KERAGAMAN SERTA DISTRIBUSI LOBSTER ANGGOTA PALINURIDAE DAN SCYLLARIDAE DI PERAIRAN PANTAI PULAU LOMBOK DIVERSITY AND DISTRIBUTION OF PALINURID AND SCYLLARID LOBSTER IN THE LOMBOK ISLAND COASTAL WATERS NASKAH PUBLIKASI
Diajukan oleh LALU ACHMAD TAN TILAR WANGSEJATI SUKMARING KALIH 10/306157/PBI/00959
Kepada PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
i
KERAGAMAN SERTA DISTRIBUSI LOBSTER ANGGOTA PALINURIDAE DAN SCYLLARIDAE DI PERAIRAN PANTAI PULAU LOMBOK
NASKAH PUBLIKASI
Oleh: LALU ACHMAD TAN TILAR WANGSEJATI SUKMARING KALIH 10/306157/PBI/00959
Untuk: Berkala Penelitian Pascasarjana ini telah disetujui oleh pembimbing
Drs. Trijoko, M.Si.
Pembimbing I
..........................
Prof. Dr. Nyoman Puniawati Soesilo, S.U.
Pembimbing II
.........................
ii
PERNYATAAN
Dengan ini kami selaku dosen pembimbing tesis mahasiswa Pascasarjana: Nama No. Mahasiswa Program Studi
: LALU ACHMAD TAN TILAR WANGSEJATI SUKMARING KALIH : 10/306157/PBI/00959 : Biologi
Setuju/tidak setuju*) naskah ringkasan penelitian (calon naskah Berkala Penelitian Mahasiswa) yang disusun oleh yang bersangkutan dipublikasikan dengan/tanpa*) mencantumkan nama tim pembimbing sebagai co author.
Demikian pernyataan ini, harap maklum.
Yogyakarta, September 2012
Nama
Status Pembimbing
Tanda tangan
Drs. Trijoko, M.Si.
Pembimbing I
..........................
Prof. Dr. Nyoman Puniawati Soesilo, S.U.
Pembimbing II
.........................
Ketrangan: *) coret yang tidak perlu
iii
SPECIES DIVERSITY AND DISTRIBUTION OF PALINURID AND SCYLLARID LOBSTER IN THE LOMBOK ISLAND COASTAL WATERS Lalu Achmad Tan Tilar Wangsejati Sukmaring Kalih1 Trijoko2 Nyoman Puniawati3 Graduated Program of Biology, Faculty of Biology, Gadjah Mada University
ABSTRACT Lobster is one of the important marine living resources in Indonesia because it is known to contain nutrients and high commercial value. Two arrested common lobster family is Palinuridae and Scyllaridae. Many family members lobster is unknown nature, characteristics, distribution and its potential. Lombok Island becomes center of a growing maintenance lobster in Indonesia because it has a broad rocky coastal waters. Scientific study of lobster species diversity in the area is still measly. This research aims to determine the diversity, phenetic species relationships and distribution of Palinurid and Scyllarid lobster in Lombok Island coastal waters. Sampling was conducted on seven points, in the Grupuk Bay & Srenting, Sepi Bay, Labuan Poh & Pelangan, Akar-akar & Sukadana, Gili Indah, Sugian Strait and Tlong-elong. This research was conducted for 4 months, from March to July 2012. Samples that have been caught were identified using “FAO Species Catalogue Vol. 13 Marine Lobster Of The World”. Distribution of each species is presented in the distribution maps. Identification results showed that there are 6 species of lobster, each belonging to the Palinurid and Scyllarid lobster. Palinurid members identified as Panulirus homarus, P. penicillatus, P. longipes, P.versicolor and P. ornatus. Scyllarid members were identified as Parribacus antarticus. Palinurid lobster have a wider distribution of the species especially Panulirus versicolor. Station 1 (Grupuk Bay & Srenting) with 4 species and Station 2 (Sepi Bay) with 5 species is an area that has the highest diversity of lobster. Keywords: Lobster, diversity, Palinurid, Scyllarid, distribution, Lombok Graduated Program of Biology, Faculty of Biology, Gadjah Mada University Laboratory of Animal Systematic, , Faculty of Biology, Gadjah Mada University 3 Laboratory of Animal Anatomy, Faculty of Biology, Gadjah Mada University
1
2
iv
KERAGAMAN SERTA DISTRIBUSI LOBSTER ANGGOTA SPESIES PALINURIDAE DAN SCYLLARIDAE DI PERAIRAN PANTAI PULAU LOMBOK Lalu Achmad Tan Tilar Wangsejati Sukmaring Kalih1 Trijoko2 Nyoman Puniawati3 Program Pasca sarjana Program Studi Biologi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
INTISARI Lobster merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang penting di Indonesia karena diketahui memiliki kandungan nutrisi serta nilai komersial yang tinggi. Dua familia lobster yang umum ditangkap yaitu Palinuridae dan Scyllaridae. Banyak di antara anggota familia lobster tersebut belum diketahui sifat, karakteristik, distribusi serta potensinya. Pulau Lombok menjadi sentra pembesaran lobster yang berkembang di Indonesia karena memiliki perairan pantai berkarang yang luas. Studi ilmiah tentang keragaman spesies lobster di daerah tersebut masih sangat sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman, hubungan fenetik dan distribusi spesies lobster dari Familia Palinuridae dan Scyllaridae di perairan pantai Pulau Lombok. Pengambilan sampel dilakukan pada tujuh titik yaitu di Teluk Grupuk & Srenting, Teluk Sepi, Labuan Poh & Pelangan, Akar-akar & Sukadana, Gili Indah, Selat Sugian dan Tlong-elong. Penelitian dilakukan selama bulan Maret - Juli. Sampel yang tertangkap diindentifikasi menggunakan buku “FAO Species Catalogue Vol. 13 Marine Lobster Of The World”. Distribusi setiap spesies disajikan dalam bentuk peta distribusi. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 6 spesies lobster yang masing-masing tergolong ke dalam Familia Palinuridae dan Scyllaridae. Anggota Palinuridae yang teridentifikasi antara lain, Panulirus homarus, P. penicillatus, P. longipes, P.versicolor dan P. ornatus. Anggota Scyllaridae yang teridentifikasi adalah Parribacus antarticus. Lobster dari Familia Palinuridae memiliki distribusi lebih luas terutama dari spesies Panulirus versicolor. Stasiun 1 (Teluk Grupuk & Srenting) serta Stasiun 2 (Teluk Sepi) merupakan kawasan yang memiliki keragaman lobster yang paling tinggi dengan jumlah spesies masingmasing 4 dan 5 spesies. Kata kunci: Lobster, keragaman, Palinuridae, Scyllaridae, distribusi, Lombok. 1 2 3
Program Pasca Sarjana, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada Laboratorium Taksonomi Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada Laboratorium Anatomi Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada
v
PENDAHULUAN Lobster merupakan hewan avertebrata anggota Filum Arthropoda yang hidup di dalam air. Hewan ini memiliki eksoskeleton yang keras dengan lima pasang kaki pejalan (Carlos, 2007). Pada umumnya lobster merupakan hewan yang hidup di laut dan hanya sebagian kecil yang mampu hidup di habitat air tawar. Secara ekologis, lobster berperan penting dalam rantai makanan ekosistem laut, mulai dari zona fotik sampai zona afotik (Lipcius & Eggleston, 2000). Lobster telah menjadi salah satu sumber daya hayati laut yang berkembang di berbagai negara termasuk Indonesia. Seluruh spesies lobster diketahui menjadi sumber protein hewani dengan nilai komersial yang sangat tinggi (Holthuis, 1991). Keberadaannya yang melimpah di perairan tropis menjadikan hewan ini ditangkap dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pasar global. Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor lobster terbesar karena wilayah perairannya didominasi oleh terumbu karang yang merupakan habitat terbaik bagi berbagai spesies lobster. Diketahui di Indonesia terdapat 6 spesies lobster dari genus Panulirus yaitu P. homarus, P. longipes, P. ornatus, P. penicillatus, P. polyphagus dan P. versicolor (Moosa & Aswandy, 1984). Keenam spesies lobster ini memiliki distribusi yang berbeda-beda dan beberapa diantaranya menempati habitat yang berbeda pula. Pembesaran lobster di Indonesia masih terbatas hanya pada keenam spesies tersebut karena telah diketahui memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Holthuis (1991) lobster merupakan hewan anggota Subordo Reptantia yang terbagi ke dalam 10 familia yang dibedakan atas dasar karakter morfologinya. Perairan laut Indonesia diketahui memiliki 22 spesies lobster yang terbagi ke dalam 12 genus dan 5 familia. Dua familia yang umum ditangkap dan menjadi salah satu sumber daya hayati laut yang bernilai ekonomis di Indonesia adalah Palinuridae dan Scyllaridae. Tiga genus yang paling banyak ditangkap di wilayah perairan IndoPasifik Barat yaitu Panulirus, Scyllarides dan Paribbacus, hal tersebut dikarenakan anggota tiga genus itu memiliki kemelimpahan yang sangat tinggi (Chan,1998).
1
Banyak di antara anggota familia lobster tersebut belum diketahui sifat, karakteristik, distribusi serta potensinya bagi manusia. Potensi masing-masing spesies lobster bagi manusia juga dapat ditelusuri melalui hubungan fenetik di antara mereka. Spesies lobster dengan tingkat kesamaan morfologi yang tinggi tentu memiliki sifat yang tidak jauh berbeda. Sifat tersebut dapat berupa kandungan nutrisi yang tersimpan pada tubuh mereka. Analisis hubungan fenetik ini selanjutnya dapat membantu manusia dalam menentukan spesies-spesies lobster dengan nilai ekonomi yang tinggi. Pulau Lombok menjadi salah satu sentra pembesaran lobster yang sedang berkembang di Indonesia. Diketahui terdapat lima daerah pusat penangkapan lobster di Pulau Lombok yaitu di Teluk Kombal, Labuhan Poh, Teluk Blongas, Batu Nampar dan Labuhan Haji (Widodo et al, 1998). Wilayah Lombok bagian selatan menjadi tempat terpenting dalam penangkapan dan pembesaran lobster karena wilayah tersebut merupakan tempat berkumpulnya individu anakan berbagai jenis lobster (Priyambodo & Sarifin, 2009). Ekosistem pesisir Pulau Lombok yang didominasi oleh ekosistem terumbu karang membuat kelimpahan individu anakan lobster menjadi sangat tinggi. Studi ilmiah tentang keragaman, hubungan fenetik dan distribusi lobster yang terdapat di wilayah tersebut belum banyak dilakukan. Penelitian dasar tentang keragaman, hubungan fenetik dan distribusi spesies lobster di kawasan tersebut dapat menjadi langkah awal dalam pengembangan budidaya lobster di perairan pantai Pulau Lombok.
METODE PENELITIAN a. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada tujuh stasiun yang berada di perairan pantai pulau Lombok. Ketujuh stasiun tersebut yaitu, Teluk Grupuk, Teluk Sepi, Labuan Poh dan Pelangan, Akar-akar dan Bayan, Desa Gili Indah, Selat Sugian, Tlong-elong. Identifikasi dan karakterisasi sampel lobster yang tertangkap dilakukan di Laboratorium Taksonomi Hewan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Penelitian dilakukan selama bulan Maret– Juli 2012.
2
1.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis – jenis lobster yang diperoleh dari lokasi penelitian dan Alkohol 70%. Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Krendet, jaring dasar dan berbagai alat tangkap yang umum digunakan nelayan setempat, Perahu, GPS Garmin eTrex, Nampan plastik, Kotak sampel, Kertas label, Alat tulis, Kamera, Buku identifikasi.
2.
Cara Kerja Pengambilan Sampel Krendet dan jaring dasar merupakan alat utama yang digunakan untuk menangkap sampel. Berbagai alat tangkap yang umum digunakan oleh nelayan setempat, seperti bubu, pancing dan tombak dijadikan alat pendukung untuk mendapatkan sampel. Jasa penyelam juga digunakan untuk mempermudah pengambilan sampel di lokasi penelitian. Setiap stasiun penelitian dipasang 50 krendet dan 2 set jaring dasar. Satu set jaring dasar memiliki panjang 120 m (Gambar 5). Umpan berupa hewan anggota filum Mollusca atau ikan kecil diikat di bagian tengah krendet. Setiap stasiun penelitian dibuat 4 titik pengambilan sampel. Setiap titik pengambilan sampel dipasang 1 set jaring dasar dan 25 buah krendet. Kerendet dan jaring dasar dipasang pada lokasi pengambilan sampel mulai pukul 16.00 sampai pukul 09.00. Alat tangkap pada setiap titik pengambilan sampel dipasang selama 3 malam. Lokasi pemasangan jaring dicatat menggunakan GPS. Identifikasi Sampel Jumlah dan spesies lobster yang tertangkap dicatat dalam log book kemudian disimpan di dalam kotak sampel. Sampel diawetkan menggunakan alkohol 70% agar tidak rusak. Sampel dibawa ke Laboratorium Taksonomi Hewan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada untuk diidentifikasi menggunakan buku “FAO Species Catalogue Vol. 13 Marine Lobster of The World” (Holthuis, 1991). Karakterisasi sampel dilakukan dengan menggunakan prinsip Operational Taxonomic
3
Units (OTU) (Sneath & Sokal, 1973). Operational Taxonomic Units yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tiga individu untuk satu spesies. Spesimen yang jumlahnya terbatas, diidentifikasi dan dikarakterisasi seluruhnya. Karakterisasi dilakukan dengan mengamati karakter morfologi sebanyak 114 karakter (Lampiran II). Analisis Data Data keragaman spesies lobster disajikan dalam bentuk deskripsi dan tabel. Hubungan fenetik spesies lobster berdasarkan morfologi disajikan dalam bentuk dendrogram menggunakan program MVSP v. 3.1. Data distribusi setiap spesies disajikan dalam bentuk peta persebaran. Perbandingan keragaman spesies antar stasiun dianalisis dan disajikan dalam bentuk dendrogram menggunakan program MVSP v. 3.1. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Jenis – Jenis Lobster Penangkapan
lobster
yang dilakukan
di
7
stasiun
penelitian
menghasilkan 6 spesies lobster. Enam spesies lobster tersebut dikelompokkan ke dalam 2 familia, yaitu Familia Palinuridae dan Scyllaridae. Anggota Palinuridae terdiri dari 1genus yaitu Genus Panulirus. Scyllaridae juga terdiri 1 genus yaitu Genus Parribacus. Anggota Panulirus yang ditemukan terdiri dari 5 spesies. Dari 5 spesies tersebut terdapat 1 spesies yang terbagi lagi menjadi 2 sub-spesies. Dua sub-spesies tersebut adalah P. longipes longipes dan P. longipes femorestriga. Aggota Parribacus yang ditemukan hanya 1 spesies yaitu Parribacus antarticus. Panulirus versicolor menjadi spesies yang paling banyak ditemukan. Spesies lobster paling banyak didapatkan di stasiun 2 dengan total 5 spesies, stasiun 1 ditemukan 4 spesies, stasiun 3 ditemukan 1 spesies, stasiun 4 ditemukan 2 spesies dan stasiun 5 ditemukan 1 spesies, namun pada stasiun 6 dan 7 pada saat penangkapan tidak ditemukan lobster. Spesies lobster yang ditemukan selama penelitian disajikan pada Gambar 1-7 dan Tabel 1.
4
A
B
fem em
C
td td la
mt
pat
D at pl
E
Gambar 1. Morfologi Panulirus homarus - Tampak Sisi dorsal (A); Maksiliped (B), eksopod maksiliped (em), flagela eksopod maksiliped (fem); Anterior Sefalotoraks (C), tanduk depan (td), mata (mt), lempeng antenula (la), pedunkula antena (pat); Lateral Abdomen (D), alur transversal (at), pleura (pl); Ekor (E), diaeresis (di), kipas ekor (ke).
5
A
B
C
td td la
mt
pat
D
E
Gambar 2. Morfologi Panulirus penicillatus - Tampak Sisi dorsal (A); Maksiliped (B), flagela eksopod maksiliped (fem); Anterior Sefalotoraks (C), tanduk depan (td), mata (mt), lempeng antenula (la), pedunkula antena (pat); Lateral Abdomen (D), alur pubescent (ap), alur transversal (at), pleura (pl); Ekor (E), diaeresis (di), kipas ekor (ke).
6
A
B
C
D
E
Gambar 3. Morfologi Panulirus longipes longipes - Tampak Sisi dorsal (A); Maksiliped (B), flagela eksopod maksiliped (fem); Anterior Sefalotoraks (C), tanduk depan (td), mata (mt), lempeng antenula (la), pedunkula antena (pat); Lateral Abdomen (D), ), alur pubescent (ap), alur transversal (at), pleura (pl); Ekor (E), diaeresis (di), kipas ekor (ke).
7
A
B
C
D
E
Gambar 4. Morfologi Panulirus longipes femorestriga - Tampak Sisi dorsal (A); Maksiliped (B), flagela eksopod maksiliped (fem); Anterior Sefalotoraks (C), tanduk depan (td), mata (mt), lempeng antenula (la), pedunkula antena (pat); Lateral Abdomen (D), alur transversal (at), alur pubescent (ap), pleura (pl); Ekor (E), diaeresis (di), kipas ekor (ke).
8
A
B
C
D
E
Gambar 5. Morfologi Panulirus versicolor - Tampak Sisi dorsal (A); Maksiliped (B), eksopod maksiliped (em), flagela eksopod maksiliped (fem); Anterior Sefalotoraks (C), tanduk depan (td), mata (mt), lempeng antenula (la), pedunkula antena (pat); Lateral Abdomen (D), alur pubescent (ap), pleura (pl); Ekor (E), diaeresis (di), kipas ekor (ke).
9
A
B
C
D
E
Gambar 6. Morfologi Panulirus ornatus - Tampak Sisi dorsal (A); Maksiliped (B), eksopod maksiliped 9em), flagela eksopod maksiliped (fem); Anterior Sefalotoraks (C), tanduk depan (td), mata (mt), lempeng antenula (la), pedunkula antena (pat); Lateral Abdomen (D), bintik mata (bm), pleura (pl); Ekor (E), diaeresis (di), kipas ekor (ke).
10
A
B
C
at kmd
D
pl
E di
ke
Gambar 7. Morfologi Parribacus antarticus - Tampak Sisi dorsal (A); Maksiliped (B), flagela eksopod maksiliped (fem); Anterior Sefalotoraks (C), mata (mt), antenula (atl), antena (an); Lateral Abdomen (D), karina median dorsal (kmd), pleura (pl); Ekor (E), diaeresis (di), kipas ekor (ke).
11
Tabel 1. Spesies Lobster yang Ditemukan di Stasiun Penelitian No
Spesies
Stasiun
Familia
1
2
3
4
5
6
7
1
Panuilirus homarus
Palinuridae
1
0
0
0
0
0
0
2
Panulirus ornatus
Palinuridae
1
0
0
0
0
0
0
3
Panulirus penicillatus
Palinuridae
1
1
0
0
0
0
0
4
Panulirus versicolor
Palinuridae
1
1
1
1
1
0
0
5
Panulirus longipes longipes
Palinuridae
0
1
0
0
0
0
0
6
Panulirus longipes femorestriga
Palinuridae
0
1
0
1
0
0
0
7
Parribacus antarticus
Scyllaridae
0
1
0
0
0
0
0
4
5
1
2
1
0
0
Jumlah Keterangan : 1 = ada, 0 = tidak ada
b. Hubungan Fenetik Analisis hubungan fenetik spesies lobster anggota Familia Palinuridae dan Scyllaridae menggunakan karakter morfologi luar yang tampak. Spesies yang digunakan dalam analisis ini adalah semua spesies yang tertangkap di perairan pantai Pulau Lombok yang termasuk ke dalam Familia Palinuridae dan Scyllaridae. Karakter morfologi yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 114 karakter dengan metode kuntifikasi biner. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk dendrogram persentase kesamaan di bawah ini
A C B D
Gambar 8. Dendrogram Hubungan Fenetik Lobster Familia Palinuridae dan Scyllaridae
Hasil analisis kluster berdasarkan kesamaan karakter morfologi memperlihatkan bahwa spesies lobster yang ditemukan di perairan pantai pulau Lombok membentuk beberapa pengelompokan. Kelompok pertama yaitu
12
kelompok A yang menyatukan anggota Scyllaridae (Parribacus antarticus) dengan anggota Palinuridae (genus Panulirus) pada tingkat kesamaan karakter sebesar 53%. Kelompok ini setara dengan Superfamilia Palinuroidea pada struktur tingkatan taksonomi (Holthuis, 1991). Mereka berada dalam satu kelompok karena sama-sama memiliki tiga pereiopod pertama tanpa dilengkapi capit. Kelompok terbesar kedua adalah kelompok B dengan tingkan kesamaan sebesar 81%. Kelompok ini melingkupi seluruh anggota Genus Panulirus dan menyatukan dua kelompok lainnya yaitu kelompok C dan D. Kelompok B melingkupi seluruh anggota genus panulirus yang sama-sama memiliki karakter penunjuk Familia Palinuridae dan karakter penunjuk Genus Panulirus. Dalam kelompok B terdapat dua pengelompokkan lain yang pemisahannya didasarkan atas karakter-karakter morfologi yang lebih spesifik seperti, eksopod maksiliped, alur transversal pada somit abdominal, gerigi rostral pada karapas dan keberadaan rambut-rambut halus di permukaan karapas. Kelompok C beranggotakan 2 subspesies, P. longipes dan P. penicillatus kedua spesies ini memiliki tingkat kesamaan sebesar 86%. Mereka berada dalam satu kelompok karena sama-sama memiliki alur transversal yang tidak terputus di semua somit abdominal, maksiliped I, II, III memiliki eksopod dan rambut halus pada permukaan karapas. Di dalam kelompok ini P. longipes longipes dan P. longipes femorestriga dikatakan berada dalam tingkatan subspesies yang berseda karena memiliki persamaan kurang dari 99%. Kedua subspesies ini merupakan hasil bentuk lokalitas yang disebabkan oleh perbedaan geografis. P. longipes longipes merupakan subspesies yang berasal dari Samudera Hindia sedangkan P. longipes femorestriga berasal dari Samudera Pasifik Barat (Chan & Chu, 1996). Kelompok D beranggotakan spesies yang tidak memiliki eksopod pada maksiliped III dan tanpa adanya flagela multi-artikulasi pada maksiliped II dan III. Alur transversal yang menyatu dengan sempurna pada tiap somit juga tidak dimiliki oleh ketiga spesies dalam kelompok ini. P. homarus dan P. ornatus memiliki banyak kemiripan karakter sehingga mereka memiliki tingkat kesamaan yang tinggi
13
yaitu sekitar 91 %. Hal tersebut juga mengindikasikan kedua spesies ini menjadi lobster dengan nilai ekonomis yang tinggi dalam usaha perikanan tangkap dan budidaya di Indonesia terutama di Lombok c. Distribusi Lobster Lobster Familia Palinuridae dan Scyllaridae memiliki distribusi dan kelimpahan
yang
berbeda-beda
di
pulau
Lombok.
Data
Tabel
1
memperlihatkan bahwa lobster anggota Palinuridae memiliki distribusi lebih luas terutama dari spesies Panulirus versicolor. Spesies ini ditemukan pada lima stasiun dari tujuh stasiun penelitian yang telah ditentukan. Diketahui pula lima stasiun tersebut memiliki perairan yang jernih dengan substrat berupa terumbu karang dan pasir putih maupun pasir hitam namun dengan sedikit pengaruh air sungai yang masuk ke laut. Distribusi lobster dapat dilihat pada Gambar 10. Spesies lobster yang juga ditemukan pada habitat terumbu karang adalah P. penicillatus dan P. longipes. Pada stasiun 2 kedua spesies ini ditemukan secara bersamaan namun pada stasiun 1 P. penicillatus ditemukan bersama P. versicolor. Hal sebaliknya terjadi di stasiun 4, P. longipes ditemukan bersama P. versicolor. Diketahui bahwa ketiga spesies ini tidak hidup dalam koloni sehingga sangat mungkin untuk dapat berbaur dengan spesies lain. P. homarus dan P. ornatus berbeda dengan keempat spesies lobster yang telah dijelaskan sebelumnya, dua spesies lobster tersebut lebih memilih habitat karang yang berpasir dengan ditumbuhi rumput laut. Habitat tersebut terdapat di stasiun 1, mereka ditemukan tidak jauh dari muara sungai yang selalu mengalir sehingga air di sekitarnya menjadi lebih keruh. P. homarus dan P. ornatus hanya ditemukan di stasiun 1. Berdasarkan data keragaman lobster serta beberapa parameter lingkungan yang teramati selama penelitian (Tabel 2), dibuat sebuah dendrogram yang menunjukkan bentuk kesamaan habitat lobster di Pulau Lombok seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
14
Tabel 2. Karakterisasi Lingkungan Stasiun Penelitian No.
Karakter Stasiun
Stasiun 1
2
3
4
5
6
7
1
Jumlah Spesies Lobster
4
5
1
2
1
0
0
2
Pasir Pantai (0=hitam; 1=putih)
1
1
1
0
1
0
0
3
Hutan Bakau (0=tidak ada; 1=ada)
1
1
1
0
0
1
1
4
Muara Sungai (0=tidak ada; 1=ada)
1
1
1
1
0
1
0
5
Rumput Laut (0=tidak ada; 1=ada)
1
0
1
0
1
1
0
6
Terumbu Karang (0=sedikit; 1=banyak)
1
1
1
1
1
1
1
7
Pasir Berlumpur (0=tidak ada; 1=ada)
1
1
1
0
0
1
1
8
Tebing Batu (0=tidak ada; 1=ada)
1
1
1
0
0
0
1
9
Kegiatan Wisata (0=sedikit; 1=banyak)
1
1
0
0
1
0
0
10
Kegiatan Tambang (0=tidak ada; 1=ada)
0
1
1
0
0
0
0
11
Keramba Apung (0=tidak ada; 1=ada)
1
0
1
0
0
0
1
12
Aktivitas Perusakan Karang (0=sedikit; 1=banyak)
1
0
1
0
0
0
0
13
Pemukiman (0=tidak ada; 1=ada)
1
1
1
0
1
1
1
14
Kawasan Konservasi (0=tidak; 1=iya)
0
0
0
0
1
0
1
15
Aktivitas Penangkapan Lobster (0=tidak ada; 1=ada)
1
1
0
0
0
1
1
Gambar 9. Dendrogram Kesamaan Karakter Lingkungan Stasiun Penelitian
Dendrogram tersebut memperlihatkan tiga pengelompokan utama bentuk keadaan lingkungan yang mempengaruhi habitat lobster di perairan pantai Pulau Lombok. Kelompok terbesar (kelompok A) mengelompokkan seluruh stasiun dengan bentuk habitat perairan berkarang. Terumbu karang merupakan karakter utama yang dimiliki perairan pantai Pulau Lombok sehingga menjadi tempat ideal yang sangat mendukung kehidupan lobster. 15
Anggota kelompok A terdiri dari Stasiun 4 yang terpisah dari keenam stasiun lainnya yang dikelompokkan dalam Kelompok B. Stasiun 4 dibedakan dengan stasiun lainnya karena stasiun ini berada di kawasan yang cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga tidak banyak aktifitas manusia yang mempengaruhi kehidupan organisme bawah laut. Pengelompokan serupa juga terjadi di dalam Kelompok B. Stasiun 5 dibedakan dengan lima stasiun lainnya yang berada dalam Kelompok C (Stasiun 1, 2, 3, 6 dan 7) karena pantainya tidak memiliki hutan bakau dan pasir berlumpur. Hutan bakau di Stasiun 5 berada di tengah pulau dan tidak berhadapan langsung dengan pantai. Anggota Kelompok C dibedakan menjadi dua kelompok kecil yaitu Kelompok D (Stasiun 6 dan 7) serta Kelompok E (stasiun 1, 2 dan 3). Karakter yang membedakan kedua kelompok stasiun tersebut antara lain, jumlah spesies lobster yang ditemukan, warna pasir pantai dan kegiatan wisata yang ada di sekitar stasiun. Jumlah spesies lobster yang ditemukan di stasiun Kelompok E lebih banyak dibandingkan di stasiun Kelompok D yang sama sekali tidak ditemukan lobster baik di Stasiun 6 ataupun Stasiun 7. Karakter habitat stasiun anggota Kelompok E seperti pasir pantai yang putih juga tidak dimiliki oleh stasiun Kelompok D. Kegiatan wisata yang banyak terjadi di sekitar stasiun Kelompok E juga tidak banyak terlihat di stasiun Kelompok D. Kegiatan yang banyak terjadi di stasiun Kelompok D adalah kegiatan nelayan, sehingga peluang terjadinya overfishing di kedua stasiun tersebut sangat besar dan dapat mempengaruhi jumlah tangkapan harian nelayan. Anggota Kelompok E juga dibedakan menjadi dua yaitu Stasiun 3 yang berdiri sendiri dengan Stasiun 1 dan 2 yang berada satu kelompok. Kedua kelompok ini dibedakan atas dasar ada tidaknya kegiatan penangkapan lobster di kawasan tersebut. Stasiun 3 diketahui tidak terdapat aktifitas khusus untuk penangkapan lobster sedangkan di Stasiun 1 dan 2, penangkapan lobster dilakukan pada musim tertentu. Stasiun 1 dan Stasiun 2 memiliki 11 kesamaan karakter dengan persentase sebesar 84% dan menjadi stasiun dengan kesamaan karakter lingkungan terbanyak.
16
Stasiun 6 dan 7 berada dalam Kelompok D karena pada kedua stasiun tersebut tidak didapatkan spesies lobster. Hal tersebut dapat disebabkan karena overfishing ataupun waktu penangkapan yang tidak sesuai dengan waktu berpijah dan migrasi lobster. Menurut Phillips dan Kittaka (2000), lobster dari genus Panulirus dengan cakupan distribusi di kawasan tropis memiliki waktu berpijah yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu dan fotoperiode. Lobster pada umumnya memiliki waktu berpijah di akhir musim dingin yaitu bulan Februari atau Maret (Phillips, 2002). Pada bulan itulah jumlah aktivitas lobster meningkat di perairan (Marx & Herrnkind, 1986), sedangkan penelitian dilakukan mulai bulan April sampai Agustus sehingga hasil tangkapan pada beberapa stasiun penelitian tidak maksimal. Hasil kurang maksimal yang didapat pada stasiun 6 dan 7 juga dapat diakibatkan oleh kurangnya pengaruh arus laut yang membawa puerulus lobster dari samudra Pasifik maupun samudra hindia masuk ke kawasan tersebut. Diketahui kedua arus tersebut bertemu di Selat Lombok (Perbatasan antara Bali dengan Lombok), sedangkan perairan timur Lombok lebih banyak dipengaruhi oleh arus dari Australia (Anonim, 2012). Masalah kerusakan ekosistem pesisir akibat perambahan hutan bakau dan limbah rumah tangga yang dihasilkan masyarakat sekitar juga dapat menjadi penyebab berkurangnya jumlah lobster di kawasan tersebut. Ancaman masalah kerusakan ekosistem akibat pencemaran juga mengancam kawasan perairan di sekitar Stasiun 2 dan 3 karena pada kawasan tersebut terjadi penambangan emas skala kecil namun dalam konsentrasi yang tinggi, sedangkan pada Stasiun 6, peluang kerusakan lingkungan berasal dari penggunaan bom dan racun sianida yang dilakukan nelayan dari luar Lombok sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem terumbu karang yang menopang kehidupan berbagai organisme laut termasuk lobster
17
Keterangan : (1) = Panulirus homarus; (2) = P. penicillatus; (3) = P. longipes longipes; (4) = P. longipes femorestrigra; (5) = P. versicolor; (6) = P. ornatus; (7) = Parribacus antarticus; (-) = tidak ada
Gambar 10. Peta Distribusi Lobster Familia Palinuridae dan Scyllaridae di Perairan Pantai Pulau Lombok
18
KESIMPULAN DAN SARAN a.
Kesimpulan Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 6 spesies lobster yang
masing-masing tergolong ke dalam Familia Palinuridae dan Scyllaridae. Anggota Palinuridae yang teridentifikasi antara lain, Panulirus homarus, P. penicillatus, P. longipes, P.versicolor dan P. ornatus. Anggota Scyllaridae yang teridentifikasi adalah Parribacus antarticus. Spesies P. longipes yang teridentifikasi terbagi menjadi dua sub-spesies yaitu P. longipes longipes dan P. longipes femorestriga. Berdasarkan kesamaan karakter morfologi, diketahui bahwa spesies lobster yang ditemukan di perairan pantai pulau Lombok membentuk 4 pengelompokan. Kelompok pertama yaitu kelompok A yang menyatukan anggota Scyllaridae (Parribacus antarticus) dengan anggota Palinuridae (genus Panulirus) pada tingkat kesamaan karakter sebesar 53% Kelompok terbesar kedua adalah kelompok B dengan tingkan kesamaan sebesar 81%. Kelompok C beranggotakan 2 subspesies, P. longipes dan P. penicillatus kedua spesies ini memiliki tingkat kesamaan sebesar 86%. Kelompok D beranggotakan spesies yang tidak memiliki eksopod pada maksiliped III dan tanpa adanya flagela multi-artikulasi pada maksiliped II dan III. Lobster anggota Palinuridae dan Scyllaridae memiliki distribusi dan kelimpahan yang berbeda-beda di pulau Lombok. Anggota Palinuridae memiliki distribusi lebih luas terutama dari spesies Panulirus versicolor. Stasiun 1 (Teluk Grupuk dan Srenting) serta Stasiun 2 (Teluk Sepi) merupakan kawasan yang memiliki keragaman lobster yang paling tinggi dengan jumlah spesies masingmasing 4 dan 5 spesies. b.
Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui keragaman
semua familia lobster lain yang ada di Pulau Lombok terutama pada saat lobster berpijah yaitu pada akhir musim hujan. Pengukuran serta analisis parameter lingkungan juga sangat penting untuk diketahui sebagai informasi tambahan dalam usaha pembesaran lobster di Pulau Lombok.
19
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010, Kajian Risiko dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat, WWF Indonesia. Anonim,
2012, OceanSITES Current Global http://www.oceansites.org/docs/whitepaper_pacific.doc, Agustus 2012, 16:15.
Time-series, Akses 14
Bappenas, 2003, Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020 (IBSAP), Dokumen Regional, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta. Carlos R., 2007, Lobsters, In Mark W. Denny and Steven Dean Gaines, Encyclopedia Of Tidepools and Rocky Shores, University of California Press, 1:333–335. Chan, T.Y., 1998, Lobsters, The Living Marine Mesources of the Western Central Pacific Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks, Food and Agriculture Organization of United Nations, Roma, 2:974-1043. _________, K. H. Chu, 1 9 9 6, On the different forms of Panulirus longipes femoristriga (von Martens, 1872) (Crustacea: Decapoda: Palinuridae), with description of a new species, Journal of Natural History, 30:367387. Chubb C.F., 2000, Chapter 14. Reproductive Biology : Issues for Management, Spiny Lobsters : Fisheries and Culture Second Edition, Blackwell Science Ltd., USA, 2:245-275. Dow, R.L., F.W. Bell , and D.M. Harriman, 1975, Bioeconomic relationships for the Maine lobster fishery with consideration of alternative management schemes. NOAA Tech. Rep., Natl. Mar. Fish. Serv, SSFR 683:l-44. Herwinda E., 2006, Model of Ecosystem-Based Management Approach in Lombok Island, Bogor Agricultural University, Bogor. Holthuis, L.B, 1991, FAO Species Catalogue Vol. 13 Marine Lobster Of The World, Food and Agriculture Organization of United Nations, Roma, Inoue N., H. Sekiguchi, 2005, Distribution of Scyllarid Phyllosoma Larvae (Crustacea: Decapoda: Scyllaridae) in the Kuroshio Subgyre, Journal of Oceanography, The Oceanographic Society of Japan, 6:389-398. Lipcius, R.N., D.B. Eggleston, 2000, Introduction Ecology and Fishery Biology of Spiny Lobsters, Spiny Lobsters: Fisheries and Culture Second Edition, Blackwell Science Ltd., USA. Marx J.M., W.F. Herrnkind, 1986, Spiny Lobsters, Species Profiles: Life Histories and Environmental Requirements of Coastal Fishes and Invertebrates (South Florida), Department of Biological Science Florida State University, Tallahassee.
20
Moosa, M. K., I. Aswandy, 1984, Udang Karang (Panulirus spp.) Dari Perairan Indonesia, LIPI, Jakarta. Patek S.N., 2002, Squeaking with a sliding joint: mechanics and motor control of sound production in palinurid lobsters, The Journal of Experimental Biology, 205:2375–2385. Priyambodo, B. and Sarifin. 2009. Lobster aquaculture industry in eastern Indonesia: present status and prospects. In: K. C. Williams (Ed.), Proceedings of an International Symposium on Spiny Lobster Aquaculture in the Asia-Pacific Region, Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra. Sneath, P. H. A., R. R. Sokal, 1973, Numerical Taxonomy, The Principles and Practice of Numerical Classification, W.H. Freeman and Company, San Francisco. Widodo, J., K. A. Aziz, B. E. Priyono, G. H. Tampubolon, N. Naamin, A. Djamali, 1998, Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan Indonesia, LIPI
21