KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG Moh. Saeri dan Suwono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Sampang merupakan salah satu sumber benih kedelai Jawa Timur yang sangat penting dalam sistem "Jabalsim". Luas areal kedelai sekitar 16.700 ha yang ditanam pada musim penghujan dengan tingkat produktivitas rata-rata 1,58 ton/ha. Tujuan kajian ini untuk mengetahui keragaan dan keuntungan usahatani kedelai di tingkat petani. Metode yang digunakan adalah survei dan desk study data sekunder. Survei dilakukan di Desa Karang Penang Oloh Kecamatan Karang Penang, pada periode tanam MH. 2009/2010, ( Nopember 2010 hingga Pebruari 2011). Responden ditentukan berdasarkan lokasi sentra kedelai di kabupaten Sampang dengan cara random sampling, dengan jumlah responden 30 orang. Hasil kajian menunjukkan: a) varietas kedelai yang ditanam adalah Wilis ( ±833 ha/85%), sebagian Argomulyo (±98 ha/10%) dan Anjasmoro (±49 ha/5%), produktivitas kedelai di tingkat petani relatif tinggi antara 1,6-1,9 t/ha, lebih tinggi dibanding produktivitas rataan kabupaten dan propinsi, masingmasing 1,58 t/ha dan 0,9 t/ha; b) petani menggunakan sistem tanam teratur, benih ditugal dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm, 2-3 biji/lubang (30-40 kg/ha varietas Wilis dan 40-50 kg/ha varietas Argomulyo dan Anjasmoro), dosis pupuk yang digunakan adalah 100 kg urea, 350 kg Petroganik dan 150 kg Phonska; c) keuntungan usahatani kedelai di tingkat petani adalah sebesar Rp. 3.917.000,/ha, digunakan sebagai sumber pendapatan utama keluarga; d). pada tahun 2010 kenaikan produksi kedelai (3,60%) lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan luas areal (2,65%), dan lebih dominan disebabkan oleh peningkatan produktivitas (14,49%) dibandingkan peningkatan luas areal panen (2,65%). Produktivitas dan tingkat keuntungan usahatani dicapai dengan melakukan perbaikan teknologi budidaya dan mengintorduksikan varietas unggul berpotensi hasil tinggi. Kata kunci : keragaan, keuntungan, Kedelai, Sampang, PENDUHULUAN Di Kabupaten Sampang kedelai merupakan komoditas unggulan karena relatif tahan kekeringan dengan umur panen yang lebih pendek dibanding tanaman padi, ditanam pada musim penghujan, tetapi produktivitas rata-rata di tingkat petani masih relatif rendah. Areal tanaman kedelai yang paling luas di Kabupaten Sampang adalah di Kecamatan Karang Penang dengan rata-rata setiap tahun mencapai 10.170 ha (50,10% dari luas tanam kedelai di Kabupaten sampang) (Dinas Pertanian Kab. Sampang, 2009). Nilai strategis kedelai di kabupaten Sampang terletak pada saat tanam yaitu di tanam pada musim penghujan, dimana pada musim hujan di luar kabupaten Sampang yang tanam kedelai hanya sedikit, sehingga hasilnya dimanfaatkan oleh daerah lain sebagai sumber benih pada musim kemarau pertama. Sifat kompetitif lainnya yang ditunjukkan adalah harga jualnya relatif
279
tinggi Rp. 5.500 - Rp. 6.000,- per kilo gram karena bisa panen pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau, tidak ada saingan dari daerah lain, dibanding kedelai yang di pasar bebas, kedelai tersebut bisa digunakan sebagai benih pada musim tanam II dan III di tempat lain. Kedelai di Kabupaten Sampang dibudidayakan di lahan kering pada musim hujan dan di lahan sawah setelah padi pada musim kemarau II. Pada tahun 2009 tercatat luas panen kedelai di kabupaten sampang mencapai 20.911 ha dengan produktivitas rata-rata 1,67 t/ha. Produktivitas ini masih tergolong rendah dibanding potensi hasil kedelai bisa mencapai 3,40 t/ha (Marwoto dkk, 2009). Di Indonesia, pada skala puluhan hektar, kedelai dapat menghasilkan hingga 2 t/ha apabila dikelola secara optimal (Balitkabi, 2006), Tingkat produktivitas yang rendah dipengaruhi oleh cara pengelolaan tanaman yang kurang intensif di antaranya belum menggunakan jarak tanam teratur, belum menggunakan varietas unggul yang adaptif, penggunaan pupuk belum rasional, pengendalian OPT belum optimal. Petani telah mengenal beberapa varietas unggul yang sudah dilepas oleh pemerintah di antaranya varietas Wilis, Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo, Kaba, dan Burangrang, namun demikian sebagian besar masih menggunakan Wilis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaan budidaya dan keuntungan usahatani kedelai di tingkat petani. METODOLOGI Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah survei dan desk study data sekunder. Survei dilakukan di Desa Karang Penang Oloh Kecamatan Karang Penang, pada periode tanam MH. 2009/2010, dimulai pada Nopember 2010 hingga Pebruari 2011. Petani responden sebanyak 30 orang ditentukan berdasarkan lokasi sentra komoditas unggulan tersebut di kabupaten Sampang dengan cara random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi teknologi budi daya yang dilakukan petani, input saprodi, tenaga kerja, biaya lain, harga saprodi, hasil produksi dan harga jual produksi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung pada petani menggunakan bantuan kuesioner terstruktur. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk mengetahui tingkat keuntungan usahatani digunakan analisis Input Output. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi dan Kondisi Budidaya kedelai Hasil pelaksanaan Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) yang dilaksanakan melalui survei pada desa lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1. Rata-rata petani di lokasi pengkajian sudah cukup maju, terutama komponen teknologi utama, yaitu varietas unggul dan bermutu, pemupukan berimbang dan pengendalian hama dan penyakit, selain itu kelas benih yang digunakan bersertifikat, jumlah benih tidak jauh dengan yang dianjurkan antara 40-50 kg/ha tergantung ukuran benihnya. Pupuk yang digunakan: Urea rata-rata 100 kg, Petroganik 350 kg dan Phonska 150 kg/hektar, pengendalian OPT petani sudah mengacu pada sistem PHT, dengan menyemprot tanaman menggunakan
280
pestisida jika ada serangan hama dan penyakit dan melihat di lapangan hama apa yang sedang menyerang. Tabel 1. Karakteristik Lokasi Pengkajian di Desa Sukobanah Oloh Kec. Sukobanah Kab. Sampang 2010 Karakteristik Lokasi Satus Hara (N, P, K, pH) Ketinggian tempat (m dpl) Produksi Varietas Jumlah benih (kg/ha) Pengolahan Tanah Sistem Tanam Jumlah biji/lubang Jarak tanam Pemupukan Pengairan Penyiangan Hama Penyakit Pengendalian OPT Cara Panen Sistem Jual hasil Harga hasil (Rp)
Keterangan Rendah, Sedang, Tinggi, Netral (6-7) PUTK 35-50 1,5 - 2 t/ha Wilis, Anjasmoro, Argomulyo 40 - 50 Setengah sempurna - Sempurna Tugal, Acak/teratur 2-3 40 cm x 15 cm / 40 cm x 18 cm Urea, Petroganik dan Phonska Tadah Hujan 50% Manual dan 50% Kimia Lalat bibit, Ulat grayak, Ulat polong Secara kimiawi dan PHT Babat, jemur dan treser Timbangan 5500 - 6000
Keragaan Hasil Pengukuran parameter produksi dilakukan secara ubinan pada dua titik pengamatan dengan ukuran 2,5 m x 2,5 m yang kemudian dirata-rata dan dikonversi ke dalam luasan hektar. Teknik produksi kedelai di lahan kering di lokasi penelitian adalah sebagai berikut: 1. Lahan disiapkan dengan pengolahan tanah sampai gembur menjelang musim hujan, yakni dibajak 1-2 kali kemudian digaru 1 kali dan diratakan. 2. Pembuatan saluran drainase jarak antar saluran 3–5 m dengan ukuran lebar sekitar 30 cm dan kedalaman sekitar 25 cm. 3. Varietas yang ditanam adalah Wilis (85%), 10% menanam varietas Anjasmoro dan sekitar 5% menanam varietas Argomulyo. 4. Benih cukup berkualitas, bernas memiliki daya tumbuh >85%, murni, sehat, dan bersih, kebutuhan benih antara 40-50 kg/ha, tergantung pada ukuran biji. 5. Perlakuan benih dengan carbosulfan (10 g Marshal 25 ST/kg benih) atau fipronil (10 ml Regent/kg benih) untuk mengendalikan lalat bibit dan insekta lain. 6. Jarak tanam yang 40 cm x 20 cm, dua tanaman/lubang. 7. Pupuk kandang 2 t/ha, 75 kg Urea, 100 kg kg SP36, dan 100 kg KCl/ha. 10. Gulma dikendalikan secara mekanis-konvensional atau manual (penyiangan dengan cangkul atau sistem cabut), secara mekanisasi, maupun secara kimia dengan menggunakan herbisida pra/pasca tumbuh; penyemprotan herbisida pra tumbuh dilakukan seminggu sebelum tanam sedang
281
penyemprotan herbisida pasca tumbuh dengan menggunakan tudung nozzle supaya tidak meracuni daun tanaman kedelai. 11. Pengendalian hama dan penyakit petani mengikuti petunjuk teknis PHT (pengendalian hama dan penyakit terpadu). 12. Tanaman dipanen pada saat daun sudah luruh dan 95% polong sudah berwarna kuning-kecoklatan, dilakukan secara konvensional (disabit atau dicabut). 13. Pembijian kedelai dilakukan secara mekanis yakni dengan mesin perontok. Keragaan Hama Penyakit Hama yang banyak menyerang tanaman kedelai di lokasi pengkajian adalah lalat bibit dan ulat daun pada saat pertumbuhan vegetatif, dan petani terlambat mengendalikan sehingga daun tanaman banyak yang berlubang. Pada vase generatif hama yang banyak menyerang adalah ulat penggerek polong, dan pada saat panen banyak biji yang rusak dan mutu biji menjadi rendah. Antisipasi petani terhadap serangan ulat penggerek polong masih kurang, sehingga diperlukan bimbingan dan pemantauan dari petugas lapang yang lebih intensif, dibimbing cara mengantisipasi ledakan serangan ulat grayak, mengukur dosis dan aplikasi pestisida secara benar, dan pengendalian secara terpadu (PHT). Dari kajian adaptasi beberapa varietas, Argomulyo berproduksi 1,9 t/ha, Anjasmoro 1,8 t/ha, dan Wilis berproduksi 1,6 t/ha. Di beberapa kecamatan terjadi kenaikan produksi yang relatif tinggi sementara itu di kecamatan lain terjadi sebaliknya. Kenaikan produksi kedelai sekitar 100 persen terjadi di Kecamatan Banyuates, sedangkan di Kecamatan Torjun terjadi penurunan sebesar 97%. Peningkatan produksi yang tinggi di kecamatan tertentu yang diikuti oleh penurunan produksi di tempat lain disebabkan oleh penurunan luas panen pada masing-masing lokasi tersebut. Namun demikian di Kabupaten Sampang masih terjadi peningkatan produksi sebesar 3,6%, dari 317.322.02 ton pada tahun 2008, menjadi 328.736.5 ton pada tahun 2009. Peningkatan produksi selama kurun waktu 2008-2009 disebabkan oleh peningkatan luas panen sebesar 2,65 persen dan peningkatan produktivitas sebesar 15,17 persen (Tabel 2). Keuntungan Usahatani Kedelai, hasil pengamatan Tahun 2010. Responden dipilih dari petani kedelai di Desa Karangpenang Oloh, Kecamatan Karangpenang, Kabupaten Sampang. Rata-rata luas pengusahaan lahan kedelai 0,67 ha. Analisis dilakukan selama satu musim tanam yaitu MH 2009/2010. Rataan produksi kedelai yang dapat dicapai petani sekitar 1,7 ton per hektar per musim. Tingkat produksi ini tidak jauh berbeda dengan data di Dinas Pertanian Kabupaten Sampang tahun 2009, yaitu 1,67 ton per hektar. Dilihat keragaan produksi pada setiap lokasi kecamatan terlihat bahwa produksi kedelai yang ditanam pada musim kemarau setelah padi adalah lebih tinggi daripada yang ditanam pada musim hujan. Tingkat produktivitas masing-masing kecamatan pada tahun 2008 dan 2009 (Tabel 2).
282
Tabel. 2. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai menurut Kecamatan di Kabupaten Sampang , 2008-2009 Produktivitas (Kw/Ha) Luas Panen (Ha) No. Kecamatan 2008 2009 r (%) 2008 2009 r (%) 1. Torjun* 220 5 -97.73 18.28 18.65 2.02 2. Sampang 2 -100 15.50 -100 3. Omben 56 50 -10.7 15.10 15.00 -0.66 4. Jrengik* 45 46 2.22 18.64 17.14 -8.05 5. Banyuates 20 100 17.99 100 6. Robatal 3,747 3,749 0.05 16.42 16.86 2.68 7. Krg Penang 10,157 10,170 0.13 15.47 16.01 3.49 8. Ketapang 153 153 0.00 16.82 16.47 -2.08 9. Sokobanah 5,781 6,503 12.49 15.63 15.10 -3.39 Total Luas 20,161 20,696 2.65 15 16.7 15.17 Sumber: Diperta Kab. Sampang, 2008-2009 * = Kedelai ditanam Musim Kemarau I lahan sawah r = Perubahan dalam prosen
Produksi (Ton) 2008 2009 4,021.6 93.25 31.0 0 845.6 750 838.8 788.44 359.8 61,525.7 63208.14 157,128.8 162821.7 2,573.5 2519.91 90,357.0 98195.3 317.322.02 328.736.5
r (%) -97.68 -100 -11.31 -6.00 100 2.73 3.62 -2.08 8.67 3.60
Produksi kedelai di Kabupaten Sampang paling tinggi pada lahan sawah musim kemarau, dengan harga jual Rp 4500/kg, lebih rendah daripada harga produksi musim penghujan yaitu Rp 6000/kg. Hal ini disebabkan hasil panen kedelai di musim penghujan digunakan sebagai benih pada musim kemarau, di samping jumlah kedelai yang bisa digunakan untuk benih sangat terbatas. Meskipun demikian, pendapatan petani kedelai masih meningkat karena peningkatan produksi pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan penurunan harganya (Tabel 3). Tabel 3. Analisis Usahatani kedelai per Hektar di Desa Karang Penang Oloh Kec. Karang Penang, Kabupaten Sampang, MH. 2009/2010 No. A. 1. 2. B C D E F G
Uraian Sarana produksi Benih (kg) Pupuk: Urea (kg) Petroganik (kg) Phonska (kg) Pestisida (lt) Jumlah (A) Tenaga kerja (HOK) Olah Tanah dan Drainase Tanam/tugal Pemupukan Penyiangan Penyemprotan Pengairan Panen Pengeringan Pembijian, threser Jumlah (B) Total biaya produksi (A+B) Hasil kg/ha Harga Rp/kg Penerimaan Usahatani Keuntungan Usahatani R/C ratio
Fisik
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Persentase (%)
40
7.000
280.000
2,99
100 350 150 4
1.300 500 1.800 200.000
130.000 175.000 270.000 800.000 1.655.000
1,39 1,87 2,89 8,56 17,70
1.500.000 18.000 18.000 18.000 18.000 20.000 20.000 18.000 200
1.500.000 324.000 180.000 630.000 180.000 144.000 300.000 180.000 340.000 3.778.000 5.433.000
16,04 3,47 1,93 6,74 1,93 1,54 3,21 1,93 3,64 40,41 58,11
9.350.000 3.917.000 1.7
100,00 41,89
Borongan 18 10 35 10 8 15 10 1.700 1.700
5,500
Struktur biaya dan penerimaan per hektar usahatani kedelai di lokasi penelitian. Biaya usahatani sebesar Rp. 5.350.000,- adalah 58,11% dari total penerimaan yaitu sebesar Rp. 9.350.000,-. biaya tertinggi adalah untuk olah tanah dan drainase sebesar Rp. 1.500.000,- kemudian diikuti biaya pestisida sebesar Rp. 800.000,-. Komponen biaya terbesar dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja yang mencapai 40,41% dan 17,70% dari total penerimaan usahatani adalah untuk biaya sarana produksi. Petani sudah menggunakan pupuk sesuai 283
dengan rekomendasi. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk cukup besar yaitu sekitar 6% dari total penerimaan. Tanaman kedelai rentan terhadap serangan hama penyakit tanaman. Oleh karena itu petani harus mengeluarkan biaya yang besar untuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman kedelai. Serangan hama penyakit tanaman kedelai lebih banyak terjadi pada awal pertumbuhan dan pada saat keluar polong dan konsekuensinya biaya untuk obat-obatan lebih besar pada masa tersebut. Biaya untuk obat-obatan mencapai Rp 800.000 per hektar (8,6%). Pendapatan bersih atau keuntungan usahatani kedelai per hektar pada MH. 2010 di lokasi penelitian mencapai Rp. 3.917.000,-/ha dengan R/C 1,7. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kedelai menguntungkan. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Produktivitas kedelai di tingkat petani cukup tinggi mencapai 1,7 ton/ha. 2. Usahatani kedelai pada musim hujan, dapat memberikan keuntungan yang cukup memadai bagi petani karena harga relatif tinggi, sekitar Rp. 5.500,-/kg, keuntungan yang diperoleh Rp. 3.917.000,-/ha dengan R/C Ratio = 1,70. 3. Hasil kedelai musim hujan berperan penting sebagai sumber benih untuk pertanaman kedelai lahan sawah pada musim kemarau di Jawa Timur. 4. Untuk meningkatkan produktivitas, upaya penerapan teknologi budidaya mutlak diperlukan. Teknologi tersebut antara lain penataan jarak tanam, pemupukan berimbang dan penggunaan varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi dan sesuai dengan permintaan konsumen. DAFTAR PUSTAKA Balitkabi. 2006. Hasil utama penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian. Tahun 2006. Balitkabi Malang. 50 hal. Dinas Pertanian Kabupaten Sampang, 2009. Laporan Tahunan 2009. Marwoto, Subandi, T. Adisarwanto, Sudaryono, A. Kasno. S. Hardaningsih. D. Setyorini dan M. M. Adie. 2009. Pedoman Umum PTT. Kedelai. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
284