1 KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN TABURIA PADA ANAK UMUR 6-24 BULAN DI KABUPATEN PANGKEP TAHUN 2011 Compliance of Mother in the Provision of Taburia in Children Age 6-24 months in the Pangkep District 2011
Abdul Fuad Helmi, A. Razak Thaha dan Ridwan M. Thaha ABSTRAK Program Taburia merupakan salah satu strategi dalam upaya peningkatan status gizi balita. Keberhasilan program Taburia sangat ditentukan oleh kepatuhan terhadap program tersebut. Banyak faktor yang berkaitan dengan kepatuhan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia pada anak umur 6-24 bulan di Kabupaten Pangkep tahun 2011. Jenis penelitian adalah desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan informasi di lakukan melalui Diskusi Kelompok Terarah (DKT), wawancara mendalam, dan observasi partisipasi. Penentuan informan dalam penelitian dilakukan dengan metode snowball sampling. Informan kunci penelitian adalah ibu yang mempunyai anak umur 6-24 bulan dan berpengalaman dalam pemberian Taburia pada anaknya. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Faktor predisposisi kepatuhan ibu terbentuk oleh beberapa aspek, yaitu pengetahuan, sikap, norma subjektif, situasi bertindak, otonomi pribadi, dan pengendalian diri dalam pemberian Taburia pada anaknya. Faktor pemungkin kepatuhan adalah ketersedian sumber daya berupa tenaga dan ketersediaan informasi berkaitan dengan Taburia. Sedangkan faktor pendorong/penguat kepatuhan adalah referensi dari kader dan dukungan sosial dari suami, anggota keluarga lainnya dan kader dalam pemberian Taburia. Disarankan, bahwa ibu yang patuh dan berhasil dalam pemberian Taburia dijadikan sebagai community model, pemberdayaan kader Posyandu, adanya komitmen dan koordinasi dari pemangku kepentingan dalam mengembangkan pendekatan multidisiplin untuk menyelesaikan permasalahan dalam pemberian Taburia. Kata Kunci : Kepatuhan, Taburia, Faktor Predisposisi, Faktor Pemungkin,Faktor Pendorong/Penguat. ABSTRACT Taburia program is one strategy in efforts to improve the nutritional status of children. Taburia program success is determined by the compliance to the program. Many factors associated with compliance. The purpose of this study was to obtain information of Compliance of Mother in the provision Taburia in children age 6-24 months in Pangkep District in 2011. This type of research is a qualitative research design with phenomenology approach. Information gathering is done through Focus Group Discussions (FGD), in-depth interviews and participation observation. The determination of informants in the study conducted by the method of snowball sampling. Key informants of the study were mothers who had children age 6-24 months and experienced in providing Taburia in children. The results showed that the predisposing factors of mother compliance formed by several aspects, namely knowledge, attitudes, subjective norms, acting situations, personal autonomy, and self-control in providing Taburia in children. Enabling factors of compliance are the availability of the human resources and availability of information relating to Taburia. While the reinforcing factors of compliance is the reference of cadres and social support from husbands, other family members and cadres in the provision of Taburia. It is recommended that mothers who are compliant and succeeded in giving Taburia serve as a community model, Posyandu cadre empowerment, commitment and coordination of stakeholders in developing a multidisciplinary approach to solve the problems in the provision Taburia. Keywords
: Compliance, Taburia, Predisposing Factors, Enabling Factors, Reinforcing Factors.
2 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia menghadapi tantangan yang cukup besar dalam mempertahankan peningkatan status kesehatan masyarakat. Indikasi ini terlihat dari melambatnya penurunan kematian ibu, dan bayi serta meningkatnya kekurangan gizi pada balita. Dalam status gizi, Indonesia berada pada masalah gizi yang cukup kompleks (World Bank, 2006 dalam Bappenas, 2009). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 dan 2010, bahwa prevalensi gizi buruk balita secara nasional adalah 5,4% (2007) dan 4,9% (2010). Hasil tersebut menunjukkan, bahwa prevalensi gizi buruk balita hanya mengalami penurunan 0,5% selang tahun 2007-2010. Untuk prevalensi gizi kurang tidak mengalami perubahan, yaitu 13,0% tahun 2007 dan tahun 2010 (Litbangkes Kemenkes RI, 2010). Untuk Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan laporan Riskesdas, bahwa prevalensi gizi buruk balita tahun 2007 sebesar 5,1% dan mengalami peningkatan tahun 2010 sebesar 6,4%. Untuk prevalensi gizi kurang juga mengalami peningkatan, yaitu sebesar 12,5% tahun 2007 dan 18,6% tahun 2010. Sedangkan di Kabupaten Pangkep berdasarkan laporan Riskesdas 2007, bahwa prevalensi gizi buruk balita sebesar 5,0% dan prevalensi gizi kurang sebesar 13,9% (Dinas Kesehatan Prop. Sulawesi Selatan, 2010). Jika dibandingkan dengan Data Riskesdas 2007, bahwa untuk prevalensi gizi kurang di Kabupaten Pangkep lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi tingkat nasional dan tingkat Propinsi Sulawesi Selatan. Strategi global penanggulangan gizi kurang meliputi empat hal, pertama; memperbaiki konsumsi pangan keluarga dengan pola pangan yang bergizi seimbang, melalui peningkatan akses pangan keluarga dan perorangan dengan perbaikan dan daya beli serta pendidikan gizi seimbang. Kedua; melalui suplementasi baik berupa pangan tambahan, maupun tambahan multi zat gizi mikro. Ketiga; dengan fortifikasi, dan keempat; strategi ini harus terintegrasi dan komplementer di dalam suatu koordinasi dan kepemimpinan yang efektif (Soekirman, 2011). Kementerian Kesehatan RI mengembangkan sprinkel dalam program intervensi perbaikan gizi bagi balita, yang diberi nama Taburia. Taburia merupakan pengembangan produk lokal Micronutrient Powder (MNP) atau Bubuk Tabur Gizi (BTG) yang menjadi strategi dalam mengatasi anemia
kurang zat besi dan kekurangan zat gizi mikro lainnya. Studi efikasi tentang MNP, seperti sprinkle dan produk MNP-lokal lainnnya telah dilakukan di banyak negara, dan hasilnya menunjukkan, bahwa MNP mampu menurunkan anemia secara bermakna pada anak balita yang mengkonsumsi MNP dalam jumlah cukup (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010). Hasil studi efikasi di Jakarta Utara tahun 2008 yang terkait dengan kepatuhan mengkonsumsi Taburia menunjukkan, bahwa tingkat kepatuhan mengkonsumsi Taburia cukup tinggi, yaitu 87% (Jahari et al, 2008). Hasil penelitian Monoarfa (2008) di Kabupaten Banggai juga memperlihatkan, bahwa tingkat kepatuhan mengkonsumsi Taburia cukup tinggi, yang dapat terlihat dari jumlah Taburia yang dikonsumsi yakni 91,4%. Namun untuk studi efektifitas program pemberian Taburia belum pernah dilakukan. Kabupaten Pangkep merupakan daerah di Propinsi Sulawesi Selatan yang terpilih secara nasional untuk dilakukan uji coba program Taburia. Kriteria pemilihan Kabupaten Pangkep adalah kabupaten tidak bermasalah miskin, tetapi memiliki prevalensi gizi kurang (13,9%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi secara nasional (13,0%) dan tingkat propinsi Sulawesi Selatan (12,5%), serta adanya komitmen Pemda Pangkep untuk replikasi program. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian efektifitas program Taburia berkaitan kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia, sehingga didapatkan strategi yang tepat dalam meningkatkan dan mempertahankan kepatuhan ibu terhadap pemberian Taburia pada anaknya. Untuk itu penulis ingin meneliti kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia pada anak umur 6-24 bulan, sehingga intervensi yang dilaksanakan akan berhasil dan berdaya guna dalam peningkatan status gizi balita. BAHAN DAN METODE Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, yang bertujuan untuk memperoleh informasi kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia pada anak umur 6-24 bulan di Kabupaten Pangkep tahun 2011. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Pangkep yang merupakan daerah percontohan program pemberian Taburia di Propinsi Sulawesi Selatan. Waktu penelitian pada bulan Maret sampai dengan Juni tahun 2011.
3
Informan Penelitian Informan kunci dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak umur 6-24 bulan dan berpengalaman dalam pemberian Taburia pada anaknya. Informan lainnya dalam penelitian ini adalah Kader/KGM/ Bidan Desa/TPG Puskesmas, yaitu petugas yang terlibat dalam program Taburia, dengan penentuan informan menggunakan metode snowball sampling. Pengumpulan Data Data Primer dikumpulkan dengan cara Diskusi Kelompok Terarah (DKT), Wawancara Mendalam, dan Observasi Partisipasi, sedangkan data Sekunder diperoleh melalui telaah dokumen di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep. Analisis Data Data dianalisis menggunakan deskriptif naratif melalui tiga alur, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. HASIL 1. Faktor Predisposisi Kepatuhan Pemberian Taburia a. Pengetahuan Pengetahuan informan tentang pengertian Taburia adalah sebagai tambahan atau suplemen makanan yang mengandung multivitamin dan mineral yang dicampur pada makanan anak. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Tambahan Mulvitamin dan mineral pada makanan anak-anak” (DKT : Amn, 29 th ; Hsm, 39 th ; Slm, 30 th) “Suplemen makanan yg mengandung banyak vitamin dan mineral” (DKT : Amr, 38 th ; Bdw, 41 th) Pengetahuan informan tentang manfaat yang dirasakan informan sejak pemberian Taburia pada anaknya, yaitu : 1) Menambah nafsu makan anak “Menambah nafsu makan...Kalau anakku tambah kuat makannya, biasanya tidak mau makan, sekalinya makan Taburia langsung minta makan terus...” (DKT : Mrn, 38 th) 2) Untuk pertumbuhan, perkembangan anak dan mencegah 5 L (letih, lemah, lesu, lelah, lalai/kurang konsentrasi) “…Untuk pertumbuhan…setelah makan Taburia banyak terjadi perubahan, pintar dan lincah..dulu loyo, malas,
kayak orang yang minta dikasihani…muka-muka permohonan…” (DKT : Amr, 38 th) 3) Meningkatkan daya tahan tubuh “…anak jarang sakit…” (DKT : Hsm, 39 th) Pengetahuan informan tentang cara pemberian Taburia pada makanan anak, sebagai berikut : 1) Menaburkan Taburia pada nasi atau bubur disaat makan pagi. Seperti pernyataan beberapa informan berikut. “..setiap mau makan pagi dibuburnya saya kasi… ditaburi, tapi ndak dikasi air, dibuburnya saja...” (DKT : Aml, 23 th ; Amn, 29 th) “…Taburia di beri pada pagi hari, dicampur dengan nasi..kalau pagi tidak pakai sayur, siangnya baru di kasi sayur…” (WM : Nmw, 35 th) 2) Taburia tidak boleh dicampur dengan makanan yang panas, makanan yang berkuah/berair, karena bisa menggumpal dan kurang vitaminnya serta berbau. “…makanan tidak boleh panas dan berkuah karena akan menggumpal..kalo menggumpal kan, anaknya tidak mau..kalau panas kurang vitaminnya dan berbau, sdh hilang toh…jadi tidak boleh makanan panas tapi yang didinginkan…baru ditaburi, baru di kasi makan mi...” (DKT : Dla, 32 th ; Srt, 35 th ; Snr, 35 th Amr, 38 th ; Slm, 30 th ; Hsm, 39 th ; Fat, 27 th) Pengetahuan informan tentang pemberian Taburia pada anak umur 6-24 bulan, yaitu karena usia tersebut adalah masa-masa pertumbuhan, perkembangan, anak mulai agresif dan daya tahan tubuh perlu diperhatikan, serta pada usia 6 bulan, anak mulai belajar makan selain ASI, sehingga anak perlu tambahan gizi, salah satu caranya adalah dengan menaburi Taburia pada makanan anak guna memenuhi kebutuhan gizi anak usia 6-24 bulan. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…mulai belajar makan, selain ASI to, mulai dikasi bubur, jadi tambah juga toh Taburia..supaya cukup gizinya…” (DKT : Amn, 29 th ; Fat, 27 th ; Agt, 25 th ; Mrn, 38 th) “…masa usia itu adalah masa-masa pertumbuhan…lebih agresif..buktinya
4 anak sudah bisa baca doa tauwa.. mengejanya juga sudah bisa mi...” (DKT : Srn, 35 th ; Ftm, 21 th ; Hsm, 39 th) Hasil observasi yang dilakukan juga menunjukkan, bahwa seluruh informan memberikan Taburia pada anaknya yang berumur 6-24 bulan, satu bungkus Taburia dicampurkan pada makanan utama saat sarapan, dan digunakan untuk satu kali makan. Taburia tidak dicampur pada makanan yang panas dan berair. Hasil analisis tema pengetahuan informan tentang Taburia, bahwa tingkat pengetahuan informan berada pada tingkatan evaluasi, yaitu mampu melakukan penilaian dengan membandingkan keadaan anaknya sebelum dan sesudah mengkonsumsi Taburia beberapa bulan yang lalu. Seperti pernyataan informan berikut ini. “…untuk pertumbuhan…waktu belum makan taburia nafsu makannya kurang Pak toh, kurang kreatif juga, banyak sakitnya…setelah makan Taburia banyak terjadi perubahan, pintar makan dan lincah..dulu loyo, malas, kayak orang yang minta dikasihani…muka-muka permohonan…” (DKT : Amr, 38 th) “Perkembangan otaknya jadi bagus .. bila dibandingkan dengan Kakaknya .. waktu seumuran adiknya .. lebih cepat menangkap ki adiknya…” (DKT : Fat, 27 th) b. Sikap Sikap informan terhadap pemberian Taburia pada anak terbentuk, karena informan mendapatkan keuntungan dalam pemberian Taburia pada anaknya. Keuntungan yang didapatkan sejak pemberian Taburia pada anak, yaitu lebih mudah memberi makan pada anak, anak jadi pintar makan dan sering minta makan, membantu terpenuhinya gizi anak, tidak lagi mencret, bagus kesehatannya, daya tangkap dan daya pikir anak cepat berkembang. Hal ini seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “..dulu sebelum di kasi Taburia biasanya anakku, kalau mau makan kita yang jalan bawakan makannya...sekarang sejak diberi taburia..dia yang minta makan sendiri…” (DKT : Snr, 35 th ; Hrl, 25 th ; Ftm, 21 th ; Srn, 35 th) “…bagi masyarakat ekonomi ke bawah toh, seumpamanya mamanya kurang
mampu, jadi terbantu,karena kan kalo kurang mampu toh otomatis gizinya kurang…jadi ada taburia membantu masyarakat yang rendah, artinya membantu terpenuhi gizi anak-anak…” (DKT : Amr, 38 th ; Dla, 32 th ; Srt, 35 th) “…anakku jadi pintar makan, lincah..badan tambah berat.. sebelum makan Taburia malas makan, sudahnya makan Taburia, makannya jadi bagus dan sering minta makan…” (WM dan DKT : Nmw, 35 th ; Bdw,41th ; Slm, 30 th ; Fat, 27 th) Sikap informan dalam pemberian Taburia ketika anak sakit, yaitu Taburia tetap di berikan ketika anak dalam keadaan sakit sesuai dengan jadwal pemberian Taburia. Untuk mengatasi kemungkinan Taburia tidak habis dikonsumsi karena anak sakit, maka makanan utama sedikit diberikan tetapi Taburia tetap diberikan sebanyak satu bungkus. Hal ini seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…bisa untuk anak sakit…pernah anak sakit dan tetap bisa diberikan Taburia… yang penting sudah jadwal pemberian Taburia…” (DKT : Merpati Putih) “…tetap di kasi, cuman begitu mi..sedikit dia makan karena itu selera makannya turun..sakit ki..iya.tetap beri…kalo dia sakit ta sedikit ji ku kasi..cukup untuk 1 sendok saja toh, 1 sendok teh…yang saya kasi Taburia tuh ku taburi… dia habisi mi..kalo yang lain ndak na habisi mi..ndak usah mi, begitu caranya…” (WM : Aml, 23 th) Hal yang sama juga terungkap dari hasil WM dengan kader Posyandu. “...iye’ Taburia tetap di kasi kalau anaknya sakit...kita jelaskan, bahwa biar anaknya sakit tetap di kasi, yang jelas bukan Taburia yang bikin sakit ki’ anaknya ...mungkin tidak diperhatikan, kayak main-mainnya di luar, kakaknya kasi makan sembarang...” (WM : Kader Tka, 32 th) Sikap informan tentang kemasan Taburia yang sudah sobek atau terbuka dan menggumpal, yaitu Taburia tersebut tidak diberikan kepada anak. Taburia yang di konsumsi adalah kemasan Taburia yang tidak bocor atau sobek dan tidak dalam keadaan menggumpal.
5 “…Tidak diberi, karena sudah bergumpal… sudah rusak pembungkusnya...apalagi sudah terbuka lama dan kena matahari…” (DKT : Seroja) “…dilihat kalau sudah sobek tidak bisa dipakai lagi, sudah semacam kadaluarsa, karena sudah rusak...” (WM : Mnw, 35 th) Informan juga bersedia membeli Taburia, apabila tidak lagi dibagikan secara gratis dengan harga yang terjangkau dan tempat pembelian Taburia yaitu di Posyandu atau warung yang dekat dengan rumah informan. Hal ini seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…mau..yang penting terjangkau harganya…Rp 500,-lah…dibeli di Kader Posyandu atau di warung yg dekat rumah...kalau di apotik terlalu jauh…” (DKT : Merpati Putih) “…Ya… sanggup, asal tidak terlalu mahal… harganya Rp 500,- sampai Rp 1000,- … diwarung atau di Posyandu yang dekat-dekat dari rumah…” (DKT : Seroja) Hasil observasi menunjukkan, bahwa sebelum Taburia digunakan, informan memeriksa kondisi kemasan dan tanggal kadaluarsa sesaat sebelum Taburia diberikan pada anaknya, Taburia yang sudah dibuka segera dicampur dalam makanan anak dan segera diberikan pada anaknya. c. Norma Subjektif Keyakinan dan kepercayaan informan terhadap pemberian Taburia, adalah anak menjadi lebih sehat, tidak sakit-sakitan, pintar makan dan sering minta makan serta anak tidak perlu diberikan vitamin yang lain. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…saya lihat anakku, dulunya sebelum minum taburia anakku sering sakitsakitan, mungkin karena gizinya kurang masuk toh... apalagi saya malas masak, sekarang yakin dengan diberi Taburia anakku jadi sehat…” (DKT : Amr, 38 th ; Ftm, 21 th ; Snr, 35 th) “…karena mengandung vitamin dan mineral, jadi kita ndak perlu kasi vitamin yg lainnya...” (DKT : Srn, 35 th) “..iya… bagaimana di’..beda dengan vitamin yang lain.. anak jadi pintar
makan dan sering minta makan…”(WM : Mnw, 35 th) Hal yang sama juga terungkap dari hasil WM dengan kader Posyandu. “…banyak perubahan yang terjadi pada anak-anak, Alhamdulillah terjadi peningkatan kecerdasaannya, daya tangkap, agresif sekali setelah anakanak di kasi Taburia...” (WM : Kader Nrl, 33 th) Informan juga merasa bahwa pemberian Taburia tidak bertentangan dengan kebiasaan makan anak, karena Taburia merupakan kebutuhan anak dan bertambah bagus makannya anak. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…tidak ji…malah bertambah bagus makannya… dia pintar makan sendiri... pamali makanan untuk anak-anak tidak ada mi…” (DKT : Merpati Putih) “…untuk anak-anak tidak ada ji, karena sama dengan kasi bumbu pada indomie...Taburia diusahakan dihabiskan setelah dicampur dalam makanan…” (DKT : Seroja) “...tidak ji bertentangan, karena untuk kebutuhan sehari-hari, kan dia itu butuh vitamin…hanya tidak saya kasi kerupuk..kalau kasi kerupuk anak tidak mau makan…nafsu makannya berkurang…” (WM : Mnw, 35 th ; Aml, 23 th) d. Situasi Bertindak Ada beberapa alasan utama ibu memberikan Taburia pada anaknya, yaitu untuk pertumbuhan, anak jarang sakit, menambah nafsu makan, kecerdasan otak, dan Taburia gampang diperoleh, serta anak jadi lincah dan aktif bergerak. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…untuk menambah nafsu makan dan kecerdasan otak karena dalam Taburia banyak mengandung vitamin dan mineral…” (DKT : Srn, 35 th ; Snr, 35 th ; Amr, 38 th ; Dla, 32 th ; Hrl, 25 th ; Srn, 35 th ; Hsm, 39 th ; Fat, 27 th ; Agt, 25 th ; Slm, 30 th ; Amn, 29 th) “..membuat anak pintar mi..bahkan dia pintar mi bilang “apa”, dibandingkan dengan anak-anak yang seumur dengannya, bahkan lebih tua..pintar bilang “apa, sapi, mobil”…” (WM : Aml, 23 th)
6 “…supaya dia sehat, pertumbuhan otaknya bagus…ini lincah sekali… aktif sekali dibandingkan dengan kakaknya waktu seumuran adiknya…” (WM : Mnw, 35 th) Beberapa hal yang disukai informan dari Taburia, yaitu Taburia mudah dicampur dalam makanan, kandungan vitamin dan manfaat dari Taburia, mudah menyimpan Taburia serta gratis mendapatkan Taburia. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…kandungannya, banyak mengandung vitamin..sudahnya dia makan, siangnya ada nafsu makannya lagi.. mulanya kan gratis…kita coba dulu, ternyata itu anak bagus nafsu makannya, ada perkembangannya…” (DKT : Srn, 35 th ; Dla, 32 th ; Ftm, 21 th ; Srt, 35 th ; Dla, 32 th ; Hrl, 25 th) “…mudah ji mencampurnya dalam makanan anak dan menyimpan Taburia…” (WM : Aml, 23 th) Hanya sebagian kecil informan saja yang tidak menyukai Taburia, karena berbau obat dan membuat kotoran anak menjadi keras. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Bagi saya baunya ..Bau obat…tapi anakku tetap suka ji…” (DKT : Srn, 35 th ; WM : Aml, 23 th) “…taiknya jadi keras…” (DKT : Bdw, 41 th) Hal yang sama juga terungkap dari hasil WM dengan kader Posyandu. “...awalnya sempat mengeluh, tapi kita kader terus menerus memberi dorongan dan motivasi...sekarang malahan ibuibunya yang cari Taburia, malahan di sms kalau Taburianya sudah habis, ...malahan kita kewalahan…” (WM : Kader Rtn, 30 th) Pemberian Taburia tidak membuat informan menjadi sibuk dalam menyiapkan makanan anaknya, karena Taburia langsung dicampur dalam makanan, praktis dan dalam waktu singkat menaburi Taburia dalam makanan anak. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Tidak ji..karena lebih praktis, singkat..biar tanpa lauk-pauk, sayuran…kan pas waktu makannya..karena langsung dicampur dimakanan …” (DKT : Merpati Putih) Situasi bertindak informan untuk mengingat jadwal pemberian Taburia
pada anaknya, dilakukan dengan berbagai cara, yaitu mencatat jadwal pemberian di kalender, diingat-ingat saja, dan menggunakan alarm handphone. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Taburia diberikan setiap 2 hari sekali..diberikan pada waktu makan pagi..untuk ingat jadwal pemberian..dicatat di kalender..misal hari Senin diberi maka hari Rabu baru diberi lagi…” (DKT : Dla, 32 th ; Hrl, 25 th ; Agt, 25 th ; Mrn, 38 th ; Ftm, 21 th ; Amr, 38 th ; Snr, 35 th ; Fat, 27 th ; Slm, 30 th ; Amn, 29 th ; MW : Nmw, 35 th) “Diingat-ingat aja..kalau pagi tidak beri, maka waktu makan siang saya beri.. yang jelas satu bungkus Taburia untuk satu kali makan…” (DKT : Srn, 35 th ; Srt, 35 th ; Hsm 39 th, Bdw, 41 th) “…ditulis ki di hapeku..pakai alarm ..karena,setiap hari hape terus di anu..aktif... caranya diatur selang seling bunyi alarmnya, kalau bunyi hari ini besoknya tidak, kalau bunyi tandanya anak diberi Taburia…” (MW : Aml, 23 th) e. Otonomi Pribadi Otonomi pribadi informan dalam pemberian Taburia adalah sebagai pengambil keputusan, yaitu sebagian besar informan sehari-harinya yang mengurus anak, namun ada juga orang tua/kakak informan yang ikut mengambil keputusan dalam pemberian Taburia. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Saya sendiri, karena kita yang meperhatikan kebutuhan anak dan kita yang paling tahu semua kebutuhannya anak…” (DKT ; Srn, 35 th ; Dla, 32 th ; Amr, 38 th) “Banyak.. orang tuaku, kakakku…keluarga besar…” (WM : Aml, 23 th) Otonomi pribadi yang dimiliki informan lainnya adalah sebagai orang yang bertanggungjawab dalam pemberian Taburia pada anaknya, karena masalah makanan anak-anak merupakan bagian tanggungjawab sebagian besar informan. Hanya satu informan saja yang juga melibatkan orang tua/kakak ibu balita untuk bertanggungjawab dalam
7 pemberian Taburia pada anaknya. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Sepenuhnya saya yang bertanggungjawab…apalagi masalah makanan anak-anak…” (DKT : Amr, 38 th ; Srn, 35 th, Srt, 35 th ; Dla, 32 th ; WM : Mnw, 35 th) “Saya yang bertanggungjawab.. tidak ji..tidak na urusi ji bapaknya makan anaknya...” (DKT : Hsm, 39 th ; Agt 25 th ; Fat, 27 th ; Slm, 30 th ; Bdw, 41 th ; Mrn, 38 th ; Amn, 29 th) “…biasa saya, mamaku, kakakku..mau makan di taburi...kalo sdh waktunya na tidak ada saya, Neneknya taburi, dia kasi....Neysa panggil Mamak ..lebih dekatki dari pada saya…” (WM : Aml, 23 th) f.
Pengendalian Diri Awal pemberian Taburia anak mengalami beberapa hal, yaitu : kotoran anak jadi keras dan hitam, serta mencret, namun ada juga beberapa anak yang tidak mengalami kejadian tersebut. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…anak Saya pernah mengalami beolnya warna hitam..begitu memang katanya pengaruh Taburia..tidak lama ji…” (DKT : Fat, 27 th ; Amn, 29 th ; Bdw, 41 th ; Agt 25 th ; WM : Mnw, 35 th) “Awalnya setiap kali makan dengan Taburia, keras ji taiknya..tp tdk lama..setelah itu normal mi… (DKT : Slm, 30 th ; Hsm, 39 th ; Bdw, 41 th) “…awalnya mencret ki..iya, 3 hari kayaknya mencret tapi ku kasi makan terus… ada itu mencretnya anak-anak air saja…itu tidak ji..cuman anunya saja..iya hitam, baru bau…bau sekali…ndak kayak biasa… kalo buang air besar ki bau ji... itu edede bau sekali…” (WM : Aml, 23 th) Hal yang sama juga terungkap dari hasil WM dengan kader Posyandu. “...Ibu2 sempat mengeluh masalah baunya, buang air besarnya...dikasi penjelasan, Alhamdulillah ibu-ibu mengerti mi, jadi saya bilang, itu kan baru perkenalan kasi mi ki terus nanti lama-lama dia suka ji, ya penting rutin
kasi sama anaknya...” (WM, Kader Nhy, 37 th) Informan juga tidak pernah mengalami kesulitan sejak pemberian Taburia pada anaknya. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Tidak ada ji…sejak dari awal sampai saat ini…” (DKT : Merpati Putih ; Seroja) “…tidak ada ji, sampai sekarang tidak ada…” (WM : Aml, 23 th ; Mnw, 35 th)
2. Faktor Pemungkin Kepatuhan Pemberian Taburia Hasil penelitian diungkapkan, dengan mengambil tema faktor pemungkin kepatuhan pemberian Taburia dari hasil DKT dan wawancara mendalam pada informan serta observasi partisipasi, yang dibagi berdasarkan tema-tema dalam pertanyaan yang diajukan kepada informan, yaitu : a. Ketersediaan Sumber Daya Informan dengan mudah mendapatkan Taburia, yaitu : melalui Posyandu atau kader yang mendistribusikan secara langsung. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Taburia diperoleh melalui Kader, terkadang diambil pada saat kegiatan Posyandu atau diantar langsung oleh kader ke rumah…” (DKT : Merpati Putih) “Dikader..pada saat Posyandu… Kita diantarkan sama Kadernya..tidak pakai tanda bukti..langsung di kasi kan sudah kenal ma ki… lewat kata-kata ji…” (DKT : Seroja) “…di Posyandu pada kegiatan penimbangan…” (WM : Mnw, 35 th ; Aml, 23 th) Jumlah Taburia yang diterima informan sebanyak 15 bungkus untuk kebutuhan satu bulan dan 30 bungkus untuk dua bulan pemberian. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Biasanya 15 bungkus untuk satu bulan…” (DKT : Merpati Putih ; WM : Mnw, 35 th)
8 “Biasa 30 bungkus..1/2 dos atau 15 bungkus…” (DKT : Seroja) “15 bungkus..kadang-kadang 1 dos untuk dua bulan…” (WM : Aml, 23 th) Kader dan TPG yang terlibat dalam pendistribusian Taburia pada informan. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Kader Posyandu…” (DKT Merpati Putih) “Kader..biasa juga petugas kesehatan Puskesmas…” (DKT Seroja) “Kader Posyandu…” (Mnw, 35 th ; Aml, 23 th) Informan tidak sulit untuk mendapatkan Taburia, karena kebutuhan Taburia sesuai dengan jumlah sasaran. Jika Taburia habis, maka langsung diminta dengan kader. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Tidak ada mi..Kita tinggal minta dengan Kader dan kader mencatatnya…” (DKT : Merpati Putih) “Tidak ada kesulitan…” (DKT : Seroja) “ …tidak sulit..cuma na bilang sama kader.. e.. sudah habis, kita sendiri yg minta kalo sudah habis...” (WM : Aml, 23 th) “…tidak ada, tingggal minta ama kadernya...” (WM : Mnw, 35 th) Hal yang sama juga terungkap dari hasil WM dengan kader Posyandu. “...dapat Taburia dari Puskesmas, yang kasi TPG...Taburianya lancar, kebetulan kalau saya ke Puskemas saya ambil, biasanya juga TPG yang antar...” (WM : Kader Tka, 32 th) b. Ketersediaan Informasi Berbagai informasi tentang Taburia yang didapatkan informan, yaitu manfaat atau guna Taburia, cara penggunaan dan pemberian Taburia, serta cara penyimpanan. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut.
“Umumnya..cara menggunakan, manfaat, dan menyimpan Taburia…” (DKT : Merpati Putih) “Pertama dijelaskan gunanya, tempat menyimpan, cara menaburi Taburia …” (DKT : Seroja) “... cara pemberiannya ..terus aturan pemberiannya…juga di kotak Taburianya, ka di baca dulu di kotaknya, baru di kasi pada anak…” (WM : Aml, 23 th ; Mnw, 35 th) Bentuk kegiatan penyebarluasan informasi tentang Taburia dilakukan melalui kegiatan sosialisasi, penyuluhan pada saat Posyandu, melalui brosur dan informasi di kotak Taburia. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…ibu-ibu dikumpulkan oleh kader di Posyandu dan sosialisasi dari petugas kesehatan…perkenalan tentang Taburia…” (DKT Seroja) “Hanya bicara-bicara aja..Kalau tidak mengerti kita bertanya sama Ibu Kader… ya sekitar 30 menit-lah waktu penyuluhannya…” (Snr, 35 th ; Srn, 35 th; Srt, 35 th ; Amr, 38 th ; Hrl, 25 th) “…ada ji juga dibrosur toh…” (Ftm, 21 th ; Dla, 32 th) “…juga di kotak Taburianya, ka di baca dulu di kotaknya, baru di kasi pada anak…” (Mnw, 35 th ; Aml, 23 th) Sumber informasi yang penting lainnya adalah informasi yang tersedia di kotak/dus Taburia yang menjelaskan berbagai informasi tentang Taburia, yaitu : pengertian Taburia, cara pakai Taburia, petunjuk pemakaian dan penyimpanan Taburia, serta komposisi gizi Taburia. Tempat pelaksanaan pemberian informasi Taburia, yaitu di Posyandu pada saat penimbangan dan kunjungan rumah yang dilakukan oleh Kader. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Posyandu..pada saat penimbangan ..bisa juga di rumah waktu Kader mengantar Taburia…” (DKT : Merpati Putih) “Di Posyandu.. awalnya Petugas yang jelaskan, berikut-
9 berikutnya..Kader yg menjelaskan... (DKT : Seroja) “…kader datang ke rumah,di kasi penjelasan..di jelaskan cara pemberiannya..terus aturan pemberiannya…” (WM : Aml, 23 ; Mnw, 35 th th) Hal yang sama juga terungkap dari hasil WM dengan kader Posyandu. “…waktu awalnya itu kami door to door…dari rumah ke rumah…kami sampaikan, bahwa ini program Taburia dari Pemerintah untuk kesehatan anak-anak seperti itu…langkah ke-dua apabila adakan penimbangan di Posyandu...kami kasi penyuluhan, maksudnya kita angkat masalah Taburianya... bagaimana kegunaan dan cara pemakaiannya…” (WM, Kader Rtn, 30 th)
3. Faktor Penguat atau Pendorong Kepatuhan Pemberian Taburia Hasil penelitian diungkapkan, dengan mengambil tema faktor pendorong/penguat kepatuhan pemberian Taburia dari hasil DKT dan wawancara mendalam pada informan serta observasi partisipasi, yang dibagi berdasarkan tematema dalam pertanyaan yang diajukan kepada informan, yaitu : a. Referensi Orang/Kelompok Informan diajak pertama kali oleh Kader untuk ikut serta dan mendapatkan Taburia. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Kader ji..Kadernya langsung kerumah…” (DKT : Merpati Putih) “…ibu kader Posyandu…” (DKT : Seroja ; WM : Mnw, 35 th ; Aml, 23 th) Informan juga berperan aktif dalam melaksanakan pemberian serta taat mematuhi perintah yang diberikan Kader Posyandu. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “… mematuhi apa yang diajarkan kader, cara menggunakan, menyimpan… (DKT Seroja ; DKT Merpati Putih)
“…iye’…katanya untuk anu nafsu makan, penambah nafsu makan..terus anu vitaminnya ada mi semua di situ…jadi rajin ki kasi Taburia pada anakku...” (Aml, 23 th) “…iye’…sesuai dengan yang disampaikan kader…” (Mnw, 35 th) Hasil observasi juga menunjukkan, bahwa informan menyimpan Taburia di tempat tertutup yang bersih, kering dan tidak lembab. Informan juga mencatat jumlah Taburia yang tidak diberikan pada anak dan melaporkan kepada kader Posyandu.
b. Dukungan Sosial Informan mendapat dukungan dari suami dengan berbagai bentuk dukungan. Bentuk dukungan yang diberikan oleh suami, antara lain : memberikan pujian, mengingatkan jadwal pemberian, bertanya dan meminta penjelasan tentang taburia, serta menunjukkan sikap rasa senang dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “Tetap ada dukungan dari Suami..kadang-kadang suami juga ikut mengingatkan.. apa anak sudah diberi Taburia…” (DKT : Snr, 35 th ; Srn, 35 th ; Ftm, 21 th ; Dla, 32 th ; Srt, 35 th) “Ada dukungan dari suami…dapat pujian ki dari suamiku…Bapaknya bilang ‘itu memang yang ku mau !’…” (DKT : Amr, 38 th) “…ada ji, Bapaknya cuma bertanya, “untuk apa dan manfaatnya apa ?”...terus saya jelaskan, yaitu untuk menambah nafsu makan, juga banyak vitamin yang terkandung dalam Taburia... biasanya kan anak susah makan, sekarang dia bisa minta sendiri..Oh ternyata bagus juga anak di kasi Taburia, begitu kata bapaknya…” (DKT : Hrl, 25 th) “Ya, pertamanya suami bertanyatanya, dia bilang bagus atau tidak Taburia ? Saya jelaskan, bahwa Taburia bagus untuk penambahan
10 gizi....setelah Taburia diberikan terkadang Bapaknya nanya juga, apa Taburia sudah diberikan pada anak ?...” (DKT : Hsm, 39 th ; Fat, 27 th ; Bdw, 41 th ; Mrn, 38 th ; Agt, 25 th ; Slm, 30 th) “…suamiku kerja di Makassar, seminggu sekali baru pulang… senang lihat anaknya pintar makan...” (WM : Aml, 23 th) “…ada…Bapaknya bilang, “pintar makan, bagus di’…biasanya pagi Bapak lihat anaknya saya kasi Taburia, terkadang juga menanyakan, apa sudah di kasi Taburia adik ?…” (WM : Mnw, 35 th) Dukungan sosial diberikan suami pada informan, seperti diungkapkan melalui WM berikut. “ya…saya salut saja, karena dia sudah mengemban tugasnya selaku ibu rumah tangga..ya membesarkan anak sesuai dengan prosedur Pemerintah, itu yang saya banggakan dengan istri saya...kita hanya memantau perkembangan anak saja… yang mengurus ya ibunya…” (WM : Bapak Amn, 40 th) Informan juga mendapatkan dukungan selain suami, yaitu dari anggota keluarga lainnya dan kader. Bentuk dukungan yang diberikan, yaitu mengingatkan pemberian Taburia, orang tua ibu balita juga ikut menaburi dan memberi makan cucunya. Dukungan juga dilakukan oleh kader, yaitu dalam bentuk memberikan semangat dan menanyakan kesulitan yang didapat selama pemberian Taburia pada anak. Seperti yang terungkap dari hasil DKT dan WM berikut. “…Kader juga... selalu memberikan semangat dan menanyakan tentang masalah yang didapatkan dalam pemberian Taburia pada anak…” (DKT : Merpati Putih) “Semua mendukung di dalam rumah..di kasi ingat..sudah dikasi makan taburia atau tidak… Kader juga selalu memantau (DKT : Seroja) “Mamakku..lebih dekatki ini neneknya dari pada saya….saya
jelaskan cara menaburi.. mengerti ji..kan dia lihat ki juga caraku anu kasi Taburia, jadi kalo tidak adaka…na kasi begitu ji juga…” (WM : Aml, 23 th) “…cuman itu saja, kan neneknya sudah meninggal semua, tinggal berdua…i..kakakanya juga toh sering kasi ingat, “Mak, sudah di kasi obat Taburia adik ?…” (WM : Mnw, 35 th) PEMBAHASAN Kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia pada anak umur 6-24 bulan di Kabupaten Pangkep dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : 1. Faktor Predisposisi Kepatuhan Pemberian Taburia Faktor predisposisi ibu merupakan faktor anteseden terhadap kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia, yang menjadi dasar atau motivasi bagi ibu dalam pemberian Taburia. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan, sikap, norma subjektif, situasi bertindak, otonomi pribadi, dan pengendaliaan diri yang berkenaan dengan kepatuhan dalam pemberian Taburia. Dalam arti umum dapat dikatakan, bahwa faktor predisposisi sebagai preferensi pribadi ibu yang di bawa ke dalam suatu pengalaman belajar. Preferensi ini sangat mendukung dan berpengaruh bagi ibu untuk patuh dalam memberikan Taburia pada anaknya. Pengetahuan yang dimiliki informan tentang pemberian Taburia sudah pada tahap evaluasi, sehingga informan memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap pemberian Taburia pada anaknya, yaitu dengan mengevaluasi keadaan anaknya sebelum dan sesudah mengkonsumsi Taburia beberapa bulan yang lalu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers (Notoatmodjo, 2005) yang menyatakan, bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku. Perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Oleh sebab itu diperlukan suatu upaya untuk memberikan stimulus lebih kepada informan berupa pemberian informasi-informasi yang akan meningkatkan pengetahuan informan. Peningkatkan pengetahuan informan dalam pemberian Taburia melalui strategi perubahan perilaku, yaitu kegiatan pemberian informasi-informasi tentang pengertian Taburia, manfaat, cara pemberian dan
11 penyimpanan, serta cara mendapatkan Taburia. Bentuk awal kegiatan yang dilakukan melalui sosialisasi dan penyebaran brosur yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan kader Posyandu serta informasi yang tersedia di kotak pembungkus Taburia,. Selanjutnya kader Posyandu selalu melakukan pemantauan dan berdiskusi tentang masalah yang dihadapi informan selama pemberian Taburia pada anaknya. Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan, bahwa perubahan perilaku kesehatan yang berawal dari pemberian informasi adalah bentuk perubahan perilaku melalui cara pendidikan atau promosi kesehatan, dengan menggunakan metode Diskusi Partisipasi, yaitu salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan. Hal ini berarti informan tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Dengan demikian, maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku yang diperoleh secara mantap dan lebih mendalam, dan akhirnya perilaku yang diperoleh akan lebih mantap juga, bahkan merupakan referensi perilaku orang lain. Sikap yang dimiliki informan dalam pemberian Taburia sudah mencapai pada tingkatan bertanggungjawab (responsible). Informan telah mengambil sikap tertentu, yaitu melakukan penilaian yang menyeluruh terhadap pemberian Taburia pada anaknya. Sehingga informan tetap memberikan Taburia ketika anak dalam keadaan sakit sesuai dengan jadwal pemberian Taburia. Informan juga berani mengorbankan waktunya dan berani mengambil risiko bila ada orang lain mencemooh atau adanya risiko lain, seperti adanya kelainan pada feses anak pasca pemberian Taburia. Sikap informan juga terbangun bersaamaan dengan norma subjektif dan situasi bertindak yang dimiliki informan. Norma subjektif informan terbentuk berdasarkan keyakinan dan kepercayaan, bahwa dengan pemberian Taburia membuat anak menjadi lebih sehat, tidak sakit-sakitan, bertambah selera makan, pintar sehingga anak tidak perlu diberikan vitamin yang lain, serta kesediaan informan mengambil risiko untuk membeli Taburia. Menurut Zlotkin (2004) menyatakan, bahwa Taburia merupakan salah satu cara efektif karena memiliki nilai kandungan zat gizi mikro tinggi, tidak
mengubah rasa, bau dan tekstur makanan, praktis, mudah pemberiannya, serta tidak menimbulkan kebosanan karena cukup ditambahkan pada makanan bayi dan anak sehari-hari. Pembentukan sikap yang positif tidaklah bisa diwujudkan dalam waktu singkat. Respon seseorang dimulai dari perhatiannya terhadap suatu stimulus sampai dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri terhadap stimulus yang diberikan, memerlukan proses yang bertahap. Pembentukan sikap harus dimulai dari adanya kepercayaan terhadap pemberi stimulus. Melalui pembinaan, sikap akan lebih dapat terbentuk dari pada hanya sekedar pengajaran sesaat. Dan ini tentunya juga harus diselaraskan dengan proses peningkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa situasi bertindak informan dalam pemberian Taburia adalah situasi yang memungkinkan informan untuk bertindak dalam pemberian Taburia. Situasi bertindak informan didasarkan pada alasan utama pemberian Taburia pada anak, praktis dan mudah dalam penggunaan dan penyimpanan Taburia, cara informan untuk mengingat jadwal pemberian Taburia. Situasi ini juga berhubungan dengan ketersediaan Taburia, sehingga memungkinkan informan untuk patuh dalam pemberian Taburia. Dengan demikian, situasi bertindak dalam pemberian Taburia dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik informan. Situasi yang berbeda mempengaruhi perilaku informan, karena situasi ini berkaitan dengan kebutuhan ideal yang diinginkan oleh informan. Otonomi pribadi yang dimiliki oleh informan dalam pemberian Taburia, adalah sebagai pengambil keputusan dan orang yang bertanggungjawab terhadap pemberian Taburia pada anaknya. Selama observasi yang dilakukan dalam penelitian, informan memiliki kewenangan penuh dalam pemberian Taburia pada anaknya, dan ini merupakan bagian dari tugas dan tanggungjawab informan dalam menyiapkan makanan untuk keluarga. Pengendalian diri informan terhadap pemberian Taburia, yakni persepsi tentang akibat-akibat yang harus ditanggung bila anak mengalami kejadian negatif setelah pemberian Taburia. Hal-hal negatif yang
12 terjadi pada awal pemberian Taburia tidak mengurangi kepatuhan ibu untuk tetap memberikan dan menaburi Taburia pada makanan pada anaknya, karena bersifat sementara. Informan juga memiliki pengendalian diri yang positif, yaitu sehingga mampu mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi selama pemberian Taburia pada anaknya, terutama pada awal pemberian. Apabila faktor predisposisi informan sudah terbentuk secara baik, maka informan tersebut menunjukkan sifat aktif untuk mendapatkan, menyimpan dan memberikan Taburia pada anaknya, bebas memutuskan dan bertanggungjawab serta mampu mengatur pemberian Taburia, responsif terhadap jadwal pemberian Taburia, dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengatasi masalah yang muncul pada awal pemberian Taburia. Hal tersebut menjadi dasar kepatuhan informan dalam pemberian Taburia pada anaknya. Selain itu, yang teramat penting terbentuknya kepatuhan dalam pemberian Taburia adalah terjadinya perubahan-perubahan yang positif secara langsung dan cepat pada pertumbuhan dan perkembangan anaknya yang dirasakan informan pasca pemberian Taburia. 2. Faktor Pemungkin Kepatuhan Pemberian Taburia Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Faktor pemungkin mencakup di dalamnya ketersediaan sumber daya dan ketersediaan informasi. Menurut Graeff (1996) menyatakan, bahwa mengajarkan keterampilan, penyediaan informasi, ketersediaan produk-produk dan layanan berfungsi sebagai anteseden bagi perilaku sasaran. Ketersedian sumber daya yang meliputi fasilitas tempat mendapatkan Taburia, ketersedian Taburia, sistem pendistribusian Taburia. Faktor pemungkin ini juga menyangkut ketersediaan informasi, yaitu jenis informasi, cara penyampaian informasi, tempat pelaksaan dan sumber informasi. Hasil penelitian juga menunjukkan, bahwa Posyandu dan rumah kader sebagai tempat untuk mendapatkan Taburia. Tempat ini dengan mudah dijangkau oleh informan. Jumlah Taburia yang tersedia juga berdasarkan jumlah sasaran, sehingga informan tidak pernah mengalami kekurangan Taburia. Sistem pendistribusian mengikuti pola-pola yang sudah ada selama ini, yaitu
pendistribusian Taburia pada informan saat kegiatan Posyandu atau Taburia didistribusikan langsung oleh Kader Posyandu ke rumah informan. Ketersediaan informasi juga merupakan bagian yang penting dalam menumbuhkembangkan pemahaman dan kepercayaan informan, sehingga menimbulkan kepatuhan dalam pemberian Taburia pada anaknya. Krech dkk dalam Sarwono (1997) menyatakan, bahwa kepercayaan dapat tumbuh jika orang berulang-ulang kali mendapatkan informan. Dengan ketersediaan informasi tentang manfaat Taburia, cara penggunaan dan penyimpanan Taburia, dan segala aspek yang berhubungan dengan Taburia juga akan meningkatkan pengetahuan informan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Taburia. Selanjutnya dengan pengetahuanpengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran informan, dan akhirnya akan menyebabkan terjadinya kepatuhan informan dalam pemberian Taburia pada anaknya. Menurut Mubarak, dkk (2007) menyatakan, bahwa kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru (Mubarak dkk, 2007). Ketersediaan sumber daya dan ketersediaan informasi merupakan faktor pemungkin yang memfasilitasi terjadinya kepatuhan informan, karena informan tidak merasakan dan menghadapi hambatan dalam pemberian Taburia pada anaknya.
3. Faktor Pendorong/Penguat Kepatuhan Pemberian Taburia Faktor pendorong atau penguat merupakan faktor penyerta perilaku yang memberikan penghargaan/insentif atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetapnya atau melenyapnya perilaku tersebut. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan yang dilakukan memperoleh dukungan atau tidak. Yang termasuk dalam faktor penguat dalam kepatuhan pemberian Taburia adalah referensi orang/kelompok dan dukungan sosial. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kader Posyandu merupakan orang/kelompok yang memberikan referensi dalam pemberian Taburia, yaitu sebagai orang yang mengajak dan memberikan informasi kepada informan yang berkaitan dengan pemberian Taburia.
13 Kader Posyandu juga secara aktif melakukan pemantauan dan mengarahkan informan dalam pemberian Taburia, terutama pada masa awal pemberian. Dari hasil observasi partisipasi yang dilakukan, bahwa awal-awal pemberian Taburia merupakan masa kritis untuk terjadinya kepatuhan pemberian Taburia. Kepatuhan informan dalam pemberian Taburia pada anaknya sangat dipengaruhi oleh peran dan fungsi kader Posyandu. Kader Posyandu menjadi sumber informasi dan referensi dalam pemberian Taburia. Kader Posyandu selalu diharapkan keberadaannya dan merupakan orang/kelompok yang terdekat dengan informan diluar lingkungan keluarga, sehingga berkontribusi pada kepatuhan informan dalam pemberian Taburia pada anaknya. Menurut Sumarwan (2003) menyatakan, bahwa kelompok referensi (reference group) adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok referensi bisa memberikan standar nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Dukungan sosial juga didapatkan informan secara positif yang diberikan oleh suami, anggota keluarga lainnya dan kader. Bentuk dukungan sosial yang diberikan suami, yaitu memberikan pujian, mengingatkan jadwal pemberian, bertanya dan meminta penjelasan tentang taburia, serta menunjukkan sikap rasa senang dengan apa yang dilakukan oleh informan. Sedangkan dukungan sosial dari anggota keluarga lainnya adalah dengan mengingatkan pemberian Taburia, orang tua informan juga ikut menaburi dan memberi makan cucunya. Dukungan juga dilakukan oleh kader, yaitu dalam bentuk memberikan semangat dan menanyakan kesulitan yang didapat selama pemberian Taburia pada anak. Dukungan Sosial merujuk pada bantuan yang diberikan orang lain kepada orang-orang yang membutuhkan. Dukungan dapat berbentuk bantuan nyata, informasi atau dukungan emosional (King, 2007). Oleh sebab itu, dukungan sosial yang diberikan oleh suami, keluarga informan, dan Kader Posyandu dalam pemberian Taburia berkontribusi terhadap kepatuhan informan dalam pemberian Taburia pada anaknya. Keuntungan informan dalam pemberian Taburia adalah memperoleh dukungan sosial yang tinggi, sehingga menjadikan informan lebih optimis dalam
menghadapi masalah pemberian Taburia, lebih terampil dalam pemberian Taburia, serta tingkat kecemasan yang lebih rendah, mempertinggi interpersonal skill (keterampilan interpersonal), memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang diinginkan dan lebih dapat membimbing informan untuk beradaptasi dengan kondisikondisi yang ada selama pemberian Taburia. Pemberian Taburia yang dilakukan oleh informan mendapat dorongan/penguatan dalam bentuk referensi orang/kelompok dan dukungan sosial yang merupakan umpan balik positif yang lebih besar yang didapatkan informan, sehingga terjadinya kepatuhan dalam pemberian Taburia. Menurut Niven (2000) menyatakan, bahwa perilaku apapun yang diberi dorongan/penguatan akan lebih mungkin muncul kembali dalam situasi yang sama/serupa. Strategi mendorong kepatuhan tidak boleh hanya menangani faktor intrapsikis seperti pengetahuan tentang regimen, kepercayaan pada manfaat pengobatan, norma subyektif, dan sikap terhadap pengambilan obat, tetapi juga faktor-faktor lingkungan dan sosial seperti hubungan interpersonal antara petugas dan pasien, serta dukungan sosial dari anggota keluarga dan teman-teman (Morisky, 2001). PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor predisposisi kepatuhan dalam pemberian Taburia pada anak umur 6-24 bulan di Kabupaten Pangkep terbentuk oleh beberapa aspek, yaitu seluruh informan memiliki pengetahuan dengan kemampuan mengevaluasi keadaan anaknya sebelum dan sesudah pemberian Taburia, memiliki sikap dengan melakukan penilaian yang menyeluruh terhadap pemberian Taburia pada anaknya, norma subjektif informan terbentuk berdasarkan keyakinan dan kepercayaan tentang pemberian Taburia menjadikan anak sehat dan pintar, situasi yang memungkinkan informan untuk bertindak dalam pemberian Taburia, otonomi pribadi yang dimikili informan yaitu sebagai pengambil keputusan dan penanggungjawab dalam pemberian Taburia, dan informan memiliki pengendalian diri terhadap konsekuensi pemberian Taburia pada anaknya.
14 2.
3.
Faktor pemungkin kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia pada anak umur 6-24 bulan di Kabupaten Pangkep adalah ketersedian sumber daya berupa tenaga dan kemudahan dalam mendapatkan Taburia serta ketersediaan informasi tentang Taburia. Faktor pendorong/penguat kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia pada anak umur 6-24 bulan di Kabupaten Pangkep adalah seluruh informan mendapatkan referensi dari kader Posyandu dalam pemberian Taburia dan adanya dukungan sosial dari suami, anggota keluarga lainnya serta kader Posyandu.
Saran 1. Ibu-ibu yang berhasil dalam pemberian Taburia pada anaknya dapat dijadikan sebagai community model dan sebagai referensi orang/kelompok pada sasaran dalam Program Taburia. 2. Kader Posyandu memberikan kontribusi terjadinya kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia, sehingga kader perlu diberdayakan dari aspek kemampuan dan aspek kesejahteraan kader. 3. Diperlukan komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak (professional kesehatan, peneliti, tenaga perencanaan dan para pembuat keputusan) dalam mengembangkan pendekatan multidisiplin untuk meningkatkan dan mempertahankan kepatuhan ibu dalam pemberian Taburia.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. DAFTAR PUSTAKA 1. Adu, et al. 2008. Home Fortification of Complementary Foods with Micronutrient Supplements is Well Accepted and has Postive Effects on Infant Zat besi Status in Ghana. The American Journal of Clinical Nutrition (Abstract); Vol 87, No 4, 929-938 2. Bappenas. 2009. Background Study RPJMN 2010-2014. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional RI, Jakarta. 3. Bastable, S,. B,. 1999. Perawat Sebagai Pendidik ; Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran. EGC, Jakarta. 4. Carpenito, L,. J,. 2009. Diagnosis Keparawatan ; Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi ke-Sembilan. Penterjemah : Kusrini dkk. EGC, Jakarta. 5. Chessa, et al. 2008. Growth and Micronutrient Status in Childreen Receiving
15.
16.
17.
18.
a Fortified Complementary Food. J.Nutr. 138:379-388. Pebruari. Creswell, J,. W,. 2009. Research Design ; Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Third Edition. SAGE Publications, California. Depkes RI. 2004. Pedoman Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. Denzin, N.. K., Lincoln, Y., S. 2009. Handbook of Qualitative Research. Penerjemah : Dariyatno, dkk. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi Sulawesi Selatan 2010. Dinkes Prop. Sul-Sel, Makassar. ................... . 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi Sulawesi Selatan 2010. Dinkes Prop. SulSel, Makassar. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Panduan Manajemen Distribusi dan Monitoring Taburia Kabupaten/Kota. Kemenkes RI, Jakarta. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Apa dan Mengapa Tentang Taburia ; Panduan Praktis Bagi Kader. Dijen BinkesmasKemenkes RI, Jakarta. Faber, et al. 2005. Effect of a Fortified Maize-Meal Porridge on Anemia, Micronutrient Status, and Motol Develepment of Infants. The American Journal of Clinical Nutrition; 82: 1032-9 Hanum, S., et. Al. 2005. Determinan Cakupan Imunisasi di Propinsi D.I.Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran, 37(3),150-1. Harnany, A., S,. 2006. Pengaruh Tabu Makanan, Tingkat Kecukupan Gizi, Konsumsi Tablet Besi dan Teh Terhadap Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Kota Pekalongan Tahun 2006. Tesis. Pascasarjana Undip, Semarang. Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Salemba Humanika, Jakarta. Hirve dkk, 2006. Low Dose Sprinkel : An Innovative Approach to Treat Zat besi Deficiency Anemia in Infants and Young Children. Indian Pediatric Vol 44; 17 February 2007 Hutabarat, B. 2008, Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Kusta di Kabupaten
15
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Asahan Tahun 2007. Tesis. Pascasarjana USU, Medan Hyder, et al. 2004. Delivery of Microencapsulated Iron Sprinkles in Rural Poor Through Female Health Workers Lessons Learned at BRAC in Bangladesh. Presented at the Canadian International Health Conference. Ottawa: May 2004. Jahari, A.B, et al, 2008. The Effectiveness of Multiple Micronutrients Fortificant (MMF) on Growth and Haemoglobin Concentration Among Underfives of Poor Families in North Jakarta. Center for Research and Development in Food and Nutrition national Institute fo Health Research and Development Ministry of Health. Ministry of Health, Bogor. JFPR, 2009. Formulation, Efficacy, and Effectiveness of Taburia. Presented at JFPR Meeting, Bali 23-25 January. King, Laura, A. 2007. Psikologi Umum ; Sebuah Pandangan Apresiatif. Mc.GrawHill, New York. Kresno, S. 2005. Aspek Sosial Budaya yang Berhubungan dengan Perilaku Kesehatan, Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta. Kyngas, H, et al. 2000. Review Conceptual Analysis of Compliance. Journal of Clinical Nursing, 9:5-12. Litbangkes. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2010. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. ................... . 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Mubarak, dkk. 2007. Promosi Kesehatan ; Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Graha Ilmu, Yogyakarta. Mawaddah, N. Hardinsyah. 2008. Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi serta Tingkat Konsumsi Ibu Hamil di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Ragugan Propinsi DKI Jakarta. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2008 3(1) : 30-42. Monoarfa, Y. 2009. Studi Efikasi Pengaruh Pemberian Taburin Zat Gizi Mikro Terhadap Kadar Hemoglobin Bayi Usia 612 Bulan di Kabupaten Banggai Tahun 2008. Tesis. Pascasarjana Unhas, Makassar. Morisky, D.E. 2001. Adherence or Compliance Behavior. MD : Johns Hopkins University Press, Baltimore. http://www.enotes.com / public -healthencyclopedia. Akses tanggal 10 Januari 2011.
31. Niven, N. 2000. Psikologi Kesehatan ; Pengantar untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain, Alih Bahasa : Waluyo, A. EG, Jakarta. 32. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. 33. ........................ . 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta. 34. ........................ . 2005. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta. 35. Nugroho, B. 2009. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kegagalan Pengobatan pada Penderita TB Paru dengan Strategi DOTS (Studi Kasus di BP-4 Pati) Tahun 2009. Tesis. Pascasarjana Undip, Semarang. 36. Patilima, H. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung. 37. Santoso, S. 2010. Teori-Teori Psikologi Sosial. Refika Aditama, Bandung. 38. Sarwoto, S. 1997. Sosiologi Kesehatan : Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Gadjah Mada University Press, Yoyakarta. 39. Satori, D. Komariah, A. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung. 40. Siamintarsih, D. 2000. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Tablet Fe Ibu Hamil Tahun 2000. Tesis. Pascasarjana Undip, Semarang. 41. Soekirman. 2011. Fortifikasi Pangan. KFI, Jakarta. 42. Sunawang, 2007. Comparative Efficacy Trial of the Anaemia Reduction Effect of Three Different Home Fortification Products Among Young, Urban Poor Children Of Northern Jakarta (A Randomized Controlled Field Trial). Koalisi Fortifikasi Indonesia. 43. Sumarwan, 2003. Perilaku Konsumen ; Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta. 44. Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung. 45. Smuts, et al. 2005. Efficacy of a FoodletBased Multiple Micronutrient Supplement for Preventing Growth Faltering, Anemia and Micronutrient Deficiency of Infants : The Four Country IRIS Trial Pooled Data Analysis. The Journal of Nutrition 135 : 631S-638S, UNICEF, New York. 46. Triwaluyanti, F. 2009. Analisis Faktor Kepatuhan Imunisasi di Kota Depok Tahun 2009. Tesis. Pascasarjana UI, Jakarta. 47. Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial ; Suatu Pengantar. Andi Offset, Yogyakarta.
16 48. Wawan, M. Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika, Yogyakarta. 49. Zlotkin, 2004. Annual Progress Report. Sprinkles Global Health Initiative at SickKids, Micronutrients to Fortify Life 50. Zlotkin, et,al. 2004. Home-Fortification Using Sprinkles Containing 12,5 mg of Iron
Succesfully Treats Anemia in Ghanian Infants and Young Children. Presented at the International Nutritional Anemia Consultative Group (INACG), Peru: Nov 51. Zlotkin, et,al. 2003. Home-Fortification with Iron and Zinc Sprinkles or Iron Sprinkels Alone Successfully Treats Anemia in Infant and Young Childreen. J. Nutr.133:1075-1080.