Kesehatan Reproduksi Remaja (ICPD, 1994) • kondisi sehat-sejahtera • bukan hanya tidak ada penyakit atau kecacatan • menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi • dalam proses persiapan remaja untuk memperoleh reproduksi yang sehat
12 Hak K espro Remaja… 1. • • • • •
Hak Untuk Hidup Hak Atas Kebebasan dan Keamanan Hak Atas Kesetaraan dan Bebas dari Segala Bentuk Diskriminasi, termasuk kehidupan berkeluarga dan reproduksinya Hak Atas Kerahasiaan Pribadi Hak Untuk Kebebasan Berpikir Hak untuk Mendapatkan Informasi dan Pendidikan
1.
2. 3. 4. 5. 6.
Hak memilih bentuk keluarga, dan hak untuk membangun dan merencanakan keluarga Hak untuk memutuskan kapankah dan akankah punya anak Hak Mendapatkan Pelayanan dan Perlindungan Kesehatan Hak Mendapatkan Manfaat dari Hasil Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Hak atas Kebebasan Berkumpul dan Berpartisipasi dalam Politik Hak untuk Bebas dari Penganiayaan dan Perlakuan Buruk
DASAR LEGAL • • • • •
Deklarasi Umum HAM ICPD, 1994 dan ICPD+5, 1999 CEDAW KONVENSI HAK ANAK (CRC) Millennium Development Goals (MDGs)
DUA PENDEKATAN • ESSENSIALIS – Melihat kespro lebih dalam perspektif bio-medis – Menganalisis dengan skema siklus reproduksi – Tema: Perkembangan dan organ Reproduksi, Risiko Reproduksi, Gizi dan Kespro, Layanan Kespro.
• KONSTRUKSIONIS – – – –
Melihat kespro dalam kerangka historis-kultural Remaja sebagai subyek yang terbentuk secara budaya Kespro sebagai jaringan kekuasaan atas tubuh remaja Tema : Sejarah dan wacana seksualitas remaja, Gender, hak reproduksi-seksual.
What defines a Youth ? • Bagi Parson (1942, 1963) remaja adalah suatu kategori sosial yang muncul bersamaan dengan perubahan peran keluarga yang tumbuh dari perkembangan kapitalisme. • Seiring dengan munculnya peran orang dewasa dalam masyarakat kapitalis yang terspesialisasi, universal dan rasional berdasarkan pekerjaan, ada satu diskontinuitas antara keluarga dan masyarakat yang lebih luas yang perlu diisi oleh suatu masa transisi dan pelatihan bagi orang-orang yang masuk usia muda. • Ini menandai bukan hanya kategori remaja namun juga suatu moratorium dari tiadanya ‘tanggungjawab yang terstruktur’ antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang memungkinkan munculnya kebudayaan transisional yang fungsinya adalah sosialisasi dan penyiapan. (Barker, 2000: 334).
What defines a Youth or Adolescent ? (Cont …)
•
Sebagai istilah inggris, adolescence, remaja sudah muncul di Inggris sejak abad ke-13 dan di Perancis abad ke-16. Dalam tahapan sejarah awal tersebut, kata ’adolescence’ sudah mulai mempunyai sebuah makna ’transisional’ yang berarti ia harus mempunyai dan mengusahakan sebuah ’persiapan’ untuk masa depannya. Baru sekitar abad ke-19 istilah remaja mulai dijenjangkan dalam rentang kehidupan manusia yang mempunyai arti ’sui generis’ dan unique. • Keunikan ini lahir dari sebuah proses yang terjadi seiring dengan proses industrialisasi yang beriringan dengan ’industri pendidikan’ Dari sinilah mulai Pelembagaan bimbingan karir (awal abad ke-20) yang kemudian menjadi tugas inhern dalam bimbingan dan konseling di sekolah. (Villareal, 1998: 1-2)
Sejarah Modern Seksualitas Remaja Sejarah modern seksualitas remaja tidak bisa dilepaskan dari sejarah program ‘Keluarga Berencana’ (KB). Walaupun banyak tantangan dan tentangan pada proses awalnya, KB saat ini sudah menjadi konsep budaya nasional yang hampir semua orang mengenalnya.
KB + ‘Ibuism’ + ‘Pancasilaism’ – KB = Kontrol Jumlah Penduduk – Ibuism = Struktur Patriarchy – Pancasialism = Stabilitas Kekuasaan Yang terjadi adalah proses di mana penduduk Indonesia ditempatkan sebagai obyek dan menjadi skrup dari mesin ideologis negara yang patriarkhal (militer/ macho / kekuasaan)
Posisi Remaja dalam KB • Remaja tidak diakui dalam program KB. KB hanya ditujukan untuk keluarga yang merujuk pada hubungan syah suami-istri. Remaja dianggap hanya sebagai “produk” dari hubungan yang syah tersebut. • Remaja “dipenjara” dalam korider sistem pendidikan untuk penyelesaian tugas perkembangan dan persiapan karir, yang ujungnya dipersiapkan menjadi tenaga kerja produktif untuk menjadi skrup dari sistem besar kapitalisme. • Dalam konteks itu, remaja sebenarnya sedang mengalami des exualisas i.
Apakah desexualisasi bisa merepresi “sex” dari remaja ? • Tidak !!!! Dengan masuk ke sekolah remaja memiliki ruang untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan seksualitas mereka. Mereka membangun strategi resistensi di dalam sistem “pemantauan” pendidikan. Dalam proses tersebut wacana seksualitas remaja terus menerus dipermasalahkan, terus menerus didalami dan digelembungkan lewat pendidikan. (Zaky, 2006). Dalam wacana seksualitas remaja, istilah “free sex” kemudian muncul untuk menandai pola perilaku seksual remaja.
Fakta seksualitas ini selalu ditolak oleh negara dengan mengandalkan “lembaga pendidikan” untuk mengontrol dan menghilanghkan seksualtas remaja. PKBI pada 1 972 masuk dengan program“B iduk Kencana Remaja” untuk memasukkan remaja ke dalam isu KB.
Studi Kasus : Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada Remaja
Cultural and Gender Specific Inquiry into Teenage Pregnancy
Faktor-Faktor Terjadinya KTD Remaja Keluarga
Kelompok Sebaya
Masyarakat
Ketimpangan Gender
KTD
SEX
Terpotongnya hak informasi Kespro-seksualitas
Masa Transisi Yang Diperpanjang PKBI, Dukungan Psiko-Sosial Bagi Remaja Yang Mengalami KTD, 2005
Perbedaan Sikap Sosial Terhadap Kasus KTD Remaja female
Continue
Shared Decision Responsibility
Abort
male Society
Morality
Family
1. Lebih banyak tekanan sosial terhadap remaja perempuan. 2. SIkap sosial terhadap remaja laki-laki cenderung fleksibel dan memungkinkan dipertahankan hak pendidikan bagi mereka.
PKBI, Dukungan Psiko-Sosial Bagi Remaja Yang Mengalami KTD, 2005
Who do they inform first… Male Adolescents
doctor
FemaleAdolescents
mother
mother
friend
relative uncle
friend
partner
Note that the FATHER figure is absent from this communication chain. Females confide more in who they can trust and who can provide protection and support PKBI, Dukungan Psiko-Sosial Bagi Remaja Yang Mengalami KTD, 2005
B eba n P s ik o s o s ia l R em a ja P erem pua n ya ng m eng a la m i K T D • Remaja perempuan yang mengalami KTD memandang diri mereka keluar dari definisi ideal dan menyalahi struktur normatif keluarga dari sudut pandang sosial dan agama. Hal ini menyebabkan ketakutan, kebingungan, stress, rasa malu, rasa bersalah dan bahkan depresi. (Yayah Khisbiyah, 1990 : 94 -95)
Implikasi (1) • M ereka akan lebih cenderung mencari layanan yang aman s ecara s os ial, daripada aman s ecara kes ehatan fis ik. – 93,2 % remaja KTD melakukan upaya pengguguran sebelum datang ke layanan professional karena tidak tahu harus bagaimana. Mereka hanya mendengar dari informasi sekilas tentang cara menggugurkan kandungan yang kebanyakan tidak aman seperti minum jamu, obat tungkak lambung, loncat-loncat, makan nanas dll. – 6,8 % mengaku tidak melakukan upaya pengguguran tidak aman karena memang sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan. (PKBI, “Menstrual Induction: A safer solution to unsafe abortion”, Jakarta, 2004:35)
Implikasi (2) • Pada dasarnya, pilihan-pilihan yang dibuat oleh rem aja perem puan adalah pilihan yang “dibuatkan” oleh kekuasaan keluarg a dan atau pasang annya (PKBI, 2005)
• M ereka akan berhadapan dengan realita sosial yang membatasi : – Jumlah pilihan tindakan – Jumlah pilihan sikap – Jumlah penyedian layanan – Ruang di mana dia bisa menentukan keputusan bagi diri sendiri
U g h … its a ll s o c onfus in g !!! S o m uc h red ta pe …
KASUS 2 : REMAJA DAN LAYANAN KESEHATAN
• Youth do not perceive the health care culture as fluid, flexible, and progressive but as arrogant, cold, formal and stiff (FGD PSS, 2005) • Youth perceive the health attendant as always having stigma of “youth free (sex) relationship”. • Youth mindset also conflicts with the bureaucratical Indonesian public health system which involves much red tape, administration and application forms.
NOTES : 1 • The greater the knowledge and experience of youth concerning reproductive health the greater the chance they will seek professional and safe health services. • For example, as many as 30% of clients experiencing contraceptive failure will most likely seek immediate assistance from a professional clinic (PKBI, “Menstrual Induction: A safer solution to unsafe abortion.” Jakarta, 2004:35)
NOTES 2: Choices, attitude and actions concerning the access of health services differs between socio-economic classes • • • • • • •
Wealthy Families: Imagine the doctor will not be too inquisitive, Is able to be lobbied, Understands and respects a family’s privacy, Will pay however much, Hand over all authority to the doctor (an analogy to the school system), Imagine it all to be over and finished, Stigma towards the youth will not be taken into account.
Economically disadvantaged families: • Doctors are expensive, so others with ’equal’ status are sought, eg. traditional birth attendants, sometimes midwives, • Most importantly care is given and privacy respected, • For the family, they will know what to do in the future if it happens again, • And how to ensure the youth’s behaviour is restricted with the enforcement of strict regulations, • Post-treatment given in the form of behavioural advice not medicine which requires money, • Matters concerning diet, behaviour and social interaction are discussed and prioritised. Basicially any method not requiring funds.
• S aya pernah sama ibu saya pergi ke layanan klinik yang ditangani seorang dokter. S aya saat itu mengalami keputihan yang tidak habis-habis. S etelah s aya diperiksa, tiba-tiba dokter ingin ngobrol dengan ibu s aya. S aya tidak tahu apa yang diobrolkan. S etelah pulang, perlakuan ibu saya berubah. S aya jadi s ering dipantau dan sering dilarang-larang untuk pergi keluar rumah. S ampai suatu hari saya beranikan untuk bertanya apa sebab perubahan ini ? Ibu saya menjawab, kata dokter klinik s aat itu, saya sudah terlibat pergaulan bebas dan terkena IMS . S aya kaget, dan jela tidak menerima tuduhan dokter yang kejam itu. D an mulai s aat itu, saya