Kerjasama antara: Kementerian Lingkungan Hidup – BAKOSURTANAL 2011
Deskripsi Ekoregion Nasional
DAFTAR ISI Pendahuluan 1.1 Konsep Dasar Pembentukan Kepulauan Indonesia 1.2 Pendekatan Penetapan Ekoregion Nasional 1.3 Maksud dan Tujuan Penetapan Ekoregion Nasional 1.4 Ruang Lingkup Wilayah dan Materi
Metode Penyusunan 2.1 Sumber Data 2.2 Pengolahan Data 2.4 Penyajian Data
Karakteristik Ekoregion 3.1 Deskripsi Komponen Ekoregion Nasional 3.2 Deskripsi Sub Ekoregion Nasional
Deskripsi Ekoregion Nasional
DAFTAR ISTILAH Aluvium:
: Merupakan material hasil pengendapan berupa campuran pasir, debu, dan lempung dalam komposisi seimbang.
Fisiografi:
: Studi genesis dan evolusi bentuk lahan. Fisiografi merupakan suatu istilah lebih tua yang termasuk tidak hanya bentuk permukaan bumi dan geologi tetapi juga klimatologi, meteorologi dan Oceanografi dan pada umumnya fenomena alam yang sesungguhnya.
Geomorfologi:
: Geomofologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari bentuk lahan. Cakupan dari ilmu ini sama dengan cabang ilmu lain diantaranya geografi, geologi, geodesi dan geofisik. Pada kenyataannya geomorfologi lebih spesifik dari studi evololusi bentuk lahan dan bentang lahan, khususnya karena pengaruh proses erosi.
Sedimen Klastis:
: Akumulasi partikel-partikel yang berasal dari pecahan batuan dan sisa-sisa kerangka organisme yang telah mati.
Busur Muka:
: Merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut.
Busur Magmatis:
: Merupakan jalur pegunungan gunung apai aktif di Indonesia yang memiliki topografi khas dengan sumberdaya alam yang khas juga.
Busur Belakang:
: Merupakan bagian paling belakang dari rangkaian busur tektonik yang relatif paling stabil dengan topografi yang hampir seragam berfungsi sebagai tempat sedimentasi.
Batuan Sedimen:
: Batuan berbahan lepas sebagai hasil proses
Deskripsi Ekoregion Nasional pengendapan, dengan struktur lapisan yang jelas atau hasil proses organik. Batuan Beku:
: Batuan masif hasil proses pembekuan asal proses volkanik.
Batuan Metamorf
: Batuan masif hasil proses penekanan lapisan batuan pada suhu sangat tinggi, dengan perubahan struktur.
Antiklinorium
: Sebuah struktur geologi berupa puncak lipatan besar permukaan bumi, terdiri atas beberapa puncak lipatan yang lebih kecil.
Sinklinorium
: Sebuah struktur geologi berupa lembah lipatan besar permukaan bumi, terdiri atas beberapa puncak lipatan yang lebih kecil.
Meteorologi
: Meteorologi adalah studi ilmiah interdisipliner yang mempelajari tentang atmosfer. Biasa digunakan untuk pengolahan data cuaca dan musim.
Deposisional
: Pengendapan.
Elevasi
: Ketinggian.
Abrasi
: Pengikisan gelombang.
Akresi
: Penambahan pengendapan
Topografi
: Studi tentang bentuk permukaan bumi. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal. Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis lahan.
Toponimi
: Penamaan unsur unsur geografi.
Post volcano
: Waktu setelah terjadinya erupsi gunung api.
pantai pantai
akibat akibat
proses proses
Deskripsi Ekoregion Nasional Erupsi gunungapi
: Adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi. Ketika magma bergerak naik, banyak gas dilepaskan, dan tekanan gas itulah yang menimbulkan semburan material volkanik.
Morfologi
: Ilmu yang mempelajari bentuk muka bumi.
Relief
: Bentuk permukaan bumi.
Endogen
: Adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi.
Pengangkatan
: Proses terangkatnya lempeng benua akibat terjadinya tumbukan dengan lempeng samudera pada zona subduksi (zona penunjaman).
Patahan
: Salah satu struktur geologi yang terjadi karena adanya tekanan yang kuat melampaui titik patah batuan, dan berlangsung sangat cepat, yang mengakibatkan retakan batuan, dan juga batuan dapat terpisah.
Batuan Beku Plutonik
: Batuan beku yang terbentuk jauh di dalam perut bumi.
Litologi
: Satuan batuan.
Tektogenesa
: Proses terjadinya pembentukan bumi dimana terjadi perubahan letak lapisan permukaan bumi secara horizontal dan secara vertical. Gerak ini di bedakan lagi menjadi 2 (dua) yaitu epirogenesis(gerak vertical) dan orogenesis (gerak horizontal).
Digital Elevation Model (DEM) : Model 3 (tiga ) dimensi permukaan bumi. Citra SRTM 90
: Citra Radar untuk misi pemetaan topografi milik NASA.
plain
: Dataran.
undulating
: Berombak.
rolling
: Bergelombang.
Deskripsi Ekoregion Nasional hill
: Bukit.
mount
: Gunung.
Informasi Geospasial
: Informasi spasial yang mempunyai referensi geografis.
Sistem Informasi Geografi
: Sistem informasi khusus untuk mengelola data yang memiliki informasi spasial.
Landas kontinen
: Dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
Land System
: Delinisasi dari unit wilayah pemetaan yang terdiri dari atribut komponen lahan, dimana masing-masing punya variasi iklim, litologi (tipe batuan), bentuk lahan (morfologi/ fisiografi), jenis tanah, dan tumbuhan asli.
Superbenua Pangea
: Sebuah superbenua yang meliputi seluruh daratan di bumi sebelum Periode Trias. Pangea pecah selama Periode Triassic dan Jurassic, memisahkan menjadi Laurasia dan Gondwanaland.
Era Mesozoikum
: Skala waktu geologi yang berlangsung kurang lebih selama 180 juta tahun, antara 251 hingga 65 juta tahun yang lalu. Era ini dibagi menjadi tiga periode: Trias, Jura, dan Kapur Mesozoikum ditandai dengan aktivitas tektonik, iklim, dan evolusi. Era ini ditandai dengan bergeraknya benuabenua secara perlahan yang mengalami pergeseran dari saling menyatu satu sama lain menjadi seperti keadaannya saat ini. Pergeseran ini menimbulkan spesiasi dan berbagai perkembangan evolusi penting lainnya. Iklim hangat yang terjadi sepanjang periode juga memegang peranan penting bagi evolusi dan diversifikasi spesies hewan baru. Pada akhir zaman ini, dasar-dasar kehidupan modern terbentuk.
Deskripsi Ekoregion Nasional
LEMBAR PENGHARGAAN Pembina : Prof. DR. Ir. H. Gusti M. Hatta, Ms – Menteri Negara Lingkungan Hidup Dr. Asep Karsidi, M.Sc – Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) Pengarah: Drs. Imam Hendargo A. Ismoyo, MA – Deputi I MENLH Bidang Tata Lingkungan, KLH Dr. Priyadi Kardono, M.Sc.– Deputi Bidang Survei Sumber Daya Alam, BAKOSURTANAL Tim Penyusun: 1. Tim Asdep Perencanaan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup Ir. Wahyu Indraningsih Dra. Ardina Purbo, M.Sc Dra. Lien Rosalina, MM Hendaryanto, ST., M.Si Farid Mohammad, ST Dra. Desi Florita, M.Si
Estamina Silalahi, S.Si Nur Mala Eka Putri Torinda Susy Sinaga, S.Kom Deddy Hernawan, ST., MS Hamid Asikin Barkah Sulistiowati, S.Sos
Yos Hendra Eli Nurhayati Imron Modhoffar Moh. Arifin, SH Dadi Supriadi
2. Tim Bakosurtanal Drs. Adi Rusmanto,MT Dr. Nurwadjedi, M.Sc Drs. Jaka Suryantana, M.Sc Drs. Sukendra Martha, M.App.Sc
Yusuf Wibisono, S.Si Th. Retno Wulan, M.Agr DR. Rer.nat. Sumaryono, M.Sc Umi Hidayati S.Si Fandy Tri Atmadjaya S.Si Fitri Nurcahyani S.Si
3. Tim Pakar Ir. Tjuk Kuswartojo (ITB) Ir. Hardoyo (ITB) Dr. Ahmad Riqqi (ITB)
Dr. Langgeng W.S (UGM) DR. Sunarto (UGM) Ir. Sudarmo MT (UGM) Bowo Susilo, S.Si MT (UGM) Drs. Noorhadi Rahardjo MSc
DR. Boedi Tjahjono (IPB)
Terimakasih Kepada: Seluruh pihak yang terlibat dalam proses penyusunan Ekoregion Nasional ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Deskripsi Ekoregion Nasional
Deskripsi Ekoregion Nasional
Deskripsi Ekoregion Nasional
PENDAHULUAN
K
Klasifikasi wilayah secara ekologi telah dilakukan di berbagai negara, Di Indonesia pun, pembagian wilayah atas dasar ekologi sudah dilakukan, misalnya pembagian wilayah ekologi berdasarkan Daerah Aliran Sungai, sebaran vegetasi, dan lainnya. Namun, pembagian wilayah ekologi yang memperhatikan kesamaan sejumlah parameter baik fisik maupun non fisik dan untuk tujuan perencanaan belum dilakukan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat amanat yang berupaya mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup ke dalam perencanaan pembangunan, melalui wilayah ekologi yang disebut wilayah ekoregion. Indonesia telah memiliki sistem perencanaan yang lengkap, mulai dari tingkat Nasional sampai tingkat Kabupaten/Kota. Saat ini, Pemerintah menggunakan Rencana Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah (RPJP dan RPJM) untuk semua tingkatan tersebut, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), maupun rencana-rencana sektoral. Tapi semua perencanaan tersebut belum memasukkan aspek lingkungan hidup secara menyeluruh di dalamnya. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam rangka mengkaitkan antara perencanaan pembangunan, penataan ruang, dan pertimbangan lingkungan hidup, Pemerintah menggunakan pendekatan ekoregion. Wilayah ekoregion merupakan wilayah yang memasukkan faktor kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora dan fauna, maupun interaksi antar manusia dengan alam, sehingga diharapkan dapat memberikan pertimbangan yang komprehensif bagi pembangunan. Penetapan wilayah ekoregion ini sebagai basis wilayah untuk menentukan kebijakan pemanfaatan dan pencadangan sumber daya alam, serta untuk menentukan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 1.1. Konsep Dasar Pembentukan Kepulauan Indonesia Penetapan wilayah ekoregion nasional tidak lepas dari sejarah pembentukan geologi wilayah kepulauan Indonesia. Wilayah utama daratan Indonesia terbentuk dari dua ujung Superbenua Pangaea di
1
Deskripsi Ekoregion Nasional
Era Mesozoikum pada masa 250 juta tahun yang lalu. Dua bagian ini bergerak mendekat akibat adanya pergerakan lempeng, sehingga pada saat Zaman Es berakhir, terbentuk selat besar di antara dua lempeng tersebut yang membentuk Paparan Sunda di barat dan Paparan Sahul di timur. Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan pulau-pulau di sekitarnya mengisi ruang di antara dua paparan yang berseberangan, sehingga wilayah tersebut disebut Wallacea. Pembentukan wilayah Kepulauan Indonesia juga terjadi akibat tumbukan antara Lempeng Indo-Australia di selatan, Eurasian sebelah barat, serta Lempeng Pasifik di timur laut, sehingga di Paparan Sunda bagian barat dan selatan terdapat daerah vulkanik aktif yang membentuk jajaran gunungapi (yang disebut busur magmatis) di pulau Sumatera dan pulau Jawa, serta daerah vulkanik aktif di Wallacea yaitu sebelah utara pulau Sulawesi. Akibatnya adalah wilayah Indonesia memiliki kekayaan mineral bagi tanah di sekitarnya, memiliki daerah yang subur untuk pertanian, namun juga rawan gempabumi. Pertemuan lempeng benua ini juga mengangkat sebagian dasar laut ke atas mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang kaya gua di sejumlah tempat. Kepulauan Indonesia terletak pada wilayah iklim tropika, yang berarti memiliki laut hangat dan mendapat penyinaran cahaya matahari terus menerus sepanjang tahun dengan intensitas tinggi. Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya akan keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Laut yang hangat menjadi titik pertemuan dua samudera besar. Wilayah Wallacea merupakan bagian dari arus laut dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang kaya akan sumber daya laut. Terumbu karang di wilayah ini menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur awal masyarakat penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan kekayaan laut dan mendorong mereka untuk memahami navigasi pelayaran dasar. Benua Australia dan perairan Samudera Hindia dan Pasifik di sisi lain memberikan faktor variasi iklim tahunan yang penting. Kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh sistem muson, yang mengakibatkan terjadinya perbedaan ketersediaan air dalam setahun di berbagai tempat. Sebagian besar wilayah mengalami musim kemarau dan musim penghujan. Pada wilayah ini dikenal angin barat (terjadi pada musim penghujan) dan angin timur. Dari sudut persebaran makhluk hidup, wilayah Kepulauan Indonesia merupakan titik pertemuan dua tipe flora dan tipe fauna yang berbeda.
2
Deskripsi Ekoregion Nasional
Wilayah bagian Paparan Sunda, yang selalu tidak jauh dari ekuator, memiliki fauna tipe Eurasia, sedangkan wilayah bagian Paparan Sahul di timur memiliki fauna tipe Australia. Wilayah Wallacea membentuk “jembatan” yang menunjukkan percampuran dua tipe ini. Karena lokasinya terisolasi, kawasan tersebut memiliki tipe yang khas. 1.2 Pendekatan Penetapan Ekoregion Nasional Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mepertimbangkan kesamaan: a) Karakteristik bentang alam; b) Daerah Aliran Sungai; c) Iklim; d) Ekonomi; f) Ekonomi; g) Kelembagaan masyarakat; dan h) Hasil inventarisasi lingkungan hidup. Untuk skala nasional, belum seluruh parameter di atas dapat ditampilkan, karena sebagian dari informasi tersebut belum dapat muncul pada skala nasional dengan skala 1: 1.000.000. Hanya parameter fisik yang menonjol dan relatif tidak banyak berubah yang dapat muncul pada skala nasional, antara lain adalah tektogenesa, morfologi, litologi dan iklim. Mengingat keanekaragaman yang terdapat dalam Kepulauan Indonesia cukup tinggi, maka dalam penetapan Ekoregion Nasional tersebut perlu digunakan pendekatan yang bersifat tetap/statis, mewakili komponen fisik umum, mudah diaplikasikan dalam bentuk peta, memiliki kelas-kelas turunan yang lebih detail, hirarki yang jelas dalam unit pemetaan, ketersediaan data, dan terukur. Mengingat komponenkomponen yang diperlukan dalam pendekatan tersebut secara umum telah terwakili dalam Peta Sistem Lahan, maka penetapan Ekoregion Nasional menggunakan operasionalisasi pemetaan dengan pendekatan Sistem Lahan (Land System). 1.3 Maksud dan Tujuan Penetapan Ekoregion Nasional Maksud disusunnya peta Ekoregion Nasional ini adalah sebagai dasar penetapan ekoregion Pulau, Provinsi, dan Kabupaten/Kota untuk arahan dalam rangka mengenali potensi dan permasalahan wilayah
3
Deskripsi Ekoregion Nasional
yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). 1.4 Ruang Lingkup Wilayah dan Materi a. Lingkup Wilayah Lingkup wilayah meliputi wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas zona ekonomi eksklusif, landas kontinen dan zona tambahan di mana negara memiliki hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. b. Lingkup Substansi Pembagian Ekoregion Nasional dan pembuatan Peta Ekoregion Nasional meliputi delineasi wilayah Indonesia ke dalam wilayah ekoregion berdasarkan pembentukan geologi dan tektonegesa, serta pembagian lebih lanjut ke dalam kelas ekoregion berdasarkan parameter geomorfologi, litologi, dan iklim.
4
Deskripsi Ekoregion Nasional
METODE PENYUSUNAN
M
Metode pemetaan yang digunakan dalam penyusunan Peta Ekoregion Nasional ini adalah dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar pemetaan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Tahapan yang dilakukan adalah dengan generalisasi Peta Sistem Lahan skala 1: 250.000 dengan ekstraksi informasi aspek geomorfologi, litologi, iklim, dan tektogenesa yang disajikan dalam peta skala 1.000.000 dengan menggunakan Peta Rupabumi Indonesia skala 1.1000.000 sebagai peta dasar. Keberhasilan pendekatan diatas adalah pada ketersediaan informasi geospasial, baik dasar dan tematik. Informasi Geospasial adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Informasi Geospasial Dasar berisi tentang objek yang dapat dilihat secara langsung atau diukur dari kenampakan fisik di muka bumi dan yang tidak berubah dalam waktu yang relatif lama. Sementara Informasi Geospasial Tematik adalah Informasi yang menggambarkan satu atau lebih tema tertentu. 2.1 Sumber data Data yang digunakan dalam pembangunan Peta Ekoregion Nasional skala 1:1.000.000 ini adalah : a. Peta Sistem Lahan (Land System) wilayah Indonesia skala 1:250.000 atau seluas 1.5o x 1o sejumlah 306 lembar untuk seluruh Indonesia, dengan tahun pembuatan 1984 sampai tahun 1990, dari BAKOSURTANAL. b. Peta Iklim skala 1:1.000.000. tahun 1971-2000 dari Badan Meteorologi dan Klimatologi Indonesia. c. Peta Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:250.000 tahun pembuatan bervariasi 1980 – 2006 dari BAKOSURTANAL.
5
Deskripsi Ekoregion Nasional
2.2 Pengolahan Data Pengolahan meliputi dijitasi data, editing topologi dan pengisian atribut serta toponimi. Seluruh proses dilaksanakan dengan memanfaatkan aplikasi pengolah data spasial. Seluruh data dalam Peta Sistem Lahan terlebih dahulu dilakukan penggabungan dan generalisasi , sehingga didapatkan data seamless untuk seluruh Indonesia. Analisis dilaksanakan melalui analisis tumpang susun antara informasi geomorfologi, litologi, dan iklim. Informasi tentang geomorfologi diperoleh dari Peta Sistem Lahan skala 1:250.000 yang mengalami proses generalisasi dari plain, undulating, rolling, hill, dan mount menjadi 3 (tiga) kelas yaitu: dataran, perbukitan, dan pegunungan. Sedangkan informasi litologi juga diperoleh dari Peta Sistem Lahan yang digeneralisasi menjadi 4 (empat) kelas yaitu: material aluvium, batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Sedangkan informasi yang memberikan gambaran iklim diperoleh dari Peta Iklim skala 1:1.000.000. tahun 1971-2000 yang diterbitkan oleh Badan Meteorologi dan Klimatologi Indonesia dimana dibagi menjadi dua kelas yaitu iklim basah dan iklim kering. Pada akhirnya hasil analisis ketiga informasi tersebut menghasilkan 16 informasi bentukan baru yang diasosiasikan sebagai kelas ekoregion. 2.4 Penyajian Data Data spasial yang dihasilkan berupa Peta Ekoregion Nasional skala 1 : 1.000.000 yang terbagi dalam 16 (enam belas) kelas ekoregion. Teknik penyajian data dalam peta untuk menggambarkan morfologi adalah menggunakan gradasi warna. Sedangkan penyajian data dalam peta untuk menggambarkan litologi menggunakan arsir. Gambaran tentang area yang mempunyai iklim basah atau iklim kering dibedakan dengan simbol huruf D (Dry) untuk iklim kering dan W (Wet) untuk iklim basah. Untuk memberikan kemudahan pehaman maka peta ekoregion skala 1:1.000.000 disajikan secara 3 dimensi. Penyajian tersebut menggunakan Digital Elevation Model (DEM) yang berasal dari citra SRTM 90.
6
Deskripsi Ekoregion Nasional
KARAKTERISTIK EKOREGION 3.1 Deskripsi Komponen Ekoregion Nasional Untuk menentukan komponen dalam mendeskripsikan karakteristik ekoregion pada tingkat nasional, didasarkan atas isi UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan bahwa inventarisasi lingkungan hidup dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumberdaya alam, yang meliputi aspek-aspek: (a) potensi dan ketersediaan; (b) jenis pemanfaatan; (c) bentuk penguasaan; (d) pengetahuan pengelolaan; (e) bentuk kerusakan; dan (d) konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. Selanjutnya pada Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan: (a) karakteristik bentang alam, (b) daerah aliran sungai, (c) iklim, (d) flora dan fauna, (e) sosial budaya, (f) ekonomi, (g) kelembagaan masyarakat, dan (h) hasil inventarisasi lingkungan hidup. Berdasarkan isi dari kedua pasal di atas dan dengan mempertimbangkan luas cakupan wilayah seluruh Negara Kepulauan Indonesia maupun ketersediaan data spasial skala nasional, maka untuk kepentingan penyusunan kelas ekoregion nasional, parameter deskripsi ekoregion yang ditetapkan terdiri atas: (1)
Karakteristik umum, meliputi: aspek geomorfologi berdasarkan kondisi morfologi secara umum, aspek lithologi yang menekankan pada jenis material atau batuan penyusun secara genesa, proses geomorfologi yang mungkin terjadi, dan kondisi iklim berdasarkan besarnya curah hujan rerata tahunan;
(2)
Potensi sumberdaya alam secara tentatif dan kerentanaan lingkungan yang mungkin terjadi pada setiap kelas ekoregion, yang dirumuskan berdasarkan karakteristik umum pada poin (1); dan.
(3)
Distribusi yang menunjukkan persebaran area setiap kelas
7
Deskripsi Ekoregion Nasional
ekoregion dalam hubungannya atau kedudukan terhadap busur benua dan secara keruangan menurut pulau atau kepulauan di seluruh Negara Kepulauan Indonesia, yang secara terinci disajikan dalam Tabel A. Tabel A. Komponen Deskripsi Kelas Ekoregion Nasional Komponen
Parameter Penyusun
Klasifikasi
Penentu Utama
Nama Lereng 0 – 8%
Morfologi utama
Perbukitan
Lereng 8 – 25%
Pegunungan
Lereng > 25%
Proses utama
Proses-proses oleh tenaga aliran air sungai, arus dan gelombang, angin, volkanik, dan tektonik, seperti: pelapukan, gerakan tanah atau batuan, erosi, banjir dan genangan, pengendapan (deposisional), akresi, abrasi, erupsi gunungapi, dan gempabumi .
Geomorfologi
Aluvium
Campuran pasir, debu, dan lempung dalam komposisi seimbang.
Sedimen
Bahan lepas sebagai hasil proses pengendapan, dengan struktur lapisan yang jelas atau hasil proses organik.
Beku
Batuan masif hasil proses pembekuan asal proses volkanik.
Metamorf
Batuan masif hasil proses penekanan lapisan batuan pada suhu sangat tinggi, dengan perubahan struktur (tak berstruktur).
Basah
CH ≥ 2.500 mm/tahun
Kering
CH < 2.500 mm/tahun
Karakteristik Umum
Lithologi
Iklim
Komponen
Potensi Sumberdaya Alam
Parameter Penyusun
Indikator
Dataran
Material utama
Curah hujan rerata tahunan
Klasifikasi
Penentu Utama
Air
Air permukaan, airtanah, dan mataair
Tanah
Kesuburan
Mineral
Golongan C dan bernilai ekonomi tinggi
Energi
Gas alam dan minyak bumi
Nama
Indikator
Kemungkinan potensi sumberdaya alam secara tentatif berdasarkan analisis hubungan antara karakteristik ekoregion dengan bentanglahan sebagai kerangka dasarnya terhadap berbagai sumberdaya alam yang ada.
Erosi dan gerakan tanah Banjir dan genangan Kerentanan Lingkungan
Bencana alam
Pasang surut Erupsi gunungapi Gempabumi tektonik
Analisis ke rentanan lingkungan yang mungkin terjadi pada setiap ekoregion berdasarkan karakteristik bentanglahan sebagai kerangka dasarnya.
Semburan gas alam Khusus
Kedudukan busur benua
Distribusi satuan ekoregion yang didasarkan atas kedudukannya terhadap busur benua, yaitu: busur muka, busur magmatik, dan busur belakang (lihat Gambar A).
Umum
Wilayah / lokasi
Distribusi satuan ekoregion yang didasarkan atas letaknya secara geomorfologi dan administrasi.
Distribusi
8
Deskripsi Ekoregion Nasional
Gambar A. Zonasi Busur Tektonik di Indonesia
Berdasarkan tektogenesa Kepulauan Indonesia, Ekoregion Nasional dibagi menjadi 3 (tiga) Wilayah Ekoregion Nasional, yaitu: I.Ekoregion Paparan Sunda Ekoregion ini meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura, Bali, Kepulauan Banyak, Mentawai, Riau, Bangka Belitung dan sejumlah pulau kecil lainnya, Selat Malaka, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Jawa. yang merupakan bagian dari paparan benua atau lempeng Eurasia. Wilayah ini terpisahkan dari benua Asia menjadi pulau dan kepulauan ketika sebagian dari daratan benua tersebut tergenang air dan menjadi laut dangkal akibat kenaikan permukaan air laut pada akhir zaman es. Flora dan fauna di paparan Sunda dikenal sebagai tipe Asia, dan biota lautnya pun tergolong sebagai jenis biota laut dangkal. Lempeng Eurasia ini bertumbukan dengan lempeng Indo-Autralia, membentuk garis tunjaman di sebelah barat Sumatera dan selatan Jawa. Wilayah tepian lempeng Eurasia disebut busur muka. Lempeng Indo-Asutralia sampai saat ini masih bergerak ke arah timur laut, dan berpotensi menyebabkan terjadinya gempa tektonik dan mebentuk sesar di sepanjang pulau Sumatera. Selain itu, energi gerak lempeng tersebut juga membetuk busur magmatik yang menyebabkan munculnya deretan gunung api dan endapan volkanik muda di Sumatera, Jawa dan Bali. Sebagian besar Paparan Sunda termasuk ke dalam wilayah iklim muson dan sedikit di bagian utaranya termasuk ke dalam wilayah iklim ekuatorial yang siklus hujannya berbeda dengan wilayah iklim muson. Paparan
9
Deskripsi Ekoregion Nasional Sunda dihuni oleh sekitar 84.5 % penduduk Indonesia. II. Ekoregion Wallacea Ekoregion ini mencakup pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Timor, Laut Arafura dan selat Makassar. Wilayah ini terbentuk dari pecahan benua Eurasia, dasar laut yang terangkat, dan pecahan benua Australia, disebut benua renik, benua mini atau serpihan benua. Pulau dan kepulauan ini terpisahkan oleh laut purba atau laut dalam. Flora dan fauna di wilayah ini dikenal mempunyai tipe campuran Asia dan Australia, serta juga dijumpai jenis biota khas yang hanya terdapat di wilayah ini. Biota lautnya dikenal sebagai biota laut dalam dan juga biota purba. Seperti juga di Ekoregion Paparan Sunda, pada bagian selatan Ekoregion Wallacea, yaitu di Nusa Tenggara dan Maluku bagian selatan dapat dikenal adanya busur muka, busur magmatik dan deretan gunung api yang ditimbulkan oleh penunjaman lempeng Indo-Australia. Di Maluku bagian utara juga dapat ditandai adanya busur muka, busur magmatik dan deretan gunung api yang ditimbulkan oleh penunjaman lempeng Pasifik dan lempeng Filipina. Wilayah ini termasuk ke dalam wilayah iklim muson dan iklim maritim yang variablitasnya sangat tinggi. Ekoregion Wallacea ini dihuni oleh 14% penduduk Indonesia. III. Ekoregion Paparan Sahul Ekoregion ini mencakup pulau Papua, Kepulauan Raja Ampat, Kepulauan Aru dan Laut Aru, serta merupakan bagian dari paparan benua Australia. Papua terpisah dari benua Australia karena naiknya permukaan air laut yang menggenangi bagian daratan yang menghubungkan Papua dan Australia, yang kemudian menjadi laut Aru. Flora dan fauna di wilayah ini dikenal sebagai tipe Australia. Papua yang merupakan bagian terdepan dari lempeng Australia bertumbukan dengan lempeng Pasifik yang bergerak ke selatan. Hal ini dapat ditandai oleh adanya busur muka, tetapi tidak membentuk busur magmatik dan gunung api. Penunjaman lempeng Pasifik membentuk lipatan yang menggunung dan menjadi gunung tertinggi di Indonesia. Karena ketinggiannya tersebut, maka puncaknya memiliki suhu rendah dan menyebabkan terjadinya es abadi yang 10
Deskripsi Ekoregion Nasional berfungsi sebagai penyimpan air. Wilayah ini termasuk ke dalam wilayah tipe iklim muson, tetapi karena keberadaan gunungnya, maka iklim lokal lebih dominan. Paparan Sahul dihuni oleh 1.5 % penduduk Indonesia. 3.2 Deskripsi Sub Ekoregion Nasional Berdasarkan ketentuan seperti disajikan di atas, maka ekoregion nasional terbagi menjadi 44 Sub Ekoregion, yaitu: Nama Sub Ekoregion Nasional 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22)
Nama Sub Ekoregion Nasional
Dataran Material Aluvium Beriklim Basah (Pl Qa W) Paparan Sunda Dataran Material Aluvium Beriklim Kering (Pl Qa D) Paparan Sunda Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Pl Sd W) Paparan Sunda Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Pl Sd D) Paparan Sunda Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Hi Sd W) Paparan Sunda Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Hi Sd D) Paparan Sunda Perbukitan Berbatuan Beku Beriklim Basah (Hi Ig W) Paparan Sunda Perbukitan Berbatuan Beku Beriklim Kering (Hi Ig D) Paparan Sunda Perbukitan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah (Hi Mt W) Paparan Sunda Perbukitan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering (Hi Mt D) Paparan Sunda Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Mn Sd W) Paparan Sunda Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Mn Sd D) Paparan Sunda Pegunungan Berbatuan Beku Beriklim Basah (Mn Ig W) Paparan Sunda Pegunungan Berbatuan Beku Beriklim Kering (Mn Ig D) Paparan Sunda Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah (Mn Mt W) Paparan Sunda Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering (Mn Mt D) Paparan Sunda Dataran Material Aluvium Beriklim Basah (Pl Qa W) Wallacea Dataran Material Aluvium Beriklim Kering (Pl Qa D) Wallacea Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Pl Sd W) Wallacea Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Pl Sd D) Wallacea Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Hi Sd W) Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Hi Sd D) Wallacea
11
23) Perbukitan Berbatuan Beku Beriklim Basah (Hi Ig W) Wallacea 24) Perbukitan Berbatuan Beku Beriklim Kering (Hi Ig D) Wallacea 25) Perbukitan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah (Hi Mt W) Wallacea 26) Perbukitan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering (Hi Mt D) Wallacea 27) Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Mn Sd W) Wallacea 28) Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Mn Sd D) Wallacea 29) Pegunungan Berbatuan Beku Beriklim Basah (Mn Ig W) Wallacea 30) Pegunungan Berbatuan Beku Beriklim Kering (Mn Ig D) Wallacea 31) Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah (Mn Mt W) Wallacea 32) Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering (Mn Mt D) Wallacea 33) Dataran Material Aluvium Beriklim Basah (Pl Qa W) Paparan Sahul 34) Dataran Material Aluvium Beriklim Kering (Pl Qa D) Paparan Sahul 35) Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Pl Sd W) Paparan Sahul 36) Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Pl Sd D) Paparan Sahul 37) Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Hi Sd W) Paparan Sahul 38) Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Hi Sd D) Paparan Sahul 39) Perbukitan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah (Hi Mt W) Paparan Sahul 40) Perbukitan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering (Hi Mt D) Paparan Sahul 41) Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Mn Sd W) Paparan Sahul 42) Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Mn Sd D) Paparan Sahul 43) Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah (Mn Mt W) Paparan Sahul da 44) Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering (Mn Mt D) Paparan Sahul
Deskripsi Ekoregion Nasional
Dari 44 (empat puluh empat) ekoregion tersebut, dapat dikelompokkan menjadi 16 Kelas ekoregion dengan uraian sebagai berikut: (1) Ekoregion Dataran Material Aluvium Beriklim Basah (Pl Qa W) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi datar, tersusun atas material aluvium yang bersifat lepas-lepas (klastis) atau berupa material organik (gambut), sebagai hasil proses pengendapan dari satu atau beberapa proses geomorfologi, seperti: aliran atau genangan air sungai, arus dan gelombang laut, serta angin. Beriklim basah dengan curah hujan rerata tahunan berkisar sedang hingga tinggi. Kelas ini tersebar di seluruh paparan, dengan dominasi di Paparan Sunda dan Sahul. Kondisi morfologi datar yang tersusun oleh material aluvium dengan input curah hujan sedang hingga tinggi, menyebabkan potensi air permukaan dan airtanah yang tinggi, tanah subur, dan dimanfaatkan sebagai pertanian lahan basah. Namun demikian kelas ekoregion ini mempunyai kerentanan terhadap genangan dan banjir sesaat pada puncak musim penghujan, sedimentasi tinggi yang dapat menyebabkan pendangkalan di sepanjang aliran sungai, akresi dan abrasi di sepanjang pantai. Secara umum kelas ini menempati daerah busur muka (wilayah pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa Tengah, pantai barat dan utara Papua); busur belakang (sebagian pantai timur Sumatera (Riau dan Bangka Belitung)), pantai barat Kalimantan dan bagian tengah Kalimantan); serta wilayah Wallacea (sebagian pantai selatan Sulawesi), dengan luas total sebesar 18.714.643 Ha (9.90%). (2) Ekoregion Dataran Material Aluvium Beriklim Kering (Pl Qa D) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi datar, tersusun atas material aluvium bersifat lepas-lepas (klastis), sebagai hasil proses pengendapan dari satu atau beberapa proses geomorfik, seperti: aliran sungai, arus dan gelombang laut, serta angin.
12
Deskripsi Ekoregion Nasional
Beriklim kering dengan curah hujan rerata tahunan rendah hingga sedang. Kelas ini tersebar di seluruh paparan, dengan dominasi di Paparan Sunda dan Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi datar yang tersusun oleh material aluvium dengan input curah hujan rendah hingga sedang, menyebabkan potensi air permukaan dan airtanah yang rendah, tanah kurang subur, dan dimanfaatkan sebagai lahan-lahan pertanian kering. Kelas ekoregion ini mempunyai kerentanan terhadap kekeringan meteorologis banjir bandang saat hujan maksimal, rayapan dan amblesan tanah, akresi atau abrasi di sepanjang pantai. Umumnya terletak pada busur belakang (pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, pantai selatan dan timur Kalimantan, serta sebagian kecil pantai selatan Papua); busur magmatik (bagian tengah Jawa, dan Bali); serta pada Wilayah Wallacea hampir di seluruh pantai Sulawesi dan Maluku), dengan luas total sebesar 15.791.813 Ha (8.35%). (3) Ekoregion Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Pl Sd W) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi datar hingga berombak atau bergelombang, tersusun atas batuan sedimen bersifat lepas-lepas (klastis), sebagai hasil proses pengendapan sungai, arus dan gelombang laut, atau angin. Beriklim basah dengan curah hujan rerata tahunan sedang hingga tinggi. Kelas ini tersebar secara dominan di Paparan Sunda dan sebagian kecil di Paparan Sahul. Kondisi morfologi datar yang tersusun oleh material sedimen dengan input curah hujan sedang hingga tinggi, menyebabkan potensi air permukaan dan airtanah yang tinggi, tanah subur, dan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian atau perkebunan. Namun demikian kelas ekoregion ini mempunyai kerentanan terhadap erosi dan gerakan tanah (untuk morfologi berombak atau bergelombang), ancaman banjir periodik selama musim penghujan, dan proses deposisional yang intensif di sepanjang aliran dan muara sungai atau sepanjang pantai.
13
Deskripsi Ekoregion Nasional
Umumnya terletak pada busur muka (pantai barat Sumatera, sebagian kecil pada selatan Jawa Barat, dan pantai barat Papua); dan busur belakang (pantai timur Sumatera, pantai barat Kalimantan, dan bagian tengah Kalimantan) dengan luas total mencapai 15.240.542 Ha (8.06%). (4) Ekoregion Dataran Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Pl Sd D) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi datar hingga berombak atau bergelombang, tersusun atas batuan sedimen bersifat lepas-lepas (klastis), sebagai hasil proses pengendapan sungai, arus dan gelombang laut, atau angin. Beriklim kering dengan curah hujan rerata tahunan rendah hingga sedang. Kelas ini tersebar dominan di Paparan Sunda dan sebagian termasuk dalam Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi datar yang tersusun oleh material aluvium dengan input curah hujan rendah hingga sedang, menyebabkan potensi air permukaan dan airtanah yang rendah, terkadang dijumpai airtanah payau hingga asin secara lokal-lokal, tanah kurang subur, dan dimanfaatkan sebagai lahan-lahan pertanian kering. Pada betanglahan yang secara struktur mempunyai variasi antara antiklinorium dan sinklinorium, seringkali terdapat jebakan-jebakan minyak dan gas bumi. Kelas ekoregion ini mempunyai kerentanan terhadap kekeringan meteorologis, banjir bandang saat hujan maksimal, erosi, gerakan tanah, ancaman semburan gas-gas alam bersama lempung laut purba, dan banjir rob akibat tingginya laju deposisional di wilayah pantai. Umumnya terletak pada busur belakang (sebagian besar pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, pantai selatan dan timur Kalimantan); busur magmatik (bagian tengah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara); serta daerah Wilayah Wallacea (pantai selatan Sulawesi dan sebagian kecil pantai timur Sulawesi), dengan luas 16.703.721 Ha (8.84%). (5) Ekoregion Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah
14
Deskripsi Ekoregion Nasional
(Hi Sd W) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi dari miring hingga terjal dengan elevasi berkisar antara 150-1500 meter, tersusun atas batuan sedimen yang mengalami pengangkatan akibat proses endogen tektonik berupa pengangkatan dan lipatan. Beriklim basah dengan curah hujan rerata tahunan sedang hingga tinggi. Kelas ini dominan menempati Paparan Sunda dan Paparan Sahul, serta sebagian kecil di Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi berbukit yang tersusun oleh material sedimen dengan input curah hujan sedang hingga tinggi, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan tangkapan hujan dan peresapan air, disamping juga kaya akan bahan galian golongan C. Kerentanan lingkungan yang berpotensi dijumpai pada kelas ini adalah erosi lereng, rayapan tanah, dan longsor lahan, dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur muka (sebagian pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa Barat, bagian tengah dan pantai utara Papua); busur magmatik (bagian tengah Sumatera, Jawa Barat dan Jawa Tengah); serta busur belakang (bagian tengah dan utara Kalimantan), dengan luas total 20.535.967 Ha (10.86%). (6) Ekoregion Perbukitan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Hi Sd D) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi dari miring hingga terjal dengan elevasi berkisar antara 150-1500 meter, tersusun atas batuan sedimen yang mengalami pengangkatan akibat proses endogen tektonik. Beriklim kering dengan curah hujan rerata tahunan rendah hingga sedang. Kelas ini menyebar di seluruh paparan. Kondisi morfologi berbukit yang tersusun oleh material sedimen dengan input curah hujan rendah hingga sedang, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan savana dan stepa, disamping
15
Deskripsi Ekoregion Nasional
juga kaya akan bahan galian golongan C. Pada bentang lahan yang secara struktur mempunyai variasi antara antiklinorium dan sinklinorium, seringkali terdapat jebakan-jebakan minyak dan gas bumi. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah tingkat pelapukan batuan tinggi, erosi lereng dan longsor lahan, serta proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur magmatis (bagian tengah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku Selatan, dan pantai utara Papua); busur belakang (sebagian kecil pantai timur Sumatera, pantai timur Kalimantan); serta menyebar hampir di seluruh Wilayah Wallacea di Sulawesi dan Maluku Utara), dengan luas total sebesar 15.834.048 Ha (8.38%). (7) Ekoregion Perbukitan Berbatuan Beku Beriklim Basah (Hi Ig W) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi dari miring hingga terjal dengan elevasi berkisar antara 150-1500 meter, tersusun atas batuan beku yang terbentuk akibat proses endogen berupa penerobosan magma (intrusif) atau aliran lava. Beriklim basah dengan curah hujan rerata tahunan sedang hingga tinggi. Kelas ini dominan terletak di Paparan Sunda. Kondisi morfologi berbukit yang tersusun oleh material batuan beku dengan input curah hujan sedang hingga tinggi, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan tangkapan hujan dan peresapan air, banyak dijumpai pemunculan mataair, baik mataair topografik maupun mataair pada struktur retakan atau patahan, disamping juga kaya akan bahan galian golongan C. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah erosi lereng dan longsor lahan, ancaman bahaya gunungapi (post volcano pada gunungapi tidak aktif atau erupsi pada gunungapi aktif), dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur muka (pulau-pulau kecil di pantai
16
Deskripsi Ekoregion Nasional
barat Sumatera dan pantai selatan Jawa Barat); busur magmatik (bagian tengah Sumatera dan Jawa, serta pantai utara Papua); busur belakang (pantai barat dan bagian tengah Kalimantan); serta secara lokal-lokal di busur magmatis Wilayah Wallacea, dengan luas total 9.914.001 Ha (5.24%). (8) Ekoregion Perbukitan Berbatuan Beku Beriklim Kering (Hi Ig D) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi dari miring hingga terjal dengan elevasi berkisar antara 150-1500 meter, tersusun atas batuan beku yang terbentuk akibat proses endogen berupa penerobosan magma (intrusif) atau aliran lava. Beriklim kering dengan curah hujan rerata tahunan rendah hingga sedang. Kelas ini terletak dalam Paparan Sunda dan Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi berbukit yang tersusun oleh material batuan beku dengan input curah hujan rendah hingga sedang, menyebabkan kelas ini potensial sebagai tanaman tahunan lahan kering, dapat mengalami kekeringan meteorologis, disamping juga kaya akan bahan galian golongan C. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah erosi lereng dan longsor lahan, ancaman bahaya gunungapi (post volcano pada gunungapi tidak aktif atau erupsi pada gunungapi aktif), dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur magmatis di Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara; serta pada busur magmatis wilayah wallacea di Sulawesi dan Maluku Utara, dengan luas total 4.827.692 Ha (2.55%). (9) Ekoregion Perbukitan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah (Hi Mt W) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi dari miring hingga terjal dengan elevasi berkisar antara 150-1500 meter, tersusun atas batuan metamorf yang terbentuk akibat proses endogen berupa
17
Deskripsi Ekoregion Nasional
pengangkatan, patahan, dan penekanan pada sistem perlapisan batuan yang sangat tebal dan bersuhu tinggi. Beriklim basah dengan curah hujan rerata tahunan sedang hingga tinggi. Kelas ini terletak dalam Paparan Sunda. Kondisi morfologi dengan material penyusun demikian dan input curah hujan sedang hingga tinggi, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan lindung, banyak dijumpai pemunculan mataair patahan, disamping juga kaya akan bahan galian mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa, marmer, emas, dan logam mulai lainnya. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah longsor lahan berupa gerakan masa batuan, termasuk daerah rawan gempabumi, dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur magmatis di Sumatera, dan busur belakang di Kalimantan bagian tengah, dengan luas 7.317.024 Ha (3.87%). (10)Ekoregion Perbukitan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering (Hi Mt D) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi dari miring hingga terjal dengan elevasi berkisar antara 150-1500 meter, tersusun atas batuan metamorf yang terbentuk akibat proses endogen berupa pengangkatan, patahan, dan penekanan pada sistem perlapisan batuan yang sangat tebal dan bersuhu tinggi. Beriklim kering dengan curah hujan rerata tahunan rendah hingga sedang. Kelas ini terletak dalam Paparan Sunda dan sebagian pada Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi dengan material penyusun yang demikian dan input curah hujan rendah hingga sedang, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan konservasi, banyak dijumpai singkapan batuan, disamping juga kaya akan bahan galian mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa, marmer, emas, dan logam mulai lainnya. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah longsor lahan berupa gerakan masa batuan, termasuk daerah rawan gempabumi, dan proses abrasi pada
18
Deskripsi Ekoregion Nasional
tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur magmatis di Sumatera dan secara lokal-lokal pada busur magmatis wilayah wallacea di Sulawesi dan Maluku Tengah, dengan luas total 4.139.450 Ha (2.19%). (11)Ekoregion Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Basah (Mn Sd W) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi dari terjal hingga sangat terjal dengan elevasi berkisar antara 1500-4500 meter, tersusun atas batuan sedimen yang terbentuk akibat proses tektonik berupa pengangkatan lipatan. Beriklim basah dengan curah hujan rerata tahunan sedang hingga tinggi. Kelas ini dominan terletak dalam Paparan Sunda dan Sahul. Kondisi morfologi bergunung yang tersusun oleh material sedimen dengan input curah hujan sedang hingga tinggi, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan lindung dengan fungsi tangkapan hujan dan peresapan air, serta pada beberapa tempat terkadang di dalam struktur batuan yang dapat menyimpan sumberdaya mineral tertentu. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah erosi lereng, rayapan tanah, longsor lahan, dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur muka di pantai barat Sumatera, pantai utara dan bagian tengah Papua; busur belakang di bagian tengah-utara Kalimantan; serta wilayah Wallacea di bagian tengah Sulawesi Tenggara, dengan luas 23.227.096 Ha (12.29%). (12)Ekoregion Pegunungan Berbatuan Sedimen Beriklim Kering (Mn Sd D) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi dari terjal hingga sangat terjal dengan elevasi berkisar antara 1500-4500 meter, tersusun atas batuan sedimen yang terbentuk akibat proses tektonik
19
Deskripsi Ekoregion Nasional
berupa pengangkatan lipatan. Beriklim kering dengan curah hujan rerata tahunan rendah hingga sedang. Kelas ini tersebar merata di seluruh paparan. Kondisi morfologi bergunung yang tersusun oleh material sedimen dengan input curah hujan rendah hingga sedang, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan lindung dengan fungsi konservasi, serta pada beberapa tempat terkadang di dalam struktur batuan yang dapat menyimpan sumberdaya mineral tertentu. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah tingkat pelapukan batuan tinggi, erosi lereng, longsor lahan hingga jatuhan batuan, dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur muka (pantai barat Sumatera dan pantai utara Papua); busur belakang di sebagian kecil Kalimantan Timur; serta menyebar hampir di seluruh wilayah Wallacea, dengan luas 11.797.445 Ha (6.24%). (13)Ekoregion Pegunungan Berbatuan Beku Beriklim Basah (Mn Ig W) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi dari terjal hingga sangat terjal dengan elevasi berkisar antara 1500-4500 meter, tersusun atas batuan beku masif yang terbentuk akibat proses endogen berupa intrusi magma atau aliran lava (vulkanik atau plutonik). Beriklim basah dengan curah hujan rerata tahunan sedang hingga tinggi. Kelas ini terletak dalam Paparan Sunda dan Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi bergunung yang tersusun oleh material batuan beku dengan input curah hujan sedang hingga tinggi, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan lindung dengan fungsi tangkapan hujan dan peresapan air, banyak dijumpai pemunculan mataair, baik mataair topografik maupun mataair pada struktur retakan atau patahan, disamping juga kaya akan bahan galian golongan C. Pada pegunungan volkanik tua biasanya banyak dijumpai sumberdaya mineral yang potensial. Kerentanan
20
Deskripsi Ekoregion Nasional
lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah erosi lereng dan longsor lahan, ancaman bahaya gunungapi (post volcano pada gunungapi tidak aktif atau erupsi pada gunungapi aktif), dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur magmatis di Sumatera, dan Jawa; busur belakang di sebagian kecil Kalimantan; serta pada busur magmatis wilayah wallacea di Sulawesi Selatan dan Tenggara, serta Maluku Utara, dengan luas 5.778.270 Ha (3.06%). (14)Ekoregion Pegunungan Berbatuan Beku Beriklim Kering (Mn Ig D) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi dari terjal hingga sangat terjal dengan elevasi berkisar antara 1500-4500 meter, tersusun atas batuan beku masif yang terbentuk akibat proses endogen berupa intrusi magma atau aliran lahar (vulkanik atau plutonik). Beriklim kering dengan curah hujan rerata tahunan rendah hingga sedang. Kelas ini terletak dalam Paparan Sunda dan Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi bergunung yang tersusun oleh material batuan beku dengan input curah hujan rendah hingga sedang, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan lindung berfungsi konservasi, dapat mengalami kekeringan meteorologis, kaya akan bahan galian golongan C, di samping juga mineralmineral tertentu. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah erosi lereng dan longsor lahan, ancaman bahaya gunungapi (post volcano pada gunungapi tidak aktif atau erupsi pada gunungapi aktif), sulitnya menemukan sumbersumber air, dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur magmatis di bagian utara Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara; serta tersebar merata di seluruh busur magmatis Wilayah Wallacea, dengan luas 10.580.918 Ha (5.60%).
21
Deskripsi Ekoregion Nasional
(15)Ekoregion Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Basah (Mn Mt W) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi dari terjal hingga sangat terjal dengan elevasi berkisar antara 1500-4500 meter, tersusun atas batuan metamorf yang terbentuk akibat proses endogen berupa pengangkatan, patahan, dan penekanan pada sistem perlapisan batuan yang sangat tebal dan bersuhu tinggi. Beriklim basah dengan curah hujan rerata tahunan sedang hingga tinggi. Kelas ini menempati sebagian kecil pada Paparan Sunda dan sebagian kecil Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi bergunung dengan material penyusun yang demikian dan input curah hujan sedang hingga tinggi, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan lindung dan konservasi, banyak dijumpai singkapan batuan, disamping juga kaya akan bahan galian mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa, marmer, emas, dan logam mulai lainnya. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah longsor lahan berupa gerakan masa batuan, jatuhan batuan, termasuk dalam daerah rawan gempabumi potensial, dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal. Umumnya terletak pada busur magmatis di sebagian Sumatera; busur belakang di bagian tengah dan utara Kalimantan; serta pada wilayah Wallacea di Sulawesi Tengah dan Tenggara, dengan luas 4.962.409 Ha (2.63%). (16)Ekoregion Pegunungan Berbatuan Metamorf Beriklim Kering (Mn Mt D) Suatu ekoregion yang mempunyai relief/morfologi bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi dari terjal hingga sangat terjal dengan elevasi berkisar antara 1500-4500 meter, tersusun atas batuan metamorf yang terbentuk akibat proses endogen berupa pengangkatan, patahan, dan penekanan pada sistem perlapisan batuan yang sangat tebal dan bersuhu tinggi. Beriklim
22
Deskripsi Ekoregion Nasional
kering dengan curah hujan rerata tahunan rendah hingga sedang. Kelas ini dominan terletak dalam Wilayah Wallacea. Kondisi morfologi bergunung dengan material penyusun yang demikian dan input curah hujan rendah hingga sedang, menyebabkan kelas ini potensial sebagai kawasan lindung dan konservasi, banyak dijumpai singkapan batuan, disamping juga kaya akan bahan galian mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa, marmer, emas, dan logam mulialainnya. Kerentanan lingkungan yang mungkin dijumpai pada kelas ini adalah longsor lahan berupa gerakan masa batuan, jatuhan batuan, termasuk dalam daerah rawan gempabumi potensial, dan proses abrasi pada tebing-tebing pantai yang berlereng terjal Umumnya terletak pada busur magmatis di Banda Aceh; busur belakang di Kalimantan Selatan; serta wilayah Wallacea di Sulawesi Tengah dan Tenggara, serta Maluku Tengah, dengan luas total 3.677.663 Ha (1.95%).
23