KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
KEGIATAN RIVER BASIN ORGANIZATION PERFORMANCE BENCHMARKING (RBO - PB)
PADA KEGIATAN TATA LAKSANA BALAI WILYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II TAHUN ANGGARAN 2017
1
KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) /TERM OF REFERENCE (TOR) KELUARAN (OUTPUT) KEGIATAN TAHUN 2017 Kementerian Negara / Lembaga Unit Eselon I / II Program Hasil (Outcome)
Kegiatan Indikator Kinerja Kegiatan
Keluaran (Output)
Jenis Pekerjaan
: Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat : Direktorat Jenderal Sumber Daya Air / Direktorat Sungai dan Pantai : Pengelolaan Sumber Daya Air : Pengalaman, Pengetahuan, dan Ketrampilan yang Penting, Memiliki pengetahuan mengenai kegiatan dan cara kerja River Basin Organization Performance Benchmarking (RBO PB) termasuk kebutuhan klien, mampu untuk ikut serta secara substansi dan mengembangkan pertukaran informasi selama diskusi Tim Peer Review dan untuk mengembangkan strategi dan evaluasi kritis apabila diperlukan dan memiliki pengalaman dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah sungai selama beberapa tahun, nemiliki pengetahuan secara substansi mengenai tantangan sumber daya air dan kebutuhan wilayah sungai, mampu untuk menerapkan kemampuan teknik untuk memberi masukan dan dukungan dan untuk mengembangkan strategi dan analisis kritis. : Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Masyarakat Pengelolaan SDA. : Kepala River Basin Organization Performance Benchmarking (RBO PB) memiliki pemahaman akan arti pentingnya River Basin Organization Performance Benchmarking (RBO PB) : - Berubahnya “mind set” dari orientasi pembangunan ke orientasi pelayanan dan berupaya kinerjanya berbasis hasil. - Dapat menunjukkan kinerja /performance RBO - Organisasi/RBO tersebut baik - Organisasi/RBO tersebut dapat bekerja dengan lebih baik - Dapat bergerak menuju perbaikan berdasarkan hasil penilaian - Laporan Self Assessment dan draft action plan/rencana aksi : Melakukan penilaian kinerja River Basin Organization Performance Benchmarking (RBO PB) berdasarkan 15 indikator kinerja yang telah ditetapkan, dilakukan oleh Tim Self Assessment yang dibentuk di River Basin 2
Volume Satuan Ukur
Organization Performance Benchmarking (RBO PB) masing-masing : 1 : Laporan
A. LATAR BELAKANG 1. DASAR HUKUM 1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. 2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2. GAMBARAN UMUM Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia menghadapi persoalan yang sangat kompleks. Air, selain mempunyai beberapa fungsi sosial budaya, ekonomi dan lingkungan yang masing-masing dapat saling bertentangan, juga interaksi ruang yang terbatas dan tidak terbarukan memunculkan dimensi persoalan baru yaitu pemanfaatan SDA dan pemanfaatan ruang untuk kehidupan manusia. Perubahan iklim global, semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas kegiatan ekonomi, telah mengancam ketersediaan air yang ada. Pembukaan lahan guna keperluan perluasan daerah pertanian, perkebunan, pemukiman dan industri, yang tidak mengindahkan peraturan, juga tidak terkoordinasi dengan baik dalam suatu kerangka pengembangan tata ruang, telah mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir. Perkembangan kawasan perkotaan yang sangat pesat, telah mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik antara para pengguna air baik untuk kepentingan rumah tangga, pertanian dan industri, termasuk penggunaan air permukaan dan air bawah tanah di perkotaan. Di samping itu, akibat perkembangan kawasan perkotaan yang sangat cepat tersebut menyebabkan meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan, termasuk oleh limbah bahan berbahaya beracun (B3), sehingga struktur dan fungsi ekosistem yang menjadi penunjang bagi kehidupan masyarakat menjadi rusak. Pencemaran pada sumber-sumber air tersebut akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya. Berdasar pada permasalahan tersebut, perlu diwujudkan pengelolaan sumber daya air yang terpadu / integrated water resources management (IWRM) dan pengelolaannya didasarkan pada “one plan, one river basin, one integrated management” dimana merupakan satu-kesatuan pengelolaan dari hulu-tengah dan hilir. Untuk itu dibutuhkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dalam rangka Pengelola SDA yang handal dan profesional. Wujud UPT yang menjadi kepanjangan tangan untuk menyelenggarakan pengelolaan SDA yang menjadi kewenangan pemerintah antara lain : Balai Besar 3
Wilayah Sungai (BBWS) dan Balai Wilayah Sungai (BWS) dan fungsi-fungsi yang melekat pada SNVT, Perum Jasa Tirta (PJT),dan UPT yang menjadi kepanjangan tangan dari instansi lain, sedangkan wujud UPTD yang saat ini baru dibentuk di tingkat provinsi yaitu Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Provinsi. BBWS, BWS, BPSDA dan PJT yang merupakan River Basin Organization (RBO) adalah ujung tombak dalam penyelenggaraan pengelolaan SDA di wilayah sungai yang langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat harus mengubah “mind set” dari orientasi pembangunan ke orientasi pelayanan dan berupaya kinerjanya berbasis hasil (output). Untuk itu dibutuhkan : 1) Dukungan/Komitmen yang kuat dari pemangku kebijakan; 2) Dukungan manajemen yang profesional; 3) Dukungan sumberdaya yang handal yaitu : sumberdaya manusia (SDM), sumber pendanaan, pengetahuan teknologi dan peralatan. Untuk mengukur kinerja BBWS, BWS, BPSDA dan PJT, Direktorat Jenderal SDA, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menggunakan alat/tool River Basin Organization (RBO) Performance Benchmarking yang dikeluarkan oleh Networks of Asian River Basin Organization (NARBO) yang telah dilaksanakan oleh anggota NARBO di 14 negara di Asia. Kegiatan Performance Benchmarking ini telah dilaksanakan pada sebagian Organisasi Pengelola SDA Wilayah Sungai (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) di Indonesia sejak tahun 2006 namun terdapat kendala tidak berlanjutnya kegiatan RBO performance benchmarking antara lain : 1) Kurangnya dukungan pimpinan Pusat, Daerah, BBWS/BWS/BPSDA/PJT terhadap kegiatan ini, 2) penyusunan anggaran tahunan tidak dikaitkan dengan upaya peningkatan kinerja berdasarkan self assessment report of performance benchmarking yang telah dilakukan dan dikaji ulang oleh Peer Review Team of Performance Benchmarking, 3) Belum seluruh RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) telah melaksanakan performance bencmarking telah menyusun action plan / rencana aksi 5 tahunan yang merupakan dasar bagi penyusunan anggaran tahunan BBWS/BWS/BPSDA/PJT, 4) Kegiatan performance benchmarking belum merupakan tolok ukur dalam DIPA/DIPDA atau rencana anggaran tahunan BBWS/BWS/BPSDA/PJT. Kegiatan Performance Benchmarking ini telah dilaksanakan pada sebagian RBO di Indonesia sejak tahun 2006 namun terdapat kendala tidak berlanjutnya kegiatan RBO performance benchmarking antara lain: 1) Kurangnya dukungan pimpinan RBO terhadap kegiatan ini, 2) penyusunan anggaran tahunan tidak dikaitkan dengan upaya peningkatan kinerja berdasarkan self assessment report of performance benchmarking yang telah dilakukan kaji ulang oleh Peer Review Team of Performance Benchmarking, 3) Belum seluruh yang telah melaksanakan performance bencmarking telah menyusun action plan / rencana aksi 5 tahunan yang merupakan dasar bagi penyusunan anggaran tahunan RBO, 4) Kegiatan performance benchmarking belum merupakan tolok ukur dalam DIPA/DIPDA atau rencana anggaran tahunan RBO.
4
Karena hal tersebut diatas, perlu disusun pedoman peningkatan kinerja RBO yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak dalam penyelenggaraan pengelolaan SDA terpadu. Apa yang diharapkan dari Peer Reviewers RBO Pengalaman, Pengetahuan, dan Ketrampilan yang Penting, Memiliki pengetahuan mengenai kegiatan dan cara kerja RBO termasuk kebutuhan klien; dan Mampu untuk ikut serta secara substansi dan mengembangkan pertukaran informasi selama diskusi Tim Peer Review dan untuk mengembangkan strategi dan evaluasi kritis apabila diperlukan. Mempunyai pengalaman luas dalam lingkup wilayah sungai, seperti : Memiliki pengalaman dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah sungai selama beberapa tahun, Memiliki pengetahuan secara substansi mengenai tantangan sumber daya air dan kebutuhan wilayah sungai, Mampu untuk menerapkan kemampuan teknik untuk memberi masukan dan dukungan dan untuk mengembangkan strategi dan analisis kritis. Inisiatif Awal Small Workshop on Benchmarking, Jatiluhur, Indonesia, Oktober2004 Members Consultation Workshop on Benchmarking, Batu, Indonesia, Nopember2004 Launching of Performance Benchmarking, Bali, Indonesia, September 2005 Piloting NARBO’s Performance Benchmarking Tool and Peer Review Process Jatiluhur, Indonesia, Oktober 2006 Peer Review Process diMahaweliAuthority, Sri Lanka, Desember2006 Self Assessment (Januari2007) danPeer Review Process diLaguna Lake Development Authority, Filipina, April 2007 Self Assessment (April 2007) dan Peer Review Process di Red River Basin Organization, Vietnam (Juni2007) dan Citarum, Indonesia.
Self Assessment (June 2008) dan Peer Review Process diWS Brantas mencakup PJT-I dan BBWS Brantas (September 2009).
Dalam rangka melaksanakan amanat UU Sumberdaya air bahwa pengelolaan SDA harus dilakukan secara menyeluruh atau Integrated Water Resources Management (IWRM). Hal ini dilakukan mengingat semakin kompleksnya pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Dan dalam upaya untuk mengubah “mind set” para pengelola SDA dari “Project oriented” menjadi “Service oriented”. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan hal tersebut diatas, salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui Performance Benchmarking.
5
Kegiatan RBO Performance Benchmarking ini telah dilaksanakan pada RBO di Indonesia sejak tahun 2006 (PJT II), yang kemudian pada tahun 2009 dilanjutkan oleh Direktorat Jenderal SDA pada beberapa RBO (B/BWS maupun Balai PSDA). Hingga saat ini, 16 B/BWS telah melaksanakan kegiatan RBO PB dan pada pelatihan kali ini diundang 12 B/BWS yang baru akan melakukan RBO PB. Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II terbentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 26/PRT/M/2006 tanggal 9 Nopember 2006 dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 385/KPTS/M/2006 tanggal 15 Nopember 2006 tentang Pembebasan dan Pengangkatan Pejabat Esalon III.a pada Balai Wilayah di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, mencakup 3 (tiga) Wilayah Sungai, yaitu : Wilayah Sungai Benanain dan Wilayah Sungai Noelmina dan Wilayah Sungai Flores dan sesuai Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai maka jumlah Wilayah Sungai menjadi 3 (tiga) yaitu : Wilayah Sungai Benanain, Wilayah Sungai Noelmina,Wilayah Sungai Flores di sepanjang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kantor Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II berpusat di Jl. Frans Seda – Bundaran PU Kupang. Secara administratif letak Wilayah Sungai Benanain, Wilayah Sungai Noelmina, Wilayah Sungai Flores dan Wilayah Sungai Flores 1 kota dan 16 Kabupaten : a. b.
c.
Wilayah Sungai Benanain meliputi 3 Kabupaten yakni : Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu dan sebagian wilayah Kabupaten TTS. Wilayah Sungai Noelmina meliputi 1 kota dan 5 Kabupaten yakni : Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, sebagian wilayah Kabupaten TTU, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu Raijua. Wilayah Sungai Flores meliputi 8 Kabupaten yakni : Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat.
Secara geografis Wilayah kerja Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II terletak pada posisi 125º 12' 13,5” 119º 21' 48,37” BT dan antara 9º 06' 12,25” 8º 35' 17,34” LS, yang dibatasi oleh laut dan pegunungan yaitu di sebelah utara dibatasi oleh laut Flores, di sebelah selatan dibatasi oleh Samudra Indonesia, sedangkan di sebelah barat dibatasi oleh Selat Sape dan sebelah timur dibatasi dengan Provinsi Maluku Tenggara dan Republik Democrat Timor Leste.
3. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN Maksud 1. Memberikan acuan kepada pimpinan dan staf BBWS/BWS/BPSDA/PJT, Pimpinan/Staf Ditjen SDA, Tim Self Assessment dan Tim Peer Review dalam upaya meningkatkan secara bertahap kinerja BBWS/BWS/BPSDA/PJT. 2. Meningkatkan kinerja badan pengelolaan wilayah sungai air di Indonesia, sesuai konsep Ditjen SDA. 6
3.
4. 5. 6. 7.
Sebagai management tool untuk: (a) menelusuri perkembangan kelembagaan; (b) melakukan perbandingan secara berimbang; dan(c) meningkatkan efisiensiand efektifitas organisasi Kesepahaman, komitmen, kerjasama, Kepercayaan dan kredibilitas melalui suatu proses yang transparan. Mendorong peningkatan kesempatan dan pembuatan strategi dan memfasilitasi pembelajaran melalui proses peer review – menemukan best practices. NARBO Benchmarking Tools telah diadaptasi oleh Direktorat BPSDA untuk menciptakan alat penilaian kinerja bagi balai-Balai Wilayah Sungai di Indonesia. Menilai Performance (Kinerja) RBO/UPT/UPTD dalam PSDA pada kurun waktu tertentu dengan menggunakan indikator tertentu (15 indikator) yg diterbitkan oleh NARBO (Network Asia River Basin Organiztion). Dari hasil penilaian, selanjutnya dibuat rencana aksi dengan menyusun program dan kegiatan yang harus dikerjakan agar kinerja meningkat pada tahun-tahun selanjutnya
Tujuan 1. 2. 3. 4.
Terwujudnya pelayanan pengelolaan SDA yang handal oleh BBWS/BWS/BPSDA/PJT secara berkelanjutan. Penerapan benchmarking untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya air dilaksanakan pada sejumlah balai wilayah sungai secara bertahap. Melalui proses benchmarking diharapkan dapat diperoleh pemahaman mengenai hal-hal yang perlu ditingkatkan. Proses benchmarking dengan indikator yang diadaptasi dari NARBO Benchmark Tools, bukan merupakan perlombaan skor namun upaya memperoleh perbaikan kinerja.
Daftar Kegiatan Untuk Meningkatkan Kinerja RBO Daftar kegiatan ini disusun secara sistematis per indikator untuk membantu Tim Penilai menentukan nilai perolehan dan melengkapi dengan bukti-bukti (evidences). Berkaitan dengan Misi yang tertuang dalam indikator 1 dan 2 sasarannya adalah mewujudkan pengelolaan sumber daya air terpadu (IWRM). Untuk mencapai hal tersebut diperlukan kegiatan sebagai berikut: 1. Menyusun rincian tupoksi (Masing-masing unit s/d eselon 4) 2. Menyiapkan Agenda Rapat Internal Mingguan dan Bulanan, Rapat Eksternal Bulanan. 3. Menyiapkan pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS). 4. Menyiapkan legalisasi pembentukan TKPSDA WS. 5. Melaksanakan sosialisasi, pengukuhan dan mengaktifkan TKPSDA WS dengan memfasilitasi rapat sekurang-kurangnya 4 kali pertahun.
7
6. 7. 8. 9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16.
Memperkuat dan mengaktifkan Sekretariat TKPSDA WS, merancang agenda dan pokok bahasan. Mensinergikan TKPSDA WS dengan Dewan SDA Provinsi karena wadah koordinasi ini memiliki hubungan konsultatif dan koordinatif. Mendokumentasi pendapat, usulan, konsensus pemilik kepentingan (stakeholders). Memfasilitasi kegiatan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA WS) Pada 3 wilayah sungai Memfasilitasi kegiatan FGD, Koordinasi dan Kerjasama dalam rangka Keterpaduan Pengelolaan SDA (IWRM). Memfasilitasi pengintegrasian dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan pola, rencana, program dan kegiatan Pengelolaan SDA dari semua instansi yang terkait dalam pengelolaan SDA dan dengan renstra (bekerjasama dengan Bappeda atau Asisten Pembangunan Provinsi). Hasil pengintegrasian butir diatas dibahas dan dirumuskan dalam pertemuan TKPSDA WS. Mengkaji ulang pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pengelola SDA wilayah sungai (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) setiap 5 tahun sekali. Memperkuat kapasitas lembaga pengelola SDA Wilayah Sungai (SDM, manajemen, pendanaan, dan kebijakan). Mendokumentasi UU, PP, Perpres, Permen/Kepmen, Kebijakan Daerah, Perda (Provinsi/Kabupaten/Kota), Pergub, SK Gub/Bupati/Walikota. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait.
Berkaitan Dengan Pemilik Kepentingan yang tertuang dalam indikator 3, 4 ,5 dan 6, sasarannya adalah meningkatnya kepuasan pelanggan, kondisi lingkungan WS dan perilaku positif masyarakat. Untuk mencapai hal ini diperlukan kegiatan sebagai berikut: 1. Memfasilitasi pertemuan FGD, penyuluhan, dialog, kampanye publik. 2. Memfasilitasi pertemuan konsultasi publik, dengan para pemilik kepentingan. 3. Menyebarluaskan hasil FGD, penyuluhan, dialog, kampanye publik, konsultasi publik. 4. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. 5. Melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, operasi & pemeliharaan, pemantauan dan evaluasi pada kegiatan (konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air melalui serangkaian kegiatan pertemuan konsultasi masyarakat (PKM). 6. Menindak lanjuti usulan, harapan masyarakat secara adil dan proporsional (tindak lanjut PKM). 7. Melaksanakan penyuluhan berkaitan dengan audit lingkungan. Pengendalian pencemaran air, pengelolaan air bersih dan sanitasi komunal.
8
8.
9. 10.
11. 12. 13. 14. 15.
Bersama-sama masyarakat melaksanakan audit & perbaikan lingkungan WS melalui kegiatan konservasi SDA, pendayagunaan SDA, pengendalian daya rusak air. Melaksanakan pemberdayaan kelembagaan dan para pemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air. Melaksanakan kegiatan (pendampingan, bimbingan teknis, bantuan teknis, program tata guna air, GNKPA dan pemberian stimulan) dalam rangka mensejahterakan dan memperkuat kemandirian masyarakat dalam pengelolaan SDA yang menjadi kewenangannya. Menyiapkan dan melaksanakan tayangan website, menyiapkan brosur, buletin, poster, baliho. Melaksanakan pendataan jumlah sawah, jumlah rumah tangga (air bersih dan sanitasi) yang telah terlayan dan yang belum terlayani, Melaksanakan peningkatan pelayanan air untuk RKI dan irigasi. Penyusunan rencana dan pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai. Melaksanakan konservasi pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai.
Berkaitan Dengan Pembelajaran dan Pertumbuhan tertuang dalam indikator 7, 8 dan 9, sasarannya adalah meningkatnya sumber daya manusia (SDM), prasarana SDA, dan pengembangan sistem SDA. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan kegiatan sebagai berikut: 1. Menambah jumlah SDM sesuai kebutuhan berdasarkan analisa beban kerja (working load analysis). 2. Meningkatkan kapasitas SDM sesuai kompetensinya, melalui serangkaian pelatihan substansi, manajemen, dan on the job training/learning by doing. 3. Memberikan apresiasi/penghargaan kepada staf dan pimpinan yang berprestasi. 4. Mendorong masing-masing unit kerja untuk menyusun dan melengkapi SOP. 5. Menyiapkan surat edaran dari Kepala RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) berkaitan dengan kedisiplinan, integritas dan semangat kerja dari masing-masing staf/pimpinan. 6. Melaksanakan evaluasi dan peningkatan kapasitas dan jenjang karir. 7. Menyediakan dana yang memadai untuk pengembangan SDM. 8. Menyediakan data dan informasi kepegawaian dan pelatihan pegawai. 9. Melaksanakan kerjasama dengan Pusat Penelitian dan pengembangan (Puslitbang) SDA dalam rangka pengembangan teknik dan juga dengan berbagai Balai seperti : Balai Sungai, Balai Hidrologi, Balai Rawa & Pantai, Balai Irigasi, Balai Keamanan Bendungan, Balai Sosekling SDA dll. 10. Melaksanakan pengembangan organisasi dengan membangun jaringan kerja/networking dengan instansi terkait dalam pengelolaan SDA utamanya dengan: instansi pemerintahan provinsi, kabupaten/kota antara lain: Bappeda, Bapedalda, DinasPU/PSDA, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, BPDAS, BPSDA. 9
11. Melaksanakan kajian dan merumuskan perkuatan RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) selaku Unit PNBP/ Badan Layanan Umum (BLU) sehingga memperkuat segi pendanaan RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT). 12. Membentuk Tim Pengelola Keuangan Unit PNBP/ Badan layanan Umum (PKBLU), yang bertugas menyiapkan seluruh dokumen, laporan, dan draft surat permohonan penetapan Unit PNBP/BLU. 13. Memperkuat sekretariat TKPSDA menjadi struktural setingkat eselon 3 dan independen bukan jabatan rangkap dari Kepala Bidang/Seksi di RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT). 14. Melengkapi fasilitas sekretariat TKPSDA WS (SDM, ruang kerja, peralatan kantor dan komunikasi, office furnitures, website, dana operasional sekretariat, dana untuk penyelenggaraan rapat TKPSDA WS dan kunjungan lapangan. 15. Melaksanakan inventarisasi aset negara (prasarana dan sarana SDA, gedung/kantor, rumah dinas, tanah pengairan, peralatan kantor, alat berat, kendaraan roda 4 dan 2. 16. Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan (OP, Rehab) , monitoring dan evaluasi Sarana dan prasarana SDA 17. Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan peningkatan, pembangunan sarana dan prasarana SDA 18. Melaksanakan analisis perhitungan nilai manfaat, efisiensi dan penghematan biaya. 19. Menyiapkan pengelolaan aset jangka menengah dan jangka panjang. 20. Menerapkan sistem transparansi dalam manajemen RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT). 21. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman staf terhadap peraturan yang berlaku. 22. Melaksanakan bimbingan teknis pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota Berkaitan Dengan Tata Kelola Usaha Internal Organisasi tertuang dalam indikator 10, 11, 12 dan 13 sasarannya adalah meningkatnya, Pendayagunaan SDA, alokasi air, manajemen kekeringan pengendalian daya rusak air, perijinan dan dan sistem informasi SDA. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan kegiatan sebagai berikut: 1. Melaksanakan serangkaian diskusi, lokakarya, seminar yang mengundang berbagai tenaga ahli/pakar, narasumber, akademisi dll dalam rangka mencari masukan, tanggapan dan saran untuk memantapkan rencana pendayagunaan SDA. 2. Menyusun rancangan pola pengelolaan SDA terpadu (pola IWRM). 3. Menyiapkan legalisasi pola pengelolaan SDA terpadu. 4. Menyebarluaskan pola pengelolaan SDA ke para pemilik kepentingan (stakeholders) melalui website, media cetak, atau sosialisasi 5. Menyusun rencana pengelolaan SDA terpadu (rencana IWRM). 6. Menyiapkan legalisasi rencana pengelolaan SDA terpadu. 7. Menyebar luaskan rencana pengelolaan SDA ke para pemilik kepentingan melalui website, media cetak, atau sosialisasi 8. Melaksanakan pendayagunaan sumber daya air secara terpadu dan berkelanjutan. 10
9. Penyiapan rekomendasi teknis dalam pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai 10. Membangun sistem informasi SDA (SISDA) yang terintegrasi dan mudah diakses oleh masyarakat antara lain: data hidrologi, hidrometeorologi, hidrogeologi, data konservasi SDA, data kebijakan SDA, data sosekling berkaitan dengan pengelolaan SDA. 11. Pengelolaan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) 12. Pengelolaan Sistem Hidrologi. 13. Melakukan kaji ulang sistem alokasi air, Biaya Jasa Pengelolaan SDA (BJPSDA) dan membahasnya dalam pertemuan TKPSDA WS. 14. Melaksanakan pemantapan program jangka pendek, menengah dan panjang berdasarkan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air. 15. Melaksanakan studi kelayakan untuk pembangunan prasarana SDA prioritas. 16. Melaksanakan detailed engineering design terhadap prasarana SDA prioritas. 17. Menyiapkan dan memantapkan SOP Perencanaan. 18. Menyiapkan, menyusun rencana dan dokumen pengadaan barang dan jasa untuk persiapan pembangunan, rehabilitasi dan OP. 19. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa serta penetapan pemenang selaku Unit Layanan Pengadaan. 20. Mengendalikan dan melaksanakan pengawasan konstruksi pelaksanaan pembangunan dan rehabilitasi sumber daya air. 21. Melaksanakan operasi dan pemeliharaan sumber daya air pada wilayah sungai. 22. Menyiapkan sistem alokasi air yang disepakati TKPSDA 23. Menyiapkan program konservasi SDA, program pendayagunaan SDA, program pengendalian daya rusak air, sistem informasi SDA, pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha untuk dibahas dalam TKPSDA. 24. Melaksanakan upaya pengendalian daya rusak air melalui upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. 25. Menyiapkan role sharing kegiatan pengelolaan SDA. 26. Menyiapkan data terolah untuk perencanaan pengelolaan SDA. 27. Menyiapkan data terolah untuk pengambilan keputusan. 28. Melaksanakan pengelolaan data berdasarkan pengendalian mutu. 29. Melaksanakan tampilan informasi atau data terolah untuk informasi publik.
Berkaitan dengan “Keuangan” tertuang dalam indikator no 14 dan 15, sasarannya adalah meningkatnya kemandirian finansial, dan meningkatnya kinerja keuangan. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan kegiatan sebagai berikut: 1. Melaksanakan pemungutan penerimaan dan penggunaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air (BJPSDA) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Melaksanakan penyusunan laporan akutansi keuangan dan akutansi barang milik negara selaku Unit Akutansi Wilayah.
11
3. Membentuk Tim Pengelola Keuangan Unit PNBP/Badan Layanan Umum, yang bertugas menyiapkan data potensi, menghitung tarif BJPSDA, menyiapkan proposal pemungutan dan penggunaan PNBP-BJPSDA. 4. Mempercepat legalitas pengelola SDA wilayah sungai (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) sebagai pengelola PNBP-BJPSDA yang secara bertahap mampu mewujudkan pemulihan biaya (cost recovery). 5. Meningkatkan kinerja keuangan yang transparan dan akuntabel (melaksanakan tender secara terbuka (electronic procurement), membuat laporan pertanggungan jawaban penggunaan dana tahunan, melaksanakan audit internal dan audit eksternal). 6. Melaksanakan efisiensi penggunaan anggaran belanja negara (memanfaatkan sisa dana tender, melaksanakan penghematan operasional proyek, mempersiapkan kegiatanlanjutan atau tambahan. 7. Menyusun database pengguna air dan rasionalisasi biaya OP. 8. Kajian kebutuhan biaya OP prasarana SDA (tahunan, jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. 9. Menyiapkan laporan penganggaran dan pembukuan akuntansi keuangan. 10. Menyiapkan SOP pengendalian keuangan RBO. 11. Melaksanakan pengendalian dan efisiensi penggunaan keuangan. 12. Memadukan kerjasama antara rencana teknis dan keuangan. 13. Menerapkan sistem informasi terbuka dalam pengelolaan keuangan RBO. Upaya/kegiatan untuk meningkatkan RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) harus dituangkan dalam DIPA untuk setiap tahun anggaran, khusus untuk peningkatan kinerja RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) ini harus menjadi satu tolok ukur tersendiri. 3.3.
Melaksanakan Review Rencana Aksi RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) Cara penyusunan rencana aksi dan penganggarannya didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, perlu diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan.
3.4.
Penyusunan Kegiatan & Anggaran Berbasis Pengukuran Kinerja 1. Penyusunan kegiatan & anggaran berbasis pengukuran kinerja harus berfokus pada rencana aksi yang sudah disusun dan disepakati. 2. Penganggaran berbasis kinerja di RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) harus berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas. 3. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit.
12
4. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran yang biasa dilakukan selama ini, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif. 5. Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun perencanaan strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan masyarakat. Verifikasi Penyusunan Anggaran RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) Berbasis Rencana Aksi 1. Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target merupakan tahap pertama yang harus ditetapkan RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) dan menjadi tujuan utama yang hendak dicapai sehingga setiap indikator kinerja harus dikaitkan dengan komponen tersebut. 2. Oleh karena itu, penentuan komponen-komponen tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga mengikutsertakan masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan publik. 3. Penentuan Indikator Kinerja RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. 4. Oleh karena itu, indikator kinerja RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap kegiatan operasi dan pemeliharaan (O dan P). Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Peningkatan Kinerja RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) 1. Indikator kinerja RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) adalah merupakan kunci dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja pengelolaan sumber daya air. 2. Dalam menyusun indikator kinerja RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) perlu ditentukan data apa saja atau bukti-bukti apa yang perlu dikumpulkan, hal ini untuk mengetahui apakah kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan bila dibandingkan terhadap hasil perencanaan yang hendak dicapai dapat terpenuhi. 3. Indikator kinerja RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) merupakan alat yang sangat dibutuhkan untuk melihat apakah suatu strategi, program, atau kegiatan berhasil/gagal dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. 4. Secara sederhana, indikator kinerja RBO (BBWS/BWS/BPSDA/PJT) adalah uraian ringkas yang menggambarkan tentang suatu kinerja yang akan diukur dalam pengelolaan sumber daya air terhadap tujuannya.
13
5. Mengingat pernyataan suatu hasil menyatakan apa yang ingin dicapai, indikator menyampaikan secara spesifik apa yang diukur untuk menentukan apakah tujuannya telah tercapai. 6. Indikator RBO merupakan ukuran kuantitatif, tetapi bisa juga berupa pengamatan kualitatif. Indikator tersebut menentukan bagaimana kinerja akan diukur menurut suatu skala atau dimensi, tanpa menjelaskan secara spesifik suatu tingkat pencapaian tertentu (pedoman pemantauan dan evaluasi kinerja RBO akan disusun secara terpisah). PENERIMA MANFAAT Penerima manfaat secara langsung adalah Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II beserta seluruh stafnya. B. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Metode Pelaksanaan Proses Self Assesment meliputi diskusi dengan Tim Self Assesment Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, para pimpinan dan staf BWS Nusa Tenggara II, serta para stakeholder (pengguna/pemakai air), dan juga mengevaluasi Laporan Evaluasi serta melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti yang ada. Adapun tahapantahapan dalam pelaksanaan Peer Review tersebut terdiri dari 3 bagian sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan Pembentukan Tim Self Assesment pada Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Melakukan kesepakatan kunjungan ke RBO (BWS Nusa Tenggara II) Pengkajian Laporan Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II serta para stakeholder (pengguna/pemakai air) Penyusunan daftar pertanyaan untuk disampaikan saat pertemuan dan wawancara 2) Tahap Konsultasi Pertemuan diikuti Presentasi, diskusi Laporan Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II serta para stakeholder (pengguna/pemakai air) dan wawancara. Pertemuan dan wawancara dengan pihak Pimpinan dan Staf BWS Nusa Tenggara II. Pengumpulan data, informasi dan evaluasi Verifikasi bukti-bukti dan dokumen pendukung yang ada. Melakukan kunjungan lapangan ke lokasi infrastruktur yang sudah dibangun. 3) Tahap Analisa
14
Analisa untuk skor penilaian kinerja oleh Tim Self Assesment untuk masing-masing indikator Pembahasan mengenai skor dan justifikasinya oleh Tim SA Penyusunan Laporan Self Assesment Penyampaian Laporan Self Assesment dan Laporan Kegiatan kepada pimpinan RBO. Pemaparan hasil Peer Review dalam pembahasan akhir (wrap-up meeting) bersama pimpinan yang diselenggarakan di kantor Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II. 2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut : Waktu Pelaksanaan selama 12 bulan. C. KURUN WAKTU PENCAPAAN KELUARAN Pelaksanaan kegiatan dimulai dari bulan Juni s/d Desember atau selama 7 bulan. D. BIAYA YANG DIPERLUKAN Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan biaya sebesar Rp.300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Ribu Rupiah) dengan detail rincian biaya terlampir dalam perhitungan RAB yang akan dialokasi pada DIPA Satker BWS Nusa Tenggara II. Demikian Kerangka Acuan Kerja ini dibuat untuk melengkapi usulan DIPA 2017 pada Satuan Kerja BWS NT- II Kupang, Juli 2016 PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN KEGIATAN OP SDA I SATUAN KERJA OP SDA NT II
PETRUS DJ. RASNAN, ST, MT NIP. 19650904 200312 1 002
15