KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI RUMPUT LAUT Gracilaria damaecornis DI PANTAI PARIMPI KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA SULAWESI TENGAH Abdul Hakim Laenggeng The Department of Biology, The Faculty of Teacher Training and Pedagogy, The University of Tadulako, Palu, South Sulawesi
Abstract: Gracilaria damaecornis is a kind of sea-weeds which populary known as red algae which abundantly grows in Parimpi beach due to the natural conditions of the area which is quite favorable for the sea-weeds to grow optimally and to develop maximum morphological varieties. The seaweeds have lots of poly morphological features, which are mainly influenced by environmental factors such as temperature, salinity, pH of water and soluble CO 2 and O2 content. The samples are taken in three different locations of their habitat which are the intertidal zone, the hidden zone under the rocks, and the subtidal zone which is always under water. Research variables include the number of the algae branches, thallus diameters, and the length of the thallus. The result shows that the temperature affects the diameters of the thallus, while the intensity of the light affects the color. The temperature and the intensity of the light affect the branching of the seaweeds. Keywords: morphological variety, population, gracilaria damaecornis
PENDAHULUAN
perairan Indonesia tersebar di daerahdaerah pantai karang dan umumnya hidup di daerah litoral dan sub litoral sampai pada kedalaman tertentu yang cahaya matahari masih dapat menembus (Aslan, 1998). Faktor-faktor oceanografi seperti fisika, kimia, dinamik dan macam-macam substrat sangat menentukan pertumbuhan rumput laut. Cahaya matahari adalah faktor utama yang dibutuhkan oleh tanaman laut ini. Pada kedalaman yang sudah tidak ditembus cahaya matahari, maka tidak ditemukan lagi kehidupan rumput laut. Iklim dan letak geografis juga sangat menentukan jenis-jenis rumput laut yang tumbuh di habitat tersebut. Menurut Mubarak (1982) ada sekitar 160 jenis rumput laut Gracilaria
Rumput laut atau seaweed dalam dunia ilmu pengetahuan lebih dikenal dengan istilah Algae laut benthik. Rumput laut tumbuh dan tersebar di seluruh perairan Indonesia. Tumbuhan ini bernilai ekonomis tinggi karena pemanfaatannya sangat luas di bidang industri seperti kosmetika, media cita rasa, es krim, roti sutera, obat-obatan, pengalengan ikan/daging dan lain-lain. Jenis rumput laut yang bernilai ekonomi tinggi antara lain Gracilaria, Acantthopeltia, Gelidella, Gelidium, Pterrocclaidia, Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iriclaea, Phyllophora, Furcellaria, Ascophyllum, Turbinaria dan sebagainya. Berbagai jenis rumput laut yang hidup di 1
tumbuh di pantai-pantai, karena daerah penyebarannya yang sangat luas maka tidak mudah untuk mengetahui deskripsi karakteristik ekologinya. Pada umumnya Gracilaria hidup sebagai fitobentos yang melekat pada substrat padat seperti batubatuan, batu karang atau menempel pada alga lain dengan bantuan alat pelekat berbentuk cakram (holdfast), bahkan ada yang duduk di daerah berlumpur atau berpasir. Di Indonesia Gracilaria terdapat hampir di setiap pulau, baik di perairan laut maupun di perairan payau. Daerah sebaran Gracilaria meliputi kepulauan Riau, Bangka, Sumatera Selatan, Jawa, Lombok, Bali, Flores, Kalimantan, Ambon dan Sulawesi. Walaupun Gracilaria tersebar di perairan dengan temperatur yang bervariasi, namun temperatur memegang peranan penting bagi pertumbuhannya. Faktor-faktor oceanografis dan sinar matahari serta macam-macam substrat sangat menentukan pertum-buhan rumput laut (Mubarak, 1982). Di Indonesia beberapa jenis Gracilaria dapat ditemukan di pantai-pantai termasuk di sepanjang pantai Parimpi, kecamatan Sirenja kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Daerah pantai ini memiliki karakteristik lingkungan yang bervariasi sehingga memungkinkan ditemukannya berbagai jenis rumput laut yang masing-masing jenisnya beragam sesuai habitat dan faktor lingkungannya. Sugiarto (1978) menyatakan bahwa keragaman bentuk dan struktur thallus yang merupakan respon dari kondisi habitat, geografis, merupakan sumber kesulitan utama dalam taksonomi algae. Pigmen yang terkandung dalam thallus menentukan warna thallus, dan dapat digunakan untuk membedakan dari kelas ke kelas, sehingga dari warna thallus ini dapat dicirikan menjadi algae hijau,
2
algae merah, algae coklat dan algae biru. Pada kenyataannya sulit untuk menentukan salah satu kelas hanya berdasarkan warna thallus, karena algae merah kadang-kadang berwarna hijau kekuningkuningan, kecoklatan, kehitam-hitaman. Perubahan warna sering terjadi pada jenis algae hanya karena faktor lingkungan yang berubah. Kejadian ini merupakan proses modifikasi, yaitu perubahan sifat luar (fonotipe) sebagai akibat dari pengaruh faktor lingkungan yang antara lain iklim dan oceaonografi yang relatif cukup besar. Dalam membedakan jenis algae, para ahli fikologi berpendapat bahwa tidak dapat hanya berpedoman pada karakter morfologi saja, kemudian mengadakan penyelidikan fenotipe takson individual di bawah kondisi-kondisi lingkungan bervariasi dan meneliti sifat-sifat genetik individual (Sugiarto, 1978). Dari uraian tersebut di atas, maka dilakukan penelitian tentang keragaman morfologi populasi Gracilaria damaecornis oleh pengaruh lingkungan yang berbeda di pantai Parimpi Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala.
METODE PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alkohol 70% sebagai fiksatif bahan sampel, Gracilaria damaecornis, aquades dan air laut dari tiap-tiap lokasi. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain: botol ukuran 250 cc untuk wadah sampel air, pH stick, thermometer air, kantong plastik, pisau cutter, kertas lakmus dan alat-alat pengukur lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Areal penelitian dibagi atas tiga lokasi ber-
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No. 1, Januari 2010
dasarkan perbedaan faktor lingkungan masing-masing sebagai berikut (Robert,1991): Areal I, areal ini terdapat pada daerah intertidal (pasang surut) yang pada waktu air pasang akan tergenang air sedang pada air laut surut areal ini terbuka, sehingga hanya pada bagian cekungan-cekungan kecil yang masih tergenang air. Keadaan ini masih bisa memungkinkan populasi rumput laut hidup. Areal II, areal ini terdapat pada daerah pantai yang selalu tergenang air, daerah ini merupakan cekungan memanjang yang berhubungan langsung dengan laut bebas. Areal ini terletak pada bagian bawah tebing batu karang yang merupakan daerah terlindung dari sinar matahari. Areal III, areal I ni merupakan dae-
rah yang selalu tertutup (subtidal) terletak pada jarak ±5 m dari batas surutnya air laut. Variabel penelitian meliputi suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), kandungan CO2, kandungan O2, pengamatan warna thallus, panjang thallus, jumlah percabangan dan diameter thallus.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran faktor lingkungan yang dilakukan pada areal I (daerah intertidal), areal II (daerah yang selalu tergenang air) dan daerah III (daerah subtidal) dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengamatan morfologi pada areal I, II, dan III dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Hasil pengamatan faktor lingkungan pada areal I, II dan III Areal Salinitas Air (‰) Pasang Pasang Naik Surut I 31,23 23,53 II 31,86 23,93 III 31,33 24,20
pH Air Suhu Air (oC) Kandungan (ppm) Pasang Pasang Pasang Pasang O2 CO2 Naik Naik Surut Surut Terlarut Terlarut 7,5-7,6 6,5-7,5 33,30 35,1 8,5 19,8 6,7-7,5 6,5-7,5 28,30 31,53 8,24 8,0 7,0-7,5 7,0-7,5 24,60 31,96 5,15 6,8
Tabel 2. Hasil pengamatan morfologi Gracilaria damaecornis pada areal I,II,III Areal I II III
Warna Thallus Hijau kemerahan Coklat kehitaman Merah
Bentuk thallus Menjalar
Keadaan Thallus Kaku dan kenyal
Ø Thallus (mm) 5,80
Jumlah Percabangan 13
Agak tegak
Lemah dan tidak kenyal Lemah & kenyal
3,84
16
2,36
33
Tegak
Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada areal pengamatan I daerah intertidal (pasang surut), yaitu areal pada waktu air
pasang akan tergenang air dengan ketinggian ±50 cm dan pada waktu air surut menjadi daerah terbuka, sehingga
Abdul Hakim Laenggeng: Keragaman Morfologi Populasi Rumput Laut
3
pada lubang-lubang kecil yang masih tergenang air sedalam 5 - 10 cm masih terdapat populasi Gracilaria damaecornis yang teramati. Temperatur air pada waktu pasang 23,53oC dan pada waktu surut mencapai 33,3oC, hal ini disebabkan karena intensitas sinar matahari yang diterima cukup tinggi secara terus menerus sejak jam 10.00 - 5.30 pada volume air yang relatif sedikit. Keadaan salinitas perairan sebelum surut 31,23‰ dan setelah surut mencapai 35,1‰, sedang kadar keasaman air (pH) menunjukkan perbedaan yang tidak berarti yaitu pada sebelum dan sesudah surut yaitu 7 7,5 dan 6,5 - 7,5 (Tabel 1). Hasil pengukuran faktor lingkungan pada areal II, yaitu pada ketinggian air ±50cm dengan kekuatan arus sedang, baik pada waktu air sedang surut maupun pada waktu air sebelum surut. Populasi Gracilaria damaecornis didapatkan tumbuh menempel pada dasar dan tepian aliran yang dalam (Denis,1983). Daerah ini terlindung dari sinar matahari oleh batuan karang. Pada Tabel 1 memperlihatkan temperatur air 23,93oC pada waktu air sebelum surut dan 28,3oC sesudah surut. Temperatur sesudah air surut relatif tinggi, meskipun merupakan daerah yang terlindung dari sinar matahari. Namun hal ini diperkirakan karena pengaruh aliran air yang berasal dari daerah yang bertemperatur tinggi. Keadaan kadar garam (salinitas) perairan sebelum surut yaitu 31,86‰ dan sesudah surut 31,53‰, sedang kisaran pH air yaitu 7,5 pada sebelum surut dan sesudah surut menunjukkan 6,5 - 7,5. Pada areal pengamatan III, yaitu daerah subtidal yang selalu tergenang air dengan kedalaman ±50 cm. Populasi Gracilaria damaecornis pada daerah ini hidup menempel dengan kuat pada batuan karang di dasar perairan (Taylor,1960).
4
Keadaan temperatur air tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada waktu sebelum dan sesudah surut yaitu 24,2oC dan 24,6oC. Sedangkan keadaan salinitas pada waktu sebelum dan sesudah air surut yaitu 31,33‰ dan 31,96‰, sedangkan pengukuran pH air pada waktu sebelum dan sesudah surut berkisar antara 7,0 - 7,5 dan 7,0 - 7,5. Dari Tabel 2 terlihat bahwa populasi Gracilaria damaecornis pada area I menunjukkan ciri thallus yang berwarna hijau kemerahan, sedang pada area II memperlihatkan warna coklat kehitaman dan pada area III berwarna merah. Perbedaan warna yang ekstrem ini diduga disebabkan karena pengaruh intensitas cahaya matahari. Menurut Smith (1951) bahwa keragaman perbandingan pigmen mengalami perubahan akibat respon dari intensitas cahaya dan kualitas spektral penyinaran. Percobaan pertumbuhan di bawah cahaya matahari terus menerus pada Gracilaria damaecornis menunjukkan perubahan warna thallus menjadi hijau kekuning-kuningan. Perubahan warna thallus menjadi hijau kemerahan pada area I disebabkan karena intensitas cahaya matahari yang diterima dan diserap thallus pada kedalaman 5 - 10 cm dengan turbiditas yang relatif rendah, sehingga tidak ada faktor yang menghalangi masuknya intensitas cahaya matahari. Besarnya cahaya merah diserap oleh klorofil secara maksimum untuk fotosintesis. Hal ini menyebabkan konsentrasi pigmen pada thallus tampak berwarna hijau kemerahan oleh adanya zat fikoeritrin dalam konsentrasi kecil, di samping itu konsentrasi klorofil dan fikoeritrin dapat bervariasi oleh penyinaran dan variasi kuantitatif ini disebabkan oleh panjang gelombang cahaya matahari (Dawes, 1981). Pada area II warna thallus berubah menjadi coklat, hal
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No. 1, Januari 2010
ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang diterima relatif kecil yang disebabkan oleh faktor alami berupa batuan yang menghalangi masuknya cahaya ke dalam perairan. Keadaan yang kurang intensitas cahaya matahari akan memicu aktivitas pigmen fikoeritrin untuk menggunakan cahaya biru seefektif mungkin untuk melakukan proses fotosintesis. Aktifnya fikoeritrin menyebabkan warna thallus menjadi lebih gelap (coklat) (Eddy Afrianto,1989). Pada area III warna thallus tidak terjadi perubahan. Hal ini dapat dilihat pada warna thallus yang tetap merah. Populasi Gracilaria damaecornis pada area ini tumbuh pada batuan karang di dasar perairan dengan kedalaman ±50 cm, keadaan perairan keruh menyebabkan intensitas cahaya yang cukup bagi fotosintesis, sehinga warna tidak didominasi oleh salah satu pigmen saja (Gembong,1981). Pertumbuhan thallus pada area I menjalar pada bebatuan karang dengan alat pelekat yang cukup kuat berbentuk cakram pada beberapa tempat di permukaan bawah thallus, hal ini diduga disebabkan oleh karena besarnya arus air pada waktu pasang sehingga untuk kelangsungan hidupnya diperlukan alat perekat yang kuat. Pada area ini, sewaktu air surut air yang tergenang hanya sedalam 5 - 10 cm bagi pertumbuhan Gracilaria damaecornis. Hal ini menyebabkan kondisi thallus yang tumbuh menjadi menjalar agar dapat tetap hidup dan terendam dalam air. Pada areal II terlihat pertumbuhan Gracilaria damaecornis agak tegak sedang pada areal III keadaannya tegak membentuk rumpun. Jika dilihat dari keadaan arus dan kedalaman air, pada areal II kedalaman air cukup baik untuk pertumbuhan, namun arus air ternyata cukup besar yang sifat-
nya terus menerus karena lokasi ini merupakan daerah aliran air, sehingga bagi kehidupannya dibutuhkan alat perekat yang cukup kuat. Pada areal III, keadaan pertumbuhan thallus tegak dengan alat perekat yang cukup kuat pada pangkal thallus. Hal ini disebabkan pada waktu air surut ombak cukup kuat, sedangkan faktor kedalaman menyebabkan tumbuh tegak (Lilik A,1990, Naryo,1989). Perbedaan yang nyata terlihat pada morfologi thallus yaitu pada diameter dan percabangannya. Thallus pada areal I dan II ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun pada areal III terdapat perbedaan yang jelas. Populasi Gracilaria damaecornis pada areal I memperlihatkan diameter besar, yaitu rata-rata 5,80 mm dan keadaan thallus lebih kaku dan kenyal. Pada areal II, diameter thallus rata-rata 3,84 mm dengan keadaan thallus yang lemah dan tidak kenyal. Pada areal III diameter thallus rata-rata 2,36 mm, keadaan thallus kenyal tapi tidak kaku. Besarnya diameter dan kekenyalan thallus diduga berhubungan dengan intensitas cahaya matahari, suhu dan kecepatan pertumbuhan. Kandungan agar pada Gracilaria damaecornis akan bertambah apabila kecepatan pertumbuhan berkurang. Menurunnya laju respirasi dan fotosintesis mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan. Pengaruh ini jelas terlihat pada kondisi thallus dari areal I. Temperatur yang tinggi dan intensitas cahaya yang besar mengakibatkan keadaan thallus berdiameter besar, kaku dan kenyal yang diduga karena banyaknya kandungan agar. Demikian juga pada areal II dengan temperatur yang sedang (28oC) dan cahaya matahari yang kurang, thallus akan menjadi lemas dan tidak kenyal, dengan diameter rata-rata 3,84 mm. Sedang pada areal III dengan temperatur rendah (24oC) dan intensitas cahaya
Abdul Hakim Laenggeng: Keragaman Morfologi Populasi Rumput Laut
5
sedang, keadaan thallus menjadi tidak kaku namun kenyal karena kandungan agar (Nawawi,1985). Jumlah percabangan pada areal I rata-rata 13, pada areal II rata-rata 16, dan pada areal III jumlah percabangan rata-rata 33 pada setiap tangkai individu. Keragaman jumlah percabangan ini diduga berhubungan faktor temperatur dan fotoperiodisme harian. Pertumbuhan thallus pada suhu 28oC dengan fotoperidisme meningkat partumbuhan cabang berkurang, sedang sebaliknya pada suhu 25oC dapat tumbuh dengan baik. Pada areal I jumlah percabangan sedikit, hal ini disebabkan oleh tingginya temperatur pada waktu air laut surut dan besarnya fluktuasi temperatur harian diduga berpengaruh pada percabangan, sehingga pada lokasi ini pertumbuhan dan percabangan berkurang. Demikian pula pada areal II, temperatur pada areal ini sebenarnya optimum bagi partumbuhan thallus, fluktuasi temperatur harian kecil. Namun karena kurangnya intensitas sinar matahari menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, sehingga disini pembentukan percabangan juga terhambat. Pada areal III terjadi percabangan yang banyak, hal ini disebabkan karena temperatur perairan pada lokasi ini sangat baik dan fluktuasi temperatur harian tidak besar dan cahaya matahari cukup bagi pertumbuhan percabangan. Fluktuasi salinitas harian pada waktu sebelum surut dan sesudah surut, pada areal I mempunyai perbedaan yang cukup besar namun hal ini diduga tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan Gracilaria damaecornis, mengingat sifat-sifat tumbuhan ini mempunyai toleransi cukup be-sar terhadap salinitas. Kandungan gas terlarut seperti CO2 dan O2 memperlihatkan keragaman yang perlu diperhatikan pengaruhnya bagi pertumbuhan populasi Gracilaria damaecornis, demikian
6
pula dengan kandungan mineral sebagai nutrisi. Pada areal I, kandungan O 2 terlarut 8,5 ppm dan CO2 terlarut 19,8 ppm. Pada areal II kandungan O2 terlarut menunjukkan 8,24 ppm dan CO2 terlarut 8,0 ppm, sedang pada areal III kandungan O2 terlarut menunjukkan 5,15 ppm dan kandungan CO2 terlarut 6,8 ppm. Variasi kandungan O2 dan CO2 ini sangat dipengaruhi oleh temperatur. Kandungan O2 dan CO2 dalam air diperlukan untuk respirasi dan fotosintesis. Tingginya kadar CO2 terlarut pada areal I diduga karena temperatur perairan yang cukup tinggi. Hal ini mengakibatkan naiknya laju fotosintesis pada populasi Gracilaria damaecornis, sehingga populasi Gracilaria pada areal ini memperlihatkan ciri-ciri thallus yang lebih besar dibanding dengan Gracilaria yang ada pada areal lainnya, sedang pigmen fotosintesis didominasi oleh klorofil. Besarnya kandungan CO2 terlarut pada areal I dipengaruhi oleh kandungan kalsium karbonat (CaCO3) dari lingkungan batuan karang yang terdissosiasi, sehingga menaikkan kadar CO2 perairan secara konstan. Pada areal II temperatur yang lebih rendah menyebabkan kandungan CO2 juga rendah. Hal ini diduga sangat mempengaruhi respirasi dan fotosintesis thallus, sehingga pada lokasi ini thallus tampak lebih kecil jika dibandingkan dengan areal I. Pada areal II kandungan CO2 terendah, yang kemungkinan karena temperatur perairan yang rendah pula. Keadaan ini terlihat jelas pada kondisi diameter thallus pada lokasi I dan II lebih besar dibanding dengan areal III.
KESIMPULAN Hasil penelitian keragaman morfologi populasi Gracilaria damaecornis
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No. 1, Januari 2009
dan faktor-faktor ekologi habitatnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Terdapat keragaman morfologi thallus Gracilaria damaecornis yang diduga akibat pengaruh faktor-faktor ekologis dan geografis habitat populasinya. Temperatur berpengaruh pada diameter thallus, sedang intensitas cahaya matahari berpengaruh pada warna. Jumlah percabangan dipengaruhi oleh temperatur dan intensitas cahaya matahari. Kekenyalan thallus disebabkan oleh kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dan dipengaruhi oleh faktor kandungan karbondioksida (CO2) dan mineral terlarut serta temperatur.
REFERENSI BBD. 1992. Rumput Laut di Indonesia. Jakarta: Bank Bumi Daya. Kantor Pusat Urusan Perencanaan dan Pengembangan. . Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. New York: John Wiley Sons Inc. Denis, S. 1983. Laut dan Kehidupan Didalamnya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Eddy, A., Evi, L. 1989. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Jakarta: Bhratara.
Gembong, T. 1981. Taksonomi Tumbuhan (Taksonomi Khusus). Jakarta: Bhratara. Laode, M., Aslan. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius. Liliek, A. 1990. Nutrisi Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta. Mubarak, H. 1982. Teknik Budidaya Rumput Laut. Makalah Pertemuan Teknis Budidaya Rumput Laut di Anyer Beach Motel. Jakarta.Mei. Naryo, S. 1989. Budidaya Rumput Laut. Jakarta: Balai Pustaka. Nawawi, R. 1985. Rahasia Laut dan Pemanfaatannya. Jakarta: Wijaya. Robert, C.D., Steel., James H., Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Smith, G.M. 1951. Manual of Phycology and Intriduction to the Algae and Their Biology. USA: Published by the Chronica Botany Company. Sugiarto, A., Suliastija., Atmaja, W.S., Mubarak, H. 1978. Rumput Laut (algae), Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional LIPI. Taylor, W.R. 1960. Marine Algae of the Eastern Tropical and Subtropical Coast of the Americans. Michigan: Ann Arbor the University of Michigan Press
Abdul Hakim Laenggeng: Keragaman Morfologi Populasi Rumput Laut
7