Kerusuhan Mei 1998 Stanley Adi Prasetyo MGK, Jakarta 17 Mei 2014 1
Kerusuhan Mei 1998 Peristiwa ini tak dapat dilepaskan dari
konteks situasi dan dinamika politik Indonesia pada waktu itu (Pemilu 1997, krisis ekonomi 1997, penculikan sejumlah aktivis, Sidang Umum MPR 1998, demonstrasi mahasiswa yang terus-menerus, serta tewas tertembaknya mahasiswa Trisakti Semuanya berkaitan dengan Peristiwa
13-15 Mei 1998 yang berlanjut pada pergantian kepemimpinan nasional pada tanggal 21 Mei 1998 2
Tragedi terjadi di beberapa kota secara bersamaan
dengan memakan korban nyawa dan harta benda Kerusuhan 13 –15 Mei 1998 berbentuk kerusuhan
massal (perusakan, pembakaran, penjarahan, pembunuhan, penganiayaan, penghilangan paksa, dan pemerkosaan) Ada indikasi terjadi pelanggaran HAM yang berat
pada peristiwa tersebut. Kerusuhan diyakini terkait erat dengan proses pergeseran elit politik saat itu yang kemudian diikuti dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 3
BAGIAN SATU
Latar Belakang & Konteks 4
Konteks Sosial-Politik Memasuki peralihan bulan Juni-Juli 1997 ekonomi
Indonesia mengalami keterpurukan Nilai mata uang Rupiah secara perlahan terus merosot jauh dibanding kurs dolar Amerika (1 US$ bernilai Rp 2.300 pada akhir tahun 1996 menjadi 1 US$ bernilai Rp 16.000 pada 26 Januari 1998) Muncul sejumlah krisis (pabrik terpaksa gulung tikar akibat mahalnya bahan dan suku cadang import, terjadi gelombang PHK buruh, pengangguran , ditambah dengan langkanya sembako). Upaya penjualan minyak goreng dan beras murah yang dilakukan pemerintah dengan koordinasi langsung dari Bulog juga tak banyak menolong 5
Orang-orang kaya yang panik dengan
menghilangnya bahan sembako dan membumbungnya harga barang-barang kebutuhan memilih untuk memborong makanan dan susu bayi. Apalagi harga susu kaleng di pasaran naik hingga 3 kali lipat Sejumlah kaum ibu yang bernaung di bawah kelompok Suara Ibu Peduli (SIP) berdemonstrasi di Bunderan HI yang menyuarakan tuntutan agar pemerintah mensubsidi harga susu untuk kebutuhan balita demi menyelematkan generasi mendatang 6
Ketergantungan pemerintah Indonesia pada utang luar
negeri kian besar Dalam persyaratan mendapatkan utang lanjutan dari IMF, pemerintah Indonesia menandatangani Letter of Intent (LoI) pada 31 Oktober 1997 berupa 50 butir paket IMF. Salah satunya adalah kesediaan untuk menutup 16 bank swasta Kebijakan yang bertujuan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan ini malah meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap bankbank nasional. Secara beramai-ramai masyarakat menarik dana dari bank, hingga terjadilah rush. 7
Soeharto yang terpilih dilantik lagi sebagai Presiden RI
pada tanggal 11 Maret 1997. Ia memilih B.J. Habibie sebagai wakil presiden. Soeharto dilantik oleh Ketua MPR/DPR yang baru, H. Harmoko, yang notabene adalah orang kepercayaannya yang sebelumnya memegang jabatan sebagai Ketua Umum Golkar Banyak orang, terutama kalangan aktivis dan oposisi yang telah lama berjuang menentang Soeharto, menjadi frustasi dengan pengangkatan iniBanyak protes tehadap Pemilu yang dinilai curang Harapan menjatuhkan Soeharto muncul ketika ekonomi memburuk. Apalagi terus memburuknya perekonomian sejak Juni 1997 diikuti dengan munculnya gejolak sosial.
8
Pada Januari 1998 mahasiswa UI di Kampus Salemba
mengeluarkan pernyataan permintaan mundur secara damai kepada pemerintah Orde Baru dengan menutup papan “selamat dating di kampus Perjuangan Orde Baru” yang terpampang di pojok kampus. Protes para mahasiswa ini juga mendapat dukungan dari kaum intelektual dan akademisi Pada pertengahan Januari 1998 sejkelompok peneliti Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) dipimpin Dr. Mochtar Pabottingi menyampaikan petisi berisi tuntutan agar segera dilakukan pergantian kepemimpinan nasional. 9
Gejolak politik yang secara akumulatif terjadi semenjak
1996 sebetulnya menggambarkan bahwa pemerintahan Soeharto sebnetulnya telah tidak mampu lagi menjaga keututuhan barisan Meski penangkapan dan represi terhadap oposisi dilakukan secara hebat oleh orang-orang Soeharto, namun sesungguhnya tak ada strategi yang utuh dalam menghadapi gejolak sosial Elit politik memilih berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan setiap kelompok bersaing untuk mengambil hati Soeharto. 10
Muncul Gerakan Anti-Tionghoa Krisis ekonomi pd Juli 1997 membuat rakyat di sejumlah
daerah yg mulai frustasi nekad melakukan penjarahan terhadap sejumlah toko penyalur sembako yg banyak dia antaranya adalah milik Tionghoa Situasi yg berkembang kemudian malah memunculkan
semacam tuduhan bahwa para pedagang Tionghoa sengaja menimbun barang sembako dagangannya utk mendapatkan keuntungan yang besar. Dengan demikian kebencian terhadap etnis Tionghoa
kembali menemukan momentumnya. Apalagi hargaharga sembako yang membumbung tinggi dan kelangkaan susu bayi lantas memicu masyarakat untuk melakukan panic buying 11
Beberapa media massa yang memberikan terjadinya aksi borong di berbagai pusat retail yang menampilkan para pemborong orang Tionghoa ini juga menambah lagi kebencian terhadap etnis Tionghoa
Sejumlah kerusuhan yang merebak di berbagai tempat seperti
di Situbondo, Kebumen, Rengasdengklok telah menimbulkan beberapa aksi yang sifatnya rasialis. Berbagai umpatan dan selebaran gelap yang bernada hasutan untuk menjarah took dan rumah milik Tionghoa bermunculan
Dalam berbagai kerusuhan, malah masyarakat yang mencoba
menghindari toko atau rumahnya menjadi sasaran amuk massa punya kiat tersendiri yang sebetulnya justru sangat rasial, yaitu menandai toko atau rumah mereka dengan tulisan
“rumah milik pribumi”, “rumah milik Jawa asli”, “pribumi
muslim” dan sebagainya.
12
Dengan demikian secara bertahap mulai dari kerusuhan di
sejumlah tempat dan krisis mata uang pada Juli 1997 telah menaikkan kebencian terhadap orang Tionghoa. Sebuah hal yang kemudian ditindak lanjuti dengan tawaran jasa pengamanan dari sejumlah organisasi kepemudaan dan oknum aparat keamanan dengan imbalan uang yang tidak kecil.
Situasi anti-Tionghoa terus berkembang. Ada sejumlah pihak
yang tamapknya ikut bermain dalam pengobaran kebencian terhadap orang Tionghoa. Di Bogor, di bawah pimpinan seorang yang mengaku sebagai dukun santet, masyarakat setempat membentuk Barisan Anti-Cina. Kelompok ini mengajak masyarakat sekitar untuk menduduki rumah-rumah milik orang Tionghoa. Mereka juga membongkar kuburan (bong) Tionghoa untuk dihinakan keluarganya, sekaligus menjarah harta di dalamnya
13
Di tengah krisis ekonomi 1997 muncul puja-puji terhadap
Presiden Soeharto sebagai manajer kampiun dga menulis buku berjudul Manajemen Pak Harto, putri sulung presiden Siti Herdiyanti Rukmana (Mbak Tutut) yg diangkat Soeharto menjadi menteri sosial melalui sejumlah pemancar televise menggelar dialog bertajuk “Aku Cinta Indonesia” dan “Aku Cinta Rupiah” Acara dialog yg dipromosikan oleh TVRI dan dipandu Kepra
dan Uzie Karundeng ini dilakukan berulang-ulang dengan intensitas tinggi Dialog yg melibatkan masyarakat luas ini pd akhirnya juga
memproduksi wacana ttg orang Tionghoa sbg penyebab terjadinya krisis. Antara lain para konglomerat keturunan Cina (Tionghoa) yg telah memindahkan modalnya ke luar negeri. Orang Tionghoa dianggap tak mempunyai nasionalisme Kotbah di sejumlah mesjid di Jakarta juga
mengumandangklan hal yang senada. 14
Anti Tionghoa di Bandung Namun munculnya gerakan anti-Tionghoa secara massif justru di
mulai di Bandung sejak September 1997 Sepasang muda-mudi Tionghoa yg sedang berpacaran dicegat oleh sejumlah pemuda. Si pemuda dirampok dan dipukuli, pacarnya diseret dan dilarikan ke komplek perparkiran di kawasan Bandung Indah Plaza (BIP), dimasukkan ke sebuah mobil dan diperkosa secara bergiliran Berbagai isyu ttg penyerangan terhdp etnis Tionghoa lantas bermuncul bersamaan dgn isyu penggusuran terhadap tukang becak dan pedagang kaki lima di Bandung Berbagai selebaran yg menghargai satu kepada Tionghoa dengan uang sebesar Rp 500.000 bermunculan di kawasan Kopo, Cicaheum dan Tamansari Juga muncul selebaran gelap yg mengajak masyarakat golongan ekonomi lemah utk melakukan penjarahan, perusuhan dan kekerasan terhadap orang Tionghoa di Bandung 15
Media massa memberitakan bahwa di Bandung pada akhir 1997
hingga Juli 1998 menunjukkan naiknya intensitas aksi pelecehan dan perkosaan terhadap perempuan Tionghoa Selain aksi perkosaan beredar selebaran gelap di kalangan
masyarakat berekonomi lemah seperti tukang becak, sopir angkot, maupun pekerja kasar yang mengajak untuk melakukan gerakan menghabisi orang Tionghoa sekaligus merampas harta milik mereka. Hal ini dilaporkan ke Kodam III/Siliwangi. Pada Juli 1998 bukan hanya berbagai hasutan dan selebaran
gelap yang marak beredar, tapi juga fotokopi gambar pemerkosaan dan film dalam bentuk keping VCD dijual dan diedarkan secara terbuka dengan maksud tak lain untuk menciptakan teror Selain itu rumah-rumah milik warga keturunan Tionghoa di
Bandung juga diberi tanda-tanda khusus seperti silang, salib atau nol berkaki oleh kelompok orang misterius yang membuat sebagai warga terpaksa pergi mengungsi karena kuatir dengan keamanan mereka (dimuat di Suara Karya, 25/7/98 dan 31/7/98). 16
Upaya Meredam Mahasiswa Gagal Di tengah berbagai kecaman dan demonstrasi, pada 15 April 1998
Presiden Soeharto memerintahkan mahasiswa agar menghentikan aksi protesnya dan kembali kuliah seperti biasa, namun para mahasiswa mengabaikannya
Keesokan harinya, 16 April 1998 Soeharto memberikan petunjuk memberikan petunjuk tegas kepada pimpinan ABRI (termasuk Polri) untuk menindak tegas aksi mahasiswa, termasuk penggunaan tindakan represif dalam situasi memaksa
Berdasar petunjuk tersebut Menhankam/Pangab Jendral TNI Wiranto dan 14 anggota kabinet yang baru dilantik mengadakan dialog dengan sejumlah mahasiswa dan tokoh yang dikenal kritis terhadap pemerintah. Namun kebanyakan pimpinan lapangan aktivis mahasiswa memboikot pertemuan di Kemayoran yang dianggap sebagai upaya meredam kekuatan mahasiswa itu
Mengantisipasi munculnya aksi penunggangan, Jendral TNI Wiranto mengeluarkan imbauan agar mahasiswa dalam melakukan aksinya tidak keluar dari lingkungan kampus. 17
Kondisi di Jakarta Pemberlakuan Siaga I, pasukan didatangkan ke ibukota Operasi mantap Jaya (TNI) dan Mantap Brata (Polri) Apel siaga di Parkir Timur dengan Irup Pangdam Jaya
Mayjen TNI Syafrie Sjamsoeddin Pada 11 April 1998, BIA mengirimkan telegram Rahasia kepada Pangdam-pangdam dan Kapolda-kapolda tentang early warning, bahkan ada keterlibatan pondok pesantren dan konsulat asing. BIA juga memberikan peringatan mewaspadai penggabungan kelompokkelompok pelajar, pekerja, dan kelompok miskin, serta cegah timbulnya martir Tanggal yang harus diwaspadai adalah 15, 16, 18, dan 20 Mei 1998. 18
Bagian Dua
PERISTIWA KERUSUHAN MEI
19
Pemicu Kerusuhan Mei 1998
Mahasiswa Trisaksi demo ke luar kampus dan memaksa agar rombongan bisa bergerah ke Gedung DPR/MPR
Aparat mendesak mahasiswa untuk mundur kembali ke kampus. Dalam pergerakan mundur ke kampus terjadi bentrokan.
Kerumunan aparat kemudian melepaskan berondongan tembakan ke arah halaman kampus. Akibat peristiwa tersebut gugur mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie, Hafidin Royan. Meninggalnya mahasiswa Trisakti dgn sgr menyebar dan mendapat reaksi dari banyak kalangan
Segera pd malam terjadinya penembakan, kampus Trisakti menjadi pusat perhatian masyarakat dgn banyaknya masyarakat dari berbg kalangan memenuhi kampus Trisakti
20
Kerusuhan 13-15 Mei 1998 Pagi hari terlihat kampus Trisakti telah ramai dipadati massa
mahasiswa dan karangan bunga. Mahasiswa melakukan mimbar bebas dan memutar lagu-lagu menjelang pemberangkatan jenazah dari kampus. Terlihat beberapa tokoh politik seperti Hariman Siregar, Wimar Witoelar, Megawati Sukarnoputri dan Amien Rais melakukan orasi di hadapan massa. Situasi di luar kampus juga ramai dipadati masyarakat yang mulai berkerumun menyaksikan keramaian di halaman kampus Trisakti Kerusuhan awal di Jl. Kyai Tapa mulai berlangsung saat mahasiswa
sedang melakukan aksi mimbar bebas di halaman kampus Trisakti. Massa yang bertambah banyak di luar pagar kampus, kemudian melakukan aksi-aksi sendiri dan mengajak mahasiswa bergabung. Mahasiswa tidak ikut bergabung Setelah terjadi bentrok dengan aparat, massa diluar kampus mulai
melakukan tindakan-tindakan pengrusakan dan bentrok dengan aparat yang berjaga di sekitar Citra Land. Pembakaran pertama dilakukan terhadap sebuah truk kemudian disusul yang lain.
21
Kerusuhan berkembang
secara paralel di sejumlah tempat strategis dengan kejadian dan model yang sama (dimulai dengan dijebolnya pintu/jendela toko, masuknya provokator yang mengundang massa, pembakaran dll) Pencegatan mobil dan kebndaraan oleh massa yang kemudian dibakar Berkembang isyu pemerkosaan di sejumlah pertokoan dan perumahan
22
Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 terjadi di beberapa
daerah. Kerusuhan dalam skala besar terjadi di beberapa wilayah, yaitu; Kerusuhan 4-8 Mei 1998 dan 27 Mei 1998 di Medan dan kabupaten lain di Sumatra Utara. Kerusuhan 13-15 Mei 1998 di Jakarta. Kerusuhan 14-15 Mei 1998 di Solo. Kerusuhan 15 Mei 1998 di Lampung. Kerusuhan 13-15 Mei 1998 di Palembang. Kerusuhan 14-15 Mei 1998 di Surabaya. 23
Korban Versi POLRI Jakarta: 293 orang tewas, 1.344 bangunan rusak dan dibakar, 1.009
kendaraan roda empat rusak/dibakar, 205 roda dua rusak/dibakar Solo, Klaten, Boyolali: 19 tewas, 694 bangunan rusak/dibakar, 324
kendaraan bermotor rusak/dibakar Medan, Deli, Langkat, Simalungun: 4 tewas, 992 bangunan
rusak/dibakar, 90 kendaraan bermotor rusak/dibakar Palembang: 1.232 bangunan rusak/dibakar, 49 kendaraan bermotor
rusak/dibakar Surabaya: 17 toko rusak/dibakar, 3 kendaraan bermotor
rusak/dibakar Padang: 4 bangunan rusak/dibakar, 2 kendaraan bermotor
rusak/dibakar Bandung: 32 toko rusak/dibakar 24
Jumlah korban menurut laporan
TGPF adalah 52 orang korban perkosaan, 14 orang korban penganiayaan, 10 orang korban penyerangan seksual, dan 9 orang korban pelecehan seksual
TGPF mencatat korban tewas di peristiwa "Yogya Lautan Api" sebanyak 488 jiwa. Ini jumlah terbesar dibandingkan korban di titik kerusuhan lain
Dari hasil penyelidikannya dulu, Wakil Sekretaris TGPF Asmara Nababan pun menyimpulkan aksi brutal di pertokoan ini memang terpola dan terorganisasi
"Mereka terlatih, dan besar
kemungkinannya terkait dengan militer,” kata Asmara. 25
Angka versi Polri tersebut diragukan banyak pihak Sejumlah kalangan meyakini bahwa korban tewas lebih banyak
dari yang tercatat di kepolisian
Khusus untuk kasus pemerkosaan Tim Relawan menyatakan
bahwa korban meninggal dunia akibat dibakar/terbakar sebanyak 1.190 orang, 27 orang meninggal akibat senjata atau lainnya, dan 90 orang luka-luka. Hingga 3 Juli 1998 korban pemerkosaan dan pelecehan seksual yg melapor sebanyak 168 orang. Di Jakarta 153 orang, 20 di antaranya meninggal dunia. 26
Pemerkosaan terjadi
di Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan kawasan lain yang ada konsentrasi warga Tionghoa. Di Jakarta pada tanggal 13 Mei 1998 terdapat 9 orang korban pemerkosaan, 3 diantaranya meninggal dunia. Tanggal 14 Mei 1998 ada 132 orang korban pemerkosaan, 14 diantaranya meninggal dunia. 27
Temuan TGPF Di Solo terdapat petunjuk jelas
adanya keterlibatan preman setempat dan aparat keamanan, terutama dari kesatuan Kopassus. Kerusuhan di Solo mengindikasikan keterkaitan antara kekerasan massa di tingkat bawah dengan pertarungan elit atas.
Kerusuhan di Surabaya dan
Lampung dapat dikelompokkan menjadi satu klasifikasi. Kerusuhan di kedua kota ini berlangsung relatif cepat dan dapat segera diatasi. Skalanya relatif kecil dengan korban dan kerugian yang tidak begitu besar. Di kedua kota ini menunjukkan lebih menonjolnya sifat lokal, sporadis, terbatas, dan spontan. 28
Kerusuhan di Palembang lbh bersifat tak spontan
dibandingkan di Surabaya dan Lampung. Para “penumpang gratis” atau provokator lokal lebih berperan, sekalipun tak ada indikasi yg mengarah pada kerusuhan terencana dan terorganisir dalam skala yg lebih besar Sedangkan kerusuhan di Medan, unsur-unsur penggerak
lokal lebih menonjol lagi dan terjadi sejak sebelum 13 – 15 Mei 1998. Kerusuhan di Jakarta, jika dilihat dari urutan waktu, ada pola
aksi yg serentak dalam skala yg luas dengan korban yg cukup besar. Indikasi terencana dan terorganisir terlihat dari adanya pelaku yg bukan warga setempat, terlihat terlatih, dan “kekosongan” aparat keamanan saat terjadi kerusuhan.
29
Ciri Pelaku Provokator
Berkelompok dengan ciri fisik yang hampir sama. Penampilan seperti preman, kucel, gondrong. Badan tegap, rambut cepak, usia 20-30, tinggi besar. Badan tegap, keriting, Indonesia Timur. Berseragam SMU dan berseragam SMU, tampang lebih tua, badan kekar. Berpakaian berbeda dengan massa yang menjarah (rapi). Berpenampilan seperti massa umumnya (celana pendek). Gerakan tangkas, cepat dan terlatih. Membawa peralatan dan bahan tertentu. Berkelompok menuju pusat massa. Selain itu pada banyak lokasi terlihat juga 1 atau beberapa orang mengambil peran-peran tertentu seperti memanasi massa, mengarahkan massa. 30
Kesimpulan Tim Ad Hoc Telah dipenuhi indikasi terjadinya
pelanggaran HAM yang berat (kejahatan terhadap kemanusiaan: pembunuhan, perkosaan dan kekerasan seksual, penaniayaan terhadap suatu kelompok) Telah terjadi serangan terhadap warga sipil Terpenuhi unsur mens rea dan elemen kejahatan Terpenuhi unsur chappeau (systemic and wide spread) 31
Bagian Tiga
UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN
32
Pemerintah membentuk Komnas Perempuan Pemerintah membentuk TGPF Pemerintah memberikan payung UU kepada Komnas
HAM Tim Penyelidikan Ad Hoc Pelanggaran HAM Yang berat
Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 bentukan Komnas HAM yang diketuai Solahuddin Wahid telah menyelesaikan laporan pada September 2003 Laporan tim Ad Hoc dinyatakan diterima dan disetujui
oleh Rapat Pleno Komnas HAM dan pada akhri September 2003 disampaikan kepada Jaksa Agung.
33
Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu P
1. Peristiwa Trisakti-Semanggi I dan Semanggi II 2. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Telah Selesai Diselidiki Komnas HAM
Tidak ditindak-lanjuti oleh Jaksa Agung
3. Peristiwa Wamena-Wasior 4. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 5. Peristiwa Talangsari 1989 6. Peristiwa Kejahatan 1965-1966
7. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
Belum ditindaklanjuti oleh Presiden
34
Alur Penanganan Pelanggaran HAM Yang Berat (Ideal/Versi K HAM)) Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu DPR RI
Presiden
Rekomendasi
Keppres Pengadilan HAM Ad Hoc
Penyelidikan
Komnas HAM
Penyidikan
Penuntutan
Pemeriksaan di Pengadilan HAM
Kejaksaan Agung
35
Alur Penanganan Pelanggaran HAM Yang Berat (Versi Jagung) Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu DPR RI
Presiden
Rekomendasi
Keppres Pengadilan HAM Ad Hoc
Penyelidikan
Komnas HAM
Penyidikan
Penuntutan
Pemeriksaan di Pengadilan HAM
Kejaksaan Agung
36
Masalah Dalam Peristiwa TSS, DPR pro aktif menindaklanjuti temuan Komnas HAM dengan membentuk Tim Pansus, mengundang para saksi, dan menyimpulkan tak ada pelanggaran HAM yang berat Dari mana DPR memiliki kewenangan melakukan penyelidikan? DPR adalah lembaga politik, tak bisa dan tak memiliki alat kelengkapan untuk melakukan penyelidikan pro-yustisia
Alur Penanganan Pelanggaran HAM Yang Berat (Versi MK) Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu DPR RI
Presiden
Rekomendasi
Keppres Pengadilan HAM Ad Hoc
Penyelidikan
Komnas HAM
Penyidikan
Penuntutan
Pemeriksaan di Pengadilan HAM
Kejaksaan Agung
38
Terobosan di Era Gus Dur Jaksa Agung langsung melakukan penyidikan
berdasar perintah presiden
Presiden menyusul keluarkan Keppres
tentang pembentukan Pengadsilan HAM Ad Hoc
Poresiden perintah semua pimpinan TNI dan
Polri untuk menghormati proses penyelidikan, penyidikan dan pengadilan HAM yang sedang berjalan
Upaya Dukungan Yang Dilakukan Komnas HAM
Bertemu Presiden SBY pada 13 Mei 2011 dan minta agar seluruh hasil Penyelidikan K HAM yang sudah di Kejagung bisa ditindaklanjuti
40
Pada 30 Oktober 2012 menemui Jaksa Agung dan para Jagung Muda Untuk Koordinasi Merngenai Proses Penyidikan dan Penuntutan
41
Terima Kasih