KERAGAMAN KARAKTERISTIK TANAH DI LAPANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN POLA SPASIAL BENTUK LAHAN DI AGROTECHNOPARK KOLEBERES, CIANJUR
Oleh : BUDI PRIYANTO A24102040
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SUMMARY BUDI PRIYANTO. Diversity of Soil Characteristics in Field and Its Relation with Landform Spatial Pattern at Agrotechnopark Koleberes, Cianjur. Supervised by DARMAWAN and SUWARDI. Soil mapping in detail scale needs a high intensity of observation and costly. To decrease the cost, the mapping usually done using an approach of delineation of soil forming factors into homogeneous sets. This approach is based on an assumption that if soil forming factors are homogeneous then the soil characteristics will also homogeneous. However various survey experiences indicated that at sloping areas, soil characteristics still vary although soil forming factors show a high homogeneity. The aim of this research is to study soil characteristics observed from boring with a high observation intensity and to search for a spatial relation between soil characteristics and classification with spatial distribution of landform at a slopping areas. Materials of this research comprised contour map, geology map, existing soil map and soil data covering profile description and its of physic and chemical data. GIS software (Arc View GIS 3.3) was used for spatial analysis of landform. In this research, landform are delineated based on an 1:1000 contour map considering the concept of “Model Diagram of Nine Land Surface” of Dalrymple et. al. (1968; in Darmawan, 1987). Field characteristics of soil were obtained from borings taken at the close distances along slope transects. Observation conducted at some slope transects across various landforms. Soils on research location formed from parent material which is relatively homogeneous under the influence of the same climate, organism and times. Meanwhile relief/ topography shows a high heterogeneity, with differences that even happened at a narrow space. This heterogeneity is reflected by existence of various landform i.e. convex-rather flat-upper slope, straight-flat to rather steep middle slope, concave-rather steep lower slope, etc. Soil field characteristics obtained from boring observation at close distances show very high variations as shown by variation in composition and depth of horizon A and B, soil colour, texture and consistency. This phenomenon could affect the soil classification at family and series level. Toposequently, from upper slope (convex) through the mid slope (straight), to the lower slope (concave) had a tendency to have more complex horizon composition. This phenomenon was due to the dominant process of erosion at the upper slope, and deposition at the lower slope.
RINGKASAN BUDI PRIYANTO. Keragaman Karakteristik Tanah di Lapang dan Hubungannya dengan Pola Spasial Bentuk Lahan di Agrotechnopark Koleberes, Cianjur. Di bawah bimbingan DARMAWAN dan SUWARDI. Pemetaan tanah tingkat detil memerlukan intensitas pengamatan yang tinggi dan biaya besar. Untuk menekan biaya, maka selama ini pemetaan umumnya dilakukan dengan pendekatan analisis spasial faktor-faktor pembentuk tanah yang dideliniasi dalam satuan homogen. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa jika faktor-faktor pembentuk tanah homogen maka karakteristik tanah juga akan homogen. Akan tetapi berbagai pengalaman survei menunjukkan bahwa di daerah berlereng, karakteristik tanah sangat beragam walaupun analisis spasial faktor pembentuk tanah menunjukkan homogenitas tinggi. Tujuan penelitian ini ialah untuk mempelajari keragaman karakteristik tanah dari data pemboran dengan intensitas pengamatan yang tinggi dan mencari hubungan spasial antara sebaran karakteristik dan klasifikasi tanah dengan bentuk lahan, pada daerah berlereng. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Kontur, Peta Geologi, Peta Tanah dan data tanah meliputi data deskripsi profil serta data analisis sifat fisik dan kimia. Alat yang digunakan adalah peralatan survei tanah dan perangkat GIS (Software Arc View GIS 3.3). Penelitian ini bentuk lahan dideliniasi berdasarkan peta kontur skala 1:1000 dengan mengacu pada konsep “Diagram Model Sembilan Permukaan Lahan” menurut Dalrymple et. al. (1968; dalam Darmawan, 1987). Data karakteristik tanah di lapang diperoleh melalui pemboran pada jarak rapat sepanjang transek lereng. Pengamatan dilakukan pada beberapa transek lereng yang memotong berbagai bentuk lahan. Tanah di lokasi penelitian terbentuk dari bahan induk yang relatif homogen, di bawah pengaruh iklim, organisme dan waktu yang sama. Sementara itu relief/ topografi menunjukkan heterogenitas tinggi, dengan perbedaan yang terjadi pada jarak relatif berdekatan. Hal ini tercermin dari adanya berbagai satuan bentuk lahan yang berbeda yaitu puncak yang berbentuk cembung dengan lereng agak datar, lereng tengah yang lurus dan agak curam sampai curam, lereng bawah yang cekung dan agak curam, dan sebagainya. Karakteristik tanah di lapang menunjukkan bahwa pada jarak pengamatan yang rapat terdapat variasi yang sangat tinggi yaitu ditunjukkan oleh keragaman susunan dan kedalaman horison A dan B, warna, tekstur dan konsistensi tanah. Hal ini dapat berpengaruh pada pengklasifikasian tanahnya pada tingkat famili dan seri. Secara toposekuen, dari lereng atas (cembung) ke lereng tengah (lurus) sampai lereng bawah (cekung) terdapat kecenderungan dimana susunan horison semakin kompleks. Hal ini disebabkan oleh dominasi proses erosi pada lereng atas dan deposisi pada lereng bawah.
KERAGAMAN KARAKTERISTIK TANAH DI LAPANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN POLA SPASIAL BENTUK LAHAN DI AGROTECHNOPARK KOLEBERES, CIANJUR
Oleh : BUDI PRIYANTO A24102040
Sripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: KERAGAMAN
KARAKTERISTIK
TANAH
DI
LAPANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN POLA SPASIAL BENTUK LAHAN DI AGROTECHNOPARK KOLEBERES, CIANJUR Nama Mahasiswa
: Budi Priyanto
Nomor Pokok
: A24102040
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Darmawan, M.Sc NIP. 131 879 335
Dr. Ir. Suwardi, M.Agr NIP. 131 664 410
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang Jawa Tengah pada tanggal 27 September 1984. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Djupri dan Ibu Suyatni. Penulis lulus dari SDN Tanjungsari I Rembang pada tahun 1996, kemudian pada tahun 1999 penulis lulus dari SMP Negeri I Rembang dan tiga tahun kemudian, yaitu tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri I Rembang. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai organisasi yaitu menjabat sebagai Komti Angkatan pada saat Tingkat Persiapan Bersama, Kolat PS Merpati Putih dan Kepala Biro Sospol Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A). Penulis juga aktif dalam organisasi yang bersifat kedinasan Resimen Mahasiswa dengan jabatan terakhir sebagai Komandan Satuan RESIMEN MAHASISWA IPB Tahun 2005. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah pada tahun 2005 dan mata kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan pada tahun 2006. Pada tahun 2007-2008 penulis berkesempatan mengikuti Program Magang Kerja dari Kantor Jasa Ketenagakerjaan (KJK) IPB selama 1 tahun di Shimota Farm, Kaiduka City, Ibaraki Ken, Japan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Keragaman Karakteristik Tanah di Lapang dan Hubungannya dengan Pola Spasial Bentuk Lahan di Agrotechnopark Koleberes Cianjur” merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. Sebagai pembimbing akademik serta pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Suwardi, M.Sc. Sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari Suryaningtyas, MAppSc selaku dosen penguji. 4. Dr. Ir. Ophirtus Sumule sebagai Tim Ahli ATP Kementrian Negara Riset dan Teknologi, yang telah memberikan izin lokasi, sarana dan prasarana dalam pelaksanaan penelitian di Agrotechnopark Koleberes Cianjur. 5. Bapak Ir. Irfan Handriyadi selaku Manager Agrotechnopark Cianjur, Ahmad, Lukman, Dadang, Halim beserta rekan–rekan semuanya yang ada di Agrotechnopark Koleberes Cianjur yang telah membantu penulis selama di lokasi, terimakasih atas bantuannya baik secara moril maupun spiritual. 6. Bapak dan Ibu serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan nasehat dan do’a serta dukungan yang tak henti untuk sebuah kehidupan yang harus diperjuangkan. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor,
Februari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
iii
DAFTAR TABEL………………………………………………………….
v
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
vi
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang …………………………………………………….
1
1. 2. Tujuan ……………………………………………………………..
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Karakteristik Tanah di Lapang ……………………………………...
3
2. 1. 1. Warna Tanah …………………………………………….......
3
2. 1. 2. Tekstur Tanah ………………………………………………..
5
2. 1. 3. Konsistensi Tanah ……………………………………….......
7
2. 1. 4. Struktur Tanah ……………………………………………….
7
2. 1. 5. Horison Tanah………………………………………………..
8
2. 2. Klasifikasi dan Peta Tanah ………………………………………….. 10 2. 2. 1. Klasifikasi Tanah…………………………………………….. 10 2. 2. 2. Peta Tanah ……………………………………………........... 11 2. 3. Konsep dan Klasifikasi Bentuk Lahan ………………………………
13
2. 3. 1. Pengertian Bentuk Lahan …………………………………....
13
2. 3. 2. Faktor dan Proses Pembentukan Bentuk Lahan …………….. 13 2. 3. 3. Sistem Klasifikasi Bentuk Lahan ………………………….... 14 2. 3. 4. Klasifikasi Bentuk Lahan ………………………………….... 15 2. 4. Hubungan Bentuk Lahan dengan Karakteristik Tanah……………....
18
III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Waktu dan Tempat ………………………………………………… 23 3. 2. Bahan dan Alat ………………………………………………….....
23
3. 3. Metode………………………………………………………..........
25
3. 3. 1. Persiapan …………………………………………………..
25
3. 3. 2. Pelaksanaan Pengamatan ………………………………….
25
3. 3. 3. Analisis Data ………………………………………………
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Faktor Pembentuk dan Proses Pembentukan Tanah……………….
27
4. 2. Sebaran Bentuk Lahan …………………………………………….
29
4. 3. Sebaran Keragaman Karakteristik Tanah di Lapang………………
30
4. 4. Kemungkinan Pengaruh Keragaman Karakteristik Tanah di Lapang terhadap Klasifikasi Tanah ……………………………..
40
4. 5. Korelasi antara Sebaran Bentuk Lahan dengan Karakteristik dan Klasifikasi Tanah di Lapang …………………………………..
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan …………………………………………………………. 58 5. 2. Saran …………………………………………………………...........
58
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………........
59
LAMPIRAN ...................................................................................................
62
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2.
3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4.
Teks
Halaman
Arti Warna terhadap Sifat Tanah (Rachim, 1999)........................ Hubungan Antara Sifat-sifat Tanah dengan Kelas Tekstur Tanah dalam Penetapan Tekstur Tanah di Lapang (Suwardi, 2000) ............................................................................ Sifat-sifat Tanah Penciri pada Masing-masing Kategori dalam Sistem Taksonomi Tanah (Buol et al., 1980)................................. Persentase Kemiringan Lereng …………………………………. Kemungkinan Famili dan Segmen Lereng Titik-titik Pemboran ……………………………………………………….. Kemungkinan Pembeda Seri Titik-titik Pemboran ……………...
Lampiran Deskripsi Profil …………………………………………………. Data Curah Hujan Selama 10 Tahun ……………………………. Sifat-sifat Tanah dari Hasil Analisis Laboratorium……………… Parameter dan Kriteria Pembeda Seri Tanah yang Disarankan ………………………………………………………..
4
6 11 30 41 53
71 80 81 82
DAFTAR GAMBAR Nomor 7.
Teks
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Diagram Model Sembilan Satuan Bentuk Permukaan Lahan dari Dalrymple et al. (1968; dalam Darmawan, 1987)………………… Klasifikasi Lereng Menurut Savigear (1960; dalam Darmawan, 1987)…………………………………... Sekuen Tanah di Peru dan Columbia (Tyler, 1975; dalam Darmawan, 1987)............................................ Sekuen Tanah di Cipayung-Bogor (Sukarman, 1979)……………. Sekuen Tanah di Megamendung-Bogor (Ritung, 1979)………….. Peta Situasi Daerah Penelitian dan Sekitarnya……………………. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian……………………………… Grafik Curah Hujan Bulanan di Daerah Penelitian……………….. Grafik Hari Hujan Bulanan di Daerah Penelitian………………..... Peta Sebaran bentuk Lahan dan Transek Pengamatan…................. Bentuk Lahan Sama, Karakteristik Tanah Berbeda……………….. Bentuk Lahan Berbeda, Karakteristik Tanah Sama……………….. Bentuk Lahan Berbeda, Famili Tanah Sama ……………………… Keragaman Karakteristik Tanah dari Lereng Atas-Lereng Bawah...
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lampiran Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 1……………………….. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 2……………………….. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 3……………………….. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 4……………………….. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 5……………………….. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 6……………………….. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 7……………………….. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 8………………………..
8. 9.
Halaman
19 20 21 21 22 24 26 28 28 31 44 46 49 57
63 64 65 66 67 68 69 70
I. PENDAHULUAN
I. 1. LATAR BELAKANG Survei
dan
pemetaan
tanah
merupakan
sarana
penting
dalam
mempersiapkan rencana pengembangan pertanian. Melalui pemetaan tanah diperoleh data tentang karakteristik serta klasifikasi tanah dan penyebarannya secara spasial. Hasil survei dan pemetaan tersebut merupakan dasar untuk mencari potensi
sekaligus
faktor
penghambat
dalam
rangka
pemanfaatan
dan
pengembangan areal. Kegiatan pemetaan tanah mencakup identifikasi dan klasifikasi tanahtanah yang terdapat pada suatu areal, serta membatasi sebarannya dan dituangkan ke dalam peta tanah. Pemetaan dilakukan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, misalnya menghendaki data yang lengkap dan detil, maka dilakukan dengan skala detil. Jenis peta yang dihasilkan dalam kegiatan pemetaan tanah sangat bervariasi tergantung pada tujuan dan skala peta yang diinginkan. Semakin besar skalanya maka informasi yang terdapat pada peta juga semakin banyak dan detil, begitu juga sebaliknya semakin kecil skalanya maka semakin sedikit informasi yang terkandung dalam peta tersebut. Intensitas pemetaan erat kaitannya dengan hirarki, identifikasi dan penamaan tanah (Klasifikasi Tanah). Skala pemetaan detil memerlukan intensitas pengamatan yang tinggi dan biaya besar. Oleh karena itu, untuk menghemat biaya maka selama ini pemetaan tanah umumnya dilakukan dengan pendekatan analisis spasial faktor-faktor pembentuk tanah yang dideliniasi dalam satuan homogen. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa jika faktor-faktor pembentuk tanah homogen maka karakteristik tanah juga akan homogen. Namun demikian berbagai pengalaman survei oleh Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan menunjukkan bahwa di daerah berlereng, karakteristik tanah sangat berbeda walaupun memiliki faktor pembentuk tanah yang sama. Kasus yang sering dijumpai adalah dijumpainya titik-titik pengamatan yang menunjukkan karakteristik tanah berbeda walaupun titik-titik tersebut menempati suatu satuan delineasi berdasarkan homogenitas faktor pembentuk tanah dan bahkan telah mencerminkan homogenitas topografi pada skala spasial yang tinggi. Di Indonesia keadaan
seperti ini seringkali dijumpai di daerah berlereng. Karena fakta ini maka seringkali satuan peta tanah yang dihasilkan masih memiliki keragaman tinggi bahkan pada pemetaan detil sekalipun. Seberapa jauh hubungan antara homogenitas faktor pembentuk tanah dengan karakteristik tanah di lapang pada lingkup luasan yang sempit belum banyak dipublikasikan.
I. 2. TUJUAN Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mempelajari keragaman karakteristik tanah berdasarkan hasil pemboran dengan intensitas pengamatan yang tinggi.
2.
Mencari hubungan antara sebaran spasial karakteristik dan klasifikasi tanah dengan bentuk lahan pada areal sempit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Karakteristik Tanah di Lapang Karakteristik tanah di lapang dapat dipelajari di lapang melalui pengamatan pemboran atau secara utuh pada profil tanah. Karakteristik tanah yang diamati melalui pemboran lebih sedikit dibanding pengamatan profil, tetapi pengamatan bor penting dalam rangka melihat gambaran umum pengeboran karakteristik tanah di suatu areal sehingga pengamatan profil dapat ditempatkan pada titik-titik yang representatif. Karakteristik tanah yang dapat diamati di lapang melalui pemboran adalah warna, tekstur, dan konsistensi tanah yang kombinasinya merupakan bagian dari penciri horison tanah.
2. 1. 1. Warna Tanah Warna tanah merupakan karakteristik tanah di lapang yang mudah diidentifikasi dan merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Warna hitam biasanya menunjukkan kandungan bahan organik, warna merah menunjukkan adanya oksida besi bebas (tanah-tanah yang teroksidasi), sedangkan warna abuabu menunjukkan adanya reduksi. Warna tanah berhubungan dengan sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Buol et al., 1980). Rachim (1999) mengemukakan bahwa warna tanah dengan tanah memiliki hubungan yang ditunjukkan dalam dua hal penting, yaitu: pertama warna secara tidak langsung berhubungan dengan interpretasi sifat-sifat yang tidak dapat diobservasi secara tepat dan mudah, dan kedua merupakan ciri yang sangat berguna untuk identifikasi tanah. Sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan warna tanah antara lain: kandungan bahan organik, keadaan drainase, aerasi, temperatur tanah, bahan induk, mineralogi tanah, dan lain-lain. Hubungan antara warna tanah dengan sifat-sifat tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Warna tanah dicatat dengan menggunakan notasi dalam Munsell Soil Colour Chart. Notasi ini menggambarkan warna dalam tiga variabel, yaitu hue, nilai (value) dan kroma (chrome). Hue adalah panjang gelombang cahaya dominan yang dipantulkan benda dan terdiri dari lima warna utama (biru, hijau, kuning, merah, ungu) dan lima warna campuran (hijau kebiruan, kuning kehijauan,
merah kekuningan, ungu kemerahan, biru keunguan). Setiap hue memiliki skala dari 0 sampai 10, dengan selang 2.5 sehingga urutan skalanya adalah 0, 2.5, 5, 7.5 dan 10. Kroma adalah ukuran tingkat kemurnian atau kejenuhan warna. Kroma yang tinggi memberi kesan terang atau berwarna penuh. Value adalah ukuran terang atau gelapnya suatu warna. Value dan kroma mempunyai selang nilai antara 0 – 8. Semakin tinggi nilai value dan kroma, maka warna tanah semakin terang dan mempunyai kemurnian yang tinggi.
Tabel 1. Arti Warna terhadap Sifat Tanah (Rachim, 1999) Warna Tanah
Sifat Tanah Ca-karbonat, gipsum, garam, turunan bahan induk
Putih
marl/batuan putih lain. Kelabu putih
Kuarsa, kaolin, karbonat, gypsum, garam, besi fero.
Kelabu pucat
Besi dan bahan organik rendah; bila tanah pasir cenderung kuarsa tinggi.
Kelabu
kebiruan/ Gleisasi, drainase buruk-sangat buruk, air tergenang, besi
kehijauan
fero.
Kelabu
Jenuh air dominan, drainase buruk, besi fero.
Coklat-coklat pucat- Variasi proprsi bahan organik dan besi oksida, drainase coklat hitam
baik.
Kuning
Besi oksida hidrat, Al oksida, kelembaban relatif tinggi, lereng agak cembung, drainase baik, fisiografi angkatan baru.
Merah
Besi oksida anhidrat, kelembaban relatif rendah, drainase dan aerasi baik, lereng relatif cembung, bahan induk basik-ultra basik, fisiografi angkatan tua.
Merah gelap
Bahan induk ultrabasaltik, besi oksida anhidrat (hematite dan magnetit), drainase dan aerasi baik, struktur granular, kesuburan sangat rendah.
Gelap-hitam
Bahan organik tinggi, senyawa Mn, magnetit, arang, struktur granular, relatif subur.
Pengamatan warna tanah akan berbeda bila kondisi tanah dalam keadaan basah, lembab dan kering, sehingga dalam menentukan warna tanah perlu dicatat apakah tanah dalam keadan basah, lembab atau kering.
2. 1. 2. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung dalam suatu massa tanah. Fraksi pasir mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada debu dan liat. Pasir berukuran 2–0,05 mm, debu berukuran 0,05-0,002 mm, dan liat berukuran <0,002 mm. Penetapan tekstur di lapang dilakukan dengan membasahi massa tanah kemudian dipijit dan dipirid antara ibu jari dan jari telunjuk. Sifat umum dari fraksi pasir dalam penetapan lapang adalah adanya rasa kasar, tidak plastis atau lekat dalam keadaan lembab. Fraksi debu terasa seperti bedak atau semir, tidak plastis atau lekat dalam keadaan lembab. Sedangkan fraksi liat akan terasa licin, lekat dan plastis dalam keadaan lembab, dan membentuk bongkah yang sangat keras dalam keadaan kering. Tekstur merupakan sifat fisik yang penting dalam menentukan aerasi tanah, konsistensi tanah, permeabilitas dan infiltrasi. Selain itu tekstur berkaitan erat dengan luas permukaan, daya adsorbsi, plastisitas dan daya kohesi yang semuanya merupakan penentu bagi semua reaksi fisik-kimia yang terjadi di dalam tanah (Staff Pusat Penelitian Tanah, 1990). Tanah-tanah yang bertekstur pasir dan debu mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menahan air dan menjerap unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia dari pada tanah bertekstur kasar (Hardjowigeno, 1985). Kenyataan di lapang, jarang sekali dijumpai suatu tanah yang terdiri dari pasir, debu, atau liat saja. Yang umum dijumpai adalah campuran dari ketiga fraksi tersebut, yang mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam memberikan nama (sebutan). Untuk mengatasi hal tersebut maka para ahli membuat kelas tekstur tanah yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan Antara Sifat-sifat Tanah dengan Kelas Tekstur Tanah dalam Penetapan Tekstur Tanah di Lapang (Suwardi, 2000) Simbol
Kelas Tekstur
Uraian
g
Kerikil
Fraksi berukuran lebih dari 2 mm
s
Pasir
Rasa kasar jelas, tidak membentuk bola dan gulungan, tidak melekat
l
Lempung
Rasa
tidak
kasar
dan
tidak
licin,
membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, melekat si
Debu
Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilap, agak melekat
cl
Liat
Rasa
berat,
membentuk
bola
baik,
melekat sekali s.l
Lempung berpasir
Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak keras, mudah hancur, melekat
cl.l
Lempung berliat
Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (kering), membentuk gulungan jika dipirid, gulungan mudah hancur, melekat sedang
s.cl.l
Lempung berpasir
liat Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh, membentuk gulungan jika dipirid, gulungan mudah hancur, melekat
si.cl.l
s.cl
Lempung
liat Rasa licin jelas, membentuk bola teguh,
berdebu
gulungan mengkilap, melekat
Liat berpasir
Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung, melekat sekali
si.cl
Liat berdebu
Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung, melekat sekali
2. 1. 3. Konsistensi Tanah Menurut Soil Survey Staff (1993), konsistensi tanah merupakan sifat dari tanah yang ditunjukkan dengan derajat kohesi atau adhesi serta ketahanannya terhadap perubahan bentuk. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya dari luar. Sifat-sifat konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kondisi tanah, yaitu apakah dalam keadaan basah, lembab atau kering. Tanah dalam keadaan basah ditetapkan dengan dua parameter, yaitu kelekatan (stickness) dan plastisitas (plasticity). Jika keadaan tanah di lapang dalam keadaan kering, sebaiknya konsisitensi ditetapkan dalam keadaan kering, lembab dan basah. Jika tanah dalam keadaan lembab, sebaiknya konsistensi ditetapkan dalam keadaan lembab dan basah ( Suwardi, 2000). Konsistensi tanah dalam keadaan lembab, dibedakan menjadi konsistensi gembur sampai teguh. Dalam keadaan kering, dibedakan menjadi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya yaitu dari plastis sampai tidak plastis atau kelekatannya yaitu dari tidak lekat sampai lekat. Dalam keadaan lembab atau kering konsistensi tanah ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Bila gumpalan tersebut mudah hancur maka tanahnya dikatakan berkonsistensi gembur (lembab) atau lunak (kering). Bila gumpalan tanah sukar hancur dengan remasan tersebut, tanah dikatakan berkonsistensi teguh (lembab) atau keras (kering). Sedangkan dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari (melekat atau tidak melekat) atau mudah tidaknya membentuk bulatan dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (Soil Survey Staff, 1993).
2. 1. 4. Struktur Tanah Menurut Soil Survey Staff (1993), struktur merupakan gumpalangumpalan kecil dari butir-butir tanah yang terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksidaoksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Apabila unit-unit struktur tersebut tidak terbentuk, maka tanah tersebut dikatakan tidak berstruktur. Suwardi (2000) mengemukakan bahwa penyipatan struktur tanah dapat dilihat dari bentuk, tingkat perkembangan dan ukurannya. Bentuk struktur
berfungsi untuk membedakan kelas struktur. Ada tujuh macam bentuk struktur yaitu lempeng, prismatik, tiang, gumpal bersudut, gumpal membulat dan remah. Sedangkan yang tidak berstruktur disebut lepas dan pejal (masif). Tingkat perkembangan struktur ditentukan berdasarkan kemantapan dan ketahanan struktur tersebut terhadap tekanan, yang dibedakan berdasarkan dari yang mudah hancur sampai yang sulit hancur. Sedangkan ukuran struktur menunjukkan ukuran butir-butir struktur yang dibedakan dari sangat halus sampai sangat kasar. Struktur merupakan karakteristik tanah yang tidak dapat diamati melalui pemboran. Hal ini disebabkan oleh rusaknya struktur tanah ketika dilakukan pemboran sehingga pengamatan harus melalui profil.
2. 1. 5. Horison Tanah Menurut Soil Survey Staff (1975), horison tanah adalah lapisan di dalam tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah yang terbentuk sebagai hasil dari proses pembentukan tanah. Horison tanah dibedakan menjadi dua yaitu horison genetik dan horison diagnostik (penciri). Horison genetik berbeda dengan horison diagnostik. Horison genetik mencerminkan jenis perubahan sifat tanah yang terjadi akibat dari proses pembentukan tanah. Sedangkan horison diagnostik adalah horison yang mungkin terjadi dari beberapa horison genetik yang sifatsifatnya dinyatakan secara kuantitatif dan digunakan sebagai penciri dalam klasifikasi tanah (Soil Survey Staff, 1998). Soil survey Staff (1994) mengemukakan bahwa terdapat enam horison genetik utama (lapisan utama) di dalam tanah yang masing-masing diberi simbol huruf kapital O, A, E, B, C, dan R. Huruf-huruf kapital tersebut merupakan simbol dasar. Huruf dan angka kemudian ditambahkan untuk melengkapi penamaan horison. Horison O merupakan lapisan yang didominasi oleh bahan organik, baik yang pernah jenuh air dalam waktu yang lama maupun tidak pernah jenuh air. Horison A merupakan horison tanah mineral yang terbentuk pada permukaan tanah di bawah horison O, merupakan akumulasi bahan organik halus yang bercampur dengan bahan mineral yang tidak didominasi oleh sifat horison E atau menunjukkan sifat sebagai pengolahan tanah. Horison E adalah horison tanah mineral yang mempunyai ciri utama hilangnya liat silikat, Fe, Al, bahan organik,
atau kombinasinya. Horison B merupakan horison yang terbentuk di bawah horison A, E atau O, dan didominasi oleh hilangnya seluruh atau sebagian besar struktur batuan asli. Horison B adalah lapisan penimbunan dari unsur-unsur yang tercuci pada horison E. Horison C adalah horison yang tidak termasuk batuan induk keras yang sedikit dipengaruhi oleh proses pedogenesis dan tidak mempunyai sifat-sifat horison O, A, E, dan B. Sedangkan horison R merupakan batuan keras yang tidak dapat hancur bila direndam dalam air selama 24 jam. Horison A, E dan B dapat dibedakan dari warna, struktur dan tekstur tanah. Horison A umumnya lebih gelap dari pada horison E dan B karena mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat perkembangan struktur tanah horison E dan B umumnya lebih kuat dibandingkan dengan horison A. Dilihat dari struktur, horison A umumnya berstruktur granular, remah atau gumpal bersudut, sedangkan horison E dan B umumnya lebih berkembang ke arah gumpal, gumpal bersudut, atau bahkan prismatik atau tiang, tergantung pada karakteristik faktor-faktor pembentuk tanah. Horison E umumnya berwarna lebih cerah dibandingkan horison A dan B. Horison B dan C dapat dibedakan dari struktur dan warna. Pada horison C belum dijumpai struktur, warna lebih terang dan masih berbentuk bongkah-bongkah batu yang sudah menjadi lunak. Horison C dan R dapat dibedakan dari kekerasan. Horison R merupakan batuan yang keras, sedangkan horison C merupakan batuan yang sudah terlapuk dan lunak. Di lapang tidak semua profil tanah mempunyai horison lengkap O, A, B, C dan R, bahkan ada yang hanya mempunyai horison A dan R (Suwardi, 2000). Dalam Taksonomi Tanah, horison diagnostik dibagi menjadi dua yaitu, epipedon (horison permukaan) dan horison bawah permukaan. Epipedon adalah horison yang terbentuk pada atau dekat permukaan, dan sebagian besar struktur batuannya telah dirusak. Epipedon tidak sama dengan horison A. Epipedon dapat mencakup sebagian atau seluruh bagian dari horison B illuvial, apabila pengaruh warna gelap oleh bahan organik berlanjut ke bawah dari permukaan tanah, ke dalam atau mengenai seluruh horison B. Epipedon terdiri dari delapan macam, yaitu : epipedon antropik, folistik, histik, melanik, molik, okrik, plagen, dan umbrik. Sedangkan horison bawah permukaan adalah horison yang terbentuk di bawah permukaan tanah, meskipun pada beberapa wilayah terbentuk langsung di
bawah lapisan serasah daun. Horison tersebut mungkin dapat tersingkap pada permukaan tanah karena proses erosi. Horison bawah permukaan tersebut antara lain adalah horison agrik, albik, argilik, kalsik, kambik, glosik, gipsik, kandik, natrik, oksik, petrokalsik, petrogipsik, placik, salik, sombrik dan spodik (Soil Survey Staff, 1999).
2. 2. Klasifikasi dan Peta Tanah 2. 2. 1. Klasifikasi Tanah Buol et al. (1980) dalam buku Soil Genesis and Classification, mengemukakan bahwa klasifikasi tanah adalah penggolongan tanah berdasarkan karakteristik tertentu secara bertingkat-tingkat dan disusun secara sistematik. Tujuan dari klasifikasi tanah adalah untuk menyediakan suatu data tanah yang sistematik bagi pengetahuan tentang tanah dan hubungannya dengan tanaman, baik mengenai kesuburan maupun produksi tanaman. Klasifikasi tanah asal mulanya dibuat sangat sederhana, tetapi dengan meningkatnya pengetahuan manusia tentang tanah maka klasifikasi tanah terus diperbaiki hingga menjadi lebih ilmiah dan teratur. Perkembangan sistem klasifikasi tanah di dunia dibedakan ke dalam 5 periode, yaitu : periode teknis, periode ditemukannya pedologi, periode Amerika awal, periode Amerika pertengahan serta periode kuantitatif modern. Salah satu sistem klasifikasi tanah yang dikenal sekarang ini adalah Taksonomi Tanah atau Soil Taxonomy yang diperkenalkan oleh USDA pada tahun 1975. Indonesia termasuk negara yang merekomendasikan penggunaan sistem ini dalam pembuatan peta tanah pada setiap survei tanah. Sistem ini dinilai lebih komprehensif dibanding dengan sistem yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1983) maupun FAO/UNESCO (1974) (Rachim dan Suwardi, 2002). Sistem ini menggunakan enam kategori yaitu Order, Suborder, Greatgroup, Subgroup, Family dan Series (sangat berbeda dengan klasifikasi yang telah ada sebelumnya). Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar baru baik mengenai cara-cara penamaan (tata nama) maupun definisi-definisi mengenai horisonhorison penciri ataupun sifat-sifat penciri lain yang digunakan untuk menentukan jenis-jenis tanah (Buol et al., 1980).
Hubungan antara sifat-sifat tanah penciri dengan kategori dalam Sistem Taksonomi Tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat-sifat Tanah Penciri pada Masing-masing Kategori dalam Sistem Taksonomi Tanah (Buol et al., 1980). Kategori Order
Sifat-sifat tanah penciri Proses pembentukan yang ditunjukkan oleh ada/tidaknya horison penciri utama.
Suborder
Keseragaman genetik, ada tidaknya sifat yang berhubungan dengan pengaruh air, regim kelembaban tanah, bahan induk utama, pengaruh vegetasi dan tingkat dekomposisi bahan organik.
Greatgroup
Kesamaan
jenis,
susunan
dan
derajat
horisonisasi,
kejenuhan basa, regim kelembaban dan temperatur tanah dan ada tidaknya lapisan penciri (Plinthite, fragipan, dan duripan). Subgroup
Memperlihatkan sifat-sifat utama greatgroup, peralihan sifat-sifat ke lain greatgroup, suborder, atau order dan peralihan ke bukan tanah.
Family
Kelas ukuran butir rata-rata pada bagian penentu (control section), kelas mineralogi yang dominan pada solum, kelas suhu tanah yang didasarkan pada suhu tanah rata-rata tahunan pada kedalaman 50 cm.
Series
Jenis dan susunan horison, warna, tekstur, konsistensi, sifat kimia dan mineralogi pada horison.
2. 2. 2. Peta Tanah Barus dan Wiradisastra (2000) mengemukakan bahwa data pada suatu peta biasanya telah mengalami pengolahan, umumnya telah ditambah ilmu pengetahuan agar lebih dapat dimanfaatkan langsung oleh pengguna. Semua kegiatan untuk menghasilkan tampilan informasi tersebut secara keruangan (spasial) adalah apa yang disebut dengan pemetaan. Pemetaan ini adalah suatu
bentuk komunikasi secara grafis antara pembuat dan pemakai peta yang telah lama dikenal orang. Pemetaan tanah merupakan suatu usaha untuk menggambarkan sebaran jenis-jenis tanah yang terdapat pada suatu daerah. Kegiatan pemetaan tanah mencakup identifikasi dan klasifikasi tipe-tipe tanah yang terdapat pada suatu wilayah serta membatasi distribusinya dan dituangkan kedalam peta tanah. Andahl (1958, dalam Buol et al.,1980) menyatakan bahwa pemetaan tanah merupakan suatu kegiatan mengorganisasikan dan memperkenalkan ilmu pengetahuan mengenai karakteristik, kualitas dan tingkah laku tanah yang diklasifikasikan dan digambarkan ke dalam suatu peta. Peta tanah biasanya dibuat dengan memperhatikan berbagai peta lainnya yang bersifat lebih umum, seperti peta geologi, peta topografi dan potret udara. Ke tiga peta tersebut merupakan alat yang umum dipakai dalam membantu pemetaan tanah sesuai dengan skala peta yang dibuat. Menururt Dent and Young (1981, dalam Abdullah, 1993) tingkatan survei tanah terdiri dari intensitas sangat tinggi, intensitas tinggi, intensitas sedang dan intensitas rendah. Intensitas ini berkerapatan masing-masing 1 pengamatan per 0.5 ha, 1 pengamatan per 2 ha, 1 pengamatan per 8 ha, 1 pengamatan per 50 ha dan 1 pengamatan per 2 km2. Peta umumnya dibuat dari hasil pengamatan lapang melalui survei tanah. Secara umum ada empat sistem yang digunakan sebagai dasar dalam pengamatan lapang yaitu : (a). Sistem titik potong (grid system) berdasarkan pada selangselang jalur tertentu dan dilakukan pada lahan yang datar. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasarnya kurang lengkap. (b). Sistem bebas berdasarkan perubahan faktor –faktor pembentuk tanah dan hasil interpretasi foto udara serta land system. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasar dan data penunjangnya lengkap. (c). Sistem sistematik yang hampir serupa dengan grid system, tetapi jarak pengamatannya berbeda-beda berdasarkan garis potong pada lereng. Pengamatan ini dilakukan apabila peta dasar dan data penunjang lainnya lengkap. (d). Sistem bebas sistematik yang merupakan kombinasi grid system, sistem bebas dan sistem sistematik, pengamatan ini dilakukan untuk mengatasi kekurangan
waktu pengamatan di lapang dengan peta dasar dan data penunjang lengkap, serta berdasarkan hasil interpretasi foto udara (Abdullah, 1993). Hardjowigeno (1985) menambahkan bahwa metode grid lebih cocok untuk daerah-daerah yang mempunyai bentuk wilayah datar, sedangkan untuk daerah yang bergelombang dapat memberikan hasil yang salah. Hal ini disebabkan karena penyebaran tanah di suatu daerah tidak terjadi secara acak tetapi lebih bersifat sistematis.
2. 3. Konsep dan Klasifikasi Bentuk Lahan 2. 3. 1. Pengertian Bentuk Lahan Bentuk lahan (landform) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan masing-masing dari setiap satu kenampakan dari kenampakan secara menyeluruh dan sinambung (multitudineous features) yang secara bersama-sama membentuk permukaan bumi. Hal ini mencakup semua kenampakan yang luas, seperti dataran, plato, gunung dan kenampakan-kenampakan kecil seperti bukit, lembah, ngarai, arroyo, lereng, dan kipas aluvial (Desaunettes, 1977). Wiradisastra et al. (1999) menambahkan bahwa bentuk lahan merupakan konfigurasi permukaan lahan (land surface) yang mempunyai bentuk-bentuk khusus. Suatu bentuk lahan akan dicirikan oleh struktur atau batuannya, proses pembentukannya, dan mempunyai kesan topografi spesifik.
2. 3. 2. Faktor dan Proses Pembentukan Bentuk Lahan Menurut Wiradisastra et al. (1999) bentuk-bentuk lahan yang ada dimuka bumi terjadi melalui proses geomorfik yaitu semua perubahan, baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi perubahan bentuk permukaan bumi. Faktor penyebabnya berupa tenaga geomorfik yaitu semua media alami yang mampu memantapkan dan mengangkut bahan dipermukaan bumi. Tenaga tersebut antara lain berupa air mengalir, air tanah, gletser, angin, dan gerakan air lainnya (gelombang laut, pasang surut dan tsunami). Menurut Thornbury (1969) secara garis besar proses geomorfik yang membentuk rupa bumi terdiri dari proses eksogenetik (epigenetik), endogenetik (hipogenetik), dan ekstraterestrial. Proses eksogenetik terjadi melalui proses
gradasi dan aktivitas organisme termasuk manusia. Proses gradasi dapat berupa degradasi yang dapat terjadi melalui proses hancuran iklim (weathering processes), gerakan massa (mass wasting), dan erosi. Proses gradasi dapat pula terjadi melalui agradasi yang penyebabnya berupa air mengalir, air tanah, gelombang air (laut atau danau), arus pasang surut, tsunami, gerakan angin dan gletser. Proses endogenetik terjadi melalui diastrofisme dan volkanisme, sedangkan proses ekstraterestrial terjadi melalui jatuhnya meteor. Proses hancuran iklim dan erosi yang terjadi pada batuan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap bentuk lahan, yang disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu: kondisi iklim, jenis penyusun batuan, dan lamanya proses pembentukan lahan tersebut (Desaunettes, 1975).
2. 3. 3. Sistem Klasifikasi Bentuk Lahan Sistem pemetaan di Indonesia sudah dimulai sejak dulu yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah atau lembaga lain dalam hal pemetaan tanah. Pemetaan secara sistematik baru dimulai tahun 1977 oleh Pusat Penelitian Tanah yang bekerja sama dengan FAO (Desaunettes, 1977) yang dikenal dengan sistem Klasifikasi Landform Desaunettes yang manualnya dicantumkan pada buku Catalogue Landform for Indonesia, tahun 1977, setelah itu berkembang sistem pemetaan lahan Project RePPProT (Regional Physical Planning Programme for Transmigration, 1980-an) dan Project LREP (Land Rersources Evaluation and Planning, pada tahun 1980-an). Berbagai sistem pemetaan tersebut, semuanya didasarkan pada pemetaan bentuk lahan seperti dirangkum oleh Wiradisastra et al. (1999) berikut ini. Sistem Klasifikasi Bentuk Lahan Desaunettes Sejak tahun tujuh puluhan sistem klasifikasi lahan telah dikembangkan di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah Catalogue of Landform for Indonesia yang disusun oleh Desaunettes (1977). Pada sistem ini klasifikasi lahan dilakukan melalui analisis bentuk lahan (landform). Sedangkan untuk mengidentifikasi dan mendelineasi satuan lahannya (land unit) dilakukan dengan menginterpretasi foto udara. Klasifikasi lahan Desaunettes (1977) merupakan pendekatan secara fisiografis, yaitu merupakan kombinasi pendekatan dari berbagai sifat geologi,
tanah, iklim serta interaksinya. Dalam sistem ini suatu bentang lahan dianalisis dan dibedakan menjadi beberapa sistem fisiografi berdasarkan pada formasi geologi dan proses pembentukannya. Selanjutnya suatu sistem fisiografi dapat dibedakan lagi menjadi kategori yang lebih rendah. Sistem Klasifikasi Bentuk Lahan RePPProT Pada pertengahan tahun 80-an muncul sistem inventarisasi sumberdaya lahan pada kegiatan RePPProT (Regional Physical Planning Project for Transmigrations, 1988) yang dilaksanakan oleh Departemen Transmigrasi dengan bantuan Pemerintah Inggris. Pemetaan sumberdaya alam project RePPProT (1989) sudah selesai dilakukan di seluruh Indonesia. Pada konsep ini dipakai pendekatan pemetaan land system berdasarkan pendekatan ekosistem (land ecology) yang dipopulerkan oleh Christian dan Stewart (1968). Pendekatan yang dilakukan berdasarkan fisiografi yang sebenarnya. Sistem Klasifikasi Bentuk Lahan LREP (I dan II) Pemetaan sumberdaya lahan yang lain dikembangkan pada kegiatan LREP (Land Regional and Evaluation Planning, 1989) yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Bakosurtanal. Pemetaan ini khusus untuk evaluasi lahan bagi perencana di daerah (Bappeda) dengan bantuan dari ADB (Asian Development Bank). Project LREP terdiri dari dua fase, dimana fase I (19851990) dilakukan pemetaan sumberdaya lahan se-pulau Sumatera dengan skala 1:250.000 dan fase II (1993-1997) yang mencakup seluruh Indonesia di luar pulau Sumatera dengan skala pemetaan yang lebih detil. Projek LREP-2 merupakan lanjutan studi LREP-1, yang dilakukan di berbagai lokasi di seluruh Indonesia selain pulau Sumatera. Studi ini bersifat lebih detil dan pemetaannya dilakukan pada skala 1:50.000, yang menyebar pada daerah yang direkomendasikan oleh studi RePPProT dan usulan Pemerintah Daerah.
2. 3. 4. Klasifikasi Bentuk Lahan Strahler & Strahler (1992) mendefinisikan bentuk lahan sebagai suatu konfigurasi permukaan bumi yang menunjukkan keseimbangan antara energi internal berupa proses volkanik dan tektonik serta energi eksternal melalui anasir
dari proses denudasi. Bentuk lahan yang terbentuk langsung dari aktivitas volkanik dan tektonik adalah bentuk lahan awal. Pembentukan bentuk lahan dari proses dan pelaku denudasi termasuk ke dalam bentuk lahan sekuensial, yang berarti mereka adalah terbentuk pada beberapa tahapan setelah bentuk lahan awal terbentuk dan hancuran-hancuran dari kerak bumi muncul pada posisi-posisi tertentu. Pengelompokan bentuk-bentuk lahan utama diuraikan berikut ini (Wiradisastra et al., 2002). Bentuk Lahan Volkanik Bentuk lahan yang terbentuk dari aktivitas volkanik adalah hasil dari dua tenaga yang berlawanan, yaitu konstruktif dan destruktif. Tenaga konstruktif menyebabkan deposisi dari lava dan muntahan lahan piroklastik. Tenaga destruktif adalah hasil proses alami dari erosi (seperti angin, air, dan pergerakan massa), atau aktifitas ledakan volkan itu sendiri. Bentuk
lahan
volkanik
ditentukan
oleh
proses
geologi
yang
membentuknya dan terus berpengaruh terhadapnya setelah terbentuk. Lalu bentuk lahan volkanik yang terbentuk akan terbagi ke sifat-sifat material yang membentuknya, yang tergantung aktifitas volkan tersebut sejak masa lampau. Volkan terbentuk dari akumulasi produksi lava, bomb (aliran abu yang mengeras), dan tepra (abu terbang dan debu). Bentuk Lahan Struktural Bentuk lahan struktural adalah bagian dari permukaan bumi yang mempunyai morfologi tertentu yang dihasilkan oleh pergerakan diastrofik (diastrophic movements). Pergerakan berasal dari proses-proses endogen (endogenic processes) dan mencakup gerakan-gerakan tektonik, magmatik, isostatik dan eustatik. Dari keempat macam gerakan tersebut, gerakan-gerakan tektonik dan magmatik merupakan bagian dari diastrofisme yang paling jelas dalam menyumbang pembentukan struktur kulit permukaan bumi. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh proses-proses tektonik dan magmatik meliputi struktur-struktur horisontal, homoklinal, kubah, lipatan, dan patahan.
Bentuk Lahan Fluvial dan Gerakan Massa Pembentukan bentuk lahan yang terbentuk dari pergerakan air dijelaskan sebagai bentuk lahan fluvial, untuk membedakan bentuk lahan yang terbentuk karena pergerakan air dari bentuk lahan yang terbentuk dari pelaku fluvial lainnya (es glasial, angin, gelombang). Proses fluvial menyebabkan aktivitas geologi seperti erosi, transportasi dan deposisi. Sebenarnya ada dua bagian besar dari bentuk lahan fluvial yaitu bentuk lahan erosional dan bentuk lahan deposisional. Semua bentuk lahan yang terbentuk karena terjadinya perpindahan progresif dari massa batuan induk adalah bentuk lahan erosional. Bagian-bagian tanah, regolit, dan batuan induk yang dipindahkan oleh pergerakan air kemudian terdeposisi ditempat lain dinamakan bentuk lahan deposisional. Proses fluvial selain merusak dalam bentuk erosi, juga memindahkan melalui proses transportasi dan menghasilkan bentuk sisa yang berbeda dari asalnya dan bentuk baru hasil deposisi ditempat baru (deposisi) dalam bentukan deposisional. Efek jangka panjangnya terjadi pada pengurangan ketinggian pada bagian bukit berlereng, dan efek menimbun di bagian lembah menuju bumi yang lebih rata. Bentuk Lahan Karst Pada daerah tertentu pelarutan merupakan suatu proses dominan pada perkembangan bentuk lahan yang berakhir pada pembentukan bentuk lahan yang unik yang disebut karst. Kata karst merupakan istilah umum yang berlaku baik pada batuan kapur maupun dolomit yang memiliki topografi khas, dan dipengaruhi oleh pelarutan batuan dibawah permukaan tanah dan penyebaran air tanah menjadi aliran sungai bawah tanah. Sebagian besar area karst adalah daerah yang permukaannya tertutup oleh batu gamping walaupun dibeberapa tempat tertutup oleh dolomit dan limestone-dolomit. Bentuk Lahan Pantai Pantai adalah zona pertemuan antara daratan dan lautan dimana proses perkembangan bentang lahannya pada zona ini sangat dinamis. Hal ini dikarenakan proses-proses geomorfik dari daratan dan lautan bergabung di dalamnya. Kekuatan-kekuatan angin, gelombang, arus sepanjang pantai, arus pasang surut serta suplai sedimen dari daratan melalui muara sungai bergabung
menghasilkan bentang-bentang lahan pantai dengan tingkat perkembangan dan perubahan yang relatif cepat. Perkembangan dan perubahan dapat berubah dengan penambahan daratan melalui proses deposisi maupun pengurangan daratan (abration) melalui proses erosi pantai.
2. 4. Hubungan Bentuk Lahan dengan Karakteristik Tanah. Dilihat dari sudut pedogenesis, lereng sebagai unsur terkecil dari bentuk lahan dapat dianggap sebagai pre-existing factor dalam pembentukan tanah. Pada lereng yang curam aliran permukaan berlangsung cepat, erosi berjalan sebanding dengan pembentukan tanah, sedikit air yang masuk ke dalam tanah, dan profil tanahnya tipis serta kurang berkembang. Pada permukaan yang lebih datar aliran permukaan terhambat dan lebih banyak air yang masuk ke dalam tanah untuk menghancurkan mineral dan mentranslokasi liat serta bahan-bahan mobil lainnya dari suatu profil (Bloom, 1979; dalam Darmawan, 1987). Dalrymple et al. (1968, dalam Darmawan, 1987) mengajukan konsep klasifikasi lereng yang didasarkan pada bentuk serta proses-proses geomorfik dan pedogenesis yang terjadi secara dominan. Konsep ini dikenal sebagai Model Sembilan Satuan Bentuk Permukaan Lahan, yang terdiri dari : (1). Puncak lereng pemisah (interfluve), (2). Lereng perembesan (seepage slope), (3). Lereng perayapan cembung (convex creepslope), (4). Tebing (fallface), (5). Lereng tengah pengangkutan (transportational midslope), (6). Kaki lereng koluvial (colluvial footslope), (7). Kaki lereng aluvial (alluvial toeslope), (8). Dinding sungai (channel wall), dan (9). Dasar sungai (channel bed). Ilustrasinya disajikan pada Gambar 1. Faktor lereng dapat dibedakan atas bentuk, posisi, kemiringan dan arah lereng. Kemiringan lereng menunjukkan besarnya sudut lereng antara bidang datar dengan tegakan lereng. Posisi menunjukkan letak lereng pada suatu profil lereng yang berkisar dari dasar lereng hingga puncak lereng. Bentuk lereng menunjukkan wujud visual pada transek lereng (Desaunettes, 1977). Lereng menunjukkan pergerakan air secara vertikal dan horisontal di dalam tubuh tanah. Sedangkan perkembangan tanah tergantung dari jumlah air yang melaluinya. Pada suatu profil lereng terdapat kecenderungan bahwa jumlah
air yang mengalir di atas permukaan tanah lebih besar dari jumlah air yang merembes ke dalam solum tanah. Sehingga tanah-tanah yang berada pada lereng yang curam kurang memperlihatkan perkembangan profil dibandingkan dengan tanah-tanah yang terdapat pada daerah datar. Hal ini disebabkan pada permukaan yang datar, sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah (Jenny, 1941).
Gambar 1. Diagram Model Sembilan Satuan Bentuk Permukaan Lahan dari Dalrymple et al. (1968, dalam Darmawan, 1987) Di daerah tropika basah seperti Indonesia pengaruh kemiringan, bentuk dan posisi lereng terhadap erosi, pencucian dan deposisi umumnya sangat nyata. Pada daerah yang berlereng curam, erosi berlangsung terus-menerus sehingga tanah-tanah pada daerah ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horison lambat, bila dibandingkan dengan tanah-tanah daerah datar (Hardjowigeno, 1985).
Savigear (1960, dalam Darmawan, 1987) mengklasifikasikan lereng berdasarkan kemiringan dan posisinya menjadi tiga bagian (component), yaitu : (1). Puncak lereng (crestslope), (2) Punggung lereng (backslope), dan (3). Kaki lereng (footslope). Puncak lereng adalah bagian lereng mulai dari bagian teratas hingga bagian yang mulai curam, punggung lereng adalah bagian berikutnya yang mempunyai kamiringan maksimum dan hampir tetap, sedangkan kaki lereng adalah bagian yang melandai mulai dari batas terakhir punggung lereng hingga pusat lembah (Gambar 2).
Gambar 2. Klasifikasi Lereng Menurut Savigear (1960, dalam Darmawan, 1987) Sementara itu lereng dibedakan atas bentuk cekung, cembung dan lurus. Pada lereng yang cembung sifat lahan sangat dipengaruhi oleh proses erosi dan pencucian, sedangkan pada lereng yang cekung sifat lahan banyak dipengaruhi oleh proses deposisi. Pada lereng lurus (rektilinier) umumnya pengaruh kedua proses tersebut sangat tergantung pada besarnya kemiringan lereng (Djaenudin, 1979). Karakteristik tanah yang berhubungan dengan lereng antara lain ketebalan solum, kelembaban profil tanah, kandungan bahan organik pada horison A, kandungan garam-garam terlarut, tingkat perkembangan pan, suhu, dan sifat-sifat tanah lainnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa hubungan antara lereng dan sifat tanah ditentukan oleh keadaan geografik setempat, karena faktor-faktor pembentuk tanah lainnya turut berperan dalam hubungan tersebut (Buol et al., 1980). Berbagai penelitian mengenai hubungan antara lereng dan tanah telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penelitian Norton dan Smith (1930, dalam Alghan, 1980) di Illionis menunjukkan pengaruh kemiringan lereng
terhadap sifat-sifat tanah, makin besar kemiringan lereng menyebabkan pemebentukan horison A yang tipis, tekstur yang makin kasar, perubahan warna dari glei ke yang lebih merah. Selain itu penelitian lain yang mengarahkan penelitiannya pada gejala adanya sekuen tanah pada profil lereng yang toposekuen adalah hasil penelitian Sanchez dan Buol (1974) dan Tyler (1975, dalam Darmawan, 1987) di Peru dan Colombia. Hal ini menunjukkan suatu sekuen tanah pada sebuah profil lereng dari atas ke bawah berturut-turut Udult, Aquult, Aqualf dan Fluvent (Gambar 3). Sementara itu Sukarman (1979) menemukan sekuen tanah di Cipayung-Bogor yang terdiri dari Dystropeptic Tropudult pada puncak lereng, Ultic Tropudalf pada lereng atas, dan Aquic Tropudalf pada lereng bawah (Gambar 4).
Gambar 3. Sekuen Tanah di Peru dan Columbia (Tyler, 1975; dalam Darmawan, 1987)
Gambar 4. Sekuen Tanah di Cipayung-Bogor (Sukarman, 1979)
Pada sekuen lereng di Megamendung-Bogor, Ritung (1979) menemukan Ortoxic Tropohumult, Ortoxic Tropudult, dan Ultic Tropudalf berturut-turut dari atas ke bawah (Gambar 5).
Gambar 5. Sekuen Tanah di Megamendung-Bogor (Ritung, 1979)
III. BAHAN DAN METODE
3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari awal bulan Juli 2008 sampai Desember 2008 di Agrotechnopark (ATP) Koleberes, Kampung Cibeunteur, Desa Mekarlaksana, Kecamatan Cikadu, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Cikadu memiliki posisi geografis antara 07o 17’ 19’’ sampai 07o 21’ 19’’ Lintang Selatan dan 107o 13’ 32’’ sampai 107o 16’ 48’’ Bujur Timur. Lokasi penelitian (Gambar 6) memiliki luas areal 18,5 ha dengan ketinggian antara 587 - 675 m dpl. Jarak antara pusat Kecamatan Cikadu dengan ibu kota Kabupaten Cianjur sekitar 130 km, jika ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan kendaraan memerlukan waktu sekitar 6 jam. Sedangkan jarak dengan ibu kota Propinsi Jawa Barat adalah 190 km atau 9 jam perjalanan darat dengan kendaraan melewati kota Cianjur. Daerah penelitian sebelah Utara dibatasi oleh Kampung Blok F, sebelah Barat dibatasi oleh Blok B, sebelah Selatan dibatasi oleh Kampung Cibeunteur, sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Butun dan Sungai Ciupih. ATP adalah suatu kawasan pertanian terpadu yang merupakan kawasan percontohan yang berfungsi sebagai pusat aplikasi dan alih teknologi pertanian. Kawasan ini dirancang dan dibangun oleh BPPT dengan memperhatikan kepemilikan lahan petani lokal yang sempit tetapi budidayanya dilaksanakan secara intensif dengan mengacu pada sistem pendekatan siklus biologi tertutup (biocyclofarming) yang disesuaikan dengan kondisi wilayah serta kebutuhan daerah. Selain itu konsep ATP ini mengacu pada sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang berorientasi bisnis dan manajemen yang bagus, baik di tingkat off farm maupun on farm.
3. 2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Peta Kontur, Peta Geologi, Peta Tanah dan data sekunder (Laporan Akhir Kajian Rencana Induk dan Detail Desain Agrotechnopark (ATP) Koleberes, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat yang meliputi data deskripsi profil, data analisis sifat físik dan kimia
tanah. Alat yang digunakan adalah peralatan survei dan perangkat GIS (Software Arc View GIS 3.3).
3. 3. Metode Langkah-langkah kegiatan dalam penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu: persiapan, pelaksanaan pengamatan dan analisis data. Secara skematik rangkaian kegiatan penelitian tertera pada Gambar 7.
3. 3. 1. Persiapan Pada tahap ini dilakukan telaah pustaka serta pengumpulan dan analisis data sekunder dan informasi yang diperlukan untuk menunjang kegiatan lapang di daerah penelitian. •
Analisis spasial bentuk lahan (posisi, bentuk dan kemiringan lereng) dari peta kontur 1:1.000 yang kemudian diolah dengan program Arc View GIS 3.3.
•
Penetapan transek jalur pengamatan dengan kriteria sebagai berikut: 1. Transek dipilih pada beberapa toposekuen dari puncak ke lembah. 2. Transek memotong berbagai bentuk lahan. 3. Penentuan titik boring pada transek dengan mempertimbangkan kerapatan jarak dan bentuk lahan pada luasan yang relatif sempit.
•
Penetapan titik profil pada masing-masing bukit di lokasi penelitian.
3. 3. 2. Pelaksanaan Pengamatan Pelaksanaan pengamatan dimulai dengan penjelajahan seluruh daerah penelitian untuk pengecekan bentuk lahan serta penetapan transek pengamatan dan penetapan titik-titik boring dan titik profil. Selanjutnya dilakukan pengamatan karakteristik tanah melalui pemboran pada jalur transek yang sudah ditetapkan pada setiap bentuk lahan yang sudah ditentukan tersebut dengan kerapatan antara 15 sampai 70 meter. Pengamatan juga dilakukan pada titik profil yang sudah ditetapkan pada masing-masing bukit di lokasi penelitian.
Gambar 6. Peta Situasi Daerah Penelitian dan Sekitarnya
3. 3. 3. Analisis Data Data karakteristik tanah di lapang yang diperoleh dari tiap-tiap titik pemboran dan profil ditabulasikan dan dikorelasikan dengan sebaran bentuk lahan. Data ini selanjutnya dikorelasikan dengan data tanah terdahulu (SPT, Pedon pewakil SPT). Penelaahan pustaka berdasarkan data Laporan Akhir Kajian Rencana Induk Agrotechnopark
Pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk menunjang kegiatan lapang di lokasi penelitian
Tahap Persiapan
Analisis data sekunder (tahap awal)
Analisis bentuk lahan
Pengamatan lapang dengan boring (15-70 m) dan profil tanah
Tahap Pelaksanaan Pengamatan
Penjelajahan, pengecekan bentuk lahan dan penetapan transek pengamatan
Data pengamatan lapang (karakteristik tanah)
Gambar 7. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
Tahap Analisis Data
Data ditabulasikan dan dikorelasikan dengan sebaran bentuk lahan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Faktor Pembentuk dan Proses Pembentukan Tanah Berdasarkan data Laporan Akhir Kajian Rencana Induk dan Detail Agrotechnopark (Menristek, 2007), tanah di lokasi penelitian terbentuk di bawah pengaruh faktor-faktor pembentuk tanah yang homogen kecuali lereng. Berdasarkan Peta Geologi lembar Sindangbarang dan Bandarwaru skala 1:100.000, daerah penelitian termasuk dalam formasi Koleberes (Tmk) yang tersusun atas : Batu pasir tuff berlapis baik, kurang mampat, dan tuff kristal; dengan sisipan tuff, breksi tuff batu apung dan breksi bersusunan andesit. Batu pasir kelabu kecoklatan, terutama terdiri dari batuan andesitan dengan sejumlah batu apung. Hal ini dapat dikatakan bahwa tanah di lokasi seluruhnya berkembang dari satu bahan induk, yaitu dari bahan piroklastik yang tak terpisahkan bersusunan andesit, breksi tuf dan tuf lapili. Proses geologi awal yang berlangsung pada lokasi penelitian berupa proses pelipatan dan pengangkatan. Karena lokasi dekat dengan gunung api (Gunung Bongkok dan Gunung Juna) maka proses geologinya dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik, proses ini merupakan hasil dari dua tenaga yang berlawanan, yaitu konstruktif dan destruktif. Tenaga konstruktif inilah yang menyebabkan deposisi dari lava dan muntahan lahan piroklastik yang menutupi permukaannya, sedangkan tenaga destruktif berupa proses alami dari erosi (angin, air dan pergerakan massa), atau aktifitas ledakan itu sendiri. Hal tersebut dapat dikatakan lokasi penelitian memiliki proses geologi yang sama yaitu vulkanisme. Jumlah curah hujan rata-rata tahunan di lokasi penelitian tergolong tinggi yaitu mencapai 3502 mm/tahun (Gambar 8). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember yaitu mencapai rata-rata 540,8 mm/tahun dan terendah terjadi pada bulan Agustus rata-rata 53,5 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi Oldeman, untuk bulan basah (>200 mm/bln) terjadi pada bulan Oktober sampai Mei, bulan lembab (100-200 mm/bln) terjadi pada bulan Juni sampai Juli dan bulan kering (<100 mm/bln) terjadi pada bulan Agustus sampai September. Sedangkan jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari (19,8 hh) dan Pebruari (19,5 hh), sedangkan hari hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (1,9 hh) dan September
(4 hh) (Gambar 9). Suhu udara rata-rata tahunan sebesar 21
o
C dengan
kelembaban 79,5 %. Data iklim ini diperoleh dari stasium klimatologi terdekat yaitu dari Kecamatan Tanggeung. Karena luasan lokasi penelitian relatif kecil (18,5 ha), maka dapat dikatakan memiliki iklim makro yang relatif homogen.
Grafik Curah Hujan
Curah Hujan (mm)
600 500 400 Curah Hujan
300 200 100 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Bulan
Gambar 8. Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Daerah Penelitian
Grafik Hari Hujan
Hari Hujan (hari)
25 20 15 Hari Hujan
10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Bulan
Gambar 9. Grafik Hari Hujan Rata-rata Bulanan di Daerah Penelitian
Lokasi penelitian dahulunya berupa hutan hujan tropis, dan selama masa penjajahan Belanda lahan tersebut digunakan sebagai perkebunan dengan tanaman
utama adalah teh. Setelah perkebunan tersebut tidak beroperasi lagi, lahan bekas kebun teh tersebut menjadi terlantar berupa semak belukar. Oleh masyarakat setempat kemudian diolah dan dialihgunakan menjadi ladang dengan tanaman budidaya. Pola penanaman tersebut sebelum adanya ATP adalah berupa tanaman palawija (singkong, jagung, dll), tanaman keras (sengon, aren, kelapa, pisang, pete, manglid, manii (suren), rasamala dll). Setelah adanya ATP penggunaan lahannya masih berupa ladang dengan pola penanamannya berupa pisang, kedelai, HMT (Hijau Makanan Ternak) dan tanaman semusim (jagung, jahe, dll). Selain itu kopi dan kina juga sudah ditanam pada lokasi penelitian. Berdasarkan hal ini maka dapat dikatakan bahwa lokasi penelitian memiliki faktor vegetasi yang sama dalam jangka waktu lama, yaitu sejak dideposisikan bahan induk. Perbedaan vegetasi yang mungkin berpengaruh pada perkembangan tanah, berlangsung sejak penggunaan lahan beralih menjadi ladang. Faktor relief atau topografi merupakan faktor pembentuk tanah di lokasi penelitian yang menunjukkan heterogenitas tinggi. Perbedaan relief dicirikan oleh perbedaan bentuk, posisi dan kemiringan lereng. Hal ini ditunjukkan oleh adanya puncak berbentuk cembung dengan lereng agak datar, lereng tengah lurus dan agak curam sampai curam, lereng bawah cekung dan agak curam, dan sebagainya. Secara teori perbedaan relief akan menyebabkan perbedaan proses-proses pembentukan tanah yang terkait dengan pergerakan air. Hal ini akan menghasilkan perbedaaan karakteristik tanah antara lereng atas, lereng tengah dan lereng bawah, walaupun berasal dari bahan induk dan di bawah pengaruh iklim, organisme serta waktu yang sama. Oleh karena itu, walaupun secara umum tanah di seluruh lokasi penelitian dapat dikatakan homogen dan termasuk ke dalam Latosol (Berdasarkan Sistem Klasifikasi Tanah PPT 1983), namun dalam beberapa hal menunjukkan keragaman, seperti kedalaman solum, ketebalan masing-masing horison, warna, kelekatan, plastisitas dan konsistensi dalam keadaan lembab.
4. 2. Sebaran Bentuk Lahan Lokasi penelitian dilihat dalam skala yang lebih makro merupakan punggung bukit yang memanjang dari arah Timur-Utara ke arah Barat-Selatan.
Sementara itu berdasarkan kondisi di lapang, lokasi penelitian memiliki bentuk lahan yang bervariasi dilihat dari aspek posisi, bentuk dan kemiringan lereng. Dari hasil pengkelasan lereng dengan melihat peta kontur dan dilanjutkan dengan pengukuran serta pengecekan langsung di lapang ternyata lokasi penelitian sebagian besar memiliki kelas lereng agak curam (Tabel 4). Bentuk lereng yang paling banyak dijumpai hampir sebagian besar antara cembung dan cekung. Dari korelasi antara posisi, bentuk dan kemiringan lereng maka dibuat peta spasial bentuk lahan yang dapat dilihat pada Gambar 10. Tabel 4. Persentase Kemiringan Lereng. Simbol
Kemiringan (%)
Nama
Luas (Ha)
Jumlah (%)
A
0-3
Datar
0.9
4.9
B
3-8
Agak landai
0.2
0.9
C
8 - 15
Landai
1.7
9.2
D
15 - 30
Agak curam
6.4
34.4
E
30 - 45
Curam
4.5
24.5
F
>45
Sangat curam
4.8
26.1
18,5
100
Total
Lereng datar sampai lurus umumnya berada pada puncak, punggung dan lembah. Sedangkan lereng agak curam sampai curam berada diantara punggung dan lembah. Lereng yang sangat curam berada pada bagian lekukan yang sangat tajam dan merupakan poros alur menuju lembah. Dengan mengacu pada “Diagram Model Sembilan Permukaan Lahan” menurut Dalrymple et. al. (1968; dalam Darmawan, 1987), didapatkan bahwa masing-masing transek memiliki beberapa segmen lereng. Secara teori keberadaan segmen lereng yang bervariasi dalam suatu transek lereng dapat menyebabkan perbedaan karakteristik tanah yang signifikan pada sepanjang transek tersebut.
4. 3. Sebaran Keragaman Karakteristik Tanah di Lapang Karakteristik tanah yang diamati di lapang dengan boring tanah meliputi horison (susunan dan ketebalan), warna tanah (matriks, karat, bercak dan lainnya), tekstur tanah, dan konsistensi. Lokasi penelitian terdiri dari 3 bukit dan berdasarkan penelitian sebelumnya 2 bukit (Bukit A dan B) memiliki tanah yang sama (Oxic Dystrudepts) dan bukit lainnya (Bukit C) memiliki tanah yang
berbeda (Typic Kandiudox). Penyebaran titik pengamatan bor, titik profil pewakil dan posisi transek dapat dilihat pada Gambar 10. Sementara itu penyebaran sifat dan ciri tanah dapat disajikan pada Gambar Lampiran 11-18.
Transek 1 Tanah pada transek ini (Gambar Lampiran 1) secara toposekuen dari atas ke bawah memiliki susunan horison dan jenis tekstur hampir sama yaitu Ap, Bw dan tekstur liat. Susunan horison transek ini sudah menunjukkan adanya perkembangan, ditunjukkan dengan adanya horison Ap sebagai horison pengolahan dan horison Bw yang merupakan horison dengan tingkat perkembangan lemah (warna dan struktur), dengan sedikit atau tidak adanya akumulasi bahan iluvial. Puncak cembung memiliki keragaman karakteristik tanah kecil, semakin ke bawah semakin beragam karakteristik tanahnya yang ditunjukkan dengan perkembangan warna, kelekatan, plastisitas dan konsisitensi dalam kondisi lembab. Puncak cembung memiliki horison Ap yang tebal, semakin ke bawah yaitu pada lereng atas cembung (kelas C) dan lereng atas cembung (kelas D) semakin tipis. Sebaran warna pada transek ini antara coklat gelap (7,5 YR 3/4), coklat (7,5 YR 4/4) sampai coklat kuat (7,5 YR 4/6) dengan dominasi warna pada setiap boring adalah coklat kuat (7,5 YR 4/6). Bor 1 menunjukkan bahwa horison permukaan berwarna coklat gelap dan lapisan ke bawahnya berwarna sama yaitu coklat tua. Tekstur dan konsistensi (basah) sama yaitu liat, agak lekat dan agak plastis. Sedangkan konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 2 pada lereng atas cembung memiliki warna tanah secara umum adalah coklat sampai coklat kuat dengan hue semua lapisan adalah 7,5 YR, kroma antara 4-6. Tekstur semua lapisan adalah liat dengan konsistensi (basah) agak lekat sampai lekat, agak plastis sampai plastis dan konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Sedangkan titik bor 3 pada lereng atas cembung hampir semua lapisan memiliki warna coklat kuat dengan hue 7,5 YR, value antara 4-5, tekstur yang sama yaitu liat, konsistensi yang hampir sama yaitu agak lekat dan agak plastis (lapisan paling bawah sudah lekat dan plastis), dan konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh.
Gambar 10. Peta Sebaran Bentuk Lahan dan Transek Pengamatan
Transek 2 Tanah pada transek ini (Gambar Lampiran 2) menunjukkan susunan horison yang hampir sama yaitu Ap dan Bw dengan ketebalan yang berbeda-beda. Horison Bw menunjukkan tingkat perkembangan yang lemah (warna dan struktur). Titik bor 4 pada lereng tengah lurus pada kedalaman 39 cm sudah ditemukan horison BC. Transek ini dari lereng atas cembung memiliki keragaman karakteristik tanah yang kecil dan semakin ke bawah memiliki keragaman tinggi yang ditunjukkan pada tekstur, warna dan konsistensinya. Tanah pada bor 1 (lereng atas cembung) dan 2 (lereng atas cekung) memiliki karakteristik yang hampir sama dengan susunan horison Ap, Bw1 dan Bw2. Sedangkan bor 3 dan 4 memiliki karakteristik yang hampir sama dengan susunan horison Ap, Bw1, Bw2, BC dan BC. Masing-masing titik bor memiliki susunan
horison
dengan
kedalaman
yang
berbeda-beda.
Horison
BC
diklasifikasikan menjadi dua dilihat dari warna dan tekstur yang berbeda. Titik bor 1 semua lapisan memiliki hue 7,5 YR dengan value 4-5, kroma 4-6, sehingga susunan warna tanahnya dari atas coklat dan ke bawahnya coklat kuat. Tekstur pada lapisan atas adalah lempung liat berdebu dan lapisan ke bawahnya adalah liat berdebu dengan konsisitensi (basah) semua lapisan agak lekat dan agak plastis serta konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 2 semua lapisan warna tanahnya adalah coklat kuat dengan hue antara 57,5 YR, value 4-5, kroma antara 6-8. Lapisan permukaan bertekstur lempung liat berdebu dan lapisan di bawahnya adalah liat berdebu. Semua lapisan memiliki konsistensi (basah) yang sama yaitu agak lekat dan agak teguh, sedangkan konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 3 (lereng tengah cekung) pada lapisan 1 berwarna coklat kuat 7,5 YR 4/6, lapisan 2 dan 3 berwarna coklat kuat 7,5 YR 5/6, lapisan 4 berwarna coklat kekuningan 10 YR 5/4 dan lapisan 5 berwarna warna light yellowish brown 2,5 Y 6/3. Kedalaman 59 cm bertekstur liat dan konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, sedangkan lapisan di bawahnya bertekstur lempung berpasir dan konsistensinya (basah) tidak lekat dan tidak plastis. Konsistensi (lembab) lapisan 1 dan 2 gembur, lapisan 3 teguh, lapisan 4 dan 5 sudah sangat gembur. Sedangkan titik bor 4, semua lapisan memiliki hue 7,5 YR dengan value antara 4-
5, kroma antara 4-6 sehingga memiliki warna antara coklat sampai coklat kuat. Kedalaman 39 cm memiliki tekstur liat, sedangkan lapisan di bawahnya sudah lempung liat berpasir dan lempung berpasir. Konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis. Konsistensi (lembab) lapisan 1 dan 2 gembur, lapisan 3 teguh dan lapisan 4 dan 5 sudah sangat gembur.
Transek 3 Tanah pada transek ini (Gambar Lampiran 3) memiliki susunan horison yang berbeda-beda. Titik bor 1 pada lereng atas lurus memiliki susunan horison Ap, Bw1, Bw2 dan Bw3. Sedangkan titik bor 2 (lereng tengah cekung) dan 3 (lereng tengah cembung) memiliki susunan horison yang hampir sama yaitu Ap, E, BE dan Bt, pada titik bor 3 terdapat lapisan horison Bt2 dengan perbedaan warna dan konsistensinya. Titik bor 1 dicirikan oleh lapisan 1 yang berwarna coklat gelap, lapisan 2 yang berwarna coklat kuat dan lapisan 3 dan 4 dengan warna merah kekuningan dengan komposisi hue antara 5-7,5 YR, nilai value antara 3-5 dan kroma antara 46. Semua lapisan bertekstur sama yaitu liat. Konsistensi (basah) pada lapisan atas agak lekat dan agak plastis, sedangkan lapisan di bawahnya sudah lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 2 terdapat horison E (pencucian) dan horison BE yang merupakan horison transisi dengan sifat horison B lebih dominan. Semua lapisan memiliki hue 7,5 YR, value 4-5, kroma 6 dengan warna coklat kuat. Tekstur lapisan 1 dan 2 adalah lempung liat berdebu, sedangkan lapisan di bawahnya adalah liat berdebu. Lapisan 1-3 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, lapisan di bawahnya sudah lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 3 dan 2 mempunyai susunan horison yang hampir sama. Warna tanah lapisan 1 dan 2 adalah merah kekuningan dan lapisan di bawahnya adalah kuning kemerahan dengan nilai hue antara 5-7,5 YR, value antara 5-7 dan kroma 8. Tekstur lapisan 1 dan 2 adalah lempung liat berpasir dan lapisan 3-6 memiliki tekstur liat. Lapisan 1 dan 2 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, dalam keadaan lembab gembur, sedangkan lapisan di bawahnya sudah lekat, plastis (basah) dan teguh (lembab).
Transek 4 Tanah pada transek ini (Gambar Lampiran 4) memiliki susunan horison yang hampir sama. Lereng tengah cembung pada titik bor 1 memiliki susunan horison Ap, Bt1 dan Bt2. Titik bor 2 dan 3 memiliki susunan horison Ap, E, Bt1 dan Bt2. Titik bor 1 pada lereng tengah cembung dicirikan oleh lapisan 1 bertekstur lempung liat berdebu, lapisan 2, 3 dan 4 memiliki tekstur liat. Semua lapisan memiliki hue antara 5-7,5 YR, value antara 4-5, kroma 6 dengan warna coklat kuat. Semua lapisan memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, dalam keadaan lembab antara gembur sampai teguh. Titik bor 2 pada lereng tengah cembung dicirikan oleh semua lapisan memiliki hue antara 5-7,5 YR, value 5-6, kroma 6-8. Lapisan 1 dan 2 berwarna coklat kuat, lapisan 3 kuning kemerahan dan lapisan 4 merah kekuningan. Lapisan 1 dan 2 bertekstur lempung liat berdebu, lapisan di bawahnya bertekstur liat berdebu. Lapisan 1, 2 dan 3 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, sedangkan lapisan di bawahnya sudah lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 3 pada lereng tengah cembung, semua lapisan memiliki hue antara 5-7,5 YR, value 5, kroma 6-8 dengan warna coklat kuat pada lapisan 1 dan 2, lapisan di bawahnya merah kekuningan. Tekstur lapisan 1 adalah lempung berdebu, lapisan 2 adalah lempung liat berdebu, sedangkan lapisan yang ada di bawahnya adalah liat berdebu. Lapisan 1, 2. 3 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, lapisan bawahnya sudah lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh.
Transek 5 Tanah pada transek ini (Gambar Lampiran 5) memiliki susunan horison yang berbeda-beda. Titik bor 1 pada lereng atas lurus memiliki susunan horison Ap dan Bw, Titik bor 2 (puncak cembung), 3 (lereng atas cembung), 4 (lereng tengah cembung) memiliki susunan horison Ap, AB, Bw1 dan Bw2, titik bor 5 pada lereng tengah cekung memiliki susunan horison Ap, E, Bt1, Bt2 dan BC. Titik bor 1, 2, 3, 4 memiliki horison Bw yang merupakan horison dengan
perkembangan lemah (warna dan struktur), sedangkan titik bor 5 memiliki horison Bt yang merupakan horison dengan terdapatnya penimbunan liat. Titik bor 1 memiliki warna tanah pada lapisan permukaan coklat gelap 7,5 YR 3/4 dan lapisan di bawahnya coklat kuat 7,5 YR 4/6. Semua lapisan memiliki tekstur, konsistensi (basah) sama yaitu lempung liat berdebu, agak lekat dan agak plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 2 memiliki nilai hue antara 5-7,5 YR dengan susunan warna dari atas ke bawah coklat kuat, coklat gelap, coklat kuat dan merah kekuningan. Horison permukaan memiliki tekstur lempung berdebu dan semua lapisan di bawahnya adalah lempung liat berdebu. Sedangkan konsistensinya (basah) adalah agak lekat, agak plastis dan dalam keadaan lembab antara gembur dan teguh. Titik bor 3 pada lapisan 1 memiliki warna coklat gelap, dan lapisan di bawahnya memiliki warna coklat kuat dengan nilai berbeda-beda. Hue antara 2,55 YR, value antara 4-5 dan nilai kroma antara 6-8. Tekstur dan konsistensi (basah) lapisan 1 dan 2 adalah lempung liat berdebu, agak lekat dan agak plastis, sedangkan lapisan 3 dan 4 adalah liat berdebu, lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) adalah gembur sampai teguh. Titik bor 4 lapisan 1 berwarna coklat kemerahan, lapisan 2 berwarna merah kekuningan dan lapisan di bawahnya berwarna merah dengan nilai value yang berbeda-beda. Hue antara 2,5-5 YR, value antara 4-5 dan kroma antara 6-8. Tekstur lapisan 1 dan 2 adalah lempung liat berdebu, sedangkan lapisan 3, 4 dan 5 adalah liat berdebu. Konsistensi (basah) lapisan 1-3 agak lekat dan agak plastis. Sedangkan lapisan di bawahnya lekat dan plastis. Konsistensi dalam keadaan lembab adalah gembur sampai teguh. Titik bor 5 lapisan 1 berwarna merah kekuningan 5 YR 4/6, lapisan 2-4 berwarna merah kekuningan 5 YR 5/6, lapisan 5 berwarna coklat kekuningan 10 YR 5/8 dan lapisan 6 berwarna kuning kecoklatan 10 YR 6/8. Tekstur lapisan 1 lempung berdebu, lapisan 2 lempung liat berdebu, lapisan 3 dan 4 liat berdebu, lapisan 5 dan 6 lempung liat berdebu. Semua lapisan memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis. Sedangkan konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh.
Transek 6 Tanah pada transek ini (Gambar Lampiran 6) memiliki susunan horison yang berbeda-beda. Titik bor 1 pada lereng atas cembung memiliki susunan horison Ap, Bw1, Bw2 dan Bw 3, titik bor 2 pada lereng atas cekung bersusunan horison Ap, Bw1 dan Bw2, titik bor 3 pada lereng tengah cekung bersusunan horison Ap, E, BE, Bt1 dan Bt2, titik bor 4 pada lereng tengah lurus bersusunan horison Ap, E dan Bt. Masing-masing horison memiliki ketebalan yang berbedabeda. Semua lapisan titik bor 1 memiliki hue 7,5, value 3-4 dan kroma antara 4-6, sehingga tanah lapisan 1 coklat gelap, lapisan 2 coklat dan lapisan 3, 4 coklat kuat. Semua lapisan memiliki tekstur, konsistensi (basah) sama yaitu lempung liat berdebu, agak lekat dan agak plastis. Sedangkan konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 2 lapisan 1 berwarna coklat gelap 7,5 YR 3/4, lapisan 2 coklat 7,5 YR 4/4, lapisan 3 dan 4 coklat kuat 7,5 YR 4/6. Tekstur lapisan 1 dan 2 adalah lempung berdebu sedangkan lapisan 3 dan 4 adalah lempung liat berdebu. Semua lapisan memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis. Sedangkan konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Warna tanah titik bor 3 memiliki hue antara 5-7,5 YR, value 4-5, kroma 46 dengan warna coklat gelap pada lapisan 1, coklat kuat pada lapisan 2 dan 3, merah kekuningan pada lapisan di bawahnya. Tekstur lapisan 1 adalah lempung berdebu, lapisan 2 dan 3 adalah lempung liat berdebu, dan lapisan di bawahnya adalah liat berdebu. Lapisan 1 dan 2 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, lapisan bawahnya sudah lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 4, semua lapisan memiliki hue 7,5 YR dengan nilai value 3-5, kroma 4-6 dengan warna coklat gelap pada lapisan 1 dan lapisan di bawahnya coklat tua. Tekstur lapisan 1 dan 2 adalah lempung liat berdebu, lapisan di bawahnya adalah liat berdebu. Lapisan 1 dan 2 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, lapisan bawahnya sudah lekat dan plastis. Sedangkan konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh.
Transek 7 Tanah pada transek ini (Gambar Lampiran 7) memiliki susunan horison yang berbeda-beda. Titik bor 1 pada lereng atas cembung memiliki susunan
horison Ap, AB, Bw1 dan Bw2, titik bor 2 pada lereng tengah cembung bersusunan horison Ap, E, BE, Bt1, Bt2 dan BC, titik bor 3 pada lereng bawah cekung bersusunan horison Ap, Bw1, Bw2, Bw3 dan Bw4, titik bor 4 pada lereng bawah lurus bersusunan horison Ap, E, BE dan Bt. Setiap lapisan horison memiliki ketebalan berbeda-beda. Lapisan atas titik bor 1 terdapat horison Ap (pengolahan), selain itu terdapat horison AB sebagai horison transisi dengan sifat horison A lebih dominan. Tanah berwarna coklat gelap sampai merah kekuningan dengan hue 5-7,5 YR, value antara 3-4 dan kroma antara 4-6. Lapisan atas bertekstur lempung berdebu dan lapisan di bawahnya bertekstur lempung liat berdebu. Semua lapisan memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis. Sedangkan konsistensi (lembab) antara gembur dan teguh. Titik bor 2 terdapat horison Ap sebagai horison pengolahan, horison E sebagai horison pencucian, horison BE sebagai horison transisi dengan horison B lebih dominan. Horison B merupakan horison Bt dengan peningkatan liat pada tiap-tiap lapisan. Horison ini memiliki ketebalan 60 cm yang dibagi menjadi 2 lapisan Bt1 dan Bt2 dengan kedalaman 60-63 cm dan 63-100 cm. Horison BC merupakan horison transisi dengan sifat horison B lebih dominan dengan ketebalan 100-120 cm. Warna lapisan 1 adalah coklat kemerahan, lapisan 2, 3 adalah merah kekuningan, dan lapisan di bawahnya adalah merah. Sedangkan nilai hue antara 2,5-5 YR, value antara 3-5, kroma 4-8. Tekstur lapisan 1 adalah lempung, lapisan 2, 3 adalah lempung liat berdebu dan lapisan di bawahnya sudah bertekstur liat berdebu. Lapisan 1-4 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, sedangkan lapisan di bawahnya sudah lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Horison permukaan titik bor 3 merupakan horison olahan Ap, horison B berupa horison Bw dengan perkembangan lemah dan ketebalan 102 cm. Lapisan 1 berwarna coklat gelap 7,5 YR 3/3, lapisan 2 coklat kuat 7,5 YR 4/6, lapisan 3 dan 4 berwarna merah kekuningan 5 YR 5/6. Lapisan 4 merupakan lapisan peralihan karena berwarna antara 5 YR 5/6-2,5 YR 4/8, lapisan 5 berwarna merah 2,5 YR 4/8. Semua lapisan bertekstur dan konsistensi (basah) sama yaitu liat, agak lekat dan agak plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur dan teguh. Titik bor 4 terdapat horison Bt dengan peningkatan liat pada tiap-tiap lapisannya dengan
ketebalan 82 cm. Terdapat horison E pencucian dan BE sebagai horison transisi dengan sifat horison B lebih dominan. Semua lapisan memiliki hue 7,5 YR, value 3-5, kroma 4-6 dengan warna antara coklat gelap dan coklat kuat. Tekstur lapisan 1 lempung berdebu, lapisan 2 lempung liat berdebu, lapisan 3 liat berdebu, dan lapisan di bawahnya adalah liat. Lapisan 1-3 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, sedangkan lapisan bawahnya sudah lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh.
Transek 8 Tanah pada transek ini (Gambar Lampiran 8) memiliki susunan horison pada puncak cembung titik bor 1 adalah Ap, E, Bt1 dan Bt2, titik bor 2 pada lereng tengah cembung bersusunan horison Ap, Bt1, Bt2, Bt3 dan BC, titik bor 3 pada lereng bawah cekung bersusunan horison Ap, Bt, BC dan C. Titik bor 3 memiliki kedalaman solum dangkal dan pada kedalaman 25 cm sudah ditemukan bahan induk. Titik bor 1 terdapat horison B sebagai horison Bt, terdapat peningkatan liat pada tiap-tiap lapisannya dan memiliki ketebalan 108 cm, terbagi menjadi 3 lapisan Bt1, Bt2 dan Bt3. Lapisan tersebut memiliki kedalaman masingmasing 22-48 cm, 48-70 cm dan 70-120 cm. Lapisan 1 dan 2 bertekstur lempung berpasir, lapisan 3, 4, 5 bertekstur liat berpasir. Warna tanah memiliki hue antara 5-7,5 YR dengan warna dari permukaan ke bawah coklat gelap, coklat tua dan merah kekuningan (horison Bt). Lapisan 1, 2 dan 3 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, konsistensinya (lembab) gembur, sedangkan lapisan 4, 5 sudah lekat dan plastis serta konsistensi (lembab) teguh. Tititk bor 2 terdapat horison Bt dengan ketebalan 90 cm. Semua lapisan memiliki hue antara 5-10 YR, nilai value 3-6, kroma 4-8 dengan warna coklat gelap pada lapisan 1, lapisan 2-4 merah kekuningan, lapisan 5 kuning kemerahan dan lapisan 6 kuning kecoklatan. Semua lapisan memiliki tekstur liat. Lapisan 1-4 memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, lapisan bawahnya sudah lekat dan plastis. Konsistensi (lembab) antara gembur sampai teguh. Titik bor 3 lapisan 1 berwarna coklat gelap 7,5 YR 3/3, lapisan 2 berwarna 7,5 YR 4/6, lapisan 3 berwarna light olive brown 2,5 Y 5/4 dan lapisan 4 kuning kecoklatan 10 YR 6/8. Lapisan 1-3 bertekstur lempung liat berpasir dan lapisan 4 bertekstur
lempung berpasir. Semua lapisan memiliki konsistensi (basah) agak lekat dan agak plastis, sedangkan konsistensi (lembab) semuanya gembur.
4. 4. Kemungkinan Pengaruh Keragaman Karakteristik Tanah terhadap Klasifikasi Tanah Transek pada penelitian ini diambil secara toposekuen sehingga memiliki bentuk lahan yang beragam dan dapat menyebabkan perbedaan karakteristik tanah. Hal ini dimaksudkan untuk mempelajari hubungan antara bentuk lahan dengan karakteristik tanah dalam penentuan titik boring tanah pada masing-masing transek dengan memperhatikan penyebaran bentuk, posisi dan kemiringan lereng yang terdapat di lapang. Keragaman ini dapat mempengaruhi karakteristik tanah yang nantinya digunakan sebagai kriteria pembeda seri dalam pengklasifikasian tanah pada tingkatan seri. Karakteristik tanah yang digunakan sebagai pembeda seri adalah susunan dan ketebalan horison, warna, tekstur dan konsisitensi tanah. Berdasarkan
Laporan
Akhir
Kajian
Rencana
Induk
dan
Detail
Agrotechnopark (Menristek, 2007) tanah di daerah penelitian terdapat tiga ordo tanah yaitu Ultisols, Inceptisols dan Oxisols. Sedangkan pada tingkat subgroup terdiri dari: 1. Typic Paleudults ; dengan ciri-ciri solum dalam, penimbunan liat nyata pada horison bawah permukaan, kejenuhan basa rendah, rejim kelembaban udik (Latosol coklat kemerahan). 2. Oxic Dystrudepts ; dengan ciri-ciri persen liat merata seluruh solum, kejenuhan basa rendah, rejim kelembaban udik (Latosol merah). 3. Typic Kandiudox ; dengan ciri-ciri sifat oksik/ akumulasi oksida kuat, KTK sangat rendah, rejim kelembaban udik (Latosol merah).
Hasil pengamatan karakteristik tanah melalui pemboran pada tiap-tiap transek digunakan untuk menduga klasifikasi setiap titik pengamatan sampai kategori famili dengan mempertimbangkan data sifat fisik dan kimia hasil analisis laboratorium pada penelitian sebelumnya. Kemungkinan famili tanah pada beberapa titik pemboran yang dijumpai dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kemungkinan Famili dan Segmen Lereng Titik-titik Pemboran Tran-
Bor
Pedon
sek 1
2
3
4
5
6
7
8
Lereng (%)
Segmen
Famili Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
(Kelas) 1
P.5*
3(A)
Interfluve
2
P.5*
14 ( C )
Seepage slope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
3
P.5*
18 ( D )
Convex creep slope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
1
P.5*
3(A)
Interfluve
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
2
P.5*
12 ( C )
Seepage slope
3
P.5*
18 ( D )
Seepage slope
4
P.5*
47 ( F )
Convex creep slope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal
1
P.5*
46 ( F )
Seepage slope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
2
P.7*
29 ( D )
Convex creep slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
3
P.7*
25 ( D )
Convex creep slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
1
P.7*
14 ( C )
Seepage slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
2
P.7*
30 ( E )
Convex creep slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
3
P.8*
25 ( D )
Convex creep slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
1
P.5*
46 ( F )
Seepage slope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
2
P.5*
3(A)
Interfluve
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
3
P.5*
17 ( D )
Seepage slope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
4
P.5*
15 ( C )
Seepage slope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
5
P.8*
18 ( D )
Convex creep slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
1
P.5*
3(A)
Interfluve
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
2
P.5*
16 ( C )
Seepage slope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
3
P.8*
25 ( D )
Convex creep slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
4
P.8*
45 ( F )
Convex creep slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
1
P.2
9(C)
Interfluve
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
2
P.8*
25 ( D )
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
3
P.4*
25 ( D )
Seepage slope Transportational midslope
Oksic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik
4
P.8*
45 ( F )
Colluvial foot slope
Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik
1
P.9*
3(A)
Interfluve
Typic Kandiudox, berliat sangat halus, isohipertermik
2
P.9*
35 ( E )
Seepage slope
3
P.9*
45 ( F )
Convex creep slope
Typic Kandiudox, berliat sangat halus, isohipertermik Typic Kandiudox, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal
Tabel 5 menunjukkan ditemukannya 5 famili tanah yang berbeda pada areal sekitar transek-transek yang dibuat. Pada satu transek juga ditemukan famili tanah yang berbeda-beda. Segmen lereng yang sama dengan berbeda-beda transek memiliki famili tanah juga berbeda. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang konsisten antara segmen lereng dengan famili tanahnya. Kemungkinan
pengaruh dominan perbedaan tersebut adalah dari faktor bahan induk yang bervariasi secara sangat lokal dan sulit didelineasi. Klasifikasi tanah pada tingkat famili didasarkan pada unsur-unsur pembeda famili yaitu berupa kelas besar butir, kelas suhu tanah dan kelas kedalaman tanah. Kelas kedalaman tanah merupakan salah satu karakteristik tanah yang dapat diamati di lapang. Kriteria untuk tanah Oxisols dengan kedalaman sampai lapisan perakaran kurang dari 100 cm termasuk dangkal. Sedangkan semua ordo tanah mineral lainnya termasuk Ultisols dan Inceptisols kurang dari 50 cm termasuk dangkal. Di Indonesia pengklasifikasian tanah sampai tingkat seri dilakukan dengan menggunakan acuan Parameter dan Kriteria Pembeda Seri Tanah yang disarankan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat melalui workshop LREP-II/Part C tahun 1994. Dari 5 famili tanah yang ada, kemungkinan ditemukannya beberapa seri dari satu famili yang sama. Famili Dystrudepts Oxic, berliat sangat halus, isohipertermik terdiri dari 10 seri tanah, perbedaan terdapat pada susunan horison, ketebalan horison A dan B, warna dan tekstur tanahnya. Famili Dystrudepts Oxic, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal terdiri dari 2 seri tanah, perbedaan terdapat pada warna tanah dan kedalaman tanah sampai lapisan penghambat perakaran kurang dari 100 cm (di ukur dari permukaan tanah). Famili Paleudults Typic, berliat sangat halus, isohipertermik terdiri dari 10 seri tanah, dimana perbedaan terdapat pada susunan horison, ketebalan horison A dan B, warna dan tekstur tanahnya. Famili Kandiudox Typic, berliat sangat halus, isohipertermik terdiri dari 2 seri tanah, perbedaan terdapat pada susunan horison, ketebalan horison A dan B, warna dan tekstur tanahnya. Famili Kandiudox Typic, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal termasuk seri tanah tersendiri dengan perbedaan pada kedalaman tanah sampai lapisan penghambat perakaran kurang dari 100 cm (di ukur dari permukaan tanah).
4. 5. Korelasi antara Sebaran Bentuk Lahan dengan Karakteristik dan Klasifikasi Tanah Masing-masing transek terdapat titik-titik boring tanah yang memiliki bentuk, posisi, dan kemiringan lereng yang sama, tetapi menunjukkan karakteristik tanah di lapang berbeda (Gambar 11). Hal ini dapat ditunjukkan pada beberapa titik boring, yaitu diantaranya T1.1 dengan T5.2 yang memiliki perbedaan pada susunan horison, ketebalan horison B dan tekstur. T1.2 dengan T7.1 memiliki perbedaan susunan horison, ketebalan horison A dan B, warna tanah dan tekstur, T1.3 dengan T5.3 memiliki perbedaan susunan horison, ketebalan horison A dan B, warna tanah dan tekstur, T2.1 dengan T6.1 memiliki perbedaan pada warna tanah dan tekstur, T2.2 dengan T6.2 memiliki perbedaan pada warna dan tekstur, T3.1 dengan T5.1 memiliki perbedaan susunan horison, warna, tekstur dan konsistensi, T3.2 dengan T5.5 memiliki perbedaan susunan horison, ketebalan horison B, warna, tekstur dan konsistensi, T3.3 dengan T7.2 memiliki perbedaan susunan horison, ketebalan horison A, warna dan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa pada bentuk lahan yang sama (faktor pembentuk tanah yang relatif homogen kecuali lereng) masih dijumpai perbedaan sejumlah karakteristik tanah yang penting sebagai penciri klasifikasi. Sebaliknya data hasil pengamatan boring dengan jarak rapat pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada bentuk lahan yang memiliki perbedaan posisi, bentuk dan kemiringan dijumpai titik bor dengan karakteristik tanah yang sama (Gambar 12). Contohnya yaitu T1.2 berupa lereng atas cembung 14 % (C) dengan T1.3 berupa lereng atas cembung 18 % (D), T5.1 berupa lereng atas lurus 46 % (F) dengan T6.1 berupa lereng atas cembung 3 % (A) dan T6.2 berupa lereng atas cekung 16 % (C), T2.3 berupa lereng tengah cekung 18 % (D) dengan T2.4 berupa lereng tengah lurus 47 % (F), T5.3 berupa lereng atas cembung 17 % (D) dengan T5.4 berupa lereng tengah cembung 15 % (C).
Gambar 11. Bentuk Lahan Sama, Karakteristik Tanah Berbeda
Gambar 11. Bentuk Lahan Sama, Karakteristik Tanah Berbeda (Lanjutan)
Gambar 12. Bentuk Lahan Berbeda, Karakteristik Tanah Sama
Penelitian ini belum dapat mengungkapkan penyebab dijumpainya bentuk lahan yang sama tapi memiliki karakteristik tanah yang berbeda dan bentuk lahan berbeda tapi karakteristik tanah sama. Namun demikian hal ini menunjukkan perbedaan karakteristik tanah di lapang dapat terjadi pada jarak yang sangat berdekatan dengan keragaman yang tinggi dan intensitas pengamatan rapat pada analisis lahan yang sangat berpengaruh terhadap klasifikasi tanah pada tingkat famili dan seri. Hubungan antara bentuk lahan dengan klasifikasi tanah menunjukkan bahwa bentuk lahan berbeda ditemukan famili tanah yang sama dan ditunjukkan oleh bentuk lahan T1.1, T1.2, T1.3, T3.1, T2.1, T2.2, T5.1, T5.2, T5.3, T5.4, T6.1, T6.2,T7.1 dan T7.3 memiliki famili Oxic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik. T3.2, T3.3, T4.1, T4.2, T4.3, T5.5, T6.3, T6.4, T7.2 dan T7.4 memiliki famili Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik. Bentuk lahan T8.1 dan T8.2 memiliki famili Typic Kandiudox, berliat sangat halus, isohipertermik. Bentuk lahan T2.3 dan T2.4 memiliki famili Oxic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal. Bentuk lahan T8.3 memiliki famili Typic Kandiudox, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal. Hal ini menunjukkan bahwa pada masing-masing famili tanah yang sama ditemukan pada setiap bentuk lahan yang berbeda-beda (Gambar 13). Pengklasifikasian pada tingkat seri menunjukkan keadaan dimana pada bentuk lahan yang sama memiliki seri tanah yang berbeda. Hal ini ditunjukkan pada T1.1 dengan T5.2, T1.3 dengan T5.3, T3.1 dengan T5.1, T3.2 dengan T5.5 dan sebagainya Hal ini menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian memiliki keragaman karakteristik tanah yang tergolong tinggi, sehingga pada pengklasifikasian tanah tingkat seri dengan pembeda seri, rata-rata setiap bentuk lahan ditemukan seri baru tersendiri sehingga ditemukan seri yang sangat beragam dan banyak (25 Seri). Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 6 Kemungkinan Pembeda Seri Titik-titik Pemboran. Keragaman karakteristik tanah di lapang dari lereng atas, lereng tengah sampai lereng bawah secara umum ditunjukkan pada Gambar 14. Dapat dilihat bahwa warna tanah dari lereng atas ke lereng bawah pada lapisan atas (horison Ap) memiliki warna yang relatif sama yaitu coklat gelap, sedangkan pada lapisan bawahnya (horison B) memiliki warna dari coklat kuat, merah kuning dan coklat
kuat. Lapisan tanah atas memiliki warna tanah relatif sama dikarenakan berupa lapisan yang sudah mengalami pengolahan (Ap). Sebaliknya pada lapisan bawah (horison B) lereng atas berwarna coklat kuat menunjukkan adanya bahan organik, lereng tengah berwarna merah kuning yang menunjukkan drainase dan aerasi yang baik, semakin ke bawah berwarna coklat kuat yang menunjukkan adanya deposisi bahan organik dari lereng atas akibat dari adanya proses erosi. Tekstur tanah lapisan atas (horison Ap) pada lereng atas bertekstur lempung berdebu, lereng tengah bertekstur lempung-liat, lereng bawah bertekstur liat berdebulempung liat berpasir. Sedangkan lapisan bawah (horison B) pada lereng atas bertekstur lempung liat berdebu-liat berdebu, lereng tengah bertekstur lempung liat berdebu-liat, lereng bawah bertekstur lempung liat berdebu-lempung liat berpasir. Konsistensi basah (kelekatan) dari lereng atas, lereng tengah ke lereng bawah pada lapisan atas (horison Ap) relatif sama yaitu agak lekat. Sedangkan lapisan bawah (horison B) adalah agak lekat-lekat. Konsistensi (lembab) pada lapisan atas (horison Ap) relatif sama yaitu gembur, sedangkan lapisan bawah (horison B) pada lereng atas dan tengah antara gembur sampai teguh dan lereng bawah sudah menunjukkan antara gembur-teguh. Hal ini menunjukkan bahwa dari lereng atas, lereng tengah ke lereng bawah memiliki karakteristik tanah yang semakin beragam yang ditunjukkan dengan kompleksnya susunan horison, warna (horison B), tekstur, konsistensi (kelekatan) pada horison B dan konsistensi (lembab) pada horison B. Keragaman ini kemungkinan dipengaruhi oleh adanya proses erosi pada lereng atas, lereng tengah dan deposisi pada lereng bawah. Pada lapisan atas terdapat beberapa karakteristik tanah yang relatif sama seperti warna, konsistensi (kelekatan) dan konsistensi (lembab). Hal ini dikarenakan pada lapisan atasnya berupa lapisan yang sudah mengalami proses pengolahan (horison Ap).
Famili Oxic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik Gambar 13. Bentuk Lahan Berbeda, Famili Tanah Sama
Famili Typic Paleudults, berliat sangat halus, isohipertermik Gambar 13. Bentuk Lahan Berbeda, Famili Tanah Sama (Lanjutan)
Famili Oxic Dystrudepts, berliat halus, isohipertermik
Famili Typic Kandiudox, berliat sangat halus, isohipertermik
Gambar 13. Bentuk Lahan Berbeda, Famili Tanah Sama (Lanjutan)
Famili Typic Kandiudox, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal
Famili Oxic Dystrudepts, berliat sangat halus, isohipertermik, dangkal
Gambar 13. Bentuk Lahan Berbeda, Famili Tanah Sama (Lanjutan)
Tabel 6. Kemungkinan Pembeda Seri Titik-titik Pemboran Bor Famili
ke
Pembeda Seri Hor.
(*)
Ketebalan Horison
Warna
(*)
(*)
Kemungkinan
Tekstur
Konsis-
Seri
(cm) T 1. 1
T 1. 2
T 1. 3
Dystrudepts
T 3. 1
tensi
Ap
0 - 28
7,5 YR 3/4
cl
Bw
28 - 120
7,5 YR 4/6
cl
f t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
f
Ap
0 - 20
7,5 YR 4/6
cl
Bw
20 - 120
7,5 YR 4/4-4/6
cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 23
7,5 YR 4/6
cl
f
Bw
23 - 120
7,5 YR 4/6-5/6
cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 15
7,5 YR 3/4
cl
f
Bw
15 - 120
cl
t
Oxic, berliat
C
-
-
-
-
sangat halus,
R
-
-
-
f
isohipertermik T 2. 1
T 2. 2
T 5. 1
T 6. 1
T 6. 2
T 7. 3
Ap
0 - 20
7,5 YR 4/4
si.cl.l
Bw
20 - 120
7,5 YR 4/6-5/6
si.cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
f
Ap
0 - 15
7,5 YR 4/6
si.cl.l
Bw
15 - 120
7,5 YR 5/6-5 YR 5/8
si.cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 12
7,5 YR 3/4
si.cl.l
f
Bw
12 - 120
7,5 YR 4/6
si.cl.l
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 14
7,5 YR 3/4
si.cl.l
f
Bw
14 - 120
7,5 YR 4/4-4/6
si.cl.l
t
C
-
-
-
-
Famili ini
R
-
-
-
-
Kemungkinan
Ap
0 - 15
7,5 YR 3/4
si.l
f
terdiri dari 10 seri,
Bw
15 - 120
7,5 YR 4/4-4/6
si.cl.l
t
yaitu :
C
0
-
-
-
Seri 1: T 1. 1
R
-
-
-
-
Seri 2 : T 1. 2; T 1. 3 Seri 3 : T 3. 1
Ap
0 - 18
7,5 YR 3/3
si.l
f
Bw
18 - 120
7,5 YR 4/6, 5 YR 5/6,
si.cl.l
t
2,5 YR 4/8
Seri 4: T 2. 1 Seri 5 : T 2. 2
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
*). Keterangan : T= Transek; l.s=pasir berlempung; s.l=lempung berpasir; l=lempung; si.l=lempung berdebu; s.cl.l=lempung liat berpasir; l.cl=liat berlempung; si.cl.l=lempung liat berdebu; s.cl=liat berpasir; si.cl= liat berdebu; cl= liat; f= gembur; t= teguh
Seri 6 : T 5. 1; T 6.1; T 6. 2
Tabel 6. Lanjutan Bor Famili
ke
Pembeda Seri Hor.
(*)
Ketebalan Horison
Warna
(*)
(*)
Kemungkinan
Tekstur
Konsis-
Seri
(cm)
T 5. 2
T 5. 3
tensi
Ap
0 - 20
7,5 YR 4/6
si.l
f
Seri 7 : T 7.3
AB
20 - 50
si.cl.l
f
Seri 8 : T 5. 2
Bw
50 - 120
7,5 YR 3/4 7,5 YR 4/6-5 YR 4/6
si.cl.l
t
Seri 9 : T 5. 3; T 5. 4
C
-
-
-
-
Seri 10 : T 7. 1
R
-
-
-
-
Ap
0 - 15
5 YR 4/6
si.cl.l
f
AB
15 - 44
5 YR 5/6
si.cl.l
f
Bw
44 - 120
2,5 YR 4/8
si.cl
t
Dystrudepts
C
-
-
-
-
Oxic, berliat
R
-
-
-
-
sangat halus,
Ap
0 - 16
5 YR 4/4
si.cl.l
f
isohipertermik
AB
16 - 35
5 YR 4/6
si.cl.l
f
Bw
35 - 120
2,5 YR 4/8-5/8
si.cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 15
7,5 YR 3/4
si.l
f f
T 5. 4
T 7. 1
AB
15 - 37
7,5 YR 4/6
si.cl.l
Bw
37 - 120
5 YR 4/6
si.cl.l
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 11
7,5 YR 4/6
cl
f
Bw
11 - 59.
cl
t
BC
59 - 120
7,5 YR 5/6 10 YR 5/4, 2,5 Y 6/3
s.l
t
Famili ini
Dystrudepts
C
-
-
-
-
Kemungkinan
Oxic, berliat
R
-
-
-
-
terdiri dari 2 seri, yaitu :
T 2. 3
sangat halus,
Ap
0 - 17
7,5 YR 4/4
cl
f
isohipertermik,
Bw
17 - 39
7,5 YR 4/6
cl
t
Seri 1: T 2. 3
BC
39 - 120
7,5 YR 5/6
s.cl.l
t
Seri 2 : T 2. 4
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 15
7,5 YR 4/6
si.cl.l
f
dangkal
T 2. 4
T 3. 2 Paleudults
E
15 - 37
7,5 YR 5/6
si.cl.l
t
BE
37 - 65
7,5 YR 5/6
si.cl
t
Bt
65 - 120
7,5 YR 5/6
si.cl
t
Typic, berliat
C
-
-
-
-
sangat halus,
R
-
-
-
-
Famili ini
isohipertermik
Ap
0 - 10
5 YR 5/8
s.cl.l
f
Kemungkinan
E
10 - 44.
5 YR 5/8
s.cl.l
f
terdiri dari 10 seri,
T 3. 3
BE
44 - 60
5 YR 6/8
cl
t
yaitu :
Bt
60 - 120
5 YR 6/8-7/8
cl
t
Seri 1: T 3. 2
C R
-
-
-
-
Seri 2 : T 3. 3 Seri 3 : T 6. 3
*). Keterangan : T= Transek; l.s=pasir berlempung; s.l=lempung berpasir; l=lempung; si.l=lempung berdebu; s.cl.l=lempung liat berpasir; l.cl=liat berlempung; si.cl.l=lempung liat berdebu; s.cl=liat berpasir; si.cl= liat berdebu; cl= liat; f= gembur; t= teguh
Tabel 6. Lanjutan Bor Famili
ke
Pembeda Seri Hor.
(*)
Ketebalan Horison
Warna
(*)
(*)
Kemungkinan
Tekstur
Konsis-
Seri
(cm)
T 6. 3
T 7. 4
T 4. 1
tensi
Ap
0 - 15
5 YR 4/4
si.l
f
Seri 4 : T 7.4
E
15 - 35
5 YR 4/6
si.cl.l
f
Seri 5 : T 4. 1
BE
35 - 70
7,5 YR 4/6-5 YR 4/6
si.cl.l
t
Seri 6: T 4. 2
Bt
70 - 120
5 YR 4/6-5/6
si.cl.l
t
Seri 7 : T 4. 3
C
-
-
-
-
Seri 8 : T 6. 4
R
-
-
-
-
Seri 9 : T 5. 5
Ap
0 - 14
7,5 YR 3/4
si.l
f
Seri 10 : T 7. 2
E
14 - 22
7,5 YR 4/6
si.cl.l
f
BE
22 - 38
7,5 YR 5/6
si.cl
t
Bt
38 - 120
7,5 YR 5/6
cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
Ap
0 - 10
7,5 YR 4/6
si.cl.l
f
Bt
10 - 120
7,5 YR 4/6-5 YR 4/6
cl
t
C
-
-
-
-
Paleudults
R
-
-
-
Typic, berliat
Ap
0 -14
7,5 YR 5/6
si.cl.l
f
sangat halus,
E
14 - 38
7,5 YR 5/6
si.cl.l
t
Bt
38 - 120
7,5 YR 6/8-5 YR 5/8
si.cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 14
7,5 YR 5/6
si.l
f
E
14 - 35
7,5 YR 5/8
si.cl.l
t
Bt
35 - 120
5 YR 5/8
si.cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 -16
7,5 YR 3/4
si.cl.l
f t
isohipertermik
T 4. 2
T 4. 3
T 6. 4
T 5. 5
E
16 - 35
7,5 YR 4/6-5/6
si.cl.l
Bt
35 - 120
7,5 YR 5/6
si.cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 15
5 YR 4/6
si.l
f
E
15 - 28
5 YR 5/6
si.cl.l
f
Bt
28 - 100
5 YR 5/6-10 YR 5/8
si.cl
t
BC
100 - 120
10 YR 6/8
si.cl.l
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
*). Keterangan : T= Transek; l.s=pasir berlempung; s.l=lempung berpasir; l=lempung; si.l=lempung berdebu; s.cl.l=lempung liat berpasir; l.cl=liat berlempung; si.cl.l=lempung liat berdebu; s.cl=liat berpasir; si.cl= liat berdebu; cl= liat; f= gembur; t= teguh
Tabel 6. Lanjutan Bor Famili
ke
Pembeda Seri Hor.
(*)
Ketebalan Horison
Warna
(*)
(*)
Kemungkinan
Tekstur
Konsis-
Seri
(cm)
tensi
Ap
0 - 15
5 YR 3/4
l
f
E
15 - 30
si.cl.l
f
BE
30 - 40
5 YR 4/6 5 YR 4/6-2.5 YR 4/6
si.cl.l
t
Typic, berliat
Bt
40 - 100
2.5 YR 4/8
si.cl
t
sangat halus,
BC
100 - 120
2.5 YR 4/8
si.cl
t
isohipertermik
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Ap
0 - 12
7,5 YR 3/4
s.l
f
E
12 - 22.
7,5 YR 4/6
s.l
f
Famili ini
Bt
22 - 120
5 YR 4/6
s.cl
t
Kemungkinan
Paleudults
T 7. 2
T 8. 1 Kandiudox
C
-
-
-
-
terdiri dari 2 seri,
Typic, berliat
R
-
-
-
-
yaitu :
sangat halus,
Ap
0 - 10
7,5 YR 3/4
cl
f
Seri 1 : T 8. 1 Seri 2 : T 8. 2
isohipertermik T 8. 2
Bt
10 - 100
5 YR 4/6-6/6
cl
t
BC
100 - 120
5 YR 6/8
cl
t
C
-
-
-
-
R
-
-
-
-
Kandiudox
Ap
0 - 10
7,5 YR 3/3
s.cl.l
f
Typic, berliat
Bt
10 - 20.
7,5 YR 4/6
s.cl.l
f
Famili ini
BC
20 - 25
2,5 Y 5/4
s.cl.l
t
Termasuk seri
isohipertermik,
C
25 - 120
10 YR 6/8
s.l
t
tersendiri
dangkal
R
-
-
-
-
sangat halus,
T 8. 3
*). Keterangan : T= Transek; l.s=pasir berlempung; s.l=lempung berpasir; l=lempung; si.l=lempung berdebu; s.cl.l=lempung liat berpasir; l.cl=liat berlempung; si.cl.l=lempung liat berdebu; s.cl=liat berpasir; si.cl= liat berdebu; cl= liat; f= gembur; t= teguh
Lereng atas Lereng tengah Coklat gelap si.l
Ap
Coklat kuat si.cl.l
AB
Merah kuning si.cl
Bt
Keterangan : Tekstur g : Kerikil s : Pasir l : Lempung si : Debu cl : Liat s.l : Lempung berpasir cl.l : Lempung berliat s.cl.l : Lempung liat berpasir si.cl.l: Lempung liat berdebu s.cl : Liat berpasir si.cl : Liat berdebu
Lereng bawah
0 – 15cm ss/f 15 – 37cm ss/f
Coklat gelap 37 – 120cm l - cl ss-s/f-t Merah kuning si.cl.l
Ap E
Merah kuningmerah si.cl.l
BE
Coklat kuat si.cl - cl
Bt
Konsistensi (basah): so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : Lekat vs : Sangat lekat Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
0 – 10cm ss/f 10 – 25cm ss/f
Coklat gelap si.cl – s.cl.l
Ap
0 – 18cm ss/f
25 – 35cm Coklat kuat ss/f si.cl.l
E
18 – 26cm ss/f
35 – 120cm Coklat kuat ss-s/f-t si.cl
BE
26 – 42cm ss/f
Coklat kuat cl - s.cl.l
Bt
42 – 120cm ss - s/t
Gambar 14. Keragaman Karakteristik Tanah dari Lereng Atas-Lereng Bawah
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan Secara spasial lokasi penelitian terbentuk dari faktor-faktor pembentuk tanah yang relatif homogen kecuali topografi yang memiliki heterogenitas yang tinggi dalam hal bentuk, posisi dan kemiringan lerengnya. Bahan induk berupa bahan piroklastik yang tak terpisahkan bersusunan andesit, curah hujan rata-rata tahunan 3502 mm/tahun dan suhu rata-rata tahunan 21 oC. Vegetasi saat ini adalah tanaman budidaya sedangkan sebelumnya daerah penelitian merupakan hutan hujan tropis. Karakteristik tanah di lapang menunjukkan bahwa pada jarak pengamatan yang rapat terdapat variasi yang sangat tinggi yaitu ditunjukkan oleh keragaman susunan dan kedalaman horison A dan B, warna, tekstur dan konsistensi tanah. Hal ini dapat berpengaruh pada pengklasifikasian tanahnya pada tingkat famili dan seri. Faktor topografi dari lereng atas (cembung) ke lereng tengah (lurus) sampai lereng bawah (cekung) mempunyai kecenderungan susunan horison semakin kompleks. Hal ini disebabkan oleh dominasi proses erosi pada lereng atas dan deposisi pada lereng bawah.
5. 2. Saran Berdasarkan temuan penelitian ini, sebaiknya delineasi SPT tidak sematamata didasarkan pada delineasi bentuk lahan walaupun faktor pembentuk tanah relatif homogen kecuali topografi, terlebih bila pemetaan dilakukan pada tingkat detil dengan klasifikasi tanah yang dilakukan sampai famili dan seri. Pengklasifikasian tanah hingga seri pada daerah seperti Koleberes ini perlu dipertimbangkan lagi karena dalam luasan relatif sempit (18,5 ha) bisa dijumpai 25 seri.
DAFTAR PUSTAKA
Alghan, S. 1980. Hubungan Satuan Lereng dengan Satuan Peta Tanah Kategori Kelompok di Wilayah Cigudeg, Jawa Barat. Masalah Khusus. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Barus, B., K. Gandasasmita, U. S. Wiradisastra, dan M. A. Raimadoya. 1995. Penuntun Praktikum Kartografi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Birkeland, P. W. 1974. Pedology, Weathering, and Geomorphological Research. Oxford University Press, New York, London. Budiawati, Y. 2004. Penelaahan Sifat Morfologi dan Famili Tanah Berdasarkan Sebaran Bentuk Lahan di Kecamatan Darmaga dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Buol, S. W., F. D. Hole, and R. J. McCracken. 1980. Soil Genesis and Classification. Lowa State Univ. Press, Ames. Darmawan. 1987. Penelaahan Hubungan Antara Satuan Bentuk Permukaan Lahan dan Satuan Tanah, Sebagai Studi Kasus dalam Survai dan Pemetaan Tanah Semi Detil Pada Lahan Perkebunan Kelapa Hibrida di Daerah Pakuwon, Parungkuda, Sukabumi. Masalah Khusus. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Desaunettes, J. R. 1977. Catalogue of Landform for Indonesia. Example of Physiographic
Approach
to
Land
Evaluation
for
Agricultural
Development. Prepared for The Land Capability Appraisal Project at The Soil Research Inst., Bogor-Indonesia. Djaenudin, D. 1979. Peranan Faktor Lereng dalam Evaluasi Lahan di Daerah Perbukitan sebagai Studi Kasus di DAS Citarum Atas antara CimahiBatujajar. Tesis. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hardjowigeno, S. 1985. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Helmiyati. 1998. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Pada Sepanjang Transek Lereng di Kebun Percobaan IPB Darmaga. Skripsi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jenny, H. 1941. Factors of Soil Formation. Mc. Graw-Hill Book Co; New york. PT.
Sumaplan
Adicipta
Persada
dan
Kedeputian
Bidang
Pengembangan
SIPTEKNAS, Kementrian Negara Riset dan Teknologi. 2007. Laporan Akhir Kajian Rencana Induk dan Detail Desain AGROTECHNOPARK Koleberes, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Rachim, D. A. 2001. Mengenal Taksonomi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rachim, D. A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ritung, S. 1979. Penggunaan Foto Udara dalam Pemetaan Tanah di Wilayah Megamendung, Jawa Barat. Masalah Khusus. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soil Survey Staff. 1975. Soil Taxonomy. A Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil Survey. Soil conserv, service, USDA Hanb. U. S. Gov. Printing Office, Washington D. C. Soil Survey Staff. 1994. Keys to Soil Taxonomy. Sixth Edition. US. Govt. Dept Agric, Washington, D. C. Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia. 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy. A Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil Survey, 2nd Ed. Natural Res. Conserv, Service, USDA Handb. 436, U.S. Govt. printing office, Washington.
Staff Pusat Penelitian Tanah. 1990. Pedoman Pengamatan Tanah di Lapang. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Stewart, B. A. 1985. Advances in Soil Science, Volume 1. Springer-Verlag. New York Berlin Heidelberg Tokyo. Strahler, A. H., and A. N. Strahler. 1992. Modern Physical Geography (Fourth Edition). John Wiley&Sons, Inc. Canada. Sukarman. 1979. Penggunaan Potret Udara dalam Pemetaan Tanah di Wilayah Cipayung, Jawa Barat. Masalah Khusus. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suwardi dan H. Wiranegara. 2000. Penuntun Praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tamrin, H. U. 1991. Pemetaan Unit Lahan Sistem Desaunettes di Sebagian DAS Cimandiri, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tayudi. 2004. Analisis Keragaman Pembeda Seri Tanah Melalui Data Pemboran dari Beberapa Transek Lereng di Kampus IPB Darmaga. Skripsi. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Thornbury, W. D. 1969. Principles of Geomorphology 2nd ed. Department of Geology. Indiana University. United States of America. Wiradisastra, U. S., B. Tjahjono, K. Gandasasmita, B. Barus, dan Khursatul Munibah. 1999. Geomorfologi dan Analisis Lansekap. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wiradisastra, U. S., B. Tjahjono, K. Gandasasmita, B. Barus, dan Khursatul Munibah. 2002. Geomorfologi dan Analisis Lansekap. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wiradisastra, U. S., dan Barus. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Gambar Lampiran 1. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 1
37 m
31 m T1. 1
Ketinggian (m)
31 m
T1. 2 Puncak Cembung Interfluve 3 % (A)
Keterangan : Tekstur Kelekatan (basah): g : Kerikil so : Tidak lekat s : Pasir ss : Agak lekat l : Lempung s : Lekat si : Debu vs : Sangat lekat cl : Liat Plastisitas (basah) s.l : Lempung po : Tidak plastis berpasir ps : Agak plastis cl.l : Lempung p : Plastis berliat vp : Sangat plastis s.cl.l : Lempung Konsistensi (lembab) liat berpasir l : Lepas si.cl.l: Lempung liat vf : Sangat berdebu gembur s.cl : Liat berpasir f : Gembur si.cl : Liat berdebu t : Teguh vt : Sangat teguh
Lereng Atas Cembung Seepage slope 14 % (C)
T1. 1 7,5 YR 3/4 cl 7,5 YR 4/6 cl
7,5 YR 4/6 cl
Ap
Bw1
Bw2
T1. 2 0 – 28 7,5 YR 4/6 cm cl ss/ps/f 7,5 YR 4/4 28 – 55 cl cm ss/ps/f 7,5 YR 4/6 55 – 120 cl cm 7,5 YR ss/ps/t 4/6 cl
Ap Bw1
Bw2
Bw3
0 – 20 cm ss/ps/f 20 – 42 cm ss/ps/f 42 – 88 cm ss/ps/t
T1. 3 Lereng Atas Cembung 18 % (D) Convex creep slope T1. 3 7,5 YR 4/6 cl
Ap
0 – 23 cm ss/ps/f
7,5 YR 5/6 cl
Bw1
23 – 45 cm ss/ps/f
7,5 YR 4/6 cl
Bw2
45 – 70 cm ss/ps/f
7,5 YR 4/6 cl
Bw3
70 – 94 cm ss/ps/t
88 – 120 cm 7,5 YR 4/6 cl s/p/t
Bw4
94 –120 cm s/p/t
Gambar Lampiran 2. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 2 12 m Ketinggian (m)
37 m
17 m
17 m
T2. 1 T2. 2 Lereng Atas Cembung 3 % (A)
Interfluve Keterangan : Kelekatan (basah): so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : Lekat vs : Sangat lekat Plastisitas (basah) po : Tidak plastis ps : Agak plastis p : Plastis vp : Sangat plastis Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur
f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
7,5 YR 4/4 si.cl.l 7,5 YR 4/6 si.cl
T2. 3
Lereng Atas Cekung 12 % (C)
Lereng Tengah Cekung 18 % (D) Seepage slope
Seepage slope T2. 1 Ap
Bw1
0–20 7,5 YR cm 4/6 ss/ps/f si.cl.l 20–50 cm ss/ps/f
7,5 YR 5/6 si.cl
T2. 2 Ap Bw1
Bw2
5 YR 50–120 5/8 si.cl cm ss/ps/t
Bw2
Convex creep slope T2. 4
T2. 3
0 – 15 cm ss/ps/f
7,5 YR 4/6 cl
Ap
15 – 37 cm ss/ps/t
7,5 YR 5/6 cl
Bw1
7,5 YR 5/6 cl 7,5 YR 5/6 si.cl
Lereng Tengah Lurus 47 % (F) T2. 4
37 – 120 10 YR cm 5/4 s.l ss/ps/t 2,5 Y 6/3 s.l
Bw2
BC
0–11cm 7,5 YR 4/4 cl ss/ps/f 7,5 YR 11–41cm 4/6 cl ss/ps/f 7,5 YR 4/6 cl 41–59cm ss/ps/t 7,5 YR 5/6 s.cl.l 59–84cm ss/ps/t
BC
84–120 cm ss/ps/t
7,5 YR 5/6 s.l
Ap
0–17cm ss/ps/f
Bw1
17–28cm ss/ps/f
Bw2 BC
28–39cm ss/ps/t 39–58cm ss/ps/t
BC
58–120 cm ss/ps/t
Tekstur g : Kerikil s : Pasir l : Lempung si : Debu cl : Liat s.l : Lempung berpasir cl.l : Lempung berliat s.cl.l: Lempung liat berpasir si.cl.l: Lempung liat berdebu s.cl : Liat berpasir si.cl : Liat berdebu
Gambar Lampiran 3. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 3 57 m
53 m
Ketinggian (m)
51 m
T3. 1
7,5 YR Keterangan : Kelekatan (basah): 3/4 so : Tidak lekat cl ss : Agak lekat 7,5 YR s : Lekat vs : Sangat lekat 5/6 Plastisitas (basah) cl po : Tidak plastis 5 YR ps : Agak plastis p : Plastis 5/6 vp : Sangat plastis cl Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur 5 YR f : Gembur 4/6 t : Teguh cl vt : Sangat teguh
Lereng Tengah Cekung 29 % (D)
Convex creep slope T3. 2 T3. 1 0 – 15 5 YR 0 – 15 cm 7,5 YR cm 4/6 Ap Ap 5/8 ss/ps/f ss/ps/f si.cl.l s.cl.l 15 – 30 cm 7,5 YR 15 – 37 Bw1 E 5 YR s/p/f cm 5/6 5/8 ss/ps/t 30 – 58 cm si.cl.l s.cl.l 37 – 65 5 YR Bw2 7,5 YR s/p/t BE cm 5/6 6/8 ss/ps/t si.cl cl Bw3
58 – 120 cm s/p/t
Lereng Tengah Cembung 25 % (D) T3. 3
T3. 2
Lereng Atas Lurus 46 % (F) Seepage slope
7,5 YR 5/6 si.cl
Bt
5 YR 65 – 120 6/8 cl cm s/p/t 5 YR 7/8 cl
Convex Creep Slope T3. 3 Ap E BE
Bt1
Bt2
0 – 10 cm ss/ps/f 10 – 44 cm ss/ps/f 44 – 60 cm s/p/t 60 – 105 cm s/p/t 105 – 120 cm s/p/t
Tekstur g : Kerikil s : Pasir l : Lempung si : Debu cl : Liat s.l : Lempung berpasir cl.l : Lempung berliat s.cl.l : Lempung liat berpasir si.cl.l : Lempung liat berdebu s.cl : Liat berpasir si.cl : Liat berdebu
Gambar Lampiran 4. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 4 39 m
37 m
43 m
Ketinggian (m) T4. 1 Lereng Tengah Cembung 14 % (C)
Keterangan : Kelekatan (basah): so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : Lekat vs : Sangat lekat Plastisitas (basah) po : Tidak plastis ps : Agak plastis p : Plastis vp : Sangat plastis Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur
f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
Seepage slope
Lereng Tengah Cembung 30 % (E) Convex creep slope
T4. 1
T4. 2
7,5 YR 4/6 si.cl.l 7,5 YR 4/6 cl
5 YR 4/6 cl
Ap Bt1
Bt2
0 – 10 cm ss/ps/f
7,5 YR 5/6 si.cl.l
10 – 24 cm ss/ps/t 7,5 YR 5/6 si.cl.l
24 – 120 cm ss/ps/t
Lereng Tengah Cembung 25 % (D) T4. 3
T4. 2
7,5 YR 6/8 si.cl
5 YR 5/8 si.cl
Ap E
Bt1
Bt2
Convex creep slope T4. 3
0 – 14 cm ss/ps/f
7,5 YR 5/6 si.l
70 – 120 cm s/p/t
0 – 14 cm ss/ps/f
E
14 – 35 cm ss/ps/t
5 YR 5/8 si.cl
Bt1
35 – 64 cm ss/ps/t
5 YR 5/8 si.cl
Bt2
64 – 120 cm s/p/t
14 – 38 cm 7,5 YR 5/8 ss/ps/t si.cl.l
38 – 70 cm ss/ps/t
Ap
Tekstur g : Kerikil s : Pasir l : Lempung si : Debu cl : Liat s.l : Lempung berpasir cl.l : Lempung berliat s.cl.l : Lempung liat berpasir si.cl.l: Lempung liat berdebu s.cl : Liat berpasir si.cl : Liat berdebu
Gambar Lampiran 5. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 5 60 m
22 m T5. 1
Ketinggian (m)
T5. 2 T5. 3
Lereng Atas Lurus 46 % (F)
Puncak Cembung
7,5 YR 4/6 si.cl.l
Interfluve
T5. 1 Ap
Bw
7,5 YR 3/4 si.cl.l 12–120 7,5 YR cm 4/6 ss/ps/t si.cl.l 5 YR 4/6 si.cl.l
Ap AB
Bw1
Bw2
T5. 3 0–20m ss/ps/f 20–50 cm ss/ps/f
5 YR 4/6 si.cl.l 5 YR 5/6 si.cl.l
50–70 2,5 YR cm 4/8 ss/ps/f si.cl 70–120 2,5 YR cm 4/8 ss/ps/t si.cl
Ap AB
Bw1
Bw2
Lereng Tengah Cekung T5. 5
15 % (C) Seepage slope
Seepage slope
T5. 2 0–12 7,5 YR 4/6 cm ss/ps/f si.l
Lereng Tengah Cembung T5. 4
Lereng Atas Cembung 17 % (D)
3 % (A)
Seepage slope
7,5 YR 3/4 si.cl.l
42 m
40 m
31 m
5 YR 4/4 si.cl.l 5 YR 4/6 15–44 si.cl.l cm 2,5 YR ss/ps/f 4/8 44–85 si.cl cm s/p/f 2,5 YR 85–120 5/8 si.cl cm 0–15 cm ss/ps/f
s/p/t
18 % (D) Convex creep slope T5. 4 Ap AB Bw1
Bw2
0–16 cm ss/ps/f 16–35 cm ss/ps/f 35–58 cm ss/ps/t
T5. 5 5 YR 4/6 si.l 5 YR 5/6 si.cl.l 5 YR 5/6 si.cl
10 YR 5/8 58–120 si.cl.l cm 10 YR s/p/t 6/8 si.cl.l
Ap E
Bt1
Bt2 BC
0–15 cm ss/ps/f 15–28 cm ss/ps/f 28–75 cm ss/ps/t 75–100 cm ss/ps/t 100–120 cm ss/ps/t
Gambar Lampiran 6. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 6 16 m Ketinggian (m) T6. 1
18 m
56 m
59 m
T6. 2 T6. 3
Lereng Atas Cembung 3 % (A)
Lereng Atas Cekung 16 % (C)
Interfluve Seepage slope Keterangan : Kelekatan (basah): so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : Lekat vs : Sangat lekat Plastisitas (basah) po : Tidak plastis ps : Agak plastis p : Plastis vp : Sangat plastis Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
7,5 YR 3/4 si.cl.l
T6. 1 Ap
7,5 YR 4/4 si.cl.l
Bw1
7,5 YR 4/6 si.cl.l
Bw2
7,5 YR 4/6 si.cl.l
Bw3
Lereng Tengah Cekung 25 % (D)
T6. 4 Lereng Tengah Lurus 45 % (F) Convex creep slope
Convex creep slope
0–14 7,5 YR 3/4 cm si.l ss/ps/f 14–44 7,5 YR cm 4/4 ss/ps/f si.l 44–74 cm ss/ps/f 7,5 YR 4/6 74–120 si.cl.l cm ss/ps/t
T6. 2 Ap
Bw1
Bw2
T6. 3 0–15cm ss/ps/f
5 YR 4/4 si.l
5 YR 15–50cm 4/6 si.cl.l ss/ps/f 7,5YR4/65YR4/6 si.cl.l 50–120 cm ss/ps/t
5 YR 4/6 si.cl.l 5 YR 5/6 si.cl.l
Ap E
BE
Bt1
Bt2
0–15cm 7,5 YR 3/4 ss/ps/f si.cl.l 15–35 7,5 YR cm ss/ps/f 4/6-5/6 si.cl.l 35–70 cm s/p/t 7,5 YR 70–105 5/6 si.cl cm s/p/t 105–120 cm s/p/t
T6. 4 Ap
0–16cm ss/ps/f
E
16–35cm ss/ps/t
Bt
35–120 cm s/p/t
Tekstur g : Kerikil s : Pasir l : Lempung si : Debu cl : Liat s.l : Lempung berpasir cl.l : Lempung berliat s.cl.l : Lempung liat berpasir si.cl.l: Lempung liat berdebu s.cl : Liat berpasir si.cl : Liat berdebu
Gambar Lampiran 7. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 7 33 m
35 m
75 m
40 m
T7. 1
Ketinggian (m)
T7. 2 T7. 3 Lereng Atas Cembung 9 % (C)
Lereng Tengah Cembung 25 % (D)
Interfluve Keterangan : Kelekatan (basah): so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : Lekat vs : Sangat lekat Plastisitas (basah) po : Tidak plastis ps : Agak plastis p : Plastis vp : Sangat plastis Konsistensi (lembab) l : Lepas vf : Sangat gembur f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
Seepage slope
T7. 1 7,5 YR 3/4 si.l 7,5 YR 4/6 si.cl.l
5 YR 4/6 si.cl.l
5 YR 4/6 si.cl.l
Ap AB
Bw1
Bw2
T7. 2 0–15cm ss/ps/f
5 YR 3/4 l
5 YR 15–37cm 4/6 si.cl.l ss/ps/f 5 YR4/6-2,5 YR4/6 si.cl.l 37–94 cm ss/ps/f
94–120 cm ss/ps/t
2,5 YR 4/8 si.cl 2,5 YR 4/8 si.cl 2,5 YR 4/8 si.cl
Ap E BE Bt1
Bt2
BC
0–15cm 7,5 YR ss/ps/f 3/3 cl 15–30cm ss/ps/f 30–40cm ss/ps/t
7,5 YR 4/6 cl
5 YR 40–63cm 5/6 cl ss/ps/t 5 YR5/663–100 2,5YR4/8 cl cm s/p/t 2,5 YR 100–120 4/8 cl cm s/p/t
Lereng Bawah Cekung 25 % (D)
Lereng Bawah Lurus 45 % (F)
Transportational midslope
Colluvial foot slope
T7. 3 Ap
Bw1
Bw2 Bw3
Bw4
T7. 4
7,5 YR 0–18cm 3/4 si.l ss/ps/f 7,5 YR 18–45cm 4/6 si.cl.l ss/ps/f 7,5 YR 5/6 45–68cm si.cl ss/ps/f 68–80 cm 7,5 YR ss/ps/t 5/6 cl 80–120 cm ss/ps/t
T7. 4 Ap E BE
Bt
0–14cm Tekstur g : Kerikil ss/ps/f s : Pasir 14–22cm ss/ps/f 22–38cm ss/ps/t
38–120 cm s/p/t
l si cl s.l
: Lempung : Debu : Liat : Lempung berpasir cl.l : Lempung berliat s.cl.l : Lempung liat berpasir si.cl.l: Lempung liat berdebu s.cl : Liat berpasir si.cl : Liat berdebu
Gambar Lampiran 8. Penyebaran Karakteristik Tanah Transek 8 38 m
23 m Ketinggian (m)
20 m
T8. 1 T8. 2 Puncak Cembung 3 % (A) Interfluve
Lereng tengah cembung 35 % (E) Seepage slope
T8. 3 Lereng Bawah Cekung 45 % (F) Convex creep slope
Keterangan : Kelekatan (basah): so : Tidak lekat ss : Agak lekat s : Lekat vs : Sangat lekat Plastisitas (basah) po :Tidak plastis ps :Agak plastis p : Plastis vp : Sangat plastis Konsistensi (lembab) l : Lepas vf :Sangat gembur f : Gembur t : Teguh vt : Sangat teguh
7,5 YR 3/4 s.l 7,5 YR 4/6 s.l 5 YR 4/6 s.cl
5 YR 4/6 s.cl
T8. 1
T8. 2
E
0 – 12 cm ss/ps/f 12 – 22 cm ss/ps/f
Bt1
22 – 48 cm ss/ps/f
Ap
Bt2
48 – 120 cm s/p/t
T8. 3
7,5 YR 3/4 cl
Ap
0 – 10 cm ss/ps/f
5 YR 4/6 cl
Bt1
10 – 20 cm ss/ps/t
5 YR 5/6 cl
Bt2
20 – 60 cm ss/ps/t
Bt3
60 – 100 cm 10 YR 6/8 s/p/t s.l
BC
100 – 120 cm ss/ps/t
5 YR 6/6 cl 5 YR 6/8 cl
7,5 YR 3/3 s.cl.l 7,5 YR 4/6 s.cl.l 2,5 Y 5/4 s.cl.l
Ap Bt BC
C
Tekstur g : Kerikil s : Pasir l : Lempung 10 – 20 cm si : Debu cl : Liat ss/ps/f s.l : Lempung berpasir 20 – 25 cm cl.l : Lempung ss/ps/t berliat s.cl.l : Lempung liat berpasir si.cl.l : Lempung liat berdebu 25 – 120 s.cl : Liat berpasir cm si.cl : Liat berdebu ss/ps/t
0 – 10 cm ss/ps/f
Tabel Lampiran 1 . Deskripsi Profil Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah
: Profil 1 (P.1) : Berbukit : Puncak, datar (2 %) : Batuan volkan andesit-basaltik : Semak belukar : Typic Peleudults
Deskripsi profil: Kedalaman Simbol (cm) horison 0 – 10 Ap
10 – 18
E
18 – 46
Bt1
46 – 65
Bt2
65 – 102
Bt3
>120
BC
Uraian Coklat gelap (7,5 YR 3/3); tekstur lempung liat berdebu; gumpal bersudut, sedang, sedang; konsistensi lembab gembur; akar halus banyak, sedang sedang, kasar sedikit; batas jelas, rata. Coklat kuat (7,5 YR 4/6); tekstur lempung liat berdebu; gumpal bersudut, sedang, sedang; konsistensi lembab gembur; akar halus banyak, sedang banyak, kasar sedikit; batas berangsur, rata. Merah (2,5 YR 5/8); tekstur liat; gumpal bersudut, sedang-kasar, sedang; konsistensi lembab teguh; akar halus sedang,sedang sedang; batas baur, rata. Merah (2,5 YR 5/8); tekstur liat; gumpal bersudut, kasar, sedang; konsistensi lembab teguh; akar halus sedikit, sedang sedikit; batas baur, rata. Merah (2,5 YR 5/8); tekstur liat; gumpal bersudut, kasar, kuat; konsistensi lembab teguh; akar sedang sedikit; batas baur, rata. Merah (2,5 YR 5/8); tekstur liat; gumpal bersudut, kasar, kuat; konsistensi lembab teguh.
Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah
: Profil 2 (P.2) : Berbukit : Puncak, datar (2 %) : Batuan volkan andesit-basaltik : Belum ditanami (sudah diolah) : Oxic Dystrudepts
Deskripsi profil Kedalaman Simbol (cm) horison 0 – 10 Ap
10 – 36
Bw1
36 – 78
Bw2
78 – 150
Bw3
Uraian Coklat gelap (7,5 YR 3/4); tekstur lempung liat berdebu; gumpal bersudut, halus-sedang, lemah; konsistensi lembab gembur; akar halus banyak, sedang banyak, kasar sedikit; batas jelas, berombak. Coklat kuat (7,5 YR 4/6); tekstur lempung liat berdebu; gumpal bersudut, halus-sedang, sedang; konsistensi lembab gembur; akar halus banyak, sedang banyak, kasar sedikit; batas berangsur, berombak. Coklat kuat (5YR 5/6); tekstur lempung liat berdebu; gumpal bersudut, sedang, sedang; konsistensi lembab teguh; akar halus sedang,sedang sedang; batas baur, berombak. Coklat kuat (5 YR 4/6); tekstur lempung liat berdebu; gumpal bersudut, sedang-kasar, sedang; konsistensi lembab teguh; akar sedang sedikit.
Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah
: Profil 3 (P.3) : Berbukit : Puncak, datar (2%) : Batuan volkan andesit-basaltik : Kebun kina : Typic Kandiudox
Deskripsi profil Kedalaman Simbol (cm) horison 0 – 10 Ap
10 – 45
Bt1
45 – 74
Bt2
74 – 115
Bt3
>115
BC
Uraian Coklat gelap (7,5 YR 3/4); tekstur lempung berdebu; gumpal bersudut, halus, sedang; konsistensi lembab gembur; akar halus banyak, sedang banyak, kasar sedikit; batas jelas, tidak teratur Coklat kuat (7,5 YR 4/6-5/6); tekstur lempung liat berdebu; gumpal bersudut, halus, sedang; konsistensi lembab gembur; akar halus banyak, sedang banyak, kasar sedikit; batas berangsur, berombak Coklat kuat (7,5 YR 5/6); tekstur lempung liat berdebu; gumpal bersudut, sedang, sedang; konsistensi lembab teguh; akar halus sedikit, sedang sedikit; batas baur, berombak. Coklat kuat (7,5 YR 4/6); tekstur liat; gumpal bersudut, sedang, sedang; konsistensi lembab teguh; akar sedang sedikit; batas baur, berombak. Coklat kuat (7,5 YR 5/6); tekstur liat; gumpal bersudut, sedang, sedang; konsistensi lembab teguh.
Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah
: Profil 4* (P.4*) : Berbukit : Lereng tengah, agak curam (25%) : Batuan volkan andesit-basaltik : Kebun kina : Oxic Dystrudepts
Deskripsi profil Kedalaman Simbol (cm) horison 0 – 15/18 Ap
Uraian
Coklat kemerahan (5 YR 4/4); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar halus banyak, kasar sedikit; batas jelas, rata 15/18 – 60 Bw1 Merah kekuningan (5 YR 4/6); tekstur liat; gumpal bersudut, halus-sedang, lemah-kuat; konsistensi agak lekat hingga lekat, agak plastis hingga plastis, agak teguh; akar halus, kasar sedikit; batas berangsur, rata 60 – 90 Bw2 Merah kekuningan hingga merah (5 YR 4/6-2.5 YR 4/6); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, sedang; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas baur, rata. 90 – 140 Bw3 Merah kekuningan (5 YR 5/8); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas baur, rata. >140 Bw4 Merah kekuningan (5 YR 5/6); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit. *) Keterangan : Profil Laporan Akhir Kajian Induk dan Detail Desain Agrotechnopark Koleberes (Menristek, 2007)
Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah Deskripsi profil Kedalaman (cm) 0 – 10/12
: Profil 5* (P.5*) : Berbukit : Lereng atas, landai (8 %) : Batuan volkan andesit-basaltik : Semak belukar : Oxic Dystrudepts
Simbol horison Ap
Uraian
Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4 - 7.5 YR 3/4); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar halus sedang, kasar sedikit; batas jelas, rata. 10/12 – 24/28 Bw1 Coklat kemerahan (5 YR 4/4); tekstur liat; gumpal bersudut, halus-sedang, lemah-kuat; konsistensi agak lekat hingga lekat, agak plastis hingga plastis, agak teguh; akar halus, kasar sedikit; batas berangsur, rata. 24/28 – 32/43 Bw2 Merah kekuningan (5 YR 5/6); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, sedang; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas baur, rata. 32/43 – 67/88 Bw3 Merah kekuningan (5 YR 5/6); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas baur, rata. 67/88 - >120 Bw4 Merah kekuningan (5 YR 4/6); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit. *) Keterangan : Profil Laporan Akhir Kajian Induk dan Detail Desain Agrotechnopark Koleberes (Menristek, 2007)
Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah
: Profil 6* (P.6*) : Berbukit : Landai (8 %) : Batuan volkan andesit-basaltik : Semak belukar : Typic Peleudults
Deskripsi profil: Kedalaman Simbol (cm) horison 0 – 8/17 A
Uraian
Coklat kemerahan hingga coklat kemerahan gelap (5 YR 4-3/4); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, sedang; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar halus sedang, kasar sedikit; batas jelas, berombak. 8/17 – 40/45 Bt1 Merah kekuningan hingga coklat kemerahan (5 YR 4/6) dan (5 YR 4/4); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, kuat; konsistensi agak lekat hingga lekat, agak plastis, agak teguh; akar halus, kasar sedikit; batas berangsur, berombak. 40/45 – 65/75 Bt2 Merah hingga merah kekuningan (5 YR 4/6-2.5 YR 4/6); tekstur liat; gumpal bersudut, sangat halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas baur, berombak. 65/75 – 100 Bt3 Merah hingga merah kekuningan (5 YR 4/6-2.5 YR 4/6); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, sangat halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas jelas, rata. 100 – 130 Bt4 Merah kekuningan (5 YR 5/8); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, sangat halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas berangsur, rata. 130 - 160 Bt Merah hingga merah kekuningan (2,5 YR 4/8 – 5 YR 5/8); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, sangat halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit. *) Keterangan : Profil Laporan Akhir Kajian Induk dan Detail Desain Agrotechnopark Koleberes (Menristek, 2007)
Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah
: Profil 7* (P.7*) : Berbukit : Lereng tengah, curam (40%) : Batuan volkan andesit-basaltik : Semak belukar : Typic Paleudults
Deskripsi profil Kedalaman Simbol (cm) horison 0 – 15 A
Uraian
Coklat (7.5 YR 4-3/4); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, sedang; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar halus sedang, kasar sedikit; batas jelas, rata 15 – 40 Bt1 Coklat hingga coklat kuat (7.5 YR 4/4-6); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, kuat; konsistensi agak lekat hingga lekat, agak plastis hingga plastis, agak teguh; akar halus, kasar sedikit; batas berangsur, rata 40 – 90 Bt2 Coklat kuat hingga kuning kemerahan (7.5 YR 56/8); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas baur, rata. 90 – 150 Bt3 Coklat kuat hingga kuning kemerahan (7.5 YR 56/8); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur-sangat gembur; akar kasar sedikit. *) Keterangan : Profil Laporan Akhir Kajian Induk dan Detail Desain Agrotechnopark Koleberes (Menristek, 2007)
Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah
: Profil 8* (P.8*) : Berbukit : Lembah sempit, datar (2%) : Batuan volkan andesit-basaltik : Sawah tadah hujan : Typic Paleudults
Deskripsi profil Kedalaman Simbol (cm) horison 0 – 20 Ap
Uraian
Coklat (7.5 YR 4- 3/4); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, sedang; konsistensi agak lekat, agak plastis, agak teguh; akar halus sedang, kasar sedikit; batas tiba-tiba, rata 20 – 22 Bcn Lapisan konkresi mangan (Mn), Batas tiba-tiba, rata 22 – 60 Bt1 Coklat (7.5 YR 4/4); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, kuat; konsistensi agak lekat hingga lekat, agak plastis hingga plastis, agak teguh; akar halus, kasar sedikit; batas berangsur, rata. 60 – 90 Bt2 Merah kekuningan (5 YR 5-4/6); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas baur, rata. 90 - 150 Bt3 Merah kekuningan (5 YR 5-4/6); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur-sangat gembur. *) Keterangan : Profil Laporan Akhir Kajian Induk dan Detail Desain Agrotechnopark Koleberes (Menristek, 2007)
Pedon pewakil Relief Lereng Bahan induk Penggunaan lahan Klasifikasi tanah
: Profil 9* (P.9*) : Berbukit : Lereng atas, curam (40%) : Batuan volkan andesit-basaltik : Semak belukar : Typic Kandiudox
Deskripsi profil Kedalaman Simbol (cm) horison 0 – 15 A
Uraian
Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4); tekstur liat; gumpal bersudut, sangat halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, sangat gembur; akar halus sedang, kasar sedikit; batas jelas, rata 15 – 60 Bt1 Merah kekuningan hingga coklat kemerahan (5 YR 4/4-6); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, sedang; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar halus, kasar sedikit; batas berangsur, rata 60 – 90 Bt2 Merah (2.5 YR 4/6) dan merah kekuningan (5 YR 4/6); tekstur liat; gumpal bersudut, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, gembur; akar kasar sedikit; batas baur, rata. 90 – 140 Bt3 Merah hingga merah terang (2.5 YR 4-6/8); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, sangat gembur; akar kasar sedikit. 140 - 180 Bt3 Merah gelap hingga merah (2.5 YR 3-4/6); tekstur liat; gumpal bersudut mengarah ke remah, halus, lemah; konsistensi agak lekat, agak plastis, sangat gembur; akar kasar sedikit. *) Keterangan : Profil Laporan Akhir Kajian Induk dan Detail Desain Agrotechnopark Koleberes (Menristek, 2007)
Tabel Lampiran 2. Data curah hujan selama 10 tahun
No Bulan 1 2 1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 Nopember 12 Desember Jumlah Rata-rata/bulan
1997 HH MM 3 4 30 132 21 432 7 54 6 78 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 5 11 119 77 820 6 68
1998 HH MM 5 6 17 316 20 607 24 484 15 502 10 308 18 316 12 401 12 281 6 130 18 488 19 518 15 217 186 4568 15 381
1999 HH MM 7 8 16 364 16 264 16 216 10 303 9 104 8 62 1 18 0 0 1 8 12 337 11 229 20 275 120 2180 10 182
2000 HH MM 9 10 17 290 13 240 15 190 17 259 12 133 5 40 3 24 1 115 3 89 12 273 15 535 17 334 130 2522 11 210
Tahun 2001 2002 HH MM HH MM 11 12 13 14 19 530 20 557 24 647 15 242 26 671 22 530 18 354 19 219 15 339 1 42 11 325 4 63 9 178 1 18 1 65 0 0 10 304 0 0 25 896 0 0 25 1051 27 981 8 183 21 142 191 5543 130 2794 16 462 11 233
Sumber : Stasiun Klimatologi Kecamatan Tanggeung, Cianjur, Jawa Barat.
2003 HH MM 15 16 15 546 18 207 24 550 10 252 12 143 0 0 0 0 3 69 12 232 23 502 19 430 21 772 157 3703 13 308
2004 HH MM 17 18 20 595 24 775 24 686 19 485 19 328 6 122 8 353 5 29 14 380 24 1065 19 606 182 5606 15 467
2005 HH MM 19 20 26 455 21 249 17 426 11 115 8 107 15 298 11 214 2 5 3 17 15 238 18 302 26 636 173 3032 14 253
2006 HH MM 21 22 18 351 23 395 13 100 2 23 8 129 15 196 16 292 28 685 123 2171 10 181
Jumlah HH MM 23 24 198 4136 195 4028 188 3907 127 2590 94 3881 67 1226 45 1207 19 535 40 809 134 3310 176 5408 186 3969 1469 35006 122 2917
Rata-rata HH MM 25 26 20 414 19 403 10 391 2 259 13 388 7 123 4 121 2 53 4 81 13 331 17 541 19 397 130 3502 11 292
Tabel Lampiran 3. Sifat-sifat Tanah dari Hasil Analisis Laboratorium pH 1:1
Walkley &Black
Kjeldhal
H2O 5.00 4.65 5.15
C-org ..(%). 3.85 1.55 0.99
N-Total ..(%).. 0.27 0.16 0.10
4.80 4.45
2.49 1.39
5.10 4.55 5.35
Profil
P.4* I P.4* II P.4* III P.4* IV P.5* I P.5* II P.5* III P.5* IV P.6* I P.6* II P.6* III P.6* IV P.6* V P.7* I P.7* II P.7* III P.7* IV P.8* I P.8* III P.8* IV P.8* V P.9* I P.9* II P.9* III P.9* IV
Bray I
N NH4OAcpH 7.0
HCl 25%
P …(ppm)… 3.30 3.60 5.00
0.21 0.13
3.43 0.93 0.68
5.35 4.95 5.05
N KCl
0.05 N Hcl
Tekstur
KB Ca 3.99 1.60 1.72
Mg K Na KTK ……(me/100g)…… 4.78 0.19 0.12 20.73 2.48 0.45 0.18 12.67 1.67 0.26 0.18 12.28
..(%).. 43.80 37.17 31.19
Al H ..(me/100g).. 0.27 0.21 2.34 0.26 2.69 0.28
Fe
Cu Zn Mn ………(ppm)……… 5.44 2.16 2.24 29.36 14.24 3.48 1.28 4.72
3.50 3.60
2.49 1.82
3.25 2.53
0.64 0.19
0.33 0.21
16.88 13.43
39.75 35.37
1.25 1.05
0.27 0.22
9.68 6.44
4.92 3.56
4.04 2.84
18.48 32.80
0.26 0.09 0.07
4.00 4.60 6.50
2.98 1.88 1.27
5.10 2.96 2.22
0.32 0.19 0.19
0.21 0.17 0.20
18.81 16.50 16.80
45.77 31.52 23.10
0.82 3.51 4.41
0.26 0.30 0.31
18.28 9.92
3.10 3.36
1.84 1.48
16.60 4.68
3.47 1.58 1.11
0.26 0.14 0.11
3.30 4.80 4.50
3.54 2.67 1.51
5.05 4.18 2.45
0.19 0.18 0.19
0.18 0.18 0.16
19.96 14.78 21.88
44.89 48.78 19.70
4.65 2.84 3.90
0.38 0.29 0.33
7.28 11.28
2.44 3.16
1.88 1.08
20.84 5.96
4.75 6.70
1.77 0.73
0.15 0.08
6.10 9.00
4.05 3.40
3.53 3.83
0.13 0.10
0.10 0.12
17.66 15.35
44.22 48.53
3.12
0.32 0.12
25.12 7.00
5.04 4.92
3.60 5.32
34.00 15.32
4.85 4.15 5.10
3.78 1.65 1.10
0.28 0.14 0.11
3.50 4.80 4.80
1.73 1.58 1.21
2.69 2.89 1.22
0.19 0.18 0.19
0.16 0.18 0.20
18.03 16.31 10.36
26.46 29.61 27.22
2.07 2.18 2.89
0.28 0.22 0.26
5.84 23.52
2.52 4.96
2.92 2.76
12.88 9.56
Sumber : Laporan Akhir Kajian Induk dan Detail Desain Agrotechnopark Koleberes (Menristek, 2007).
Pasir 12.67 6.77 5.02 6.97 6.96 5.69 3.65 3.55 10.27 3.77 2.91 3.47 3.22 9.58 4.06 3.17 2.38 10.99 4.43 5.17 3.36 9.54 6.49 5.94 4.99
Debu Liat Liat Halus ………(%)……… 12.71 18.96 55.66 16.27 13.83 63.13 25.70 13.08 56.20 23.96 69.07 17.65 12.56 62.83 13.91 13.54 66.86 10.83 85.52 18.22 78.23 25.42 19.51 45.10 18.83 14.95 62.45 16.59 14.91 65.59 26.99 69.54 29.24 67.54 36.99 53.43 29.60 66.34 30.12 66.71 22.80 74.82 25.90 15.59 48.52 34.62 15.49 45.46 30.24 64.59 24.28 72.36 20.47 15.85 54.14 26.02 14.69 52.80 23.63 12.85 57.58 20.47 74.54
Tabel Lampiran 4. Parameter dan Kriteria Pembeda Seri Tanah yang Disarankan 1. Tebal horison dan kedalaman tanah A. Tebal Horison a. Horison A : 1. Tipis : <25 cm; 2. Agak tebal : 25-50 cm; 3. Tebal : >50 cm b. Horison B : 1. Tipis : <30 cm 2. Agak tebal : 30-60 cm 3. Tebal : 61-90 cm 4. Sangat tebal : >90 cm Pengecualian : tidak untuk horison bersifat pakik dan kumulik B. Kedalaman tanah dan penghambat perakaran 1. Agak dalam : <100 cm 2. Dalam : ≥ 100 cm C. Tebal solum (A-B/BC) 1. Tipis : <50 cm; 2. Agak tebal : 50-100 cm; 3. Tebal : > 100 cm D. Tebal padas atau penghambat perakaran 1. Tipis : ≤ 50 cm; 2. Tebal : > 50 cm 2. Tekstur Tanah A. Kelas tekstur pada horison bawah dalam bagian penentu kelas ukuran butir: 1. Kasar : Pasir, pasir berlempung 2. Agak kasar : Lempung berpasir 3. Sedang : Lempung, lempung berdebu, debu 4. Agak halus : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu 5. Halus : Liat berpasir, liat berdebu, liat 3. Warna Matriks Tanah Warna pada horison penciri (horison B) yang menunjukkan sifat tanah lain yang mempengaruhi potensi lahan dan pengelolaan tanahnya (drainase, kandungan bahan organik, susunan mineral, dsb.) dibedakan berdasarkan hue, value dan chroma. A. Hue : 1. N; 5BG; 5G; 5GY; 5Y; 2.5Y 2. 10YR; 7.5YR 3. 5YR; 2.5YR; 10R; 7.5R; 5R B. Value : 1. ≥ 3 2. 4-6 3. >6 C. Chroma : 1. ≤ 4 2. > 4 4. Konsistensi Tanah Konsistensi dibedakan atas dasar basah, lembab dan kering A. Basah: a. Kelekatan 1. Tidak lekat, agak lekat 2. Lekat, sangat lekat b. Plastisitas: 1. Tidak plastis, agak plastis; 2. Plastis, sangat plastis B. Lembab: 1. Lepas, sangat gembur, gembur 2. Teguh, sangat teguh, ekstrim teguh C. Kering: 1. Lunak, agak keras 2. Keras, sangat keras, ekstrim keras Sumber: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat melalui workshopLREP-II/Part C(1994)