KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG ADMINISTRASI RESEPSIONIS KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)
Februari 2016
KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG ADMINISTRASI RESEPSIONIS KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)
1.
PENDAHULUAN
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) bermaksud merekrut 1 (satu) orang tenaga pendukung Resepsionis untuk pelaksanaan menerima, berkomunikasi dan berinteraksi dengan tamu yang berkaitan dengan kegiatan KPPIP. Kerangka Acuan Kerja (KAK) ini untuk tenaga pendukung Resepsionis ini menguraikan tentang pendahuluan, latar belakang KPPIP, tujuan dan sasaran kegiatan, lingkup pekerjaan, kualifikasi yang dibutuhkan, jangka waktu pelaksanaan, managemen pelaksanaan kegiatan, dan pembiayaan untuk kegiatan ini. Tenaga pendukung Resepsionis perlu bekerja secara penuh waktu (full time) untuk menunjang kegiatan pengadaan KPPIP secara berkelanjutan.
2.
LATAR BELAKANG
2.1
Perkembangan Penyediaan Infrastruktur di Indonesia
2.1.1 Kondisi yang ada Indonesia merupakan ekonomi terbesar ke 16 di dunia dengan total produk domestik bruto (PDB) hampir mencapai USD 1 trilyun. Pendapatan per kapita Indonesia diprediksi akan meningkat menjadi sebesar US$ 14,900 pada tahun 2025 (peringkat 12 dunia) serta US$ 46,900 pada tahun 2045 (peringkat 7 atau 8 dunia). Jika sesuai dengan rencana Pemerintah, maka Indonesia akan masuk ke dalam negara kategori high income country pada tahun 2025, namun hal ini akan sangat tergantung kepada perkembangan penyediaan infrastruktur di Indonesia. Indonesia memiliki semua hal-hal fundamental yang diperlukan untuk mencapai target tersebut berupa sumber daya alam yang berlimpah, lokasi yang strategis, jumlah penduduk yang besar (tenaga kerja dan pasar yang besar), dan lain lain. Namun perlu disadari bahwa potensi yang dimiliki Indonesia untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia tidak serta merta bisa terwujud. Terdapat tantangan-tantangan yang perlu dihadapi, yaitu sebagai berikut: 1)
2)
Saat ini Indonesia sedang dilanda fase “krisis infrastruktur” yang terindikasi dari beberapa indikator competitiveness index serta biaya logistik sebagai berikut: a. Biaya logistik di Indonesia mencapai 17% dari total biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha. Angka itu tergolong paling boros dibanding biaya logistik di Malaysia yang hanya 8%, Filipina 7% dan Singapura 6%; b. Biaya logistik di Indonesia mencapai 24% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dan merupakan biaya logistik paling tinggi di dunia. Keterbatasan infrastruktur: Berdasarkan Global Competitiveness Report 2010, infrastruktur Indonesia berada pada rangking 82 dari 139 negara dan
1
3)
membaiknya pada tahun 2012 menjadi rangking 76 dari 142 negara, namun pada tahun 2012 memburuk menjadi rangking 78 dari 144 negara. Keterbatasan ketersediaan anggaran pembiayaan infrastruktur: Anggaran infrastruktur di Indonesia hanya 3% dari PDB Indonesia, sementara misalnya Pemerintah China menganggarkan setidaknya 8-10% dari PDB.
Peringkat daya saing infrastruktur di Indonesia meningkat lebih tajam dari posisi 78 di tahun 2012 menjadi posisi ke-61 ditahun 2013. Namun nilai investasi di Indonesia pada laporan Bank Dunia untuk kuartal kedua tahun 2013 mengalami penurunan yang disebabkan oleh pelemahan investasi dalam sektor transportasi serta mesin-mesin dan peralatan asing. Peningkatan daya saing suatu negara berbanding sejajar dengan prospek pertumbuhannya, sedangkan infrastruktur sebagai konektivitas antar pusat pertumbuhan merupakan pendorong adanya pertumbuhan ekonomi. Kondisi pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini tidak sejalan dengan kondisi perekonomian Indonesia. Indeks GCI tersebut diatas menunjukkan bahwa peningkatan daya saing infrastruktur Indonesia masih tidak dapat mengimbangi potensi daya saing Indonesia secara keseluruhan Selain itu, defisit enerji dan ketenagalistrikan, khususnya di daerah luar pulau Jawa, menyebabkan Indonesia menjadi kurang menarik bagi para investor untuk mengembangkan bisnis di Indonesia1. Permasalahan ini tentu akan mengganggu kemajuan perusahaan yang akan berinvestasi di Indonesia. Kondisi penyediaan infrastruktur yang kurang memadai saat ini merupakan salah satu penyebab utama mengapa ekonomi di Indonesia saat ini kurang kompetitif2. Dengan angka-angka tersebut, masih banyak kebutuhan infrastruktur yang belum teranggarkan. Pada skema pembiayaan infrastruktur konvensional, Pemerintah Indonesia biasa memenuhi kekurangan anggaran ini dari pinjaman luar negeri. Melihat kondisi perekonomian dunia dan potensi Indonesia, skema pinjaman luar negeri untuk infrastruktur tidak lagi selalu diterapkan oleh Pemerintah dan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) diharapkan dapat menjadi solusi dalam meningkatkan pembiayaan infrastruktur. Secara umum, penyediaan infrastruktur di Indonesia terhambat oleh 3 pokok permasalahan, yaitu: (1) Peraturan dan perundangan di bidang infrastruktur yang tidak sinkron dan saling tumpang tindih menghalangi investasi swasta di bidang infrastruktur; (2) Perencanaan persiapan proyek infrastruktur tidak melibatkan semua stake holder terkait; (3) Pelaksanaan proyek yang buruk karena kurangnya pengawasan terhadap proyek-proyek infrastruktur yang sedang dilaksanakan dan pengambilan keputusan yang tidak efektif terhadap proyek-proyek yang sedang terhambat (bottleneck). 2.1.2 Usaha-usaha Yang Telah Dilakukan oleh Pemerintah Pemerintah Indonesia telah merancang paket-paket peraturan perundang-undangan untuk mempercepat penyediaan infrastruktur di Indonesia, diantaranya: (1) Peraturan terkait skema pembiayaan infrastruktur melalui KPS pada Peraturan Presiden No 67 Tahun 2005 yang direvisi terakhir menjadi Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015; (2) Peraturan untuk percepatan penyediaan lahan untuk kebutuhan publik yang dipayungi oleh Undang-Undang 1
Berdasarkan survey yang dikerjakan oleh The Asian Foundation, hampir 50% dari 13.000 perusahaan mengalami pemadaman listrik 3 kali dalam seminggu selama tahun 2010-2012. 2
Global Competitiveness Report
2
No 2 Tahun 2012 yang memastikan terselesaikannya pembebasan lahan dalam jangka waktu maksimum 583 hari; (3) Revisi dan perbaikan peraturan infrastruktur secara sektoral untuk mendukung Peraturan Presiden terkait KPS; (4) Pembentukan institusi baru untuk mendukung penyediaan infrastruktur, seperti: PT. PII sebagai BUMN penjamin risiko KPS dan PT. SMI dan PT. IIF sebagai BUMN pendukung pembiayaan KPS; (5) Beragam dukungan pembiayaan bagi aplikasi skema KPS, seperti: land capping, land revolving fund, Viability Gap Funding, Government Guarantee, (6) Beragam paket ekonomi yang mempercepat pertumbuhan infrastuktur, dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam praktiknya usaha penyediaan infrastruktur masih menemui hambatan/bottlenecks dari tumpang tindihnya kebijakan dan kewenangan yang ada di Indonesia. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6,8% dan juga bersaing dengan negara lain, pembangunan infrastruktur di Indonesia memerlukan percepatan baik dalam tahap persiapan maupun konstruksi. Namun yang dibutuhkan bukan hanya percepatan, namun juga pembangunan infrastruktur yang memiliki kualitas baik dan memenuhi standar internasional. Untuk meningkatkan penyediaan infrastruktur di Indonesia tersebut diatas, Pemerintah telah memutuskan untuk menyusun proyek-proyek infrastruktur prioritas yang mempunyai dampak secara nasional maupun lokal. Proyek-proyek infrastruktur prioritas yang dipilih akan diberikan perlakuan khusus, misalnya prioritas mendapatkan ijin, alokasi anggaran dan bantuan teknis lainnya. Dalam hal ini, diperlukan sebuah kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur yang tepat sasaran dengan menggunakan standar prioritasi dan perencanaan yang matang sehingga Indonesia dapat memanfaatkan momentum untuk bergabung ke dalam negara-negara emerging market. 2.1.3 Awal Pembentukan KPPIP Pada tahun 2005, pemerintah Indonesia telah membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang memiliki tugas untuk merumuskan strategi dan koordinasi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur. Dalam perjalanannya, KKPPI memerlukan revitalisasi guna menciptakan momentum dalam rangka usaha menyelesaikan isu-isu strategis infrastruktur melalui pengambilan keputusan yang cepat dan memberikan solusi atas akar permasalahan yang ada. Dalam revitalisasi ini, diperlukan fungsi koordinasi dalam penyusunan rencana percepatan dan standar kriteria untuk prioritasi dan penyiapan proyek infrastruktur serta pengembangan skema pendanaan KPS. Sebagai revitalisasi dari KKPPI, maka Pemerintah berencana membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang diharapkan dapat terwujud pada tahun 2015 ini. KPPIP akan memiliki fungsi-fungsi koordinasi, prioritasi, pengkajian Pra Studi Kelayakan dan debottlenecking, monitoring dan evaluasi, peningkatan kemampuan staf dan sosialisasi program bagi penyediaan infrastruktur prioritas di Indonesia, dimana pengambilan keputusan akan dilaksanakan secara kolektif oleh anggota KPPIP. Sedangkan fungsi-fungsi penyiapan proyek, implementasi proyek, dukungan fiskal dan lainnya akan tetap dijalankan oleh Kementerian dan Lembaga (K//L) atau instansi terkait. Pengambilan keputusan yang cepat dapat dimungkinkan dengan melakukan perampingan struktur organisasi. Belajar dari pengalaman KPPIP sebelumnya, terdapat 3 komponen kunci pendukung suksesnya implementasi program KPPIP: 1)
Mandat dan fungsi yang spesifik dan jelas: KPPIP hanya akan melaksanakan fungsi prioritasi, Pra Studi Kelayakan (identifikasi awal skema pembiayaan), koordinasi, monitoring, 3
debottlenecking, serta pengambilan keputusan kolektif. Fungsi-fungsi penyiapan proyek, implementasi, dukungan fiskal dan lainnya akan tetap dijalankan oleh K/L atau institusi terkait; 2)
Dukungan regulasi, kewenangan, administratif, dan finansial: KPPIP memiliki mandat yang besar sehingga diperlukan penguatan kelembagaan yang mutlak;
3)
Dukungan SDM yang mumpuni: Pelaksana Harian yang diisi oleh PNS maupun non-PNS dengan pengalaman yang relevan di bidangnya merupakan faktor penting terutama dalam upaya mempercepat pengambilan keputusan. Pool of experts juga dibutuhkan untuk keahlian spesifik di sektor-sektor infrastruktur (jalan, pelabuhan, bandara, energi, air dan kereta) dan penyusunan standar kriteria prioritasi serta melaksanakan Pra Studi Kelayakan.
Dengan terbentuknya KPPIP diharapkan penyediaan infrastruktur strategis dapat dipercepat dengan keterlibatan Pemerintah dari tahap perencanaan, tahap Pra Studi Kelayakan, hingga tahap pembangunan infrastruktur. Dengan demikian diharapkan seluruh proses penyediaan proyek infrastruktur strategis tidak terkendala oleh persoalan-persoalan yang kini ditemui seperti pengadaan tanah, tata ruang, dan sebagainya. Percepatan penyediaan infrastruktur melalui KPPIP diharapkan dapat memanfaatkan dengan baik potensi peningkatan perekonomian Indonesia dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Revitalisasi KKPPI diperlukan untuk menjadi signal positif kepada pasar dan KPPIP perlu melakukan fungsifungsi yang belum menjadi fungsi kelembagaan/komite yang sudah ada dan sedapat mungkin menghindari tumpang-tindih peran dan wewenang dengan kelembagaan/komite yang telah ada. Saat ini Pemerintah telah memilih proyek infrastruktur strategis dan 28 (duapuluh delapan) proyek infrastruktur prioritas yang ditargetkan untuk direalisasikan hingga tahun 2017 dan akan menjadi fokus pertama dari KPPIP. Pemilihan proyek strategis dan prioritas ini melibatkan instansi-instansi terkait pembangunan infrastruktur, mulai tingkat kementerian pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, hingga masyarakat. Selain itu, pemilihan juga dilakukan secara terintegrasi dengan mempertimbangkan berbagai data atau dokumen infrastruktur yang ada di Indonesia, seperti Sislognas, Blue Book, PPP Book, serta list-list rencana pembangunan infrastruktur strategis lainnya dari berbagai instansi terkait. Dari 28 proyek infrastruktur prioritas tersebut, terdapat 7 (tujuh) proyek diantaranya merupakan proyek yang akan dilaksanakan dengan skema KPS dan proyek lainnya yang ditetapkan Pemerintah melalui Komite PPIP, sehingga dibutuhkan perencanaan debottlenecking yang matang. Identifikasi detail tentang kebutuhan bantuan dalam rangka penyiapan proyekproyek infrastruktur prioritas ini juga menjadi tugas dan fungsi utama dari KPPIP. Kedepannya KPPIP juga memiliki tugas untuk memastikan skema-skema pembiayaan infrastruktur non-konvesional seperti KPS menjadi skema pembiayaan infrastruktur reguler dan menjadi opsi-opsi utama pembiayaan penyediaan infrastruktur. 2.2
Maksud dan Tujuan KPPIP
2.2.1 Maksud: Pada dasarnya pelaksanaan kegiatan KPPIP dimaksudkan untuk memastikan berjalannya kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur melalui koordinasi, prioritasi, evaluasi dan 4
debottlenecking serta knowledge management terhadap setiap kegiatan yang dicanangkan dalam proses revitalisasi KPPIP, yaitu meliputi: 1) Mengkoordinasikan perencanaan dan penyiapan proyek infrastruktur prioritas dengan melibatkan semua stake holder terkait, serta menfasilitasi dan mengawasi pelaksanaannya; 2) Memilih proyek infrastruktur prioritas, mengkaji Pra Studi Kelayakan yang ada dan menentukan apakah akan dilakukan revisi (review) atau pengulangan (re-do) Pra Studi Kelayakan, serta menentukan skema pendanaan yang terbaik; 3) Menyediakan bantuan teknis untuk proyek infrastruktur prioritas yang sedang terhambat (bottleneck) dan bantuan teknis lainnya; 4) Menyusun formulasi pengembangan strategi, kebijakan, regulasi dan peraturan perundangan di bidang infrastruktur untuk mempercepat penyediaan infrastruktur prioritas; dan 5) Menfasilitasi peningkatan kemampuan aparatur negara dan penguatan institusi pemerintah yang berhubungan dengan penyediaan infrastruktur prioritas. 2.2.2 Tujuan Pokok KPPIP Tahun 2016 Adapun tujuan kegiatan KPPIP pada TA 2016 lebih difokuskan pada: 1) Menyusun rekomendasi penyempurnaan regulasi dan peraturan perundang-undangan untuk mendukung kegiatan percepatan penyediaan infrastruktur (restrukturisasi dan penguatan kewenangan KPPIP) yang tidak dapat diselesaikan pada TA 2015; 2) Menyusun daftar proyek prioritas 2016; 3) Menyusun Rencana Aksi percepatan infrastruktur prioritas dan memastikan terlaksananya Rencana Aksi oleh pemangku kepentingan; 4) Tersusunnya tim PMO secara lengkap dan panel konsultan yang akan membantu KPPIP dalam menjalankan kewenangannya; 5) Melaksanakan revisi/pengulangan kajian Pre-FS nya berdasarkan standar kualitas kajian Pre-FS bersama dengan K/L; 6) Melaksanakan pengendalian masalah dari proyek infrastruktur prioritas; 7) Menyusun dan melaksanakan rekomendasi pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan penyediaan infrastruktur prioritas; 8) Menyusun rekomendasi kebijakan pembiayaan infrastruktur yang tepat dengan mempertimbangkan skema pendanaan alternatif di luar APBN; 9) Melaksanakan kegiatan sosialisasi tentang standar prosedur dan kualitas kajian persiapan proyek untuk semua proyek infrastruktur; 10) Melaksanakan kegiatan pengembangan kapasitas pegawai dari berbagai kementerian/lembaga terkait infrastruktur. 11) Terimplementasinya sistem pelaporan yang menggunakan sistem TI yang terintegrasi; 12) Memberikan dukungan administrasi, fasilitasi rapat dan konsinyering, perjalanan dinas serta sarana prasarana untuk mendukung pelaksanaan Tim Pelaksana, Tim Kerja dan Sekretariat KPPIP; 13) Melaksanakan penyusunan laporan yang disertai dengan Buku laporan tahunan KPPIP termasuk didalamnya adalah List Proyek Prioritas; dan 14) Melaksanakan 5 (lima) kajian rekomendasi kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur. Sebagai pusat koordinasi dalam penyelenggaraan infrastruktur, KPPIP diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dan kinerja dari K/L atau instansi terkait serta memberikan arahan 5
demi menyelesaikan konflik antar instansi. Kurangnya kapasitas dan pemahaman pada kebijakan pemerintah pusat mengenai KPS, mengakibatkan sebagian besar proyek yang ditawarkan ke pihak swasta tidak layak finansial dan/atau tidak layak ditawarkan ke pihak swasta. KPPIP dapat menjadi solusi untuk memastikan kelayakan proyek secara finansial dengan melaksanakan Pra Studi Kelayakan yang berkualitas. KPPIP juga diharapkan dapat memastikan bahwa persiapan proyek oleh K/L atau instansi terkait setelah Pra-Studi Kelayakan memenuhi standar kualitas dan membantu K/L atau instansi terkait dalam mencapai standar kualitas tersebut dengan mengalokasikan/mendanai konsultan dalam dan luar negeri untuk membantu usaha K/L atau instansi terkait jika diperlukan. 2.2.3 Susunan dan Struktur Organisasi KPPIP KPPIP merupakan komite lintas kementerian/lembaga/departemen pemerintah dengan susunan organisasi sebagai berikut: 1)
Komite (Tingkat Menteri): diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri PPN/Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (BPN); a. Tim Pelaksana Harian(Eselon 1): adalah tim pembuat keputusan yang dilakukan secara kolektif dr tingkat Eselon I sampai dengan Eselon II,diketuai oleh Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian dengan sekretaris Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah-Kemenko Perekonomian, dan anggota Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas, Deputi Pendanaan Pembangunan Bappenas, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Deputi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum - BPN, dan Deputi Perencanaan Investasi - BKPM; b.
Tim Teknis Pelaksana (Eselon 2): dengan anggota Asisten Deputi Bidang Perumahan, Pertanahan, dan KPS - Kemenko Perekonomian dengan anggotaDirektur KPS - Bappenas, Direktur Alokasi Dana Pembangunan - Bappenas, Kepala Pusat Pengelolaan Resiko (PPRF), Direktur Anggaran I, II, dan III- Kemenkeu, Kepala Biro Hukum Kemenko Perekonomian, Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah – BPN dan Direktur Perencanaan Infrastruktur- BKPM. Tim Teknis dalam pelaksanaan tugasnya akan dibantu oleh para tenaga ahli senior dibidangnya.
2) Sekretariat: diketuai oleh Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Daerah– Kemenko Perekonomian dan wakil sekretaris Asisten Deputi Perumahan, Pertanahan dan KPS Kemenko Perekonomian dan didukung dengan Pejabat Pembuat Komitmen (P2K), Pemegang Uang Muka (PUM) dan Petugas Administrasi (PA) yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dana APBN dan penandatangan kontrak serta Pejabat/Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Pejabat/Unit Penerima Hasil Pekerjaan (UPH) yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses pengadaan KPPIP; ULP dan UPH masing-masing terdiri dari 3 sampai dengan 5 orang staf (termasuk 1 orang Ketua);
6
3)
Tim Konsultan, terdiri dari: a. Direktur Program (Team Leader): sebagai pimpinan Tim Konsultan akan melapor kepada Tim Teknis untuk hal-hal yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan pekerjaan dan kepada P2K untuk hal-hal yang berhubungan dengan administrasi dan keuangan; b. Tim Tenaga Ahli Senior: terdiri dari 1 orang Tenaga Ahli Senior Sektor Jalan dan Jembatan, 1 orang Tenaga Ahli Senior Sektor Transport, 1 orang Tenaga Ahli Sektor Energi dan Ketenagalistrikan, 1 orang Tenaga Ahli Senior Sektor Sumber Daya Air dan Lingkungan, 1 orang Tenaga Ahli Senior Pengembangan Kapasitas, 1 orang Tenaga Ahli Senior Human Resources, dan 1 orang Tenaga Ahli Senior Finansial,; c. Tim Tenaga Ahli Lainnya: terdiri dari 1 orang Tenaga Ahli Komunikasi, 1 orang Tenaga Ahli Informasi dan Teknologi, d. Tim Pengadaan: terdiri dari 1 orang Tenaga Ahli Procurement (Pengadaan Barang dan Jasa) Senior dan 2 orang Tenaga Ahli Procurement (Pengadaan Barang dan Jasa); e. Staf Penunjang: terdiri dari 1 orang Manajer Kantor, 1 orang Eksekutif Sekretaris, 6 orang Tenaga Pendukung Teknis, 2 orang Tenaga Pendukung Administrasi dan 6 orang Tenaga Pendukung Lainnya.
Struktur organisasi KPPIP adalah sebagai berikut:
7
3.
TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN a.
Tujuan: Sehubungan dengan tujuan KPPIP tersebut diatas, pengadaan tenaga pendukung Resepsionis ini bertujuan dalam posisi menjadi pintu interaksi (langsung maupun tidak langsung) antara tamu/pelanggan dengan kegiatan-kegiatan KPPIP.
b. Sasaran: Pengadaan tenaga pendukung Resepsionis ini memiliki sasaran yaitu terlaksananya fungsi interaksi dan komunikasi KPPIP dengan stakeholdernya dengan baik, dan dapat menjadi pintu interaksi kegiatan KPPIP dengan stakeholdernya.
4.
LINGKUP PEKERJAAN Lingkup pekerjaan dari tenaga pendukung Resepsionis (namun tidak terbatas) pada: 1) Menerima dan menjawab telepon serta mencatat pesan-pesan lewat telepon terkait kegiatan KPPIP; 2) Menerima tamu yang akan bertemu dengan tenaga ahli, tenaga pendukung maupun pimpinan; 3) Mencatat janji-janji dan semua informasi untuk dikomunikasikan kepada pihak yang dituju, baik tenaga ahli maupun pimpinan; 4) Mengetahui info-info umum agenda kegiatan KPPIP dan mengupdate agenda kerja sehari-hari (termasuk agenda rapat di kantor KPPIP); 5) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas sesuai dengan prosedur yang berlaku sebagai bahan evaluasi dan pertanggungiawaban; 6) Membuat laporan berdasarkan hasil kerja untuk disampaikan kepada Pimpinan.
5.
KUALIFIKASI YANG DIBUTUHKAN
Untuk memenuhi tujuan, sasaran dan ruang lingkup di atas dibutuhkan tenaga pendukung Resepsionis dengan kualifikasi: 1. Perempuan/Wanita dengan usia maksimum 32 tahun; 2. Pendidikan minimal D3 ilmu komunikasi/Sekretaris/Sastra Inggris; 3. Menguasai percakapan dalam bahasa Indonesia dan inggris secara lancar dan baik; 4. Memiliki motivasi kerja yang baik, disiplin yang tinggi serta bertanggung jawab penuh pada setiap tugas yang diberikan; 5. Memiliki pengalaman sebagai resepsionis/sekretaris minimal 2 (dua) tahun; 6. Bersikap dan berperilaku sopan dan ramah; 7. Berpenampilan menarik (melampirkan foto seluruh badan); 8. Komunikatif; 9. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan (melampirkan surat pernyataan bermaterai). 10. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
8
6.
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan ini adalah 10 (sepuluh) bulan kalendar. Diharapkan pekerjaan sudah dapat dimulai pada tanggal 1 Maret 2016 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2016. Tenaga pendukung Resepsionis perlu bekerja secara penuh dengan perkiraan input sebesar 10 (sepuluh) Orang Bulan (OB)/Person Month
Jan
7.
Feb
Mar
Apr
.Month – 2016 Mei Juni Juli Ags
Sept
Okt
Nov
Des
MANAJEMEN PELAKSANAAN KEGIATAN
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) akan bertindak sebagai Pemberi Tugas dan mengangkat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang akan menandatangani kontrak dengan tenaga pendukung Resepsionis dan mengelola hal-hal yang berhubungan dengan kontrak dan pembiayaan, termasuk memproses tagihan dari tenaga pendukung Resepsionis. PPK akan dibantu oleh tenaga pendukung ahli administrasi yang akan direkrut secara terpisah dalam semua hal yang berhubungan dengan manajemen dan keuangan penugasan ini. 8.
PEMBIAYAAN
Pembiayaan kebutuhan tenaga pendukung Resepsionis ini akan dibebankan pada APBN KPPIP Tahun Anggaran 2016. Proses menggunakan APBN KPPIP Tahun Anggaran 2016.
Jakarta,
Februari 2016
STAFF AHLI BIDANG PEMBANGUNAN DAERAH SELAKU SEKRETARIS TIM PELAKSANA KPPIP
WAHYU UTOMO
9