KEPEMILIKAN SAHAM PERBANKAN OLEH ASING SAMPAI 99%, WOW! Bambang Murdadi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang Abstrak Dalam pemberitaan media, muncul wacana dari gedung DPR untuk mengkaji kembali UU yang tidak sesuai dengan kepentingan publik antara lain kepemilikan saham perbankan oleh pemilik asing diperbolehkan sampai 99%. Ketentuan yang membolehkannya adalah Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1999 tentang pembelian saham bank umum oleh pihak asing. Selain PP tersebut, kepemilikan saham perbankan oleh asing diatur juga dalam PBI No. 14/8/PBI/2012 tahun 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum yang membolehkan asing memiliki saham lebih dari 40% dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Bagi penggiat nasionalisme tentu akan melihat hal ini sebagai penguasaan perbankan nasional oleh asing, terlebih lagi saat ini bank-bank yang dimiliki asing pangsanya sudah sekitar 40% dari aset perbankan nasional. Perlu diketahui peranan lembaga perbankan sangat penting. Di Indonesia peran lembaga perbankan mencapai lebih dari 80% dari sistem keuangan nasional. Upaya untuk menurunkannya tentu perlu didukung. Namun tetap memperhitungkan dampak yang timbul dari upaya-upaya yang akan ditempuh tersebut. Kata Kunci : Perbankan nasional, Saham asing 99%, Amandemen ketentuan dan PerundangUndangan. PENDAHULUAN
Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1999
Sering dikatakan bahwa penjualan
tentang pembelian saham bank umum .
aset negara merupakan salah satu bentuk
Selain PP tersebut Bank Indonesia dengan
kegagalan dari pengelolaan perekonomian /
Peraturan Bank Indonesia No.14/8/PBI/2012
negara. Sebagi contoh adalah penjualan
tahun 2012 tentang Kepemilikan Saham
Indosat kepada investor Singapura dan juga
Bank
penjualan kapal tanker Pertamina. Sampai
kepemilikan asing lebih dari 40% dengan
saat ini masalah tersebut sering muncul di
persyaratan tertentu, artinya peluang asing
perbincangan publik. Publik menganggap
untuk memiliki saham perbankan nasional
bahwa penjualan tersebut sangat merugikan
sampai 99% masih terbuka. Dalam konteks
kepentingan nasional. Akan halnya di dunia
penjualan aset/kekayaan negara, dalam hal
perbankan nasional, kepemilikan saham
ini memang yang dijual bukan aset negara
perbankan oleh asing diperbolehkan sampai
namun masih sebatas saham/aset bank-bank
99%. Hal tersebut memang diatur dalam
milik swasta. Tidak menutup kemungkinan
Umum
masih
membuka
kran
ke depan terbuka peluang untuk menjual
asing, khususnya di dunia perbankan tidak
saham
(Bank
perlu diributkan, hanya perlu diatur. Di
BUMN) karena secara ketentuan juga tidak
dunia manapun kehadiran pemodal asing
dilarang. Tentu hal ini jangan sampai terjadi,
merupakan keniscayaan. Jangan seperti di
mengingat aset perbankan itu berbeda
Vietnam, karena terlalu menutup diri,
dengan aset lain. Perbankan diibaratkan
akhirnya perbankannya hancur. Pakar lain
peredaran darah dalam tubuh manusia,
juga
betapa tidak sistem keuangan nasional
membolehkan kepemilikan saham asing
pelakunya adalah dunia perbankan. Bisa
sampai 99%, sementara negara lain seperti
dibayangkan
sistem
Malaysia hanya membolehkan maksimal
peredaran darah di tubuh kita dikendalikan
sebesar 17% dan Australia hanya 35%. Jadi
bukan oleh tubuh kita tetapi dikendalikan
angka 99% itu memang terkesan mengobral
oleh alat/faktor diluar tubuh kita, artinya
aset nasional. Sekalipun memang harus
kematian tubuh bisa terjadi kapan saja
diambil langkah untuk menurunkannya,
tergantung pengendalinya.
namun perlu memperhatikan dampak yang
bank-bank
milik
akibatnya
Dalam
negara
kalau
berbagai
diskusi
dan
berkomentar,
timbul
apabila
mengapa
kita
langkah-langkah
yang
pemberitaan muncul niat dari legislatif
diambil secara frontal baik prosentase
untuk meninjau kembali UU yang mengatur
maupun jangka waktu pentahapannya. Apa
perbankan agar dimasukan ketentuan yang
saja dampak yang bisa timbul dari rencana
mengatur prosentase yang dibolehkan bagi
perubahan-perubahan
investor
perundang-undangannya?
asing
perbankan
untuk
nasional.
memiliki Muncul
saham berbagai
ketentuan Di
dan
bawah
ini
kajiannya.
argumen dari berbagai pihak, para pakar, anggota legislatif dan masyarakat, berapa
KILAS
prosen angka yang ideal dalam kepemilikan
KEPEMILIKAN SAHAM BANK
saham
perbankan
nasional
oleh
asing
BALIK
Kalau
kita
PERMASALAHAN
kilas
balik
tentang
tersebut. Ada yang mengatakan maksimal
kepemilikan saham perbankan nasional,
49%, 20% dan seterusnya. Polemikpun
mengapa
muncul terkait penanaman modal asing di
pemerintah yang membolehkan asing bisa
Indonesia. mengatakan
sampai
muncul
peraturan
Ekonom
Aviliani
misalnya
memiliki sampai 99%. Hal ini nampaknya
bahwa
kehadiran
pemodal
tidak terlepas dari dampak krisis multi
dimensi yang dimulai dari krisis mata uang,
Secara bertahap dilepaskannnya saham-
perbankan, perekonomian bahkan sampai
saham tersebut kepada pihak swasta baik
“krisis moral” yang mulai melanda bangsa
lokal maupun asing. Berbagai persyaratan
Indonesia pada pertengahan tahun 1997.
tentu dibuat agar tidak merugikan negara
Dalam lingkup krisis perekonomian, upaya
baik dari harga saham dan aset-aset yang
yang dilakukan pemerintah/Bank Indonesia
dikuasai. Yang paling penting dan krusial
sampai
adalah jangan sampai penjualan kembali
mengucurkan
dana
Bantuan
Llikuiditas Bank Indonesia mencapai sekitar
saham-saham
Rp600 trilyun melalui perbankan nasional
kembali kepada pengusaha-pengusaha nakal
yang pada akhirnya banyak menuai berbagai
yang tadinya adalah pemilik saham-saham
masalah. Akhirnya saham perbankan swasta
bank yang akhirnya diambil-alih/dikuasai
nasional
diambil-alih
pemerintah tersebut. Divestasi saham jangan
pemerintah antara lain BCA, Lippo, BDNI,
sampai dibeli lagi oleh pemilik bank nakal.
Lippo dan lain-lain. Lahirlah lembaga Badan
Ditawarkanlah
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
investor asing dan lokal. Namun, ternyata
Lembaga yang dibentuk dan diserahi tugas
investor lokal selain investor nakal yang
untuk mengelola aset perbankan swasta
disebutkan
nasional yang diambil alih oleh pemerintah.
mungkin
Pola penyelesaiannya antara lain dengan
membeli. Dari kondisi inilah tentu tidak bisa
skema Master Settlement for Acquisition
dihindari minat asing untuk membeli saham-
Agreement (MSAA). Pada akhirnya BPPN
saham milik perbankan nasional tersebut.
dibubarkan
diganti
lembaga
Dari sinilah asing mulai memburu saham-
Perusahaan
Pengelola
(PPA).
saham perbankan nasional. Tentu dengan
Penyelesaian pelepasan saham perbankan
bargaining yang banyak kelemahan dipihak
oleh pemerintah (divestasi) inilah sebagai
pemerintah karena aset bank-bank yang
tahapan-tahapan proses penjualan saham-
dikuasai saat itu tentu banyak yang harus
saham perbankan yang diambil-alih tersebut.
dilakukan penelitian yang cermat antara lain
Saham-saham
swasta
banyak yang rusak dan sebab-sebab lain
memang harus dilepaskan kembali karena
sehingga tentu dengan harga yang dibawah
tidak mungkin pemerintah menguasai dalam
kewajaran. Hal ini terbukti bahwa dari dana
waktu lama karena akan membebaninya.
BLBI yang dikucurkan sekitar Rp600
banyak
milik
yang
dengan Aset
perbankan
tersebut
saham-saham
diatas, ada
(divestasi)
tidak
yang
jatuh
kepada
mampu
“tidak
atau
berminat”
trilyun, hanya terjual beberapa ratus trilyun
dalam rangka memperkuat permodalan bank
saja.
tapi
dan menyambut era perdagangan bebas,
pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa
terkesan sasarannya memang warga negara
dengan kondisi seperti ini. Disinilah peran
asing.
investor asing apat mendapatkan saham-
dilahirkan itu, sehingga warga negara asing
saham perbankan nasional dengan kelebihan
langsung diberikan kesempatan untuk dapat
dari sisi prosentasi kepemilikan tentunya.
memiliki saham perbankan nasional sampai
Sangat
merugikan
negara,
Demikian
liberalnya
PP
yang
Lahirnya Peraturan Pemerintah No.
99%. Kalau melihat tahun lahirnya PP yakni
29 tahun 1999 tentang pembelian saham
tahun 1999 memang tentu dapat dipahami
bank umum dengan konsiderannya antara
dimana saat itu sedang antiklimaksnya krisis
lain adalah :
multi
untuk menciptakan sistem perbankan
Sebagaimana disebutkan di atas, dibentuklah
yang sehat, efisien, tangguh dan mampu
BPPN untuk menangani bank-bank yang
bersaing dalam era globalisasi dan
diambil-alih oleh pemerintah. Saat itu pula
perdagangan bebas, diperlukan upaya
lahir UU mengenai Bank Indonsia No. 23
yang
tahun 1999. Disini menunjukan lahirnya
dapat
mendorong
Bank
memperkuat permodalannya; untuk
memperkuat
dimensi
melanda
bangsa
ini.
berbagai ketentuan dan perundang-undangan
permodalan
terkesan sangat responsif terhadap kondisi
perbankan, perlu dibuka kemungkinan
bangsa saat itu sehingga terkesan spontan
yang lebih besar bagi masyarakat untuk
dan dalam berbagai hal isinya “dangkal”,
membeli saham Bank;
terbukti dalam perjalanannnya menghadapi
Pada pasal (3) kepemilikan
ditetapkan, bahwa jumlah
saham
Bank
oleh
berbagai masalah sehingga UU/ketentuan-
Warga
ketentuan yang dihasilkan pada akhirnya
Negara Asing dan atau Badan Hukum Asing
diamandemen seperti UU No 23/1999
yang diperoleh melalui pembelian secara
tentang
langsung maupun melalui Bursa Efek
dengan UU No 3/2004.
Bank
Indonesia
diamandemen
sebanyak -banyaknya adalah 99% (sembilan
Semestinya dapat dijadikan pelajaran
puluh sembilan per seratus) dari jumlah
bagi komponen bangsa bahwa pada saat
saham Bank yang bersangkutan.
negara
Dalam konsideran lahirnya Peraturan Pemerintah
tersebut tekanannya adalah
dalam
keadaan
lemah
secara
ekonomi, maka membuka peluang bagi bangsa lain untuk ikut “memancing di air
keruh” atas kondisi yang dialami. Di saat
berdampak sistemik apabila mengalami
itulah memungkinkan pihak-pihak asing
kejatuhan. Bank diluar yang 15 itu juga bisa
bermain disegala bidang termasuk bidang-
menjadi sistemik apabila kejatuhannya pada
bidang
otoritas
saat yang kurang tepat, misalnya bertepatan
kebijakan/pengaturan termasuk kebijakan
dengan datangnya krisis ekonomi dan
bidang
seterusnya.
yang
mempunyai
perbankan.
Apakah
kita
bisa
Efek
domino
tidak
dapat
menjamin bahwa lahirnya PP tersebut juga
dihindari karena bank adalah lembaga
tanpa intervensi asing, dimana saat itu
kepercayaan masyarakat, mati hidupnya
negara dalam kondisi lemah bahkan kalau
tergantung sejauh mana bank tersebut
kita mengingat kembali ketika presiden
dipercaya masyarakat. Perbankan bukan
Suharto
hanya
dihadapan
Camdesuss
petinggi
IMF
Mc.
sekedar
lembaga
intermediasi
dengan sikap arogan (kedua
(lembaga penengah antara pemilik modal
tangan dipinggang) menyaksikan presiden
dan yang membutuhkannya), namun punya
kita menandatangi LOI dengan IMF.
peran lain yang sangat strategis. Perbankan juga bagian dari sarana sistem pembayaran
PERBANKAN LEMBAGA STRATEGIS,
nasional. Ibarat sistem transportasi, bank
PILAR PEREKONOMIAN BANGSA
adalah moda yang mengangkut produk-
Berbeda dengan perusahaan non
produk yang dibutuhkan oleh masyarakat
bank, sebagaimana disebutkan di atas,
dari producernya. Perbankan adalah sarana
perbankan mempunyai peran penting dalam
angkutan kinerja sistem keuangan nasional.
ikut menjaga lancarnya roda perekonomian
Perannya yang mencapai 80% lebih dari
nasional. Apabila perusahaan non bank
sistem keuangan nasional, menjadikannya
misalnya pabrik baja kolaps, maka tidak
pilar
akan menjalar ke sektor lain, paling masalah
perekonomian
yang
masalah
perbankan nasional juga adalah aset negara
ketenagakerjaan. Namun kalau perbankan,
yang sangat penting. Apabila merujuk pada
kalau salah satu bank saja kolaps, terlebih
UUD 1945, khususnya pasal 33, perbankan
yang
yang
adalah perusahaan yang menguasai hajat
dikategorikan sebagai bagian sistem yang
hidup orang banyak. Memang semestinya
penting (systemic). Biasanya ada 15 bank
harus dikuasai oleh
yang dikategorikan sebagai bank yang pasti
tentunya bukan harus selalu dalam bentuk
timbul
kolaps
biasanya
adalah
bank-bank
yang
harus
kokoh
nasional.
Bisa
negara,
di
dalam
dikatakan
walaupun
aset fisik, namun aset yang bersifat non fisik
Kepemilikan saham-saham perbankan di
seperti regulasi dan ketentuan perundangan-
tanah air oleh asing meliputi 3 (tiga)
undangan yang mengaturnya.
skema/bentuk yakni : pertama melalui
Dari sisi informasi mengenai data
pembukaan Kantor Cabang bank asing di
perekonomian, penguasaan saham-saham
Indonesia,
perbankan juga berarti menguasai data, trend
saham-saham bank-bank swasta nasional
dan potensi-potensi perekonomian nasional.
dan
Warna dari berbagai usaha baik usaha besar
campuran antara investor asing dan pemilik
maupun kecil dapat dilihat melalui kondisi
bank swasta nasional. Sebagai gambaran,
nasabah-nasabah perbankan. Usaha apa
data mengenai kepemilikan asing dalam 3
yang sedang tumbuh, booming atau bahkan
(tiga) kriteria tersebut, sebagaimana data di
usaha yang mulai surut (sun-set product)
bawah ini :
dapat
terlihat
dari
nasabah-nasabah strategisnya
kondisi
dan
perbankan.
perbankan,
kedua
dengan
ketiga dengan cara kepemilikan
trend
Nama Bank
%-tase kepemilikan
Begitu
bahkan
mengakuisisi
asing > 50%
sampai Kantor Cabang
kepada risiko-risiko yang mungkin timbul
1
American Ekpress Bank
100%
dari kinerja perbankan dapat terlihat dari
2
Citibank
100%
data perbankan yang ada. Sehingga pada
3
JP Morgan Class Bank
100%
akhirnya
saham-saham
4
Bank of Amerika
100%
perbankan dapat dijadikan sebagai bahan
5
Bangkok Bank
100%
6
HSBC
100%
7
Bank Of Tokyo Mitsubishi
100%
8
Standard Chartered Bank
100%
9
ABN Amro Bank
100%
pengambilan
menguasai
keputusan,
bukan
hanya
kinerja perbankan namun juga kinerja perekonomian negara. Kalau
melihat
realita
saat
ini,
10
Deutche Bank
100%
investor asing sudah memiliki sekitar 40%
11
Bank of China Limited
100%
dari aset perbankan tanah air, rasanya sangat
Akuisisi
memprihatinkan apabila hal ini dibiarkan. Apakah peningkatkan
pangsa perbankan
1
Bank NISP
79,22%
2
Bank Muamalat
70,57%
3
Bank Niaga
69,69%
asing akan dibiarkan sampai mencapai 75%
4
Bank Danamon
69,62%
misalnya, pada akhirnya dapat diibaratkan
5
BII
62,93%
kita bukan tuan rumah di negerinya sendiri.
6
Bank Lippo
57,62%
7
BCA
51,19%
biasa, hanya ada beberapa negara saja yang
8
Bank Buana Indonesia
61,19%
dengan suku bunga tergolong tinggi. Suku
9
Bank Bumi Putra
58,32%
Bank Campuran
bunga perbankan yang tergolong tinggi tersebut, semestinya kalau dilihat dari sisi
1
Bank BDS Indonesia
99,00%
2
Bank Mizuho Indonesia
99,00%
domestik adalah ibarat “penyakit menahun”.
3
Bank
99,00%
Namun dilihat dari sisi investor asing tentu
BNP
Paribas
Indonesia
hal
4
Bank UOB Indonesia
5
Korea
99,00%
Exchange
B.
99,00%
Bank
99,00%
ini
merupakan
daya
tarik
yang
menggiurkan, ibarat ada gula ada semut untuk kasus Indonesia dari aspek suku
Danamon 6
Bank
Rabo
bunga. Spread suku bunga di tanah air dibandingkan dengan suku bunga dinegara-
International 7
Bank OCBC-NISP
99,00%
negara
8
Bank Chinatrust Indonesia
99,00%
misalnya mengenai suku bunga acuan. Di
9
Bank Commmonwealth
98,70%
Indonesia suku bunga acuan (BI rate) saat
10
Bank Resona Perdana
98,42%
11
Bank Sumitomo Mitsui
98,29%
12
Bank Capital
96,82%
13
Bank UFI Indonesia
96,23%
0 s.d. 0,1%, Amerika sebesar 0 sd 0,25%,
14
Bank Woori Indonesia
95,18%
Australia sebesar 2,5%. Dibawah ini daftar
15
Bank Maybank Indocorp
91,20%
tingkat suku bunga acuan di berbagai negara
16
ANZ Panin Bank
85,00%
:
17
Bank Finconesia
51,49%
cukup
Ketertarikan investor asing bukan
No
Nama Negara
1
Indonesia
% suku bunga acuan 7,50
2
Amerika
0-0,25
kinerja perbankan Indonesia dan keuangan Indonesia
memang
tergolong
BI rate (Nov’13) Fund rate ( Des
3
Jepang
0-0,1
Call rate (Oct’10)
4
Australia
2,50
Cash
rate
(Agt
on
rate
’13) 5
Canada
1,00
Target (Sep’10)
6
Eurozone
0,05
“tinggi”.
Dengan kata lain punya daya tarik luar
Kererangan
’08)
hanya karena banyaknya saham perbankan yang ditawarkan saat ini. Namun melihat
Bandingkan,
negara-negara lain antara lain Jepang hanya
TINGKAT SUKU BUNGA DOMESTIK SEBAGAI DAYA TARIK ASING
lebar.
ini sebesar 7,5%, sedangkan di negara-
Sumber : Buku Mengelola Bank Sentral. ,Ir Buhanuddin Abdullah,MA(2006)
lain
Key Intrrate (Sep ’14)
7
India
8,00
Policy repo rate
8
China
6,00
(Jan’14)
keuntungan. Bandingkan, seorang investor
Lending rate (Juli
Jepang misalnya dengan meminjam uang di
’12) 9
New
3,5
negaranya dikenakan bunga hanya 1%, lalu
Cash rate (Jul ’14)
diivestasikan di Indonesia, misalnya untuk
Zealand 10
11
Bnhmark Israel
0.25
Saudi
2,00
Arabia
Rate
membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
(Aug ‘14)
dengan diskonto (BI rate) sebesar 7,5%.
Repurch Rate (Jan
Sementara dengan memegang Sertifikat
‘09)
Bank Indonesia tersebut risikonya dapat dikatakan nol persen, kondisi seperti ini
Sementara suku bunga pinjaman komersial misalnya suku bunga kredit perumahan (BTN), di Indonesia rata-rata mencapai 10,16%(Rata-rata 19 bank di dalam negeri). Di negara lain antara lain Jepang bunga pinjaman hanya antara 0 – 0,1%, Amerika hanya 3,22%(tenor 1f ) dan 4,22% (tenor 30 th), Australia 4,25% Dengan spread bunga yang menganga lebar seperti ini, bagaimana para investor asing tidak tergiur untuk menanamkan modalnya di
Indonesia
memiliki
khususnya
saham
dengan
bank-bank
cara
nasional.
Melihat suku bunga acuan (BRI rate) yang cukup tinggi tersebut (7,5%), pemodal asing tentu memandang hal ini sebagai good area to invest. Sekalipun saat ini The Fed menaikan tingkat suku bunga, nampaknya hanya kondisi sesaat bagi investor bidang perbankan ini. Dengan melihat BI-rate sebesar itu, ibaratnya dengan tidurpun berinvestasi di Indonesia akan mendapatkan
apakah tidak dapat dikatakan dengaan hanya tidur saja para investor asing tersebut akan menangguk
keuntungan.
Suku
bunga
perbankan yang rendah di luar negeri itu pula yang mendorong banyak pihak swasta dalam negeri yang mencari pinjaman di luar negeri yang bunganya relatif murah, seingga utang
Indonsia
Rp3.000
trilyun
membengkak (utang
swasta
sampai sekitar
separuh lebih dari utang pemerintah). Inilah sebenarnya penyakit menahun yang melanda perbankan
dan
perekonomian
nasional.
Penyakit menahun inilah yang dijadikan para
pemodal
asing
untuk
selalu
memanfaatkan pasien untuk berobat di luar negeri dan dokternya adalah para investor antara lain yang membeli saham-saham perbankan
nasional.
kebijakan
untuk
Kalau
tidak
mengatur
ada dan
menertibkannya, sampai kapanpun sahamsaham perbankan nasional akan selalu
menjadi
daya
tarik
untuk
dibeli
Upaya
dan
untuk
kepemilikan
dikuasainya.
mengurangi
saham-saham
oleh
asing
maupun oleh individu-individu pemilik bank sebetulnya sudah dilakukan oleh Bank
SOLUSI PP No. 29 tahun 1999 saat ini sudah
Indonesia
sebagaimana
PBI.
berjalan selama 15 tahun dan aset perbankan
No.14/8/PBI/2012 tahun 2012 yang telah
asing sudah sekitar 40%, tentu sudah banyak
disebutkan di atas. Namun sayangnya
kemanfaatan dari kehadiran pemodal asing
memang untuk kepemilikan saham asing
tersebut di kancah perbankan nasional
sampai
misalnya telah menopang kehidupan dan
persyaratan
kebangkitan
penguatan
(2013), dalam bukunya “Bank Sentral itu
permodalan bank, memberikan peluang
harus membumi”, bahwa kepemilkan saham
kesempatan kerja, peluang pengembangan
asing
usaha khusnya usaha kecil, pengembangan
Pemerintah nomor 29 tahun 1999 tentang
ilmu
pembelian
dan
bank
domestik,
teknologi
perbankan
dan
99%
sah
masih
tertentu.
menurut
saham
ditolerir Darmin
hukum.
bank
dengan Nasution
Peraturan
umum
masih
seterusnya, namun tentu permasalahan yang
memberikan keleluasaan kepada pihak asing
bisa muncul dikemudian hari juga siap
untuk memiliki saham bank sampai dengan
menghadang. Permasalahannya yang utama
99%. Selama peraturan ini masih berlaku,
tentu adalah dominasi kepemilikan asing
tidak mungkin lagi Bank Indonesia untuk
pasti menimbulkan intervensi, kepentingan,
secara
pengaturan/kebijakan dan pada akhirnya
pemilikan saham oleh pihak asing. Bisa-bisa
penguasaaan(hegemoni) terhadap perbankan
ada regulasi antar instansi yang saling
nasional (baca : perekonomian nasional).
bertentangan dan ini berita buruk kalau
Kalau sudah dalam kondisi seperti ini, kita
sampai terjadi. Langkah yang bisa dilakukan
sebagai bangsa yang berdaulat, pasti punya
hanyalah mengemasnya secara lebih baik
harga
untuk kepentingan nasional.
diri
dan
lebih
jauh
adalah
tegas
melakukan
pembatasan
dan
Masalah pemilikan bank ini erat
bernegara pasti tidak akan rela. Kita sebagai
kaitannya dengan kinerja dan tata kelola
bangsa pasti tidak akan rela hanya sebagai
bank. Bank bisa menjalankan kegiatan usaha
“kuli” di negerinya sendiri.
dan memiliki kinerja yang baik apabila para
kelangsungan
hidup
berbangsa
pemilik bank menyerahkan sepenuhnya
pengelolaan bank kepada manajemen. Ini
dengan
ada syaratnya. Manajemen bank harus
tetangga.
menjalankan
amanah
yang
bank-bank
Mungkin
diterimanya
dari
jalan
negara-negara
terbaik
untuk
secara profesional dan menerapkan tata
membangun rambu-rambu ketahan dan tata
kelola yang baik. Artinya, harus ada
kelola adalah dengan menata kembali
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
kepemilikan saham bank. Tentu tanpa
independensi,
melanggar
komitmen
kesetaraan dalam pengelolaan bank. Kalau
disampaikan
pada
ini bisa berjalan baik, saya yakin kita tidak
maupun peraturan perundangan yang lebih
perlu
soal
tnggi. Pembatasan kepemilikan saham ini
kepemilikan saham bank. Namun ternyata
juga secara langsung akan membatasi
tidak sedikit kasus penyimpangan dan
campur tangan pemilik pada operasional
kejahatan perbankan disebabkan adanya
bank, mengingat pemagang saham lainnya
campur tangan dari pemilik bank, khususnya
akan turut mengawasi operasional bank dan
yang punya saham dalam jumlah besar.
berreaksi jika ada hal-hal yang tidak beres.
ambil
serta
pusing
kewajaran
dan
memikirkan
Kita sudah pasti tidak ingin industri
tingkat
yang
telah
internasional
Dalam konsep pembatasan kepemilikan
karena
saham yang dibangun, jenis pemegang
maraknya penyimpangan dan kejahatan
dibagi kedalam 3 kelompok, yakni lembaga
perbankan. Kita juga tentu tidak ingin ada
keuangan, korporasi non keuangan, dan
penguasaan usaha bank oleh pihak asing
individual.
tanpa kendali. Jadi, harus pada rambu-rambu
batasan
yang bisa mengarahkan terlaksananya tata
dimiliki. Perusahaan lembaga keuangan
kelola yang baik di perbankan, sekaligus
boleh
meningkatkan ketahanan dan membawa isu
Korporasi non keuangan bisa memiliki
penguasaan asing di perbankan nasional.
saham sampai 30%, dan individual bisa
Apalagi tidak lama lagi akan ada integrasi
memiliki sampai batasan 20% dari jumlah
sektor keuangan di negara-negara ASEAN.
saham suatu bank.Khusus untuk pemegang
Bank-bank nasional harus punya kinerja
saham yang berbentuk bank, bisa memiliki
yang baik dan memiliki tata kelola yang
saham lebih dari 40% setelah kinerja bank
mumpuni untuk bisa bersaing secara sehat
yang dimiliki dievaluasi dan memenuhi
perbankan
kembali
terpuruk
Setiap
maksimal
memiliki
kelompok saham
saham
memiliki
yang
sampai
boleh
40%.
persyaratan yang ditetapkan Bank Indonsia.
Untuk pemegang saham yang berasal dari
200 Milyar. Beli bank kecil, apalagi yang
luar negeri ada persyaratan khusus yang
kurang sehat, bisa melakukan kegiatan
harus dipenuhi, yakni ada rekomendasi dari
perbankan apapun. Bandingkan dengan di
otoritas negara asal jika capon pemegang
negara-negara tetangga, modal mendirikan
saham berupa lembaga keuangan, ada
bank jauh lebih mahal dan sejumlah
komitmen
mendukung
kegiatan bank seperti membuka ATM di luar
pengembangan, perekonomian Indonesia,
kantor, melakukan kgiatan ritel, apalagi
dan memiliki peringkat investasi tertentu.
ingin ikut jaringan ATM, masing-masing
untuk
Batasan-batasan kepemilikan saham
perlu ijin khusus dan sangat sulit. Dewasa
sebesar 40%, 40%, dan 20% tersebut tidak
ini dengan kedua peraturan tersebut, jika
muncul dari langit. Itu hasil kajian yang
membeli bank kecil yang murah, tidak bisa
dibuat Bank Indonesia yang dkombinasikan
melakukan sejumlah kegiatan. Untuk itu,
dengan diskusi di tingkat pimpinan BI.
perlu menambah modal setara dengan modal
Kewajiban pemenuhan yang diprioritaskan
mendirikan bank baru, bahkan bisa lebih
pada bank-bank dengan kinerja dan tata
mahal.
kelola
kurang
baik
mempertimbangkan
pun
bank-bank
yang
memiliki
kinerja dan tata kelola yang sudah baik,
antaranya, daya serap pasar terhadap saham-
pemilikan saham yang melebihi batasan bisa
saham
ditoleransi.
harus
pemagang saham
faktor.
Bagi
Di
yang
banyak
telah
dilepaskan
oleh
Mereka
tidak
harus
yang kepemilikannya
menyesuaikan kepemilikan saham. Namun
melebihi batasan yang ditetapkan. Jika hal
ada syarat yang harus dipenuhi, yakni
ini diabaikan maka harga saham bank-bank
kinerja dan tata kelola tidak boleh menurun
bisa
serta
terjun
bebas.
Apabila
tidak
tidak
ada
perubahan
kompoisi
diperhitungkan dengan matang, dampaknya
kepemilikan saham bank. Logikanya kalau
bisa berlanjut pada penurunan kepercyaan
dominasi
masyarakat.
kinerja dan tata kelola yang baik, maka
Hubungan aturan kepemilkan ini dan
kepemilikan
bisa
mendorong
komposisi kepemilikan saham yang ada bisa
multilicencing adalah dilema yang sejauh ini
dinilai
dihadapi Bank Indonesia. Mendirikan bank
manajemen bank mengerti posisi masing-
baru perlu modal Rp 3 Trilyun. Namun
masing dan saling menjaga profesionalitas
banyak bank kecil dengan modal Rp100 –
agar bank bisa beroperasi baik. Oleh karena
sudah
optimal.
Pemilik
dan
itu, untuk bank seperti ini penyesuaian
sudah punya semangat menuju kepada
kepemilikan tidak urgent.
pengaturan lebih lanjut.
Banyak pihak mengatakan kalau
Upaya lain yang yang muncul adalah
kebijakan pembatasan kepemilikan saham
dari legislatif yang baru saja dilantik.
ini untuk menjinakan opini publik terhadap
Nampaknya dengan semangat baru ingin
rencana pengambilalihan 100% saham Asia
menunjukan nasioanlisme dengan niat akan
Financial
Indonesia (sebagai pemagang
meninjau kembali Undang-Undang yang
67,37% saham Danamon dari Fulleron
tidak pro rakyat antara lain Peraturan
Financial Holdings ke DBS Group Holdings.
Pemerintah mengenai kepemilikan saham
Ketika itu rencana pengambilalihan saham
perbankan oleh asing ini. Semangat anggota
tersebut
karena
legislatif itu semestinya berada pada lingkup
sentimen
merubah Undang-Undang, dalam hal ini
penguasaan asing di perbankan nasional.
tentunya Undang-Undang Perbankan No. 10
Dikatakan dengan tegas, kebijakan ini
tahun 1998. Sebagaimana diketahui RUU
diambil untuk meningkatkan ketahanan dan
Perbankan dimaksud sudah beberapa tahun
tata kelola bank-bank nasional. Hal ini tidak
masuk ke legislatif untuk dibahas, namun
ditujukan
ataupun
sampai sekarang hasilnya nihil. Mungkin
memuluskan penilaian saham bank oleh
bertepatan dengan adanya isu kepemilikan
suatu pihak manapun. Saat kebijakan ini
saham oleh asing sampai 99% inilah yang
dirumuskan, bukan hanya DBS Group
akhirnya
Holding yang harus menunggu. Namun ada
ketentuan itu sekalian dimasukan kedalam
juga sejumlah pemagang saham lainnya
payung hukum yang lebih tinggi dari
yang berencana mengakuisisi bank-bank
Peraturan
domestik
merupakan
payung
dikeluarkannya regulasi yang mengatur
kepemilikan
saham
kepemilikan
Jadi
Sebetulnya kalau ada potical will dari
masih
pemerintah untuk menurunkan prosentase
sebatas mengatur pembatasan kepemilikan
kepemilikan saham perbankan oleh asing
individu,
cukup
menimbulkan
membangkitkan
kembali
untuk
menghambat
harus
bersabar
saham
diberlakukannnya
polemik
PBI
sedangkan
menanti
ini. tersebut
pembatasan
menimbulkan
Pemerintah
dengan
tersebut,
masih
masalahnya
tidak
Namun
tentunya
sekarang
hukum
tertinggi
oleh
merubah
Pemerintah
agar
yang
bank
kepemilikan saham oleh asing sampai 99% dimungkinkan.
semangat
namun
semudah
asing.
Peraturan memang membalik
telapak tangan. Seperti dijelaskan di atas
waktu dan anggaran serta kredibiltas moral
bahwa terkait dengan permasalahan saham
dan
perbankan disana adanya komitmen lintas
menerapkan UU lama berarti ada hal-hal
negara, dampak sistem keuangan, koordinasi
yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat
lintas institusi yang masif dan masalah-
ini, tetapi terpaksa harus dilaksanakan.
masalah lain.
kompetensi.
Dengan
kembalinya
Dalam membahas RUU mengenai
Legislatif
berupaya
menarik
perbankan
khususnya
menyangkut
pembahasan tentang hal ini pada tingkat
kepemilikan saham perbankan oleh asing,
Undang-Undang, sebuah upaya yang baik
alangkah lebih baik apabila memperhatikan
demi kepentingan nasional. Namun juga
hal-hal berikut :
harus diperhatikan hal-hal yang sangat
1. Perlu dikaji dengan melihat best practise
prinsip dan teknis serta memperhatikan
kinerja perbankan dunia dan kearifan
dampak
lokal
yang
ditimbulkan
apabila
untuk
menentukan
berapa
pembahasan, perumusan sampai kepada
prosentase
meng-Undang-Undang-kannya
ternyata
tertinggi, apakah 49%, 40%, 35% atau
sehingga
17% seperti di Malaysia?Bisa ditetapkan
permasalahan yang muncul karena berbagai
maksimal 49% dengan pertimbangan
faktor. Pengalaman menunjukan banyak
angka 49% adalah optimal, dengan tujuan
produk Undang-Undang yang dibatalkan
agar apabila dilaksanakan RUPS pihak
MK karena ternyata tidak sesuai dengan
pemegang saham domestik yang akan
kondisi riil bangsa dan atau tidak selaras
menguasai/menang. Tentu diperhatikan
dengan UUD 1945 secara substansial.
faktor-faktor
lain
seperti
Contohnya UU No 17 tahun 2012 tentang
kepemilikan
individu
atau
Perkoperasian.
landasan
asing secara akumulatit maksimal tetap
hukum Koperasi yang notabene adalah
49%. Dengan batasan maksimal 49%,
merupakan salah satu pilar perekonomian
apabila dapat terwujud sudah merupakan
bangsa, setelah melalui uji materi oleh MK
prestasi.
dibatalkan dan berarti kembali kepada UU
diturunkan lagi, tentu dengan melalui
No 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Hal
proses evaluasi dan studi kelayakan yang
yang memprihatinkan karena sudah melalui
berujung
pembahasan yang tentunya memakan energi,
kepentingan nasional juga.
dangkal
dari
sisi
UU
substansi
mengenai
kepemilikan
saham
Apabila
pada
stabilitas
bank
aspek korporasi
prosentasenya
pasar
dan
2. Penurunan prosentasi kepemilikan dari 99%
menjadi
angka
Contoh UU mengenai Mata Uang, ada
prosentase
dari pihak Bank Indonesia yang hanya
dibawahnya dilakukan secara bertahap
diajak 2 kali untuk hadir dalam suatu
agar tidak menimbulkan marketshock
pertemuan, tidak diajak diskusi yang
(kekagetan
cukup sampai akhirnya UU tersebut
pasar),
misalnya
tahap
pertama/tahun pertama sebesar 75%,
diberlakuan.
tahap kedua tahun kedua sebesar 60%
diundangkan,
dan baru tahun ketiga harus menjadi
memperhatikan jangan sampai ada pihak-
49%. Hal ini juga terkait dengan kondisi
pihak yang merasa dirugikan/dizolimi.
investor lokal yang berminat /mampu
Lebih
untuk
saham-saham
tersebut digugat di MK dan dibatalkan,
tersebut dari pihak asing. Perlu adanya
maka akan meruntuhkan segala reputasi
sosialisasi dan identifikasi atau pemetaan
legislatif dan disharomi antara pihak-
calon investor domestik tersebut. Perlu
pihak.
mengambil
alih
juga dipertimbangkan apakah nasabah lama “nakal/blacklist” sudah diputihkan? 3. Perlu
memperhatikan
aspek
ekonomi/business kesepakatan
hukum
internasional,
5. Kebijakan/aturan yang
lagi
perlu
kalau
UU
multilicensing
(izin
dicanangkan
oleh
Otoritas Perbankan (BI, sekarang OJK) dimana
nantinya
tidak
akan
secara
otomatis memberikan izin usaha bank
institusi, lembaga-lembaga dunia/PBB
umum (baik lokal maupun asing) untuk
seperti WTO, GATT, BIS dan lain-lain.
semua kegiatan usaha. Dalam aturan
akademik
komitmen
mulus
namun
menyedihkan
berjenjang)
tetap
lintas
4. Kajian
dan
Sekalipun
perlu
dilakukan
tersebut akan diklasifikasikan bank dalam
seoptimal mungkin dengan melibatkan
empat
kelompok
pakar, akademisi dan praktisi dan juga
intinya,
perlu
pihak otoritas di bidangnya. Legislatif
konsisten, tidak harus tarik ulur dengan
jangan main “tembak” saja dan perlu
mempertimbangan negara asal investor.
membekali
Kelompok pertama, yaitu Rp 100 miliar
wawasan
diri
dengan
seluas-luasnya.
ilmu
dan
Perhatikan
hingga
kurang
berdasarkan
modal
diterapkan
secara
dari
Rp
1
triliun.
masukan dari lembaga-lembaga otoritas
Kelompok kedua, yaitu Rp 1 triliun
terkait agar diskusi bisa lebih mendalam
hingga
dan
Kelompok ketiga, yaitu Rp 5 triliun
applicable
setelah
diundangkan.
kurang
dari
Rp
5
triliun.
hingga kurang dari Rp 30 triliun.
pembatalan
Kelompok keempat, yaitu Rp 30 triliun
Konstitusi.
ke atas.
UU
oleh
Makamah
5. Kebijakan/aturan multilicensing (izin berjenjang) harus dapat diterapkan dengan konsekwen dan konsisten
KESIMPULAN 1. Ketentuan dan praktek kepemilikan
terhadap investor dan negara asal
saham perbankan nasional oleh asing
investor asing. Biasanya Indonesia
maksimal
99%
hendaknya
lebih lunak / longgar dibandingkan
diturunkan
demi
kepentingan
negara-negara
nasional. Upaya ini perlu didukung
menerapkan
oleh berbagai pihak, bukan hanya
kebijakan.
lain suatu
dalam
ketetapan
/
penggiat perbankan. 2. Penurunan prosentase kepemilikan
DAFTAR PUSTAKA
hendaknya dilakukan secara bertahap untuk menghindari marketshock dan menjaga stabilitas iklim investasi dan perekonomian nasional secara luas. 3. Komitmen lintas instiusi dan investor asing perlu diperhatikan agar tidak muncul tuntuan hukum dikemudian hari. 4. Legislatif
dalam
merumuskan mengundangkan
sampai
Darmin Nasution, 2013, Bank Sentral Itu Harus Membumi, Yogyakarta, Penerbit Galang Pustaka Burhanuddin Abdullah, 2006, Mengelola Bank Sentral dalam Sistem Keuangan yang Terintegrasi Secara Global, Semarang
membahas, kepada perlu
Bank Indonesia, 2010, Krisis Global dan Penyelematan Sistem Perbankan Indonesia, jakarta
memperhatikan aspek kompetensi diri, kearifan lokal, kajian akademis yang mendalam serta koordinasi dengan institusi yang membidangi
Bank Indonesia, 2010, Menyingkap Tabir Seluk Beluk Pengawasan Bank, Jakarta
agar kedangkalan dan kesalahan hukum saat di-undang-kan tidak terjadi sehingga dapat berujung pada
Ferry Warjiyo, 2004. Manajemen Bank Sentral, Jakarta, Bank Indonesia
S. Batunanggar, 2006. Jaring Pemgaman Sistem Keuangan : Kajian Literatur dan Prakteknya di Indonesia, Jakarta, Bank Indonesia Kasmir, 2008. Bank dan lembaga keuangan lainnya, Jakarta. Rajawali Press Ade Arthesa, Edia Handiman, Bank dan lembaga keuangan bukan Bank, Jakarta, PT Indeks Kelompok Gramedia Batunanggar, S. (2004), Indonesia’s Banking Crisis Resolution: Prosess, Issues and Lessons Learnt,Financial Stability Review, May, Bank Indonesia. Batunanggar, S., 2002 Redisigning Indonesia’s Crisis Management: Deposit Insurance and Lender of Last Resort, Financial Stability Review, Jakarta, Bank Indonesia. Djiwandono, J. Soedradjat, 2000. ‘Bank Indonesia and the Recent Crisis’, Jakarta Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol.36 No.1 Beck,
Thorsten, 2003, The Incentive Compatible Design of Deposit Insurance and Bank Failure Resolution– Concepts and Country Studies, World Bank Policy Research Working Paper 3043, May 2003