Pemetaan hukum dalam UU di Indonesia tentang kesetaraan perempuan dalam hal pekerjaan
Law
Provision (English)
Provision (Bahasa Indonesia)
Comments
Ketentuan Hukum tentang Diskriminasi dan Kesetaraan Kesempatan untuk Perempuan di Tempat Kerja Manpower Act, Law No. 13 of 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Article 4 (b): Creating equal opportunity and providing manpower (supply of manpower) that suits the need of national and provincial/ municipal developments; Article 5: Any manpower shall have the same opportunity to get a job without discrimination. Article 6: Every worker/ laborer has the right to receive equal treatment without discrimination from their employer Elucidation of Article 5: Every person who is available for a job shall have the same right and opportunity to find a decent job and to earn a decent living without being discriminated against on ground of sex, ethnicity, race, religion, political orientation, in accordance with the person‟s interest and capability, including the
Pasal 4b: mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuaidengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah. Pasal 5: Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh Pekerjaan. Pasal 6: Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi daripengusaha. Penjelasan pasal 5: Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperolehpekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras,agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yangbersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Penjelasan pasal 6: Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakanjenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.
Pasal 4 (b) berisi prinsip umum UU yang menunjukkan komitmennya untuk menyediakan kesetaraan kesempatan kerja bagi semua warga Indonesia. Untuk mencapai tujuan ini, pasal 5 dan 6 melarang diskriminasi terhadap calon pekerja yang sedang mencari pekerjaan maupun pekerja yang sudah menjalin hubungan kerja. Penjelasan pasal 5 dan 6 menerangkan tentang alasan diskriminasi. Namun, UU No. 13 tahun 2003 secara langsung menyediakan daftar diskriminasi tanpa menjelaskan istilah diskriminasi itu sendiri. Untuk memahaminya, kita perlu membandingkan UU ini dengan CEDAW atau Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi. CEDAW dan Konvensi ini menjelaskan tentang jenis-jenis tindakan yang merupakan tindak diskriminasi yang mencakup alasannya. Jadi definisi yang ada dalam konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia diperlukan untuk mendukung pemahaman tentang diskriminasi dalam UU nasional. Di samping itu, UU No. 13 tahun 2003 menyebutkan alasan diskriminasi dalam penjelasannya dan bukan dalam batang tubuh
provision of equal treatment to the disabled. Pasal 190 Elucidation of Article 6: Entrepreneurs are under an obligation to give the worker equal rights and responsibilities without discrimination based on sex, ethnicity, race, religion, skin color and political orientation. Article 190 (1) of the Law provides administrative sanctions for the violations of article 5 and article 6,
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
Article 190 (2) provide types of administrative sanctions that a. teguran; could be imposed: b. peringatan tertulis; a. rebuke c. pembatasan kegiatan usaha; b. written warning d. pembekuan kegiatan usaha; c. limitation of the types of e. pembatalan persetujuan; business activities d. freeze business activites
f. pembatalan pendaftaran;
e. cancelation of agreement
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
f. cancelation of registration g. temporal suspension part of/all of production‟s instruments
h. pencabutan ijin. (3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
UU tersebut. Nomor 176 dan 177 dalam Lampiran I UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa penjelasan berfungsi sebagai interpretasi remsi tentang norma-norma yang diberikan dalam batang tubuh UU, dan ia tidak dapat menyediakan norma. Di sisi lain, alasan diskriminasi tidak dapat dipisahkan dari jenis tindakan y ang merupakan tindak diskriminasi. Baik alasan maupun tindakan yang merupakan tindak diskriminasi diperlukan untuk memahami sepenuhnya peran dan kewajiban pengusaha. Oleh karena itu, alasan tersebut perlu dimasukkan dalam batang tubuh UU beserta tindakan tersebut agar dapat mencegah pelaksanaan yang tidak jelas dan untuk mendukung penegakan hukum. Di samping itu, UU No. 13 tahun 2003 tidak secara eksplisit menyebutkan bentuk-bentuk diskriminasi langsung dan tak langsung sebagai jenis diskriminasi yang dilarang. Walaupun pasal 190 menetapkan sanksi terhadap pelanggaran pasal 5 dan 6, namun tidak jelas apakah UU derivatif telah dikeluarkan atau belum.
h. permit withdrawal
lanjut oleh Menteri
Article 190 (3) delegates the detailing of types of administrative sanctions to the derivative regulations
Law No 21 of 1999 to ratify ILO Convention no 111
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvesi ILO No. 111 Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan
Article 1: For the purpose of this Convention the term discrimination includes-(a) any distinction, exclusion or preference made on the basis of race, color, sex, religion, political opinion, national extraction or social origin, which has the effect of nullifying or impairing equality of opportunity or treatment in employment or occupation
Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini, istilah "diskriminasi" meliputi : a. setiap perbedaan, pengecualian atau pilihan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal dalam masyarakat, yang akibatnya menghilangkan atau mengurangi persamaan kesempatan atau persamaan perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan
UU ini menyediakan definisi yang jelas tentang diskriminasi yang dapat digunakan untuk mendukung UU Ketenagakerjaan dan menyediakan perlindungan dari diskriminasi atas dasar jenis kelamin. Walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO no. 111, penerapan UU internasional secara langsung di tingkat nasional tampaknya agak berarti dua atau ambiguous. Sebagai contoh, walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No 87 tentang Kebebasan Berserikat, namun Konvensi jarang digunakan oleh para hakim sebagai sumber UU saat mengambil keputusan terkait kasus-kasus perburuhan. Ada perdebatan yang berkepanjangan di kalangan pakar Indonesia tentang bagaimana pernjanjian internasional perlu diterapkan dalam UU nasional – yaitu apakah Indonesia memiliki sistem monis atau dualis terkait status konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia.
Human Rights Act of 1999 (Law No.39 of 1999) Undang-Undang Republik
Article 1 point 3 Discrimination is every limitation, harassment, or exclusion, which directly or
Pasal 1 angka 3 Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
Secara umum, UU ini menyediakan larangan umum terhadap diskriminasi langsung maupun tak langsung (misalnya) atas dasar jenis kelamin tapi UU ini atau peraturan
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
indirectly based on human distinction on the grounds of religion, ethnicity, group, class, social status, economical status, sex, language, political beliefs, which impacted to reduction, deviation or elimination, recognition, implementation or utilization of human rights and fundamental freedoms in life, both individual and collective in the field of politic, economy, social, culture and other life aspects.
pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin,bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasardalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Article 3 (3): Everybody has the right to the protection of human rights and fundamental freedom without discrimination
Pasal 3 ayat (3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi
Article 49: (1) Woman has the right to choose, to be chosen, and promoted in the employment, job, and profession according to the law. (2) Woman has the right of special protection in doing her work or profession towards hazardous threat to her
Pasal 49: (1) Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesisesuai dengan persyaratan dan peraturan perundangundangan. (2) Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaanpekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan danatau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita. (3) Hak khusus yangmelekat pada diri wanita dikarenakan fungsi
pelaksanaannya tidak menjelaskan tentang definisi bentuk-bentuk diskriminasi „langsung‟ maupun „tak langsung‟. Setiap individu dan UU tau peraturan tentang hak asasi manusia menurut UU ini, mewajibkan setiap orang dan lembaga untuk mematuhinya. Pasal 49 menyediakan perlindungan yang baik bagi perempuan di tempat kerja dan perlindungan untuk hak-hak reproduksi. Walaupun ia tidak menyediakan hak-hak khusus terkait kesetaraan dalam konteks pekerjaan. Dalam hal pelanggaran atas pasal-pasal ini, konsekuensi atau sanksiatas pelanggaran UU ini harus mengacu pada UU terkait. Untuk pasal-pasal ini, UU terkait tersebut adalah UU Ketenagakerjaan. Setiap pengusaha yang melakukan diskriminasi terhadap pekerja dapat dihukum sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan, yang tercantum dalam baris pertama tabel ini.
reproductive function. (3) Distinct rights which inherently exist in woman is due to her reproductive functions, are guaranteed and protected by the law. In the elucidation of Article 49, what constitutes as special protection of reproductive functions are health care related to menstruation, pregnancy, giving birth, and breastfeeding. Ministry of Manpower and Transmigration Circular Letter No.SE/60/MEN/SJHK/2006, on the 10th February 2006
Issuance of Guidelines on Issuance of Equal Employment Opportunity Guidelines
reproduksinya, dijamindan dilindungi oleh hukum. Penjelasan pasal 49: Yang dimaksud dengan “perlindungan khusus terhadap fungsi reproduksi” adalahpelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid, hamil, melahirkan, dan pemberiankesempatan untuk menyusui anak.
Kesempatan dan Perlakuan yang Sama Dalam Pekerjaan.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.SE/60/MEN/SJHK/2006, 10 Februari 2006Tentang Panduan Kesempatan dan Perlakuan Yang Sama Dalam Pekerjaan di Indonesia.
Pedoman sukarela untuk pengusaha tentang Peluang Kerja yang Adil dan Kesetaraan Perlakuan dalam hal Pekerjaan dan Jabatan di Indonesia tahun 2005. Pedoman ini menyediakan arahan dan panduan bagi pengusaha sektor swasta. Untuk mengisi kesenjangan dalam UU Ketenagakerjaan, Pedoman ini difokuskan pada kesetaraan gender dan berisi definisi yang jelas tentang diskriminasi langsung maupun tak langsung
Hak Reproduksi, Pengupahan, dan Mempekerjakan Pekerja Perempuan setelah jam 11 malam Manpower Act, Law No. 13 of 2003 Undang-Undang Republik
Art 82 - Female workers/ laborers are entitled to a 1.5 (one-and- a-half) month period of rest before the time at which
Pasal 82: (1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1, 5 (satu setengah)bulan sebelum saatnya
Menyediakan cuti persalinan dan cuti keguguran dengan upah. Menerapkan sanksi kriminal terhadap
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
they are estimated by an obstetrician or a midwife to give birth to a baby and another 1.5 (one-and-a-half) month period of rest thereafter. (2)A female worker/ laborer who has a miscarriage is entitled to a period of rest of 1.5 (one-and-a-half) months or a period of rest as stated in the medical statement issued by the obstetrician or midwife. Article 84 – provide for full paid leave for this time away from work. Article 185 (1) and article a87 (1) provides criminal sanctions for the violations of article 82 and 84
melahirkan anak dan 1, 5 (satu setengah) bulan sesudahmelahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. (2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperolehistirahat 1, 5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokterkandungan atau bidan. Pasal 84: Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82berhak mendapat upah penuh. Pasal 185 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) Pasal 187 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71
pelanggaran
ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Manpower Act, Law No.13 of 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Manpower Act, Law No.13 of 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Manpower Act, Law No.13 of 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Article 84: Obligation for employers to pay full remuneration to women during their 3 months of maternity leave
Pasal 84: Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82berhak mendapat upah penuh.
Masalahnya bahwa hanya pengusaha yang berkewajiban untuk membayar biaya penyediaan cuti persalinan. Ini membuat kenaikan biaya untuk mempekerjakan perempuan dibandingkan laki-laki dan ketentuan cuti persalinan sering tidak dipatuhi
93 (4) (e) - If a workers/laborers‟ wife gives birth or suffers a miscarriage, shall be entitled to receive a payment for 2 (two) days;
Pasal 94 ayat 4(e): isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
Kurangnya cuti untuk suami atau paternity leave (hanya 2 hari) menghambat upaya untuk mewujudkan kesetaraan substantif bagi perempuan karena cuti ini hanya ditekankan pada peran tunggal perempuan untuk mengasuh anak-anak dan dapat mempengaruhi persepsi menyeluruh tentang biaya yang tinggi bila mempekerjakan pekerja perempuan
Article 153 (i) prohibits termination of employment based on sex and marital status. Employer must rehire anyone dismissed on this basis
Pasal 153 Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan (i)karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
Perlindungan yang baik terhadap pemecatan atas dasar jenis kelamin dan status pernikahan, dan alasan persalinan.
Article 187 (1) provides criminal sanction for the violation of this provision
Article 153 (e) prohibits termination of female workers
Namun, UU No. 13 tahun 2003 tidak menyediakan sanksi apapun untuk memastikan ketentuan ini ditegakkan
Manpower Ministerial Decree No. PER03/MEN/1989 on Prohibition of the Termination of Female Workers because of Marriage, Pregnancy, or Giving Birth. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I Nomor: PER03/MEN/1989 Tentang Larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Bagi Pekerja Wanita Karena Menikah, Hamil, atau Melahirkan
because of pregnancy, giving birth to a baby, having a miscarriage, or breast-feeding the baby
Pasal 153 (e): pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
Art 3. Employers are prohibited from dismissing female workers due to marriage, pregnancy or childbirth, and this applies to both permanent and temporary workers. The regulation also outlines several obligations of employers in dealing with pregnant workers, including the obligation to reassign pregnant women to different duties where necessary, If the employer fails to arrange for substitution of work, then longer maternity leave must be given
Pasal 3: Pengusaha wajib merencanakan dan melaksanakan pengalihan tugas bagi pekerja wanita tanpa mengurangi hak-haknya bagi perusahaan yang karena sifat dan jenis pekerjaannya tidak memungkinkan mempekerjakan pekerja wanita hamil.
Article 6 provides criminal sanctions for the violation of article 1, 2, 3 and 4 of the Decree with maximum 3 months in prison or maximum fine of idr 100.000 in line of the article 17 Law No. 14/1969 Joint Decree between Ministry of Women Empowerment, Department of Health and Department of Labor
Women must be allowed time to breastfeed their babies where applicable
Pasal 6: Bagi pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 1, pasal 2, pasal 3, dan pasal 4 diancam dengan hukuman kurungan selama-larnanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah sesuai pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja.
Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja
Sanksi kriminal disediakan dalam Keputusan Menteri bila gagal mematuhi pasal 1-4. Hal ini dimungkinkan karena Keputusan ini sesuai dengan pelaksanaan pasal 17 UU No. 14 tahun 1969 tentang Ketenagakerjaaan. Namun, UU No. 14 tahun 1969 diganti dengan UU No. 13 tahun 2003, sehingga sanksi tersebut tidak berlaku lagi, walaupun ketentuan ini masih berlaku selama belum diatur dalam UU No. 13/2003, termasuk pasal 3, yang menyediakan ketentuan yang lebih terperinci.
Tidak ada sanksi untuk menegakkan ketentuan ini sehingga petugas pengawas tenagakerja sering kesulitan mengajukan kasus terhadap seorang pengusaha yang gagal mematuhi ketentuan tentang pemberian ASI
Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan (No. 48/Men.PP./XII/2008; No. Per.27/MEN/XII/2008; No. 117/Menkes/PB/2008) Manpower Act, Law No.13 of 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Article 83: Employers are under an obligation to provide proper opportunities to female workers whose babies still need breastfeeding to breastfeed their babies if that must be performed during working hours Elucidation of Article 83: what is meant by providing proper opportunities to female workers to breast-feed their babies if that must be performed during working hours are periods of time provided by the employers to breastfeed their babies by taking into account the availability of a place/room that can be used for such a purpose according to the employers‟ condition and financial ability, which shall be regulated in the company regulation or collective
Pasal 83: Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktukerja. Penjelasan pasal 83: Yang dimaksud dengan kesempatan sepatutnya dalam pasal ini adalah lamanya waktu yang diberikan kepada pekerja/buruh perempuan untuk menyusui bayinya denganmemperhatikan tersedianya tempat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuanperusahaan, yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
UU No. 13 tahun 2003 tidak menyediakan sanksi untuk mendukung penegakan ketentuan ini secara tepat Ketentuan dalam penjelasan pasal ini sebenarnya dapat digunakan sebagai alasan bagi pengusaha untuk tidak mematuhi ketentuan ini. Dengan memfasilitasi pekerja perempuan untuk memberikan ASI kepada bayi mereka selama kerja, pengusaha dapat membantu mereka dalam mempertahankan pekerjaan dan memberi mereka kesempatan yang lebih baik di tempat kerja yang kompetitif untuk terus bekerja walaupun mereka harus memberikan ASI
bargaining agreement Government Regulation No 33 of 2012 on Exclusive Breastfeeding Program Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
Article 30: (1) Workplace and public facilities management must support Exclusive Breastfeeding Program.
Pasal 30: (1) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung program ASI Eksklusif.
(2) The provision on supporting Exclusive Breastfeeding Program as mentioned in point (1) is implemented according to company regulation, or through collective bargaining agreement between trade union and employer.
(2) Ketentuan mengenai dukungan program ASI Eksklusif di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
(3) Workplace management and public facilities operator must provide special facility for breastfeeding and/or breast milk pumping adjusted to the company's ability
(3) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.
Article 34: employers obliged to give opportunity for female workers to breastfeed their baby and/or breast milk pumping during working period at the workplace Article 35: employers obliged to establish an internal regulation to support successful exclusive breastfeeding program Article 36: employer who
Pasal 34: Pengurus Tempat Kerja wajib memberikan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di Tempat Kerja
Walaupun Peraturan Pemerintah mengharuskan pengusaha untuk menyediakan fasilitas dan waktu bagi pekerja perempuan untuk menyusui bayi mereka atau memompa ASI di tempat kerja, Pasal (3) mengulang penjelasan pasal 83 UU No. 13 tahun 2003 yang dapat digunakan sebagai justifikasi bagi pengusaha untuk tidak memathui ketentuan ini hanya dengan menunjukkan bahwa mereka tidak mampu menyediakan fasilitas/waktu yang tepat. Seperti halnya pasal 83 UU No. 13 tahun 2003, Peraturan Pemerintah ini tidak menyediakan standar minimum khusus tentang kebutuhan fasilitas dan/atau waktu yang harus disediakan pengusaha. Peraturan ini perlu menyebutkan kriteria yang jelas tentang jenis bukti yang dibutuhkan untuk menunjukkan ketidakmampuan pengusahauntuk memenuhi ketentuan ini. Beberapa langkah yang jelas untuk membantu pengusaha mematuhi ketentuan ini, bila mereka tidak dapat segera mematuhi ketentuan, juga tidak ada.
Walaupun melampaui UU No 13 tahun 2003 dalam hal menyediakan sanksi, pasal 36 Peraturan Pemerintah ini membutuhkan UU lain untuk melaksanakan sanksi tersebut, dan tidak jelas UU mana yang akan digunakan untuk menerapkan sansksi ini karena Pasal 35: Pengurus Tempat Kerja dan penjelasannya hanya menyebutkan UU penyelenggara tempat sarana umum wajib membuat peraturan internal yang kesehatan generik, dan tidak menjelaskan tentang UU khusus tersebut. Oleh karena itu, mendukung keberhasilan program penegakannya masih lemah. pemberian ASI Eksklusif.
doesn‟t implement his/her obligations in Article 30 (1) and (3) or Article 34 will be given sanctions according to the applicable laws. Elucidation of article 36: the applicable laws means the laws on the field of health
Pasal 36: Setiap pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (3), atau Pasal 34, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan interview yang diadakan, pelaksanaan UU dan peraturan tentang pemberian ASI bervariasi. Tidak semua perusahaan menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui atau fasilitas yang ada tidak memadai.
Penjelasan pasal 36: Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. Manpower Act, Law No.13 of 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Articles 81 and 93 (2) b, and 93 (5) provides for menstruation leave. Women who suffer menstruation pain are entitled to two days paid leave per cycle. Article 186 (1): provides criminal sanction for the violation of article 93
Pasal 81: Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukankepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Pasal 93 Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerjasebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut (2b): pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masahaidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; Pasal 93 (5): Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerjabersama.
Pengaturan terperinci tentang pelaksanaan cuti haid tidak diatur dalam UU ini, tapi akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama (KKB). Ini menimbulkan praktek yang berbeda dalam hal pelaksanaan UU ini dan tidak ada transparasi dalam hal persyaratan hak cuti. Beberapa perjanjian kerja, peraturan perusahaan, tatau KKB tidak mewajibkan adanya surat dokter. Namun pada prakteknya, permepuan umumnya hanya berhak memperoleh upah selama cuti jika mereka menyediakan surat dokter. Di samping itu, beberapa pengusaha bahkan membayar upah tambahan 2 hari bagi perempuan jika mereka tidak mengambil hak cuti mereka. Ketentuan ini dapat dianggap sangat protektif terhadap perempuan – sehingga menimbulkan diskriminasi di pasar tenagakerja.
Pasal 186 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) Manpower Act, Law No.13 of 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Art 76 (3) and (4): Employers who employ women workers at night (11 pm to 7 am) are required to provide their female employees with nutritious food, drinks and roundtrip transportation to and from work and to maintain „decency, morality and security‟ in the workplace during these late hours Article 187: provides criminal sanctions for employers who violate article 76: minimum 1 (one) month in prison and maximum 12 (twelve) months and/or minimum fine Rp 10.000.000 (ten million Rupiah) and maximum Rp 100.000.000 (a hundred
Pasal 76: (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib : a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. (4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Pasal 187: (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat
Berdasarkan interview yang diadakan, beberapa perusahaan memberi upah untuk cuti haid tapi memaksa pekerja perempuan untuk tetap bekerja. Perusahaan tidak menyediakan opsi bagi pekerja untuk memperoleh cuti sewaktu haid.
Ketentuan tentang tunjangan ini – makanan, minuman dan transportasi – bagi perempuan yang bekerja di malam hari mendukung persepsi perempuan sebagai pihak yang lebih lemah, rentan dan kurang mampu bila dibandingkan laki-laki. Pada kenyataannya, bekerja di malam hari tidak sehat bukan hanya bagi perempuan karena anggapan salah bahwa perempuan pada hakekatnya lebih lemah, tapi juga bagi laki-laki karena faktor kelelahan dan stres. Tunjangan ini juga dpaat dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap laki-laki. Namun kita perlu secara tegas memiliki ketentuan untuk mempertahankan kesopanan dan keselamatan bagi keamanan pekerja perempuan karena mereka sering dilecehkan di tempat kerja. Sayangnya, pasal-pasal terkait tidak menyediakan definisi tentang kesopanan dan moralitas serta merinci tentang cara
million Rupiah).
Manpower Act, Law No.13 of 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Art 76. Prohibition of work at night (if advised by a doctor that night work would be detrimental to the woman‟s health) Verse 2: Entrepreneur is not allowed to employ pregnant worker which according to doctor, could be detrimental for her health and her fetus if working from 11.pm – 07 am.
(2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan palingbanyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerja perempuan yang bekerja pada jam-jam yang disebutkan.
Pasal 76(2): Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupundirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
Tindakan protektif untuk melindungi ibu dan janin mereka dari kondisi kerja yang merugikan. (ketentuan positif)/tindakan positif
Pasal 2: (1). Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
Keputusan ini menyediakan penjelasan yang lebih spesifik dibandingkan UU
Di samping itu, jika ketentuan ini mengatur tentang kewajiban pengusaha untuk menyediakan fasilitas khusus bagi pekerja perempuan, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa pengusaha akan membatasi peluang pekerja perempuan untuk bekerja lembur di malam hari. Mereka lebih suka memberi lembur kepada pekerja laki-laki, karena UU ini tidak mewajibkan mereka menyediakan fasilitas untuk pekerja laki-laki. Untuk mencegahnya, UU ini perlu juga meminta pengusaha untuk menyediakan fasilitas bagi semua pekerja yang bekerja pada jam-jam tersebut.
Article 187 provides sanction for the violation of this article 76 Manpower Ministerial Decree no 224 of 2003
Article 2: (1). Employer who employ female worker/labor
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP. 224 /MEN/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00
between 11.00 pm until 07.00 am is obliged to : a. provide nutritious food and drinks; b. maintain decency and security in workplace. (2). Employer is obliged to provide shuttle transportation for female worker/labor who go to work and go back home between 11.00 pm until 05.00 am. Article 5: Employer is obliged to maintain security and decency of female worker/labor as mentioned in Article 2 point (1) alphabet (b) by: a. provide security officer in workplace b. provide decent bathroom/toilet with sufficient light and separated for female and male worker/labor.
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 berkewajiban untuk : a. memberikan makanan dan minuman bergizi; b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
Ketenagakerjaan di atas. Pasal 5 menyediakan sarana untuk mengaktualisasikan keamanan dan kesopanan bagi pekerja perempuan; namun keputusan ini tidak menyediakan definisi tentang tempat kerja yang aman dan sopan bagi pekerja perempuan. Masalah ini masih tetap tidak jelas.
(2). Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yangberangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.
Peraturan ini terkait dengan keamanan dan kesopanan dengan kamar mandi yang layak, namun tidak memadai untuk mencakup semua bentuk keamanan dan kesopanan
Pasal 5: Pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan pekerja/buruh perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dengan : a. menyediakan petugas keamanan di tempat kerja; b. menyediakan kamar mandi/wc yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antarapekerja/buruh perempuan dan laki-laki.
Tidak semua perusahaan menyediakan kamar mandi yang layak, keamanan di dalam lingkungan pabrik, makanan, atau transportasi antar jemput. Tidak ada sanksi bila tidak menyediakan fasilitas-fasilitas ini. Di samping itu, implikasi diskriminatif terhadap pekerja laki-laki adalah sama seperti yang disebutkan dalam UU Ketenagakerjaan.
Upah yang Adil Law No. 1 of 1974 on Marriage Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
Article 31 (3) Husband is the head of the family wife is a housewife.
Pasal 31 (3) Suami adalah Kepala Keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Mempengaruhi penerimaan tunjangan keluarga dari pengusaha. Perempuan yang sudah menikah hanya dianggap sebagai „pencari nafkah utama‟ jika mereka disahkan sebagai janda, jika suamianya tidak mampu bekerja,
1974 Tentang Perkawinan
atau jika perempuan tersebut dapat membuktikan bahwa penghasilannya lebih tinggi dari suaminya dan status tersebut hanya diberikan atas permintaan Dinas Tenagakerja setempat. Hal ini tampaknya menjadi dasar yang fundamental untuk melihat perempuan hanya sebagai pencari naftar kedua setelah suaminya dalam rumah tangga, sehingga mempengaruhi upah perempuan yang lebih rendah yang diterima pekerja perempuan dan perbedaan dalam pembebasan pajak
Law No 36 of 2008 on Fourth Amendment to the Law No 7 of 1983 on Income Tax
Article 7 (1) personal exemption per year is given at least a. Rp 15.840.000,-
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
b. Rp 1.320.000,- extra for married taxpayer; c. Rp 15.840.000,- for an additional wife income if combined with husband's income as defined in Article 8 paragraph (1); and d. Rp 1.320.000,- for each additional member blood relatives and relatives by marriage in straight line as well as adopted children, who be borne entirely, at most 3 (Three) persons for each family
Pasal 7: (1) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar: a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus
Laki-laki yang sudah menikah akan diberikan pembebasan pajak pribadi tidak saja untuk diri sendiri sebagai individu, tapi juga untuk istri dan anak-anaknya, atau anggota keluarga lain yang menjadi tanggungannya sesuai UU Pajak Penghasilan, sedangkan perempuan, walaupun mereka sudah menikah, secara otomatis hanya diberi pembebasan pajak pribadi untuk dirinya sendiri sebagai individu. Pekerja perempuan yang sudah menikah dan suaminya tidak bekerja dapat menyerahkan pernyataan tertulis ke pemerintah setempat untuk meminta ia diberi status kepala keluarga karena suaminya tidak memperoleh penghasilan sehingga statusnya dapat diubah dari singel menjadi menikah dengan tanggungan. Dalam hal pelaksanaan, banyak perusahaan tidak menerimanya dan banyak perempuan tidak tahu tentang peraturan ini atau enggan memohon status ini ke pemerintah setempat.
dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Regulation of the Director General of Taxes No. Per51/PJ/2008 on the Registration Procedures for Principal Tax Numbers for Family Members Peraturan Dirjen Pajak No. PER - 51/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Anggota Keluarga
Article 2: Taxpayer is domestic individual who can register to get Taxpayer Identification number for family members are: 1. Family member acknowledged by wage earner including child who is not categorized as adult, who has income from any source and any type of work
2. Married woman who: (1). Run a business and/or run an independent work; and/or (2). Does not run any business or independent work and has annual income which beyond non-taxable income; without any prenuptial agreement to split assets, and does not wish for an
Pasal 2: Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bagi anggota keluarga adalah : 1. Anggota keluarga yang diakui oleh Penanggung Biaya Hidup, termasuk anak yang belum dewasa serta memiliki penghasilan dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya. 2. Wanita kawin yang: 1. menjalankan usaha dan/atau melakukan pekerjaan bebas; dan/atau 2. tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas dan memiliki penghasilan sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, dan tidak terikat perjanjian pisah harta, serta tidak menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
Peraturan ini menyediakan opsi bagi perempuan menikah untuk mengajukan laporan pajak mereka bersama suami atau secara terpisah. Dengan menggabungkan laporan pajak sebagai satu keluarga, pekerja perempuan dapat memperoleh pemotongan upah yang lebih rendah daripada mengisi laporan pajak secara terpisah. Namun pada prakteknya, perusahaan tidak memahami peraturan ini sehingga menempatkan pekerja perempuan sebagai wajib pajak orang pribadi. Akibatnya pekerja perempuan menerima pemotongan upah yang lebih tinggi.
Government Regulation No.8 of 1981 on Wage Protection Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah
independent tax rights and obligation.
perpajakannya sendiri.
Article 3: Employers shall not discriminate between female and male workers in determining the rates of remuneration for the same work. All company regulations, work agreements or collective agreements should be established in accordance with this principle within each individual enterprise.
Pasal 3: Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Mencakup pengusaha di sektor swasta.
Pasal 5: Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dibawah ini, dengan ketentuan sebagai berikut : (1.b.6) Istri melahirkan anak, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
Walaupun pasal 31 memberi sanksi kriminal, namun hal ini sudah tidak berlaku lagi karena sanksi itu sendiri adalah pelaksanaan UU No. 14 tahun 1969 yang telah dicabut melalui UU No. 13 tahun 2003.
Article 5: Entrepreneur must provide wages if: (1.b.6) the laborer‟s wife is giving birth; paid for one (1) day.
Pasal 31: Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan Pasal 8 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
Article 31 provides criminal sanction for the violations of article 3, maximum 3 months in prison or maximum fine of Rp 100.000 ( a hundred thousand Rupiah). Law No. 80 of 1957 to ratify ILO Convention no 100
Article 1: For the purpose of this Convention--
Undang-Undang No. 80 Tahun 1957 Tentang Pengupahan Bagi Laki-Laki dan wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya
(a) the term remuneration includes the ordinary, basic or minimum wage or salary and any additional emoluments whatsoever payable directly or
Pasal 1: Untuk maksud Konvensi ini : a. Istilah 'pengupahan" meliputi upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatanpendapatan tambahan apapun juga, yang harus dibayar secara langsung
Pasal 5 memberi perlindungan bagi suami yang istrinya melahirkan untuk tetap memperoleh upah walaupun mereka tidak masuk kerja.
Meskipun demikian, ketentuan Peraturan Pemerintah, selama belum diganti UU No. 13 tahun 2003 masih tetap berlaku, termasuk pasal 3.
UU ini mengatur tentang jumlah penghasilan yang sama dalam segala bentuk untuk pekerja laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaannya, pekerja laki-laki menerima tunjangan keluarga dan kesehatan sementara pekerja perempuan tidak menerima tunjangan keluarga apa-apa. Tidak ada sanksi karena menurut UU pernikahan dan pemahaman
indirectly, whether in cash or in kind, by the employer to the worker and arising out of the worker's employment; (b) The term equal remuneration for men and women workers for work of equal value refers to rates of remuneration established without discrimination based on sex.
atau tidak, maupun secara tunai atau dengan barang oleh pengusaha kepada buruh berhubung dengan pekerjaan buruh. b. Istilah 'pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya' merujuk kepada nilai pengupahan yang diadakan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
pengusaha, pekerja perempuan bukan kepala keluarga, sehingga tunjangan keluarga tidak dibutuhkan, walaupun pada faktanya banyak pekerja perempuan adalah pencari nafkah tunggal dalam keluarga mereka. Walaupun Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ILO no. 100, namun penerapan UU internasional secara langsung di tingkat nasional tampaknya agak berarti dua atau ambiguous. Sebagai contoh, walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No 87 tentang Kebebasan Berserikat, namun Konvensi jarang digunakan oleh para hakim sebagai sumber UU saat mengambil keputusan terkait kasus-kasus perburuhan. Ada perdebatan yang berkepanjangan di kalangan pakar Indonesia tentang bagaimana pernjanjian internasional perlu diterapkan dalam UU nasional – yaitu apakah Indonesia memiliki sistem monis atau dualis terkait status konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia.
Law no 11 of 2005 to ratify International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-
Article 7: The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to the enjoyment of just and favorable conditions of work which ensure, in particular: (a) Remuneration which provides all workers, as a minimum, with: (i) Fair wages and equal
Pasal 7: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan menjamin khususnya: (a) Imbalan yang memberikan semua pekerja, sekurang-kurangnya dengan: (i) Upah yang adil dan imbalan yang sama untuk pekerjaan yang senilai tanpa pembedaan apapun, khususnya kepada perempuan yang
UU ini mendukung UU Ketenagakerjaan dan UU Nasional yang mengatur tentang upah dan pekerja hamil. Meskipun demikian, ada perdebatan perdebatan yang berkepanjangan di kalangan pakar Indonesia tentang bagaimana pernjanjian internasional perlu diterapkan dalam UU nasional – yaitu apakah Indonesia memiliki sistem monis atau dualis terkait status konvensi-konvensi internasional yang telah
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya)
remuneration for work of equal value without distinction of any kind, in particular women being guaranteed conditions of work not inferior to those enjoyed by men, with equal pay for equal work; Article 10: (2) Special protection should be accorded to mothers during a reasonable period before and after childbirth. During such period working mothers should be accorded paid leave or leave with adequate social security benefits.
dijamin kondisi kerja yang tidak lebih rendah daripada yang dinikmati laki-laki dengan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. (ii) Kehidupan yang layak bagi mereka dan keluarga mereka, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Kovenan ini;
Article 282 (1) „Any person who either disseminates, openly demonstrates or puts up a writing of which he knows the content or a portrait of object known to him to be offensive against decency, or produces, imports, conveys in transit, exports or has in store, or openly or by dissemination of a writing, unrequested offers or indicates that said writing, portrait or object is
Pasal 282 (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang
diratifikasi Indonesia.
Pasal 10 (2) Perlindungan khusus harus diberikan kepada para ibu selama jangka waktu yang wajar sebelum dansesudah melahirkan. Selama jangka waktu itu para ibu yang bekerja harus diberikan cuti dengan gaji ataucuti dengan jaminan sosial yang memadai.
Pelecehan Seksual Criminal Code Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Tanggungjawab pidana atas tindakan fisik perkosaan, penyerangan, hal-hal yang dapat dianggap sebagai pelecehan seksual di tempat kerja. Namun ketentuan pidana tidak mengatur secara memadai segala jenis tindakan yang dapat dianggap sebagai pelecehan seksual. Dan ketentuan ini juga tidak menerapkan kewajiban positif pengusaha untuk mencegah atau merespon bentuk-bentuk pelecehan seksual di tempat kerja. Oleh karena itu, tidak ada UU yang mengatur tentang pelecehan seksual di tempat kerja
procurable, in order that it be disseminated, openly demonstrate or put up, shall be punished ...‟ Articles 285 and 289„Any person who by using force or threat of force forces a woman to have sexual intercourse outside of marriage, shall, being guilty of rape…‟, and that „Any person who by using force or threat of force forces someone to commit or tolerate obscene acts, shall, being guilty of factual assault of the chastity…‟ Article 294 (2) [1]: superior who conduct obscene acts with his/her inferior … will be punished with the same criminal sanction up to seven years in prison to regulate obscene act.
Ministerial Circular Letter No. SE.03/MEN/IV/2011 (15th April 2011, issued by the Ministry of Manpower and Transmigration Surat Edaran Menteri Tenaga
Issuance of Guidelines on Sexual Harassment at Work
siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana ... Pasal 285: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini tidak mencakup semua bentuk pelecehana seksual di tempat kerja. UU khusus tentang pelecehan seksual termasuk definisi lengkapnya, sanksi, dan kewajiban pengusaha untuk mencegah dan merespon tindak pelecehan seksual masih dibutuhkan.
Pasal 289:Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 294 (2) [1]: pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya, Panduan Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja.
Panduan sukarela untuk pengusaha agar dapat mencegah dan mengatasi masalah pelecehan seksual di tempat kerja. Panduan ini tidak dapat diterapkan secara legal.
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE.03/MEN/IV/2011Tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual Di Tempat Kerja
Law No.23 of 2004, on Domestic Violence Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Article 1(1). The Law defines domestic violence as „any act against anyone, particularly women, bringing about physical, sexual, psychological misery or suffering, and/or negligence of household including threat to commit act, forcing, or seizure of freedom…‟ Article 9 (2): [1] Everybody is not allowed to neglect individuals in his/her household which according to the applied law to him/her due to agreement or approval, he/she must provide livelihood, nurturing, or to those individuals. [2] Negligence mentioned in verse 1 is also applied to everyone who impact economical dependence by limiting and/or prohibiting
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 2. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Pasal 9 (2): (1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. (2) Penelantaran sebagaimana
Pasal 1: Pasal ini tidak mencakup konteks ketenagakerjaan/publik. Hanya perlindungan terhadap bentuk-bentuk pelanggaran dalam lingkup rumah tangga. Pasal 9 memberikan jaminan bagi semua orang termasuk perempuan untuk memperoleh pekerjaan atas pilihannya sendiri. Sehingga UU ini menjamin kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang adil.
having a decent work in or out of the house so that the victim is in control of the perpetrator.
dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Keanggotaan dalam Serikat Pekerja Law No. 21 of 2000 on Trade Union Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Article 12: Trade Union, Federation, Confederation must be open to accept membership without discriminating based on political view, religion, race, and sex.
Pasal 12 Serikat Pekerja/Serikat Buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa dan jenis kelamin.
UU ini menyediakan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk bergabung dalam serikat pekerja.
Kesetaraan Peluang dalam Pendidikan Law No. 20 of 2003 on Education Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Law No 1 of 1974 on Marriage Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Article 5 (1): Every citizen has the same right to obtain good quality of education.
Pasal 5 (1) Setiap warga negara Ditekankan pada peluang yang adil untuk mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bagi anak laki-laki dan memperoleh pendidikan yang bermutu. anak perempuan sehingga setelah mencapai usia produktif mereka memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan layak.
Article 7: marriage is only allowed if the groom has reached 19 years old and the bride has reached 16 years old.
Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan bila pria pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
Walaupun UU ini secara jelas menyebutkan usia minimum untuk perempuan menikah, namun pernikahan di kalangan anak-anak
Law no 23 of 2002 on Child Protection Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Article 1: Child is one who has not reached 18 years old including fetus still in womb. Article 26 (c): parents have the obligation and responsibility to prevent child marriage.
Pasal 1: Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yangmasih dalam kandungan. Pasal 26 Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
masih banyak terjadi di Indonesia, dikarenakan inkonsistensi antara ketentuan dalam UU pernikahan dengan ketentuan pernikahan berdasarkan agama. Perempuan di bawah usia 16 tahun yang menikah biasanya berhenti sekolah akibat dampak langsungnya sehingga menghambat kemampuan mereka untuk memperoleh pekerjaan layak setelah mereka mencapai usia produktif.
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Better enforcement of the law needed
Pekerja Rumahan Ada tiga jenis pekerja rumahan - 1) pekerja rumahan dalam sistem putting out system (POS) yang bekerja di rumah mereka, pekerjaan ini diperoleh dari pengusaha atau, dalam sebagian besar kasus, pengusaha langsung atau melalui perantara; 2) pekerja rumahan yang bertindak sebagai perantara, mempekerjakan pekerja rumahan yang lain dan mempekerjakan diri mereka sendiri dalam jenis pekerjaan serupa; dan 3) pekerja yang berwiraswasta dan bekerja sendiri dalam memproduksi barang-barang sesuai desain mereka sendiri, memiliki hak penuh atas produksi mereka dan memasarkan produk mereka sendiri. UU Ketenagakerjaan dengan peraturannya tentang pekerja kontrak borongan dapat dianggap mampu memberi perlindungan bagi pekerja rumahan dalam kategori (1) dan (2) di atas, karena memenuhi semua kriteria „pekerja‟ dan „hubungan kerja‟ sesuai UU ini (walaupun pada prakteknya ada beberapa pelanggaran yang signifikan).
Law
Provision (English)
Indonesian
Manpower Act Law no 13 of 2003
Article 1:
Pasal 1 2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badanbadan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
(2) Manpower is everyone who is able to do work, to produce good and/or service to provide private or society‟s need. (3) Worker/labor is everyone who works while receiving wages or remuneration in other form. (4) Employer is an individual, entrepreneur, legal body or other institution which hire worker by paying wages or remuneration in other forms.
(5) Entrepreneur is : a. individual, alliances, or legal corporation which runs its company; b. individual, alliances, or legal corporation which independently runs other person‟s company; c. individual, alliances, or legal corporation which is located in Indonesia, representing a company as mentioned in letter a and b which is located outside Indonesia
5. Pengusaha adalah : a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
(6) A company is: a. every legal or non-legal business owned by state or private
6. Perusahaan adalah : a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
individual, alliances, or legal corporation,which employs worker/labor by paying wages or other remuneration in other form ; b. social enterprises and other enterprises which have executive board and employ other people by paying wages or remuneration in other form.
(14) Working agreement is agreement between entrepreneur or employer which consists of working conditions, rights, and obligations of related parties.
(15) Working relation is relation between entrepreneurs and the workers/laborers, based on working contract that spells out items of work, wage and order
(27) Noon is the time of 06.00 am – 06.oo pm. (30) Wages is the right of worker/labor which is received and stated in the form of money as rewards from enterpreneuer or employer to worker/labor which is paid according to a working
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 15. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 27. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00. 30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
agreement, or regulations in the law, including benefits for worker/labor and his/her family for a work and/or service which has been or will be done.
atau akan dilakukan.
Pasal 51: (1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
Article 51: (1) Work agreement may be a
written agreement or a verbal agreement Law No. 2/2004 regarding Industrial Relation DisputeSolution
Pasal 1: 6. Entrepreneur is : a. individual, alliances, or legal corporation which runs its company; b. individual, alliances, or legal corporation which independently runs other person‟s company; c. individual, alliances, or legal corporation which is located in Indonesia, representing a company as mentioned in letter a and b which is located outside Indonesia 7. A company is: a. every legal or non-legal business owned by state or private individual, alliances, or legal corporation,which employs worker/labor by paying wages or other remuneration in other form ; b. social enterprises and other enterprises which have executive
Pasal 1: 6. Pengusaha adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 7. Perusahaan adalah: a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
board and employ other people by paying wages or remuneration in other form.
Law No. 21 of 2000 on Trade Union Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Law no 3/ 1992 on Social Security of Manpower Undang-Undang Republik Indonesia No 3 Tahun 1992
lain; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakanorang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 7. Entrepreneur is : 7. Pengusaha adalah : a. individual, alliances, or legal a. orang perseorangan, persekutuan, atau corporation which runs its badan hukum yang menjalankan suatu company; perusahaan milik sendiri; b. individual, alliances, or legal b. orang perseorangan, persekutuan, atau corporation which independently badan hukum yang secara berdiri sendiri runs other person‟s company; menjalankan perusahaan c. individual, alliances, or legal bukan miliknya; corporation which is located in c. orang perseorangan, persekutuan, atau Indonesia, representing a company badan hukum yang berada di Indonesia as mentioned in letter a and b which mewakili perusahaan is located outside Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah 8. A company is every legal or non- Indonesia; legal business owned by state or private individual, alliances, or 8. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha legal corporation,which employs yang berbadan hukum atau tidak, milik worker/labor by paying wages or orang perseorangan, remuneration in other form persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta rnaupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/ buruh dengan memberi upah atau imbalan dalam bentuk lain; 7. Entrepreneur is : 3. Pengusaha adalah: a. individual, alliances, or legal a. orang, persekutuan atau badan hukum corporation which runs its yang menjalankan suatu perusahaan milik company; sendiri; b. individual, alliances, or legal b. orang, persekutuan atau badan hukum corporation which independently yang secara berdiri sendiri menjalankan runs other person‟s company; perusahaan bukan miliknya;
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
c. individual, alliances, or legal corporation which is located in Indonesia, representing a company as mentioned in letter a and b which is located outside Indonesia 8. A company is every legal or nonlegal business owned by state or private individual, alliances, or legal corporation,which employs worker/labor by paying wages or other remuneration in other form
Book of Rule of Civil Law Kitab UndangUndang Hukum Perdata
Article 1601c: When a workcontract-agreement is followed with other agreement in which there is with a time gap in between or if during the time of the drafting work-contract-agreement both parties clearly meant to materialize further a number of agreements, such that all work-contractagreement all together is considered as one work agreement, thus, the one that applies is stipulation regarding all of those agreements similarly applied to each agreement. However if in that case the first agreement is put forth as an experiment, this agreement is considered to remain intact as a work contract agreement.
c. orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 4. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara.
Pasal 1601c: Jika pemborongan kerja diikuti dengan beberapa persetujuan sejenis itu, meskipun tiap kali dengan suatu selang waktu, atau jika pada waktu persetujuan dibuat, ternyata maksud kedua belah pihak membuat beberapa persetujuan secara demikian ialah supaya pemboronganpemboronganitu dapat dipandang sebagai suatu perjanjian kerja, maka peraturan-peraturan mengenai perjanjian kerja harus berlaku bagi semua persetujuan ini, baik bagi semua persetujuan itu secara serempak maupun bagi masing-masing persetujuan secara sendirisendiri, kecuali ketentuan-ketentuan dalam Bagian 6 pada bab ini. Akan tetapi bila dalam hal demikian persetujuan yang pertama hanya diadakan untuk percobaan saja, maka persetujuan demikian harus dianggap mengandung sifat pemborongan kerja dan segala ketentuan dalam Bab 6 itu berlaku baginya.
Ministerial Regulation No. Per. 01/MEN/1999 on Minimum Wages Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia tentang Upah Minimum Law No.1 of 1970 on Safety at Work Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Law no 3 year 1992 on Social Security
Article 15: (1) For workers with contract system or based on piece work which is conducted in 1 (one) month or more, the average wages is at least the amount of minimum wages applied in the related company
Pasal 15: (1). Bagi pekerja dengan sistim kerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan 1 (satu) bulan atau lebih, upah rata-rata sebulan serendahrendahnya sebesar Upah Minimum di perusahaan yang bersangkutan.
Article 1(1) “workplace” means a physical place where every room or field, close or open, movable or stationary, where workers work, or is frequently entered by a worker for business and where there is a sources of danger, including all rooms, fields, lawns and surrounding areas that constitutes parts of, or are connected with the place of work. From the above definition, a workplace does not only include physical places where work is performed during the eight working hours per day, such as office or factory. Workplace also includes all locations where employmentrelated business is conducted as a result of employment responsibilities or employment relationship. Article 3: (2) Every worker has the right of
Pasal 1(1) “tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2 ; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagianbagian atau berhubung dengan tempat kerja tersebut
Pasal 3: (2) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan
for Workers Undang-Undang no 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Ministerial Decree No 150/MEN/1999 on Social Security Providence for Daily, Contract Labor and Labor with Certain Duration of Working Agreement. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia 150/MEN/1999 TAHUN 1999 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan, dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
social security allowances Article 4: (2) Workers Social Security Program for workers who do work outside working relations will be regulated further under a Government Regulation. Article 2: (1) Every entrepreneur who employ daily paid labor, contract labor, and labor with certain duration of working agreement must register his/her workers for social security program to the Social Security Administrator.
sosial tenaga keerja Pasal 4: (2) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 2
(1) Setiap pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara.
Tidak adanya hukum Pekerja Rumah Tangga Mayoritas Pekerja Rumah Tangga adalah perempuan. Meskipun menurut definisi pekerja dan majikan di Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja rumah tangga berpotensi dapat dimasukkan dalam lingkup Undang-Undang ini, namun Undang-Undang tersebut telah ditafsirkan untuk tidak menyertakan Pekerja Rumah Tangga . Law
Provision (English)
Indonesian
Manpower Act Law no 13 of 2003
Article 1:
Pasal 1 2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badanbadan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
(2) Manpower is everyone who is able to do work, to produce good and/or service to provide private or society‟s need. (3) Worker/labor is everyone who works while receiving wages or remuneration in other form. (4) Employer is an individual, entrepreneur, legal body or other institution which hire worker by paying wages or remuneration in other forms. (14) Working agreement is agreement between entrepreneur or employer which consists of working conditions, rights, and obligations of related parties.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
(27) Noon is the time of 06.00 am –
27. Siang hari adalah waktu antara pukul
06.oo pm.
06.00 sampai dengan pukul 18.00.
(30) Wages is the right of worker/labor which is received and stated in the form of money as rewards from enterpreneuer or employer to worker/labor which is paid according to a working agreement, or regulations in the law, including benefits for worker/labor and his/her family for a work and/or service which has been or will be done.
30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Ketimpangan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan:
Tidak ada undang-undang yang khusus mengatur pelarangan pelecehan seksual di tempat kerja. Terdapat kontradiksi dalam undang-undang mengenai renumerasi (upah), walaupun upah yang setara sudah ditetapkan dalam beberapa undang-undang, namun dalam undangundang lainnya, seperti hukum perkawinan, peraturan pajak memberikan kontribusi terhadap perlakuan yang berbeda berdasarkan jenis kelamin. Dalam pelaksanaannya, masih ada ketidaksetaraan upah bagi pekerja perempuan. Di dalam UU Ketenagakerjaan, tidak ada sanksi yang jelas bagi pengusaha yang tidak memberikan upah yang setara untuk pekerjaan dengan nilai yang sama, Undang-undang tersebut hanya memberikan sanksi administratif untuk hal-hal umum yang berkaitan dengan kesempatan dan hak pekerja Pada praktiknya, Konvensi ILO atau konvensi internasional lainnya yang telah diratifikasi seringkali tidak dianggap sebagai salah satu sumber hukum oleh sistem hukum di Indonesia. Tidak ada sanksi yang jelas terhadap pengusaha/pelaku usaha yang melanggar peraturan tentang Menyusui. Pekerja Rumah Tangga (industri yang didominasi oleh pekerja perempuan) saat ini ditafsirkan sebagai kelompok yang dikecualikan dari ruang lingkup Undang-Undang Ketenagakerjaan - bahkan meskipun tidak ada pengecualian eksplisit dan ketentuanketentuan yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan dapat ditafsirkan sebagai ketentuan yang melindungi kelompok pekerja ini. Tidak ada referensi eksplisit mengenai bentuk-bentuk diskriminasi langsung maupun tidak langsung dalam UU Ketenagakerjaan. Tidak ada peraturan atau kebijakan tindakan khusus yang memadai untuk mendorong pekerjaan bagi perempuan, khususnya pada sektor-sektor dan jabatan yang tidak tradisional. Partisipasi dalam skema asuransi bersalin masih berbentuk sukarela saja.
Masalah-masalah lain dengan kerangka kerja hukum saat ini
Kurangnya pelaksanaan hukum bagi Pekerja Rumahan (homeworkers). Mekanisme yang lebih besar diperlukan bagi penegakan hukum hak-hak pekerja rumahan untuk memastikan adanya kepatuhan pengusaha/pelaku usaha. Biaya untuk mempekerjakan perempuan bisa lebih tinggi atau lebih rendah daripada biaya mempekerjakan laki-laki tergantung pada sudut pandang perusahaan. Dalam perusahaan yang mencoba untuk mematuhi hukum, biaya yang lebih tinggi terkait dengan mempekerjakan perempuan (sebagai akibat dari perlindungan kehamilan, peraturan menyusui, tunjangan tambahan untuk pekerjaan di malam hari, cuti haid) menciptakan faktor penghambat (disinsentif) bagi pengusaha untuk mempekerjakan perempuan dalam kontrak tetap karena keseluruhan biaya tersebut adalah tanggungjawab dari pengusaha/pelaku usaha yang harus dipenuhi. Namun demikian, di sektor-sektor tertentu seperti di industri garmen, dengan mayoritas pekerja perempuan, pengusaha memberikan intimidasi yang kuat terhadap pekerja perempuan, membuat pekerja perempuan enggan untuk menuntut hak-haknya, sehingga hal ini mengakibatkan biaya yang lebih rendah bagi pengusaha untuk mempekerjakan perempuan. Akibatnya, beberapa pelanggaran
1
seperti upah rendah, pekerja alihdaya (outsourcing) atau kontrak, dan pemenuhan hakhak reproduksi yang sangat minim diterapkan dalam sektor ini. Kenyataannya adalah bahwa sebagian besar perempuan tidak akan dibayar selama mereka cuti (bahkan jikapun mereka menerima cuti-cuti ini) apabila mereka tidak dapat menunjukkan Surat Nikah atau membuktikan bahwa pernikahan mereka telah resmi terdaftar dengan majikan mereka. Persyaratan seperti ini otomatis mencegah banyak perempuan (hanya 30% dari pasangan menikah di Indonesia memiliki Surat Nikah) untuk memperoleh akses terhadap hak-hak mereka dalam pekerjaan1 Kurangnya Cuti Kelahiran Bagi Ayah/Paternity Leave (hanya beberapa hari saja)2menghambat terwujudnya kesetaraan substantif bagi perempuan karena menekankan peran tunggal wanita untuk mengurus anak-anak dan dapat berdampak pada keseluruhan persepsi bahwa adanya biaya yang lebih tinggi terkait dengan mempekerjakan pekerja perempuan
CEDAW Working Group Initiative, Independent Report of Non-Government Organizations Concerning the Implementation of the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) di Indonesia (Jakarta) 2007, para 119. 2 UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, pasal 94(e).