S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
KENDALI STRATIGRAFI DAN STRUKTUR GRAVITASI PADA REMBESAN HIDROKARBON SIJENGGUNG, CEKUNGAN SERAYU UTARA Salahuddin Husein* Jasmin Jyalita** Moch. Azis Qosim Nursecha** *) Staf Pengajar - Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, email:
[email protected] **) Mahasiswa - Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Diterima Tanggal: 15 November 2013
SARI Cekungan Serayu Utara merupakan salah satu dari dua cekungan yang menyusun Jawa Tengah.Di Cekungan ini, banyak dijumpai rembesan hidrokarbon (minyak dan gas bumi) di permukaan, sebagai salah satu tanda aktifnya sistem petroleum.Meski demikian, kompleksitas geologi yang dimiliki cekungan ini membuatnya dikenal sebagai “terra incognita” dalam dunia eksplorasi migas di Pulau Jawa.Sebagai salah satu manifestasi permukaan, rembesan hidrokarbon dapat menjadi jendela dan titik tolak pendekatan dalam mempelajari kondisi geologi bawah permukaan bagi unsur-unsur penting dalam sistem petroleum.Berlandaskan pemahaman tersebut, penelitian ini bermaksud untuk mempelajari faktor-faktor geologi yang pernah bekerja di Cekungan Serayu Utara yang mengontrol terjadinya rembesan hidrokarbon di Desa Sijenggung, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.Di permukaan, rembesan tersebut terjadi pada singkapan Formasi Rambatan yang berumur Miosen Awal - Miosen Tengah.Pendekatan yang dipergunakan adalah pengumpulan data-data geologi permukaan, berupa data stratigrafi dan struktur geologi. Penurunan Cekungan Serayu Utara sebagai cekungan belakang busur (back-arc basin) di Miosen Awalmempengaruhi pengendapan Formasi Rambatan, yang diisi oleh perselingan serpih, napal, dan tuff.Kandungan material volkaniklastik halus diduga berasal dari volkanisme Waturanda di Busur Volkanik Serayu Selatan.Mekanisme pengendapan litologi Rambatan tersebut terpengaruh kondisi cekungan yang terus menurun, menghasilkan gangguan-gangguan sedimentasi (soft sediment deformation) akibat luncuran gravitasi di lereng cekungan. Memasuki Miosen Akhir, busur volkanik Jawa Tengah berpindah ke cekungan belakang busur, menghasilkan endapan-endapan vulkaniklastika kasar yang berselingan dengan klastika halus laut pada formasi-formasi Halang, Tapak, dan Pemali. Deformasi yang dominan pada Formasi Rambatan adalah luncuran gravitasi (gravity sliding) ke arah utara-timurlaut dalam rejim ekstensional, yang secara lokal menghasilkan sesar anjak pada bagian ujung luncuran (toe-thrusting). Selanjutnya, saat aktifitas volkanisme menjadi dominan di Cekungan Serayu Utara, pembebanan tubuh gunungapi (volcanic load) juga menghasilkan deformasi luncuran gravitasi ke arah lateral, terutama bergerak ke arah selatan-baratdaya, yang tidak hanya bekerja pada dormasi-formasi Neogen Akhir tetapi juga mempengaruhi Formasi Rambatan yang lebih tua. Rembesan hidrokarbon di Desa Sijenggung pada Formasi Rambatan yang memiliki potensi sebagai batuan penyimpan (reservoar) dan batuan penyekat (seal) sekaligus, diduga melalui mekanisme pecahnya batuan penyekat (seal failure). Hal ini terjadi karena rendahnya kualitasnya litologi penyekat yang rendah akibat deformasi luncuran gravitasi, sehingga hidrokarbon dapat mencapai permukaan. Kata kunci: rembesan hidrokarbon, Formasi Rambatan, struktur luncuran gravitasi, Sijenggung, Serayu Utara.
474
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
PENDAHULUAN Cekungan Serayu Utara.merupakan salah satu dari dua cekungan yang membentukJawa Tengah.Melimpahnya rembesan hidrokarbon pada lokasi ini menandakan bahwa dengan tatanan struktur geologi dan stratigrafi yang sedemikian rupa, terdapat sistem petroleum aktif yang bekerja pada Cekungan Serayu Utara. Satyana et al. (2007) menyebut Cekungan Serayu Utara sebagai terra-incognita, yaitu daerah dengan kondisi geologi yang belum dikenal baik dalam eksplorasi migas, yang memicu munculnya banyak pendapat berbeda mengenai kondisi geologi daerah setempat. Sebagai salah satu manifestasi permukaan, rembesan hidrokarbon dapat menjadi jendela dan titik tolak pendekatan dalam mempelajari kondisi geologi bawah permukaan bagi unsur-unsur penting dalam sistem petroleum.Berlandaskan pemahaman tersebut, penelitian ini bermaksud untuk mempelajari faktor-faktor geologi yang pernah bekerja di Cekungan Serayu Utara yang mengontrol terjadinya rembesan hidrokarbon di Kali Pekacangan, Desa Sijenggung, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.Di permukaan, rembesan tersebut terjadi pada singkapan Formasi Rambatan yang berumur Miosen Tengah.Pendekatan yang dipergunakan adalah pengumpulan data-data geologi permukaan, berupa data stratigrafi terukur (outcrop measured section) dan struktur geologi.
GEOLOGI REGIONAL Fisiografi orogenik Jawa Tengah dibentuk oleh dua jalur pegunungan utama, yaitu Zona Serayu Selatan dan Zona Serayu Utara (Gambar 1). Dalam sejarah geologinya, kedua jalur pegunungan tersebut juga berperan sebagai cekungan sedimenter. Zona Serayu Selatan berkembang daridaerah hulu aliran Sungai Bogowonto (sebelah utara Kota Purworejo) di sebelah timur dimana hingga lembah Sungai Citanduy (sebelah selatan Kota Majenang) di sebelah barat. Secara umum, Zona Serayu Selatan melampar relatif timur-barat dengan bentuk melengkung ke arah utara. Batas fisiografi sebelah timur zona ini tidak begitu tegas, dimana mereka bergabung dengan ujung utara Pegunungan Kulon Progo yang melampar berarah utara-timurlaut – selatan-baratdaya serta tertutup oleh endapan volkanik G. Sumbing. Batas fisiografi sebelah barat cukup tegas, dengan adanya lembah sempit bentukan erosi vertikal Sungai Cikawung yang menjadi batas zona ini dengan Zona Bogor yang masih memiliki fisiografi serupa dengan Zona Serayu Selatan. Van Bemmelen (1949) membagi Zona Serayu Selatan menjadi dua, bagian timur dan bagian barat, yang dipisahkan oleh dataran rendah Jatilawang pada aliran Sungai Serayu. Kedua bagian Serayu Selatan tersebut memiliki hubungan geometris susun genteng tumpuk kiri (left-stepping en echelon), memberikan kesan adanya sesar geser sinistral regional berarah timur-barat yang mempengaruhi keduanya. Bagian barat memiliki panjang 60 km dan lebar 15 km serta pelamparan berarah baratlaut-tenggara. Bagian timur melampar timur-barat dengan panjang 115 km dan lebar mencapai 35 km, dimana bagian tengah zona ini tersingkap batuan dasar pra-Tersier di daerah Karangsambung. Zona Serayu Utara berkembang lebih sederhana bila dibandingkan dengan Zona Serayu Selatan. Zona Serayu Utara hanya terdiri dari satu jalur pegunungan berarah timur-barat, dengan geometri melengkung membuka ke arah selatan, dan kedua ujungnya ditempati oleh gunungapi Kuarter. Ujung bagian timur dimulai dari penjajaran G. Sumbing dan G. Sindoro berarah baratlauttenggara, yang dilanjutkan dengan kehadiran kompleks volkanik Dieng ke arah barat-baratlaut. Ujung barat Zona Serayu Utara ditandai dengan kehadiran G. Slamet. Stratigrafi regional dan deformasi tektonik kedua zona Serayu tersebut memiliki keterkaitan satu dengan lainnya (Gambar 2, 3). Zona Serayu Selatan memiliki batuan-batuan pra-Tersier dan Paleogen yang tersingkap ke permukaan di daerah Karangsambung. Kompleks Luk-Ulo yang berumur Kapur Akhir, serta Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan yang berumur Paleogen, terbentuk oleh proses longsoran gravitasional laut dalam pasca kolisi antara Sundaland dan lempeng kontinen mikro Jawa Timur (Hall, 2012), dimana fragmen aneka bahan (batuan 475
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
metamorfik, batuan beku, batuan sedimen laut) bercampur-bancuh dalam massa dasar batulempung. Terdapat perkembangan karakter sedimentasi yang menarik dari matrix-dominated pada Kompleks Luk-Ulo dan Formasi Karangsambung menjadi lebih fragment-dominated pada Formasi Totogan (Asikin, dkk., 1992b). Hal ini dapat mengindikasikan semakin mendangkalnya lingkungan sedimentasi dan semakin kuatnya pengangkatan Karangsambung saat Paleogen Akhir. Memasuki Oligosen Akhir, Jawa Tengah diduga mengalami segmentasi tektonik busur volkanik yang telah dimulai semenjak Eosen Tengah (Hall, 2012), dengan berkembangnya busur volkanik di Zona Serayu Selatan dan terbentuknya peregangan cekungan belakang busur di Zona Serayu Utara. Volkanisme Serayu Selatan ditandai dengan pengendapan Formasi Gabon di tepi selatan (van Bemmelen (1949) menganggap breksi volkanik Gabon sebagai bagian dari Zona Pegunungan Selatan Jawa Tengah) dan Formasi Waturanda di bagian tengah Zona Serayu Selatan. Formasi Gabon tersusun atas breksi andesit, setempat tuf lapili, lava, dan lahar, dimanasebagian besar litologi tersebut telah mengalami alterasi (Asikin dkk., 1992a). Sedangkan Formasi Waturanda terdiri atas batupasir vulkanik di bagian bawah, mengandung sisipan napal tufan, dan berubah menjadi breksi andesit di bagian atas. Ke arah utara, Formasi Rambatan mulai diendapkan semenjak Miosen Awal di lingkungan lereng cekungan belakang busur yang labil, menutupi kelompok sedimen gravitasional Wora-wari yang lebih dahulu terbentuk saat Oligosen Akhir akibat pembukaan cekungan belakang busur Serayu Utara (kelompok Wora-wari dimasukkan dalam Formasi Totogan oleh Condon dkk., 1996). Formasi Rambatan terdiri dari batupasir karbonatan dan konglomerat dengan perselingan serpih, napal, dan tuff. Meskipun Condon dkk. (1996) menempatkan perkembangan Formasi Rambatan dimulai Miosen Awal, Lunt et al. (2009) menduga umur dari Formasi Rambatan lebih muda, yaitu Miosen Tengah (N10-N15). Memasuki Miosen Tengah, volkanisme Serayu Selatan berkurang intensitasnya, yang kemungkinan disebabkan oleh efek rotasi berlawanan arah jarum jam yang dialami oleh Sundaland yang mempengaruhi proses subduksi di selatan Jawa saat itu. Pada masa ini, batugamping terumbu Formasi Kalipucang menutupi tinggian volkanik Formasi Gabon (Asikin dkk., 1992a), dan batulempung gampingan Formasi Penosogan berkembang di bagian yang lebih dalam di Busur Vulkanik Serayu Selatan. Napal dan tuf masih dijumpai menyisip dalam Formasi Penosogan (Asikin dkk., 1992a,b). Ke utara, Formasi Penosogan menjemari dengan Formasi Rambatan yang masih terus diendapkan selama Miosen Tengah. Miosen Akhir ditandai perkembangan busur vulkanik ganda (double-arc) di Jawa Tengah, dengan reaktifasi vulkanisme Serayu Selatan yang bersamaan munculnya vulkanisme Serayu Utara (Gambar 3). Secara umum, pada periode ini, batupasir vulkanik Formasi Halang mendominasi kedua zona. Fraksi kasar dan fragmen vulkanik disumbangkan oleh Formasi Peniron di Zona Serayu Selatan dan Formasi Kumbang untuk Zona Serayu Utara (Asikin dkk., 1992b; Condon dkk., 1996). Pada periode ini, dapat dianggap bahwa cekungan belakang busur Serayu Utara telah berubah menjadi busur vulkanik. Perubahan konfigurasi tektonik regional diduga kembali terjadi pada kala Pliosen, ditandai dengan berhentinya aktifitas vulkanisme Serayu Selatan dan berkurangnya intensitas vulkanisme Serayu Utara (Gambar 3). Hall (2012) mengaitkannya dengan fase akhir rotasi Sundaland. Pada masa tectonic quiescence ini, sedimentasi batupasir gampingan Formasi Tapak berlangsung di kedua zona Serayu. Fragmen moluska banyak dijumpai dalam Formasi Tapak (Asikin dkk., 1992a; Condon dkk., 1996; Djuri dkk., 1996). Lunt et al. (2009) menempatkan awal sedimentasi Tapak di Miosen Akhir (N17). Semakin ke atas, Formasi Tapak semakin menghalus. Di daerah Serayu Utara, anggota Tapak yang tersusun atas napal dan batulempung gampingan dinamakan Formasi Kalibiuk, dan nama Formasi Kaliglagah bagi yang mengandung lignit (Djuri dkk., 1996).Pada periode tectonic quiescence Pliosen inilah proses perlipatan di zona Serayu Selatan dan Serayu Utara berlangsung intensif. Plistosen ditandai dengan reaktifasi Busur Vulkanik Serayu Utara, dengan serangkaian aktifitas vulkanisme di lingkungan darat oleh Ligung, Mengger, Gintung dan Linggopodo untuk 476
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
bagian barat (Djuri dkk., 1996), dan vulkanisme Ligung, Damar, dan Kaligetas untuk bagian timur (Condon dkk., 1996). Vulkanisme Plistosen tersebut dilanjutkan dengan vulkanisme Holosen oleh Jembangan, Dieng, Sumbing, dan Sindoro untuk bagian timur (Condon dkk., 1996), dan vulkanisme Slamet untuk bagian barat (Djuri dkk., 1996). Tingginya aktifitas vulkanisme Kuarter di Zona Serayu Utara tersebut diduga menghasilkan volcanic load yang besar yang dapat memicu pengangkatan isostatik Zona Serayu Selatan sebagai proses deformasi paling akhir dan yang paling berperan menghasilkan bentukan fisiografi yang tampak saat ini di kedua zona tersebut (Gambar 3). Pada periode ini, akibat pengangkatan isostatik yang intensif, bagian inti Zona Serayu Selatan mengalami proses denudasi yang paling besar hingga menyingkapkan batuan-batuan pra-Tersier dan Paleogen di Karangsambung. Sistem petroleum yang bekerja di Zona Serayu Utara tersusun atas elemen-elemen berupa batuan induk yang berumur Miosen Awal, batuan reservoar dari Formasi Rambatan dan Halang, batuan penyekat intra-formasi Rambatan dan Formasi Tapak, serta jebakan hidrokarbon berupa antiklin dan sesar anjak. Petroleum play yang dapat berlaku ialah konsep toe-thrusting yang berhubungan dengan pengangkatan Neogen, sistem antiklin yang terinversi, serta sistem terumbu pada horst cekungan tersebut (Satyana, 2007).
GEOLOGI DESA SIJENGGUNG Berdasarkan peta geologi daerah Banjarnegara dan Pekalongan (Condon dkk., 1996), lokasi penelitian terdiri dari lima formasi, yaitu Formasi Tapak, Kumbang, Halang, Rambatan, serta anggota batuan gunungapi Jembangan dan intrusi-intrusi diorit. Litologi yang mendominasi lokasi penelitian meliputi serpih, napal, batupasir gampingan, batupasir tufan, konglomerat, breksi andesit, lava andesit, tuf, batugamping terumbu, serta batuan beku seperti diorit hasil intrusi. Dari sini, diketahui bahwa litologi-litologi penyusun daerah penelitian berumur Miosen Awal hingga Pleistosen akhir (Condon dkk., 1996). Struktur geologi yang dijumpai pada lokasi penelitian didominasi oleh sesar-sesar naik yang berarah baratlaut – tenggara serta sesar geser sinistral berarah utara timurlaut – selatan baratdaya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan mengungkap mekanisme terjadinya rembesan hidrokarbon di Kali Pekacangan, Desa Sijenggung.Pendekatan yang dipergunakan adalah pengumpulan data geologi permukaan, berupa stratigrafi dan struktur geologi.Jalur Kali Pekacangan dipilih karena selain di jalur tersebut terdapat rembesan hidrokarbon, di lembah sepanjang aliran sungai tersebut banyak tersingkap batuan-batuan yang menyusun elemen sistem petroleum Serayu Utara. Data stratigrafi diperoleh dengan melakukan metode penampang terukur, dengan alat bantu tongkat Jacob dan meteran tali. Koreksi kemiringan topografi terhadap ketebalan stratigrafi terukur langsung dilakukan di lapangan dengan bantuan busur protaktor dan kompas geologi.Sampel batuan diambil secara sistematik pada bagian yang mewakili unit litologi yang tengah diukur. Data struktur geologi diperoleh di lapangan dengan dua tahapan, yaitu: (i) identifikasi jenis struktur dan geometrinya, dan (ii) identifikasi kinematika struktur dengan mengamati pergeseran lapisan batuan. Data struktur yang telah direkam di lapangan tersebut kemudian dicantumkan pada peta kerja yang telah digambarkan sebaran litologinya.Gabungan dari data struktur dan sebaran litologi tersebut memungkinkan pembagian unit-unit struktur (kompartemen struktur) untuk memudahkan analisis kinematika keseluruhan. Sintesis data stratigrafi dan struktur geologi dibuat untuk memperoleh pemahaman prosesproses geologi yang mengontrol sedimentasi. Selanjutnya sintesis tadi akan ditelaah dalam perspektif proses tektonostratigrafi regional sehingga hubungan antara daerah penelitian dengan Cekungan Serayu Utara dapat dibangun dalam perspektif ruang dan waktu. Tahap terakhir adalah menentukan sistem petroleum yang bekerja di daerah penelitian dan hubungannya dengan sistem 477
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
petroleum yang bekerja secara regional di Cekungan Serayu Utara.Pada tahap terakhir ini juga ditentukan mekanisme penyebab terjadinya rembesan dalam sistem petroleum di daerah penelitian.
REKONSTRUKSI STRATIGRAFI KALI PEKACANGAN Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, lokasi penelitian terletak pada bagian barat Cekungan Serayu Utara. Pada lokasi penelitian (khususnya pada lintasan Kali Pekacangan), ditemui paket-paket struktur slump hasil luncuran gravitasi dengan arah kemiringan yang berubahubah secara intensif. Analisa paleontologi kemudian dilakukan untuk mengetahui umur sebenarnya dari Formasi Rambatan tersebut. Berdasarkan data paleontologi berupa foraminifera plangtonik dan foraminifera bentonik, didapatkan kisaran umur dan lingkungan pengendapan batuan di daerah penelitian. Untuk jalur Kali Pekacangan (Formasi Rambatan), terdapat dua sampel analisa paleontologi yaitu sampel AJ 2 dan AJ 13. Umur tertua yang dijumpai pada lokasi penelitian yaitu pada Formasi Rambatanadalah pada zona N12 – N18 dengan ditemuinya foraminifera plangtonik berupa Globorotalia menardii A dan B (Bolli), sedangkan umur termuda pada zona N19 dengan ditemuinya foraminifera plangtonik berupa Sphaeroidinella dehiscens (Parker & Jones). Selain pada Formasi Rambatan, analisa paleontologi juga dilakukan pada Formasi Tapak yang beranggotakan napal dan batugamping terumbu. Satu sampel paleontologi yang dianalisa menunjukkan umur N19 – N23 dengan ditemuinya foraminifera plangtonik berupa Globorotalia menardii cultrate (d’Orbigny). Struktur sedimen yang dominan berkembang pada lokasi penelitian adalah laminasi paralel, laminasi konvolut, gradasi normal, flute cast, slump, dan bioturbasi. Struktur load cast juga berkembang pada lokasi penelitian ini, khususnya dijumpai pada batupasir dengan sementasi yang kuat. Laminasi dapat terbentuk dari pengendapan partikel berukuran halus dari suspensi dan transportasi traksi pasir pada kondisi yang sama (Boggs, 2006). Gradasi normal dapat timbul akibat penurunan kekuatan aliran selama sedimentasi, tetapi pada umumnya dari dispersi butir dan buoyancy effect yang biasa terjadi pada endapan dengan konsentrasi sedimen yang rendah.Flute cast pada daerah ini terbentuk akibat erosi pada serpih (yang kemudian terisi oleh batupasir) dengan bentuk memanjang. Struktur sedimen tersebut digunakan dalam penentuan arah arus saat pengendapan unit-unit batuan tersebut terjadi.Berdasarkan struktur flute-castpada batupasir tufan Rambatan di dekat jembatan Kali Pekacangan Desa Sijenggung, arah sedimentasi diamati berarah ke timurlaut. Struktur slump terbentuk akibat luncuran gravitasi melalui suatu bidang gelincir.Struktur ini terbentuk dalam skala besar yang dapat ditemui hampir di sepanjang lintasan Kali Pekacangan.Struktur bioturbasi yang dijumpai pada lokasi penelitian berupa ichnofasies Nereites (Gambar 6).Ichnofasies Nereites dicirikan oleh fosil jejaknya yang didominasi oleh cetakan horizontal, baik hanya dengan bentuk memanjang maupun bentuk-bentuk yang lebih kompleks.Fosil jejak tersebut mengindikasikan lingkungan pengendapan laut dalam. Struktur terakhir ialah load cast yang terbentuk akibat pembebanan oleh batupasir (material sedimen berukuran kasar) pada serpih di Formasi Rambatan. Struktur sedimen tersebut digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan top dan bottom dari lapisan batuan. Shaleyang ditemui pada Formasi Rambatan didominasi oleh shale yang berwarna hitam (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa satuan batuan tersebut kaya akan material organik, sehingga lingkungan pengendapan bersifat reduktif. Selain shale, lokasi penelitian juga tersusun atas litologi berupa batupasir karbonatan, batupasir tufan, serta batugamping. Lingkungan pengendapan pada lokasi ini adalah berupa laut dalam dengan pengendapan turbidit dan gravity gliding yang menyebabkan melimpahnya struktur slump (Gambar 5).
478
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
TEKTONIK GRAVITASI DAN KAITANNYA DENGAN STRUKTUR GEOLOGI DESA SIJENGGUNG Struktur geologi utama yang menyusun daerah penelitian tidak hanya murni karena tenaga endogenik yang mengompresi maupun meregangkannya, melainkan juga akibat tenaga gravitasi. Pada Miosen Awal, mulai terjadi pengangkatan di Busur Vulkanik Serayu Selatan akibat aktivitas magmatisme Andesit Tua yang berumur Oligo-Miosen, dan terbentuknya Cekungan Belakang Busur Serayu Utara.Tataan tektonik busur vulkanik ini menyebabkan terbentuknya lereng yang mengarah ke utara menuju dalaman Serayu Utara. Kondisi ini mempengaruhi sedimentasi Formasi Rambatan yang tengah berlangsung di Cekungan Serayu Utara, menyebabkan sebagian besar dari sedimen Rambatan yang terendapkan di tepi selatan Serayu Utara tergelincir (gravity gliding) menuju ke arah utara. Proses tersebut melakukan sedimentasi ulang (reworking) yang menghasilkan struktur slump. Pengukuran stratigrafi permukaan di lintasan Kali Pekacangan menunjukkan adanya ciri-ciri proses reworking dari sedimen yang telah terendapkan sebelumnya. Di samping itu, perubahan arah kemiringan lapisan batuan yang sangat intensif dalam jarak yang tidak terlalu jauh mengindikasikan beberapa unit struktur slump yang terbentuk akibat luncuran gravitasi. Meskipun struktur sedimen menunjukkan arah sedimentasi ke utara-timulaut, namun struktur geologi di lokasi penelitian justru menunjukkan serangkaian sesar naik ke arah selatan-baratdaya (Gambar 7, 8).Struktur demikian diduga terbentuk akibat luncuran sedimen Formasi Rambatan untuk kedua kali yang terjadi kala Miosen Akhir. Pada saat itu, pengendapan Formasi Rambatan telah berakhir dan digantikan oleh sedimentasi vulkaniklastik Formasi Halang yang didominasi oleh batupasir tuf dengan fragmen lapili. Kehadiran Formasi Halang menunjukkan perubahan tataan tektonik Jawa Tengah, dimana Cekungan Serayu Utara berubah fungsi dari cekungan belakang busur menjadi busur vulkanik (Gambar 2, 3). Kondisi demikian menghasilkan pengangkatan di Zona Serayu Utara yang menghasilkan perubahan arah kelerengan cekungan sedimenter di sana. Bila sebelumnya kelerengan sedimentasi di daerah Sijenggung diduga berarah ke utara-timurlaut menuju deposenter Serayu Utara, maka dengan perubahan tataan tektonik yang ditandai oleh naiknya Serayu Utara tersebut menyebabkan terbentuknya kelerengan sedimentasi ke arah selatan-baratdaya. Hal ini menyebabkan batuan Formasi Rambatan mengalami tektonik gravitasi untuk kedua kalinya, dimana sebagian besar mereka menjadi meluncur ke arah selatanbaratdaya mengikuti kemiringan cekungan sedimenter yang baru. Hasil akhir dari proses ini tampak dari penampang geologi Kali Pekacangan menunjukkan beberapa sesar naik yang diduga merupakan bagian sesar anjak (toe-thrust) bentukan dari beberapa paket slump akibat gravity gliding (Gambar 7, 8). Di lokasi penelitian, Formasi Rambatan dijumpai telah tersingkap ke permukaan, dan Formasi Halang dan Formasi Tapak yang menutupinya telah tererosi dengan ditandai banyak bongkah-bongkah batupasir vulkanik Halang di sepanjang jalur Sungai Pekacangan. Hal ini menunjukkan adanya pengangkatan daerah penelitian kembali untuk ketiga kalinya pada kala awal Plistosen, setelah pengendapan Formasi Tapak. Pengangkatan tektonik ketiga inilah yang diduga bertanggungjawab terhadap mekanisme rembesan hidrokarbon di daerah penelitian.
REMBESAN GAS BUMI DI KALI PEKACANGAN Seperti yang telah disinggung sebelumnya, rembesan hidrokarbon merupakan indikasi awal adanya suatu sistem petroleum aktif yang menyusun suatu lokasi.Terjadinya rembesan hidrokarbon di permukaan menunjukkanadanya kebocoran dalam sistem petroleum, baik secara langsung dari batuan induk maupun dari batuan penyimpan (reservoar) melalui jalur-jalur yang dibentuk struktur geologi maupun tatanan stratigrafi suatu daerah. Menurut Gluyas (2003) pembentukan rembesan hidrokarbon terdiri dari tiga fase yang meliputi: (i) pecahnya batuan penyekat atau tudung (seal failure) akibat deformasi tektonik, (ii) 479
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
migrasi tersier (tertiary migration) dari batuan penyimpan menuju permukaan melalui bidang patahan, dan (iii) penguapan di permukaan (dissipation near the surface). Rembesan gas bumi di Kali Pekacangan, Desa Sijenggung terjadi pada Formasi Rambatan yang beranggotakan batupasir dengan selingan serpih, napal, dan tuf. Formasi ini memiliki kualitas yang cukup baik pada perlapisan batupasir tuf sebagai batuan penyimpan (reservoar). Batuan penyekat yang menutupinya ialah serpih dari Formasi Rambatan itu sendiri (penyekat intraformasional).Di bagian atasnya, dijumpaibatupasir vulkanik Formasi Halang yang juga berpotensi sebagai batuan reservoar. Melihat tataan stratigrafi dan struktur geologi yang berkembang secara lokal, terjadinya rembesan gas bumi Sijenggung dapat dikelompokkan karena terangkatnya batuan reservoar ke permukaan, sehingga hidrokarbon yang seharusnya menempuh migrasi sekunder dari batuan reservoar Formasi Rambatan menuju batuan reservoar Formasi Halang, dapat melalui batuan penyekat yang telah pecah (mekanisme pertama: seal failure) akibat pengangkatan tektonik yang ketiga (awal Plistosen), untuk kemudian merembes melalui patahan menuju permukaan (mekanisme kedua: tertiary migration), dan membentuk rembesan (mekanisme ketiga: dissipation near surface).
KESIMPULAN 1. Perubahan dan dinamika tektonik busur gunungapi mempengaruhi sedimentasi yang terjadi di Cekungan Serayu Utara. Cekungan Serayu Utara merupakan cekungan belakang busur pada rentang Miosen Awal hingga Miosen Tengah, dan kemudian berubah menjadi busur vulkanik semenjak Miosen Akhir. 2. Daerah penelitian mengalami tiga kali pengangkatan tektonik: (i) pengangkatan Serayu Selatan pada Miosen Awal, (ii) pengangkatan pertama Serayu Utara pada Miosen Akhir, dan (iii) pengangkatan kedua Serayu Utara pada awal Plistosen. 3. Pengangkatan pertama dan kedua mempengaruhi sedimentasi Formasi Rambatan dengan membentuk unit-unit struktur slump, dengan mekanisme luncuran gaya-berat (gravity gliding). 4. Akibat gravity gliding yang terjadi pada daerah penelitian, terbentuklah struktur toe-thrust faults beserta endapan yang berkarakter turbidit pada Formasi Rambatan. 5. Formasi Rambatan di lokasi penelitian tersusun atas serpih, batulempung, dan batupasir gampingan. Umur tertua yang dijumpai pada Formasi Rambatan di lokasi penelitian adalah pada zona N12 – N18 dengan ditemuinya foraminifera plangtonik berupa Globorotalia menardii A dan B (Bolli), sedangkan umur termuda pada zona N19 dengan ditemuinya foraminifera plangtonik berupa Sphaeroidinella dehiscens (Parker & Jones). Dari jenis litologinya, formasi ini berpotensi untuk menjadi reservoar dan batuan segel intra-formasional. 6. Pengangkatan tektonik Serayu Utara yang ketiga menyebabkan tersingkapnya Formasi Rambatan ke permukaan dan memicu terjadinya rembesan hidrokarbon Sijenggung. 7. Rembesan hidrokarbon di Sijenggung terjadi melalui tiga tahapan mekanisme : (i) pecahnya batuan penyekat akibat pengangkatan tektonik ketiga, (ii) rembesan melalui patahan, dan (iii) menguap di permukaan.
UCAPAN TERIMA KASIH Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Jurusan Teknik Geologi FT UGM yang telah mendukung penelitian ini melalui hibah penelitian dan memberi kesempatan untuk mempresentasikan dalam seminar nasional.Ungkapan terima kasih juga ditujukan Bapak Moch.Indra Novian, M.Eng.yang telah mendampingiobservasi dan berdiskusi di Banjarnegara. 480
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
DAFTAR PUSTAKA Asikin, S., A. Handoyo, B. Prastistho, dan S. Gafoer(1992a) Peta Geologi Lembar Banyumas.Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Asikin, S., A. Handoyo, H. Busono, dan S. Gafoer(1992b) Peta Geologi Lembar Kebumen.Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Boggs, S. Jr., 2006, Principles of Sedimentology and Stratigraphy: Fourth Edition, Pearson Education, Inc., New Jersey, 662p. Condon, W.H., L. Pardyanto, K.B. Ketner, T.C. Amin, S. Gafoer, dan H. Samodra (1996) Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, edisi ke-2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Djuri, M., H. Samodra, T.C. Amin, dan S. Gafoer(1996) Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, edisi ke-2.Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Gluyas, J. and R. Swarbrick (2003)Petroleum Geoscience, Blackwell Publishing. New Jersey. Hall, R. (2012) Late Jurassic–Cenozoic reconstructions of the Indonesian region and the Indian Ocean.Tectonophysics, 570–571, pp. 1–41 Lunt, P., G. Burgon, A. Baky (2009)The Pemali Formation of Central Java and equivalents: Indicators of sedimentation on an active plate margin,Journal of Asian Earth Sciences, 34, pp.100-113. Satyana, A.H. (2007)Central Java, Indonesia – a “Terra Incognita” in Petroleum Exploration: New Considerations on the Tectonic Evolution and Petroleum Implications,Proceedings of Indonesian Petroleum Association 31st Annual Convention and Exhibition, Jakarta. van Bemmelen, R.W. (1949)The Geology of Indonesia Vol. IA, Martinus Nijhoff.Belanda.
481
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 1. Fisiografi Zona Serayu.
Gambar 2. Tektonostratigrafi Kenozoikum Zona Serayu (dikompilasi dari Asikin dkk., 1992a; Asikin dkk., 1992b; Condon dkk., 1996; Djuri dkk., 1996; Lunt et al., 2009; Hall, 2012).Formasi Pemali yang seumur dengan Formasi Tapak tidak dimasukkan karena sebarannya menempati Zona Bogor.
482
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 3. Diagram rekonstruksi evolusi geologi Zona Serayuberdasarkan tektonostratigrafinya (lihat Gambar 2).Tanpa skala.Pada Oligosen Akhir (b) cekungan belakang busur terbentuk di Zona Serayu Utara, dengan pengendapan gaya-berat Wora-Wari terbentuk di bagian tepi selatannya.Pada Miosen Awal (c) naiknya genang laut memicu terendapkannya Formasi Rambatan menutupi Wora-Wari. Proses re-sedimentasi akibat gaya-berat menghasilkan banyak struktur slump.
483
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 3 (lanjutan). Pada Miosen Tengah (d) proses magmatisme Serayu Selatan berhenti, diduga terganggu oleh proses rotasi Sundaland yang baru berjalan. Jawa Tengah mulai mengalami pemendekan (shortening).Kondisi genang laut maksimum (highstand) mendorong pertumbuhan batugamping terumbu Formasi Kalipucang.Pada Miosen Akhir (e) terbentuk dua busur vulkanik (double-arc) di Zona Serayu, dengan reaktifasi vulkanisme Serayu Selatan dan munculnya vulkanisme Serayu Utara.Beban dari tubuh gunungapi Serayu Utara menekan Formasi Rambatan dan Wora-Wari sehingga mereka bergerak ke arah luar dari tepi cekungan.Akibat rotasi dan shortening, Karangsambung mulai terangkat dan terlipat.
484
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 3 (lanjutan). Pada Pliosen (f) terjadi perubahan tataan subduksi akibat proses rotasi Sundaland yang kembali berlanjut dan disertai pemendekan/kompresi. Sekali lagi magmatisme dan vulkanisme Jawa Tengah berhenti, dan pengendapan Formasi Tapak berlangsung.Karangsambung dan Wora-Wari terus terangkat.Pada Plistosen (g) vulkanisme Serayu Utara kembali aktif.Beban dari tubuh gunungapi kembali menekan Formasi Rambatan dan Wora-Wari sehingga mereka bergerak naik ke arah selatan.Lembah Serayu (Zona Serayu sensu-stricto) terbentuk diantara tinggian Karangsambung dan WoraWari.Perkembangan selanjut kala Holosen ditandai dengan intensitas denudasi yang sangat tinggi, baik di Serayu Selatan maupun di Serayu Utara. Di Karangsambung, erosi menyingkapkan Formasi Karangsambung sebagai inti dari antiklin. Sedangkan di Wora-Wari, erosi menyingkapkan Formasi Rambatan (seperti di daerah penelitian), bahkan hingga ke batuan Wora-Wari.
485
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 4. (Kiri) Perselingan shale dan batupasir karbonatan yang menyusun Formasi Rambatan pada tempuran Kali Pekacangan, kamera menghadap ke timur. (Kanan) Struktur sedimen load cast, laminasi konvolut, dan laminasi paralel pada batupasir Formasi Rambatan.
Gambar 5. Kondisi litologi dan struktur geologi Kali Pekacangan
486
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 6. (Atas) penampang panorama singkapan di utara tempuran Kali Pekacangan, di daerah Asinan. (Kiri) Struktur sedimen laminasi konvolut dan paralel.(Kanan) Fosil jejak pada batupasir Formasi Rambatan yang digunakan sebagai salah satu penentu top-bottom lapisan batuan.
487
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
488
S03
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 8. Penampang geologi jalur 2 (Tempuran Kali Pekacangan)
489