
Ade Armando Yang sekarang banyak dilarang di berbagai tempat bukan sinode semacam ini kan? Trisno S. Sutanto Yang ditutup dan sebagainya sebagian besar mereka yang memang kelompok32
us
ta
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
kelompok evangelical yang kecil. Walaupun ada juga yang anggota PGI yang besar seperti HKBP dan GKI.
Pro
je
D
ig
ital
ct
Biasanya kita membagi kekristenan dalam dua kategori: Evangelical dan Okumenikal. Evangelical adalah kelompok injili. Ini istilah yang harus diartikan dalam artian Amerika karena di Eropa berbeda maknanya. Di Amerika adalah mereka yang sangat agresif. Kelompok lain yang biasanya lebih banyak menyoal isu HAM, manusia dan sebagainya disebut okumenikal. Di Eropa itu masuk salahsatu sekte.
kaa
n
Kemudian yang juga penting adalah soal kaya miskin. Mungkin dibalik persoalanpersoalan yang kita alami ada persoalan pertentangan antara orang kaya dan miskin. Salahsatu studi ... Rita Smith sejak PKI dihancurkan, sejak seluruh discourse ini dibuang, maka persoalanpersoalan sosial dibahasakan dengan bahasa agama karena analisis kelas tidak boleh dipakai lagi. Masalahmasalah yang tadinya ketegangan kelas tidak punya bahasanya. Maka mereka memakai bahasa agama dan etnis, kata 33
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Smith.
Dem
o
Saya mengalami dalam pengalaman konkret misalnya kalau kita ke Madura waktu itu. Persoalan-persoalan kalau terjadi kekerasan atau penguasaan ekonomi dan sebagainya dibahasakannya y bukan kaya miskin atau pertentangan a c kelas tetapi karena kamu Cina dan cr Kristen yang menguasai. Ini adalah pergeseran discourse. Studi ini menarik untuk melihat bahwa mungkin bahasa analisis sosial dalam artian persoalan kaya-miskin yang harus kita amati.
Pe
Terakhir saya tidak tahu menjawab pertanyaan Saidiman tadi, seharusnya keterancaman itu bukan selalu negatif. rp Reaksi terhadap situasi keterancaman tidak selalu negatif. Tapi reaksi terhadap u s ta ancaman seharusnya bisa juga positif. Sejauh yang kita bisa baca dari pengalaman yang dituliskan Mujiburrahman, mungkin ada juga pergeseran-pergeseran wacana identitas. Kekristenan mulai belajar bahwa tidak bisa “sevulgar” yang dulu ditunjukkan, harus mulai menggunakan bahasa-bahasa yang lebih bisa diterima, istilah-istilah yang bisa dipakai dan 34
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
seterusnya.
Pro
je
D
ig
ital
ct
Tapi sejauh yang bisa diraba dari studinya Mujiburrahman, paranoia itu memang sampai memengaruhi bagaimana undang-undang dibikin dan seterusnya. Ini terkait dengan pertanyaan Rumadi tadi. Saya sendiri menganalisis dalam RUU KUB itu hampir seluruh bagian dari undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan pasal keagamaan, landasan dibaliknya adalah landasan keterancaman. Saya tidak tahu bagaimana menghasilkan sebuah respon yang lebih positif dari situasi keterancaman.
kaa
n
Anick HT Belakangan ini ada kampanye “Save Maryam” yang sangat memprovokasi umat Islam terhadap upaya Kristenisasi yang masif. Ionaes Rahmat sempat menulis tanggapan kritis dan mengungkap bahwa data-data yang dikutip “Save Maryam” itu bohong dan tak berdasar. Terlepas dari itu, kalau kita menghitung populasi Islam dan Kristen menurut saya kekhawatiran itu memang 35
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
kuat, karena misalnya kalau prosentase yang disebut Mujiburrahman tadi dengan peningkatan prosentase umat Kristen, meski kecil, namun jika dilihat fakta bahwa proyek KB tidak mempan di Islam sementara di Kristen mempan, kenaikan itu cukup signifikan. Ketika cy prosentase Kristen naik, prosentasenyar a c jauh melampaui yang dibayangkan karena dia KB. Jadi itu memang masuk akal.
Pe
Selanjutnya misalnya soal KKR, yang disebut “Save Maryam” itu termasuk banyak soal KKR. Tahun kemarin ada laporan kristenisasi besar-besaran di Semarang, yang menggunakan GOR yang menampung ribuan orang. Danr itu p memang diklaim sebagai pembaptisan. u Mujiburrahman juga bilang bahwa s t a keberhasilannya memang bukan menarik orang Islam ke kelompok Kristen tetapi menarik orang-orang Kristen yang “tidak jelas agamanya”, yang oleh Orde Baru digolongkan mereka yang belum beragama itu. Di sini ada Mas Anton yang juga khusus riset soal itu dan soal kepercayaan. 36
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct
Saya juga agak intens dengan aliran kepercayaan itu, bahwa faktanya memang sampai sekarang banyak kelompok-kelompok penghayat yang masih masuk dalam hitungan salah satu dari 6 agama “resmi”, karena politik pengakuan agama. Sejak zaman PKI mereka dikomuniskan, jadi korban, kemudian banyak yang masuk Kristen dan era berikutnya mereka dianggap belum beragama dan karena itu menjadi sasaran islamisasi dan kristenisasi. Lamalama banyak sekali kelompok yang mati, eksistensinya hilang dan sebagainya. Sebagian masih eksis tapi kemudian tidak menjadi penghayat murni. Ada kategori penghayat murni dan penghayat yang tidak murni, artinya dia masih melanjutkan tradisi budaya penghayat kepercayaan tapi dia juga Islam atau Kristen. Dia shalat Jumat tapi di rumah tidak salat, punya ritual spiritual sendiri. Tapi ada juga yang bertahan sampai sekarang jadi penghayat murni. Nanti mas Anton bisa cerita banyak soal itu.
kaa
n
Anton Cahyadi Saya
memang
sedang
meneliti 37
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
penghayat. Kalau teman-teman perhatikan sejak tahun 2006, Adminduk itu sebuah konstruksi negara terhadap identitas warganya. Yang saya lebih perhatikan adalah bagaimana negara mengelompokkan warganya berdasarkan agama. Di Adminduk itu ada kategori baru, penganut kepercayaan atau a c y r penghayat, walaupun di KTP-nya kosong. c Kategori kosong ini adalah kategori yang menurut saya baru karena tahun 1978 Depdagri mengatakan data perkawinan dan KTP tidak boleh selain lima agama. Dari tahun 2006 itu ada kategori baru, identitas baru, dan itu penghayat.
Pe
Saya jadi melihat bahwa undang-undang 1974 juga harus ditafsirkan secara baru. rp Kepercayaan tahun 2006 itu punya relevansi signifikan karena penghayat u sta bisa melakukan perkawinan mereka berdasarkan tata cara mereka. Saya meneliti dua komunitas, Sapto Darmo dan Agama Jawi Sunda. Ini yang mau saya utarakan. Tapi yang pertama, kalau kita membahas agama, di buku ini, saya punya kesan agama di benak seluruh orang Indonesia itu selalu Islam-Kristen, tidak ada yang 38
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct
lainnya. Ternyata ada akar sejarah kalau saya lihat. Tahun 1946 misalnya Departemen Agama berdiri. Tapi kalau kita perhatikan itu hanya menampung golongan Islam. Kristen baru kemudian. Yang menarik baru tahun 1968 agama Hindu dan Buddha baru jadi agama, mereka baru punya Bimas sendiri. Sebelumnya tidak punya tempat. Sebenarnya juga, Hindu ini Hindu Bali atau Bali Hindu karena Hindu Bali berbeda dengan Hindu yang dihidupkan oleh Yayasan Rabindranath Tagore. Itu sejarah yang menarik. Baru tahun 1968 Departemen Agama punya Bimas Hindu sendiri. Saya cuma mau mengatakan kok kalau kita bicara agama selalu mengarah ke situ kita mengamini sejarah kita. Apakah ke depan strategi kebudayaan kita lebih mendukung multikulturalisme?
kaa
n
Kedua, soal penghayat. Penghayat ini tidak di Departemen Agama tapi Departemen Agama pernah mengurusi aliran kepercayaan sampai 1953. Saya melihat bagaimana struktur di Departemen Agama dari 1946 sampai 1953 ada seksi khusus aliran kepercayaan. Tugasnya adalah mengamati aliran kepercayaan yang berkembang di 39
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
masyarakat. Sejak 1953 tidak ada. Secara sistematis seperti dihilangkan dari peta pengetahuan warga negara Indonesia bahwa ada agama yang namanya aliran kepercayaan. Dalam tataran politik, kebijakan peraturan dan hukum sangat terikat. Sampai 1978 kemudian hanya dengan peraturan Menteri Dalam Negeri a c y r disebutkan bahwa aliran kepercayaan c tidak ada. Sebelumnya diakui.
Pe
Sekarang sejak 2006 saya tanya Departemen Budaya dan Pariwisata berapa jumlahnya. Mereka mengklaim ada 10 juta orang. Di Yogyakarta sendiri ketika saya tanya, Sapto Darmo sendiri ada sekitar 2000 orang. Kalau dari Dinas Pariwisata Yogyakarta tingkat provinsi rp itu mengatakan ada sekitar 3000 orang. Agak meragukan bagaimana kemudian u sta ini ditanyakan karena KTP masih belum jelas. Responden saya sendiri begitu. Saya menyebar kepada 100 responden. Dari 100 orang itu sekitar 85% responden di KTP-nya memilih Islam. Tapi mereka masih melakukan ritual menghadap ke Timur. Sapto Darmo itu kalau dilihat bagaimana struktur kepercayaan agamanya 40
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
benar-benar agama wahyu. Tahun 1954 Arjo Sopuro menerima wahyu, benar-benar bagaimana cerita agama semitik, menerima wahyu dari atas. Tapi tahun 1959 kejaksaan kemudian menginterogasi Harrjo Sepuro ini apakah menyebarkan agama dan seterusnya ...
je
D
ig
ital
ct
Yang menarik adalah soal jumlah itu, 10 juta orang dari mana? Sapto Darmo sendiri di Yogyakarta ada 2000 orang. Jangan-jangan lebih dari 10 juta, apalagi kalau melihat kategori kepercayaan. Jangan-jangan diskusi kita tidak lagi antara Kristen dan Islam. Kita jadi melanjutkan perang salib yang pernah ada.
kaa
n
Jangan-jangan kita harus melihat bahwa ada yang lain. Karena saya melihat hubungan Islam dan Kristen juga mesra ketika melakukan pengagamaan. Ketika mereka mengatakan aliran kepercayaan itu bukan agama dan orang harus beragama. Dan mereka berbagi kavling islamisasi dan kristenisasi, dan itu didukung oleh negara. Apakah threatening? Selalu merasa terancam? Jangan-jangan saat terancam ... mereka mengagamakan orang-orang yang sudah 41
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
beragama, penghayat.
Dem
o
Soal yang dibilang Mas Ade Armando, saya dulu di sekolah Katolik juga, saya melihat orang disuruh membuat tanda salib. Ada di masa-masa di mana Kristen kuat ... yang saya mau katakan, janganjangan kita harus melihat konstelasi baru cy a dari peta politik agama ini. 10 juta orangr c dugaan saya lebih. Kaharingan sendiri, saya pernah ke sana, Majelis Besar Agama Kaharingan yang dapat dana dari pemerintah untuk membangun tempat ibadahnya itu merasa, terakhir waktu 2007, kami bukan agama Hindu, hanya untuk menyesuaikan dan ada stok dana yang bisa kami manfaatkan. Jadi agak pragmatis biar diakui keberadaannya. rp Saya tidak tahu apakah kemudian konstelasi politik pengagamaan ini harus u dipikirkan lagi, bukan hanya masalah s t a Kristen dan Islam tapi semuanya. Janganjangan kita juga harus merasa terancam dengan perkembangan orang nonberagama. Saya pikir banyak juga anakanak muda yang agnostik misalnya dan sebagainya.
Pe
42
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Zuhairi Misrawi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Soal kristenisasi, pengalaman kampung saya di Sumenep, di sana gereja Katolik sejak 1935 berdiri. Selain gereja katolik kalau tidak salah ada dua gereja lagi. Dan hanya ada satu masjid. Sebenarnya kalau kita lihat ancaman kristenisasi saya kira bukan produk dalam negeri, tetapi luar negeri, suatu gerakan global yang dilancarkan oleh Wahabi. Salahsatu agendanya kita lihat adalah melawan kristenisasi. Karena itu, saya katakan itu akibat penetrasi Wahabi di Indonesia. Ini memang yang harus diatasi. Yang kedua, saya cenderung mulai kritis sekarang tentang potret hubungan Islam-Kristen yang bermasalah ini. Sebab kalau kita lihat teman-teman yang Katolik sebenarnya tidak seluruh Indonesia mengalami masalah. Kalau kita lihat Jawa Barat yang paling bermasalah. Saya ingin katakan bahwa yang bermasalah itu hanya beberapa daerah saja. Mungkin kita harus lebih fokus. Makanya pendekatan antropologis lebih menarik. Kita bisa melihat pengalamanpengalaman menarik dari grassroot di daerah-daerah lain yang toleran. 43
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
Fahd Djibran
o
Ini kelemahan studi yang cenderung eksklusif dibanding studi sosiologis dan antropologis yang melihat seolah ini persoalan yang mengancam semua daerah padahal hanya daerah tertentu. Dan saya kira lokus permasalahan kita adalah Jawa Barat. Kalau kita bisa menyelesaikan Jawa Barat, Aceh bisa a c y kita selesaikan. cr
Pe
Saya tumbuh di era 1990-an dan 2000an, jujur saya merasa tidak tumbuh di era di mana saya merasa terancam oleh kristenisasi. Saya bahkan punya banyak teman non-Muslim, tidak hanya Kristen, tapi dari agama dan kepercayaan rp lain, yang agnostik dan atheis juga. Meski saya tidak pernah melakukan u sta atau membaca hasil penelitian tentang perspektif anak muda tentang kehidupan beragama mereka, tapi saya setidaknya merasa bahwa saya dan komunitas di mana saya bergaul, tumbuh dan besar tidak merasakan apa yang diceritakan oleh Mas Trisno dan Mujiburrahman dalam buku ini. Jadi saya merasa tidak ada keterancaman. Bahkan saya berani mengatakan bahwa
44
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
saya tidak khawatir dengan ada atau tidak adanya kristenisasi.
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Yang kedua, berangkat dari perasaan saya yang semacam itu, saya melihat beberapa tahun ke belakang, di kampung kakek dan nenek saya di Garut, saya perhatikan pada awalnya tidak ada kekhawatiran atau keterancaman di komunitas itu pada kelompok lain. Di sana ada nonMuslim juga, ada Kristen, penganut kepercayaan, semua baik-baik saja. Tapi saya melihat ketika banyak pemuda di kampung itu yang kemudian kuliah ke IAIN Bandung lalu banyak yang lulus, ada satu gerakan baru. Ada kekhawatiran terhadap kelompok lain, kekhawatiran terhadap isu kristenisasi yang baru. Saya ingin menanyakan adakah pengaruh dari pendidikan pada munculnya perasaan keterancaman? Karena kalau saya lihat tadi apa yang disampaikan Mas Trisno, misalnya, ajaran Kristen dari mulai simbol lalu pemahaman tentang tauhid itu begitu saja diterjemahkan dari Barat. Ketika itu diajarkan kepada para pemudanya, satu stigma baru muncul. Begitu juga dalam komunitas Islam, pasti terjadi demikian. 45
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Saya ingin menanyakan adakah peran pendidikan dalam hal ini yang kita tahu lebih banyak diadopsi dari dunia luar, tidak dari Indonesia, yang memengaruhi rasa terancam itu?
Dem
o
Ketiga, saya tertarik membaca matriks hasil riset Mas Trisno tadi. Kalau politik cy a agama diterjemahkan dan dilakukan r c dengan cara ... oleh pemerintah kita, yang tadi disebut tidak netral, bagaimana aturan-aturan ini didistribusikan ke bawah? Bagaimana aturan-aturan ini didistribusikan ke grassroot, apakah melalui pendidikan, lewat kurikulum, karena jangan-jangan semua inilah, dengan asumsi saya di pertanyaan kedua tadi, yang memunculkan rasa rp keterancaman?
Pe
Ahmad Suaedy Saya kira ada perubahan radikal sejak 2000-an ke atas. ... Ada beberapa kartun yang menarik yang mencerminkan ketegangan antara Islam, dalam hal ini NU khususnya dan Masyumi di sebelahnya, dengan Kompas dan CSIS tahun 1962. Kartun itu di Kompas pernah ada, ... satu kritik terhadap NU yang waktu itu masih 46
us
ta
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
partai politik dan sangat konservatif serta selalu mengangkat isu-isu relijius seperti keharusan pernikahan untuk dinegarakan, anti-aliran kepercayaan dan seterusnya. Jadi tahun 1960-70-an itu benar-benar ada ketegangan antara Katolik dan Kristen dengan Islam dalam hal ini NU mantan Masyumi.
je
D
ig
ital
ct n kaa
Saya kira sekarang ini justru sebaliknya. NU bersama-sama dengan Kompas, CSIS, PGI. Tapi kemudian lahir kelompok baru yang menempati NU-Masyumi di tahun 1960-an seperti PKS, misalnya. Jadi ada perubahan yang hampir 180 derajat, dari ketegangan antara NU dengan kelompok Kristen dalam hal ini yang paling menonjol adalah Kompas dan CSIS. Tetapi justru dalam negara juga terjadi perubahan yang sebaliknya. Dulu negara punya keinginan atau kekuatan untuk memaksa kelompok-kelompok agama ini untuk mengikuti ideologi negara, yang ujungnya adalah penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Tapi belakangan justru negara yang memberi kesempatan lahirnya kelompokkelompok baru yang menempati posisi pada saat tahun 1960-an itu yang 47
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Ahmad Gaus
Dem
o
sekarang sudah bergandengan tangan. Pertanyaan saya seberapa besar arus ini kalau negara terus begini? ... juga aliran kepercayaan dan sebagainya, seperti apa? Kelompok-kelompok yang menempati posisi NU, Muhammadiyah dan Masyumi tahun 1960-an memang y tidak begitu besar, tetapi kalau diberi a c kesempatan terus menerus oleh negara cr saya kira mereka akan besar juga. Apa respon dari teman-teman Kristen?
Pe
Walaupun saya dan Habib Riziq Shihab sama-sama orang Islam, tapi saya lebih nyaman dengan Trisno ketimbang Riziq Shihab. Jadi kalau misalnya nanti rp saya mati masuk sorga, lalu di sana Riziq Shihab, Ja’far Umar Thalib atau u s ta Munarman, saya kira mending masuk neraka sama Trisno. Artinya, saya dan Habib Riziq Shihab sama-sama Islam tapi beda. Maksud saya, kita bicara Islam, Kristen dan sebagainya itu partikular, tidak bisa general. Belum lama ini pembantu rumah tangga saya selalu mengeluh sama saya, dalam 48
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
minggu ini sudah dua kali didatangi orang Kristen yang mau mengkristenkan saya. Katanya menyebut-nyebut kata Jehovah. Saya tidak akan mengatakan itu Kristen tapi saya akan mengatakan itu Jehovah. Tapi dia dan masyarakat pada umumnya akan mengatakan itu Kristen. Seperti dibilang Anton tadi, seolah-olah di Indonesia ini hanya ada Islam dan Kristen padahal banyak sekali. Dalam Islam sendiri sibuk bertengkar di dalamnya sendiri, tak punya kesempatan meributkan orang Kristen karena meributkan Ahmadiyah dan Syiah. Masalah ini sebetulnya imajiner ... ... dia cerita bahwa setiap tahun kerohanian dari NTT itu mengirimkan rohaniawan banyak sekali ke daerah-daerah ... dia bilang ... selama 15 tahun tidak ada satu pun orang Islam yang masuk Kristen. Alih-alih malah rohaniawannya pada masuk Islam karena mereka kawin dengan orang Islam. Jadi ini saya kira lebih banyak ilusi yang diciptakan bukan oleh orang Kristen atau Islam tetapi oleh kelompok-kelompok tertentu di dalam kedua kelompok itu. 49
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
o
Menurut saya civil society yang dibilang Mas Suaedy itu penting sekali. Selama ini kita bilang mesti sensitif jender, tapi kita tidak sensitif Bhineka Tunggal Ika. Kalau kita mendirikan satu lembaga isinya orang Islam semua. Sensitifitas semacam ini penting sekali. Mulai sekarang Wahid Institute adakanlah satu orang Kristen.
c
cy a r
Dem
Masalah paranoid itu masalah kepercayaan. Saya punya teman di Universitas Katolik Atmajaya, dia seorang dosen dan pembimbing. Dia cerita 80% mahasiswa di Universitas Katolik Atmajaya adalah orang Islam. Sekarang saya mau balik, apakah ada orang Kristen yang kuliah di IAIN? 80% rp orang Islam yang kuliah di universitas Katolik berarti percaya tidak akan u sta dikristenkan. Paramadina sudah ada beberapa orang. Saya mau tanya sama Trisno sebetulnya ini orang Kristen tidak percaya atau apa sama orang Islam? Kalau orang Islam percaya sama orang Kristen.
Pe
Husni Mubarak Saya mau melihat ini dari perspektif 50
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct
mayoritas-minoritas. Islam mayoritas, ... lawannya adalah non-Islam dan yang terbesar adalah Kristen. Mungkin kalau yang terbesarnya itu Hindu diskusinya nanti Islam-Hindu. Di Jawa Barat Mas Zuhairi cerita jadi hotspot. Di Kupang sebaliknya, masjid susah sekali. ... di Bali juga. Menurut saya, soal mentalitas mayoritas-minoritas sudah bukan sekedar soal teologi semata, tapi ada soal ekonomi politik. Ketika kemarin saya ikut kegiatan di Bali sangat terasa di Bali ada yang disebut Ajeg Bali. Salah satu produk hukum yang dibuat Ajeg Bali adalah, kalau kita punya PBM untuk rumah ibadah, waktu itu kalau tidak salah Hindu yang mengusulkan bahwa syaratnya bukan 60-50 tetapi 500. Di Bali itu ada SK ... Gubernur minimal yang mengajukan pembangunan rumah ibadah harus 500 KK. Produk hukum yang ditulis Mas Trisno di sini itu tingkat nasional. Desentralisasi menjadi salahsatu isu yang serius juga terhadap hubungan ini.
kaa
n
Saya cerita lagi di Bali, salah satu produknya adalah agama tapi yang lebih dari itu adalah lokal dan non-lokal. ... bahkan sekarang paranoia mayoritasminoritas di Bali itu sampai membuat 51
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
pelatihan membuat bakso. Jadi orang Bali harus bisa berjualan bakso, tak boleh orang Jawa saja, karena itu mengancam ke-Bali-an dan seterusnya. Selain itu beberapa gereja diributkan karena mereka menggunakan beberapa tradisi Bali. Itu akulturasi tapi bagi orang Bali itu cy a kristenisasi diam-diam. r
c
Dem
o
Jadi saya melihat ini ada soal mayoritasminoritas yang cukup kuat bagaimana pun. Selain itu, ketika desentralisasi dan otonomi daerah terjadi di Indonesia, ternyata ... ketika saya diskusi di sana, ada sebagian orang yang percaya bahwa ini ancaman. Tapi pada saat yang sama kalau pilkadanya menghasilkan pemimpin yang bagus, ini menjadi rp kekuatan. Karena betapa pun pemerintah u pusat punya aturan, tapi ketika itu s t a diturunkan ke bawah, peraturan daerah bisa memperburuk tapi bisa juga membentengi atau memperbaiki. Kalau tadi keterancaman itu buktinya kristenisasi dan sebagainya, dari fenomena desentralisasi tadi ada soal ekonomi politik juga, ada keterancaman saya sebagai penduduk asli tak kebagian tempat untuk berjualan, untuk berkuasa
Pe
52
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
dan seterusnya. Alex Junaidi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Kalau tadi banyak teman-teman mengungkapkan pengalaman pribadinya, saya ingin cerita juga di daerah saya di Surabaya ... mayoritas Muslim-NU, beberapa Kristen. Ada kelompokkelompok yang oleh Mas Zuhairi disebut Wahabi. Ada dana-dana langsung, mereka mendirikan rumah, lembaga pendidikan, yang dulu tidak ada yang memakai cadar sekarang sudah mulai terlihat. Kita mungkin bisa saja mengatakan di daerah lain tidak bermasalah. Waktu kecil saya tidak punya masalah. Hubungan saya dan teman tidak ada masalah. Tapi meski pengalaman pribadi itu baikbaik saja, mestinya kita juga melihat fakta-fakta dan data-data yang ada. Misalnya laporan-laporan kekerasan yang dimuat di media. Laporan-laporan polisi yang menyebutkan memang ada persoalan antara umat beragama. Itu murni meluas kalau kita lihat laporannya Setara, misalnya, tidak hanya di Jawa Barat. Kita bisa menganggap tidak ada masalah tapi itu benar. Kalau kita lihat di 53
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Padang mulai, di Singkil, ada persoalan intoleransi yang mulai meningkat, itu yang harus dilihat juga. Trisno S. Sutanto
Dem
o
Saya kira tidak ada yang mengingkari bahwa kita sedang memasuki ... cy a kejadian-kejadian intoleransi itu kan r c banyak sekali ... Dulu tidak tercatat makanya tidak tahu jumlahnya meningkat atau menurun. Pertama saya berterima kasih kepada Ahmad Gaus yang menunjukkan masalahnya. Kita memang membutuhkan pendekatan yang lebih lokal ... dan sosiologis. Kita tak bisa menggeneralisir Islam dan Kristen. Juga soal mayoritas-minoritas, rp di mana. Islam sangat beragam, Kristen juga tak kalah beragamnya. Saya sendiri u sta juga merasa at home dengan temanteman di sini ketimbang harus masuk ke teman-teman fundamentalis Kristen yang kemarin bikin spanduk besar-besar mendukung Foke. Karena itu kita butuh pendekatan yang lebih lokal, kasuskasus lokalnya dilihat lebih mendalam tapi juga partikular.
Pe
Akhir-akhir ini saya mendengar banyak 54
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
kejadian yang berkaitan dengan Saksi Jehovah atau Jehovah Witness yang disebut tadi. Ini perkembangan menarik karena Jehovah Witness dulunya ini fenomena sekte biasa, biasanya tidak mau menarik massa dari kelompok di luar tapi dari internal kekristenan. Saya sudah berkali-kali bertemu tokoh Jehovah Witness, ... istilahnya “mencuri domba” dari GKI dan seterusnya ... Hal-hal seperti itu terjadi dan kalau dalam penelitiannya Emmanuel Subangun yang waktu itu pernah diterbitkan Gereja Katolik Jakarta, data-data yang dikumpulkan itu menarik. Pertumbuhanpertumbuhan gereja kecil itu ada siklusnya, sekitar 3-5 tahun. Penjelasan Emmanuel Subangun yang pertama adalah perspektif psikologis. Orang biasanya mengikuti sekte-sekte yang lebih evangelical karena di situ dia lebih merasa tentram, lebih diterima secara psikologis. Misalnya orang mengalami krisis lalu ada yang mendekati mengatakan Yesus mencintai kamu dan sebagainya, akhirnya dia merasa dia diterima sebagai anak Tuhan. Itu aspek psikologisnya. Tapi setelah 3-5-tahunan orang mulai bosan, “kok khotbahnya terus begini?” Mereka 55
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
kemudian kembali ke gereja-gereja mainstream mereka dari mana mereka berasal.
Dem
o
Penjelasan kedua cukup menarik. Menurut Emmanuel Subangun itu berkaitan dengan kembalinya dana. y Kalau seorang pendeta misalnya mau a c bikin gereja, lalu menyewa tempat, cr ada investasi. Kurang lebih dalam 3-5 tahun uang akan kembali melalui persembahan atau kolekte. Kalau sudah kembali biasanya gereja itu akan pecah. Misalnya kita, saya dan Ihsan sama-sama mendirikan gereja, setelah kembali kau bikin gereja lagi dengan Zuhairi. Investasi lagi, 3-5 tahun pecah lagi. Ini serius hasil penelitiannya Emanuel Subangun. rp Dia diminta Keuskupan Agung Jakarta untuk meneliti fenomena gerakan- u s t a gerakan semacam itu yang menjamur. Yang diterbitkan hanya ringkasannya sekitar 2002-2003 oleh Kanisius, “Dekolonisasi Gereja di Indonesia”. Jadi pertumbuhannya begitu. Makanya saya suka menggoda mereka, menyebut kelompok-kelompok ini sebagai GBN, “Gereja Baru Nongol”.
Pe
56
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Apakah soal kristenisasi itu soal penetrasi Wahabi saya tidak tahu. Anda lebih tahu. Tapi apakah dia berkaitan dengan pendidikan sekular ini menarik. Mujiburrahman sendiri dalam disertasinya mengatakan bahwa benturan discourse antara kekristenan dan Islam khususnya dalam pembahasaan persoalan, itu sesungguhnya menurut Mujiburrahman mencerminkan benturan juga dengan dunia modern yang sekular yang dirasa mengancam umat Islam. Kala itu, seluruh bahasa, misalnya HAM, toleransi, kebebasan beragama, sekularisme, dan seterusnya dianggap selubung kristenisasi. Ini yang masuk melalui jalur-jalur pendidikan sekular. Ini paling tidak dalam Mujiburrahman terlihat dalam hal-hal seperti itu. Ihsan Ali-Fauzi Itu karena pendidikan Barat modern atau karena dia sebagai kelompok minoritas yang pasti akan mengedepankan wacana kebebasan beragama? Kedua, kalau ini kaitannya dengan Fahd tadi, Fahd bertanya sebetulnya di Garut tidak ada soal. Jadi ada soal ketika orang yang 57
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
sekolah di UIN ini pulang ke Garut. Ada masalah kota yang sebetulnya tidak ada di desa, imbas kota. Trisno S. Sutanto
c
cy a r
Dem
Ihsan Ali-Fauzi
o
UIN-nya saya tidak tahu persis, apakah itu Wahabi dan seterusnya.
Maksudku, orang Islam pun kalau dia minoritas dia akan mengedepankan kebebasan beragama. Jadi tidak serta merta karena pendidikan sekular.
Pe
Trisno S. Sutanto
Betul. Saya kira aspek yang lebih karena rp minoritas tadi. Menurut Mujiburrahman us discourse itu sebetulnya discourse ta nasionalis juga. Makanya ada benturan, mereka berkelahi di ruang yang sesungguhnya berbeda, ranahnya berbeda, bahasanya pun beda. Kalau dalam Islam, ranahnya adalah ranah orang berpindah agama. Kalau dalam bahasa Kristen itu sebetulnya ranah yang sangat personal. Sementara di lingkungan Kristen, ancaman yang dilihat 58
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
dari kaum Muslim ranahnya adalah ranah ideologis, mengganti Pancasila, menjadi Negara Islam, sehingga pertarungannya mesti pertarungan ideologis. Karena itu mereka menggunakan seluruh discourse nasionalis pada waktu itu. Tak heran jika Anda melihat seluruh dokumen PGI tahun 1970-80an semuanya bicara tentang teologi Pancasila.
je
D
ig
ital
ct kaa
n
... Soal kepercayaan. Saya setuju dengan analisis Anton, kenapa di Indonesia seperti hanya ada Kristen dan Islam. Kenapa tidak juga meliputi kelompok-kelompok yang disebut belum beragama. Menurut saya yang menarik adalah istilah “belum beragama” muncul persis bersamaan dengan munculnya Soeharto, bersamaan dengan establishment Orde Baru. Karena itulah saya mengutip pidato Soeharto di tulisan saya untuk menunjukkan bahwa di situlah pertama kali ada sebuah istilah yang disebut mereka yang belum beragama. Kalau sekarang kita menyebut aliran kepercayaan, masyarakat adat, atau mereka yang agamanya belum diatur. Tapi kata “belum beragama” 59
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
itu artinya diharapkan kamu masuk agama. Karena itulah kata “belum” yang dipakai, bukan “tidak”. Istilah itu sangat khas yang kemudian di Adminduk kita tahu adalah mereka yang agamanya belum diakui negara. Ini yang memang dijadikan semacam sasaran.
cy a r
Dem
o
Kalau kita mau studi lebih jauh, c ada studi yang sangat menarik dari Albert Schrauwers mengenai misi di lingkungan sekitar Poso sana, Colonial Reformation ... yang menunjukkan bahwa seluruh discourse misiologi di abad ke-18-19 itu juga memisahkan antara apa yang disebut agama dengan adat. Bagi mereka, adat itu dianggap belum beragama. Discourse misiologi rp inilah yang saya kira kemudian dipakai us gereja-gereja dan pemerintah pada ta waktu itu ketimbang umat Kristen dan Islam rebutan umat.
Pe
Berapa jumlahnya? Saya orang yang paling tidak percaya dengan soal statistik di Indonesia. ketika Anda mengatakan Islam mayoritas, 80% sekian, klaim tersebut pertama kali disebut kapan? Klaim pertama bahwa Islam itu 60
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
mayoritas di Indonesia tahun berapa? Tahun 1947, ada tulisan H. Agus Salim di Almanak Bukti Agama yang mengatakan bahwa Islam 90%. Pertanyaan saya statistik yang dipakai tahun berapa? Tahun 1940-an satu-satunya statistik nasional adalah statistik Belanda tahun 1930 di mana kategori agama dan etnis sama. Kalau di statistik Belanda 1930-an, etnis sama dengan agama. Yang etnisnya pribumi agamanya pasti Islam. Ya 90%. Kalau kita mau berpikir lebih luas lagi, bayangkan kalau misalnya undangundang yang telah disetujui itu diterima dan dipraktikkan. Artinya orang bisa mengosongkan kolom agama. Kalau dia anggota aliran kepercayaan dia bisa mengosongkan isian agama. Katakanlah itu bisa dilaksanakan seluruh Indonesia, kira-kira statistik ke depan berapa? Jangan-jangan Islam hanya 60%? Anton Cahyadi Kalau di zaman Soeharto, tahun 1952 ada pembedaan mengenai agama dan aliran kepercayaan ... karena memang Departemen Agama sangat concern 61
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
dengan kepercayaan atau aliran-aliran yang ada di masyarakat. Tapi distingsi itu sudah ada sejak sebelumnya, meski menurut Pak Djohan Effendi itu hanya sekedar memberikan pedoman. Tahun 1961 saya melihat debat yang sangat besar antara Djojodigoeno dengan cy orang Departemen Agama. Debat itu r a c dalam rangka mengafirmasi lagi apakah perbedaan agama dengan kepercayaan atau aliran kepercayaan diadakan dan diformalkan. Djojodigoeno itu seorang Kejawen, yang satu dari Departemen Agama. Artinya Soeharto hanya menjadi.... dan afirmasi politik itu menjadi ada, dia menggunkan modalmodal yang sudah ada dan pembedaan itu bukan masalah ... yang diuntungkan r bukan hanya agama-agama semitik ... p u
Pe
Trisno S. Sutanto Saya setuju. Saya tadi katakan bahwa Soeharto yang pertama kali memakai istilah “belum beragama”, bukan aliran kepercayaan. Pidato Soeharto tahun 1967 yang saya kutipkan itu menggunakan istilah yang sangat khas dan spesifik. Kalau misalnya benar 62
sta
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
bahwa pengosongan agama di KTP itu bisa dilakukan oleh orang kepercayaan, mungkin statistik kita akan berubah total. Ada partai kepercayaan. Ini berkaitan dengan guyonan Agus tadi kalau tidak salah soal Konghucu yang dijadikan agama resmi oleh Gus Dur. Kata Gus Dur itu diresmikan supaya orang Kristen berkurang. Meski itu guyonan Gus Dur tapi saya katakan ini soal yang cukup riil dan menggelisahkan, khususnya di gereja-gereja yang berbasiskan orangorang Tionghoa. Gereja-gereja yang ada di wilayah seperti Kelapa Gading, misalnya. Saya ke sana tak lama setelah Gus Dur membuat Konghucu menjadi resmi, banyak yang cerita bahwa mereka merasa sekarang saatnya kembali lagi. Anick HT Ketika pemerintah menyelenggarakan sensus tahun 2010, sebenarnya saya sempat memprovokasi kawan-kawan penghayat untuk menggunakannya sebagai kesempatan menunjukkan diri. Kalau mereka serius dan ada 11 juta orang yang mengaku sebagai penghayat dalam kolom isian agamanya, maka 63
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
prosentase pemeluk agama kita akan berubah secara signifikan. Namun apa yang terjadi? Sensus tersebut ternyata dilakukan rata-rata dengan cara collecting KK, jadi kesempatan itu buyar. Petugas sensus tidak mendata ulang penduduk satu per satu.
o
Trisno S. Sutanto
c
cy a r
Dem
Bahkan E-KTP juga tak berubah karena di E-KTP tak ada kolom baru. E-KTP menggunakan data kependudukan kita, jadi KTP kita yang lama diubah menjadi E-KTP. Kita tidak didata ulang agama dan seterusnya.
Pe
64
Terakhir yang ingin saya komentari rp adalah dari Fahd. Saya senang mendengar cerita Fahd, dari anak u sta muda yang mungkin bisa menemukan keberagamaan yang lebih santai tidak merasa terancam. Kalau Anda besar di tahun 1990-an mungkin tak lagi merasa terancam oleh kristenisasi. Ini hantu dari mana? Pertanyaannya mungkin begitu. Saya pribadi sesungguhnya tidak pernah merasa terancam dengan adanya Negara Islam. Dulu saya punya trauma lebih banyak karena saya orang
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Tionghoa, orang Cina Peranakan. Saya lebih merasa traumatik saya karena masalah Cina saya, bukan kekristenan.
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Saya baru bisa beragama setelah bertemu orang seperti Moqsith yang 24 jam beragama. Sebagai orang Protestan beragamanya cuma dua jam seminggu di hari minggu dan boleh diskon. Kami kalau beragama artinya hanya ke gereja saja dua jam. Di luar gereja itu tidak pernah ada perbincangan tentang agama di keluarga. Kecuali kalau mau makan berdoa dulu, mau tidur berdoa dulu. Setelah saya besar ketemu Moqsith yang 24 jam beragama saya malah bingung. Pengalaman pribadi saya lebih merasa keterancaman saya adalah karena saya Cina Peranakan. Setelah bergaul dan sebagainya saya mulai melihat lho kok ada trauma lain, trauma tentang Negara Islam. itu laku keras di lingkungan gereja. Itu harus diakui. Jadi kalau di dalam Islam masih mengalami trauma soal kristenisasi, di gereja juga masih. Apalagi sekarang ada misalnya Perda-perda syariah dan sebagainya. Yang paling senang adalah yang bergerak di lintas-iman sering diundang gereja untuk ceramah. 65
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
Pengalaman generasi ke depan yang lebih santai ini justru yang akan memberi harapan. Karena trauma atau paranoia itu baru bisa dihadapi kalau kita bertemu dengannya ... paranoia itu kan hantu di kepala kita. Pengalaman Anda mungkin berbeda-beda tapi saya pribadi misalnya bertemu dengan orang Muslim itu baru a c y r setelah dewasa. Sebelumnya saya hidup c dalam lingkungan saya. Saya tak pernah kenal. Tapi begitu kenal dan bersahabat dan setersnya itu akan menimbulkan proses terapeutik terhadap trauma kita. Di situlah harapan kita. Ihsan Ali-Fauzi muda
atau
Pe
Itu fenomena menurutmu?
kota,
rp
Fahd Djibran Saya tidak tahu dan tak bisa menggeneralisir. Tapi saya lebih banyak hidup di kota memang. Jadi mungkin saya lebih pas mewakili generasi muda kota. Saya tidak tahu bagaimana di pelosok. Tapi sekarang sebenarnya agak naif kalau kita masih mensegmentasi desa dan kota dengan tumbuhnya 66
us
ta
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
teknologi komunikasi, internet, media sosial dan sebagainya. Kita mendengar musik yang sama, menonton film yang sama dan membicarakan tema yang sama. Saya lihat dari situ.
Pro
je
D
ig
ital
ct
Ketika kemarin ada hasil penelitian Kompas yang mengatakan bahwa tingkat toleransi kaum muda rendah, saya segera tidak setuju karena dari sisi misalnya kita menikmati beragam genre musik yang berbeda-beda, menurut saya itu satu bentuk toleransi meski tidak tentang agama. Kita bisa menerima jenis film yang berbeda-beda dan tetap mengapresiasinya. Itulah yang menurut saya potret yang kami hadapi sekarang. Ribut Lady Gaga kemarin saya yakin yang menentang bukan anak muda tapi anak tua.
kaa
n
Rumadi Ada juga yang muda. Arus ini berjalan dua-duanya. Fahd Djibran Makanya saya tak bisa menggenelarisir. Kalau kita lihat dari apa yang terjadi 67
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Tantowi Anwary
Dem
o
sekarang kita tak bisa mengatakan bahwa media sosial adalah potret generasi muda yang utuh, tapi paling tidak kita bisa mengintip apa yang terjadi di sana. Saya melihat justru sebaliknya, yang merasa takut dan paranoid ada ancaman dari agama lain itu jauh lebih sedikit cy ketimbang yang mereka yang enjoy. Itur a c opini.
Pe
Kita bicara paranoia kristenisasi ada di teman-teman Muslim. Jangan-jangan di dalam tubuh Kristen sendiri itu terjadi. Beberapa teman di Kristen cenderung menyalahkan cara-cara misalnya Evangelical, yang mungkin itu benar rp tapi bisa jadi tak signifikan dan malah mengaburkan fakta sebenarnya. Paranoia u s ta di tubuh Kristen sendiri kadang membuat teman-teman yang berinteraksi dengan teman-teman Kristen bingung juga. Misalnya soal dukungan PGI terhadap HKBP Filadelfia, terhadap GKI Yasmin, atau Sinode GKI sendiri terhadap GKI Yasmin kadang tidak clear. Teman-teman mendukung tapi tubuh GKI sendiri tidak. Akhirnya cari-cari masalah, GKI yang 68
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
salah, HKBP Filadelfia yang salah.
Pro
je
D
ig
ital
ct ka
an
Gerakan Kristen yang meresahkan itu satu hal. Tapi teman-teman Kristen jangan mengalihkan persoalan ketika GKI Yasmin atau HKBP Filadelfia perlu dukungan 100%. Jangan-jangan Trisno dan temanteman yang lain mengalami paranoia sendiri dengan kristenisasi gerakangerakan itu. Di Aceh, misalnya,dari tahun ke tahun dari liputan MetroTV tentang Singkil itu gerejanya betul-betul sederhana, tak seperti masjid yang ditembok. Mereka untuk menembok saja berat sekali padahal jemaatnya mungkin sudah seribu atau lebih yang kalau lewat perizinan mendirikan gereja pasti lolos. Contoh lain GKSS di Sulawesi misalnya yang menghadirkan teman-teman gereja Kristen Sulawesi Selatan. Mereka hanya sekadar mau merenovasi genting agar tidak bocor, ketika warga melihat ada mobil membawa alat bangunan, resistensinya sudah kuat. Kristenisasi itu bisa makhluk yang tak jelas tapi di sisi lain, ketakutan orang Aceh dengan gereja-gereja Singkil dan ketakutan orang Sulawesi Selatan dengan GKSS itu jelas. 69
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
c
Dem
Ade Armando
o
Bayangkan orang ingin mendirikan gereja ditangkap, padahal itu satu kabupaten ingin mendirikan satu gereja GKSS dan jemaatnya sudah sangat banyak dan berkilo-kilo. Dukungan teman-teman Kristen sendiri terhadap GKSS ternyata kurang, malah menyalahkan GKSS, bukan justru menunjukkan ini hak yang harus mereka perjuangkan.
cy a r
Pe
Saya mau komentar tentang apa yang dipersepsikan sebagai ancaman. To some extent saya khawatir ini ada persoalan informasi yang tak menyebar. Riil terjadi kok. Saya setuju kalau dikatakan bahwa dibanding masa 1970-an dan 1980-an, rp yang disebut ancaman Kristen itu sudah tidak ada atau kecil karena sekarang u sta hubungannya tak lagi asimetris. Dulu menjadi riil karena asimetris, memang kelompok Islamnya di bawah. Sekarang persoalannya tak lagi ada. Tapi masalahnya itu ada di kepala banyak orang. Saya sih khawatir ada perumahan Islam, ada sekolah Islam, beda. Sekolah Kristen justru ingin mengajak orang Islam masuk. 70
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Kalau sekolah Islam bagaimana orang Kristen bisa masuk? harus mengaji dan memakai jilbab. Tapi yang terjadi adalah komunitas Islam yang tidak bergaul dengan kelompok-kelompok non-Muslim itu terjadi. ... tumbuhnya kesadaran antara kami dan mereka. Anda termasuk orang yang percaya bahwa tak boleh mengucapkan selamat Natal? Boleh? tapi banyak teman Anda yang menganggap tidak boleh. Itu tak pernah ada di masa lalu, bahwa Anda tak boleh mengucapkan Assalamualaikum. Makanya Anda sering dengar Assaalamualikum, salam sejahtera. Assalamualaikum itu kepada orang Islam, salam sejahtera kepada umat non-Islam. Buat saya itu riil. Memang kita bisa nonton bola sama-sama, tapi setelah itu ketika ditanya bolehkah di lingkungan tetangga Anda didirikan rumah ibadah? Penelitian menunjukkan 64% menyatakan keberatan. Itu riil. Mungkin hubungannya baik-baik saja tanpa kekerasan. Tapi begitu dia balik ke komunitas-komunitasnya ada kesadaran di antara mereka. IPB mungkin contoh terbaik tentang eksklusifisme. Tarbiyah itu ada di UI, UNPAD dan ITB. Saya khawatir kalau kita menganggap ini bukan 71
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Ihsan Ali-Fauzi
Dem
o
problem. Bahayanya kita kemudian mendiskualifikasi ini. Saya bukannya tak setuju... tapi kalau Anda memahami masyarakat Muslim itu memang riil ada upaya untuk membangun pandangan bahwa we are under attack... penelitian saya terkait media-media Islam itu y secara riil membangun kesan bahwa a c Muslims are under attack. Itu riil. cr
Penelitian-penelitian tadi tolong masukkan ke milis kita, dari Alex Junaidi juga.
Pe
Saidiman Ahmad
rp Saya lanjut soal paranoia tadi. ...... apa yang disebut Mujiburrahman sebagai u sta Islam jangan-jangan memang tidak representatif. Ini mungkin penelitian yang terlalu elitis. Mungkin tak terlalu relevan tapi bisa kaitkan dengan penelitian Saiful terakhir, “Kuasa Rakyat”, soal perilaku pemilih. Dia justru melihat sebaliknya dari apa yang ditemukan Mujiburrahman pada level pemilih ketika mereka menentukan pilihan berdasarkan sentimen agama. Saiful 72
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
menemukan bahwa ketika disodorkan partai-partai agama kepada orang-orang Islam, sentimen agama ternyata tidak muncul. Proporsinya seimbang. Mereka memilih PDI-P, misalnya. Faktor agama tidak berperan dalam perilaku pemilih masyarakat Muslim, kira-kira begitu.
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Itu berbeda dengan masyarakat Kristen. Hampir semua pemilih Kristen tidak ada yang memilih partai Islam. Mereka tidak memilih PKS, bahkan tidak memilih PKB yang mana Gus Dur memperjuangkan hak-hak minoritas. Mereka bahkan tak memilih Gus Dur tapi lebih memilih Megawati. Pada level itu justru kelihatannya yang bermasalah atau yang ketakutannya paling besar justru pada pihak Kristen, bukan Muslim. Persoalannya apakah orang Kristen mungkin bisa me-manage ketakutan. Ini terkonfirmasi kembali pada Pilkada Jakarta, saya yakin hampir semua orang Kristen di Jakarta tidak memilih Foke melainkan Ahok. Tetapi pemilih Muslim terbagi pada Foke dan bahkan mungkin lebih banyak ke Jokowi. Pada level itu tampaknya ketakutan terbesar ada pada minoritas, bukan mayoritas, dan itu 73
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
logis. Minoritaslah justru yang paling terancam. Daniel Awigra
Dem
o
Saya ingin cerita sedikit tentang background saya di mana saya dibesarkan dalam tradisi Katolik. Saya melihat Islam cy a dan Kristen seolah satu ... padahal ada r c banyak sekali ragam corak pemikiran ... di internal Katolik ada semacam pertentangan antara orang-orang yang ingin mencoba berdiskusi atau berdeal antara keagamaan dan kenegaraan yang mengkritik orang-orang yang beragama tanpa melalui proses kritis. Di Katolik sendiri ada banyak kelompok, tapi intinya adalah diskusi semacam ini rp over-generalization, bisa jadi seperti itu. Barangkali perlu diskusi yang lebih u sta parsial, spasial, lebih fokus dan masuk ke dalam jantung persoalan utama di setiap konflik.
Pe
Yang ingin saya coba pertanyakan adalah kalau memang itu berkaitan dengan perebutan kekuasaan dan relasi kekuasaan, terkait politisasi agama dan sebagainya, barangkali di buku ini sebetulnya relasi kekuasaan apa 74
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
yang diperebutkan? Kekuasaan dalam bentuk seperti apa? Aset apa yang mau diperebutkan? Akses apa yang mau ditutup? Barangkali analisis aset dan akses ini yang mungkin bisa menjelaskan ketakutan orang kalau nanti Jokowi dan Ahok memimpin, orang Tiong Hoa akan mengumpulkan banyak aset dan menutup aksesnya hanya untuk orang Tiong Hoa. Kemarin di Twitter ramai menyebutkan di PRJ seluruh pengurus yang bekerja semua orang Tiong Hoa. Jangan-jangan kekhawatiran seperti itu yang perlu diaddress lebih dalam. Di balik setiap Perda ada perebutan apa di sana? Barangkali Departemen Agama ada rebutan kavling, ada tunjangan haji untuk orang Islam dan sebagainya. Fenomena itu yang perlu diungkap. Ahmad Suaedy Kekhawatiran ini mungkin lebih jelas kalau kita lihat di Indonesia Timur. Saya kebetulan riset di NTT, Bali dan Papua. ... arus Islam itu besar sekali. di Papua itu sekarang sekitar 48-53% pendatang dan mayoritas pendatang itu Muslim. Dan itu mengaduk-aduk semua tatanan tradisional yang ada. Begitu juga di NTT, 75
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
khususnya di Kupang. ... Tapi implikasinya, misalnya masjid tumbuh. Di NTT baru-baru ini ada persoalan masjid tapi kebetulan Walikotanya tegas. Beberapa orang Islam yang lama di sana beli tanah.
o
cy a Di Papua misalnya undang-undangr c khusus (otsus) itu mengkhususkan Bupati
Dem
dan Gubernur itu harus orang asli. Ini yang agak menyelamatkan. Tapi anggota DPR untuk pemilu yang akan datang saya kira kalau kita hitung antara kemarin dan sebelumnya akan jelas kenapa Muslim yang menjadi anggota DPR atau pejabat dan seterusnya. Ini menimbulkan gejolak yang signifikan. Saya tak tahu seberapa rp jauh ini akan terjadi tapi saya kira kalau kita lihat di tempat lain ini akan jadiu polemik yang berkepanjangan kalau tidak s t a diantisipasi sejak awal.
Pe
Budhy Munawar-Rachman Kalau lihat penjelasan Trisno tadi istilah paranoia itu sepertinya ilusi yang kemudian dibantah oleh Ade yang mengatakan bahwa sebenarnya faktanya ada. Tapi yang menarik, fenomena yang 76
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct kaa
n
digambarkan Mujiburrahman dan kita diskusikan ini bukan fenomena yang hanya gereja. Itu bisa kita lihat kalau kita baca bagaimana respon kalangan Muslim di India dan Pakistan berkaitan dengan yang mereka sebut kristenisasi. Kalangan Kristen di Pakistan misalnya menganggap bahwa kalangan Muslim itu betul-betul melakukan tindak kekerasan terhadap orang-orang Kristen di sana. Tapi kalau kita baca bacaannya orang Muslim di sana, mereka merasa terancam sekali dengan kristenisasi yang mengambil orang Muslim jadi Kristen. Karena itu, kasus-kasus perpindahan agama di negara-negara ini, terutama di Pakistan dan Afghanistan, itu menjadi murtad dan ini menjadi isu besar. Kalau tidak ada bantuan internasional untuk melindungi atas nama HAM atau kebebasan beragama pasti itu menjadi isu yang serius. Itu di kalangan Muslim. Lawannya, yang disebut dengan islamisasi, contohnya bisa kita lihat di Barat di mana perasaan terancam akan perkembangan Islam terutama dari orang awam dan terpelajar itu menjadi sesuatu yang sangat serius. Mereka bisa menunjukkan argumen-argumen dari 77
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
orang Islam mengenai pembangunan peradaban yang mengancam pandangan yang sudah mapan di Barat mengenai demokrasi dan sebagainya. Sehingga di sana kalau ada isu yang berkaitan dengan Islam menjadi isu yang sangat besar. Baru-baru ini di negara bagian Victoria, misalnya, ketika pemerintah di sana a c y ingin coba mengakomodasi permintaanr c kalangan Muslim agar pernikahan secara Islam disahkan dalam hukum, perlawanan mengenai itu sangat kuat. Yang menarik kalau di Barat ini dikelola dengan cara yang cukup demokratis. Kadang banyak yang surprise bagaimana itu bisa diakomodasi.
Pe
Dalam dua isu seperti itu kita rbisa membutuhkan orang yang p menjembatani, yang bisa memberikan u sta pengertian-pengertian bahwa apa yang sedang terjadi di dunia Muslim terutama di Barat itu sebetulnya bukan sesuatu yang mengancam. Atau sebaliknya, bahwa yang disebut kristenisasi itu tak seperti yang dibayangkan. Masalahnya adalah orang yang menjembatani ini kadang-kadang dia harus bicara dalam dua bahasa. Dalam bahasa yang sekular untuk bicara dengan kalangan Kristen 78
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
katakanlah begitu, dan dalam bahasa yang Islami kepada kalangan Muslim. Para pemikir Muslim di Eropa itu contoh yang paling bagus. Mereka bisa bicara dalam dua bahasa. Tapi seringkali orang seperti ini dicurigai.
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Persaingan Islam Kristen sebenarnya bukan hal yang baru. Sudah sejak awal sejarah Islam dan Kristen berdiri. Mungkin itu akan terjadi terus kalau mengingat karakter dua agama ini yang selalu mencari pengikut baru. Itu kesan saya. Ini bukan khas Indonesia tetapi itu sesuatu yang memang secara global terjadi. Tapi menekankan apa yang dikemukakan Ade bahwa kasus-kasus itu ada. Kristenisasi punya fakta dan islamisasi punya fakta. Tadi sekolah Islam seakan-akan tidak terbuka. Yang digambarkan Abdul Mu’ti, dia menulis disertasi mengenai sekolahsekolah Muhammadiyah di daerah Kristen, terutama di Indonesia Timur. Yang menarik di sana adalah bahwa banyak yang kita alami mengenai sekolah Kristen di sini, bisa terjadi dengan rileks saja untuk sekolah Muhammadiyah di Kupang. Mu’ti menyebutnya sebagai 79
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
siswa-siswa Muhammadiyah Kristen yang Muhammadiyah.
Kristen.
Ade Armando
c
cy a r
Dem
Trisno S. Sutanto
o
Sorry, yang saya sebut sekolah Islam itu bukan yang Muhammadiyah, tapi Sekolah Islam Terpadu sekarang.
Pe
Saya tertarik ketika Budhy mengomentari dan langsung mengatakan awalnya kristenisasi dan islamisasi. Di Indonesia berbeda. Traumanya orang Kristen paling tidak menurut Mujiburrahman, bukan soal islamisasi melainkan pendirian negara Islam. Mau disebut islamisasi negara ya silakan tapi maksud sayar ini p levelnya berbeda sama sekali. Karena u itu ketika Saidiman mengatakan kok dari s t a tadi terpaku pada kubu Muslim, karena Kristen berbeda ketakutannya. Cerita tentang penelitiannya Saiful dan lain-lain makin menegaskan apa yang dibilang Mujiburrahman. Bagaimana orang Kristen melindungi diri dari ketakutannya tadi? Dia harus memakai wacana nasionalis. Makanya pilihan80
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je
D
ig
ital
ct ka
an
pilihannya partai-partai nasionalis. Walaupun PKB ada sedikit-sedikit tapi tetap saja. Saya tak yakin juga apakah nanti Ahok dan Jokowi yang jadi pilihan kalangan Kristen. Tapi kemarin ada fenomena menarik di Gereja Bethel Indonesia, GBI. Pimpinannya memilih Foke, umatnya memilih Jokowi dan Ajok, PDS-nya ketinggalan zaman, pecah. PDS pusat memilih ke Foke, kalau tidak salah, PDS PK ke Golkar. Massanya lari ke Jokowi. Ihsan Ali-Fauzi Saya setuju dengan Suaedy tadi, jangan terlalu melihat sesuatu dari segi agamanya, jangan-jangan ada hal lain Trisno S. Sutanto Memang karena banyak hal. Misalnya kenapa GBI kemudian tadi saya ceritakan memasang spanduk besar-besar di Kelapa Gading, “Kami GBI mendukung Foke.” Karena seminggu sebelumnya Foke memberikan izin pendirian gereja di sana. Saya tak pernah percaya ada motivasi agama murni. Di belakangnya selalu ada macam-macam. 81
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Dem
o
Pertanyaan Thowik menarik dan saya rasa Thowik tahu persis. Tadi Thowik mempertanyakan kok tidak utuh dukungan PGI terhadap Yasmin dan HKBP Filadelfia? Apakah jangan-jangan ini juga satu trauma dalam tubuh kekristenan sendiri? Ini memang masalah besar di cy lingkungan PGI. Saya berkali-kali sudahr a c bicara ke Pak Yewangoe bahwa gejolakgejolak yang sekarang terjadi, serangan terhadap HKBP, terhadap GKI Yasmin, tidak menimbulkan diskusi ulang di dalam kekristenan mengenai apa yang disebut okumene.
Pe
HKBP itu salah satu gereja paling besar di tubuh PGI. Ketika HKBP Filadelfia diserbu, HKBP yang besar ini tidak merasa bahwa rp itu bagian dari mereka yang dilukai. u Mereka seperti membiarkan, ah sudah s t a ada teman-teman Sejuk yang membantu, ada Wahid Institute. Ini memang masalah besar kenapa tidak menimbulkan diskusi di dalam tubuh gereja sendiri? Saya tidak tahu persisnya kenapa. ... Ihsan Ali-Fauzi Kenapa? 82
Mungkin
salah
satu
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
pertanyaannya tidak selamanya kau harus setuju atau merestui. Kan ada dua model, merestui perlawanan, misalnya, itu pun kamu kadang bisa turun langsung atau tak resmi, kirim uang saja. Tapi kadang tak perlu merestui, tak menyalahkan ... sudahlah ini korban, jangan ditanya ini benar atau tidak benar. Solidaritas saja.
je
D
ig
ital
ct kaa
n
Trisno S. Sutanto Saya cerita saja biar gampang. Pdt. Yewangoe suatu hari diundang untuk memimpin ibadah pertemuan sinode dengan gereja Kristen Protestan. Pertemuan sinode itu berlangsung di dekat Sentul. Ruangannya sangat mewah. Sinode sedang ulang tahun. Mereka bernyanyi-nyanyi bergembira. Pendetanya bilang syukur pada Tuhan kita dikaruniai begitu banyak dan sebagainya. Lalu Pak Yewangoe diminta berkhotbah. Dia mengatakan, “Anda memang harus bersyukur kepada Tuhan tetapi tahukah Anda tak jauh dari tempat ini GKI Yasmin sedang diserbu dan umat di sana tak boleh beribadah? Kok tidak ada satu pun pembicaraan mengenai itu 83
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
di sinode ini?”
Ihsan Ali-Fauzi
Dem
o
Terakhir saya mau mengusulkan kepada teman-teman kita diskusi secara khusus apa yang disebut Suaedy tadi, implikasi transmigrasi, karena perubahanperubahan komposisi penduduk akan mengubah seluruh proses. Tadi Suaedy cy a mengatakan dengan bagus apa yangr c berlangsung di Papua. Tapi itu salah satu fakta persoalan ketegangan hubungan umat beragama dan umat kepercayaan.
Pe
Oke saya kira kualitas diskusinya baik, masih banyak hal yang layak kita diskusikan. Saya akan catat saran Suaedy, ada Martin Sinaga yang baru datang. rp Ada beberapa penelitian mengenai u Papua dan efek transmigrasi seperti yang s t a misalnya yang terjadi di Ambon dan lainlain. Terima kasih kepada teman-teman semua. Kita ketemu lagi bulan depan. Sampai ketemu. Terima kasih Elza.[]
84
Edisi 006, Juli 2012 Review Diskusi
Pro
je ct
© 2012
ital
Review Diskusi ini diterbitkan oleh Democracy Project, Yayasan Abad Demokrasi.
ig
Untuk berlangganan, kunjungi www.abad-demokrasi.com
D
Jika anda berminat mendapatkan naskah buku yang didiskusikan (soft file), silakan klik form n permintaan pada website kami. k a a Kode naskah: MJB001 Transkripsi: M. Irsyad Rhafsadi Redaksi: Anick HT Sumber gambar cover: www.mideastposts.com
85