KEPEMIMPINAN PENGADILAN MASA KINI Oleh : A.Agus Bahauddin
Pendahuluan : Kelestarian hidup manusia di muka bumi ini menuntut keteraturan, sedangkan keteraturan menuntut ketertiban dan kepatuhan. Manusia hidup di antara makhluk lain di dalam jagad raya sebagai makhluk makrokosmopolitan, sedangkan manusia itu sendiri adalah makhluk mikrokosmopolitan. Keberadaan makhluk makrokosmopolitan sangat tergantung pada makhluk mikrokosmopolitan. Karena itu, manusialah yang diberi mandat sebagai wakil Tuhan di bumi (khalifatullah fil ardhi), meskipun mandat tersebut sempat dipertanyakan oleh malaikat. Al-Quran surah al-Baqarah (2) ayat (30) menyebutkan :
ض َخِليَفًة ۖ َقاُلوأ أأَتْجَعُل ِفيَها َمْن ُيْفِسُد ِفيَها َوَيْسِفُك ِ َوإأِْذ َقاَل َرّبَك لِْلَمَلائَِكِة إأِّني َجاِعٌل ِفي أْلأ أْر ﴾٣٠﴿س َلَك ۖ َقاَل إأِّني أأْعَلُم َما َلأ َتْعَلُموَن ُ ألّدَماَء َوَنْحُن نَُسّبُح بَِحْمِدَك َونَُقّد Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah : 30) Pertanyaan malaikat kepada Tuhan tersebut, pertanyaan polos tetapi kritis. Karena apa yang dipertanykan malaikat tersebut kini menjadi kenyataan. Kerusakan dan pertumpahan darah hampir terjadi di semua wilayah bumi ini. Realitas kehidupan seperti itu menuntut refungsionalisasi tugastugas kakhalifahan ;kepemimpinan ; leadership ; manajerial sebagai sebuah amanat Qurani, mencakup keseluruhan tugastugas keagamaan yang sudah membutuhkan pola manajerial, baik yang terkait dengan dimensi vertical maupun horizontal. Keseluruhan persoalan agama perlu ditata dengan system manajemen yang kokoh, menjanjikan dan menjamin
keberlangsungan tegaknya amar ma’ruf nahi mungkar yang menjadi persyaratan lahirnya komunitas terbaik (khaira ummah). Kalau pengadilan merupakan bagian dari keseluruhan persoalan agama, tentu saja dalam perspektif Islam, maka pengadilan pun perlu ditata dengan system manajemen dimaksud untuk menjamin keberlangsungan tegaknya hokum dan keadilan. Rasulullah SAW tampil ketika manusia berada dalam masa jahiliyah telah berhasil mengubah wajah peradaban dalam waktu yang relatif singkat. Ini disebabkan pola manajerial Nabi dalam mendakwahkan Islam yang didukung oleh sifat-sifat kenabian yang sangat fundamental untuk pengembangan dan pelaksanaan pola manajerial, yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Keempat sifat Nabi itulah yang penulis fungsikan sebagai ruh yang akan mewarnai tulisan ini, yang pada masa kini sifat-sifat tersebut sudah mulai memudar di sebagian kalangan pemimpin kita. Kepemimpinan yang akan dikupas di bawah ini bukanlah kepemimpinan dalam tataran teoritis konseptual, melainkan kepemimpinan sebagai tindakan praktis dan instrumental. Pengertian Kepemimpinan : Secara luas kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya, mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi. (Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, 2010 : 2 ). Kadang-kadaang kepemimpinan dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang, sebagai sebuah alat, sarana, atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela. Ada beberapa factor yang dapat menggerakkan orang, karena ancaman, penghargaan, otoritas, dan bujukan. Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan pekerjanya. Tiga implikasi penting yang tergantung dalam hal ini : 1.
Melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut.
2.
Melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan pegawainya secara seimbang, karena pegawai bukanlah tanpa daya.
3.
Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pegawainya melalui berbagai cara.
Dari pengertian kepemimpinan tersebut di atas, kepemimpinan pengadilan pada hakikatnya adalah :
bahwa
1. Proses
mempengaruhi atau memberi contoh dari pimpinan pengadilan kepada stafnya dalam upaya mencapai visi dan missi pengadilan.
2. Seni
mempengaruhi dan mengarahkan staf dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.
3. Kemampuan
untuk mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang pegawai untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
4. Melibatkan
tiga hal, yaitu pimpinan, staf, dan situasi
tertentu. 5. Kemampuan
mempengaruhi staf untuk mencapai tujuan.
Sumber pengaruh pimpinan pengadilan timbul secara formal. Pengaruh formal ada apabila seorang pimpinan pengadilan memiliki posisi manajerial dalam sebuah institusi pengadilan. Dengan demikian seorang pimpinan pengadilan dapat muncul dari dalam institusi itu sendiri atau karena ditunjuk secara formal. Untuk diketahui, bahwa pimpinan formal (lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif), adalah seseorang yang ditunjuk sebagai pimpinan atas dasar keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala hak dan kewajiban yang melekat berkaitan dengan posisinya. Pengadilan masuk dalam kategori lembaga yudikatif, berarti pimpinan pengadilan adalah pimpinan yang timbul secara formal, memiliki persyaratan formal sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan persyaratan lainnya, ditunjuk dan
diangkat atas dasar keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal ini Ketua dan Wakil Ketua MA sebagai pimpinan MA dipilih diantara hakim agung yang ada, diangkat dan ditetapkan atas dasar keputusan Presiden. Sedangkan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding sebagai pimpinan diangkat dan ditetapkan oleh Ketua MA. Berbeda dengan pimpinan informal (tokoh masyarakat, pemuka agama, adat, LSM, formal, karena mempunyai kualitas yang unggul, dia mencapai kedudukan sebagai seorang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku komunitas tertentu. Landasan Pokok Kepemimpinan Pengadilan : Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, yaitu : 1.
Aqidah atau Iman : Keyakinan adanya Allah dan Rasul Nya yang dipilih untuk menyampaikan risalahnya kepada ummat melalui Malaikat yang dituangkan dalam kitab suci. Keyakinan mendorong seseorang pimpinan untuk konsisten dan berpegang teguh menyerahkan segenap hidupnya kepada Allah Maha Pencipta. Dengan demikian aqidah akan selalu menuntun perilaku seorang pimpinan agar berbuat baik sesama, apalagi dalam kegiatan sehari-hari di lembaga pengadilan. Aqidah yang tertanam dalam jiwa pimpinan akan senantiasa menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah SWT, karena itu perilaku yang tidak dikehendaki Allah akan selalu dihindarkannya. Keyakinan aqidah ini akan berimplikasi membentuk pribadi pimpinan pengadilan : a.
Menumbuhkan jiwa merdeka bagi seorang pimpinan dalam pergaulan hidup, tidak ada manusia yang menjajah manusia lain, termasuk dirinya sendiri dan tidak akan menjajah orang lain.
b.
Menjadikan pimpinan memiliki keberanian untuk berbuat, karena tidak ada baginya yang ditakuti selain Allah. Ia akan selalu bicara kebenaran, selalu lurus dan konsisten perilakunya.
c.
Membentuk rasa optimis menjalani kehidupan, karena tauhid menjamin hasil yang terbaik yang akan dicapainya secara rohaniah, karena itu seorang pimpinan tidak pernah gelisah dan putus asa.
2.
Syariah : Aturan Allah tentang pelaksanaan penyerahan diri secara total melalui proses ibadah dalam hubungan sesama makhluk. Secara garis besar, syariah meliputi dua hal pokok yaitu ibadah dalam arti khusus atau ibadah mahdah ; yang pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dan ibadah ghairu mahdah ; yang pelaksanaannya tidak seluruhnya dicontohkan Rasulullah SAW seperti hubungan ekonomi, politik, hokum, hubungan antar manusia dan lainlain. Kepemimpinan pengadilan termasuk dalam hubungan antara pimpinan dengan stafnya.
3.
Akhlaq : Kata akhlaq berarti perangai, tabiat dan adat. Ini merupakan system perilaku yang dibuat. Kata akhlaq selalu berkonotasi positif, orang yang baik seringkali disebut orang yang berakhlaq, sementara orang yang tidak berbuat baik disebut orang tidak berakhlaq. Akhlaq juga artinya pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan penuh keikhlasan. Ruang lingkup akhlaq mencakup hal-hal sebagai berikut : a.
Hubungan manusia dengan Allah, mentauhidkan Allah, menghindari syirik, bertaqwa, memohon pertolongan kepada Nya, berdoa dan berzikir.
b.
Pola hubungan manusia dengan Rasulullah, menegakkan sunnah.
c.
Pola hubungan manusia dengan dirinya sendiri, seperti menjaga kesucian diri, tidak mengumbar hawa nafsu, selalu menyampaikan kebenaran, memberantas kezaliman, kebodohan dan sebagainya.
d.
Pola hubungan dengan keluarga, berbakti kepada kedua orang tua, tutur kata yang baik dan sebagainya.
e.
Ihsan, saling menghormati dan sebagainya.
f.
Pola hubungan manusia dengan alam, seperti menjaga kelestarian alam, tidak serakah, merusak bumi, menebang hutan dan sebagainya.
Tugas Kepemimpinan Pengadilan :
1.
Kepemimpinan sebagai amanat : Pimpinan dengan potensi yang dimilikinya telah dipilih, ditunjuk dan diangkat dengan suatu keputusan pejabat yang berwenang, mendapat mandat untuk memimpin pengadilan. Mandat kepemimpinan ini digambarkan Allah dalam Al-Quran surat Al-Ahzab (33) ayat (72) :
ض َوأْلِجَباِل َفاأَبْيَن أأْن َيْحِمْلَنَها َوأأْشَفْقَن ِمْنَها َوَحَمَلَها ِ إأِّنا َعَرْضَنا أْلأ أَماَنَة َعَلى ألّسَماَوأِت َوأْلأ أْر ﴾٧٢﴿أْل ِإأْنَساُن ۖ إأِنُّه َكاَن َظُلوًما َجُهوًلأ 072. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, Tugas kepemimpinan itu tidak dilepas begitu saja tanpa diberikan kewenangan-kewenangan untuk mengelola institusinya. Ini berarti untuk kelancaran tugas tersebut, telah disiapkan sarana dan prasarana yang lengkap. Sebagai imbangannya tugas kepemimpinan bukan tugas gratis tanpa pertanggungjawaban. Karena itu tugas ini berkelanjutan dan berkesinambungan dari pimpinan satu ke pimpinan anberikutnya secara konsisten melanjutkan program kerja yang sama, mulai dari programming, actuating sampai controlling, mulai dari menata, merawat, memanfaatkan, dan melestarikan. Keseluruhan tugas-tugas tersebut diarahkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan bersama. 2.
Amanat mengembangkan IPTEK : Surat al-alaq ayat 1-5 merupakan surat pencerahan dan pemberdayaan ummat. Surat ini turun dalam era kejumudan bangsa Arab yang terkenal dengan predikat jahiliyyah. Melalui pencerahan iqra/membaca bisa berubah menjadi bangsa yang berperadaban. Perintah ini adalah perintah membaca. Sebuah perintah yang merupakan kata kunci untuk mencapai informasi dan sebuah perintah yang menuntut usaha pengembangan lewat suatu system yang terdokumentasi, yang disimbolisasikan dengan kata alqalam yang berarti alat tulis menulis, seperti computer dan lain-lain.
3.
Amanat pemberdayaan ummat : Al-Quran adalah kitab petunjuk (hudan), bagi siapa saja yang memanfaatkannya, baik muslim (hudan lil muttaqin) maupun manusia (hudan lin nas) secara umum. Al-Quran memiliki tujuan praktis bagi pembentukan atau pembinaan manusia yang baik dan adil secara moral. Manusia tipe ini harus yang saleh, baik saleh ritual maupun saleh social yang memiliki kesadaran yang tajam dan kuat tentang refleksi doktrin dan pengakuan terhadap “ La ilaha illa Allah”, Tidak ada Tuhan selain ALLAH. Refleksi kesadaran itu harus melahirkan komitmen untuk mengomandokan yang haq dan mendiskomandokan yang batil. Tugas ini dalam bahasa al-Quran disebut ‘amar ma’ruf nahi munkar’.
4.
Meneladani sifat-siat Allah : Beragama berarti sikap seseorang dalam merespons aturan-aturan yang telah digariskan, atau sebagai upaya mencontoh, meneladani sifat-sifat Allah sesuai kemampuan manusia. Jadi, seseorang tidak bisa disebut beragama apabila tidak berupaya meneladani sifat-sifat Allah. Ada kata Allah, Rabb, dan Ilaah. Semua itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai Tuhan. Al-Quran menjelaskan Tuhan dengan tidak menyinggung zat, karena penjelasan Tuhan dari dimensi zat tidak akan terjangkau oleh pikiran manusia. Itu sebabnya alQuran menjelaskan Tuhan dari dimensi sifat, karena dimensi sifat berbicara fungsional seperti al-Khaliq (Maha Pencipta), al-Alim (Maha Mengetahui), al-Malik (Yang Maha Raja), alQadir (Maha Kuasa) dan lain-lain.
Meneladani sifat Allah sebagai khaliq misalnya, berarti bahwa manusia dalam menjalankan tugas kepemimpinan harus kreatif. Nikmat potensial berupa akal itu harus digunakan secara optimal dengan mengembangkan budaya nalar kreatif, budaya tafakkur, dan tadabbur. Meneladani sifat Allah ini menggambarkan bahwa pimpinan pengadilan dituntut menjadi manusia kreatif, inovatif, dan partisipatif. 5.
Sifat-Sifat Kenabian dalam Konteks Manajemen Diri Pimpinan : Nabi Muhammad SAW disamping menerima mukjizat sebagai bukti kerasulan dan kenabian, juga dilengkapi sifat-sifat kenabian : Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fatanah.
Sifat siddiq berarti benar atau terpercaya. Pimpinan yang benar dan terpercaya akan bersikap amanah. Pimpinan yang amanah akan dipercaya oleh atasan dan para stafnya, dan akan mudah menjalani hubungan persahabatan dengan siapapun. Karena itu, tidak akan ada pergaulan bila tidak ada kejujuran dan tidak akan ada kejujuran bila pimpinan tidak berpegang pada amanah. Kata amanah berkorelasi dengan kata aman dan iman. Ini berarti secara konsep pimpinan yang diberi amanah harus menjamin amanah yang dibebankan kepadanya menjadi aman. Jika pimpinan berlaku sebaliknya, terhadap amanah, berarti iman yang bersangkutan belum imun (kebal). Amanah sering pula dipahami sebagai kejujuran, karena orang yang jujur akan memegang dan menjalani amanah dengan baik. Meskipun demikian amanah bukan berarti sekedar jujur atau kejujuran, tetapi juga pertanggungjawaban atas misi yang diemban. Jujur bukan berarti jalan di tempat, melainkan harus bervisi ke depan, berkaitan dengan marketable dan bernilai jual tinggi. Karena akuntabilitas pada dasarnya pertanggungjawaban atas nikmat dengan pembuktian rasa syukur yang benar, baik bersyukur pada tatanan horizontal maupun pada tatanan vertical. Bersyukur sendiri harus meliputi dimensi lisan, kalbu, dan aksi.Jadi, amanah berarti pula menjalankan tugas secara professional dan proporsional. Bekerja asal-asalan adalah tanda tidak amanah dan yang tidak amanah akan merusak persahabatan. Sifat tabligh yang berarti menyampaikan. Apa yang disampaikan adalah amanat (misi kerasulan). Menyampaikan pesan ilahi tentu membutuhkan system dan jaringan serta alatalat komunikasi seperti, kendaraan, telpon, internet, twitter, facebook, televisi, radio dan lain-lain. Ini berarti pula kebenaran tidak boleh disembunyikan, perlu ekspos. Dan penyampai pesan harus menguasai medan dan memahami culture audience agar pesan yang ingin digagas dapat ditangkap sepenuhnya oleh pendengar. Tabligh juga berarti transparansi dan dialogis, karena monolog akan sangat cepat melahirkan kejenuhan. Dalam konsep komunikasi, sebuah pesan baru dianggap komunikatif bila ada respons timbal balik. Sifat fatanah berarti cerdik dan strategik. Sifat ini berkaitan dengan kualitas SDM. Setiap orang secara potensial dibekali potensi-potensi yang kuat. Secara aktual harus dikembangkan, dibina, dan dididik, maka manusia tidak boleh berhenti mengikuti
program pembelajaran. Kecerdikan adalah keunggulan yang berkaitan dengan produktivitas. Bahwa kebangkrutan bangsa dan Negara serta kejatuhan pimpinannya adalah akibat sumber daya manusia yang tidak mengikuti dan mengamalkan sifat-sifat kenabian. Sifat-sifat kenabian di atas bukan untuk dihafal, melainkan untuk menjadi teladan dalam mengelola amanat jabatan, kedudukan, dan tugas-tugas kepemimpinan pengadilan. Untuk itu dibutuhkan suatu perencanaan yang berlandaskan nilainilai spiritual yang tinggi yang dapat menjadi bekal pimpinan atau calon pimpinan pengadilan. Kepemimpinan Pengadilan Masa Kini Akhir abad ke 20 membawa symbol khusus. Kita hidup pada satu sejarah perputaran era teknologi. Lebih dua dekade yang lalu revolusi informasi menghasilkan komputer dan softwar, juga internet. Umat manusia menjadi benar-benar dihubungkan dan hidup menjadi tidak sama. Revolusi ini mempunyai cabangcabang substansi dalam system sosial. Melalui superleadership seseorang dapat mempengaruhi orang lain. Revolusi teknologi akan mengubah sifat kepemimpinan yang pengaruhnya sangat luas. Saat ini kita sedang berada di tengah perubahan sosial dimana teknologi mentranformasi bisnis, struktur keluarga, sekolah, pemerintahan, dan bahkan lembaga peradilan.Sesungguhnya kita menghadapi arena yang penuh tantangan untuk mencoba leadership pada abad ke 21, yang menekankan pemberdayaan orang lain, yang disebut sebagai superleadership yaitu memimpin orang lain untuk memimpin dirinya sendiri. Perkembangan revolusi informasi menyebabkan terjadinya destruktif organisasi. Oleh karena itu hirarki tidak lagi dibutuhkan dan mempermudah gerakan informasi yang diperlukan untuk tugas integrasi. Bahkan antar lembaga peradilan sekarang dapat berkomunikasi langsung dengan gerakan yang lebih cepat, fleksibel dan efektif. Hal ini memerlukan kemampuan dan pengetahuan untuk mengatur kebutuhan informasi mereka dengan cepat. Aset organisasi yang benar tidak lagi berbentuk fisik bangunan, tetapi pengetahuan yang diinvestasikan oleh modal sumber daya manusianya. Bagaimana cara memimpin para pegawai yang berpengetahuan ini, tentu pimpinan harus memiliki kiat-kiat sebagai berikut :
1.
Perlu meyakini bahwa kontrol yang paling utama adalah datang dari dalam esensi diri leadership.
2.
Perlu mengoptimalkan potensi sumber daya manusia dengan tidak mengabaikan self-leadership dari dalam.
3.
Pimpinan yang paling efektif pada era globalisasi ini akan menjadi seorang superleadership, seseorang yang memimpin orang lain untuk memimpin diri mereka sendiri di era transformasi, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Isra (17) ayat ( 15) :
ٰ ى َف إِانَّما َيْهَتِدي لَِنْفِسِه ۖ َوَمْن َضّل َف إِانَّما َيِضّل َعَلْيَها ۚ َوَلأ َتِزُر َوأِزَرٌة ِوْزَر أأْخَر ٰ َمِن أْهَتَد ى ۗ َوَما ُكّنا ﴾١٥﴿ُمَعّذِبيَن َحّتىٰ َنْبَعَث َرُسوًلأ Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), .015 maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak .akan meng`azab sebelum Kami mengutus seorang rasul Pertimbangan strategi bagi seorang superleader adalah : 1.
Lebih banyak mendengar, sedikit berbicara.
2.
Lebih banyak bertanya, sedikit memberi jawaban.
3.
Membantu belajar dari kesalahan, tidak takut konsekuensi.
4.
Memberikan pemecahan masalah dengan orang lain, dari pada menyelesaikan masalah untuk orang lain.
5.
Berbagi informasi dari pada menyimpannya.
6.
Memberikan kreativitas bukan memberikan persesuaian.
7.
Membentuk teamwork destruktif.
8.
Membantu ketidaktergantungan dan ketidaktergantungan bukan ketergantungan.
9.
Mengembangkan komitmen self-leader, bukan pengikut yang tunduk.
dan
kolaborasi
bukan
kompetisi saling
Memimpin orang lain untuk memimpin dirinya sendiri, bukan di bawah kontrol orang lain.
10.
Membangun struktur organisasi yang mendukung selfleadership, seperti team self-managing, team virtual, dan team yang berjarak.
11.
Membangun system informasi melalui intranet dan internet, yang mendukung self-leadership.
12.
Membangun budaya self-leading di seluruh satuan kerja.
13.
Revolusi teknologi menyebabkan perubahan cara lembaga peradilan menyusun dirinya sendiri. Perubahan struktur membutuhkan perubahan budaya yang lebih radikal, yaitu system sosial yang ada dalam lembaga tersebut. Esensi perubahan budaya ini merupakan investasi dan menekankan pada pengetahuan kerja, yaitu proses orang-orang dan transformasi informasi. Budaya yang muncul ini menempatkan nilai pada mentorsip, pembelajaran, inisiatif dan kreativitas. Agar benarbenar efektif, pekerja pengetahuan perlu diberdayakan pada level yang sudah maju. Modal dasar manusia yang cakap dan terdidik akan menjadi unsur utama keberhasilan lembaga peradilan. Orang perlu mampu memimpin dirinya sendiri. Orang yang berilmu dijanjikan oleh Allah SWT tempat yang mulia, sebagaimana tercantum dalam al-Quran surah al-Mujadalah (58) ayat (11) :
س َفاْفَسُحوأ َيْفَسِح أللُّه لَُكْم ۖ َوإأَِذأ ِقيَل أْنُشُزوأ ِ َِيا أأّيَها ألِّذيَن آأَمُنوأ إأَِذأ ِقيَل لَُكْم َتَفّسُحوأ ِفي ألَْمَجال ﴾١١﴿َفاْنُشُزوأ َيْرَفِع أللُّه ألِّذيَن آأَمُنوأ ِمْنُكْم َوألِّذيَن أأوُتوأ أْلِعْلَم َدَرَجاٍت ۚ َوأللُّه بَِما َتْعَمُلوَن َخِبيٌر 011. Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Lebih lanjut dikatakan, bahwa self-leadership adalah perluasan strategi yang difokuskan pada perilaku, pola pikir dan perasaan yang digunakan untuk mempengaruhi atas diri sendiri. Juga apa yang orang lakukan untuk memimpin diri mereka sendiri. Yang berarti bahwa setiap orang adalah pemimpin yang akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. (HR. Bukhari Muslim).
Mengembangkan setiap orang menjadi self-leadership yang efektif adalah tantangan yang menarik dan berat bagi dunia peradilan kita. Pemimpin yang melakukan ini disebut superleader, suatu istilah yang digunakan manajer dan eksekutif yang bertanggung jawab memimpin orang lain, khususnya karyawan langsungnya. Superleader mendesain dan meletakkan system yang diikuti dan mengajar pegawai untuk menjadi self-leader. Pendekatan tersebut, terdiri dari perluasan perangkat perilaku, yang semuanya dimaksudkan untuk menjadikan staf mempunyai kemampuan perilaku dan kognitif yang penting untuk melatih selfleadership. Sifat Rasulullah SAW selalu memberikan inspirasi bagi umatnya sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Ahzab (33) ayat (21) :
﴿َلَقْد َكاَن َلُكْم ِفي َرُسوِل أللِّه أأْسَوٌة َحَسَنٌة لَِميْن َكياَن َيْرُجيو ألّليَه َوألَْييْوَم أْلأ آِخيَر َوَذَكيَر ألّليَه َكِثييًرأ ﴾٢١
021. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Self- leadership tersebut, merupakan langkah awal yang penting untuk memahami superleadership. Secara khusus akan memusatkan perhatian pada ketera mpilan yang membentuk dasar superleadership. Sebagaimana tersebut di atas, bahwa superleadership ; memimpin orang lain untuk memimpin dirinya sendiri, gagasan ini bersumber pada pandangan bahwa esensi semua kontrol atas pegawai adalah teristimewa pada daya diri. Dengan mengabaikan dari mana datangnya konrol, apakah dari pimpinan atau kebijakan institusi peradilan, akibatnya mereka bergantung pada bagaimana konrol ini dievaluasi, diterima dan diterjemahkan oleh setiap pegawai ke dalam komitmen pribadi mereka. Pimpinan harus menjadi tokoh bagi orang yang dipimpin, dan semua itu terpancar dari dirinya. Kemampuan self-leadership inilah sebagai kunci kepemimpinan masa kini. A-Quran surah al-Ankabut (29) ayat (6) menyebutkan :
﴾٦﴿َوَمْن َجاَهَد َف إِانَّما ُيَجاِهُد لَِنْفِسِه ۚ إأِّن أللَّه لََغِنّي َعِن ألَْعالَِميَن
006. Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. Dalam buku Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 yang diterbitkan Mahkamah Agung RI 2010 halaman 17 dikatakan bahwa kualitas kepemimpinan badan peradilan akan menentukan kualitas dan kecepatan gerak perubahan badan peradilan. Dalam sistem satu atap, peran pimpinan badan peradilan, selain menguasai aspek teknis yudisial, diharuskan juga mampu merumuskan kebijakan-kebijakan non-teknis (kepemimpinan dan manajerial). Terkait aspek yudisial, seorang pimpinan pengadilan bertanggungjawab untuk menjaga adanya kesatuan hukum di pengadilan yang dipimpinnya. Untuk area non-teknis, secara operasional, pimpinan badan peradilan dibantu oleh pelaksana urusan administrasi. Dengan kata lain, pimpinan badan peradilan harus memiliki kompetensi yudisial dan nonyudisial. Demi terlaksananya upaya-upaya tersebut, MA menitikberatkan pada peningkatan kualitas kepemimpinan badan peradilan dengan membangun dan mengembangkan kompetensi teknis yudisial dan non-teknis yudisial (kepemimpinan dan manajerial). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan pengadilan masa kini, merupakan pengembangan strategi pimpinan sebagai superleader yang difokuskan pada perilaku, pola pikir dan perasaan yang digunakan untuk mempengaruhi diri sendiri, juga para stafnya untuk memimpin diri mereka sendiri (self-leader), dan harus memiliki kompetensi yudisial dan non yudisial yang masing-masing akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Wallahu a’lamu bissawab. (A.Agus Bahauddin, Hakim Tinggi PTA Jambi)
DAFTAR BACAAN Aziz Fakhrurrazi, Prof.Dr.H.MA dan Erta Mahyudin, Lc,SS,M.Pd.I, Fiqih Manajerial Aplikasi Nilai-Nilai Ibadah Dalam Kehidupan, Pustaka Al-Mawardi, Cetakan Pertama Agustus 2010, Jakarta, 2010.
Buchari Alma, Prof.Dr.H, dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, Alfabeta, Bandung, 2009.
S.Pd,
Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaruan Peradilan 20102035, 2010. Peter Mahmud Marzuki, Prof.Dr.SH.MS,LL.M, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Veithzal Rivai, Prof.Dr.M.B.A dan Deddy Mulyadi, Prof.Dr.M.Si, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisi Ketiga, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, Jakarta, 2010. Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Quran Disempurnakan Oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, AL-‘ALIM AL-QURAN DAN TERJEMAHANNYA, Edisi Ilmu Pengetahuan, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2009.