KETERAMPILAN PSIKOLOGIS DALAM MEWUJUDKAN KESEHATAN MENTAL
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Psikologi Universitas GadjahMada
Oleh: Prof. Dr. M. Noor Rochman Hadjam, S.U.
KETERAMPILAN PSIKOLOGIS DALAM MEWUJUDKAN KESEHATAN MENTAL
UNIVERSIT AS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah ~ada Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal20 Juni 2005 di Yogyakarta
Oleh: Prof. Dr. M. Noor Rochman Hadjam, S.U.
Bismillahir rahmaniI' rahiim Yang terhormat: Ketua, Sekretaris dall Para Allggota Majelis Wali Amallat, Universitas Gadjah Mada, Ketua, Sekretaris dan Para Anggota Majelis Guru Besar, Universitas Gadjah Mada; Ketua, Sekretaris dan Para Anggota Senat Akademik, Universitas Gadjah Mada; Ketua dan Sekretaris Dewan Audit Universitas Gadjah Mada; Rektor, Para Wakil Reklor Senior dan Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada; Para tamu undangan, teman sejawat dan hadirin yang saya muliakan Assalamll 'alaiklll1l warahmatlillahi
wabarakatlllz,
salam
sejalztera
lI1ztuk kita Sel1l11a
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya, sehingga pada pagi hari yang membahagiakan ini kita dapat hadir di ruangan ini guna mengikuti Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada. Terima kasih yang sebesar-besamya saya sampaikan kepada Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada, yang telah memberikan kehormatan pada diri saya untuk mengucapkan pidato pengukuhan berkaitan dengan pengangkatan saya sebagai Guru Besar Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Demikian pula saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya atas kehadiran Bapak dan Ibu, hadirin sekalian dalam Rapat Terbuka Majelis Guru Besar pada hari yang cerah ini.
Para lzadirin yang saya muliakan Pada kesempatan ini perkenankanlah saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan jabatan Guru Besar saya dengan judul :
"Keterampilan Psikologis Valam Mewujudkan Kesehatan Mental"
2 Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi serta pembangunan di bidang fisik maupun non fisik telah memberikan dampak terhadap sisi psikologis individu. Kemajuan tersebut memberikan kemudahan dan efesiensi bagi sebagian individu, akan tetapi pada individu yang lain dirasakan sebagai hal yang menyulitkan karena dilihat sebagai tantangan hidup yang berat. Perjuangan individu untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dirasakan makin lama makin sempit, sulit dan berat. Masalah-masalah dengan wajah lama maupun baru mulai belmunculan ke permukaan. Pemberitaan mengenai korupsi, konflik dari antar elit politik di,DPR, di elit partai politik sampai antar kampung, seakan tidak ada habisnya mewarnai berita di media massa. Duma kriminal tidak kalah maraknya, pembunuhan karena masalah sederhana, perkosaanbapak kepada anaknya, seks bebas di kalangan generasi tertentu, menunjukkan krisis moral yang memprihatinkan. Bencana nasional berupa gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan bergejolaknya gunung api seakan men ambah tantangan bagi bangs a ini untuk menapak mencapai kemajuan, kemakmuran, dan keadilan. Generasi pada zaman ini telah dihadapkan pada tantangan yang lebih besar dibanding dengan generasi sebelumnya (Fink, 2003). Dalam menghadapi kompleksitas kehidupan modern, individu yang tidak memiliki kemampuan dan ketahanan pribadi akan menjadi telur di ujung tanduk yang berpotensi untuk jatuh ke dalam gangguan mental. Bagi sebagian individu, kondisi dan keadaan tersebut dirasakan sebagai tantangan akan tetapi bagi sebagian individu yang lain keadaan tersebut merupakan hambatan yang berat dan membutuhkan penyesuaian yang sulit sehingga hidup diliputi dengan ketegangan. Ketegangan hidup sebenarnya melanda siapa saja dan terjadi di mana saja yang dapat menimbulkan menurunnya produktifitas, perasaan cemas, tertekan dan tidak berdaya yang jika berkepanjangan tanpa dapat diatasi secara efektif akan mengakibatkan gangguan pada fisik dan mental. Dari hasil penelitian yang dilakukan WHO (World Health Organization), angka kehilangan produktivitas masyarakat yang diakibatkan karena menderita gangguan mental mencapai 8,1 persen. Angka penurunan produktivitas akibat gangguan mental, menduduki peringkat kedua setelah stroke (Kompas, 19 April 2001). Tahun 2001
3 tercatat 450 juta dari delapan milyar penduduk mengalami gangguan mental dan satu juta diantaranya orang memiliki gangguan neuropsikiatrik (Kompas, 10 April 2001). Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 6 juta orang atau sekitar 2,5 persen dari total penduduk menderita gangguan mental (Kompas, 5 April 2001). Gangguan yang telah dikemukakan di atas tidak hanya eksklusif pada satu kelompok usia. Mulai dari anak, remaja sampai usia dewasa memiliki potensi untuk menderita gangguan mental. Besamya angka penderita gangguan mental tersebut tidak selayaknya menimbulkan rasa pesimis. Tidak semua individu yang menghadapi tekanan kehidupan membuat individu akan terpuruk dan berpotensi menderita gangguan mental. Kebutuhan masyarakat untuk mengembangkan keterampilan psikologis dalam meningkatkan kualitas hidup mereka cukup besar. Dengan demikian wacana kesehatan mental diharapkan mengarah pada pandangan holistik, yang tidak sekedar memusatkan pada gejala gangguan mental. Penyembuhan tidak lagi difokuskan pada terbebasnya individu dari simtom, akan tetapi pada kemampuan meningkatkan kualitas hidup. Pengertian ini kemudian menjadi dasar konsep peningkatan keterampilan psikologis dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari dalam mewujudkan kesehatan mental individu dan masyarakat. Keterampilan psikologis tersebut memuat serangkaian kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki individu. Keterampilan ini dapat menunjang individu untuk menyadari kemampuan diri sepenuhnya, tahan terhadap tekanan kehidupan, produktif, berperan aktif dalam komunitas dan mampu mengatasi masalah secara adaptif yang kesemuanya ini merupakan indikasi manusia yang sehat mentalnya. Tekanan yang dialami individu bersifat objektif, akan tetapi penderitaan yang dialami oleh individu akibat tekanan tersebut bersifat subjektif. Dengan kata lain, semua orang merasakan tekanan dalam hidupnya akan tetapi tidak semua orang yang mengalaminya kemudian menjadi terpuruk. Hal ini dikarenakan ada faktor yang menjadi penangkal, yaitu adanya keterampilan psikologis yang tercermin dari optimalnya karakteristik kepribadian individu. Individu yang dapat bertahan dari tekanan tersebut adalah individu yang telah mengoptimalkan potensi keterampilan psikologis yang dimilikinya.
4 Para hadirin yang saya muliakan dan hormati, A. Penyebab Rendahnya Mutu Kesehatan Mental Dati beberapa teori dan temuan penelitian kami mencoba merangkum beberapa penyebab rendahnya mutu kesehatan mental untuk menunjukkan minimnya keterampilan pskologis yang turut memainkan peranannya dalam menyebabkan rendahnya mutu kesehatan mental. 1. Minimnya Perhatian Terhadap Pengembangan Kepribadwn Orientasi pengembangan sumber daya manusia masih memusat pada pengembangan dimensi kognitif dibandingkan dengan pengembangan dimensi afektif, hati atau kalbu. Peningkatan kapasitas keilmuan dan pengetahuan tidak sebanding dengan pengembangan kepribadian, padahal kepribadian manusia merupakan benteng penangkal dari keterpurukan pada gangguan mental. Kepribadian merupakan faktor yang sangat penting bagi individu dalam menghadapi dan mengelola kejadian yang menekan. Tidak optimalnya karakteristik kepribadian yang terlihat dari harga diri rendah, serba tergantung, dan tidak tahan banting, menyebabkan individu yang bersangkutan rentan terhadap gangguan mental, misalnya somatisasi. Somatisasi adalah salah satu contoh gangguan yang representatif dalam menjelaskan ketidakmampuan individu dalam menghadapi tekanan kehidupan. Melalui somatisasi, individu mernilih sakit sebagai jalan lari dari masalah karena dengan sakit orang tersebut mendapatkan beberapa keuntungan (Hadjam.,2003). 2. Mulai Ditinggalkannya Nilai-Nilai Kearifan Lokal Kearifan lokal adalah sumber nilai-nilai yang membawa kelangsungan kidup yang beretika. Hidup dalam keragaman, damai, toleran, penuh maaf dan pengertian, harmoni dengan lingkungan, rukun, bermoral, saling asah, asih, dan asuh, kearifan seperti inilah yang tumbuh dari dalam lubuk hati masyarakat. Inilah bagian terdalam dari kearifan kultur lokal (Nashir, 2003). Beberapa kalangan memandang khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi lokal adalah sesuatu yang takhayul, non empirik, dan tidak memiliki dasar ilmiah,
5 padahal bisa jadi problematika sosial yang dihadapi saat ini ban yak yang sebetulnya muncul karena pengabaian nilai-nilai serta kearifan loka!. Sebagai contoh, terjadinya bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kerusakan alam lainnya berkaitan dengan memudamya kearifan lokal yang berhubungan erat dengan kelestarian ekologi dan lingkungan (Adimiharja, 2004). Selain terganggunya ekosistem contoh empirik yang mengindikasikan mulai pudamya kearifan lokal adalah memudamya nilai hidup tepa seZiro yang terlihat melalui berbagai macam perselisihan baik konflik vertikal maupun horizontal yang meliputi persaingan elit, friksi dan konflik antar lembaga politik maupun kerusuhan yang mengguncang bangsa. Kehidupan masyarakat terpuruk ketika watak adigallf> udigUtl~ adigulla yang merupakan tindakan yang renderung mcnyalahgur al\an kd uasaar: le.scbul U:1tuil..kepenti nganTlya sC1dln. ~.peragakan oleh para penguasa lanpa :Ida r2.sa malu. Keterpurukan mulai meningkat kellka usaha untuk mengingatkan kealpaan penguasa, dilakukan dengan tindakan anarkis bukannya dengan dialog yang konstruktif. Ngollo yo lIgollo lIillg ojo lIgollo. Masyarakat mulai tcrbuka untuk mengekspresikan ketidakadilan yang dialami, akan tetapi lIing ojo lIgono, jangan gunakan cara yang tidak hiZ ma'rllf. Ekspresi tersebut diharapkan menggunakan cara bener tur pener, yaitu cara yang lebih mif dan bijaksana. Nilai hidup miklll duwlIr mendem jero yang menekankan pada upaya melihat sisi positif dibandingkan dengan sisi negatif seseorang, menghargai karya monumental yang telah dibuat para pendahulu bangsa juga mulai terkotori oleh perilaku menjelek-jelekkan, menebar gosip, rumor maupun fitnah. Singkatnya, nilai mulia kearifan lokal tersebut seakan menjadi jargon dan semboyan belaka yang tidak terintemalisasi dalam pribadi individu sehingga tidak menjadi patokan dalam berpikir, bertindak dan berprilaku. Permasalahan di atas adalah beberapa contoh mulai pudamya kearifan lokal yaitu menipisnya rasa tepa selira, rasa malu dan kebersamaan.
3. Orientasi Hidup Materialistik Dari catatan petugas kesehatan dari kota Rockdale County, sebuah perumahan kaum elit di Atlanta, ditemukan 17 orang remaja di
6 perumahan tersebut yang menderita sifilis, 200 orang menderita penyakit kelamin menular (sexually transmitted diseases, STD) serta ketergantungan pada NAPZA (Rakhmat, 2005). Penyakit-penyakit tersebut hanyalah sebuah representasi simbolik dari adanya gangguan yang lebih mendalam. Remaja merasa kehidupannya tidak bermakna karena orang tua mereka sibuk bekerja menimbun kekayaan. Perasaan tidak diakui dan dibutuhkan oleh orangtua mereka adalah awal bencana tersebut. Dang yang semula dianggap menyelesaikan masalah hidup menjadi awal dari bencana hidup. Dengan maraknya budaya materialisme, tidak heran jika korupsi pun marak berkembang. Banyak celah yang dapat dijadikan ajang korupsi sejak dari bawahan sampai pada atasan (Miraza, 2005). Orang yang materialis tidak memiliki kesadaran bahwa sumber daya alam adalah terbatas serta kesadaran bahwa manusia harus hidup dalam kebersamaan. Fasilitas alam yang langka tak seharusnya diperebutkan dengan mengorbankan pihak lain atau dihamburkan untuk memanjakan nafsu, melainkan untuk dimanfaatkan seefisien mungkin demi kelestarian hidup bersama. Paparan di atas menunjukkan bahwa individu yang memiliki ketahanan pribadi akan sanggup membebaskan diri dari ikatan kebendaan. Individu yang memiliki kemandirian akan memanfaatkan sumber daya dengan bijak (wise use of resources) yaitu bekerja berdasarkan prioritas, mengeksplorasi referensi, memiliki tanggung jawab dan memanfaatkan sumber daya yang selalu memberikan manfaat. Para hadirin yang saya muliakan. 4. Budaya Konsumtif Budaya konsumtif adalah bentuk penipuan terhadap diri sendiri melalui sejumlah metode eskapisme atau pelarian diri. Indikator individu yang konsumtif antara lain meletakkan uang dalam urutan tertinggi tujuan hidupnya, suka membelanjakan uang di luar keperluan serta menemukan kebahagiaan hanya dari perolehan instrinsik. Oalam budaya konsumtif, keinginan diutamakan dibanding kebutuhan, akibat pengaruh ilusif yang berasal dari dalam dan luar diri individu yang menggerogoti day a objektivitas nalar. Budaya konsumtif adalah
7 cerminan bahwa individu melihat permasalahan bukan objektivitasnya tetapi berdasar subjektivitasnya. karena memainkan perannya. Orient"asi pengatasan .masalah berdasarkan pada target dan efektifitasnya melainkan
untuk tidak mau kalah dan harus menang.
.
berdasarkan nafsu turut bukan lagi subjektivitas
.
Budaya konsumtif merupakan bentuk kekalahan mental manusia, kekalahan dalam pertarungan melawan tekanan kehidupan. Budaya konsumtif sudah bukan lagi didominasi oleh kelas tertentu akan tetapi sudah bersifat populis yang menjadi milik semua lapisan masyarakat. Budaya konsumtif adalah budaya yang memanjakan, sehingga yang dikorbankan dalam budaya konsumtif adalah nilai daya cipta dan nilai pengalaman manusia yang kaya, holistik dan positif (Nadjib, 1996). Budaya konsumtif adalah indikasi bahwa seseorang hidupnya menjadi pragmatis, menginginkan hasil yang instan dan lebih memilih jalan pintas dibanding melakukan usaha yang
berkesinambungan. Gemi nastiti ngati-ati, yang merupakan ajaran untuk hidup sederhana dan hati-hati agar dapat mengantisipasi perubahan secara mend adak terhadap jalannya kehidupan yang tidak pasti, tergantikan oleh perilaku konsumtif yang mengindikasikan kelemahan individu dalam mengendalikan hasrat, tidak sabar dan suka melakukan tindakan yang ekstrim Sikap hidup nerimo ing pandum, yaitu sikap hidup yang menerima dan mensyukuri nikmat yang dikaruniai Tuhan, mulai luntur tergantikan oleh budaya konsumtif.
B. Konsep Keterampilan Psikologis Kehidupan (Psychological Life Skills)
dalam
Menghadapi
Kesepakatan global yang membahas kebutuhan masyarakat terhadap kemampuan untuk terus menerus belajar dalam berbagai bidang telah ditetapkan. Forum Dunia untuk Pendidikan (The World Forum for Education) di Dakar pada tahun 2000 telah menetapkan tentang pentingnya ketrampilan psikologis. Tertulis dalam kesepakatan tersebut bahwa "kepastian terpenuhinya kebutuhan belajar untuk semua umur dapat tercapai dengan terlaksananya program yang berbasis ketrampilan psikologis.
8 1. Pengertian kehidupan
Keterampilan
psikologis
dalam
menghadapi
Keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan adalah keterampilan-kecakapan yang mendukung individu dalam mengatasi tantangan kehidupan dengan mandiri (Potgieter, 1998) dan kecakapan individu untuk menentukan keputusan yang efektif dalam meningkatkan kualitas hidup (Uys, 1995). Pengertian tersebut didasari pada asumsi bahwa individu adalah makhluk yang bertanggung jawab terhadap kualitas hidupnya. Kedua pengertian tersebut menyiratkan peran tanggung jawab pribadi untuk memberdayakan diri dalam meningkatkan kualitas hidup. Istilah keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan pada awalnya menjelaskan tentang kompetensi psikososial yang bersifat esensial yang memuat kemampuan individu dalam mengatasi tantangan kehidupan (WHO, 1993). Konsep keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan sebenamya sudah lama dikenal dalam berbagai literatur, namun sebagian besar literatur tersebut hanya memusatkan keterampilan ini dalam bidang pendidikan dalam lingkup pendidikan formal (UNICEF, 1997). Dengan dasar bahwa semua lapisan masyarakat di luar pendidikan formal juga membutuhkan peningkatan ketrampilan psikologis maka lingkup peningkatan ketrampilan psikologis mulai diperluas. Tujuannya adalah membantu potensi individu berkembang agar kehidupan pribadi dan sosial mereka berjalan dengan menyenangkan (www.ibe.unesco.org). Keterampilan psikologis ini kemudian menjadi wilayah garapan peningkatan kesehatan mental individu dan masyarakat (WHO, 1~93). Dalam pertemuan International Expert Meeting on General Secondary Education in the Twenty-First Century pada tahun 2001 dan International Conference On Secondary Education For a Better Future pada tahun 2002, secara formal Keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan mulai dilibatkan dalam pendidikan secara umum. Dalam UU Pendidikan Nasional No. 20/2003 pasal 26 ayat 3 disebutkan bahwa pendidikan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan digolongkan sebagai pendidikan non formal, yang memberikan keterampilan personal, sosial, intelektual-akademis dan vokasional untuk bekerja secara mandiri (Surjadi, 2004).
9 Beberapa istilah telah dipakai oleh para ahli untuk menjelaskan konsep yang sejajar dengan keterampilan psikologis, misalnya life skills, psychosocial skills atau self helping skills (Potgieter, 1998). Perkembangan terbaru kemudian lebih mengkaitkan life skills dengan competency for life atau keterampilan psikologis yang kemudian kami istilahkan dengan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan. Menurut New Oxford Dictionary (2000), skills diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan dengan baik atau mampu menyelesaikan tugas te~entu (to do something well; to do a particular task), sedangkan competency diartikan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan sukses dan efisien (to do something successfully or efficiently). Secara konseptual kata skills dan competecy memiliki makna yang sarna apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, yaitu keterampilan atau kecakapan. Pada hakikatnya keterampilan adalah sekumpulan kebiasaan yang terkoordinasi dari apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan individu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya (Covey, 1990). Filosofi keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan adalah pemberdayaan diri secara mandiri (self empowering) yang didasari keyakinan bahwa ketrampilan dapat dipelajari dan disesuaikan dengan tantangan kehidupan. Kata empowerment dapat diadopsi untuk menjelaskan kapabilitas individu untuk memperoleh informasi tentang kesehatan mental. Keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan sebagai unsur pemberdayaan diri didasari oleh keyakinan bahwa tekanan yang terjadi pada diri individu selalu menawarkan jalan altematif penyelesaian. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.."(QS Al Baqarah: 286).
Para hadirin yang saya muliakan, 2. Latar Belakang Konseptual Keterampilan Psikologis dalam ~enghadapiKehMupan Peningkatan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan memiliki pijakan teori serta pembuktian penelitian ilmiah dari beberapa peneliti. Kami mencoba merangkum dasar tersebut sebelum memaparkan bentuk-bentuk implementasinya.
10 Latar belakang pertama munculnya keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan adalah paradigma kajian psikologi yang mengarah pada pengalaman manusia (human experiences), kehendak manusia untuk hidup secara efektif dan bermakna (Uys, 1995), social learning yang mendekatkan pada opportunities for processing life experiences, structuring experiences, and actively gaining experiences (Bandura, 1977). Dalam konteks metode pembelajaran, keterampilan psikologis dilakukan dengan belajar dari pengalaman orang lain dan pengalaman diri sendiri (Johnson dan Johnson, 1991)0 Konsep ini kemudian dioperasionalisasikan menjadi metode khas program berbasis keterampilan psikologis, yaitu experiential learning. Peningkatan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan merupakan bagian dari perkembangan psikologi dari kajian terhadap human being menuju human becoming (Rakhmat, 1998). Latar belakang kedua munculnya keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan adalah kodifikasi dari beberapa hasil riset yang menemukan beberapa konstrak yang menjelaskan beberapa karakteristik manusia yang dapat menjadi penangkal munculnya simtom psikologis, misalnya kepribadian tahan banting (Hadjam, 2003). Sebagai pengganti pendekatan kesehatan mental yang dahulunya lebih menekankan pada deteksi gejala gangguan mental, maka munculah pendekatan identifikasi faktor risiko dan faktor protektif gangguan. Dalam kancah penelitian, hubungan antara faktor risiko dan faktor protektif terse but dengan kesehatan mental tidak sekedar melalui formulasi peranan seCaI°alangsung, akan tetapi dalam formulasi yang lain. Misalnya, peranan penangkal (moderaTOr effect) ditunjukkan dengan adanya dimensi keplibadian yang mcnjadi penangkal dampak kejadian menekan terhaclap munculnya gangguan fisik tanpa bukti medis (Hadjam, 2003). Peran mediator ditunjukkan dengan dampak kejadian menekan yang meruntuhkan kepribadian individu terlebih dahulu sebelum memunculkan depresi (Retnowati, 2005). Peran kontekstual (contextual effect) ditunjukkan adanya keragaman fungsi penangkal, misalnya jenis strategi pengatasan masalah (emotion-problem oriented), efektifitasnya tergantung pada konteks masalah yang diatasi. Peran sertaan (spurious effect) ditunjukkan melalui pengendalian dimensi kepribadian menyebabkan hubungan antara kemampuan pengatasan masalah dan kualitas
11 kesehatan tidak terbukti. Latar belakang yang ketiga adalah keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan muncul dari pembaharuan konsep pendidikan yang lebih mengarah pada kehidupan nyata dan menghindari pemusatan pada sistem pendidikan fonnal, pembakuan, dan mekanis (Kumia, 2004). Konsep keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan menjadi landasan pokok kurikulum, pembelajaran, dan pengelolaan semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang berbasis kehidupan. Hal ini terkait dengan paradigma broadbased education yang' memberikan muatan dan pengelolaan pendidikan berdasarkan keadaan dan pennasalahan kehidupan. Pendidikan Keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan mampu menyatukan kurikulum pendidikan dengan pennasalahan empirik dalam kehidupan. Latar belakang yang terakhir, atau keempat, adalah perkembangan konsep kesehatan mental yang tidak memusatkan kajiannya pada struktur gangguan mental saja. Terwujudnya kesehatan mental tidak dapat diartikan terbebasnya individu dari gangguan mental saja karena kesehatan mental dan gangguan mental tidak berada pada kontinum yang sarna. Dengan kata lain, kesehatan mental tidak dapat disejajarkan dengan terbebasnya individu dari gangguan mental, akan tetapi dapat disejajarkan dengan minimnya atau kurang optimalnya potensi yang diaktualisasikan. Oleh karena itu sasaran program kesehatan mental bukan hanya individu yang mengalami gangguan saja akan tetapi pada semua individu (Young, 2001). Wacana mengenai konsep kesehatan mental terkini mendukung kesadaran peningkatan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan. Di sisi lain, peningkatan keterampilan psikologis juga memiliki dukungan kultural berupa kesesuaian secara konseptual dengan nilai kearifan lokal, misalnya kepribadian tahan banting dapat dikatakan penerjemahan mulat sariro hangsara wani yang berarti berani melakukan sesuatu, mau mawas diri dan tangguh menghadapi tantangan kehidupan.
12 3. Komponen Kehidupan
Keterampilan
Psikologis
Dalam
Menghadapi
Beberapa ahli telah menyodorkan komponen keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan. Komponen yang dapat kami identifikasi tersebut antara lain komponen sikap, pengetahuan dan kecakapan yang dapat diformulasikan menjadi "ingin melakukan, tahu apa yang harus dilakukan, dan dengan nyata melakukannya" (Jones, 1991). Tabel 1. Klasifikasi Keterampilan Psikologis dalam Menghadapi Kehidupan KecakapanBelajar (Skills Of Learning)
.. . . ..
Literasi Numerasi
Eksplorasi Informasi Belajar dari
pengalaman Literasi komputer
Kecakapan akademik
Sumber:
Kecakapan KecakapanBekerja MengembangkanDiri Kecakapan Relasi (Skills Of Working dan OrangLain (SkillsOf Relating) and Playing) (SkillsOf Developing and Others) Mcngembangkan Manajcmcn Positif tcrhadap diri Karir dan MemperPengatasan masalah tahankan Manajemen Pengambilan kebersamaan Waktu keputusan
. .. . . ..
Komunikasi
Asertifitas Manajemen
konllik Memberi dan
menerima feedback Pengaruh Pengasuhan
. . . .. . .
Manajcmen
keuangan Kewirausahaan Kesiapan
menghadapi penslUn Manajemcn
rumahtangga Pcrencanaan
.. . ..
.
.. ..
Manajemen stres Manajemen pcrubahanltransisi Mempertahankan kenyamanan fisik dan
psikologis Pro-aktifitas
Manajemen Emosi
Spiritualitas Dukungan sosial
Hobson dan Scally. 1981.
Komponen yang teridentifikasi lainnya adalah problem solving, critical thinking, communication skills, self-awareness dan coping with stress (WHO, 2003) dan komponen kecakapan belajar, kecakapan relasi, kecakapan bekerja dan kecakapan untuk mengembangkan duri (Hopson dan Scally, 1981). Pembagian komponen di muka kami rangkum menjadi empat komponen keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan, yaitu: a. Komponen hati (heart), yang dibagi menjadi kecakapan berinteraksi dan kecakapan membantu orang lain. Konstrak yang
13 terlibat dalam unsur ini misalnya komunikasi, empati, pengelolaan emosi, kontrol pribadi dan kerja sarna. b. Dimensi nalar (head), yang memuat kecakapan berpikir dan mengelola (managing). Termasuk dalam unsur ini antara lain pengatasan masalah, berpikir positif, pengambilan keputusan dan perencanaan. c. Dimensi tangan (hands), yang dibagi menjadi aktifitas dan ketahanan. Termasuk dalam unsur ini adalah kepribadian tahan banting (hardiness), kemandirian, partisipasi dan motivasi diri. d. Dimensi kesehatan (health), yang dibagi menjadi hidup dan - bermakna (living and being). Termasuk di dalam unsur ini adalah . harga diri, aktualisasi diri, tanggung jawab pribadi dan gaya hidup. Tentunya pembagian di muka hanyalah sebuah tawaran klasifikasi komponen keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan dalam koriteks peningkatan mutu kesehatan mental yang masih memerlukan kajian lebih lanjut agar implementasi operasional dalam program kegiatan yang dilakukan mencapai hasil maksimal serta kajian kritis dan operasionalisasi ke dalam kancah penelitian secara intensif. Para hadirin yang saya muliakan dan honnati,
C. Manfaat Keterampilan. Psikologis dalam Mewujudkan Mutu Kesehatan Mental Keterampilan psikologis ban yak memberikan manfaat bagi peningkatan mutu kesehatan mental indi vidu dan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan kualitas kehidupan individu melalui peningkatan kualitas kesehatan fisik, keberhasilan dalam belajar atau meningkatnya produktifitas bekerja. Berikut ini akan diambil beberapa contoh, manfaat dan implementasinya:.
1. Keterampilan Psikologis dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Keterampilan psikologis menjangkau masalah penyelesaian tugas keseharian individu dan keterampilan mengelola yang memuat pengelolaan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan,
14 pengelolaan aset ekonomi keluarga, pekerjaan, pengasuhan keluarga hingga hubungan sosial. Kami mengambil contoh satu dari beberapa manfaat tadi, yaitu manfaat keterampilan psikologis dalam pengelolaan aset ekonomi keluarga yang dapat mengarahkan pengeluaran dana keluarga secara efektif dan efisien. Lumley dan Roby (1995) melalui penelitiannya pada individu yang suka melakukan judi menemukan bahwa individu yang terobsesi berjudi (pathological gamblers) kebanyakan tidak mampu mengekspresikan emosinya. Judi merupakan media bagi mereka untuk mengekspresikan kelemahan tersebut. Minimnya ekspresi emosi yang menunjukkan indikasi tidak optimalnya keterampilan psikologis terbukti menyebabkan perekonomian keluarga menjadi terpuruk. Manfaat keterampilan psikologis sebagai penangkal munculnya simtom psikologi terkait dengan stress buffering model. Individu yang memiliki harga diri tinggi cenderung tidak mudah terpuruk dalam menghadapi peristiwa menekan dan lebih efektif dalam menghadapi tuntutan lingkungan (Whisman dan Kwon, 1993), sebaliknya individu yang memiliki harga diri rendah menunjukkan ketahanan diri yang rendah dalam menghadapi tantangan kehidupan, mudah putus asa dan ban yak mengalami kesulitan ketika memecahkan masalah (Shauger dan Sorman, 1977). Unsur Keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan yang lain, yaitu kepribadian tahan banting yang merupakan bentuk ketangguhan individu dalam menghadapi segal a situasi termasuk situasi yang sangat menekan sekalipun. Istilah kepribadian tahan banting tersebut yang sejajar dengan konsep hardiness (Kobasa, 1979), resilience (Totten, 2001), atau adversity intelligence (Stolz, 2004) pada hakika~nya mampu menjadi daya resistensi individu terhadap tekanan kehidupan. Individu yang memiliki kepribadian tahan banting akan melihat masalah sebagai suatu kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, bukan sebagai suatu ancaman yang membahayakan.
2. Keterampilan Psikologis Mendukung Kesuksesan Belajar Keterampilan psikologis sangat mendukung keberhasilan siswa dalam konteks pendidikan di sekolah serta penangkal munculnya gangguan perilaku pada siswa. Keterampilan psikologis membantu
15 siswa menterjemahkan pemahaman, sikap dan nilai yang di dapatkan di sekolah menjadi perilaku sehat (healthy behavior) yang akan mengurangi risiko gangguan. Infomasi yang carut-marut tentang iklan di TV, seks bebas, penyalahgunaan NAPZA maupun konsumsi alkohol yang dapat menjadi model perilaku negatif, dapat dibendung dengan menanamkan keterampilan psikologis pada anak didik. Manfaat keterampilan psikologis dalam konteks pendidikan adalah memperkuat ,kemampuan siswa untuk melawan dan melindungi dirinya dari informasi negatif dan pengaruh negatif ternan sebaya untuk memfokuskan pada studinya. 3: Keterampilan Psikologis Mengoptimalkan
Kesehatan Fisik
Manfaat keterampilan psikologis adalah mendukung kesehatan fisik serta mempercepat penyembuhan dan pengobatan penyakit dalam konteks pelayanan medis. Tekanan kehidupan sehari-hari apabila dialami oleh individu yang memiliki kerentanan psikologis akan menimbulkan perubahan fisiologis dan akan menimbulkan perasaan yang tidak enak atau sakit pada tubuh (Sarafino, 1990). Keterkaitan antar tekanan kehidupan dengan kesehatan dapat dilihat pada Gambar 1. n',: .
.
Kepnb"';'" H"" D;n K,m,md;n" TahanBantmg :........................................................................................................................................................................
I
I
Stresor Kehidupan
I
I
I
i
Gangguan (misalnya somatisasi)
Gambar 1. Model Stres dan Kesehatan. Sumber : Hadjam (2003)
Melalui sejumlah riset, unsur-unsur keterampilan psikologis terbukti memiliki keterkaitan dengan mutu kesehatan metal. Sebagai contoh, keyakinan untuk melakukan sesuatu terbukti mempengaruhi sistem fisiologis tubuh (Rodin dan Salovey, dalam Smet, 1994),
16 menghindarkan individu dari kanker dan penyakit jantung (Rolf dan Johnson, 1990) serta mendukung kualitas pengambilan keputusan medis, misalnya berobat atau tidak (Seydel, 1990). Rasa optimis berkorelasi dengan penurunan rasa sakit secara fisik (Smith dan William, 1992). Banyak penyakit yang berkaitan dengan gaya hidup yang tidak sehat antara lain: pada konteks kesehatan fisik, keterampilan psikologis mengoptimalkan sistem perlawanan dan kekebalan, ketahanan fisik dari penyakit serta meminimalisir keputusasaan dan mempercepat penyembuhan dari sakit. Keterampilan psikologis juga mendukung terciptanya gaya hidup yang sehat dalam mengurangi risiko timbulnya penyakit. Kebiasaan yang tidak sehat tersebut antarq lain minum-minuman keras, diet keras, bergadang di mal am hari, seks bebas, merokok dan pol a perilaku yang berhubungan dengan ketidakaturan hidup seperti perilaku tidak bersih, jorok yang akan berakibat timbulnya keluhan-keluhan fisik dan gangguan kesehatan. 4. Keterampilan Psikologis Mendukung Kesehatan Mental Masyarakat
Keberhasilan
Promosi
Sebagian besar negara berkembang yang memiliki sistem layanan bantuan dalam kesehatan (health care system) yang baik hanya mampu menjangkau 30-60 persen penderita, terlebih lagi pada negara sedang berkembang yang tidak memiliki layanan kesehatan yang optimal, hanya mampu menjangkau 10 persen penderita. Jumlah tenaga profesional tidak sebanding dengan jumlah individu yang membutuhkan penanganan. Manfaat keterampilan psikologis adalah mendukung keberhasilan program promosi kesehatan masyarakat. Keterampilan psikologis yang dimiliki individu akan mendorong dirinya untuk berpartisipasi dalam kegiatan komunitas karena mereka merasa mampu dan sanggup meningkatkan kualitas hidup orang lain dalam bentuk peran sertanya dalam penanganan masalah kesehatan mental melalui peningkatan keterIiIJatan dan partisipasi masyarakat (WHO, 2003)
17 Para hadirin yang saya muliakan,
D. Metode dan Strategi Pengembangan Keterampilan Psikologis
Kegiatan
Berbasis
1. Metode Pengembangan Keterampilan Psikologis Prinsip utama dari pengembangan keterampilan psikologis adalah perubahan perilaku individu yang dilakukan secara mandiri. Pengembangan keterampilan psikologis akan mencapai hasil yang maksimal apabila menyentuh empat elemen dasar pelaksanaan program peningkatan keterampilan psikologis, antara lain: (a) merujuk pada pendekatan perubahan perilaku, (b) penggunaan experiencepractice yang menjelaskan bahwa pendekatan "information based" yang selama ini sudah banyak dilakukan hams diimbangi dengan berlatih dan mengalami (experience and practice), (c) adanya penguatan, yang menunjukkan bahwa implementasi harus melibatkan kepastian adanya dukungan berupa kebijakan, optimalisasi layanan, dan media, dan (d) bebas dikriminasi artinya, program hendaknya dilakukan dengan prinsip menghormati perbedaan pendapat dan harapan. Keempat hal tersebut dapat dicapai melalui metode pelatihan yang mencakup komponen pemberian fasilitas, kelompok kerja, experiential leaming dan kontinuitas (Rooth, 1998 dan Corey dan Corey (1992) (lihat Gambar 2 dan Gambar 3).
Facilitation
Experiential
Learning
Gambar 2. Komponen Pengembangan Keterampilan Psikologis
18
Perasaan Pengembangan pribadi
Latihan Keterlibatan dalam belajar
Gambar 3.
Analisis
Komponen Experiential Learning dalam Pengembangan Keterampilan Psikologis dalam Menghadapi Kehidupan
2. Strategi Pengembangan Psikologis
Kegiatan
Berbasis
Keterampilan
Banyak peluang yang dapat dilakukan untuk melibatkan keterampilan psikologis dalam mengatasi permasalahan kesehatan 'mental, kegiatan tersebut dinamakan dengan pendidikan kesehatan berbasis kecakapan hidup (life skills-based health education) yang dapat dilakukan pada lingkup sektor formal dan informal. Sektor formal meliputi pengembangan melalui jalur kelembagaan resmi dan pengembangan secara informal melalui pengalaman dalam kehidupan di masyarakat. Isu peningkatan mutu kesehatan mental yang dilibatkan dalam pengembangan meliputi peningkatan kemampuan menghadapi tekanan kehidupan dalam meningkatkan. kualitas hidup individu. Sasaran pengembangan dapat dilakukan pada subjek secara langsung misalnya siswa, ibu rumah tangga, pasien di rumah sakit atau karyawan sedangkan pengembangan pada subjek yang tidak langsung yang berperan sebagai fasilitator dilakukan melalui pelatihan training for trainers. Sebagai contoh voluntir terlatih kepada penderita kanker, para-profesional kepada individu atau guru Bimbingan dan Konseling kepada siswa SMA. Pelaksana pengembangan kegiatan berbasis keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan diharapkan memiliki nilai dan kualitas yang dapat dijelaskan dalam Tabel 2.
19 Tabel 2. Nilai dan Kualitas PelalcsanaKegiatan Pendidikan Berbasis Keterampilan Psikologis dalam Menghadapi Kehidupan Pelaksana
. .
. . .
.
Konselor Pemimpin Sebaya (peer Leaders) Pekerja Sosial Para-profesional Guru
..
Psikolog Dokter dan Perawat
.
Tokoh Masyarakat
OrangTua
.. . . .
Nilai yang dimiliki Kredibilitas
Terpercaya Kompeten Motivasi Status
.
"
. .
..
Kualitas yang dimiliki Terampil mengelola proses dalam kelompok Mampu memfasilitasi Kompeten
.
MemilikiMinatSosial Memahamimaterikajian
.
(content areas) Mampu mengideniifikasi sumber daya sosial Hangat. suportif dan
.
empatik
a. Pengembangan di Sekolah Pengembangan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan dapat dilakukan di sekolah dengan memperkaya pengetahuan dan keterampilan siswa untuk mempromosikan kehidupan sosial dan emosi yang sehat melalui partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan sekolah. Kegiatan ini akan lebih efektif apabila didukung oleh kepala sekolah, guru, konselor sekolah dan komite sekolah. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan ketahanan siswa dari gangguan kesehatan mental. Program peningkatan keterampilan psikologis menyediakan persediaan materi yang cukup banyak dan dapat dipakai sesuai dengan kebutuhan sekolah. Sebagai contoh, dalam upaya membangun suasana sekolah yang nyaman dan kondusif dalam belajar, kendali diri, materi keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan antara lain komunikasi efektif, kerja sarna, berpikir positif, pemecahan masalah dan dinamika kelompok. Beberapa isu kontemporer peningkatan keterampilan psikologis dalam mewujudkan kesehatan mental dapat menyentuh aspek: Pertama, Isu lIIV/AIDS. Penanggulangan HIV/AIDS di sekolah melalui pendidikan berbasis keterampilan psikologis dapat merujuk pada beberapa model yang sudah diteliti, misalnya SkillsBased Health Education and Life Skills (WHO, 2004). Kecakapan
20 yang dilibatkan dalam program ini adalah memperkuat pemahaman siswa mengenai transmisi HIV/AIDS, membangun komunikasi efektif dan keterampilan negosisasi untuk melindungi diri dari HIV/AIDS. Model yang lain adalah program pengembangan keterampilan psikologis pada siswa, guru dan orang tua yang dinamakan dengan SHAPE (School-based Healthy Living and HIV/AIDS Prevention Education) untuk memecahkan masalah banyaknya pengidap HIV/AIDS di kalangan siswa (Zarchin, 2005). Mengingat meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS maka perlu dikembangkan program berbasis keterampilan psikologis yang diarahkan pada upaya menurunkan risiko terkena HIV/AIDS pada siswa. Kedua, Isu penyalahgunaan NAPZA. Program di sekolah berbasis keterampilan psikologis dalam mengentaskan depresi, ADHD, NAPZA, kecemasan dan kenakalan remaja dilakukan oleh University of Arkansas for Medical Science yang menyusun program yang dikemas dalam PULSE (Power Using Life Skills Effectively). Efektifitas pengembangan keterampilan psikologis di sekolah dibuktikan melalui Pelatihan Pencegahan Depresi pada Remaja dengan melibatkan unsur pola pikir, harga diri dan pusat kendali (Retnowati, 2005). Pelatihan tersebut terbukti menurunkan simtom depresi sampai 74 persen. Di tingkat nasional pengembangan kegiatan sekolah berbasis keterampilan psikologis di SMA dengan tujuan menurunkan angka penyalahgunaan NAPZA dapat merujuk pada model Program Prevention Unit yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum Jakarta (Hadjam dkk., 2003). Kegiatan yang dilakukan dalam program ini antara l,!in: Pelatihan Konselor Sekolah pada guru, Pelatihan Ternan Sebaya dan Pelatihan Ketahanan Siswa, serta kegiatan-kegiatan kesiswaan seperti lomba-Iomba kreatifitas dan kesenian. Evaluasi yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan faktor-faktor pendukung ketahanan kepala sekolah, guru dan siswa dalam menghadapi penyalahgunaan NAPZA dan gangguan perilaku. Ketiga, Isu tindak kekerasan antar pelajar. Kegiatan lain yang dilaporkan oleh Dikmenum yang berbasis keterampilan psikologis adalah Membangun Budaya Damai dan Anti Kekerasan di Sekolah
21
\ I
i i
(Hadjam dkk., 2004). Dengan sasaran guru dan siswa, kegiatan ini melibatkan materi hubungan antar pribadi, komunikasi efektif, empati, kerja sarna, manajemen emosi, manajemen konflik, kontrol pribadi, toleransi terhadap perbedaan dan asertivitas. Delapan dimensi kedamaian yang direkomendasikan oleh UNESCO (2002), yaitu penghargaan terhadap kehidupan, anti kekerasan, berbagi dengan yang lain, mendengar untuk memahami, kelestarian lingkungan, solidaritas, persamaan dan perasaan sederajat dan demokrasi, dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan ini. Pengembangan keterampilan psikologis pada siswa di sekolah ti"dakakan menemui keberhasilan tanpa adanya ketauladanan guru yang dapat diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku guru dalam kehidupan di sekolah. Misalnya, cara guru menjawab pertanyaan, cara guru mensikapi terjadinya konflik antar siswa, mengarahkan siswa yang sering melanggar peraturan sekolah, serta penerimaan dan kesabaran guru terhadap perbedaan bakat dan kemampuan siswa, serta perilaku guru tidak merokok di lingkungan sekolah. Perwujudan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri HWldayani di Sekolah harus dapat dirasakan dan diujudkan oleh seluruh jajaran, baik Kepala Sekolah, Guru, dan Komite Sekolah. b. Pengembangan di Lingkungan Kerja Tidak seimbangnya dan besamya tanggung jawab di tempat kerja dan tanggung jawab di rumah dapat mempengaruhi stressrelated condition yang dapat membawa permasalahan yang serius. Keseimbangan kerja dan kehidupan (work-life balance) adalah pencapaian kualitas hidup karena individu mampu mengelola kompleksitas dunia kerja dan dunia pribadinya (Parsons dan Peter, 2000). Pengembangan keterampilan psikologis di tempat kerja dapat diberikan pada setiap bagian di organisasi, pelatihan perencanaan karir, pelatihan mengantisipasi perubahan dan pelatihan menghadapi pensiun adalah contoh pengembangan keterampilan psikologis di tempat kerja (Ansell, 2004). Secara umum dalam dunia kerja keterampilan psikologis mendukung individu meningkatkan kesiapan bekerja yang dapat mendukung pemecahan masalah ekonomi (Parsons dan Wekeley, 1991).
22. c. Pengembangan di Masyarakat Pengembangan keterampilan psikologis di masyarakat merupakan bagian dari peningkatan kualitas masyarakat (community enhancement) melalui peningkatan partisipasi dan keterlibatan individu dalam memberdayakan komunitasnya (Bigelow, 2003). Pengembangan dapat diarahkan pada peningkatan keterampilan orang tua dalam mengasuh seperti yang dilakukan pada program Share Family Center yang memberikan pelayanan kepada orang tua berupa pelatihan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan (National Resources Center, 2002). Pengembangan keterampilan psikologis di masyarakat perlu diintegrasikan pada kegiatan yang sudah ada, misalnya pertemuan rutin ibu-ibu PKK disisipi dengan pelatihan meningkatkan kemandirian ibu, pertemuan rutin ibu-ibu dasawisma dilengkapi dengan peningkatan kemampuan mengatasi masalah seputar rumah tangga, perkumpulan karang tanina dilengkapi dengan pelatihan asertivitas untuk menangkal penyalahgunaan NAPZA serta perkumpulan pengajian dilengkapi dengan refleksi dan pengenalan pribadi. Tempat ibadah seperti masjid, gereja dan pesantren yang merupakan lembaga sosial yang memiliki peranan strategis dalam meningkatkan kesehatan mental masyarakat. Kegiatan-kegiatan siraman rohani di tempat ibadah dapat dilengkapi dengan pengayaan tema peningkatan harga diri, kemampuan pengatasan masalah dan harga diri jamaah. Metode komunikasi pemuka agama kepada jamaahnya yang masih bersifat satu arah dapat diubah menjadi komunikasi dua arah yang sifatnya interaktif. (Kuntowijoyo,1991). d. Pengembangan di Rumah Sakit Menjadi pasien di rumah sakit merupakan pengalaman yang mendatangkan kesepian dan ketidakberdayaan. Pengalaman sakit merupakan salah satu penyebab munculnya stres akut yang dapat menurunkan daya imunitas pasien (Goleman, 2000). Keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan dapat memecahkan masalah di rumah sakit dengan cara meningkatkan keterampilan dokter dan perawat dalam membantu pasien mengelola emosi negatif dan
23 mengatasi kecemasan, depresi dan rasa pesimis pada diri pasien yang akan mempercepat waktu kesembuhan, mencegah munculnya gejala kekambuhan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Pengembangan keterampilan psikologis di rumah sakit dapat diarahkan pada peningkatan ketahanan individu, kemandirian dan harga diri. Hal ini dikarenakan adanya beberapa penyakit yang diderita oleh individu yang tidak teridentifikasi secara medik yang merupakan gejala somatisasi (Hadjam, 2004). Gejala ini adalah ekspresi ketidakberadayaan individu menghadapi tekanan hidup dengan mengkomunikasikan pengalaman. psikologis yang tidak mengenakkan ke dalam gejala-gejala fisik dan untuk meyakinkan orang lain bahwa dirinya sakit dengan jalan individu mencari bantuan medis untuk dirinya (Ford, 1986). E. Penutup Masalah-masalah yang terjadi di tengah kehidupan sehari-hari adalah hal yang biasa, namun apabila dialami oleh individu yang tidak memiliki keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan akan menyebabkan rendahnya mutu kesehatan mental individu. Individu yang tidak memiliki keterampilan psikologis ini menilai pengalaman yang tidak mengenakkan tersebut sebagai simbol bencana yang berat (Sutanto, 1998). Keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan memiliki keterkaitan yang besar dengan perwudjudan kesehatan mental. Keterkaitan tersebut terlihat dari orientasi peningkatan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan sejajar dengan konsep kesehatan mental, karena kesehatan diartikan sebagai status ketahanan emosi dan spiritual yang optimal dan mampu mengarahkan individu untuk menikmati hidup, mampu menahan tekanan, kekecewaan dan kesedihan (Department of Health, Social Services and Public Safety, 2003). Di sisi lain, peningkatan keterampilan psikologis juga memiliki kesesuaian dengan nilai-nilai kearifan lokal baik secara konseptual maupun secara praktis. Secara praktis peningkatan keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan dapat dikembangkan dan dioptimalkan melalui filosofi pendidikan ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri ~andayani, dari tingkat pendidikan formal, taman kanak-kanak hingga
24 perguruan tinggi juga melalui pendidikan non formal seperti di lingkungan tempat ibadah, lembaga sosial, karangtaruna, PKK dengan berbagai kegiatan. Hasil nyata peningkatan keterampilan psikologis dalam mewujudkan kesehatan mental sudah terbukti pada berbagai penelitian ilmiah (Hosman, 2002). Oleh karena itu praktisi yang bergerak dalam kesehatan mental dapat mulai mempertimbangkan pengembangan program peningkatan keterampilan psikologis dengan mengadakan berbagai macam studi piloting. Individu yang mempunyai keterampilan psikologis dalam menghadapi kehidupan akan dapat menyesuaikan dengan tuntutan dari dalam dirinya maupun dari lingkungan luar dirinya, sehingga tidak akan bertingkahlaku yang bertolak belakang dengan norma, nilai, kearifan lokal dan kaidah agama. Diharapkan perilaku yang negatif, konflik sesama generasi maupun berbeda generasi tidak akan tetjadi, akan tetapi justru perilaku tepo seliro, saling hormat menghormati, toleransi frustrasi dan penghargaan akan perbedaan, asah, asih dan asuh serta gemi nastiti ngatiati, ajo dumeh, ngono yo ngono ning ojo ngono dan bener tur pener selalu terwujud dan nampak dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan perwujudan keterampilan psikologis yang mendukung tumbuh dan berkembangnya mental yang sehat. Hadirin yang saya muliakan Perkenankanlah saya mengakhiri pidato pengukuhan ini dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan karunianya yang telah dilimpahkan kepada saya sekeluarga. Hanya karena ridha Allah semata, saya diberi kesempatan untuk menyampaikan pidato ini. Pada kesempatan ini saya ingin mengaturkan ucapan terima kasih kepada Majelis Wali Amanah, Majelis Guru Besar, Senat Akademis, Rektor dan para Wakil Rektor Senior dan Wakil Rektor, Tim penilai karya ilmiah saya, baik di Fakultas Psikologi maupun di Universitas Gadjah Mada yang membantu proses pengangkatan saya menjadi guru besar. Terima kasih juga kepada pemerintah RI, dalam hal ini diwakili Menteri Pendidikan Nasional yang mengesahkan pengangkatan guru besar.
25 Ucapan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam saya haturkan kepada guru-guru saya di SR, SMP, SMA dan Perguruan " Tinggi. Terima kasih kepada para guru, pembimbing sekaligus sebagai pengganti orangtua saya Prof. Dr. Sri Mulyani Martaniah, M.A. yang mendidik dan selalu memotivasi saya dengan kesabaran dan perhatian, kepada Prof. Dr. Siti Rahayu Haditono, Prof. Dr. Masrun, M.A., Prof. Drs. Su,trisno Hadi, M.A., Prof. Dr. Bimo Walgito, (aim) Prof. Dr. Sumadi Suryabrata, M.A.Ed.S. yang telah qlendidik, mengarahkan dan menyemangati saya dal~m berkiprah di Fakultas Psikologi UGM. Beliau-beliau adalah para guru-guru saya yang saya tauladani. Terima kasih kepada Prof. Johana Endang Prawitasari, Ph.D. yang telah memberikan mbtivasi, semangat dan memfasilitasi saya' sehingga dapat belajai" di AS. (internship dalam Clinical Psychology dan Sandwich Program untuk bidang cognitive neuropsychology) dalam rangka juga memperkaya studi literatur dan konsultasi dalam rangka untuk menyelesaikan program S3, demikian juga kepada Prof. Djamaluddin Ancok, Ph.D. yang telah mendorong dan memberi rnasukan yang banyak dan inspirasi serta untuk mengusulkan guru besar saya demi institusi psikologi Universitas Gadjah Mada yang tercinta. Prof Dr. Asief Hadipranata, Prof. Dr. Sartini Nuryoto dan Aim Prof. Dr. Sri Rahayu Partosuwido dan Aim Prof Dr. Dalil Adisubrata terima kasih atas birnbingan dan kerjasamanya. Terima kasih saya ucapkan kepada ternan sejawat Wakil Dekan Bidang Pendidikan dan Penelitian, Wakil Dekan Bidang Adminstrasi, Keuangan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, serta Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Kerjasama dan Alumni atas kerjasarnanya selama ini. Terima kasih saya sampaikan pula kepada ternan-ternan sejawat bagian psikologi klinis atas kerjasamanya selama ini. Seluruh ternan sejawat dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UGM atas dukungannya kepada saya dalam rnengernbangkan karir dan pengabdian saya. Terima kasih kepada seluruh mahasiswa Psikologi UGM atas kerjasama dan partisipasinya. Terirna kasih kepada Ternan-ternan sejawat Dekan-Dekan Fakultas di lingkungan Universitas Gadjah Mada atas dukungan dan kekompakan kita selama ini dalam duka dan suka cita dan kecerian dalam membawa amanah yang mulia. Demikian pula kepada seluruh Dekan Fakultas Psikologi VI, UNPAD dan UNAIR serta seluruh Dekan
I "I 1
-
26 Fakultas Psikologi Perguruan Tinggi Swasta di seluruh Indonesia, terirna kasih atas kerjasarnanya selarna ini dalarn rneningkatkan psikologi di Indonesia. Dernikan pula secara khusus saya rnengucapkan terirna kasih atas kerjasarnanya kepada ternan-ternan di Majelis DIKTI LITBANG PP. Muharnrnadiyah dan seluruh Rektor, Direktur dan Ketua beserta seluruh jajarannya yang ada di Perguruan Tinggi Muharnmadiyah seluruh Indonesia. Dernikian pula saya ucapkan terirna kasih kepada sehiruh Pengurus dan Direksi RS. PKU Muharnrnadiyah Yogyakarta dan seluruh jajarannya yang selarrta ini bersarna-sarna mengernbangkan dan rnernikirkan dalarn mengemban arnanah Persyarikatan. Selanjutnya saya sarnpaikan rasa terirna kasih dengan penuh rasa hormat dan tulus yang sedalarn-dalarnnya kepada kedua orangtua saya Ibunda Alrnarhurnah Hj. Marcharnah Hadjarn dan Bapaknda Alrnarhurn H. Hadjarn Hisyarn doa dan restu serta ridlo berdualah penyebab utarna segala sukses dalarn kehidupan yang anaknda alarni. Anaknda akan selalu ingat akan 3 warisan yang telah Bapak dan Ibunda berikan pada anakda yaitu Agarna-Aqidah, Kesehatan dan Pendidikan. Terirna kasih, sernoga jabatan Guru Besar yang anaknda sandang saat ini dapat rnernbahagiakan Ibu dan Bapak di surga yang penuh kenikrnatan..Kepada kedua rnertua yang saya hormati Alrnarhurn-Alrnarhurnah Bapak HR Sugihardjo BAE, saya haturkan terirna kasih yang dalarn-dalarnnya atas perhatian dan doa restu yang seJalu rnengiringi kehidupan karni sekeluarga. Kepada saudarasaudara tua kandung saya, saya ucapkan pula terirna kasih sedalarndalarnnya atas dukungan dan bantuan rnoril dalarn rnernbina karir akadernik saya ini, dernikian juga kepada ~audara-saudara ipar saya yang ada di Jakarta yang saat ini datang di Yogyakarta, terirna kasih yang sebesar-besamya atas dukungan dan bantuannya dalarn rnewujudkan cita-cita saya dan keluarga. Dernikian pula ucapan terirna kasih yang sebesar-besamya saya ucapkan kepada asisten-asisten saya, Wahyu Widhiarso, S.Psi dan Herlina Siwi Widiana, S.Psi., Psikolog atas bantuan dan kebersarnaannya dalarn setiap kegiatan, pelatihan dan penelitian Penghargaan dan terirna kasih yang tiada terhingga saya sarnpaikan kepada istri tercinta Dr. Sofia Retnowati Noor Rochrnan, MS yang selarna lebih dari 25 tahun rnendarnpingi saya dalarn suka dan
27 suka serta duka. Kepada anak-anakku yang tersayang, Muhammad Aulia Rahman dan Muhammad Bherbudi Wicaksono terima kasih atas segala pengorbanan dan pengertiannya serta keceriaan kita bersama. Mudah-mudahan suatu saat Insya Allah Engkau berdua dapat mengikuti jejak langkah orangtuamu ini. Ya Allah berikanlah kepada kami kemudahan untuk mendapatkan hikmah Mu, masukkanlah kami kepada golongan orang-orang yang sholeh, dan jadikanlah kami menjadi buah tutur yang baik-baik bagi orang.;orang kemudian, dan jadikanlah kami dapat mempusakai surga yang penuh kenikmatan Semoga Allah SWT selalu memberikan limpahan taufik, hidayah, rahmat dan innayah Nya kepada kita semua dan semoga kita selalu jauh dan terhindar dari segala penyakit dan fitnah, amin ya robbal' alamin Para hadirin yang saya mulyakan dan hormati, Akhimya terima kasih atas kesediaan dan kesabaran hadirin sekalian mendengarkan dan memperhatikan pidato ini sampai selesai, disertai mohon maaf sekiranya ada hal-hal yang kurang berkenan di hati hadirin sekalian. Sekian dan Terima kasih. Wabillahi taufiq wal hidayah Wassalamu 'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh.
28
Daftar Pustaka Ace, S. 2002, Memahami Life Skills. http://www.mediaindo.co.id Adimihardja, K. 2004. Sistem Pengetahuan dan Teknologi Lokal dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Jakarta: Humaniora American Psychiatric Association. 1984. Psychiatric Glossary. . Washington, D.C.: Author Ansel, D., Morse, J., NoHan, K.A., Hoskins, R. 2004. Life Skills Guidebook. Casey Family Programs. Bandura, A. 1997. Self Efficacy: The Execise of Control. New York: W.H Freeman and Company Bigelow, L. 2003. Promoting Mental Health And Wellbeing. www.togetherwedobetter.vic.gov.au Boeving. C. A. 2000. Adjustment to Childhood Chronic Illness: Prediction of Psychological Adjustment with an Investigation into Spiritual Coping. Thesis submitted to the Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University Braunstein, S., & Welch, C. 2002. Financial Literacy: An Overview Of Practice, Research, and Policy. Federal Reserve Bulletin, November 2002.445 - 457. Corey, M.S & Corey, G. 1992. Groups: Process and Practice. Pacific Grove: Brooks/Cole Publishing Company Covey, S. 1990. Seven Habits of Highly Effective People. New York: Simon & Schuster Inc. Department of Health, Social Services ~nd Public Safety. 2003. Promoting Mental Health Strategy and Action Plan. Department of Health, Social Services and Public Safety.2003 Promoting Mental Health: Strategy & Action Plan. Castle Buildings Belfast: BT4 3SJ Dymock, D. 2002. Adult learning, lifelong learning and learning communities. Response to Adult Learning in Australia. Consultation Paper Feather, N. T. 1997. Economic deprivation and the psychological impact of unemployment. Australian Psychologist, Vol. 32, 3745.
29 Fink, L.D. 2003. Creating Significant Learning Experiences. San Fransisco: John Wiley & Sons Fleming, J.E. and Offord, D.R. 1990. Epidemiology of childhood depressive disorders: A critical review. Journal of the American Academy Child and Adolescent Psychiatry, 29, 571-580 Ford, C.V. 1983. The Somatizing Disorder. Illness as A Way of Life. New York: Elsevier Science Publishing Co. Inc. Fromm, E. 1995. Menuju Masyarakat Sehat. Jakarta: Yayasan Obor Gazda, G.M, Childers, W.C & Brooks, D.K. 1987. Foundation of Counseling and Human Services. New York: McGraw Hill Ginanjar. R. 2001. Trend Information Technology dan Persiapan Kampus untuk Menghadapinya. Bandung, APTISI Wil. IV. Goleman, D. 2000. Kecerdasan Emosi. Jakarta: Gramedia Hadi, S. T. 2001, Menguatkan Life Skill dengan Modal Sosial, http://www.kompas.com Hadjam, N.R. 1992. Variabel-Variabel Psikologis Penentu Timbulnya Gangguan Somatisasi Pada Guru Sekolah Dasar Di Kodya Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Hadjam, N.R. 2003. Kepribadian Penderita Gangguan Somatisasi. Disertasi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM Hadjam, M.N.R., Retnowati, S., Widhiarso,W. 2003. Mencegah Penyalahgunaan Napza melalui "Kepercayaan, Kasih Sayang, dan Ketulusan (Serial Program Prevention Unit di SMU). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Hadjam.M.N.R., Retnowati. S, Widhiarso, W. 2004. Membangun Budaya Damai dan Anti Kekarasan di Sekolah. Melalui Salam, sapa dan Senyum . Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Hamilton, L V., Hoffman, W. S., Broman, C. L., & Rauma, D. 1993. Unemployment, distress, and coping: A panel study of autoworkers. Journal of Personality and Social Psychology, 65, 234-247. Hendricks, Pat, 1999, Incorporating Developmentally Appropriate Learning Opportunities to Assess Impact of Life Skill Development. Washington State University, http://ext.wsu.edu/
30 lif~skiHslhistory:htm Hobs,oQ,B & Scally, M. 1981. Life Skills Teaching. London: Mc Graw
gambling.Psychotherapy&Psychosomatics,63, 201-206.
¥inistry of E~ucation and Research. 2000. Quality Education And . , Competencies For Life. Norway: www.ibe.unesco.org Miraza, H., 2005. Ekonomi: Rakyat Menggugat. Waspada Online Nashir, H: 2003. Menggali Kearifan Menghalau Kerakusan. RepubHkaMinggu, 02 Maret 2003 Nelson, J. R 1991. Life Skills: Handbook. London: Cassel.
31 Netshifhefhe, A. 2002. A Study on The Preliminary Asseessment of Insight and Knowledge of Learners on a Life Skills Empowerment Program. Unpublished. Dissertation for MA Community Development in Social Work at Rand Afrikaans University . Parsons, K., Peters, P. 2000. Positive Adult Quality Of Life. School pf Family Studies and Human Services, K-State Research and Extension, Parsons, C. and Wekeley, P. 1991. Idioms of Distress : Somatic Responses to Distress in Everyday Life. Culture, Medicine and Psychiatry. 15. 111-132. Peace Corps. 2001. Life Skills Manual. .Washington: Peace Corps Center for Field Assistance and Applied Research Potgieter, M.C.1998. The social work process: Development to empower people. South Africa: Prentice Hall. Rakhmat, J. 1998. Manusia dan Agama. Bandung: Mizan Rakhmat, J. 2005. Meraih Kebahagiaan. Bandung : Simbiosa Rekatama Media Republika, 12 November 2003, Sakit Jiwa yang Mengancam Asia Rolf, J. & Johnson, J. 1990. Protected or Vulnerable: The Challenge of AIDS to Developmental Psychopathology, in Rolf, J., Masten, A.S., Chicheti, D., Nuechterleln, K.H., WeIntraub, (eds), Risk Factors in Development Psychopathology. Cambridge: Cambridge University Press Rooth, E. 1997. Introduction to Life Skills: hands-on Approaches to Life Skills Education. Hatvield : Via Afrika Samms, M. 2001. Establish Implement a National System For Monitoring The Developmental Implement A National System For Monitoring The Developmental Status Of Young Children Status Of Young Children. Carribbean Child Development Centre. Sarafino, E. P.1990. Health Psychology :Biopsychosocial Interactions. New York: John Wiley and Sons. Scanlon, W.J.. 2000.Medicare: More Beneficiaries Use Hospice; Many Factors Contribute to Shorter Periods of Use. Health Financing and Public Health Issues Schwab, D. P., Rynes, S. L., & Aldag, R. J. 1987. Theories And
i
32 Research On Job Search and Choice. Research in Personnel and Human Resources Management, 5, 129-166. Seligman, M.E.P., Schulman, B.S., DeRubeis, R.J., 1999. The Prevention of Depression and Anxiety. Prevention & Treatmen, V01.2,No.8. Seydel, E., Taal, E., Wiegman, O. 1990. Riskappraisal, Outcome and Self Efficacy Expectancies: Cognitive Factors in Preventive Behavior Related to Cancer. Psychology and Health. VolA, pp 99109 Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Smith, T.W. and William P. G. 1992. Personality and Health : Advantages and Limitations of the Five Factor Model. Journal of Personality and Social Science. June. No. 60 : 2-21. Stolz, P. 2004. Adversity Question. Jakarta: Intermedia Suara Hidayatullah, 01lXVI/Mei12003. Dunia Terancam Penyakit Jiwa. Suara Merdeka. 2000. Pendidikan dan Sakit Jiwa. 18 September 2000. Yogyakarta. Surjadi, C. 2004. Memetakan Kegiatan Life Skills Education (LSE) di Indonesia. The National Alliance for Multicultural Mental Health. 2000. The Mental Health of Refugee Children and Adolescents. www.wmhday.net Time Asia Magazine, 10 November 2003. Hidden Away Totten. 2000. Guys, Gangs and Girfriend Abuse. USA: Broadview Press. UNESCO. 2002. Education For a Culture af Peace. www.unesco.org UNICEF. 2000. Skills-Based Health Education to Prevent HIV/AIDS. www.unicef.org Valentiner, D.P., Holahan, C.J., Moos, R.H., 1994. Social Support, Appraisal of Event Controllability and Coping: An Integrative Model. Journal of Personality and Social Psychology. Vo1.66, No.6, 1094 - 1102 Warr, P. B., Jackson, P., & Banks, M. 1988. Unemployment and mental health: Some British studies. Journal of Social Issues, 44,47-68.
33 What is Mental Illness? www.optionsonline.org Whisman, M.A., & Kwon, P., 1993. Life Stress and Dysphoria. The Role of Self Esteem and Hopelessness. Journal of Personality nd Social Psychology, 65, 1054
-
1060
Widjatmiko, H. 2000. Hubungan Kemandirian dengan Minat Berwiraswasta Pada Mahasiswa. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Tidak Dipublikasikan Wiebe. D.J. 1991. Hardiness and Stress Moderation : A Test of Proposed Mechanisms. Journal of Personality and Social Psychology. 60. No.1, 89-99. World Health Organization. 2001. Regional Strategy For Mental Health. www.who.org World Health Organization. 2003. Investing In Mental Health. www.who.org Young, u.K. 2001. Evaluation of The Emotional and Social Well Being (Mental Health) Action Plan. Canberra: Department of Health and Aged Care, Australia Zarchin, J., Aung, T.M., Jenkins, J. 2001. Skills-based health education and Life Skills -The Myanmar Experience. Paper Zulfah, M. 2004. Laporan dari Pertemuan Forum Kesehatan Reproduksi DKI Jakarta IV. Makalah tidak diterbitkan
34 BIODA TA .'
~i
L
~ A
J\~.
c. Anak:
.
~ '
.
Nama
: M. Noor Rochman Hadjam Tempatffgl.Lahir : Yogyakarta, 22 April 1950 : Islam Agama NIP 130 787 642 Riwayat Keluarga a. Menikah 15 September 1979 b. Istri : Dr. Sofia Retnowati, MS (Bandung 19 Juni 1953)
1. Muhammad Aulia Rahman (Yogyakarta, 5 Oktober 1980) 2. Muhammad Bherbudi Wicaksono (Yogyakarta, 7 Oktober 1982)
Riwayat Pendidikan: a. b. c. d. e. f.
Sekolah Rakyat Muhammadiyah Purwodiningratan Yogyakarta Sekolah Menengah Pertama Negeri ill Yogyakarta Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah I Yogyakarta Sarjana Muda Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1974 Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, tahun 1977 Pasca SaIjana Psikologi Pendidikan dan Psikometri Universitas Gadjah Mada 1985 g. Doktor di bidang Psikologi, Universitas Gadjah Mada 2003. Pengalaman Pendidikan Tambahan
. .
· . .
1979: Post Graduate Course Bidang Psikologi Klinis di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Jakarta 1997-1998 : Sandwich Program di Oregon University USA Dalam Bidang Cognitive Neuropsychology 1991: Internship in Clinical Psychology di California USA (Camarillo State Hospital) 1991: Internship in Community Mental Health di Oxnorth and Ventura CA,USA 1992: Internship in Non Cognitive Assessment di Syracuse University New York USA
35 Pengalaman Pekerjaan
a. Pendidikan
. . . . .
..
1974- 1979 Asisten Dosen Pada Fakultas Psikologi UGM 1979 - Sekarang StafPengajar Program S.l Fakultas Psikologi UGM 1998- Sekarang Dosen Pasca Sarjana Psikologi UGM 2002 - Sekarang Dosen Program Pra Pasca Sarjana Psikologi UGM 2000 - 2003 Dosen Program Profesi Psikolog UGM 2002 - 2003 Dosen Prog~amEkstensi pada Fakultas Psikologi UGM 2004-SekarangDosenProgramDoktor FakultasPsikologiUGM
b. ManajemenlAdministrasi
.
1986- 1996AsistenPembantuDekanI UGM
. . .
1987- 1991 Sekretaris Bagian Psikologi Klinis UGM 1991 - 1996 Ketua Bagian Psikologi Klinis UGM 1983 - 1989 Diperbantukan Menjadi Pembantu Dekan. I Bidang Akadernis pada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta-Jawa Tengah 2003 - 2004 Pengelola Program Pasca Sarjana (S2-S3) Fakultas
.
PsikologiUGM
.
2004- sekarang Dekan Fakultas Psikologi Uinversitas Gadjah Mada Y ogyakarta
.
. . . . .
Sejak tahun 1989-1995. Koordinator Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba di SMU se DIY (Kerjasama Fakultas Psikologi DGM, Polda DIY, Kehakiman, Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial DIY) Sebagai anggauta Majelis DIKTI PP Muhammadiyah periode 1990-1995 Sebagai Sekretaris Majelis DIKTI PP. Muhammadiyah periode 19952000 Sebagai Bendahara Majelis DIKTI LITBANG PP. Muhammadiyah periode2000-sekarang Sebagai Wakil Ketua Pengurus RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode 1997-2000 Sebagai Ketua Pengurus RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode 2000-2003
36
.
. .
Sebagai Ketua Pengurus RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode 2003-2007 Sebagai Ketua Tim/Konsultan Pembentukan Prevention Unit di SMA seluruh Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Sebagai Ketua Tim/Konsultan Dalam Membangun Sekolah Berbudaya Damai dan Anti Kekerasan. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
c. Kegiatan di Luar Fakultas Psikologi UGM
.
. .
. . .
. . .
Sebagai Penatar Bimbingan dan Konseling bagi Dosen-dosen PT. seluruh Indonesia tahun 1981-1985 (Tingkat Nasional). Sebagai Trainer Manajemen Stres Pada Persiapan Puma Tugas Bagi Karyawan Tingkat Manajer PT. Arun di Hotel Garuda Yogyakarta Sebagai Trainer Manajemen Stres Pada Persiapan Puma Tugas Bagf Karyawan Tingkat Manajer PT Badak di Hotel Melia Yogyakarta Sebagai Trainer Manajemen Stres dan Kebermanaan Hidup Pada Persiapan Puma Tugas Bagi Karyawan Tingkat Manajer Pertamina Jakarta dan Prabumulih di Hotel Garuda Yogyakarta Sebagai Trainer dan Pencerahan Masalah Perkawinan di Usia Paruhbaya Pada Suami-Istri Manajer (PCIM) di Lembaga Pendidikan Perkebunan Kampus Yogyakarta Sebagai Trainer dan Pencerahan Komunikasi Efektif pada Kursus Manajer Tingkat Pertama di Lembaga Pendidikan Perkebunan Kampus . Yogyakarta Sebagai Trainer Manajemen Stres, Post Power Syndrome dan Kebermanaan Hidup pada Puma Bakti Karyawan Pertamina. Indotrain Consultant. Sebagai Trainer pada Pelatihan Menghadapi Masa Pensiun PT Vico Indonesia 2004 Sebagai Trainer pada Pelatihan Puma Tugas PT. Badak. fudotrain Consultant di Surabaya.
37 I
.
KegiatanIPenelitian (terakhir)
.
Hadjam, M.N.R, 2001. Efektivitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan Di Rumah Sakit (Perspektif Psikologi), Journal Psikologi Ed. Tahun xxvm
.
Nuralita, A dan Hadjam,
M.N.R. 2002. Kecemasan Rawat Inap Ditinjau
dari Persepsi Tentang Layanan Keperawatan di Rumah Sakit. Anima Indonesian Psychological Journal. 2002. Vol. 17, No.2 . Rahnawati. D.V, Hadjam, M.N.R., Afiatin. T. 2002. Hubungan Antara Kecenderungan Perilaku Meng~kses Situs Porno dan Religiusitas Pada Remaja. Journal Psikologi. No.1, Juni . Derni dan Hadjam, M.N.R, 2002. Perbedaan Profil Ciri Sifat Kepribadian Antara Penderita Epilepsi Tipe Grand Mal Dengan Bukan Penderita Epilepsi. Anima. Indonesian Psychological Journal. Juli Vol. 17 No.4 . Zainurrofikoh dan Hadjam, M.N.R. 2001. Hubungan Antara Kebermanaan Hidup Dengan Harga Diri Pada Mahasiswa. Journal Psikodinamik. The Indonesian Journal of Psychology. Juli Vol. 3 No.2 . Hadjam, M.N.R., Martaniah Sri.M., Prawitasari, J.E.P., Masrun. 2004. Peran Kepribadian Tahan Banting Pada Gangguan Somatisasi. Anima, Indonesian Psychological Journal. Januari, Vol 19, No.2 . Hadjam, M.N.R, Tuhulelley, S., Mualiddin, I., Hidayat, B, Putra.H.A, Alhujaj.A. 2001. Pencegahan Mahasiswa dari Bahaya Penyalahgunaan Napza. Direktorat Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Nasional. . Hadjam, M.N.R, 2000. Tinjauan Psikologis Tentang Kanker. Laporan Penelitian. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada . Hadjam, M.N.R. 1997. Profil kepribadian Mahasiswa. Laporan Penelitian. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada . Hadjam, M.N~R. 1994. Hubungan Antara Kepribadian Hardines Dengan Stres Terhadap Kejadian Kehidupan. Laporan Penelitian. Fakultas . Psikologi UGM
.
Hadjam,
M.N.R. dan Retnowati, S. 1993. Variabel Psikologis Penentu
Timbulnya Gangguan Depresi, Laporan Penelitian. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada · Hadjam, M.N.R. 1992. Variabel Psikologis Penentu Timbulnya Gangguan Somatisasi 1992. Laporan Penelitian. Fakultas Psikologi
38
· . . ·
Universitas Gadjah Mada Mayasari, F, Hadjam, M.N.R., Andayani,B. 2000. Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran Ditinjau Dari Harga Diri Berdasarkan Jenis Kelamin. Jumal Psikologi 2000 Hadjam, M.N.R. 2003. Peranan Kepribadian dan Stres Kehidupan terhadap Gangguan Somatisasi. Jumal Psikologi Juni 2003. No. 1.36-56
Hadjam, M.N.R. dan Nasirudin.A. 2003. Peranan Kesulitan Ekonomi, Kepuasan Kerja dan Religuisitas Terhadap Kesejahteraan Psikologis. Jumal Psikologi . No. 2.72-80 Hadianto, N dan Hadjam, M.N.R. 2003. Asertivitas terhadap Pemenuhan Informed Consent dan Toleransi Stres Pasien. GAMA SAINS, Jumal Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Vol. V. No.3 September.
Menyajikan Makalah.( terakhir)
·
M. Noor Rochman Fladjam, 1996. Euthanasia Suatu Tinjauan Psikologis,
Disajikan Dalam Seminar Ilmiah. Euthanasia, Adalah Hak dan Mati Seseorang PenderitaiUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta.
· . .
M. Noor Rochman Hadjam, 2003. Membangun Pola Pikir Positip Dalam Rangka Menghantarkan Umat Pada Kondisi Rukun dan Damai. Diselenggarakan Oleh Bakeslinmas Pemerintah Prop. DIY. M. Noor Rochman Hadjam. 2003. Substance Abuse Prevention Program: A Review of The Research. Disajikan dalam International Drug Education in School Conference, Queensland, Australia, September
M. Noor Rochman Hadjam. 2003. Perubahan Nilai dan Kesehatan Mental. Seminar Pola Hubungan Terapis .Klien : Pendekatan Budaya dalam Penanganan Masalah Psikologis. Bagian Psikologis Klinis UGM.
.
M. Noor Rochman Hadjam, 2000. Peranan Hubungan Interpersonal Dalam Pelayanan Prima. Dalam Seminar Nasional Menuju Paradigma Sehat Dengan Pelayanan Prima. RSVP Dr. Sarjito.
.
M. Noor Rochman
.
dan Bayi. Dalam Disajikan Dalam Seminar Sehari RS.PKU Muhammadiyah Yogyakarta. M. Noor Rochman Hadjam, 2005. Profisiensi Mahasiswa Baru. Disajikan Dalam Kegiatan Lokakarya Sosialisasi Pembelajaran Di Perguruan Tinggi. UIN. Sunan Kalijaka. Yogyakarta.
Hadjam,
2005.
Perkembangan
Psikologis
Pada Janin
39
.
M. Noor Rochman Hadjam. 2005. Dunia Kerja dan Skill Yang Dibutuhkan. Disajikan Dalam Dies Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Fakultas Psikologi UMP.
Karya, Tu/is
.
.
.
.
Prawitasari, J.E, Hadjam, M.N.R., Atamimi.N, RetnowatLS. UtamLM.S, Hasanati.N., Ramdhani,N., Subandi (ed). 2002. Psikoterapi (Pendekatan Konvensional dan Kontemporer). Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM. Hadjam. M.N.R. dkk:2002. Modul Pelatihan Pencegahan Siswa dari Bahaya Penyalahgunaan Napza. Departemen Pendidikan Nasional. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Hadjam. M.N.R., Retnowati, S., Widhiarso,W. 2003. Mencegah Penyalahgunaan Napza melalui "Kepercayaan, Kasih Sayang, dan Ketulusan (Serial Program Prevention Unit di SMU) Departemen Pendidikan Nasional. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Hadjam. M.N.R., RetnowatLS, Widhiarso, W. 2004. Membangun Budaya Damai dan Anti Kekarasan di Sekolah. Melalui Salam, sapa dan Senyum .(Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah)
Kegiatan Lain
.
.
Anggota HIMPSI
Koordinator LITBANG Forum Pendidikan Anak Usia Dini DIY
Penghargaan
.
. .
Dosen Teladan II Fakultas Psikologi UGM Satyalancana Karya Satya XX Tahun 2003
PenghargaanKesetiaan25 tahunPadaUniversitasGadjahMada2004