KENDALA PANJANG HARI PADA PEMBUNGAAN KACANG TUNGGAK ( Vigna unguiculata L. ) DAN USAHA MENGATASINYA Supriyono Fakultas Pertanian UNS Makalah Disampaikan dalam SemNas Dies UNS 36 di FP UNS Membangun Negara Agraris yang Berkeadilan dan Berbasis Kearifan Lokal Pros ISBN 978-979-17638-8-2 Surakarta, 18 April 2012 Abstrak Panjang hari ataupun panjang malam merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tanaman dapat berbunga. Peralihan dari fase vegetatif ke generatif tersebut dapat terjadi, untuk sebagian jenis tanaman membutuhkan panjang hari yang kurang atau melebihi periode kritisnya. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui peran panjang penyinaran dalam sehari akibat posisi matahari terhadap pembungaan kacang tunggak. Usaha memacu terbentuknya bunga juga diulas pada tulisan ini. Kajian ini merupakan kumpulan hasil penelitian di Jurusan Agronomi UNS tahun 2009-2011 tentang pembungaan kacang tunggak yang dirancang dengan analisis varian dan uji DMRT. Usaha memotong pajang hari dilakukan, pertama dengan penyungkupan tanaman menggunakan plastik hitam. Kedua, penggunaan tumpangsari jagung juga dicobakan untuk tujuan tersebut. Hasil kajian menunjukkan bahwa kacang tunggak tidak mau berbunga ketika pada tahun 2009 ditanam diluar musim tanam, disinyalir karena tanaman tersebut merupakan tanaman hari pendek. Pada tahun 2010, perlakuan penyungkupan belum terbukti meningkatkan pembungaan akibat tanaman kontrol juga menghasilkan bunga. Hal tersebut disebabkan akibat anomali cuaca, hujan sepanjang tahun serta penelitian dilakukan dirumah kaca yang untuk mengurangi panas, lokasi ditutup kasa. Ada kecenderungan, tumpangsari jagung mampu memotong panjang penyinaran dalam sehari sehingga menyebabkan kacangtunggak berbunga dan menghasilkan. Kata kunci : kacang tunggak, pembungaan, panjang hari.
PENDAHULUAN Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.) termasuk dalam keluarga kacang-kacangan atau leguminosae.
Tanaman ini juga dikenal sebagai kacang tolo. Tanaman
kacang-
kacangan ini sudah lama dikenal, namun belum dibudidayakan secara luas (Rukmana dan Oesman, 2000). Daun dan polong muda dapat dikonsumsi sebagai sayuran (Aswan, 2009). Selain pangan, kacang tunggak juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kacang tunggak memiliki kandungan gizi yang cukup baik dengan kandungan lemaknya rendah (1,4%), sedangkan kandungan proteinnya sebesar 22% dan karbohidrat 59,1 % (Artalina dan Umar,2008). Kacang tunggak sesuai untuk lahan kering karena bertoleransi terhadap kondisi kering. Kacang tunggak juga dapat di tanam di lahan sawah setelah padi dan kacang tunggak
juga relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Dengan pengelolaan yang baik, produktivitas kacang tunggak mampu mencapai 2 ton/ha. Tanaman ini mampu bersimbiosis dengan bakteri penambat N dan mampu menghasilkan biomassa cukup banyak (Trustinah dan Kasno, 1997). Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tunggak berkisar 20-35°C. Kacang tunggak menyukai kondisi lahan yang terdrainase dengan baik. Pada musim kering hasil menurun akibat pertumbuhan yang lambat sedangkan pada musim penghujan banyaknya air membuat kualitas polong yang dihasilkan rendah (Pandey, 1987). Polong kacang tunggak tegak dan kaku. Penampilan tanaman ini hampir sama dengan kacang panjang namun tidak merambat dengan batang pendek dan berbuku-buku. Daun melekat pada tangkai, agak kasar dengan posisi daun bersusun tiga. Bunga berbentuk kupukupu, terletak pada ujung tangkai. Polong kacang tunggak berukuran panjang sekitar 10 cm, berwarna hijau dan kaku. Biji kacang tunggak bulat panjang, agak pipih dan berukuran lebar 4 sampai 6 mm, panjang 7 sampai 8 mm, berwarna kuning kecoklatan (Rukmana dan Oesman, 2000). Kacang tunggak dapat dikonsumsi pada setiap tahap pertumbuhannya. Daunnya dapat disajikan sebagai sayuran hijau seperti bayam. Polong muda juga dapat dicampur dengan bahan pangan lain. Biji kacang tunggak muda yang masih berwarna hijau dapat direbus sebagai sayuran segar, dikemas dalam kaleng atau dibekukan. Biji kering juga dapat dimasak langsung ataupun diolah sebagai bahan pangan kalengan (Davis, 1991). Akar tanaman kacang tunggak menyebar kedalam tanah sealam 30 cm - 60 cm. Tanaman ini dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp., tiap hektar kacang tunggak dapat menghasilkan 198 kg nodula/tahun dan setara 440 kg urea. Daerah yang paling sesuai bagi kacang tunggak adalah dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. kelembaban udara 50%-80%, curah hujan antara 600 mm-1.500 mm/tahun dan cukup mendapat sinar matahari (Rukmana dan Oesman, 2000). Biji kacang tunggak yang telah tua, setiap 100 g mengandung 10 g air, 22 g protein, 1,4 g lemak, 51 g karbohidrat, 3,7 g vitamin, 3,7 g karbon, 104 mg kalsium dan nutrisi lainnya. Produk tersebut menghasilkan enersi 1420 kj/100 g. Pada biji muda setiap 100 g mengandung 88,3 air, 3 g protein, 0,2 g lemak, 7,9 g karbohidrat, 1,6 vitamin, 0,6 karbon, dan energi yang dihasilkannya sekitar 155 kj/100 g (Van der Maesen dan Somaatmaja, 1993). Spesies ini memiliki potensi tinggi sebagai pupuk hijau. Bila dibenam dalam tanah 8-10 minggu setelah tanam, dapat memberikan 80 kg N/ha bagi tanaman berikutnya. Kacang
tunggak sebagai pupuk hijau mampu meningkatkan hasil jagung dua kali lipat dibanding tanpa pupuk dan 30% lebih tinggi dibanding jagung dengan pupuk N anorganik 80 kg/ha. Nitrogen yang diikat oleh kacangtunggak berkisar antara 50 hingga 100 kg/ha (Eaglesham, 1982). Pengupasan kulit dapat dilakukan dengan cara menumbuk kasar atau secara tradisional dengan alu kemudian memisahkan seresah ringan dari biji. Pada skala yang lebih besar atau industri dapat digunakan mesin pengupas kulit (Ngarmsak, 1991). Vigna unguiculata adalah tanaman semusim herba dan tumbuh tegak setinggi 15-80 cm. Daun berseling dengan panjang 5-25 cm. Bunga berwarna putih, krem, kuning, ungu kemerahan hingga ungu. Panjang polong 10 sampai 23 cm dengan 10 hingga 15 biji/buah polong. Biji berbentuk segi empat hingga bulat dan berwarna dari putih, coklat, marun, krem hingga hijau, dengan berat 5000-12.000 biji/kg (Fery, 2002). PEMBUNGAAN TANAMAN Pertumbuhan vegetatif untuk mencapai panjang batang tertentu diperlukan untuk terjadinya induksi bunga (Kofraneck, 1980). Umur terbentuk primordia bunga paling cepat adalah pada naungan jerami yaitu selama 87,34 hari dan berbeda nyata dibanding tiga jenis naungan yang lain. Berkurangnya intensitas cahaya tengah hari diduga mengurangi aktivitas fotorespirasi sehingga hasil bersih fotosintesis lebih tinggi. Hal tersebut memacu pertumbuhan generatif yaitu pembentukan primordia bunga lebih cepat (Wilkins, 1989). Tanaman hari pendek yaitu tanaman tidak mampu berbunga bila panjang hari melebihi periode kritisnya. Tanaman hari pendek bermakna bahwa panjang hari penyinaran yang semakin pendek akan merangsang pembungaan. Lamanya periode gelap menentukan dan mengatur faktor induksi pembungaan. Faktor penginduksi pembungaan tersebut disebut florigen yang disinthesa pada daun, dan ditranslokasikan ke organ bakal bunga melalui floem. Tanaman hari pendek yang tidak mengalami periode gelap akan tumbuh vegetatif terus-menerus, tidak mampu membentuk bunga. Varietas kedelai pada umumnya peka terhadap panjang penyinaran, sehingga setiap wilayah dengan perbedaan panjang hari satu jam atau lebih memerlukan varietas yang spesifik bagi wilayah itu. Panjang hari di Indonesia hampir seragam dan konstan sekitar 12 jam (Adisarwanto, 2007). Hasil penelitian Indrastianingrum ( 2009 ) menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman, indeks luas daun pada 20 dan 30 hari setelah tanam (HST), brangkasan segar pada 40 HST dan berpengaruh sangat
nyata meningkatkan brangkasan segar pada 10 dan 30 HST dan brangkasan kering pada 20 dan 30 HST. Pemberian EM-4 tidak berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman, indeks luas daun, brangkasan segar dan brangkasan kering. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa peningkatan densitas dari 14 tanaman/m2 sampai dengan 16 tanaman/m2 tidak meningkatkan tinggi tanaman secara nyata, indeks luas daun, berat brangkasan segar, dan berat brangkasan kering (semua peubah pengamatan). Bahkan perlakuan EM-4 justru menurunkan secara nyata indeks luas daun dan berat brangkasan segar per tanaman pada umur 10 HST, serta tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan berat brangkasan kering ( Harrydiantputri, 2009 ). Pada dua hasil penelitian tersebut tidak terlihat komponen hasil. Hal tersebut disebabkan karena memang hingga saat dipanen tanaman tidak menghasilkan bunga dan polong. Tanaman yang ditanam pada bulan Nopember 2008 tersebut hingga bulan Januari 2009 tidak menghasilkan bunga. Percobaan diulang pada bulan Januari 2009 dan hingga April 2009 juga tidak menghasilkan bunga. Hasil penelitian yang dilakukan pada tanaman karabenguk ( Mucuna pruriens ) yang ditanam di sawah memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Karabenguk musim hujan yang ditanam pada bulan Nopember tahun 2003 hingga April 2004 belum menghasilkan bunga. Pada saat tersebut, karabenguk musim kemarau ditanam. Hasilnya, kedua pertanaman tersebut berbunga hampir bersamaan dan panen bersamaan pada akhir Agustus sampai awal September 2004 (Supriyono, 2007). Terakhir diperoleh informasi dari kepustakaan bahwa karabenguk memang merupakan tanaman hari pendek (Aiming Qi et al., 1999). INDUKSI PEMBUNGAAN Hasil penelitian pada karabenguk dan kacangtunggak menunjukan bahwa kedua tanaman tersebut merupakan tanaman hari pendek. Pada tataran petani, hal tersebut tidak pernah diketahui mengingat petani menanam kedua tanaman tersebut pada lahan sawah selalu pada musim kemarau dan melalui tanggal 21 Juni. Pada saat itulah matahari berada pada 23½ LU dan terletak paling jauh dari JawaTengah dan DIY yang berada sekitar 7,5°LS sehingga memunginkan panjang hari di lokasi tersebut kurang dari periode kritisnya. Akibatnya kedua tanaman tersebut akan mampu berbunga, mengingat keduanya merupakan tanaman hari pendek.
Pada tataran penelitian, ketika peneliti tidak memperhatikan kebiasaan saat atau waktu petani menanam sehingga saat periode hidup tanaman tidak melewati hari pendek maka tanaman tidak mampu berbunga. Untuk itulah ketika orang menanam tanaman hari pendek tersebut diluar musim, perlu melakukan usaha induksi pembungaan. Hasil pengamatan tanaman karabenguk di hutan Ngawen Gunungkidul menunjukkan bahwa panen biji karabenguk dilakukan pada bulan Juni hingga Juli. Demikian juga ketika karabenguk ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pepohonan. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman peneduh mampu mengkondisikan lingkungan sehingga panjang penyinaran dalam sehari dapat ditekan dan kodisi hari pendek dapat terjadi. Induksi pembungaan dapat dilakukan agar tanaman yang secara alamiah tidak mau berbunga akan mampu menghasilkan bunga. Salah satu cara induksi pembungaan pada tanaman hari pendek adalah dengan mengurangi lama penyinaran dalam sehari. Pertumbuhan vegetatif tanaman yang cepat untuk mencapai panjang batang tertentu diperlukan sebelum terjadi induksi bunga (Kofraneck, 1980). Umur tanaman yang panjang karabenguk pada musim hujan disebabkan menunggu hari pendek untuk berbunga dan hal tersebut terjadi saat musim kemarau (Supriyono, 2007). Untuk berbunga dibutuhkan waktu 2-3 bulan hingga polong masak dan tanaman mati 40-60 hari setelah membentuk biji (Aiming Qi et al., 1999).
INDUKSI PEMBUNGAAN DENGAN PENUTUPAN TANAMAN Tanaman hari pendek merupakan tanaman yang mampu menghasilkan bunga bila panjang hari tidak melebihi periode kritisnya atau panjang malam melebihi periode kritisnya. Sesuai hal tersebut, bila memang panjang hari melebihi preiode kritisnya maka agar tanaman kacang tunggak berbunga perlu memperpendek panjang hari atau memperpanjang panjang malam. Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan menutup atau menyungkup tanaman dengan plastik hitam selama periode waktu inisiasi dan induksi pembungaan. Untuk itu Ratna paramita dalam skripsinya mencoba memacu pembungaan kacang tunggak di luar musim dengan 7 perlakuan penutupan tanaman selama 2 jam pagi hari, 2 jam siang hari atau 2 jam sore hari, 1 jam pagi hari dan 1 jam siang hari, 1 jam siang hari dan 1 jam sore hari serta 1 jam pagi hari dan 1 jam sore hari ditambah kontrol tanpa penutupan. Penutupan tanaman dilakukan selama 10 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penyungkupan tanaman 1 atau 2 jam, pagi siang atau sore hari belum mampu merangsang pembungaan kacang tunggak. Pembungaan yang terjadi pada kontrol disebabkan karena adanya anomali cuaca ( Ratnaparamita, 2010). Siscasuparno dalam skripsinya juga mencoba memacu pembungaan kacangtunggak di luar musim dengan menutup tanaman dengan plastik hitam selama 2 jam pada sore hari dengan variasi lama penyungkupan dari 3 hingga 15 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kontrol pun menghasilkan bunga, hal ini disebabkan karena anomali cuaca. Hasil penelitian yang lainnya adalah bahwa penutupan 2 jam selama 3, 6, 9, 12, 15 hari dengan plastik hitam belum terbukti meningkatkan pembungaan dan hasil tanaman secara nyata ( Siscasuparno, 2010). INDUKSI PEMBUNGAAN DENGAN TANAMAN TUMPANGSARI Hasil penelitian Supriyono (2007) menunjukkan bahwa tanaman karabenguk yang ditanam pada lahan sawah bulan Nopember dan Awal April tahun berikutnya akan menghasilkan bunga dan biji secara bersama-sama dan dipanen awal bulan september tahun berikutnya. Namun ketika karabenguk yang ditanam pada bulan Nopember di pekarangan dengan dirambatkan pada pepohonan, secara otomatis ternaung, tanaman tersebut mampu berbunga dan menghasilkan biji lebih awal dan dapat dipanen bulan Maret. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa tanaman tumpangsari yang berperan sebagai penaung mampu menciptakan kondisi hari pendek. Dalam skripsinya WahyuNoviani mencoba menginduksi pembungaan kacangtunggak di persawahan dengan memberikan tanaman tumpangsari jagung berjarak tanam bervariasi. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tanaman tumpangsari jagung mampu menginduksi pembungaan kacang tunggak di luar musim. Pembungaan tercepat terjadi pada jarak tanam 25 cm x 60 cm, sedangkan jumlah biji tertinggi terjadi pada jarak tanam 40 cm x 100 cm. Tumpangsari jagung tidak menurunkan kuantitas hasil kacang tunggak secara nyata. Ada kecenderungan hasil biji terbaik terjadi pada jarak tanam tumpangsari jagung 40 cm x 60 cm, disebabkan karena tingginya berat 1000 biji (WahyuNoviani, 2010). Hasil penelitian lain pada karabenguk menunjukkan bahwa kanopi sedang hingga lebat menyebabkan tanaman berbunga pada umur 74 -154 hari dan penuaan 142 -189 hari sedang pada kanopi tidak lebat menyebabkan tanaman berbunga pada umur 49 hari dan penuaan umur 118 hari (Bennett-Lartey, 1998). Kanopi yang lebat dimungkinkan karena tanaman belum terpacu berbunga akibat belum terpenuhinya syarat berbunga, antara lain panjang hari.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil kajian menunjukkan bahwa kacang tunggak tidak mau berbunga ketika pada tahun 2009 ditanam diluar musim tanam, disinyalir karena tanaman tersebut merupakan tanaman hari pendek. 2. Pada tahun 2010, perlakuan penyungkupan belum terbukti meningkatkan pembungaan akibat tanaman kontrol juga menghasilkan bunga. Hal tersebut disebabkan akibat anomali cuaca, hujan sepanjang tahun serta penelitian dilakukan dirumah kaca yang untuk mengurangi panas, lokasi ditutup kasa. 3. Ada kecenderungan, tumpangsari jagung mampu memotong panjang penyinaran dalam sehari sehingga menyebabkan kacangtunggak berbunga dan menghasilkan.
Saran 1. Penanaman kacangtunggak dapat dilakukan sesuai dengan musim tanam daerah setempat. 2. Apabila dilakukan di luar musim tanam, perlu usaha untuk mengurangi panjang hari misalnya penanaman dilakukan di pekarangan atau dengan tanaman tumpangsari atau tumpang gilir yang berperan sebagai penaung. 3. Perlu penelitian lebih seksama tentang penggunaan penyungkup plastik hitam atau usaha lain dalam rangka memotong panjang hari untuk memacu pembungaan kacang tunggak.
DAFTAR PUSTAKA Aiming Qi, Ellis, R.H., Keatinge, J.H.D., Wheeler, T.R., Tarawali, S.A. and Summerfield, R.J., 1999. “Differences in the effects of temperature and photoperiod on progress to flowering among diverse Mucuna spp”. Crop science, (182) : 249-258. Aswan, Farid. 2009. Pengaruh Frekuensi Penyiraman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.). Skripsi S1 Fakultas Pertanian Nusa Cendana. Kupang.Artalina dan Umar,2008 Benett-Lartey, SO; 1998. “Characterization an preliminary evaluation of some accessions of local germplams of velvet bean (Mucuna pruriens DCvar. utilis Wall) of Ghana”. Ghana Jnl Agric. Sci. (31) 1 : 131-135. Davis, 1991. Dalam Proposal Penelitian 1 Universitas Padjajaran Bandung dengan Universitas Nusa Cendana Kupang, 2007.
Eaglesham, A.R.J., Ayanda, A., Randa, V.R. and Eskew, D.L, 1982. Mineral N effects on cowpea and soybean crops in a Nigerian soil. II. Amounts of N fixed and accrual to the soil. Plant and Soil, (68) : 183-192. Fery, R.L. 2002. New opportunities in Vigna. In: Janick, J. and Whipkey, A. (eds) Trends in new crops and new uses. ASHS Press, Alexandria, VA pp : 424-428.. Harrydiantputri, Ra. Adhisti; 2009. Hubungan Densitas Dan Konsentrasi Em-4 Terhadap Pertumbuhan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata [L. ]Walp). Skripsi Fak Pertanian UNS. Indrastianingrum, Putri; 2009. Hubungan Dosis Pupuk Kandang Ayam Dan Konsentrasi Em4 Terhadap Pertumbuhan Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata [L.]Walp). Skripsi Fak Pertanian UNS. Kofraneck, A.M. 1980. Cut Chrysanthemum In : R.A. Larson (Ed). Introduction to floriculture. Acad. Press. New York. Ngarmsak, T. 1991. Development of cowpea product for utilization in the village of Northeastern Thailand. In Uses of Tropical Grain Legumes Procceding of a Consultant’s Meeting, 27-30 March 1989. Center India, Pataneheru, A.P : 502-524. Pandey, R. K. 1987. A Farmer’s Primer on Growing Cowpea on Riceland. International Rice Research Institute and International Institute of Tropical Agriculture. Los Banos, Laguna, Philippines. RatnaParamita, Julian; 2010. induksi pembungaan kacang tunggak (Vigna unguiculata L.) di luar musim dengan pengaturan panjang hari. Skripsi Fak Pertanian UNS. Rukmana, R. dan Y. Y. Oesman;. 2000. Kacang Tunggak, Budi Daya dan Prospek Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. SiscaSuparno; 2010. Usaha Induksi Pembungaan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.) di Luar Musim Dengan Variasi Pengurangan Panjang Hari. Skripsi Fak Pertanian UNS. Supriyono, 2007. Kajian Biologi dan Agronomi Karabenguk(Mucuna pruriens(L)DC) sebagai Tanaman Pangan dan Penutup Tanah. Disertasi UGM. Trustinah dan A. Kasno, 1997. Varietas dan Teknik Budi Daya Kacang Tunggak untuk Lahan Marginal. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Jakarta. WahyuNoviani, Ratna; 2010. Upaya Induksi Pembungaan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L. Walp) Di Luar Musim Dengan Berbagai Kerapatan Tumpangsari Jagung (Zea mays). Skripsi Fak Pertanian UNS. Van der Maesen, L, J, G. dan S Somaatmadja; 1993. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara I. Kacang-Kacangan, PROSEA. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wilkins, M. B. 1989. Advanced Plant Physiologi. Language Book Society. Harlow.