KESAN DAN PESAN BUKU BERJUDUL MERINDUKAN ALAM ASRI LESTARI oleh Abdul Mukti, NIM 107040100111018, Fakultas Pertanian Unpar Menurut penulisnya, Soendjoto et al. (2009), bahwa buku berjudul Merindukan Alam Asri Lestari adalah himpunan artikel atau tulisan mereka, baik yang telah dimuat di surat kabar harian (SKH) Banjarmasin Post, Dinamika Berita (saat ini Kalimantan Post), dan Barito Post maupun yang belum sempat dikirim ke SKH. Selanjutnya mereka menyatakan bahwa penghimpunan artikel disengaja untuk menyatukan artikel-artikel “tercecer” dan juga untuk (lebih) menyebarluaskan gagasan/ide tentang pelestarian ragam hayati dan lingkungan ke kalangan masyarakat. Pemasyarakatan akan pentingnya pelestarian ragam hayati dan lingkungan memang merupakan tantangan tersendiri di samping upaya-upaya pelestarian ragam hayati dan lingkungan itu sendiri. Pemasyarakatan dimaksud diperlukan agar masyarakat mengetahui, menyadari, dan dapat berbuat atau menghindari sesuatu atau saling bekerjasama untuk kepentingan pelestarian ragam hayati dan lingkungan. Oleh karena tanpa dukungan masyarakat maka upaya-upaya yang dilakukan hanya bersifat sporadis, berdampak kecil, dan kurang signifikan terhadap pelestarian ragam hayati dan lingkungan. Tidak jarang terjadi sekelompok kecil orang melakukan upaya pelestarian ragam hayati dan lingkungan, sedangkan sebagian besar masyarakat melakukan tindakan “merusak”nya. Menurut Waryono (2001) bahwa ada delapan faktor penyebab kekurang-pedulian terhadap pengelolaan ragam-hayati di Indonesia yaitu (1) pengetahuan ragam-hayati masih tergolong baru, dan belum memasyarakat (baik instansi terkait maupun ilmuwan), (2)belum adanya persepsi yang sama akan arti pentingnya ”penyelamatan, pemanfaatan, dan pelestarian ragam-hayati secara utuh”, (3) belum terbentuknya lembaga/instansi yang menangani secara khusus dan bertanggungjawab secara penuh, (4) sebagai negara berkembang, kita masih menitikberatkan programnya terhadap upaya-upaya peningkatan tata nilai kehidupan masyarakat dengan menggali dan memanfaatkan secara maksimal sumber daya alam yang di dalamnya bervariasi dengan ragam-hayatinya, (5) sumber ragam-hayati terbesar di Indonesia berada pada hutan hujan tropis, akan tetapi segala peraturan atau kebijakan pemerintah mengenai hal itu belum secara penuh difahami oleh semua pihak, (6)terbatasnya tenaga ahli, 1
informasi ragaman-hayati, dan publikasi hasil-hasil pengelolaan yang telah dilakukan, (7) anggapan sebagian masyarakat yang menilai sumber daya alam hutan hanya sebagai penghasil kayu, dan (8) adanya kecenderungan ketidak-sinambungan program pembangunan terkait pengelolaan sumberdaya alam. Memperhatikan hal itu, maka dengan dipublikasikannya buku berjudul Merindukan Alam Asri Lestari
cukup strategis dan bermanfaat dalam rangka
meningkatkan kepedulian masyarakat akan pentingnya pengelolaan ragam-hayati di Indonesia, terutama dari sisi menambah informasi ragaman-hayati, dan publikasi hasil-hasil pengelolaan yang telah dilakukan. Di samping bertujuan untuk pemasyarakatan akan pentingnya pelestarian ragam hayati, buku ini juga memiliki banyak pesan untuk peduli terhadap lingkungan. Kedua penulis ini menggagas ide-ide yakni (1) perlunya hutan kota, (2) peningkatan fungsi Taman Maskot Banjarmasin, (3) mempertahankan jalur hijau di pinggir jalan raya, (4) revegetasi dan mengurangi emisi karbon untuk menyikapi bumi yang semakin panas, (5) menggeser paradigma AMDAL dari kewajiban ke kebutuhan, (6) sikap yang salah terhadap illegal dan legal usaha pertambangan dan perkayuan, (7) sikap yang salah untuk peduli dan tidak peduli, (8) perlunya keteladanan pemerintah dalam pelestarian lingkungan, (8) perlunya penghematan air, (9) pengelolaan sumberdaya alam yang bijak, (10) mengingatkan kita bahwa tidak semua yang datang dari luar lebih baik dari yang lokal, (11) mengajak kita untuk menyelaraskan hidup dengan alam, (12) cara bijak mengatasi masalah lingkungan, dan (13) pengelola hutan (Meratus) yang bijak. Mereka berpesan bagaimana seharusnya berfikir, bersikap, berkarya, dan bertindak yang bijak (wisdom) dalam memanfaatkan dan mengelola lingkungan. Memperhatikan uraian di atas, maka kesan yang saya tangkap dari buku ini bahwa kedua penulisnya memang sangat merindukan alam “Banjar” khususnya dan “Indonesia” umumnya untuk asri lestari, serta mengajak kita semua untuk mewujudkannya.
Pustaka Acuan Soendjoto, M. A. dan M. K. Riefani. 2009. Merindukan Alam Asri Lestari. Banjarmasin : Universitas Lambung Mangkurat Press. Waryono, T. 2001. Upaya Pemberdayaan dan Keperdulian Stakeholder terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati. Makalah dalam Workshop Nasional IBSAP. Jakarta: Bappenas. 2
KESAN DAN PESAN BUKU BERJUDUL PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL (Soendjoto, M. A. dan Wahyu. 2007) Oleh : Abdul Mukti, NIM 107040100111018, Fakultas Pertanian Unpar Buku berjudul Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Budaya dan Kearifan Lokal ialah sebuah buku yang menghimpun lima naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Lambung Mangkurat. Judul buku ini ialah alternatif terbaik dari gagasan yang dimuat dalam naskah pidato para Guru Besar dimaksud. Tujuannya ialah untuk mendokumentasikannya, menyebarluaskan kompetensi keilmuan Guru Besar, serta menjunjung nama baik dan meningkatkan akuntabilitas Universitas Lambung Mangkurat sebagai perguruan tinggi. Naskah pertama menguraikan beberapa pemikiran ke arah peningkatan produksi buahbuahan Kalimantan Selatan menjelang abad ke-21 yaitu : melalui pengelolaan usaha tani yang profesional menuju ke sistem agribisnis, penggunaan bibit yang bermutu, penerapan budidaya/pengelolaan tanaman yang sesuai dengan anjuran , pengembangan tanaman buahbuahan ke lahan marjinal, serta pengkajian sifat-sifat tanaman buah-buahan yang tumbuh di Kalimantan Selatan, baik yang tumbuh di lahan rawa/basah atau lahan kering. Untuk memperoleh bibit berkualitas dalam jumlah yang besar, pemanfaatan bioteknologi pun sebaiknya dikembangkan. Naskah kedua menguraikan tentang tukungan (surjan) sebagai suatu kearifan lokal. Praktek pembuatan tukungan seperti yang dilakukan oleh petani lokal di kawasan pasang surut memiliki kegayutan yang cukup kuat dengan isu-isu kekinian, baik di tingkat lokal, nasional, maupun di tingkat global. Pembuatan tukungan dapat mengoptimalkan fungsi agroekosistem lahan rawa pasang surut, baik fungsi produksi maupun fungsi konservasi tanah dan air. Dengan demikian praktek membuat tukungan sangat patut dipertimbangkan untuk melaksanakan program Agropolitan dalam kawasan rawa pasang surut di Barito Kuala, dan dikaji kegayutannya dengan kebijakan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dan sistem pertanian organik. Naskah ketiga menguraikan tentang makna kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di Kalimantan Selatan.
Masyarakat desa Tatah Bangkal dan 3
masyarakat petani Kalimantan Selatan umumnya memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap lingkungan alam yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Dalam melakukan eksploitasi sumber daya alam, sistem pengetahuan dan penggunaan teknologi mereka selalu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan alam. Dalam kerangka ini, kita semua harus melakukan langkah-langkah untuk mewujudkan optimasi pembangunan berkelanjutan antara lain melalui konsep kearifan lokal ini. Masalahnya, hingga kini konsep kearifan lokal kurang diimplementasikan. Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk memaknai kearifan lokal adalah melalui pendidikan. Naskah
keempat
menguraikan
masalah
keanekaragaman
hayati
dan
upaya
melestarikannya dalam kerangka keberlanjutan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kedua masalah ini sengaja diangkat karena dua hal. Pertama, perusakan dan kerusakan lingkungan di Indonesia atau di banua ini khususnya sudah menjadi-jadi, sehingga diprediksikan dalam kurun waktu setidaknya 15 tahun mendatang kita mulai merasakan dampak negatif yang sangat parah. Kebutuhan ekonomi dan pendapatan asli daerah (PAD) menjadi target utama, sedangkan kelestarian lingkungan masih dipahami sebagai penghambat pemenuhan kebutuhan tersebut. Kedua, belum ada tindakan nyata untuk mencegah perusakan atau menanggulangi kerusakan. Para pemangku kepentingan masih menonjolkan keakuannya dan menyingkirkan kebersamaan untuk membangkitkan motivasi dan menggerakkan diri mengatasi segala bentuk perusakan dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu penulisnya berkesimpulan bahwa untuk keberlanjutan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka upaya konservasi sumber daya hayati adalah wajib hukumnya. Naskah kelima menguraikan orientasi kewirausahaan, orientasi pasar, dan budaya, dalam kaitannya dengan kinerja usaha kecil menengah empat etnis di Kalimantan Selatan. Alasan menguraikannya adalah karena pembangunan Kalimantan Selatan memang menuntut kerjasama dan peranan dari seluruh lapisan masyarakat serta memerlukan strategi percepatan pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan. Memperhatikan lima pesan (pokok pikiran) dari lima simpulan kelima naskah dalam buku ini memiliki kesan bahwa dalam rangka peningkatan produktivitas maka pemanfaatan sumberdaya alam haruslah diselenggarakan dengan cara partisipatif (pendidikan dan pemberdayaan masyarakat) serta tidak meninggalkan kearifan lokal. 4
KESAN DAN PESAN BUKU BERJUDUL PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN (Soendjoto, M. A. dan A. Kurnain. 2010) Oleh : Abdul Mukti, NIM 107040100111018, Fakultas Pertanian Unpar Buku berjudul Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ialah sebuah buku yang menghimpun enam naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Lambung Mangkurat. Keenam judul orasi disusun menurut tema pokok, agar pembaca mudah menyinambungkan keterkaitan makna atau pesan setiap tema. Buku ini juga merupakan buku kedua dari himpunan orasi dimaksud (Soendjoto et al., 2010). Naskah pertama menguraikan bagaimana mengelola eksternalitas untuk memperbaiki kesejahteraan. Tiga simpulan dari makalah ini ialah (1) ketersediaan sumber daya alam yang melimpah tidaklah serta merta berkorelasi positif dengan perbaikan tingkat kesejahteraan, (2) kemampuan mengelola, ketersediaan sumberdaya, dan jumlah aset yang dimiliki adalah tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pembangunan dan pada gilirannya mampu mengembangkan wilayah, dan (3) untuk mengelola eksternalitas agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terdapat enam instrumen kebijakan terhadap eksternalitas yang dapat diterapkan. Naskah kedua menguraikan tentang kacang nagara sebagai mitra kedelai untuk stabilitas ketahanan pangan di era perubahan iklim. Diuraikan bahwa kacang nagara sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti atau setidak-tidaknya mitra kacang kedelai dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan. Pada masa mendatang kacang nagara diharapkan lebih banyak digunakan dalam langkah-langkah nyata program aksi mitigasi dan atau adaptasi perubahan iklim global guna mewujudkan kecukupan pangan dan keseimbangan gizi. Naskah ketiga menguraikan pentingnya hutan dipahami sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multiguna, multifungsi, dan multikepentingan dan konsekuensinya dalam pelaksanaan dan pengembangannya. Simpulan dari naskah yang keempat ialah untuk merencanakan dan menjalankan perencanaan hutan dengan sempurna diperlukan profesionalisme sarjana kehutanan. Ciri sumber daya manusia yang profesional adalah mempunyai (1) pengetahuan, (2) keahlian, dan (3) moral atau kejujuran. Ketiga ciri tersebut harus merupakan satu kesatuan yang utuh. 5
Naskah kelima menguraikan bagaimana mengelola provenan sungkai dalam usaha meningkatkan kualitas tegakan hutan. Naskah yang keenam menjelaskan tentang perubahan hidrotopografi di perairan Muara Barito. Simpulan dan rekomendasi dari naskah ini ialah (1) wilayah kota Banjarmasin yang terancam tergenang (karena kiriman air laut) dimulai dari Banjarmasin Selatan dan Tengah (tahun 2040), (2) perlu regulasi Pemerintah Kota terkait dengan prasarana transportasi (jalan). Jalan yang termasuk kategori jalan masih bisa dipertahankan dan baik (seperti Jalan Ahmad Yani dan Jalan Brigjen Hasan Basri) harus terus dipelihara (maintenance) hingga 2040. Namun, khusus pada jalan arteri dan kolektor (seperti Jalan Veteran dan Jalan Nagasari) yang diperkirakan sulit dipertahankan, proyek perbaikan jalan di daerah ini sebaiknya dikurangi. Alokasi dana dapat dialihkan pada pembentukan jalan-jalan baru, dan (3) perlu diwacanakan istilah relokasi dan normalisasi dalam penanganan atau penanggulangan persoalan drainase dalam Kota Banjarmasin. Namun demikian, normalisasi saluran tetap diperlukan guna memerlancar pengembalian air genangan ke sungai Barito pada saat air surut. Dari keenam naskah ini maka diperoleh beberapa pesan yakni dalam rangka mengelola sumber daya alam keberhasilan
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (1) yang menentukan
pelaksanaan
pembangunan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
adalah
kemampuan mengelola, ketersediaan sumberdaya, dan jumlah aset yang dimiliki sekaligus, tidak bisa hanya mengandalkan ketersediaan sumber daya alam semata, (2) kacang nagara dapat menjadi mitra kedelai untuk stabilitas ketahanan pangan (jangan hanya mengandalkan kedelai), (3) hutan harus dipahami sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multiguna, multifungsi,
dan
multikepentingan
serta
konsekuensinya
dalam
pelaksanaan
dan
pengembangannya, (4) untuk merencanakan dan menjalankan perencanaan hutan dengan sempurna diperlukan profesionalisme sarjana kehutanan, (5) diperlukan cara dan metode tertentu untuk mengelola provenan sungkai dalam usaha meningkatkan kualitas tegakan hutan, dan (6) regulasi terkait dengan prasarana transportasi (jalan) dan wacana istilah relokasi dan normalisasi dalam penanganan atau penanggulangan persoalan drainase diperlukan untuk mengantisipasi perubahan hidrotopografi di perairan Muara Barito. Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk mengelola sumber daya alam perlu dipertimbangkan dari sisi kesejahteraan dan keberlanjutan, sesuai dengan judul buku dimaksud. 6