Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 169 - 184
KERENTANAN LINGKUNGAN GEOLOGI KAWASAN PESISIR PULAU SENOA, KEPULAUAN RIAU (SUSCEPTIBILITY OF GEOLOGICAL ENVIROTMENT OF SENOA COAST, RIAU ISLAND) Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung 40174 Pos-el:
[email protected] (Diterima 22 Oktober 012; Disetujui 01 Desember 2012)
ABSTRAK Senoa merupakan pulau terdepan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan satu titik referensi batas terluar. Kebijakan umum dalam pengelolan secara terpadu kawasan Pulau Senoa sebagai titik batas terluar merupakan hal mutlak yang perlu diupayakan. Tersingkapnya batholit granit yang berumur kapur dan tersebar sangat luas di kepulauan Natuna membuktikan kekayaan mineral yang berlimpah, khususnya silika. Puslitbang Geologi Kelautan pada tahun 2010 telah melaksanakan inventarisasi data geologi di wilayah perairan Pulau Senoa. Beberapa metode yang telah dilakukan dan dibahas pada tulisan ini meliputi karakteristik pantai, batimetri, dan subbottom profile (seismik). Dari hasil pemetaan karakteristik pantai dan kesebandingan dengan Peta Geologi Lembar Teluk Butun & Ranai, Sumatera, diketahui bahwa litologinya merupakan bagian dari Formasi Bungaran (JKb). Litologinya terdiri atas perselingan batulanau malih, tuf, dan rijang yang terlipat kuat. Kontak dengan bagian bawah merupakan hubungan struktur dan bagian atas tertutup taselaras oleh Formasi Pengadah. Umur satuan ini adalah Kapur Awal-Tengah. Karakteristik pantainya dapat dibagi menjadi tipe I, yaitu pantai berpasir yang menempati kawasan pesisir baratdaya Pulau Senoa, dan tipe II yang merupakan pantai berbatu dan berkoral, yang amat mudah dijumpai di sepanjang garis pantai karena pantai tipe ini mendominasi kawasan pesisir. Morfologi dasar laut ke arah barat daya Ranai membentuk slope 38˚ sepanjang ± 1,3 km sampai pada kedalaman ± 15 meter dan kembali melandai. Ke arah timur laut membentuk slope 45˚ sepanjang ± 1 km sampai pada kedalaman 30 m dan menurun membentuk slope 38˚ sampai pada kedalaman ± 50 m. Hasil rekaman seismik memperlihatkan adanya reflektor paralel – subparalel, amplitudo tinggi dan reflektor kuat pada sekuen A. Sedimen permukaan merupakan sedimen lepas pada beberapa tempat terdapat indikasi batuan beku dan koral. Sekuen B ditunjukkan oleh reflektor sub-paralel dan chaotic, amplitudo tinggi, dan reflektor kuat. Sekuen B diduga merupakan batuan beku yang mengalami metamorfosis (Metasedimen) sebagai alas batuan di Pulau Senoa. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa P Senoa merupakan pulau yang memiliki tingkat resistensi yang tinggi karena didasari oleh batuan malihan (metamorf) yang diduga terbentuk akibat tektonik (sesar) hingga ke laut lepas. Kata kunci : pulau terdepan, chaotic, batuan malihan
ABSTRACT Senoa Island is the leading island in the territory of the Republic of Indonesia which is an outer limit reference point. The common policy in the integrated management of Senoa Island as an outer limit point is absolute to be pursued. Unveiling batholit granite of Kapurspreading very widely in Natuna archipelago is an abundant mineral wealth, especially silica. Marine Geological Institute in 2010 conducted an inventory of geological data in the Senoa Island waters. Some of the methods that have been carried out and discussed in this paper include the coastal characteristic mapping, bathymetry and subbottom profile (seismic). The results of coastal characteristic mapping and proportionally with Geological Map of Butun Bay & Ranai sheet, Sumatra, the lithology is known as part of the Bungaran Formation (JKb). The Lithology consists of interbedding altered siltstone, tuff, and chert, strongly folded. Contact with the bottom is a structure relationship and the top was covered unconformably by Pengadah Formation. The formation age is Early Cretaceous. The Coastal characteristics can be divided into type I which is a sandy beach occuping the southwestern region of Senoa
169
Kerentanan Lingkungan Geologi Kawasan Pesisir Pulau Senoa, Kepulauan Riau (Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G) Island, and type II which is rocky and coral, is very easilly found along the shoreline since this coast type dominates the coastline. The morphology of the sea floor to the southwest Ranai forms of slope of 38 ˚ along ± 1.3 km to a depth of ± 15 meters and then back to the gentle slope. To the northeast it forms a slope of 45 ˚ along ± 1 kilometer to a depth of 30 meters and decreases to form a slope of 38 ˚ to a depth of ± 50 meters. The results of the seismic record shows the parallel reflectors – subparallel, high-amplitude, and powerful reflector at sequence A, the surface sediment is loose sediment where in some places there are indications of igneous rocks and coral. Sequence B is shown by the subparallel reflectors and chaotic, high amplitude and powerful reflector. Sequence B is thought to be metamorphosed rock of igneous rock as the baserock of Senoa Island. Overall we can say that Senoa Island is an island that has a high resistance as constituted by metamorphic rocks suspected from tectonic (fault) process to the sea. Keywords : leading island, chaotic, metamorphic rock
PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Pengelolaan kawasan pulau terdepan wilayah NKRI berupa inventarisasi data geologi kelautan untuk mengetahui kerentanan lingkungan geologi, dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk mengisi data sumber daya geologi kelautan. Kerentanan lingkungan geologi merupakan parameter penting dalam mempertahankan eksistensi titik terluar batas wilayah NKRI. Kebijakan umum dalam pengelolan secara terpadu kawasan Pulau Senoa sebagai titik batas terluar merupakan hal mutlak yang perlu diupayakan. Tersingkapnya batholit granit yang berumur kapur dan tersebar sangat luas di kepulauan Natuna membuktikan kekayaan mineral yang berlimpah, khususnya silika. Deposit tersebut dapat menghasilkan bahan galian kaolin dan timah serta mineral ekonomis lainnya yang dalam pengusahaannya diupayakan tidak mengganggu keberadaan pulau Senoa. Material rombakan dari batuan granit akan terendapakan pada relung-relung morfologi dasar laut yang secara kimiawi berubah menjadi bahan galian timah yang memiliki nilai ekonomis di dunia. Masukanmasukan yang signifikan tersebut, selain berguna bagi kelancaran pembangunan, industri serta perekonomian di kawasan Kepulauan Riau, juga untuk mempertahankan keberadaan titik dasar di pulau terdepan. Maksud dan Tujuan Puslitbang Geologi Kelautan, sebagai salah satu instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam menginventarisasi data kegeologian di wilayah perairan dan pulau-pulau kecil juga berkewajiban melaksanakan inventarisasi kekayaan alam. Untuk pengelolaan wilayah yang tertata dengan baik, maka data potensi sumber daya alam ini perlu diindentifikasi dan diinventarisasi secara detail. Untuk menunjang pembangunan, diperlukan suatu penelitian secara terperinci tentang potensi sumber daya geologi, baik di darat maupun di laut dan kemungkinan bahaya geologi yang dapat terjadi.
170
Lokasi penelitian adalah kawasan Pulau Senoa yang terletak pada 03° 59’ 00” - 04° 01’ 00” LU dan 108° 24’ 00” - 108° 26’ 00” BT. Secara administratif kawasan tersebut termasuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Gambar 1).
METODE PENELITIAN Metode yang diterapkan pada penelitian ini secara keseluruhan meliputi kegiatan onshore, yaitu pemboran tangan, penelitian potensi air bersih, georadar, dan karakteristik pantai. Sementara kegiatan di laut meliputi oseanografi, batimetri, pemerPercontoh sedimen, subbottom profile (seismik), side scan sonar, dan kualitas fisik air laut (lingkungan). Pada tulisan ini akan dibahas tentang geologi dan kondisi karakteristik pantai, morfologi dasar laut, dan geologi bawah permukaan dasar laut. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Geologi Regional Pulau Senoa merupakan bagian dari Pulau Natuna Besar (Gambar 2). Geologi regional Pulau Natuna dimulai pada Jura Tengah-Akhir hingga Holosen. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Teluk Butun & Ranai, Sumatera (Hakim dan Suryono; 1994) geologi daerah ini berurutan dari umur tua ke muda adalah batuan mafik/ultra mafik (Jum) yang terdiri atas Peridotit, gabro, dan basal. Formasi Bungaran (JKb) terdiri atas perselingan batulanau malih, tuf dan rijang. Granit Ranai (Kgr) terdiri atas granit, putih kotor, kasar, prfiritik, holokristalin, kuarsa, ortoklas, plagioklas, biotit dan muskovit. Penentuan umur K-Ar batugranit Gunung Ranai menunjukkan umur 71,56 ± 0,32 juta tahun dan granit Pulau Semiun berumur 100 ± 0,45 juta tahun atau berumur Kapur. Formasi Pengadah (Tomp) terdiri atas konglomerat, batupasir dan batulanau. Formasi Raharjapura (Tpr) terdiri atas selang seling batupasir dan batulanau. Alluvium (Qa) terdiri atas kerikil, pasir, lanau, dan gambut. Struktur geologi utama di Kepulauan Natuna adalah sesar dan perlipatan. Hasil analisis struktur di Pulau Natuna dan sekitarnya menunjukkan bahwa sesar geser jurus adalah struktur yang paling menonjol di
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 169 - 184
daerah ini. Pemunculan Pulau Natuna hingga saat ini berhubungan dengan gerak kompresi barat timur yang mengangkat bagian barat Pulau Natuna yang tersusun oleh batuan ultramafik, mafik, malihan dan
batuan sedimen pelagos. Penampakan bahan kerak samudera di kawasan itu kemungkinan erat kaitannya dengan terbukanya cekungan belakang yang relatif cepat.
Gambar 1. Lokasi penelitian kawasan Pulau Senoa
171
Kerentanan Lingkungan Geologi Kawasan Pesisir Pulau Senoa, Kepulauan Riau (Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G) U
Gambar 2. Peta geologi daerah Pulau Natuna dan Pulau Senoa
Geologi Pulau Senoa Senoa merupakan begian dari Pulau Natuna dari hasil pemetaan karakteristik pantai dan kesebandingan dengan Peta Geologi Lembar Teluk Butun & Ranai, Sumatera (Hakim dan Suryono, 1994) diketahui bahwa geologi daerah penelitian merupakan bagian dari Formasi Bungaran (JKb). (Gambar 3). Litologinya terdiri atas perselingan batulanau malih, tuf, dan rijang. Batulanau, putih kekuningan hingga kemerahan, keras dan bersisipan dengan
batupasir sangat halus. Tuf putih, kelabu setempat kemerahan, umumnya keras, mengandung radiolaria dan berselingan dengan rijang. Rijang putih kelabu dan coklat kemerahan, sangat keras, setempat terdapat urat silika, berlapis baik. Umumnya terlipat kuat, sehingga ketebalannya sulit diukur (Foto 1). Kontak dengan bagian bawah tidak teramati, tetapi diduga merupakan hubungan struktur, sedangkan dengan bagian atas tertutup tak selaras oleh Formasi Pengadah. Umur satuan ini adalah Kapur AwalTengah.
Foto 1. Penampakan kekar dan struktur perlipatan pada perselingan batulanau malih, tuf, dan rijang.
172
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 169 - 184
Tataan tektonik Pulau Senoa dimulai pada akhir Jura. Tunjaman terjadi di salah satu daerah di sebelah timur yang membentuk batuan alas Pra-tersier yang terdiri atas batuan ultramafik, mafik, batuan malihan, dan sedimen pelagos. Keratan dalam batuan itu berasal dari kikisan kawasan Paparan Sunda, termasuk Pulau Kalimantan di selatan. Pergerakan menerus di sebagian tempat mengalami
pengangkatan dan pengikisan pada Miosen Akhir, dan di tempat lain terjadi penurunan yang mengakumulasi endapan batupasir Raharjapura. Pemunculan Pulau Natuna hingga saat ini berhubungan dengan gerak kompresi barat timur yang mengangkat bagian barat Pulau Natuna yang tersusun oleh batuan ultramafik, mafik, malihan, dan batuan sedimen pelagos.
Gambar 3. Peta geologi daerah Pulau Senoa.
KARAKTERISTIK PANTAI Salah satu kegiatan survei pantai di daerah ini adalah memetakan karakteristik elemen-elemen pantai yang meliputi pengamatan penampang pantai (beach profile) serta pengambilan Percontoh sedimen pantai (beach sediment). Dari hasil pengamatan tersebut dapat dibedakan dua tipe pantai di kawasan pesisir ini, kedua tipe pantai ini sangat berbeda, baik morfologi, litologi, resistensi, maupun vegetasi yang tumbuh di tiap karakter pantai. Pada umumnya garis pantai Pulau Senoa terbentuk dari morfologi tebing, dan merupakan batuan walaupun di beberapa lokasi masih dijumpai pantai berpasir dan pantai berkoral. Berdasarkan ciri relief, litologi, dan karakteristik garis pantainya, kondisi pantai di Pulau Senoa (Gambar 4) adalah sebagai berikut : Pantai tipe I Pantai tipe I adalah pantai berpasir yang menempati kawasan pesisir di barat daya Pulau Senoa (Foto 2). Pasir pantai ini terdiri atas pasir sedang hingga kasar, pasir lepas, pemilahan baik, berwarna putih didominasi oleh pasir kuarsa, mengandung pecahan cangkang kerang berwarna putih. Relief pantai landai dan membentuk sudut antara 2˚ hingga 3˚ pada bagian belakang pantai yang lebarnya hanya 10 – 20 m, di tumbuhi tanaman keras dan semak belukar. Pantai ini digunakan oleh masyarakat sebagai tempat rekreasi.
Foto 2. Pantai Tipe I di P. Senoa, berpasir, putih, relief 2º-3º.
173
Kerentanan Lingkungan Geologi Kawasan Pesisir Pulau Senoa, Kepulauan Riau (Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G) Ketika pengamatan kawasan pantai ini berlangsung kondisi laut tenang. Gelombang kecil terjadi akibat aktivitas pasang surut, akan tetapi dermaga yang dibangun hampir runtuh yang memperlihatkan pada musim tertentu energi gelombang cukup kuat (Foto 3).
Foto 3. Dermaga hampir runtuh di Pulau Senoa akibat gelombang.
Geometri garis pantai memanjang mengikuti pulau Senoa ada pantai yang stabil memiliki proses sedimentasi dari hasil pelapukan batuan dasar pulau tersebut, ada yang berteluk dan bertanjung dan merupakan pantai berbatu dan berkoral. Ada bagian pulau yang menarik, yaitu membentuk morfologi Tombolo, yaitu menyatunya dua tinggian akibat adanya sedimentasi di antaranya (Foto 4). Hasil analisis besar butir pada sedimen-sedimen pantai menunjukkan pula adanya perbedaan energi gelombang terhadap pantai di kawasan Pulau Senoa. Daerah pantai yang berenergi gelombang lebih tinggi di tunjukkan oleh adanya nilai sortasi partikel sedimen lebih kecil (well sorted) dan condong ke arah partikel sedimen berbutir kasar (fine skewed). Proses lainya yang terdapat di kawasan pesisir Pulau Senoa dan merupakan bagian dari ekosistem pantai yaitu pohon-pohon
tanaman keras dan semak belukar yang banyak tersebar di daratannya. Lagoon menunjukkan pantai akrasi. Pantai tipe II Pantai tipe II yang merupakan pantai berbatu dan berkoral amat mudah dijumpai di sepanjang garis pantai karena pantai tipe ini mendominasi kawasan pesisir di Pulau Senoa (Foto 5). Morfologi yang membentuk tipe pantai ini adalah pantai bertebing dan berkoral, tidak memiliki paras pantai dengan tumbuhan keras dan semak belukar. Batuan penyusun pantai ini adalah batuan keras yang berasal dari Formasi Bungaran terdiri atas perselingan batulanau malih, tuf, dan rujang. Karakteristik garis pantainya membentuk teluk dan tanjung. Pada bagian dasar batuan yang masih terendam air laut terdapat koral, baik yang masih hidup maupun sudah mati.
Foto 5. Pantai Tipe II pantai berbatu dan berkoral.
174
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 169 - 184
Gambar 4. Peta karakteristik pantai daerah penelitian (Pulau Senoa).
175
Kerentanan Lingkungan Geologi Kawasan Pesisir Pulau Senoa, Kepulauan Riau (Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G)
U
Gambar 5. Peta lintasan penelitian.
176
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 169 - 184
Dilihat dari hasil rekaman batimetri analog dengan lintasan pengukuran berarah tegak lurus garis pantai terlihat bahwa penampang morfologi dasar laut di daerah penelitian mempunyai perbedaan kedalaman di sebelah timur dan barat pulau (Gambar 6). Tampak jelas dari bentuk tiga dimensi (3D) profile permukaan dasar laut bahwa morfologi dasar laut pada penampang B-A tegak lurus ke arah barat daya Ranai yang membentuk slope 38˚ sepanjang ± 1.3 km sampai pada kedalaman ± 15 meter dan kembali melandai. Pada penampang C-D ke arah timur laut membentuk slope 45˚ sepanjang ± 1 km sampai pada kedalaman 30 m, dan menurun membentuk slope 38˚ sampai pada kedalaman ± 50 m (Gambar 7).
U
Gambar 6. Peta Batimetri Pulau Senoa.
Gambar 7. Profil dasar laut perairan Senoa
177
Kerentanan Lingkungan Geologi Kawasan Pesisir Pulau Senoa, Kepulauan Riau (Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G)
GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT Geologi bawah permukaan dasar laut diperoleh dari peralatan pendugaan seismik pantul terdiri atas Power suplay EG&G 231, Triger Kapasitor bank EG&G 232, Sound source boomer dan Recorder EPC 2810 (Foto 1).
Hasil penelitian data seismik pada perairan sekitar Pulau Senoa diperoleh lintasan survei seismik dengan jumlah 40 lintasan dan 11 lintasan memotong litasan utama (crossline) dengan interval lintasan 1 km dengan kecepatan kapal sekitar 5 Knot (9,26 km/ Jam).
Foto 6. Peralatan seismik pantul dan pemeruman. Pengolahan data rekaman seismik dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: - - -
Analisis sekuen seismik yang menyangkut identitas keterusan reflektor pada setiap sekuen yang ditafsirkan. Analisis fasies, yakni perbedaan fasies yang dijumpai pada setiap sekuen sehingga memungkinkan sekuen tersebut dibagi menjadi beberapa sub sekuen. Analisis karakter refleksi internal sebagai dasar penafsiran energi media sedimentasi, jenis sedimen serta lingkungan pengendapan.
Analisis data seismik dilakukan dengan cara menandai reflektor-reflektor menerus yang menunjukkan suatu kesamaan litologi. Litologi yang sama selanjutnya ditandai dengan warna yang sama untuk membedakan dengan litologi yang berbeda. Selanjutnya penafsiran rekaman seismik pantul didasarkan pada metode veil dengan sedikit modifikasi terhadap kemungkinan adanya bidang ketidakselarasan pada penampang seismik. Sekuen seismik dibuat berdasarkan perbedaan karakteristik amplitudo dan konfigurasi pantulan. Parameter tersebut di atas batas – batasnya dapat berupa: base lap, top lap dan erotional truncation. Hasil interpretasi dari Gambar 8 menunjukkan bahwa ada menjadi dua sekuen (Budiono, drr. 2010), yaitu sekuen A yang dicirikan oleh reflektor pararel – sub pararel, amplitudo dan reflektor kuat.
178
Sekuen ini kemungkinan merupakan sedimen lepas yang terdiri atas pasir dan lempung. Sementara sekuen kedua yaitu sekuen B, dicirikan oleh reflektor sub-pararel dan chaotic, amplitudo dan refektor kuat. Morfologinya berundulasi dan kemungkinan merupakan batuan beku. Gambar 9 merupakan hasil interpretasi hasil rekaman pantul lintasan 35 yang menunjukkan sama dengan gambar sebelumnya yaitu terbagi menjadi dua sekuen (Budiono, drr. 2010). Sekuen A ditunjukkan dengan adanya reflektor pararel – sub pararel, amplitudo tinggi, dan reflektor kuat. Sedimen permukaan merupakan sedimen lepas pada beberapa tempat terdapat indikasi batuan beku dan koral. Sementara sekuen B ditunjukkan oleh reflektor subpararel dan chaotic, amplitudo tinggi dan, reflektor kuat . Kemungkinan merupakan batuan beku yang mengalami metamorfosis (meta sedimen) Hasil analisis petrografi batuan di kawasan pantai merupakan batupasir kasar yang terpilah buruk dengan matriks yang sangat sedikit, berupa campuran antara mineral sangat halus dan mineral lempung (pseudomatriks) dan batuan malihan yang diduga terbentuk akibat tektonik (sesar) yang mengenai sesuatu formasi batuan sedimen sangat halus kaya kuarsa (Lampiran 1 dan 2). Diduga batuan ini yang mendasari Pulau Senoa hingga ke laut lepas seperti terlihat dari hasil interpretasi rekaman seismik refleksi.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 169 - 184
Gambar 8. Hasil rekaman pantul lintasan 28 di perairan Pulau Senoa
Gambar 9. Hasil rekaman pantul lintasan 35 di perairan Pulau Senoa
179
Kerentanan Lingkungan Geologi Kawasan Pesisir Pulau Senoa, Kepulauan Riau (Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G) (LAMPIRAN 1) HASIL UJI PETROGRAFI BATUAN SILISIKLASTIKA (SILICICLASTIC ROCK PETROGRAPHY ANALYSIS RESULT) Nomer lab. (lab. number) : 491/L/GL/1.1/09/2010 Tanggal (date) : 30 September 2010 Kode sampel (sample code) : NAT 07 BM Kode lab. (lab. code) : 511/1.1/10/2083 Lokasi (location) : Pulau Senoa, KePulau Natuna, Prov. Riau. Kedalaman (depth) : Pemilik (property) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut /A.n. Nineu Yayu G, S.Si, M.T
Tanggal diterima (received date) Tanggal diuji (analyzed date) Klasifikasi (classification) Metode uji (method) : Preparator (preparator) Petrografer (petrographer)
Nama batuan (rock name)
Nomer foto (plate number) : 01 a dan b
: Batupasir arkose arenite
:
22 September 2010
:
30 September 2010
:
Pettijohn, 1975
GL-MU-1.1 bagian (part) 3.1.6 :
Undang S., dan Deni S.
:
Ir. Sigit Maryanto, M.Si.
Warna (colour) : Bening kecoklatan dengan noda hitam Struktur (structure) : Pejal Tekstur (texture) : Klastika kasar Pemilahan (sorting) : Buruk Kemas (fabric) : Tertutup dan terdukung butiran Ukuran butir (grain size) : 0,03 – 1,80 mm, rata-rata (average) : 0,85 mm Kebundaran (roundness) : Meruncing – meruncing tanggung Hubungan butir (grain contact) : Titik, panjang, lengkung Butiran (grain)
Cnt
Kuarsa Feldspar Kepingan batuan Mineral opak Minral lain
%
Semen (cement)
42 18 14 2 -
Kuarsa Oksida besi Klorit Karbonat Lempung Penggantian (replacement)
Cnt
8 2 1 4 Cnt
Matriks (matrix)
Cnt
Pseudomatriks
%
Keporian (porosity)
8
Sisa antar partikel
%
% -
Cnt
% 1
Pemerian (description): Batupasir kasar yang terpilah buruk dengan matriks yang sangat sedikit, berupa campuran antara mineral sangat halus dan mineral lempung (pseudomatriks). Butiran hadir berupa kuarsa tunggal dan kuarsa jamak, yang diikuti oleh felspar kalium dan palgioklas, kemudian beberapa kepingan batuan granitik, batuan vulkanik, batuan terubah, serta batuan malihan, dan sangat jarang mineral opak magnetit. Penyemenan butiran antara lain mikrokristalin kuarsa anhedral, diikuti oksida besi, lempung kloritik dan klorit berserabut halus. Tekstur pengendapan (depositional texture): Batupasir submatur dan diduga merupakan endapan sungai. Ciri diagenesis (diagenetic character): Penyemenan kompaksi. Sistem keporian (pore system): Sangat buruk.
180
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 169 - 184
Kode sampel (sample code): NAT 07 BM
Kedalaman (depth): -
a) Kedudukan lensa nikol sejajar (with parallel-nicols)
b) Kedudukan lensa nikol bersilang (with cross- nicols) Mikrofoto 01. Batupasir arkose arenit yang berkembang dengan butiran kasar berbentuk meruncing – meruncing tanggung.
181
Kerentanan Lingkungan Geologi Kawasan Pesisir Pulau Senoa, Kepulauan Riau (Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G) (LAMPIRAN 2) HASIL UJI PETROGRAFI BATUAN MALIHAN (METAMORPHIC ROCK PETROGRAPHY ANALYSIS RESULT) Nomer lab. (lab. number) : 491/L/GL/1.1/09/2010 Tanggal (date) : 30 September 2010
Kode sampel (sample code) : SN / 05 Kode lab. (lab. code) : 511/1.1/10/2087 Lokasi (location) : Pulau Senoa, KePulau Natuna, Prov. Riau. Kedalaman (depth) : Pemilik (property) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut /A.n. Nineu Yayu G, S.Si, M.T
Tanggal diterima (received date) Tanggal diuji (analyzed date) Klasifikasi (classification) Metode uji (method) : Preparator (preparator) Petrografer (petrographer)
Nama batuan (rock name)
Nomer foto (plate number) : 05 a dan b
: Quarzite
:
22 September 2010
:
30 September 2010
:
Winter, 1974
GL-MU-1.1 bagian (part) 3.1.8 :
Undang S., dan Deni S.
:
Ir. Sigit Maryanto, M.Si.
Warna (colour) : Bening dengan beberapa bercak bergaris coklat dan hitam Struktur (structure) : Non – foliasi dan terkekarkan Tekstur (texture) : Mikrogranoblastik hingga kataklastik sangat halus
Porfiroblas (porphyroblast)
Cnt
% -
Matriks (matrix) Kuarsa 1 Kuarsa 2 Lempung mikaan
Cnt
Mineral tambahan (accessory min.)
Cnt
Mineral / okasida besi
%
Keporian (porosity)
80 9 8
Kekar dan antar kristal
% 2
Cnt
% 1
Pemerian (description): Batuan malihan yang diduga terbentuk akibat tektonik (sesar) yang mengenai sesuatu formasi batuan sedimen sangat halus kaya kuarsa. Kuarsa pertama berupa mikrikristaln penyemen utama batuan yang bercampur dengan sangat jarang lempung mikaan (illit) berserabut sangat halus. Kuarsa kedua berkristal agak kasar yang awalnya berfungsi sebagai material pengisi kekar dan retakan dan selanjutnya terdeformasi serta terkristalisasi. Mineral / oksida besi yang terpola memanjang mencerminkan bahwa deformasi yang mengenai batuan ini telah terjadi minimal dua kali. Paragenesis (paragenesis): Tidak diketahui. Rekomendasi (recommendation): -
182
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : 169 - 184
Kode percontoh (sample code): SN / 05
Kedalaman (depth): -
a) Kedudukan lensa nikol sejajar (with parallel-nicols)
b) Kedudukan lensa nikol bersilang (with cross- nicols)
Mikrofoto 05. Kuarsit yang berkembang dengan kristal sangat halus (mikrokristalin) sebagai hasil pemalihan dinamik (sesar).
183
Kerentanan Lingkungan Geologi Kawasan Pesisir Pulau Senoa, Kepulauan Riau (Purnomo Raharjo, Nineu Yayu G)
SIMPULAN Senoa merupakan kawasan pulau terdepan wilayah NKRI sebagai titik batas terluar. Penelitian kerentanan lingkungan geologi merupakan parameter penting dalam mempertahankan eksistensi titik terluar batas wilayah NKRI. Senoa merupakan bagian dari Pulau Natuna dan diketahui bahwa geologi daerah ini merupakan bagian dari Formasi Bungaran (JKb). Litologinya terdiri atas perselingan batulanau malih, tuf, dan rijan. Uumumnya terlipat kuat, kontak dengan bagian bawah tidak teramati tetapi diduga merupakan hubungan struktur. Bagian atas ditutupi secara takselaras oleh Formasi Pengadah. Umur satuan ini adalah Kapur Awal-Tengah. Pada umumnya garis pantai Pulau Senoa terbentuk dari morfologi tebing merupakan batuan walaupun di beberapa lokasi masih dijumpai pantai berpasir dan pantai berkoral. Berdasarkan ciri relief, litologi dan karakteristik garis pantainya, maka kondisi pantai di Pulau Senoa dapat dibagi mejadi dua tipe.Pantai tipe I adalah pantai berpasir yang menempati kawasan pesisir baratdaya P. Senoa. Relief pantai landai dan membentuk sudut antara 2˚ hingga 3˚ pada bagian belakang pantai yang lebarnya hanya 10 – 20 m yang ditumbuhi tanaman keras dan semak belukar. Pantai ini digunakan oleh masyarakat sebagai tempat rekreasi. Pantai tipe II merupakan pantai berbatu dan berkoral. Amat mudah dijumpai di sepanjang garis pantai karena pantai tipe ini mendominasi kawasan pesisir di Pulau Senoa. Morfologi yang membentuk tipe pantai ini adalah pantai bertebing dan berkoral, tidak memiliki paras pantai dengan tumbuhan keras dan semak belukar. Hasil rekaman batimetri analog dengan lintasan pengukuran berarah tegak lurus garis pantai terlihat bahwa penampang morfologi dasar laut di daerah penelitian mempunyai perbedaan kedalaman di sebelah timur dan barat pulau. Profil morfologi dasar laut tegak lurus ke arah barat daya Ranai (Pulau Natuna) yang membentuk slope 38˚ sepanjang ± 1.3 km sampai pada kedalaman ± 15 m dan kembali melandai. Ke arah timur laut membentuk slope 45˚ sepanjang ± 1 km sampai pada kedalaman 30 meter dan menurun membentuk slope 38˚ sampai pada kedalaman ± 50 m.
184
Dari hasil rekaman seismik refleksi diketahui geologi bawah permukaan dasar laut Pulau Senoa dapat dipisahkan menjadi dua sekuen. Sekuen A ditunjukkan dengan adanya reflektor pararel – subpararel, amplitudo tinggi dan reflektor kuat, sedimen permukaan merupakan sedimen lepas dan pada beberapa tempat terdapat indikasi batuan beku dan koral. Sekuen B ditunjukkan oleh reflektor subpararel dan chaotic, amplitudo tinggi dan reflektor kuat . Kemungkinan merupakan batuan beku yang mengalami metamorfosis (meta sedimen) Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa Pulau Senoa merupakan pulau yang memiliki resistensi yang tinggi karena didasari oleh batuan malihan (metamorf) yang diduga terbentuk akibat tektonik (sesar) hingga ke laut lepas seperti terlihat dari hasil interpretasi rekaman seismik refleksi.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. Susilo Hadi selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, dan para editor Buletin Pusat Lingkungan Geologi (PLG) serta rekan-rekan yang telah membantu hingga selesainya tulisan ini.
ACUAN Hakim A.S. dan Suryono N.; 1994. Peta Geologi Lembar Teluk Butun & Ranai, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Laboratorium Pusat Survei Geologi., 2010, Hasil Uji Petrografi Batuan Malihan, Bandung Yayu G., Nine. Budiono., Kris. Raharjo., Purnomo., 2010, Laporan Penelitian Kerentanan Lingkungan Geologi Dan Potensi Esdm Pulau Senoa KePulau Natuna, Provinsi Kep. Riau (Salah Satu Pulau Terdepan NKRI), Puslitbang Geologi Kelautan, Bandung.