KERAGAAN USAHATANI CABAI MERAH HIBRIDA The Performance of Hybrids Red Chili Farm
1. Hendri Ruslih Sunandar 2. Suprianto 3. Hj. Candra Nuraini
1. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya (
[email protected]) 2. Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya (
[email protected]) 3. Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya (
[email protected])
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1). karakteristik petani dalam melakukan usahatani cabai merah di Kecamatan Malangbong, 2). teknis budidaya cabai merah di Kecamatan Malangbong, dan 3). mengetahui besarnya biaya produksi dan pendapatan serta R/C usahatani cabai merah di Kecamatan Malangbong. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey. Hasil analisis usahatani menunjukan bahwa, rata-rata biaya tetap untuk luas lahan satu hektar mencapai Rp 3.753.621,00, biaya variabel mencapai Rp 45.798.371,00, rata-rata biaya total per hektar mencapai Rp 49.551.992,00, penerimaan rata-rata per hektar mencapai Rp 87.257.500,00, pendapatan atau keuntungan yang didapat sebesar Rp 37.705.508,00, per hektar, dan R-C Ratio yang didapat 1,760
Kata Kunci : Keragaan, Produktivitas, Cabe Merah, R/C
1
ABSTRACT This study aimed to determine: 1). the Characteristics of red chili farmers in manasing their red chili farm. 2). The cultivation technigue of red chili farm in the subdistrict of Malangbong, and 3). the cost of production income/profit and R/C ratio of red chili farm in the subdistrict of Malangbong. The method used in this study is survey method in Maju Bersama farmers group In the Village of Mekarasih, The subdistrict of Malangbong and the regency of Garut. The analysis showed that the average of fixed cost is Rp. 3.735.621,00 per hectare, the variabel cost is Rp. 45.798.371,00 per hectare, the average cost per hectare is Rp. 49.551.992,00, the average of revenue per hectare Rp. 87.257.000,00, the income or profit carned Rp. 37.705.508,00 perhectare and R/C ratio which was obtained as much us 1,760.
Key Words : Performance ,productivity, red chili, R/C
PENDAHULUAN Ketahanan pangan sebagai bagian dari Pembangunan pertanian nasional, mempunyai peran yang sangat strategis karena akses terhadap pangan dan gizi yang cukup merupakan hak yang paling azasi bagi manusia dan kecukupan pangan berperan penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas (Las et al., 2006). Adapun pembangunan pertanian dewasa ini memprioritaskan pada pengembangan sistem ketahanan pangan yang berbasis sumberdaya lokal, khususnya komoditas hortikultura. Subsektor hortikultura memegang peranan penting dalam pertanian Indonesia secara umum. Salah satunya adalah komoditas sayuran, komoditas sayuran yang mengandung nilai perdagangan tinggi adalah cabai, karena hasilnya dapat dijual belikan baik di pasar dalam negeri maupun pasar internasional (Hendro Sunaryono dan Rismunandar, 1981). Kabupaten Garut memiliki berbagai macam komoditi hortikultura, salah satunya adalah cabai. Cabai merupakan komoditi sayuran yang banyak dibudidayakan oleh para petani di Kabupaten Garut karena nilai produksinya yang
2
cukup tinggi. Daerah penghasil cabai merah di Kabupaten Garut salah satunya adalah Kecamatan Malangbong. Tanaman cabai merah merupakan komoditas unggulan
di Kecamatan
Malangbong. Berdasarkan data base Dinas Tanaman Pangan dan hortikultura Kabupaten Garut (2010) bahwa nilai produksi cabai merah (cabai besar) di Kecamatan Malangbong mencapai 3.048 ton. Produksi cabai merah yang cukup besar tersebut diusahakan pada lahan seluas 195 hektar dengan produktivitas mencapai 144,46 ton/hektar. Hal ini menunjukan bahwa usahatani cabai merah dapat menjadi salah satu komoditas pertanian yang dapat dikembangkan di Kecamatan tersebut. Usaha budidaya cabai merah ini telah menciptakan kesempatan bagi para petani untuk meningkatkan pendapatannya, tetapi pada umumnya petani jarang memperhitungkan besar kecilnya biaya yang diinvestasikan dan keuntungan yang diperoleh. Dengan demikian untuk menghindari kerugian dan meningkatkan keuntungan, petani sebagai pengusaha harus bisa memperhitungkan dan mengukur biaya yang akan dikeluarkan untuk kepentingan produksinya. Sehingga akan diketahui apakah usahatani cabai merah itu menguntungkan atau tidak. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu kegiatan usahatani cabai merah adalah karakteristik petani, karena hal ini menyangkut kemampuan individu petani cabai merah dalam mengambil suatu keputusan dalam kegiatan usahatani. Karakteristik petani yang dimaksud adalah usia petani, tingkat pendidikan, pengalaman, berusahatani serta luas kepemilikan lahan yang dimiliki petani. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji tentang keragaan usahatani cabai merah di Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut. Adapun hal-hal yang ingin diteliti dalam penelitian ini menyangkut beberapa aspek, diantaranya aspek karakteristik petani, aspek teknis budidaya, dan aspek finansial.
METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey pada Kelompok tani Maju Bersama dengan pertimbangan bahwa kelompok tani tersebut 3
telah melaksanakan usahatani cabai merahnya secara kontinyu dan seluruh anggotanya merupakan petani cabai merah. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan data base Dinas Tanaman Pangan dan hortikultura Kabupaten Garut (2010) bahwa Kecamatan Malangbong merupakan salah satu sentra produksi cabai merah di Kabupaten Garut. Teknik penentuan responden dilakukan secara purposive dengan mengambil sampel sebanyak 34 responden, penetapan jumlah responden tersebut memenuhi apa yang dinyatakan Sugiyono dalam Edi Hernawan (2011), ukuran sampel yang layak dalam penelitian antara 30 sampai dengan 500 responden. Kelompok tani Maju Bersama memiliki anggota seluruhnya 68 orang dan diambil responden sebanyak 34 orang dengan pertimbangan anggota dari Kelompok tani Maju Bersama cenderung homogen dalam menjalankan usahatani cabe merahnya. Sehingga hanya diambil 34 orang responden sebagai perwakilan dari seluruh anggota kelompok tani tersebut yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini, sebagaimana yang dijelaskan oleh Suharsimi Arikunto (2006). Dan data yang dianalisis adalah data selama satu musim tanam. Biaya Usahatani adalah merupakan nilai penggunaan faktor-faktor produksi, yang besarnya mempengaruhi pendapatan petani. Biaya dalam usahatani merupakan jumlah komponen biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost). Metode Analisis Pada penelitian ini dilakukan analisis deskriptif untuk menjelaskan tentang aspek teknis budidaya dan karakteristik petani yang biasa dilakukan oleh para petani cabai merah di Kecamatan Malangbong. Dan dari hasil analisis tersebut maka akan diperoleh beberapa informasi mengenai teknis budidaya yang dilakukan petani, serta mengetahui berbagai macam karakteristik petani. Karena dua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu kegiatan usahatani. Aspek teknis budidaya yang akan diamati dimulai dari persiapan benih, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Karakteristik yang akan diamati dalam penelitian ini dilihat dari umur, pendidikan, tanggungan keluarga, dan kepemilikan lahan.
4
Analisis finansial dilakukan dan dihitung berdasarkan imbangan antara penerimaan dengan biaya total produksi (R/C ratio), sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soekartawi (1995) sebagai berikut: R/C Ratio = R/C Ratio ini menunjukkan penerimaan yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi. Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut : 1) Apabila R/C Ratio > 1, maka usahatani cabai merah yang dilakukan memperoleh keuntungan dan layak untuk diusahakan; 2) Apabila R/C Ratio < 1, maka usahatani cabai merah yang dilakukan mengalami kerugian dan tidak layak untuk diusahakan; dan 3) R/C Ratio = 1, maka usahatani cabai merah tidak memperoleh keuntungan atau tidak mengalami kerugian (impas).
PEMBAHASAN Karakteristik Petani Responden pada penelitian ini adalah petani cabai merah yang menanam cabai di Desa Mekarasih Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut. Indikator yang digunakan dalam menentukan karakteristik petani adalah : umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, tanggungan keluarga dan luas lahan. Umur sangat mempengaruhi prilaku petani dalam melakukan usahatani. Secara umum petani yang berumur muda mempunyai fisik relatif lebih kuat dari petani yang berumur lebih tua, namun petani yang sudah berumur lebih tua mempunyai kemampuan berusahatani yang lebih baik karena lebih berpengalaman dan juga memiliki tingkat kematangan bertindak dan berfikir serta lebih dewasa dalam menetapkan suatu keputusan yang lebih baik. Namun disisi lain umur yang semakin tua akan semakin menurun kemampuan fisiknya, sehingga semakin memerlukan bantuan tenaga kerja, baik dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Sesuai dengan pernyataan Ken Suratiyah (2006) bahwa umur merupakan salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani 5
Tabel 1. Indikator Responden Berdasarkan Kelompok Umur No.
Umur (tahun)
Jumlah
Presentase (%)
1.
0 ≤14
0
-
2.
15-64
34
100,00
3.
≥ 64
0
-
34
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer Yang Diolah
Berdasarkan Tabel 1 diatas, keadaan umur responden di Desa Mekarasih Kecamatan Malangbong berada pada usia antara 30 sampai dengan 64 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa responden berada pada usia kerja (produktif). Dan sesuai dengan pendapat Said Rusli (1984) bahwa yang termasuk usia produktif yaitu antara 15 sampai dengan 64 tahun, sehingga dengan keadaan umur yang produktif akan sangat menunjang terhadap kegiatan usahanya. Pendidikan menunjukkan tingkat pengetahuan dan perilaku seseorang serta mempengaruhi cara berpikir petani untuk menerima sesuatu hal baru. Semakin tinggi pendidikan, maka diharapkan semakin mudah dalam menerima inovasi dan teknologi. Indikator responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Indikator Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Presentase (%)
21
61,75
1.
SD/MI
2.
SMP/MTs
8
23,52
3.
SMA/MA
5
14,70
34
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer Yang Diolah
Tabel 2 menunjukkan tingkat pendidikan responden lebih banyak pada tingkat SD/ MI dari pada tingkat SMP/ Mts dan SMA/ MA yaitu sebanyak 21 orang (61,75 persen). Walaupun tingkat pendidikan formal yang diikuti masih tergolong rendah, namun untuk petani di Desa Mekarasih sudah banyak yang ikut pendidikan informal, seperti mengikuti pelatihan, penyuluhan, demplot dan studi banding ke daerah lain untuk menambah pengetahuan dan melihat perkembangan dunia pertanian saat ini. Unsur tingkat pendidikan petani ini sangat penting khususnya
6
dalam penerimaan suatu inovasi, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan relatif lebih baik dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi dinamika dan kinerja petani responden dalam melakukan aktivitas kehidupannya, sehingga petani harus lebih giat dalam melakukan kegiatan usahanya sampai memperoleh keuntungan yang dapat mencukupi kebutuhan tanggungan keluarga petani responden. Indikator responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Indikator Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga No.
Jumlah Tanggungan Keluarga (orang)
Jumlah
Presentase (%)
1.
0
0
-
2.
1
-
3.
8,82
4.
2 3
0 3 8
23,52
5.
4
11
32,35
6.
5
5
14,70
7.
6
5
14,70
8.
7
2
5,89
Jumlah Sumber: Data Primer Yang Diolah
34
100,00
Tabel 3 menunujukkan bahwa responden paling banyak memiliki jumlah tanggungan keluarga 4 orang (32,35 persen). Tanggungan keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan petani berkisar antara 0,14 hektar sampai dengan 0,42 hektar, lahan yang digunakan petani responden dalam melaksanakan kegiatan usahatani cabai merah adalah lahan sawah dan lahan darat baik yang berstatus milik sendiri maupun sewa. Akan tetapi sebagian besar adalah lahan sendiri dengan luas lahan yang ditanami petani responden bervariasi. Untuk petani yang tidak memiliki lahan atau mempunyai lahan sedikit harus menyewa lahan dengan harga rata-rata sebesar Rp 200.000 – 300.000 per seratus bata (100 bata = 0,14 ha). Indikator responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 4.
7
Tabel 4. Indikator Responden berdasarkan Luas Lahan No.
Luas Lahan (hektar)
Jumlah Petani (orang)
Presentase (%)
1
0,14
13
38,23
2
0,21
10
29,41
3 4 5
0,28 0,35 0,42
6 3 2
17,64 8,82 5,89
34
100,00
Total Sumber: Data Primer Yang Diolah
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan luas lahan yang paling banyak dimiliki petani yaitu luas lahan 0,14 hektar (38,23 persen). Semakin luas lahan usahatani cabai merah maka semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan oleh petani. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ken Suratiyah (2006) bahwa luas lahan merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani. Teknik Budidaya Benih yang digunakan oleh para petani cabai merah di Desa Mekarasih adalah Varietas unggulan, yaitu cabai merah kriting Hybrid TM-999. Secara sepintas tidak berbeda dengan cabai keriting lokal lainnya. Keistimewaan varietas ini adalah kemampuanya berbunga terus menerus, sehingga umur panennya cukup lama, yaitu sekitar 90 HST di dataran rendah dan 105 HST di dataran tinggi. Untuk luas lahan 0,14 hektar membutuhkan benih sebanyak 2000 benih, tetapi biasanya petani menyemaikan sebanyak 2500 benih atau setara dengan 10 gram benih. Setelah bibit dalam persemaian berumur 30-45 HST, bibit telah siap ditanam di lahan. Langkah awal pengolahan tanah yang dilakukan oleh para petani yaitu pembersihan sisa-sisa tanaman terdahulu dan rumput-rumput liar. Langkah berikutnya yaitu pencangkulan untuk pembuatan bedengan kasar akan lebih baik jika dilakukan pencangkulan 2 kali agar tanah lebih gembur. Panjang bedengan disesuaikan dengan keadaan lahan, biasanya 10-15 m. Jarak antara bedengan 80100 cm, lebar bedengan 90-100 cm, dan tinggi bedengan 40-50 cm, setelah selesai di buat bedengan-bedengan biasanya petani membiarkan lahan tersebut selama 1-2 minggu untuk mendapatkan sinar matahari langsung.
8
Setelah dibiarkan selama 1-2 minggu bedengan kasar dirapihkan kemudian dilakukan pemberian pupuk dasar dan kapur, selanjutnya dilakukan penutupan oleh plastik mulsa hitam perak. Pemasangan mulsa ini dilakukan pada siang hari yang terik, karena plastik mulsa akan mengembang dan menempel erat pada bedengan. Cara pemasangan mulsa yaitu dengan menarik secara perlahan bagian ujungnya sampai tidak mengembang lagi kemudian dikaitkan pada tanah bedengan dengan menggunakan penjepit mulsa yang berupa pasak dari bilahan bambu yang di tekuk seperti hurup U dan dibiarkan kembali selama 5-7 hari agar unsur hara dalam pupuk bereaksi. Adapun jarak tanam yang dibuat yaitu 60 x 50 cm. Satu atau dua hari sebelum tanam perlu dibuat lubang penanaman dengan ukuran diameter 10 cm, Pemupukan cabai merah ditempat penelitian dilakukan sebanyak 6 kali atau disesuaikan dengan keadaan dilapangan. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang dan pupuk buatan. Pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran ayam dan kambing, sedangkan pupuk buatan yang sering digunakan adalah Urea, TSP, KCL, ZA, dan Phonska, pupuk tersebut diberikan pada saat pengolahan lahan. Dosis yang digunakan oleh petani responden untuk luas lahan 0,14 hektar sebanyak 100-150 karung pupuk kandang dan 1-1,5 kuintal pupuk buatan dengan komposisi 20 persen Urea, 27 persen TSP, 23 persen KCL, 30 persen ZA. Komposisi ini tidak seluruhnya sama karena tiap responden mempunyai komposisi masing-masing. Pemupukan susulan pertama, kedua dan seterusnya diberikan pada saat tanaman berusia 1 minggu setelah tanam atau disesuaikan dengan kondisi tanaman, pupuk yang diberikan terdiri dari Urea, TSP, tetapi ada juga yang menggunakan Phonska. Bibit siap ditanam pada umur 30-45 hari di lahan persemaian dengan memiliki 6-8 helai daun, dengan ketinggian antara 10-20 cm, atau tergantung pertumbuhan bibit. Penanaman dilakukan pada pagi hari atau saat udara sejuk dan tidak terlalu panas, batas penanaman pagi hari sekitar sampai pukul 10.00. Pemeliharaan
tanaman
cabai
meliputi
penyiraman,
penyulaman,
pemasangan ajir, perempelan tunas, penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai.
9
Biasanya para petani menyiram tanaman cabai setiap hari dengan jumlah air yang diberikan antara 0,5-1 liter air per tanaman, namun bila lahannya terlalu luas biasanya yang dilakukan para petani adalah dengan cara mengairi lewat parit-parit, dengan ketinggian air sekitar 5-10 cm, dan menggenanginya selama 15-30 menit Pemasangan ajir bertujuan untuk menopang tanaman, pemasangan dilakukan saat tanaman cabai berumur 1 minggu setelah tanam agar tidak mengganggu perakaran tanaman cabai dan paling lama 1 bulan setelah tanam. Perempelan dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan memperbaiki kualitas produksi. Penyemprotan pestisida dilakukan karena tanaman cabai sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit, oleh karena itu perlu pengendalian yang rutin untuk menanggulanginya. Penyakit cabai yang paling sering dijumpai oleh petani responden adalah penyakit busuk buah, layu bakteri, patek atau antraknosa dan virus. Dan hama yang menyerang pada tanaman cabai berupa ulat daun, lalat buah, tungau trip dan lainlain. Frekuensi penyemprotan yang dilakukan petani responden pada musim hujan setiap 4-5 hari sekali, lebih sering dilakukan dari pada di musim kemarau yaitu setiap 7-8 hari sekali. Hal ini dikarenakan serangan hama dan penyakit pada musim hujan lebih tinggi. Sehingga kebutuhan pestisida seperti fungisida untuk penyakit dan isektisida untuk hama menjadi lebih tinggi di banding pada musim kemarau. Jenis pestisida yang sering digunakan oleh petani responden adalah : 1) untuk menanggulangi penyakit busuk batang adalah Ridomil, Sutricob 2) untuk hama trip dan tungau dengan Supemec, Samit, Omite, Tadion C 3) untuk hama lalat buah Decis, Lebacyd 4) untuk penyakit antraknosa atau patek dengan Derosal, Dithane M-45, Benlate atau Bion. 5) untuk insek dengan Decis, Matador, Confidor, Sherpa 6) dan lain-lain Pemanenan cabai harus tepat waktu dan tepat cara. Tepat waktu artinya cabai saat dipetik harus sudah cukup tua, namun belum terlalu masak. Sebaiknya cabai dipanen saat 2/3 masak, dengan demikian cabai menjadi lebih awet. 10
Sedangkan tepat cara artinya pemanenan harus dilakukan sebaik mungkin agar tidak melukai buah dan tanaman cabai. Sehingga buah lebih awet dalam penyimpanan dan tanaman tidak mengalami stres sehingga dapat berproduksi lagi dengan cepat. Petani responden memanen buah cabainya pada umur 90 -105 hari setelah tanam, interval panen biasanya 3-4 hari sekali tergantung kondisi banyaknya buah yang sudah cukup matang di lahan. Saluran pemasaran dapat didefinisikan sebagai rute atau jalur. Rute atau jalur pemasaran cabai merah di Desa Mekarasih Kecamatan Malangbong cukup panjang, yaitu dari produsen (petani) ke pedagang pengumpul, selanjutnya ke pedagang besar di pasar Induk Keramat Jati (Jakarta), selanjutnya ke pedagang pengecer sampai akhirnya ke konsumen.
Pedagang Besar
Pedagang Pengumpul
Produsen
Pedagang Pengecer
Konsumen
Gambar 1. Rantai Pemasaran Cabai Merah di Desa Mekarasih Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut
Harga cabai yang diterima petani selalu berfluktuasi yaitu antara Rp 6.500,00 sampai dengan Rp 23.000,00 per kilogramnya, sedangkan harga ratarata yang sering diterima petani adalah Rp 12.000,00 per kilogramnya. Pembayaran yang diterima petani tidak sama ada yang langsung di bayar tunai ada juga yang ditangguhkan sampai beberapa hari, tergantung kepada pedagang pengumpul yang lancar atau tidaknya dalam hal pembayaran hasil penjualan produksi petani ke pedagang besar. Analisis Biaya Usahatani Cabai Merah Biaya yang akan dihitung diantaranya biaya tetap, biaya variabel, penerimaan dan pendapatan, serta R/C ratio yang merupakan alat pembanding antara hasil penerimaan dengan biaya total produksi. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan untuk membeli atau menyediakan bahan baku yang habis dalam satu musim tanam dan besar 11
kecilnya tidak dipengaruhi oleh volume produksi.Biaya tetap yang diteliti dan dilaksanakan di Kelompoktani Maju Bersama No
Tabel 5. Rincian Jumlah Biaya Tetap pada Usahatani Cabai merah Per Hektar Uraian Besarnya
1 2 3
Sewa Lahan Penyusutan Alat Bunga Modal Jumlah Sumber: Data Primer Yang Diolah
2.100.000,00 1.362.750,00 290.871,00 3.753.621,00
Pada Tabel 5 diatas menunjukan bahwa besarnya biaya tetap pada usahatani cabai merah per hektar sebesar Rp 3.753.621,00. Dan biaya yang paling besar dikeluarkan pada biaya tetap adalah biaya sewa lahan, sebesar Rp 2.100.000,00 per hektar hal ini disebabkan karena harga sewa lahan di daerah tersebut masih relatip mahal. Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi selama satu musim tanam. Besarnya biaya variabel rata –rata per hektar mencapai Rp 45.798.371,00, Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6. No 1
Tabel 6 Rincian Jumlah Biaya Variabel pada Usahatani Cabai Merah Per Hektar Uraian Besarnya Sarana Produksi a. Benih 880.000,00 b. Pupuk a) Kandang 7.350.000,00 b) Urea 630.000,00 c) TSP 625.000,00 d) KCL 740.000,00 e) Phonska 1.162.000,00 f) ZA 600.000,00
c. Kapur d. Pestisida e. Plastik f. MPHP g. Tali h. Ajir 2 Biaya Tenaga Kerja 3 Bunga Modal Jumlah Biaya Variabel Sumber: Data Primer Yang Diolah
840.000,00 11.578.000,00 112.500,00 3.750.000,00 90.000,00 4.200.000,00 12.950.000,00 290.871,00 45.798.371,00
Pada Tabel 6 diatas menunjukan bahwa besarnya biaya variabel yang dikeluarkan pada usahatani cabai merah dalam penelitian ini sebesar Rp 45.798.371,00. Dan untuk
jumlah biaya sarana produksi sebesar Rp
32.557.500,00. Biaya variabel yang digunakan selain biaya sarana produksi, ada 12
juga biaya tenaga kerja dan bunga modal. Jumlah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pada usahatani cabai merah ini rata-rata sebesar Rp 12.950.000,00, dan bunga modal yang dikeluarkan sebesar Rp 290.871,00. Biaya variabel yang paling tinggi dikeluarkan adalah untuk tenaga kerja karena tenaga kerja yang ada banyak digunakan pada saat pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Oleh karena itu biaya produksi yang paling tinggi dikeluarkan pada biaya variabel adalah biaya tenaga kerja. Biaya total dalam proses produksi usahatani cabai merah yang dilakukan pada penelitian ini merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Biaya Total pada Usahatani Cabai Merah Per Hektar Uraian Besarnya (Rp) 1 Biaya Tetap 3.753.621,00 2 Biaya Variabel 45.798.371,00 Jumlah Biaya Total 49.551.992,00 Sumber: Data Primer Yang Diolah No
Biaya total yang dikeluarkan untuk kegiatan usahani cabai merah yang ditanam pada luas lahan satu hektar permusim tanam sebesar Rp 49.551.992,00, dan dari biaya total tersebut paling besar dikeluarkan adalah biaya variabel sebesar Rp 45.798.371,00. Penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produk dengan harga jual. Penerimaan dalam kegiatan usahatani cabai merah di Kelompoktani Maju Bersama Desa Mekarasih Kecamatan Malangbong, rata-rata per hektar mencapai Rp 87.257.500,00. Penerimaan yang diperoleh petani cukup besar, hal ini disebabkan karena harga jual produk petani responden pada saat menjual hasil produksinya cukup tinggi, karena produknya dijual langsung ke pedagang pengumpul besar yang kemudian produk tersebut dijual kembali ke pasar induk antar Provinsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. No
Tabel 8. Rata-rata Penerimaan pada Usahatani Cabai Merah Per Hektar Uraian Per hektar
1 2
Produksi (Kg) Harga (Rp) Penerimaan (Rp) Sumber: Data Primer Yang Diolah
9185 9500,00 87.257.500,00
13
Pendapatan usahatani cabai merah yang ditanam pada penelitian ini tepatnya di Kelompoktani Maju Bersama di Desa Mekarsasih, pendapatan di peroleh dari hasil penerimaan dikurangi dengan biaya total produksi per Hektar per Musim tanam. Berdasarkan menurut hasil perhitungan, bahwa pendapatan dari usahatani cabai merah per Hektar per Musim tanam didapat keuntungan sebesar Rp 37.705.508,00 Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9. No
Tabel 9. Rata-rata Pendapatan pada Usahatani Cabai Merah Per Hektar Uraian Jumlah (Rp)
1 Penerimaan 2 Biaya Total 3 Pendapatan 4 R-C Ratio Sumber: Data Primer Yang Diolah
87.257.500,00 49.551.992,00 37.705.508,00 1,760
R/C merupakan perbandingan antara hasil penerimaan dengan biaya total produksi. Berdasarkan Tabel 11, penerimaan pada usahatani cabai merah yang ditanam pada luas lahan satu Hektar sebesar Rp 87.257.500,00 dan dibagi dengan biaya total yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 49.551.992,00 per Hektar per Musim tanam, maka akan diperoleh nilai R-C ratio sebesar 1,760. Artinya bahwa setiap 1 rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar 0,760 rupiah, dan dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani cabai merah yang ditanam petani pada luas lahan satu Hektar layak diusahakan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik petani cabai merah di Kelompoktani Maju Bersama Desa Mekarasih Kecamatan Malangbong dilihat dari umur, berada pada usia 30 sampai dengan 64 tahun tingkat pendidikan petani di Desa Mekarasih pada umumnya hanya sampai sekolah dasar. Tanggungan keluarga umumnya cukup besar yaitu rata-rata 4 orang per keluarga. Luas kepemilikan lahan ratarata 0,22 hektar 14
2. Teknik budidaya cabai merah secara umum yang dilaksanakan oleh para petani cabai merah di Desa Mekarasih Kecamatan Malangbong telah sesuai dengan anjuran dari petugas penyuluh pertanian setempat. 3. Hasil perhitungan analisis usahatani menunjukan bahwa, rata-rata biaya tetap untuk luas lahan satu hektar mencapai Rp 3.753.621,00, biaya variabel mencapai Rp 45.798.371,00, rata-rata biaya total per hektar mencapai Rp 49.551.992,00, penerimaan rata-rata per hektar mencapai Rp 87.257.500,00, pendapatan atau keuntungan yang didapat sebesar Rp 37.705.508,00, per hektar, dan R-C Ratio yang didapat dari luas tanam lahan satu hektar mencapai angka 1,760 Saran 1. Petani harus pandai membaca peluang pasar, untuk menjual produknya agar harganya ketika panen stabil atau tinggi, petani tidak hanya menjalin satu kerjasama dengan pedagang pengumpul untuk membeli produknya, tetapi harus menjalin kerjasama dengan pedagang pengumpul lain, sehingga ketika petani panen cabai, petani bisa melihat pedagang mana yang akan membeli produknya dengan harga tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, Adimihardja. (2006). Strategi Mempertahankan Multifungsi Pertanian di Indonesia. Di dalam: Dariah, A., Neneng, Irawan, Edi, H., dan Agus F (eds). Posiding Seminar: Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian. Jakarta: Kerjasama MAFF Japan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). (2012). Rencana Kerja Tahunan Penyuluh (RKTP) Wilayah Binaan Mekarasih. Garut. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. (2010). Data Base Tanaman Hortikultura di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut. Hernawan, Edi. (2011). Aplikasi Statistika untuk Penelitian. Tasikmalaya : Universitas Siliwangi. Sunaryono, Hendro dan Rismunandar,. (1981). Pengantar Pengetahuan Dasar Hortikultura. Bandung : CV Sinar Baru. Suratiyah, Ken. (2006). Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Rusli, Said. 1984. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES. 15
Sayogyo dan Pudjiwati Sajogjo. 1999. Pengantar Pembangunan. Jakarta : Kerjasama Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Setiadi. (2011). Bertanam Cabai di Lahan dan Pot. Jakarta : Penebar Swadaya. Soekartawi. (1995). Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Tim Edukasi.net. 2010. Klasifikasi Iklim. http://idkf.bogor.net/yuesbi/eDu.Ku/edukasi.net?Geografi/Iklim/materil.ht ml#dua. Bogor Warisno dan Kres Dahana. (2010). Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka utama.
16