Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KATA PENGANTAR MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
atas berkat dan rahmat-Nya Laporan Kinerja Kesehatan Tahun 2015 dapat disusun. Dokumen
Kementerian
ini merupakan
wujud pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Kesehatan serta bentuk akuntabilitas pencapaian kinerja Kementerian Kesehatan.
Laporan ini berupaya menggambarkan berbagai capaian kinerja yang dapat diraih
oleh Kementerian Kesehatan selama Tahun 2015 dengan membandingkannya terhadap target kinerja yang telah ditetapkan untuk Tahun 2015. Berbagai kebijakan
dan upaya telah dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan Kementerian Kesehatan yaitu: 1) meningkatnya status kesehatan masyarakat; dan 2) meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi dalam penyusunan laporan ini. Melalui penyusunan laporan
ini kami
sangat mengharapkan adanya masukan umpan balik yang akan berguna dalam proses perbaikan kinerja Kementerian Kesehatan di masa mendatang. Masukan dan
saran perbaikan sangat kami harapkan guna penyempurnaan di waktu yang akan datang.
Jakarta,
Februari 2016
Menteri Kesehatan
llr/l
l{-[
j
/
Prof. Dr. di. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K)
DAFTAR ISI Hal
KATA PENGANTAR MENTERI KESEHATAN R.I DAFTAR ISI BAB
BAB
I
II
: : : : : :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B.
1 1
Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi
1
C.lsu Strategis
4
PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
7 7
2019
BAB III
B. Perjanjian Kinerja Tahun 2015
20
AKUNTABILITAS KINERJA A. Prestasi Kementerian Kesehatan
25 25
B. Capaian Kinerja Organisasi
32
C.
BAB IV
Realisasi Anggaran
PENUTUP
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
141
143
ll
Daftar Gambar
Hal
Gambar 1 .1. Bagan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Gambar 2.1. Peta Strategi Kementerian Kesehatan Gambar 3.1. Regional Workshop on lncrease Access to Health Services for ASEAN People in Collaboration with WHO. (Batam, lndonesia, 3 - 5 Maret
3 8
29
201 5)
Gambar 3.2. dh Meeting of ASEAN Working Group on Pandemic Preparedness and Response (AWGPPR). Jakarta, Indonesia, 8 - 10 Desember 2015 Gambar 3.3. lbu Bersalin di Fasilitas Kesehatan di Kab. Bulukumba Gambar 3.4. lbu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya. Gambar 3.5. Realisasi Per Propinsi Indikator Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2O15 Gambar 3.6. Salah satu sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (PAM- STBM) yang pada tahun 2015 dilaksanakan di 77 lokasi Gambar 3.7. Penyelidikan Epidemiologi Kasus Rubella di Malang Gambar 3.8. Pertemuan Congenital Rubella Syndrome Gambar 3.9. Pelatihan Evaluasi SKDR Tingkat Nasional Gambar 3.10. Salah satu pertemuan Penyusunan Dokumen Rencana Kontijensi Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang diselenggarakan di Kota Bandung dihadiri oleh Subdit Kekarantinaan Kesehatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait. Gambar 3.11. Rangkaian The lndonesian Conference on Tobacco or Health Gambar 3.12. Workshop Teknis Akreditasi FKTP yang diselenggarakan pada tanggal 11-13 Mei 2015 di Jakarta Gambar 3.13. Pelatihan Surveior Akreditasi FKTP yang Diselenggarakan pada tgl 31 Agustus sd 10 September 2O15 di Yogyakarta Gambar 3.14. Pelatihan TOT Pendamping Akreditasi FKTP yang disefenggarakan pada tgl 5-19 April 2015 di Bapelkes Semarang Gambar 3.15. Pelaksanaan Bimbingan Teknis di Rumah Sakit Gambar 3.16. Peningkatan Kapasitas Pendamping Akreditasi di Rumah Sakit Gambar 3.17. Sosialisasi penerapan katalog obat bagi industri farmasi Tahun 2015 dijakarta Gambar 3.18. Alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri tahun 2015 Gambar 3.19. Menteri Kesehatan Rl, Prof. Dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) membuka pameran alat kesehatan dan PKRT dalam negeri di Hall B Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta Gambar 3.20. Pencanangan gerakan masyarakat cerdas menggunakan obat oleh Menteri Kesehatan Rl tahun 2015 Gambar 3.21. Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
ld
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tatrun 2015
36 37 45 51
55 55 55 56
62
66 66 73 73 82 88 88
94 95
lll
2015
Gambar 3.22. Kegiatan Tim Nusantara Sehat Tahun Gambar 3.23. Pelaksanaan Penandatanganan MoU Kementerian Kesehatan dengan Dunia Usaha Gambar 3.24. Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Organisasa Kemasyarakatan di Daerah Binaan. Gambar 3.25. Kegiatan Training Center ACKM di Laboratorium Surabaya Gambar 3.26. Tampilan Muka Aplikasi Komunikasi Data Gambar 3.27. Tampilan Data Kesehatan Prioritas pada Aplikasi Komunikasi Data Gambar 3.28. Tampilan Muka Aplikasi SIKDA Generik
Poltekkes
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
99 108
112 132 138
138
140
tv
Daftar
Grafik
Hal
(PF)
Grafik 3.1. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan 33 tahun 2015-2019 Grafik 3.2. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan 35 kesehatan (PF) tahun 2015 Grafik 3.3. Target persentase ibu hamil KEK tahun 39 Grafik 3.4. Target dan Capaian Persentase Kabupaten/Kota yang 40 Kebijakan PHBS Tahun 2015 Grafik 3.5. Capaian Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS per 41 Tahun 2015 Grafik 3.6. Target Dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota 45 Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015 Grafik 3.7. Realisasi Per Propinsi Indikator Persentase Kabupaten/Kota 46 Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015 Grafik 3.8. Penyandingan Capaian Kinerja Dan RealisasiAnggaran Indikator 46 Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015 Grafik 3.9. Indikator dan realisasi persentase penurunan kasus PD3l tertentu 53 Tahun 2015 Grafik 3.10. Pencapaian Puskesmas yang 68 Grafik 3.1 1. Pencapaian RSUD yang Tersertifikasi Akreditasi 74 Grafik 3.12.Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian 79 Alat Kesehatan Tahun 2015 Grafik 3.13.Target dan realisasi indikator persentase ketersediaan obat 82 vaksin di puskesmas Tahun 2015 Grafik 3.14. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas di 83 provinsi Tahun 2015 Grafik 3.15. Jumlah item obat dan vaksin yang tersedia di puskesmas di 84 provinsi Tahun 2015 Grafik 3.16. Target dan realisasi indikator jumlah bahan baku obat dan 87 tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri tahun 2015 Grafik 3.17. Target dan realisasi indikator persentase produk alat kesehatan 92 dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat tahun 2015 Grafik 3.18. Target dan Capaian RS Kab/Kota Kelas C yang memiliki 101 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesiais penunjang Grafik 3.19. Perbandingan Target dan Capaian lndikator persentase 101 Kab/Kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang Tahun 2015-2019 Grafik 3.20. Distribusi Bantuan PPDS/PPDGS Seluruh 1O2 Grafik 3.21. SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya 103 Grafik 3.22.Target dan Capaian Jumlah Dunia Usaha yang Memanfaatkan 1O7
2015-2019 Memiliki Provinsi
Yang
Yang
TersertifikasiAkreditasi Nasional dan dan
34
34
obat
4
RS
Angkatan (kumulatif)
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun
2015
v
CSR-nya untuk Program Kesehatan Grafik 3.23. Target dan Capaian Jumlah Organisasi Kemasyarakatan Memanfaatkan Sumber Dayanya untuk Mendukung Kesehatan Grafik 3.24.Target dan Realisasi Pejabat Struktural yang Kompetensi Grafik 3.25. Target danRealisasi SKP Min. Grafik 3.26. Persentase Capaian Indikator Kabupaten Kota yang Melaporkan Data Kesehatan Prioritas Grafik 3.27. Presentase Realisasi Per Jenis Belanja Grafik 3.28. Realisasi Per Kewenangan
yang
Memenuhi
Baik
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
111 135 136
139
142 142
DaftarTabel
Hal
2015 Alat
Tabel 2.1. Perjanjian Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 20 78 Tabel 3.1. Capaian Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Kesehatan Tahun 2015 Tabel 3.2.Target, realisasi dan capaian indikator persentase ketersediaan 81 obat dan vaksin di puskesmas tahun 2015 Tabel 3.3. Target, realisasi dan capaian indikator jumlah bahan baku 86 dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri tahun 2015 Tabel 3.4. Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional 87 Diproduksi di Dalam Negeri Tahun 2015 Tabel 3.5. Target, realisasi dan capaian indikator percentase produk 91 kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat tahun 2015 Tabel 3.6. Target dan Capaian RS Kab/Kota Kelas C yang memiliki 4 100 spesialis dasar dan 3 dokter spesiais penunjang Tabel 3.7. Alokasi dan realisasi anggaran Badan PPSDM Kesehatan 105 Kegiatan Tabel 3.8. Daftar Kementerian dengan Dukungan Program Pembangunan 105 Kesehatan Tahun 2015 Tabel 3.9. Dokumen Kesepakatan dan lmplementasi Kerja Sama 115 Kerjasama Luar Negeri, Tahun 2015 Tabel 3.10. Capaian Target Kinerja Tahun 2O1O - 2015 Pusat 1 18 Luar Negeri Tabel 3.1 1. Capaian Target Kinerja Tahun 2015 - 2019 Pusat 1 18 Luar Negeri Tabel 3.12. Sasaran dan IKP Badan Litbang Kesehatan Tahun 123 Tabel 3.13. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan 124 Jangka Menengah pada Renstra 2015-2019 Tabel 3.14. Capaian Indikator Jumlah Penelitian yang Didaftarkan HKI Tahun 125 2015 Tabel 3.15. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan 127 Jangka Menengah pada Renstra 2015-2019 Tabel 3.16. Judul Rekomendasi Kebijakan yang telah Diadvokasikan 128 Tahun 2015 Tabel 3.17. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan 130 Jangka Menengah pada Renstra 2015-2019 Tabel 3.18. Capaian indikator ini dihitung dengan 133
obat
yang
alat
dokter per
Pusat
Kerjasama Kerjasama 2015 Target Target
pada
Target
cara:
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
vii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 merupakan sarana
untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Menteri
Kesehatan
beserta jajarannya kepada Presiden Rl dan seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung. Selain itu Laporan Kinerja
Kementerian Kesehatan merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas
kinerja pencapaian visi dan misi yang dijabarkan dalam tujuan/sasaran strategis. Tujuan/sasaran strategis tersebut mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Tahun 2015 merupakan tonggak awal dimulainya era pemerintahan baru dengan visi dan misi Presiden terpilih. Tahun 2015 adalah tahun perdana dari
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019 yang sekaligus tahun awal pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahu n 201 5-2019.
Dari 30 Indikator Kinerja pada 12 Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan yang dijanjikan oleh Menteri Kesehatan pada dokumen Perjanjian Kinerja
Tahun 2015, terdapat 25 Indikator Kinerja Sasaran Strategis yang memiliki kinerja sesuai atau melebih target yaitu:
1. Persentase persalinan di fasilitas kesehatan tercapai 78,43o/o
dari
target 75o/o atau 104,57o/o dari yang ditargetkan'
2.
Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) tercapai sebesar 13,3o/o
dari target yang ditetapkan tidak lebih dari24,2o/o. Capaian yang
lebih kecil ini dapat dimaknai sebagai hal yang baik
karena
memperlihatkan bahwa jumlah ibu hamil yang mengalami KEK lebih sedikit dari jumlah maksimal yang ditargetkan pada tahun 2015 atau dengan kata lain jumlah ibu hamil dengan kondisi kesehatan yang baik lebih banyak dari yang ditargetkan.
3.
Persentase kabupaten/kota yang memiliki Kebijakan PHBS tercapai 228 kabupaten/kota. Jumlah kabupaten/tersebut sama dengan 44o/o
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 20L5
dari jumlah seluruh kabupaten/kota. Dengan demikian
capaian
indikator ini sama dengan 110o/o dari target yang ditetapkan pada tahun 2015.
4. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan tercapai sebanyak 142 kabupaten/kota dari total 514 kabupaten/kota atau sebesar 27 ,630/o atau sebesar 138,15% dari yang ditargetkan.
5.
Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tertentu (PD3l) tercapai sebesar 11,2o/o dari yang ditargetkan
sebesar 7% pada tahun 2015. Semakin tinggi persentasenya menunjukkan semakin besar penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tertentu.
6.
Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tercapai sebesar 79,38o/o dari target 77o/o pada tahun 2015 atau mencapai 103,09%.
7. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes) yang diproduksi di dalam negeri (kumulatif) telah mencapai
11
dariT yang ditargetkan pada tahun 2015 atau mencapai157,14o/o.
8.
Persentase produk Alkes dan
PKRT di peredaran yang memenuhi
syarat mencapai 78,18o/o dari target 75o/o atau mencapai 104,24o/o dari yang telah ditargetkan pada tahun 2015.
9. Persentase RS
Kabupaten/Kota kelas
C yang memiliki 4
dokter
spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang berhasil mencapai 35% dari target 30% pada tahun 2015 atau mencapai 117o/o dari target yang ditetapkan.
10.Jumlah SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya (kumulatif) tercapai 13.003 orang dari target sebanyak 10.200 orang SDM Kesehatan atau
127o/o
daritarget.
11.Jumlah kementerian lain yang mendukung pembangunan kesehatan tercapai sebanyak 12 dari 34 kementerian yang ada atau 35, 29o/o' Capaian ini melebih target yang ditetapkan pada tahun 2015 yaitu sebesar 20o/o dari seluruh kementerian.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
tx
12.Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan telah mencapai 5 dunia usaha dari 4 dunia usaha yang ditargetkan atau mencapai 125%.
13.Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan telah tercapai 3 organisasi kemasyarakatan dari 3 organisasi kemasyarakatan yang ditargetkan atau mencapai 100% dari target pada tahun 2015. 14.Jumlah kesepakatan kerjasama luar negeri di bidang kesehatan yang diimplementasikan telah tercapai 100% sesuai target pada tahun 2015 yakni 8 dokumen kesepakatan kerjasama luar negeri.
15.Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber telah tercapai 100% dari target pada tahun 2015 yaitu sebanyak 9 provinsi.
16.Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu tercapai 100% dari target pada tahun 2015 yakni sebanyak 34 rekomendasi.
17.Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI telah mencapai 14 dari target 13 hasil penelitian atau tercapai 107,690/o dari target pada tahun 2015. 18.Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan tercapai 100% dari yang ditargetkan pada tahun 2015 yakni sebanyak 24 rekomendasi.
19.Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat tercapai 100o/o dari yang ditargetkan pada tahun 2015 yakni sebanyak 1 laporan. 20.
Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian negara 31o/o telah tercapai 98,58% dari target sebanyak 88% atau sebesar 112% dari target.
21. Persentase pejabat struktural
di lingkungan Kementerian
Kesehatan
yang kompetensinya sesuai persyaratan jabatan tercapai sebanyak 73,17o/o dari
target 60% atau mencapai 121,95o/o dari target.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
22. Persentase
pegawai Kementerian Kesehatan dengan nilai kinerja
minimal baik tercapai sebanyak 85,460/o dari target sebesar 80% atau mencapai 106,8% daritargetnya pada tahun 2015. 23.
Persentase Kab/Kota yang melaporkan data kesehatan prioritas secara lengkap dan tepat waktu telah tercapai 61 ,7o/o dari target 30% pada tahun 2015 atau mencapai 205,670/o dari targetnya.
24. Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan
untuk akses pelayanan e-health telah tercapai 10,5o/o dari target sebesar 10% pada tahun 2015 atau mencapai 1 05%'
25.Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan tercapai sebanyak 1.200 puskesmas dari 1.200 puskesmas yang ditargetkan pada tahun 2015. Kementerian Kesehatan terus berupaya memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di seluruh wilayah lndonesia antara lain melalui penempatan tenaga kesehatan berbasis tim (team based) dengan Program Nusantara Sehat. Meskipun demikian upaya-
upaya dari Kementerian Kesehatan sangat membutuhkan dukungan terutama dari pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
Terdapat pula Indikator Kinerja Sasaran Strategis yang belum mencapai target yaitu:
kabupaten/kota yang mempunyai kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi
1. Persentase
wabah tercapai 29 kabupaten/kota dari target sebanyak 31 kabupaten/kota atau baru tercapai 93,5% dari yang ditargetkan pada tahun 2015.
2. Jumlah Kecamatan yang memiliki minimal tersertifikasi akreditasi baru tercapai
93
1
puskesmas yang
kecamatan dari target
sebanyak 350 kecamatan pada tahun 2015 atau baru sebesar 26,57o/o. Capaian yang belum sesuai harapan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor anggaran, waktu, sumber daya manusia, dan sarana.
3.
1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional tercapai sebanyak 50 kabupaten/kota. Angka capaian ini masih di bawah target pada tahun 2015 sebanyak 94 Kabupaten/Kota yang memiliki minimal
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
kabupaten/kota atau baru tercapai 53,19%. anggaran, waktu, sumber daya manusia, dan Sarana prasarana menjadi faktor yang berpengaruh dalam pencapaian target indikator ini.
Dalam tahun 2015, terdapat pula indikator yang belum dapat dinilai keberhasilan atau kegagalannya karena data capaian belum tersedia, yaitu:
1. Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia S 18 tahun. lndikator ini baru dapat diketahui capaiannya melalui pelaksanaan survey nasional kesehatan yang direncanakan dilaksanakan pada tahun 2016. Dengan demikian cata capaian pada tahun 2015 masih belum dapat disajikan.
2.
Persentase Kab/Kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan
SPM. Indikator ini masih menggunakan data pengukuran tahun 2014 karena data capaian SPM tahun 2015 baru akan dilaporkan oleh kabupaten/kota pada tahun 2016.
Untuk kinerja keuangan pada tahun 2015, realisasi anggaran mencapai 90,4o/o
dari alokasi anggaran yang tersedia.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
xll
::t oH
k
; 4 I 4
a
t t I t
t
n 4 I a
t t
"{ I
:
"rt
t'"
rii{
;$
-eg i+ !\$e
t
ffi
IE
ro
r l*',
{b
ffi[g 't+ tnw ,t*
ffire
.a
I I I I
e
! lbn it" |tue |
,'t> , .'b
t\,+
!l} M ttt 'rr ip ,
liiji
m ffi'tk., !} Irl" t> il ill*# t
i
t fiu n Em, t re il |rk" ffi
wk
{fl.t'
!ffi si
1s{F
lwr
.lF .l :ID
a
mx $s
#r
i$
qr j{ra
a
lsilF i:
.i"' tq
d{Fr
a tl
r;..
*s+at a& ,*l Eft 4rt ffi tst 'ffsmg
{Mi.
f$[
sr|[.i
,.I
.G;
!#
a I
F
q+
-
[F
4
i$:i
#t AT
xJ,ll
r
I IF
tilx
IF
D
rlh
ID
aa
-ttD
'i
i
\ I
'ffii tC,
G
tl
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kementerian Kesehatan dibentuk dalam rangka membantu Presiden Republik
Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan negara
di
bidang
kesehatan.
Kementerian Kesehatan berperan strategis dalam rangka mewujudkan Visi Presiden Republik Indonesia 2015-20'19 yakni 'Terwujudnya Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong royong" dan pelaksanaan
7 misi pembangunan,
khususnya misi ke-4: mewujudkan
kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. Kementerian Kesehatan juga memiliki peran penting dalam rangka mencapai
9 agenda prioritas nasional yang dikenal dengan Nawacita, terutama agenda ke-S: meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Laporan Kinerja
ini
disusun sebagai bentuk
pertanggungjawaban
Kementerian Kesehatan atas pelaksanaan tugas dan fungsi selama Tahun 2015 dan alat bantu dalam upaya perbaikan Kementerian Kesehatan secara
di masa yang akan datang. Dalam rangka pemenuhan aspek akuntabilitas, Laporan Kinerja ini disusun guna memenuhi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan berkesinambungan
dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53
Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
B. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi
Tugas dan fungsi serta Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan pada Tahun 2015 masih berpedoman kepada Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun
2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang
dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
Sesuai peraturan dimaksud, tugas Kementerian Kesehatan
adalah
menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut Kementerian Kesehatan mempunyai fungsi: 1) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; 2)
pengelolaan barang miliUkekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan;
3)
pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan Kementerian Kesehatan; 4) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah; dan 5) pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, Menteri Kesehatan dibantu
oleh 8 unit eselon l, 5 Staf Ahli, dan 8 Pusat. Selain itu, Menteri Kesehatan
juga mengelola dukungan administrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKl) yang dijalankan oleh Sekretariat KKl. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada gambar berikut:
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
2
I.AiPIRA}| P€RATURAN TEilTER XEf,}tATAX
1gdr'fiRTffitiffib ffi
IOAOR :
ll{/AfEN(ES/PER/Vlll/mlo
TA{GGAI
l9Ag6t620i0
:
STRU KTUR ORGANISASI KEAAENTERIAN KESEHATAN
2Utrfrht{-A Pd.nryt|q.i{ FlqHo ! g/ALad ffiF 1UtrSffiuKstu Xffirie ILd&r* 5
YffiEdlr.Colrd
Gambar 1.1. Bagan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
Struktur organisasi Kementerian Kesehatan sebagaimana tergambarkan di atas didukung oleh sumber daya manusia sebanyak 50.252 orang pegawai
yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan maupun bidang lain yang diperlukan seperti ekonomi, manajemen, keuangan, hukum, dan sebagainya. Pegawai tersebut ditempatkan di seluruh unit eselon I baik di kantor pusat maupun daerah. Perimbangan dari sisijenis kelamin adalah sebanyak 19.304
orang atau 39 persen adalah laki-laki dan 30.948 orang atau 61 persen perempuan. Pegawai Kementerian Kesehatan tersebar ke dalam unit utama sebagai berikut: 1) Sekretariat Jenderal sebanyak2.457 orang; 2) Inspektorat
Jenderal sebanyak 324 orang; 3) Ditjen Bina Upaya Kesehatan sebanyak 34.378 orang; 4) Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
sebanyak 4.557 orang; 5) Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan lbu dan Anak
sebanyak 525 orang;
6) Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
sebanyak 259 orang; 7) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
3
sebanyak 1.389 orang; dan 8) Badan PPSDM Kesehatan sebanyak 9.788 orang.
C. lsu Strategis Dalam pelaksanaan rencana kerja Kementerian Kesehatan, terdapat beberapa isu strategis atau permasalahan yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1.
Besarnya jumlah penduduk Indonesia
Pada Tahun 2015 Indonesia berpenduduk 256.461.700 jiwa sementara
laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah
1,19o/o
per
tahun.
Diperkirakan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar itu, pada tahun
2030Indonesia akan memiliki penduduk sebanyak 268.074.600 jiwa. Jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhannya yang tinggi akan
berdampak pada layanan kesehatan yang harus disediakan oleh pemerintah. Dua permasalahan yang harus dihadapi adalah isu penduduk
miskin dan penduduk lanjut usia (lansia). Dengan bertambahnya penduduk miskin berimplikasi makin besarnya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh pemerintah. Meningkatnya populasi lansia berakibat 1) meningkatnya kebutuhan layanan sekunder dan tersier; 2) meningkatnya kebutuhan layanan home care; dan 3) meningkatnya biaya kesehatan.
2.
Disparitas status kesehatan Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat
namun masih terdapat kesenjangan status kesehatan baik antar tingkat social ekonomi, antar kawasan, dan antar wilayah perkotaan-perdesaaan.
Pada golongan masyarakat miskin angka kematian bayi dan angka kematian balita hampir empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan
golongan terkaya. Angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, kawasan timur Indonesia, serta penduduk dengan tingkat pendidikan rendah.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
4
3.
Pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bagian dari SJSN menuntut dilakukannya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, serta perbaikan system rujukan pelayanan kesehatan. Bersamaan dengan bertambahnya jumlah peserta JKN yang mencapai 127.763.851 orang atau 105,1o/o dari target
perlu diimbangi dengan peningkatan jumlah fasilitas kesehatan guna menghindari terjadinya antrian panjang yang dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan.
4. Pemberlakuan ASEAN Commundy (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA)
Mulai 1 Januari 2016 ASEAN Community atau Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) akan efektif berlaku. lmplementasinya mencakup liberalisasi perdagangan barang dan jasa serta investasi sektor kesehatan. lsu pokok yang harus segera direspon oleh Indonesia adalah daya saing (competitiveness).
Pembenahan daya saing perlu segera dilakukan di fasilitas kesehatan baik
aspek sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarananya, maupun aspek manajemennya. Untuk menjawab hal tersebut, akreditasi
fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lain-lain) harus dilakukan secara serius, terencana, dan dalam tempo yang tidak terlalu lama. Pada aspek daya saing tenaga kesehatan, perlu dilakukan
peningkatan mutu institusi pendidikan tenaga kesehatan melalui pembenahan dan akreditasi.
5. MDGs
dan SDGs
Tahun 2015 adalah tahun terakhir pelaksanaan agenda Millenium Development Goals (MDGs). MDGs diakui keberhasilannya sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat, khususnya dalam bentuk Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
5
dukungan politik. Keberhasilan MDGs akan dilanjutkan dengan program yang disebut dengan Susfarn able Development Goals (SDGs). Sebagian
indikator dari SDGs akan berada dalam cakupan tugas dan fungsi Kementerian Kesehatan yang dapat dimaknai dengan penempatan sasaran terkait kesehatan dalam prioritas politik yang tinggi.
D. Sistematika Laporan Kineria
1. Bab I Pendahuluan Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issue) yang sedang dihadapi organisasi.
2.
Bab ll Perencanaan Kinerja
Bab ini menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015.
3.
Bab lllAkuntabilitas Kinerja
a.
Capaian Kinerja Organisasi
Sub bab ini menyajikan capaian kinerja organisasi untuk
setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi.
b.
RealisasiAnggaran
Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan
dan telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja.
4.
Bab lV Penutup Bab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta
langkah
di
masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
6
BAB II PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 Tahun 2015 adalah tahun pertama dari pelaksanaan Rencana
Strategis
(Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Berbeda dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2010, Renstra Tahun 2015-2019
tidak lagi mencantumkan visi dan misi Kementerian Kesehatan namun langsung
terikat dengan visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu "Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong". Misi Kementerian Kesehatan pun mengikuti atau bersifat mendukung perwujudan misi pembangunan serta 9 Agenda Prioritas yang dikenal dengan Nawacita.
Dengan memperhatikan visi dan misi Presiden dimaksud, Kementerian Kesehatan kemudian menetapkan dua tujuan Kementerian Kesehatan pada Tahun 2015-2019, yaitu: 1) meningkatnya status kesehatan masyarakat; dan 2)
meningkatnya daya tanggap (responsrveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Kedua tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome).
Dalam rangka mencapaitujuan Kementerian Kesehatan, telah ditetapkan strategi Kementerian Kesehatan seperti dalam gambar berikut:
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
c
o o -c o o o
Y co .E
o c o E o
Y
'6,
o o
a
o
co F
c.i
o Il E G
o rn
e{
o (\
c
J E(o
c
|! P |!
0) 6
o
:z
HFgistgeii*iii
c(o L
o c,
o E o
Y (!
o
c c(U
!z
o q
(! -t
Strategi Kementerian Kesehatan disusun sebagai jalinan strategi dan tahapan-
tahapan pencapaian tujuan Kementerian Kesehatan baik yang tertuang dalam Tujuan Satu (T1) maupun Tujuan Dua (T2). Kedua tujuan tersebut diarahkan dalam rangka pencapaian visi dan misi Presiden.
Guna mencapai kedua tujuan tersebut, ditetapkanlah 12 Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan yang harus diwujudkan sebagai arah dan prioritas strategis dalam lima tahun mendatang. Kedua belas Sasaran Strategis tersebut membentuk suatu hipotesis jalinan sebab-akibat untuk mewujudkan tercapainya T1 dan T2.
Dua belas Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek input (organisasi, sumber
daya manusia, dan manajemen); 2) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek penguatan kelembagaan; dan 3) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek upaya strategic.
A. Kelompok
1.
Sasaran Strategis pada aspek input adalah sebagai berikut:
SS1: Meningkatkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Bersih
Strategi untuk meningkatkan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih meliputi:
a. Mendorong pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, ekonomis dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan. b. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
c. Mewujudkan pengawasan yang bermutu untuk menghasilkan Laporan
Hasil Pengawasan (LHP) sesuai dengan kebutuhan
pemangku
kepentingan.
d. Mewujudkan
tata kelola manajemen Inspektorat Jenderal
transparan dan akuntabel.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
yang
Meningkatkan Kompetensi dan Kinerja Aparatur Kementerian Kesehatan Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain: a. Menyusun standar kompetensijabatan struktural untuk semua eselon b. Mengembangkan
sistem kaderisasi secara terbuka
di
intemal
Kementerian Kesehatan, misalnya dengan lelang jabatan untuk Eselon 1 dan2.
3.
Meningkatkan Sistem Informasi Kesehatan Terintegrasi Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Mengembangkan "real time monitoingl untuk seluruh Indikator Kinerja
Program (lKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (lKK) Kementerian Kesehatan. b. Meningkatkan kemampuan
SDM pengelola informasi di
tingkat
kab/kota dan provinsi sehingga profil kesehatan bisa terbit setiap bulan April.
B. Kelompok
4.
Sasaran Strategis pada aspek penguatan kelembagaan:
Meningkatkan Sinergitas Antar Kementerian/Lembaga Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Menyusun rencana aksi nasional program prioritas pembangunan kesehatan. b.
Membuat forum komunikasi untuk menjamin sinergi antar Kementerian/Lembaga (1(/L).
5.
Meningkatkan Daya Guna Kemitraan (Dalam dan Luar Negeri) Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Menyusun roadmap kerjasama dalam dan luar negeri. b. Membuat aturan kerja sama
yang mengisi roadmap yang sudah
disusun.
c. Membuat forum komunikasi antar stakeholders untuk mengetahui efektivitas kemitraan baik dengan institusi dalam maupun luar negeri.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
6.
Meningkatkan Integrasi Perencanaan, Bimbingan Teknis dan Pemantauan Evaluasi Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Penetapan fokus dan lokus pembangunan kesehatan. b. Penyediaan kebijakan teknis integrasi perencanaan dan monitoring dan evaluasi terpadu.
c. Peningkatan kompetensi perencana dan pengevaluasi Pusat dan Daerah.
d. Peningkatan kualitas dan pemanfaatan hasil monitoring dan evaluasi terpadu.
7.
Meningkatkan Efektivitas Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Strategi ini akan dilakukan melalui berbagal upaya antara lain:
a. Memperluas kerjasama penelitian
dalam lingkup nasional
dan
internasional yang melibatkan Kementerian/Lembaga lain, perguruan tinggi dan pemerintah daerah dengan perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan dan percepatan proses alih teknologi.
jejaring penelitian dan jejaring laboratorium dalam mendukung upaya penelitian dan sistem pelayanan kesehatan
b. Menguatkan
nasional.
c. Aktif membangun aliansi mitra strategic dengan Kementerian/Lembaga Non Kementerian, Pemda, dunia usaha dan akademisi.
d. Meningkatkan diseminasi dan advokasi pemanfaatan hasil penelitian
dan
pengembangan untuk kebutuhan program
dan
kebijakan
kesehatan.
e. Melaksanakan penelitian
dan
pengembangan mengacu pada
Kebijakan Kementerian Kesehatan dan Rencana Kebijakan Prioritas Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tahun 2015-2019.
f.
Pengembangan sarana, prasarana, sumber daya dan regulasi dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan.
[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
C. Kelompok Sasaran Strategis pada aspek upaya strategic
8.
Meningkatkan Kesehatan Masyarakat
Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat mencakup pelayanan kesehatan bagi seluruh kelompok usia mengikuti
siklus hidup sejak dari bayi sampai anak, remaja, kelompok
usia
produktif, maternal, dan kelompok usia lanjut (Lansia), yang dilakukan antara lain melalui: a. Melaksanakan penyuluhan kesehatan, advokasi
dan
menggalang
kemitraan dengan berbagai pelaku pembangunan termasuk pemerintah daerah. b. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran
serta masyarakat dalam bidang kesehatan.
c. Meningkatkan jumlah dan kemampuan tenaga penyuluh kesehatan masyarakaUdan tenaga kesehatan lainnya dalam
hal
promosi
kesehatan.
d. Mengembangkan metode
dan teknologi promosi kesehatan
yang
sejalan dengan perubahan dinamis masyarakat.
9.
MeningkatkanPengendalianPenyakit 1) Untuk mengendalikan penyakit menular maka strategi yang dilakukan melalui:
Perluasan cakupan akses masyarakat (termasuk skrining cepat bila
ada dugaan potensi meningkatnya kejadian penyakit
menular
seperti Mass Blood Suruey untuk malaria) dalam memperoleh pelayanan kesehatan terkait penyakit menular terutama di daerahdaerah yang berada di perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk menjamin upaya memutus mata rantai penularan.
Untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular dibutuhkan strategi innovative dengan memberikan otoritas pada petugas kesehatan masyarakat (Public
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Health Officer), terutama hak akses pengamatan faktor risiko dan penyakit dan penentuan langkah penanggulangannya.
Mendorong keterlibatan masyarakat dalam membantu upaya pengendalian penyakit melalui community base surueillance berbasis masyarakat untuk melakukan pengamatan terhadap hal-
hal yang dapat
menyebabkan masalah kesehatan dan
melaporkannya kepada petugas kesehatan agar dapat dilakukan respon dini sehingga permasalahan kesehatan tidak terjadi. d.
Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian
penyakit menular seperti tenaga epidemiologi, sanitasi dan laboratorium. e.
Peningkatan peran daerah khususnya kabupaten/kota yang
menjadi daerah pintu masuk negara dalam
mendukung
implementasi pelaksanaan International Health Regulation (lHR) untuk upaya cegah tangkal terhadap masuk dan keluarnya penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. f.
Menjamin ketersediaan obat dan vaksin serta alat diagnostik cepat untuk pengendalian penyakit menular secara cepat.
2) Untuk penyakit tidak menular maka perlu melakukan deteksi dini
secara proaktif mengunjungi masyarakat karena Tt penderita tidak tahu kalau dirinya menderita penyakit tidak menular terutama pada para pekerja. Di samping itu perlu mendorong kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS untuk menerapkan kawasan bebas asap rokok agar mampu membatasi ruang gerak para perokok.
3) Meningkatnya kesehatan lingkungan, strateginya adalah:
a.
Penyusunan regulasi daerah dalam bentuk peraturan Gubernur,
Walikota/Bupati yang dapat mengerakkan sektor lain
di
daerah
berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan
seperti peningkatan ketersediaan sanitasi dan air minum layak serta tatanan kawasan sehat.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
13
b. Meningkatkan pemanfaatan tenologi tepat guna sesuai
dengan
kemampuan dan kondisi permasalahan kesehatan lingkungan di masing-masing daerah.
c. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam wirausaha sanitasi. d. Penguatan POKJA Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) melalui pertemuan jejaring AMPL, Pembagian peran SKPD dalam mendukung peningkatan akses air minum dan sanitasi.
e. Peningkatan peran Puskesmas dalam
pencapaian
kecamatan/kabupaten Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) minimal satu Puskesmas memiliki satu Desa SBS.
f.
Meningkatkan peran daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim.
10. Meningkatkan Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Untuk meningkatkan akses dan mutu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), maka upaya yang akan dilakukan adalah:
a. Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pemenuhan sarana prasarana dan alat kesehatan yang sesuai standar. b. Optimalisasi fungsi FKTP, dimana tiap kecamatan memiliki minimal
satu Puskesmas yang memenuhi standar.
c. Mewujdukan dukungan regulasi yaitu melalui penyusunan kebijakan dan NSPK FKTP. d. Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan nakes antara lain melalui penguatan konsep dan kompetensi Dokter Layanan Primer (DLP) serta nakes strategis.
e. Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan
ke
Pemerintah Daerah dalam rangka penguatan manajemen
Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
f.
Mewujudkan sistem manajemen kinerja FKTP melalui instumen penilaian kinerja.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
L4
Untuk meningkatkan akses dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, maka strategi yang akan dilakukan adalah:
a. Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pmenuhan sarana prasarana dan alat kesehatan di RS yang sesuai standar. b. Mewujudkan penerapan sistem manajemen kinerja
RS
sehingga
terjamin implementasi Pafient Safety, standar pelayanan kedokteran dan standar pelayanan keperawatan.
c. Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan untuk percepatan mutu pelayanan kesehatan serta mendorong RSUD menjadi BLUD. d. Optimalisasi peran UPT vertikal dalam dalam mengampu Fasyankes daerah.
e. Mewujudkan berbagai layanan unggulan (penanganan kasus tersier)
pada Rumah Sakit rujukan nasional secara terintegrasi
dalam
academic health sysfem.
f. Mewujudkan penguatan sistem rujukan dengan
mengembangkan
sistem regionalisasi rujukan pada tiap provinsi (satu rumah sakit rujukan regional untuk beberapa kabupaten/kota) dan sistem rujukan nasional (satu Rumah Sakit rujukan nasional untuk beberapa provinsi).
g. Mewujudkan kemitraan yang berdaya guna tinggi melalui program
srsfer hospital, kemitraan dengan pihak swasta, KSO alat medis, dan lain-lain. h. Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan tenaga kesehatan.
11. Meningkatkan Jumlah,
Jenis, Kualitas dan Pemerataan
Tenaga
Kesehatan Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan berbasis Tim (Team Based). b. Peningkatan distribusi tenaga yang terintegrasi, mengikat, dan lokal spesifik.
c. Pengembangan insentif baik material dan non material untuk tenaga kesehatan dan SDM Kesehatan.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
15
d. Peningkatan produksi SDM Kesehatan yang bermutu. e. Penerapan mekanisme registrasi
dan lisensi tenaga dengan
uji
kompetensi pada seluruh tenaga kesehatan.
t.
Peningkatan mutu pelatihan melalui akreditasi pelatihan.
g. Pengendalian peserta pendidikan dan hasil pendidikan. h. Peningkatan pendidikan dan pelatihan jarak jauh.
i.
Peningkatan pelatihan yang berbasis kompetensi dan persyaratan jabatan.
j.
Pengembangan sistem kinerja.
12. Meningkatkan Akses, Kemandirian dan Mutu Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat dibutuhkan komitmen
politik yang tinggi. Strategi yang perlu dilakukan dari berbagai upaya antara lain: a. Regulasi perusahaan farmasi memproduksi bahan baku dan obat
tradisional dan menggunakannya dalam produksi obat dan obat tradisional dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan kemandirian nasional.
b. Regulasi penguatan kelembagaan dan sistem pengawasan pre dan post markef alat kesehatan.
c. Pokja ABGC dalam pengembangan dan produksi bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri.
d. Regulasi penguatan penggunaan
dan pembinaan industri
alat
kesehatan dalam negeri.
e. Meningkatkan kesadaran
dan kepedulian masyarakat dan tenaga
kesehatan tentang pentingnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas dan terjangkau.
f.
Mewujudkan Instalasi Farmasi Nasional sebagai center of escellence manajemen pengelolaan obat, vaksin dan perbekkes di sektor publik.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
15
g. Memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaannya dalam seleksi obat dan alat kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN.
h. Percepatan tersedianya produk generik bagi obatobat yang baru habis masa patennya.
i.
Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
j. Menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis, termasuk menyelenggarakan program PTT untuk
mendorong
pemerataan distribusinya.
k. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi serta sistem monitoring dan evaluasi.
Sasaran yang menjadi indikator kinerja pada masing-masing 12 Sasaran Strategis sebagai berikut:
1. Sasaran Strategis Kesatu: Meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase persalinan di fasilitas kesehatan; b. Menurunnya persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik;
c.
Meningkatnya persentase kabupaten dan kota yang memiliki kebijakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
2. Sasaran Strategis Kedua: Meningkatnya Pengendalian Penyakit,
dengan
sasaran yang akan dicapai adalah:
a. b.
Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan;
Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan lmunisasi (PD3l) tertentu;
c. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan
dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah:
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
t7
d.
Menurunnya prevalensi merokok pada usia s 18 Tahun.
3. Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
dengan
sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal
1
Puskesmas yang
terakreditasi;
b.
4.
Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang terakreditasi.
Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas; b. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alat kesehatan
yang
diproduksi di dalam negeri;
c. Persentase produk alat
kesehatan dan PKRT
di peredaran yang
memenuhi syarat.
5.
Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan; b. Persentase RS kab/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang;
c. 6.
Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya.
Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a.
Meningkatnya jumlah kementerian lain yang mendukung pembangungan kesehatan,
b.
Meningkatnya persentase kab/kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan SPM.
7.
Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar negeri, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a.
Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan;
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
18
b' Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan;
c. Jumlah kesepakatan kerjasama luar negeri di bidang
kesehatan yang
diimplementasikan.
8.
Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis dan pemantauanevaluasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a' Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan
anggaran
kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber;
b. Jumlah 9.
rekomendasi monitoring evaluasi terpadu.
Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a.
Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI;
b' Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan;
c-
Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat.
10. Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a.
Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian negara 31o/o.
11. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur Kementerian Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a.
Meningkatnya persentase pejabat struktural
di lingkungan Kementerian
Kesehatan yang kompetensinya sesuai persyaratan jabatan;
b.
Meningkatnya persentase pegawai Kementerian Kesehatan dengan nilai kinerja minimal baik.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
19
I
/
12. Meningkatnya sistem informasi kesehatan terintegrasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a.
Meningkatnya persentase Kab/Kota yang melaporkan data kesehatan prioritas secara lengkap dan tepat waktu;
b.
Persentase ketersediaan jaringan komunikasi data
yang
diperuntukkan
untuk akses pelayanan e-health.
B. Perjanjian Kineria Tahun 2015 Perjanjian Kinerja merupakan amanat dari Peraturan Presiden
Republik
fndonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) dan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Dokumen Perjanjian Kinerja merupakan dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi
kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk
melaksanakan
program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.
Penjabaran Renstra Kementerian Kesehatan ke dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2015 beserta rincian indikator dan targetnya adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Perjanjian Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
No
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
(1)
(2)
(3)
(4)
Persentase persalinan di fasilitas
75o/o
1
Meningkatnya Kesehatan
1
Masyarakat
kesehatan 2 Persentase ibu hamil kurang energi
kronik 3
Persentase Kabupaten/Kota yang
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
24.2 o/o
40o/o
20
No
Sasaran Strategis
lndikator Kineria
Targel
(1)
(2)
(3)
(4)
memiliki Kebijakan Perilaku Hidup Sehat dan Bersih 2
Meningkatnya
1
Pengendalian Penyakit
Persentase Kab/Kota yang
20o/o
memenuhi kualitas kesehatan lingkungan 2 Persentase penurunan kasus
7o/o
penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3l) tertentu
3 Persentase Kabupaten/Kota yang
29o/o
mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensiwabah 4 Persentase penurunan prevalensi
6.9o/o
merokok pada usia s 18 tahun 3
Meningkatnya akses dan
1
Jumlah Kecamatan yang memiliki
Mutu Fasilitas Pelayanan
minimal 1 puskesmas yang
Kesehataan
tersertifi kasi akreditasi 2 Kabupaten/Kota yang memiliki
350
94
minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional 4
Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu
1
Persentase ketersediaan obat dan
77o/o
vaksin di Puskesmas
sediaan farmasi dan alat kesehatan 2 Jumlah bahan baku obat dan obat
7
tradisional serta Alat Kesehatan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
2t
No
Sasaran Strategis
Indikator Kinefa
Targel
(1)
(2)
(3)
(4)
(Alkes) yang diproduksi di dalam negeri (kumulatif) 3 Persentase produk Alkes dan
75o/o
PKRT di peredaran yang memenuhi syarat 5
Meningkatnya Jumlah,
,l
Jumlah Puskesmas yang minimal
1200
memiliki 5 jenis tenaga kesehatan
Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga Kesehatan
2 Persentase RS Kabupaten/Kota
3Qo/o
kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang 3 Jumlah diti
SDM Kesehatan yang
ngkatkan kompetensinya
10.2 00
(kumulatif) 6
Menin gkatnya sinergitas
1
Jumlah kementerian lain yang
antar
mendukung pembangunan
Kementerian/Lembaga
kesehatan
2 Persentase Kab/Kota yang
2Oo/o
3Oo/o
mendapat predikat baik dalam pelaksanaan SPM 7
Meningkatnya daya guna
1
Jumlah dunia usaha yang
kemitraan dalam dan luar
memanfaatkan CSR untuk program
negeri
kesehatan 2 Jumlah organisasi kemasyarakatan
4
3
yang memanfaatkan sumber
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
22
No
Sasaran Strategis
Indilotor Kineria
Target
(1)
(2)
(3)
(4)
dayanya untuk mendukung kesehatan 3 Jumlah kesepakatan kerjasama
I
luar negeri di bidang kesehatan yang diimplementasikan 8
Meningkatnya integrasi
1
Jumlah provinsi yang memiliki
perencanaan, bimbingan
rencana lima tahun dan anggaran
teknis dan pemantauan-
kesehatan terintegrasi dari
evaluasi
berbagai sumber 2 Jumlah rekomendasi monitoring
9
34
evaluasi terpadu 9
Meningkatnya efektivitas
1
penelitian dan
Jumlah hasil penelitian yang
13
didaftarkanHKl
pengembangan kesehatan 2 Jumlah rekomendasi dan kebijakan
24
berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang
diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan 3 Jumlah laporan
Riset Kesehatan
1
Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat 10
11
Meningkatnya tata kelola
Persentase satuan kerja yang
kepemerintahan yang baik
dilakukan audit memiliki temuan
dan bersih
kerugian Negara 31o/o
Meningkatnya kompetensi
1
Persentase pejabat struktural di
dan kinerja aparatur
lingkungan Kementerian
Kementerian Kesehatan
Kesehatan yang kompetensinya
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
88o/o
60%
23
No
Sasaran Strategis
Indikator Kineria
Targel
(1)
(2)
(3)
(4)
sesuai persyaratan ja batan 2 Persentase pegawai Kementerian
80o/o
Kesehatan dengan nilai kinerja minimal baik 12
Meningkatnya sistem
1
Persentase Kab/Kota yang
informasi kesehatan
melaporkan data kesehatan
integrasi
prioritas secara lengkap dan tepat
3Oo/o
waktu 2 Persentase tersedianya jarin gan
1Oo/o
komunikasi data yang
diperuntukkan untul( akses pelayanan e-health
Jumlah anggaran yang dialokasikan pada Tahun 2015 untuk mencapai seluruh
sasaran tersebut adalah Rp47.758.757.903.000,00 (empat puluh tujuh triliun tujuh ratus lima puluh delapan miliar tujuh ratus lima puluh tujuh juta Sembilan ratus tiga ribu rupiah).
[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
24
f $
ffi
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Prestasi Kementerian
Kesehatan
Pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan mampu menorehkan berbagai prestasi baik di tingkat domestik maupun pengakuan di tingkat regional serta global.
a.
Di tingkat Internasional
1) lndonesia sebagai Lead Country pelaksanaan Project ASEAN
Cities
Getting to Zeros
'ASEAN Declaration
of
Commitment: Getting
to Zerc New HIV
lnfections, Zerc Discrimination and AIDS-Related Death' telah diadopsi oleh LeaderASEAN pada KTTASEAN ke-19 pada 17 November2011 di
Bali, Indonesia. Inisiatif Deklarasi tersebut merupakan prakarsa dari lndonesia. Kementerian Kesehatan Rl menjadi lead country untuk melaksanakan project ASEAN Cfties Getting to Zeros.
ASEAN Cffies Getting to Zeros merupakan intervensi yang menyeluruh dan melaksanakan "Getting to Zeros' dengan membentuk kemitraan lintas negara diantara kota terpilih di bawah rencana kefla ASEAN Task Force
on AIDS (ATFOA). Focal Point ATFOA Indonesia adalah Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
13 kota dari 8 negara anggota ASFAN (kecuali Brunei dan Singapura)
berpartisipasi dalam proyek ini. Adapun Kota di Indonesia yang berpartisipasi dalam projek ini adalah Kab. Badung, Kota Denpasar dan Kota Jakarta Barat.
Dalam rangka melaksanakan proyek tersebut, Indonesia selaku /ead country ditugaskan untuk menyusun panduan pelaksanaan untuk kawasan
ASEAN yang berisi panduan umum dalam hal: a) kriteria kota yang akan dipilih, b) strategi, c) pelaksanaan dan koordinasi serta d) targeUindikator
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
25
serta monitoring dan evaluasi. Melalui dokumen ASEAN Citis Partnership, Indonesia berhasil mengumpulkan walikota-walikota dari kabupaten/kota
yang berpartisipasi dalam projek ASEAN Cffies Getting to Zeros untuk meningkatkan komitmen/dukungan politis mereka terhadap project yang bertujuan untuk menekan laju angka pertambahan penderita AIDS baru, menekan stigma terhadap ODHA dan menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh AIDS di tahun 2015.
Pada fase 1, Indonesia berhasil mengembangkan assess/nent and
tool
yang digunakan untuk membantu kab/kota yang berpartisipasi untuk memperoleh baseline data, melakukan rapid
planning
assessmenf terhadap faktor internal dan faktor eksternal serta menyusun
strategi intervensi untuk monitoring dan evaluasi. Pada fase 2, dengan
bantuan teknis dari konsultan, data yang dikumpulkan dari seluruh kab/kota dianalisis guna memperoleh rekomendasi.
Sejak digulirkannya ASEAN Cities Getting to Zero, terdapat output yang signifikan di level global sehingga memberikan harapan bahwa pandemic HIV/AIDS dapat dihentikan tahun 2030.
Paparan The ASEAN Cfties Getting to Zero: Localizing The Three Zeros pada pertemuan para walikota beserta jajaran pemerintah di sela-
sela pertemuan 2Uh lntemational A/DS Conference menghasilkan rekomend a$ Fast-Track-Cities memajukan target pengakhiran HIV/AIDS di tahun 2020.
Pada pertemuan ASEA,V Task Force Meeting ke-23 bulan Juli 2015,
seluruh negara ASEAN sepakat terhadap rekomendasi Fast-Track-Cities
memajukan target pengakhiran HIV/AIDS pendekatan 90-90-90, yaitu
di tahun 2020 dengan
di tahun 2020 90o/o penderita HIV/AIDS
mengetahui status penyakitnya, 9oo/o mendapat terapi antiretroviral yang
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
26
berkelanjutan serta 90% virus HIV dapat ditekan setelah mendapatkan terapi yang berkelanjutan.
2) Regional
Workshop
on lncrease Access to Health Servtbes for
ASEAN
People in Collaboration with WHO
Penyelenggaraan "Regional Workshop
on lncrease Access to Health Servrbes for ASEAN People in Collaboration with WHO " merupakan mandat Indonesia sebagai Lead Country pada Working Group lncrease Access. Pertemuan dilaksanakan di Batam, Indonesia, pada tanggal 3 - 5
Maret 2015. Pertemuan dihadiri oleh 7 (tujuh) negara anggota ASEAN (lndonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Kamboja dan Lao
PDR), serta perwakilan dari WHO SEARO, WHO WPRO, ASEAN Secretaiat.
Output pertemuan berupa Recommendations on Regional Workshop
on lncreasing
Access
to Health
Servrbes
for
ASEAN People yang
merupakan kesepakatan yang berisi strategi regional beserta kegiatan yang akan dikerjasamakan untuk periode post-2O15 sbb:
a) Strategy l: lmprove health quality by promoting
accessibility,
community empowerment, and revitalization of the pimary health care approach including innovation in delivery system, 'self-care concept", health workforce development, border healthcare technical assisfance,
adequate resources/finances through apprcpriate means, focusing on people at risk and vulnerable groups such as people at the borders and remote areas.
b) Possrble Regional Activities :
lncrease capacity building in healthy
border management including hands-on training for workers and sharing training modules for health boder volunteers;
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
27
c)
Strategy ll: Promote increased access to safe, standard, affodable and
appropriate health technology, essentra/ drugs and, traditional medicine, including in the border and remote arcas.
d) Possible
Regional
pinciples on
an
Activity
: a) Develop ASEAN common guiding
essenfia/ health services package, including NCDs
Matemal and Child Health
,
and basrb immunization in PHC;
b)
Develop guiding principles for accreditation of primary level carc;
e) Strategy lll: Enhance
communication, knowledge management,
shaing of good practices and information on increase access to heafth services.
f)
Possrble Regional Activity
:
Sharing knowledge
thrcugh
training
modules, information, and best pracfices rn managing and increasing
access to primary healthcare serurbes, including bilateral worl< on access to health care and healthy borders;
g)
Strategy
lV:
Strengthen multi-sectoral cooperation, paftnerchip and
networking with paftners including NGOs and pivate sector on increasing access to health servrbes. Possrble Regional Activity
:
Promote bilateral and multilateral dialogue between counties & in regional platforms and rclevanf secfors;
h) Strategy V: Promote evidence-based
advocacy, health policy and
decision making on identified issues on increasing access fo health servrbes
for ASEAN
people
at the
borders and remote areas in
particular.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
28
Possible Regional Activity : a) ldentify gaps & opportunities aligned to global & regional research initiatives/assesmenf) that can be applied to
health policies; and b)ldentify common indicators to measure regional progress in implementation of the proposed sfrafegies
Gambar 3.1. RegionalWorkshop on lncrease Access to Health Servr'ces for ASEAN People in Collaboration with WHO. @atam, Indonesia, 3
3) dh Meeting of
-
5 Maret 2015)
ASEAN Working Group on Pandemic Preparedness and
Response (AWGPPR) lndonesia pada tahun 2015 menyelenggarakan 'dh Meeting of ASEAN
Working Group on Pandemic Preparedness and Response (AWGPPR)' sebagai mandat TOR AWGPPR yang dilaksanakan di Jakarta, Indonesia pada tanggal 8
-
10 Desember 2015. Pertemuan di hadiri oleh 7 Negara
Anggota ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Lao
PDR, Filipina, Singapura, dan Thailand, serta perwakilan dari WHO Representative to Indonesia, ASEAN Secretariat.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
29
Tujuan pertemuan AWGPPR ke-6 adalah untuk
mereview
perkembangan workplan AWGPPR serta membahas tindak lanjut working group berupa prioritas kegiatan Cluster 2yang menjadi usulan AWGPPR.
Pertemuan AWGPPR ke-6 merupakan pertemuan working group terakhir sebelum kegiatannya dilebur dalam Cluster
2
Responding to all
hazads and emerging threats sesuai dengan ASEAN Post-2015 HDA. Beberapa kegiatan yang telah disepakati dan diusulkan oleh AWGPPR untuk tetap dilaksanakan paska 2015 melalui kegiatan di bawah Cluster 2 diantaranya adalah:
a)
Ensure efficient busrness continuity management (BCM)
in essential
seruice and business secfor among AMS;
b)
Build capacity of AMS on BCM;
c)
Surueillance program customized accoding to health priorities under cluster 2;
d)
Regional simulation (e-simulation, table top exercise);
e)
Stockpile emetgency operation;
f)
Capacity building through trcining (ogistic, manpower, and other);
g)
Strengthening logistic support for PPR/EID control and prevention;
h) Biodiaspora prcject phase ll.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
of health workers on
infection
Gambar 3.2.
*
Ueting of ASEAN Working Grcup on Pandemic Preparedness and
Response (AWGPPR). Jakarta, Indonesia, 8 - 10 Desember 2015
4) Ditingkat
Nasional
Keberhasilan Program Pengendalian Penyakit Lingkungan tahun 2015 diantaranya
dan Penyehatan
:
a) Penyerahan Sertifikat Eliminasi Malaria kepada 232kablkota. b) Peringatan Hari Malaria Sedunia dan Peresmian Malaria Center
di
Kabupaten Fak-fak
c)
137 l
d) 26.417 desa melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat e) Pembangunan Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (PAM-STBM) di 77 lokasi
D
Pemberian penghargaan terhadap upaya pengendalian dampak tembakau di Indonesia dalam Rangkaian acara The 2nd lndonesian Conference on Tobaca or Health
laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
31
g) Pelayanan publik kekarantinaan kesehatan berbasis
elektronik
(pendaftaran vaksinasi online) dan penerbitan dokumen kesehatan secara elektronik h) Penghargaan Menteri Kesehatan
Rl untuk Green Office Tingkat UPT
Ditjen PP dan PL Pada HKN 2014
lmplementasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) melalui
aplikasi website
di
seluruh provinsi berbasis data
mingguan
puskesmas yang dapat segera direspon untuk mencegah terjadinnya KLB
lmplementasi sistem surveilans berbasais kejadian melalui posko KLB yang beroprasi selama 24 jam termasuk hari libur. k) Penganugerahan Satuan Kerja Berpredikat WBBM
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (Kemen
PAN
&
RB) menganugrahkan predikat Wilayah Birokrasi
Bersih
Melayani WBBM) kepada satuan kerja Kementerian Kesehatan, RS. Dr. Kariadi Semarang sebagai satuan kerja yang memiliki predikat WBBM tahun 2015.. Penghargaan Unit Pengendalian Gratifikasi Terbaik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penghargaan kepada
Kementerian
Kesehatan
sebagai
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dengan UPG terbaik tahun 2015 kategori Kementerian/Lembaga yang telah menerapkan Program Pengendalian Gratifikasi dan jumlah pelaporan gratifikasi terbanyak.
m) Pelaksanaan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Menindaklanjuti Instruksi Presiden Pencegahan
dan
No.
712015 tentang Aksi
Pemberantasan Korupsi (PPK) tahun 2O15,
Kementerian Kesehatan telah melaksanakan seluruh target capaian
pada checkpoint 807, 809, dan B'12. Hasil yang didapat dari verifikasi/penilaian seluruh aksi PPK oleh Bappenas, kementerian Kesehatan mendapat nilai 100o/o dengan indikator warna HIJAU. Adapun Aksi PPK untuk Kementerian Kesehatan pada tahun 2015 adalah:
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 20L5
32
Optimalisasi pelaksanaan whistle blowing sysfem (WBS) dan
jaminan perlindungan terhadap whistle blowerlpelapor
yang
terintegrasi di Kementerian/Lembaga.
Pelaksanaan upaya pengendalian gratifikasi
di
Kementerian
Kesehatan.
Transparansi pelaksanaan layanan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
di
Rumah Sakit yang bekerjasama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa.
Penyampaian
data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan dari Kementerian, lembaga, dan instansi pemerintah.
B. Capaian Kineria Organisasi Capaian kinerja organisasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2015 akan diuraikan menurut Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan.
1.
Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Kesehatan Masyarakat Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Persentase persalinan di fasilitas kesehatan
Pertolongan persalinan merupakan bagian dari proses pelayanan
persalinan. Proses persalinan membutuhkan penanganan oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan) yang dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan
adalah
meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan salah satu sasaran yang
akan dicapai adalah meningkatnya persentase persalinan di fasilitas kesehatan sampai pada pada akhir tahun 2019 sebesar
85o/o.
Indikator PF merupakan Indikator Kinerja Utama (lKU) yang baru dimasukkan dalam Renstra Kementerian Kesehatan periode 2015-2019. Pada tahun 2015 capaian indikator PF sebesar 78,43o/o (target
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
75%o).
33
Definisi operasional persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan adalah persentase ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengukuran persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan melalui jumlah ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas yang mendapatkan pertolongan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dalam kurun waktu satu tahun dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin yang ada di wilayah kerja puskesmas dalam
kurun waktu satu tahun yang sama dikali lOOo/o. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelayanan persalinan berkualitas mencakup ketersediaan SDM, sarana prasarana dan meningkatkan akses pelayanan persalinan dalam upaya penurunan angka kematian ibu, dan neonatal. Grafik 3.1. Persentase persalinan difasilitas pelayanan kesehatan (PF) tahun 2O1r2O19 90 85 80
lTarget
I 75 70
20L6
2017
Sumber Data: Dit Kesehatan lbu Tahun 2015
Dalam upaya peningkatan cakupan PF tersebut, pada tahun 2015 dilaksanakan berbagai kegiatan, yaitu:
1) Pertemuan orientasi pelayanan persalinan dan nifas sesuai standar melalui dukungan organisasi profesi dan lintas program;
2)
Orientasi pedoman penyeliaan fasilitasi;
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
34
3)
Fasilitasi dan pendampingan pusat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu, KB dan reproduksi.
Faktor pendukung keberhasilan:
1)
Dukungan regulasi pelayanan kesehatan ibu dan anak oleh pemerintah daerah;
2)
Dukungan lintas program, lintas sektor dan organisasi profesi terkait upaya percepatan penurunan kematian ibu.
Faktor yang masih menjadi hambatan:
1) Rendahnya pemahaman ibu mengenai pentingnya ANC; 2) Sulitnya akses ibu hamil terhadap tempat pelayanan persalinan;
3)
Rendahnya dukungan keluarga terkait keputusan penetapan tempat persalinan di Fasyankes.
Penyebab langsung (Direct Obstetric Death\ kematian ibu disebabkan
oleh komplikasi obstetri pada masa hamil, bersalin dan nifas, atau kematian yang disebabkan oleh suatu tindakan, atau berbagai hal yang terjadi akibat tindakan yang dihkukan selama hamil, bersalin atau nifas terkait erat dengan faktor penolong persalinan dan tempaUfasilitas persalinan.
Walaupun secara nasional target indikator PF tersebut telah tercapai,
namun masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi. Terdapat kesenjangan cakupan yang cukup besar, yaitu cakupan tertinggi pada Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 97.51o/o dan terendah di Provinsi
Papua yang hanya mencapai 11.89o/o. Terdapat
21 provinsi yang
realisasinya di bawah target nasional, yaitu Sulawesi Barat, Kalimantan
Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Riau, Aceh, Sumatera Utara, NTT, Bengkulu, Kalimantan Barat, Gorontalo, Kalimantan
Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Jambi, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Papua Barat, Maluku,
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
dan Papua.
Capaian
35
persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan secara nasional dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 3.2. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan (PF) tahun 2015 NureTen3jen Errlt JrweTlmur Brll
-
J.w.B|7|t lrmgun3
Indonoh Sumrten Srlrten Srdrwrsl
Elrrt
Sulrwol
lftrrr
Target
PF
Aceh
Trn33tr Tlmur l(dim.nt n B.r.t XdknrntrnSehrn Suhwrrifrn33ue
Nusr
Renstra Kemenkes
2Ol5=75%
SuhweslTrn3eh Prpur
hrrt 60,00
)o 100,00 120,00
Sumber data: Laporan- Rutin Direffiorat Bina Kesehatan lbu Tahun 2015
-
di fasilitas kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu karena Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan
memperoleh pelayanan dengan sarana yang memadai, oleh tenaga
kesehatan yang terlatih, serta mendapatkan penanganan kegawatdaruratan yang komprehensif.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan adalah mendorong seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat bidan atau memang
memiliki kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari taksiran
[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
persallnan diupayakan sudah berada
di
dekat fasilitas
pelayanan
kesehatan, yaitu dapat tinggal di rumah tunggu kelahiran.
Rumah tunggu kelahiran tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus
maupun di rumah sanak saudara yang dekat dengan fasilitas kesehatan.
Fokus pengembangan rumah tunggu kelahiran adalah pada Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK). Sampai tahun 2011, tercatat 6
buah (12o/o) rumah tunggu kelahiran di wilayah puskesmas DTPK dan meningkat pada tahun 2013 sebanyak 597 rumah tunggu.
Gambar 3.3. Konseling lbu Hamil di Puskesmas
Keberhasilan pencapaian target indikator PF merupakan hasil dari
kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait.
Melihat penyerapan anggaran sebesar gO,24o/o dari alokasi anggaran
sebesar Rp69,300,950,000, capaian indikator persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 78,43o/o (dari target 75Yo). Hal ini menunjukkan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
37
korelasi yang positif sekaligus menunjukkan pemakaian anggaran yang efisien. Hal ini bisa dicapai karena mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Rencana tindak
lanjut
untuk meningkatkan cakupan PF yaitu
mengalokasikan biaya transportasi
dan akomodasi ibu ke
fasilitas
kesehatan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik yaitu Jaminan Persali nan (Jampersal).
?rei.t r" lj
+
:.F
Gambar 3.4. Penyuluhan kepada ibu hamil
1. Konseling dalam Kelas lbu 2. Penyediaan Rumah Tunggu kelahiran 3. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
4. b.
Komplikasi (P4K)
Dukungan Program Jampersal
Persentase ibu hamil kurang energi kronik Kondisi kurang energi kronis pada ibu hamil akan terjadijika kebutuhan
akan tubuh tidak mencukupi. Keadaan kurang energi kronis pada ibu hamil dapat dimonitor dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
38
ibu hamil. lbu hamil sebaiknya memiliki lingkar lengan atas lebih dari 23,5 cm pada 3 bulan pertama kehamilan.
lbu hamil selain membutuhkan energi untuk dirinya, energi
juga
dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dalam kandungannya. Indikator ibu
hamil KEK merupakan indikator untuk mengurangi risiko persalinan, pertumbuhan dan perkembangan anak dikemudian hari. Kekurangan energi kronik pada ibu hamil berdampak pada pertumbuhan janin didalam kandungan ibu, dimungkinkan akan melahirkan bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR). Kondisi KEK pada ibu hamil ini harus segera ditindaklanjuti untuk menurunkan angka kejadian BBLR sehingga risiko kematian bayi atau neonatal yang disebabkan BBLR dapat diturunkan.
Persentase ibu hamil KEK diharapkan turun sebesar 1,5o/o setiap tahunnya. Dimulai pada tahun 2015 dengan batasan 24,2o/o ibu hamil KEK
hingga pada akhir tahun 2019 diharapkan persentase ibu hamil KEK dibawah 18,2o/o. Persentase ibu hamil KEK pada tahun 2015 diharapkan
tidak febih dari 24,2o/o. Sementara hasil survey pemantauan status gizi tahun 2015 menunjukka angka
13,3o/o.
Indikator bumil KEK merupakan salah satu indikator baru di Kementerian Kesehatan daan merupakan indikator outcome. Target pemerintah pada tahun 2015 ini adalah sebanyak 24,2o/o ibu hamil KEK dibandingkan dengan seluruh ibu hamil.
Data ibu hamil KEK diperoleh dengan membandingkan antara Jumlah ibu hamil dengan Lil-A < 23,5 cm dibagijumlah ibu hamil yang diukur LilA)
dikafi
10Oo/o.
Data bumil KEK ini didapat berdasarkan Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Prosentase ibu hamil KEK berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015 sebesar 13,3o/o. Capaian bumil
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
39
KEK dibawah target merupakan hal yang diharapkan. hal ini menandakan kegiatan yang dilakukan untuk menurunkan angka bumil KEK berhasil.
Grafik 3.3. Target persentase ibu hamil KEK tahun 2015-2019 30 25
20
I
15
I
10
Target
5
0
201s 20L6 20L7 2018
2019
Sumber data: Pemantauan sfafus gizi tahun 2015
Faktor pendukung keberhasilan:
1. Penyediaan Pemberian Makanan 2. Distribusi tablet tambah darah; 3. Konseling gizi bagi ibu hamil;
Tambahan (PMT) ibu hamil;
4. Pemberian Tablet Tambah Darah (T-TD) pada remaja putri; 5. Kampanye gizi seimbang; 6. Promosi keluarga sadar gizi; 7. Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK); 8. Kegiatan kelas ibu hamil; 9. Penyelenggaraan kegiatan antenatal di puskesmas. Faktor yang masih menjadi hambatan:
1. PMT bumil tidak sepenuhnya tepat sasaran; 2. Jumlah PMT yang diberikan belum sesuai kebutuhan ibu hamil; 3. Kesediaan ibu hamil untuk mengkonsumsi PMT ibu hamil;
4. 5. 6.
PMT lokal belum sesuai standar; Logistik TTD tidak mencukupi (terlambat dalam penyediaanya); Kepatuhan ibu dalam meminum TTD masih rendah.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
40
Melihat penyerapan anggaran sebesar 91,260/o dari alokasi sebesar
Rp 394,232,275,000, capaian indikator ibu hamil KEK sebesar
13,2o/o
(dari target 24,2%). Hal ini menunjukkan korelasi yang positif sekaligus menunjukkan pemakaian anggaran yang efisien. Hal
ini bisa
dicapai
karena mengoptimalkan sumber daya dan keterpaduan antar program.
Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan ibu hamil KEK,
yaitu melakukan validasi data ibu hamil yang membutuhkan PMT, konseling ibu tentang gizi seimbang, penyuluhan gizi di kelas ibu, penyediaan PMT dan TTD bumil sesuaijumlah sasaran.
Persentase kabupaterldan kota yang memiliki kebijakan Perilaku Hidup Sehat dan Bersih (PHBS)
Dalam rangka mendukung pelaksanaan perilaku hidup
sehat,
diperlukan kebrlakan PHBS di daerah. Adapun yang dimaksud persentase kabupaten dan kota yang membuat kebijakan yang mendukung PHBS
minimal
1
kebijakan baru per tahun. Kebijakan yang mendukung
sehat adalah kebijakan mendukung kesehatan/PHBS/perilaku sehat dalam bentuk Peraturan Daerah, kesehatan/PHBS/perilaku
Peraturan BupatiM/alikota, Instruksi BupatiMalikota, Surat Keputusan
BupatiMalikota, Surat Edaran/Himbauan BupatiMalikota pada tahun tersebut. Grafik 3.4. Target dan Capaian Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan PHBS Tahun 201 5
50% 4OAl'
3096
20 LOo/.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
4t
Pada tahun 2015, capaian kabupatenftota yang memiliki kebiiakan PHBS sebanyak 44o/o atau sebanyak 228l
mencapai
11Oo/o
dari target yang ditetapkan pada tahun 2015. Hasil ini
menunjukkan bahwa target lGbupaten/Kota yang memiliki kebiiakan PHBS tahun 2015 telah tercapai. Apabila dibandingkan dengan target
akhir Renstra, capaian tahun 2015 sudah mencapai 637o dari target sebanyak 707o kabupatenftota yang memiliki kebijakan PHBS tahun 2019. Grafik 3.5. Capaian Kab/Kotra yang memiliki Kebijakan PHBS per ProvinsiTahun 2015 o
Berdasarkan grafik di atias, provinsi yang mempunyai kabupatenftota
yang memiliki kebijakan PHBS pada tahun 2015 terbanyak adalah Jawa
Tengah(31 lGbupaten/Kota), Sumatera Utara dan Jawa Barat (13 kabupaten/kota), Sumatera Barat (12 kabupaten/kota) dan Jawa Timur (11 Kabupaten/kota).
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Upaya yang dilakukan oleh Pusat Promosi Kesehatan untuk mencapai
presentase Kabupaten/Kota yang memiliki kebijakan PHBS adalah mengintegrasikan dengan kegiatan yang ada dengan melibatkan pemerintah daerah antara lain
:
1) Sosialisasi Pajak/cukai rokok dalam rangka Penggalangan Komitmen dalam Pengendalian Tembakau
Sosialisasi ini selain bertujuan dalam rangka Pengendalian Tembakau juga diintegrasikan dengan penggalangan komitmen Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan kebijakan PHBS khususnya
tentang Perilaku Merokok. Sasaran kegiatan ini adalah pemegang kebijakan di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
2) Pelaksanaan Penggalangan komitmen dengan Pemerintah derah dalam Mendukung Percepatan AKI dan AKB Pelaksanaan Penggalangan Komitmen dalam rangka Percepatan
AKI dan AKB selain untuk mendorong Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan pada level provinsi menyangkut kebijakan AKI dan AKB,
juga mendorong Kabupaten/Kota untuk mengeluarkan kebijakan PHBS
seperti Kebijakan Pemberian ASI Eksklusif, Perlindungan
dan
Peningkatan Kesehatan lbu, Bayi dan Anak Balita, Pelaksanaan PHBS pada 5 Tatanan, Pertolongan persalinan harus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan lain-lain.
3)
Pelaksanaan Advokasi Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan di 3 provinsi Terpilih
ini juga
diintegrasikan selain untuk mendorong Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan juga mendorong Kab./Kota
Pertemuan
untuk mengeluarkan kebijakan PHBS. Pertemuan ini dilakukan Makassar dengan mengundang
34
Propinsi dan 100 Kab./Kota
sebagaiwilayah target dari Peningkatan KlA.
4)
lmplementasi Model Intervensi di Daerah
[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
di
43
Model Intervensi Promosi Kesehatan merupaka model promosi kesehatan yang implementasikan oleh daerah sesiao dengan spesifik
lokal dan diharapkan keluarnya kebijakan PHBS atau sebagai implementasi dari Kebijakan PHBS yang telah dikeluarkan. Untuk tahun 2015, daerah sasaran (Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Batam) untuk melakukan kegiatan terkait model WPS dan PPIA untuk wilayah sasaran (Jawa Timur dan Jawa
Barat) dalam bentuk kegiatan koordinasi, standarisasi, advokasi kepada lokasi tempat hiburan, orientasi peer educafor, sosialisasi bagi kelompok sasaran dan monitoring dan evaluasi.
5)
Pendampingan melalui audiensi pada daerah yang sedang menyusun kebijakan terkait PHBS Kegiatan ini bertujuan
sebagai pendampingan penyusunan
kebijakan PHBS disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di tiap daerah yang melakukan audiensi dengan Pusat Promosi Kesehatan
6) Peningkatan kapasitas petugas provinsi dan kabupaten
melalui
Pelatihan Advokasi untuk menetapkan kebijakan PHBS.
Nilai-nilai positif atau pembelajaran yang bisa diambil dari indikator kebijakan PHBS sehingga dapat menjadi acuan bagi program selanjutnya yaitu:
1) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat menjadi program milik
bersama
antara pusat, daerah, lintas program, lintas sektor, dunia usaha dan masyarakat.
2) Kebijakan PHBS di kabupaten/kota
mendorong adanya pembiayaan
dan pelaksanaan kegiatan dari pemerintah dkabupaten/kota
agar
masyarakat melakukan perihku sehat.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
44
Prestasi yang dicapai dalam indikator kebijakan PHBS di kabupaten/kota
di tahun 2015 adalah ada Kabupaten/Kota
mengeluarkan kebijakan
PHBS:
1) Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu mengeluarkan Keputusan
Bupati
Nomor 124 tahun 2015 tentang PHBS di 5 tatanan.
2) Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung mengeluarkan Keputusan Bupaten Bangka Nomor 1 tahun 2015 tentang PHBS.
2.
Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Pengendalian Penyakit
Yang dimaksud dengan pengendalian penyakit adalah suatu tindakan atau
aktivitas yang bertujuan untuk mengurangi, menekan atau melenyapkan faktor risiko penyakit dan atau gangguan kesehatan baik menular maupun tidak menular. Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan
1)
Penjelasan indikator
Direktorat Penyehatan Lingkungan memiliki sepuluh indikator dimana pelaksanaan kesembilan indikator kinerja kegiatan dalam rangka mewujudkan sebuah indikator kinerja program yaitu Persentase
kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan (indikator komposit).
Peningkatan kualitas kesling pada kab/kota tercapai dengan kriteria
minimal
4 dari 6 kriteria yang diambil dari indikator kinerja kegiatan
meliputi Memiliki Desa/kel melaksanakan STBM minimal
2Oo/oi
Menyelenggarakan kab/kota sehat; Melakukan pengawasan kualitas
air minum minimal o/o;
30o/o;
TPM memenuhi syarat kesehatan minimal
8
TTU memenuhi syarat kesehatan minimal 30o/oi RS melaksanakan
pengelolaan limbah medis minimal 10%.
Laporan capaian kesembilan indikator kinerja kegiatan lah yang dipakai untuk mendapatkan capaian indikator kinerja program tersebut.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
45
Diharapkan dengan tenrujudnya kualitas kesehatan lingkungan yang
baik pada suatu daerah maka angka kesakitan dapat ditekan dimana lingkungan merupakan salah satu faktor penentu kesehatan manusia.
2)
Gambaran capaian target dan realisasi tahun 2015
Pada Th 20'15, target indikator Persentase lGbupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 20
o/o
(103 kab/
kota dari 514 kab/ kota). Sedangkan realisasi indikator tersebut sebesar 27.63
o/o
(142 kab/ kota). ltu berarti realisasi indikator tersebut
sudah mencapai target indikator dengan capaian kinerja sebesar 138.13
o/o.
Grafik 3.6. Target Dan Realisasi lndikator Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatran Lingkungan Tahun 2015
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
to*.n"''*ti ;;;*r;;;il;."
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
I
vo
firhr|l
O-25
di
o/o
kab/
propinsi
kota
26-5O
I
E
ffiffi o/o
kab/ kota
di propinsi
Sl-75 o/o kab/ di propinsi
kota
76-LOO o/ol
kota di propinsi
Gambar 3.5. Realisasi Per Propinsi lndikator Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015
Pada tahun 2015, baru terdapat 3 propinsi (9
o/o)
yang berada di
zona hijau yaitu Gorontalo, DIY dan Sumatera Barat; 5 propinsi (15 %)
di zona kuning yaitu Riau, Jambi, Bangka Belitung, Jawa Tengah dan Bali; 7 (21 Yo) propinsi berada di zona oranye yaitu berada
Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Timur
dan Sulawesi Barat; dan terakhir 19 (55 %) propinsi masih berada di zona merah.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
47
Pada tahun 2015, realisasi nasional kesemua indikator sudah mencapai target nasional. Propinsi dengan realisasi paling tinggi yaitu Gorontalo. Sedangkan propinsi dengan realisasi paling rendah Papua
Barat. Terdapat 16 Propinsi (47 %o) sudah berada di atas target nasional. Sementara terdapat 18 Propinsi (53 %) masih berada di bawah target nasional. Grafik 3.8. Penyandingan Capaian Kinerja Dan RealisasiAnggaran Indikator Persentase Kab/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015 I
[34-13
|
r4()
r20 1()()
ao 6()
40 20 o
C/\P/AIANKINERIA
REALISASIANGGARAN
Pada tahun 2015, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan
indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar Rp 327,508,693,000 dan realisasi anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar 81.36
o/o
atau
Rp 266,474,345,409. Target indikator yang ditetapkan sebesar 20
o/o
dan realisasi indikator tersebut sebesar 27.63 % sehingga capaian kinerja yang diperoleh sebesar 138.31 %. ltu berarti terwujud efisiensi
anggaran karena capaian kinerja sebesar 138.13 % dapat terwujud dengan 81.36 % anggaran.
3)
Capaian indikator ini tahun 2015 dipengaruhi oleh:
a)
Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target lndikator Pengalokasian dana APBN dalam bentuk dana dekonsentrasi di 34 propinsi dan dana tugas pembantuan di 116 Kabupaten pada
25 Provinsi. Advokasi dan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten dalam rangka internalisasi kegiatan penyehatan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
lingkungan serta agar tersusun peraturan daerah terkait penyehatan lingkungan.
Melakukan koordinasi
& sinergi antar instansi, stakeholder &
antar tingkatan pemerintah (pusat, propinsi, kabupaten/kota).
Peningkatan kapasitas perencanaan, implementasi
&
monev
kegiatan penyehatan lingkungan. a
Pelibatan UPT (B/BTKL PP) dalam pencapaian target indikator.
o
Penguatan Kemitraan
Pemerintah Swasta (KPS) yakni
melibatkan LSM Lokal/Nasional/ Internasional, CSR (Corporate Socra/ Responsrbility), donor agency internasional, seperti World
Bank, ADB dll.
b)
Kendala/Masalah yang Dihadapi
o
Berbagai upaya telah dilakukan dalam upaya pencapaian target namun masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu
.
:
Kegiatan penyehatan lingkungan belum menjadi kegiatan prioritas di provinsi dan kabupaten/ kota.
o o
Kurangnya sarana dan pra sarana.
Permasalahan dalam hal ketersediaan Sumber Daya Manusia. Di beberapa daerah masalah yang terjadi, sanitarian mengalami
duplikasi fungsi. Selain menjadi sanitarian seringkali juga melaksanakan tugas sebagai tenaga administrasi. Ada juga sanitarian yang justru sama sekali tidak menjalankan fungsinya
sebagai sanitarian melainkan hanya menjalankan fungsi sebagai tenaga administrasi. Selain itu permasalahan dalam hal
distribusi sanitarian juga terjadi. Penyebaran sanitarian tidak
merata. ldealnya Puskesmas memiliki
1
orang
tenaga
sanitarian. Sementara yang terjadi, terdapat Puskesmas yang sama sekali tidak memiliki tenaga sanitarian sementara terdapat
Puskesmas lain yang memiliki tenaga sanitarian yang sangat banyak hamper 5 orang.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Sistem monev yang belum optimal. Pengiriman data dari kabupaten dan puskesmas belum lancar karena belum semua mengetahui indikator Renstra Kemenkes TA 2015-2019 Bidang Kesehatan Lingkungan.
Kemitraan yang belum optimal sep
:
perijinan pengelolaan
limbah 83 RS yang masih dipegang oleh KLHK menyebabkan RS mengalami kesulitan untuk mendapatkannya.
c)
Upaya Pemecahan Masalah
o
Advokasi dan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten dalam rangka internalisasi kegiatan penyehatan
lingkungan serta agar tersusun peraturan daerah terkait penyehatan lingkungan dan pengalokasian dana APBD untuk mendukung kegiatan penyehatan lingkungan.
.
Pemberian sarana dan prasarana ke daerah seperti water test kit, food contamination kit dll.
o
Melakukan advokasi kepada otoritas daerah setempat terkait permasalahan SDM yang terjadi karena kewenangan terkait SDM ada di daerah.
.
Penguatan sistem monev bekerja sama dengan Pusdatin. Kedepannya akan dibangun system monev elektronik untuk
membantu pengumpulan dan pengolahan data. Sejauh ini beberapa system monev elektronik sudah ada yang dibangun seperti emonev STBM, HSP, PKAM, dan akan diikuti kegiatankegiatan terkait penyehatan lingkungan lainnya.
o
Penguatan kemitraan melalui advokasi kepada lintas program dan lintas sektor terkait.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
RANGKAIAN PERINGATAN HARI KESEHATAN SEDUNIA TH 2015 DENGAN TEMA: PILIH A KONSUMSI PANGAN YANG AMAII a SEHAT
SiIBUil sE
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
PEMBERIAN PEIIGHARGAAN KABUPATEN KOTA SEHAT DALAM RANGKAI/AN PERII{GATAI{ HARI KESEI{ATAI{ I{ASIONAL KE.sI TH 2015 .t
;l/l\-E ,L'.rl
t-l
l!li{
tr q
-r-II
Jamban Model Honal menghantarkan Desa Manda dan Deia Alr Garam DIstrlct Bugl eebagal Desa Pertama SBS dl Kabupaten Jayaw[aya, Papua Th 2015
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
52
ilmr
Gambar 3.6. Salah satu sarana Penyediaan Air Minum dan SanitasiTotal Berbasis Masyarakat (PAM- STBM)yang pada tahun 2015 dilaksanakandiTT lokasi
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
53
b.
Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3l) tertentu
1)
Penjelasan indikator
Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di Regional SEARO yang belum mencapai tahap Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal. Sejumlah 30 dari 34 provinsi dan 479 dari 514 kabupaten di
Indonesia yang tersebar di regional (Sumatera), dan regional
1
(Jawa-Bali), regional 2
3 (Kalimantan, Sulawesi, NTB dan NTT)
sudah mencapai tahap eliminasi Tetatus Maternal dan Neonatal melalui berbagai kegiatan imunisasi rutin, imunisasi massal, serta persalinan bersih dan aman. Namun, Indonesia baru dinyatakan eliminasi apabih regional
4 yang meliputi provinsi Maluku Utara,
Maluku, Papua Barat dan Papua telah mencapai target eliminasi. Program eliminasi TMN saat ini terfokus di 18 kabupaten pada regional
4. Perlu dilakukan imunisasi TT dua putaran dengan cakupan
tinggi
(>80%) agar Indonesia dapat disertifikasi sebagai negara yang sudah mengeliminasi penyakit TMN pada tahun 2016.
Resolusi Regional Committee pada pertemuan World Health Assembly WHA) tanggal 28 Mei 2012, mendesak negara-negara anggota untuk mencapai eliminasi campak pada tahun 2015 dan melakukan pengendalian penyakit rubella. Namun, seiring waktu, perkembangan dalam menurunkan angka kematian akibat campak dan
cakupan imunisasi yang menyeluruh belum cukup cepat. Melihat hal tersebut, WHO Regional Asia Tenggara menetapkan bahwa Eliminasi
Campak dan Pengendalian Rubella/ Congenital Rubella Syndrom (CRS) akan dicapai pada tahun 2020.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
54
Upaya untuk mencapai hal tersebut adalah mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di seluruh wilayah dan penguatan surveilans PD3l. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
terjadinya daerah kantong yang akan mempermudah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Namun, gambaran kondisi saat ini adalah
masih terdapat daerah kantong yang cakupan imunisasinya belum memenuhi target selama beberapa tahun untuk beberapa antigen, kinerja surveilans yang mengalami penurunan, serta adanya disparitas
capaian antar provinsi. Hal ini memerlukan perhatian upaya khusus mempertahankan Erapo
dan mencapai target eliminasi penyakit
tertentu. Keadaan tersebut di atas menimbulkan daerah risiko tinggi terhadap PD3l
2)
Gambaran capaian target dan realisasitahun 2015
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan lmunisasi (PD3l) tertentu meliputi difteri, tetanus neonatorum, campak, dan pertusis. Presentase penurunan kasus dihitung dati base-line data jumlah kasus tahun 2013,
yaitu difteri775 kasus, tetanus neonatorum 78 kasus, campak 11.521
kasus dan pertussis 4.681 kasus (per Desember 2014). Tahun 2015 tercatat kejadian difteri sebanyak 243 kasus, neonatorum 53 kasus, campak 6.603 kasus dan pertussis 8.247 kasus. Pada minggu ke-52
tahun 2015 tercatat kajadian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan lmunisasi (PD3l) tertentu sebesar 6.909 kasus. Terjadi penurunan kasus sebesar 1.909 kasus dengan presentase penurunan sebesar 11,2o/o
dibandingkan angka kasus tahun 2013.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
55
Grafik 3.9. Indikator dan realisasi persentase penurunan kasus PD3l tertentu Tahun 2015 lndikatordan halhasi Persenhse Penurunan Kasus PD3l Tertentu Ih.2015
15
x10 c
r
Target
I
Capaian
!, |,|
oq
3)
Capaian indikator ini tahun 2O15 dipengaruhi oleh:
a)
Upaya yang dilakukan
o
Menyelenggarakan pelatihan dan penyegaran Petugas Khusus Penanggulangan PD3l (PKP PD3l)
o . .
Mempertahankan kinerja Surveilans AFP dan PD3l lain
Melakukan penguatan jejaring kerja (klinisi, laboratorium)
Memfasilitasi pertemuan
Tim Sertifikasi Nasional (TSN)
Eradikasi Polio dan Pokja Ahli Surveilans AFP.
b)
Hambatan/kendala
. .
Cakupan lmunisasi yang belum merata di semua wilayah
Sebagian besar koordinator PD3l memiliki tugas rangkap sehingga tidak fokus pada fungsinya
.
Kondisi geografis yang sulit
di jangkau
sehingga petugas
mengalami kesulitan saat melakukan PE,
o
Belum maksimalnya komitmen dan dukungan pemangku program surveilans PD3l baik di provinsi maupun di kabupaten/kota, hal ini sejalan dengan masih terbatasnya dukungan dana operasional bersumber APBD.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
56
c) Usulan pemecahan masalah
o .
Komitmen Global eradikasi Polio dan eliminasi campak
Perhatian Khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB)
. .
Introduksi vaksin baru
Peningkatan jumlah
dan kompetensi petugas
(epidemiologi lapangan)
,-.&u,fir
#i ,,
Gambar 3.8. Pelaksanaan lmunisasi
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
surveilans
Persentase kabupaten/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan
dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat
yang
berpotensi wabah.
1)
Penjelasan Indikator
Jumlah kab/kota dengan pelabuhan, bandar udara dan PLBDN yang memiliki kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan PHEIC dibagi jumlah kab/kota dengan pelabuhan, bandar udara dan PLBDN
di kali 100o/o. Nominator adalah Jumlah
kabupaten kota yang
mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah. Denominator adalah jumlah kabupaten/kota yang memiliki pintu masuk
internasional. Kriteria pengukuran adalah periode prevalence dalam
1
tahun indikator diukur per tahun.
2)
Gambaran capaian target dan realisasitahun 2015
Target
2015
sebesar 29o/o atau 31 Kab/kota dari 106 kab/kota
yang merupakan target penyusunan rencana kontijensi capaian tahun 2015 sebesar 29 KablKota (93,5%)
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
58
3)
Capaian indikator lni tahun 2O1S dipengaruhi oleh:
a)
Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator
o
Persiapan pelaksanaan kegiatan dengan melakukan komunikasi
baik verbal maupun surat kepada kabupaten/kota sasaran penyusunan dokumen termasuk melakukan koordinasi dengan propinsi
Sosialisasi kegiatan dengan lingkup kebijakan dan strategi nasional kekarantinaan kesehatan, sosialisasi International Health Regulation (lHR) 2005, Sistem surveilans di wilayah dan
pintu masuk negara serta kebijakan penyusunan dokumen kebijakan rencana kontigensi kedaruratan kesehatan masyarakat.
Melaksanakan workshop penyusunan rencana kontingensi mencakup konsep pedoman penyusunan renkon, identifikasi
potensi KKM, membangun komitmen lintas sektoral dan pengumpulan data dasar.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
59
o
Melaksanakan kegiatan penyusunan rencana kontigensi KKM
dengan melibatkan seluruh lintas sektoral pemerintah daerah
yang terkait dengan kesiapsiagaan, respon dan koordinasi penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat.
b)
Kendala/Masalah yang Dihadap
o
Penyusunan dokumen kebijakan ini merupakan suatu pendekatan program baru di kabupaten/kota sehingga memerlukan penyamaan pemahaman dan persepsi sehingga
diperlukan proses integrasi program ini dengan sistem surveilans yang ada dan sistem penanggulangan krisis kesehatan di kabupaten/kota. lmplikasi dari situasi dan kondisi
ini
maka pelaksanaan kegiatan pembentukan
Rencana Kontigensi
di Pemerintah
dokumen
Daerah sebagian besar
dilaksanakan di semester ll tahun anggaran 2O15
o
Komitmen dinas kesehatan propinsi untuk melaksanakan kegiatan sebagai bagian dari upaya pengendalian penyakit belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari ketidaksiapan tim pengelola program
di daerah baik dari aspek administrasi, pendukung kegiatan maupun teknis dalam pelaksanaan kegiatan
.
Dukungan pendanaan kegiatan melalui beberapa skema yaitu:
dekonsentrasi, pendanaan DIPA pusat dengan komponen pembiayaan yang berbeda. Hal ini menyebabkan pelaksanaan
kegiatan penyusunan dokumen rencana kontigensi yang berbeda. Ada beberapa kabupaten (di Propinsi Lampung) dengan komponen pembiayaan lengkap mulai dari sosialisasi, workshop dan penyusunan dokumen, sementara dibeberapa kabupaten
lain
hanya didukung dengan kegiatan sosialisasi
dan penyusunan.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
50
c)
Upaya Pemecahan Masalah
.
Mengintensifkan kegiatan sosialisasi kebijakan kesiapsiagaan
terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat
kepada
pemerintah daerah sasaran untuk menyamakan pemahaman
dan rencana tindak lanjut pelaksanaan kegiatan pembuatan dokumen rencana kontingensi. Hal ini dapat meningkatkan komitmen daerah dalam melaksanakan program yang disepakati.
o
Mendorong kabupaten/kota sasaran untuk menyelesaikan hambatan administrasi
agar
kegiatan dapat terlaksana sesuai
dengan rencana yang telah disepakati baik melalui mekanisme pembiayaan dekonsentrasi maupun pusat
.
Memaksimalkan potensi sumber daya manusia khususnya di
subdit-subdit direktorat Simkarkesma untuk memenuhi permintaan narasumber dari berbagai daerah untuk memfasilitasi pembentukan dokumen rencana kontigensi.
o
Mengoptimalisasikan potensi daerah dalam kesiapsiagaan
kedaruratan khususnya kedaruratan bencana alam untuk memperkaya dan memperkuat substansi kedaruratan kesehatan masyarakat.
o
Menyesuaikan metode penyusunan dokumen dengan waktu yang tersedia termasuk design kegiatan yang interaktif (diskusi,
table top, simulasi)
dan
penyusunan draft awal sebelum
pertemuan.
d.
Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia s 18 tahun.
1)
Penjelasan indikator
a)
Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia
s
18 tahun
adalah Jumlah penduduk di Indonesia yang berusia 10 sampai
dengan 18 tahun yang diketahui sebagai perokok melalui pengambilan data faktor risiko baik survei atau metode lainnya,
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
61
dibandingkan dengan jumlah semua penduduk yang berusia 10
sampai dengan 18 tahun
di
Indonesia yang terdata
di
tahun
tersebut (data BPS). b) Perokok adalah
orang yang merokok minimal 100 batang rokok
dalam 1 bulan terakhir dan masih merokok. c) Penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun adalah penduduk yang
berusia 10 tahun (> 120 bulan) sampai dengan 18 tahun (216 bulan) pada saat pengumpulan data dilakukan d)
Persentase perokok
usia 10 sampai dengan 18
tahun,
dibandingkan dengan jumlah semua penduduk berusia 10 sampai
dengan 18 tahun di suatu wilayah yang terdata di tahun tersebut (data BPS). 2\ Gambaran capaian target dan realisasitahun 2015
Pencapaian target pada tahun 2015 belum dapat digambarkan sebelum pelaksanaan survei kesehatan dilaksanakan. Survey nasional bidang kesehatan akan dilaksanakan pada tahun 2016.
3) Capaian indikator ini tahun 2015 dipengaruhi oleh:
a)
Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator
o
Peningkatan kapasitas sumber daya dalam upaya pengendalian konsumsi tembakau, seperti pelatihan upaya berhenti merokok
bagi guru sekolah di 6 propinsi, pelatihan konseling berhenti merokok bagi petugas kesehatan di FKTP.
.
Menfasilitasi sarana prasarana dalam upaya berhenti merokok di sekolah dan Puskesmas.
.
Meningkatkan komitmen dengan berbagai pihak yang terlibat
dalam pengendalian tembakau melalui advokasi
kepada
pengambil kebijakan untuk mendukung pengendalian tembakau
dan pengendalian PTM seperti pertemuan Aliansi Bupati dan Walikota Pendukung Kawasan Tanpa Rokok.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
62
Pertemuan Major
to
Major sebagai upaya pengembangan
kebijakan KTR kepada pemegang kebijakan di daerah. Menjalin koordinasi dengan APEKSI dan API(ASI dimana Ketua
Aliansi Bupati Walikota akan menyuarakan
pentingnya
Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Masalah Kesehatan Akibat tembakau.
sosialisasi dampak rokok terhadap kesehatan, menyusun, mencetak dan menggandakan media KIE terkait dampak rokok terhadap kesehatan
survei/penelitian terkait rokok
dan dampaknya terhadap
kesehatan, seperti poling suruey didaerah.
sosialisasi dampak rokok terhadap kesehatan kepada masyarakat melalui berbagai rangkaian peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia.
b)
Kendala/Masalah yang Dihadapi
o
Pencapaian indikator belum tercapai, karena survei tahunan
faktor risiko Penyakit Tidak Menular di Litbangkes baru akan dilaksanakan pada tahun 2016, Riset Kesehatan Dasar dilaksanakan setiap 3 tahunan, Global Youth Tobacco Survey
dan GlobalAdult tobacco survey dilaksanakan 3 tahunan.
o
Belum optimalnya sistem pencatatan laporan melalui Surveilans berbasis web PTM.
.
Masih terbatasnya jumlah kebijakan KTR di daerah dan belum optimalnya penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki kebijakan KTR.
.
Belum maksimalnya advokasi dan sosialisasi pengendalian konsumsi tembakau pada kab/kota
o
Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor yang belum
optimal
di
tingkat Kab/Kota dalam upaya
konsumsi rokok
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
pengendalian
Rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya konsumsi rokok. Perlunya rentang waktu sosialisasi peraturan kepada masyarakat maupun pihak terkait minimal
disahkannya aturan tersebut,
1 tahun
setelah
agar masyarakat
dapat
memahami pentingnya regulasi terkait KTR.
Anggaran belum menfasilitasi kegiatan-kegiatan terkait pengendalian konsumsi rokok
c)
Rencana Pemecahan Masalah
o
Meningkatkan komitmen dan pengembangan regulasi tentang pengendalian tembakau di berbagai tingkat pemerintahan dan didukung oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai tatanan.
o
Penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku dalam upaya melindungi dampak kesehatan akibat rokok
o
Peningkatan pemahaman tentang bahaya rokok kepada seluruh
lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk
masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial masyarakat (LSM).
.
Pengendalian tembakau dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan, terintegrasi dalam suatu kebijakan publik dan
melalui periode pentahapan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
.
Komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian
tembakau melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran lainnya.
o
Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian tembakau.
.
Mensinergikan kegiatan dengan strategi MPOWER yang
mencakup Monitor penggunaan tambakau dan kebijakan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
64
preventifnya; Perlindungan masyarakat dari asap tembakau;
Optimalisasi dukungan berhenti merokok; Waspadakan masyarakat akan bahaya (asap) tembakau; Eliminasi iklan, promosi serta sponsor tembakau/ rokok; Raih kenaikan cukai tembakau/rokok.
Psnbdogree the
2!,ador*n
Canleipltoe on
tbdill
Fstilciu ponilrryn brhdrp
Ww u
emenafr dryp* hat|fr
renrmnn Afnd Bfld t{flrfr drbn mnb'lein (qrlnro.r gmo.oddh Pnl dr| d'rp€l teildqr
Gambar
3.1
l.
Rangk aian The
*
d
ry
htlonri
nonOfrr girpn lapdr efiri YHdr yrp
eminEr odrn DanoflrCan PIl| dm
tndonesian Conferene on
norfl
dJtfll Srtalr,
Tobaw or
Heafth
3. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan
Yang dimaksud akses adalah akses masyarakat terhadap
pelayanan
kesehatan menuju cakupan semesta (universal coverage), akses masyarakat tidak hanya terbatas pada transportasi saja tetapi meliputi
-
:
availabilitas/ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas dan mudah dijangkau masyarakat
laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
affordabilitas/kemudahan biaya bagi pengguna, akseptabi I itas/keterbu kaa n nformasi secara sosi oku ltu ra l. i
tersedianya transportasi ambulane untuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan
terbangunnya sistem rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan.
Kemudahan akses tersebut diharapkan menjadi pendorong tercapainya cakupan semesta pelayanan kesehatan, tetapi dari akses universal untuk mencapai universal coverage diperlukan adanya pelayanan yang berkualitas (service excellent).
Universalaccess
Service excellent
Universal coverage
Sedangkan yang dimaksud mutu yaitu mutu fasilitas pelayanan kesehatan,
meliputi mutu input (sarana, prasarana, alat, dan SDM), mutu proses (manajemen operasional pelayanan dan manajemen mutu), dan mutu output (pencapaian indikator mutu/kinerja), sehingga baik dari segi input, proses, dan output diharapkan sesuai standar.
Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 puskesmas yang tersertifikasi akreditasi
Kebijakan Kemenkes mengenai Puskesmas yaitu Permenkes 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, dimana pada pasal 9 menyatakan bahwa dalam
satu kecamatan harus didirikan sebuah Puskesmas. Sejak tahun 2015 Kemenkes mengambil kebijakan untuk melakukan sertifikasi akreditasi terhadap Puskesmas dengan keluarnya Permenkes Nomor 46 tahun 2015
tentang akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
55
Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas secara berkesinambungan. Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi bertujuan untuk:
1) meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien; 2) meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia
kesehatan,
masyarakat dan lingkungannya, serta Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi sebagai institusi; dan
3) meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dalam pelayanan kesehatan perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat.
Data capaian untuk indikator ini diperoleh dengan cara menjumlah seluruh
kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang terakreditasi pada
tahun berjalan. Data diperoleh dengan cara merekapitulasi data hasil survei Puskesmas yang telah diputuskan lulus oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian indikator program ini adalah:
1) Penyusunan regulasi dengan diterbitkannya
Permenkes No. 46 Tahun
2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
2)
Pertemuan sosialisasi dan advokasi kebijakan akreditasi Puskesmas,
klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter dan tempat praktik mandiri dokter gigi pada pertemuan rutin Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
67
3) Peningkatan sarana dan prasarana Puskesmas melalui alokasi Dana
Tugas Pembantuan. 4) Operasional Komisi Akreditasi
FKTP yang dibentuk oleh Menteri
berdasarkan Kepmenkes No. HK.02.021059/2015. Komisi Akreditasi FKTP memiliki tugas sebagai pelaksana survei dan penetapan status akreditasi.
Gambar 3.9. Pelayanan kesehatan di puskesmas terakreditasi
5)
Pelatihan untuk surveior dan tim ToT tim pendamping tingkat propinsi melalui DIPA Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
68
Gambar 3.10. Pelatihan TOT Pendamping Akreditasi FKTP yang diselenggarakan pada tgl 5-19 April 2015
di
Bapelkes Semarang
6) Pelatihan pendamping kabupaten/kota pada 14 propinsi melalui dana
dekonsentrasi.
Ke empat belas provinsi tersebut adalah
Aceh,
Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah lstimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, dan NTB. 7) Penyusunan NSPK terkait akreditasi FKTP.
Berdasar kegiatan tersebut
di atas maka, sampai dengan tanggal 31
Desember 2015 didapatkan hasil sebagai berikut:
1)
Kab/Kota yang telah memiliki tim pendamping sebanyak 224kablkota.
Pendampingan pra akreditasi pada Puskesmas yang akan diusulkan akan diakreditasi dilakukan oleh tim pendamping dari Dinas Kesehatan
Kab/Kota yang telah dilatih. Dalam pendampingan Puskesmas, tim pendamping akan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut
a)
:
Melaksanakan lokakarya di Puskesmas
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
59
b)
Pelatihan pemahaman standar
dan
instrumen
akreditasi
Puskesmas dan persiapan asesmen. c) Penyiapan dokumen akreditasi Puskesmas.
d) lmplementasi dokumen akreditasi Puskesmas. e) Pemilaian
pra sertifikasi/ pra akreditasi sebagai dasar
menilai
kesiapan Puskesmas apakah layak untuk diusulkan disurvei oleh surveyor.
f)
Pengajuan permohonan untuk disurvei oleh dinas kesehatan kabupaten/kota melalui dinas kesehatan provinsi.
Pada tahun 2015 telah dialokasikan pelatihan
pendamping
akreditasi FKTP melalui Dana Dekon bagi 14 provinsi. Selain melalui
pembiayaan Dana Dekon, pelaksanaan pelatihan pendamping akreditasi FKTP bagi dinkes kab/kota juga melalui pembiayaan APBD
ll. Jumlah kab/kota yang telah memiliki tim pendamping akreditasi FKTP sebanyak 224 kablkola. 2) Puskesmas yang sudah mengajukan untuk disurvei sebanyak 223 Puskesmas yang berasal dari 11 propinsi
.
Sesuai dengan Permenkes No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, selama lembaga independen penyelenggara akreditasi belum terbentuk, pelaksanaan survey dan penetapan status akreditasi menjadi tanggung jawab Komisi Akreditasi
FKTP. Berdasarkan laporan Komisi, hingga 31 Desember 2015 tercatat Puskesmas yang mengajukan untuk disurvei sebanyak 223 Puskesmas.
3)
Puskesmas yang sudah disurvey sebanyak 126 Puskesmas
Survei dilakukan oleh tim surveior yang telah dilatih. Survei dilakukan setelah ada permohonan survei yang disampaikan kepada Komisi Akreditasi FKTP. Komisi Akreditasi FKTP akan menugaskan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun
2015
70
tim surveior untuk melakukan survei. Survei dilakukan selama 3 (tiga)
hari efektif. Tim survei akan menyampaikan hasil survei ke Komisi Akreditasi FKTP untuk ditetapkan hasil survei.Berdasarkan laporan Komisi, hingga 31 Desember 2015 dari 223 usulan survey yang masuk, Puskesmas yang sudah disurvei sebanyak 126 Puskesmas
4)
Puskesmas yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi Berdasarkan laporan Komisi Akreditasi FKTP, hingga 31 Desember
2015 Puskesmas yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi sebanyak 100 Puskesmas yang terdapat di 93 kecamatan. Grafi k
3.
1
0. Pencapaian Puskesmas yang Tersertifikasi Akreditasi
Jika dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan, maka realisasi tahun 2015 mencapai 93 kecamatan (26,570/o) dari 350 kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi. Dari 93 kecamatan tercebut jumlah Puskesmas yang sudah terakreditasi sebanyak 1 00 Puskesmas tersertifi kasi akreditasi (sumber
data dari laporan Komisi Akreditasi per 31 Desember 2015). Apabila capaian tersebut dibandingkan dengan target akhir tahun Rencana
Strategis, maka masih diperlukan upaya percepatan pencapaian indikator tersebut. Akreditasi Puskesmas merupakan kegiatan yang
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
7t
baru dilaksanakan mulai tahun 2015, sehingga tidak ada pencapaian pada tahun-tahun sebelumnya.
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian indikator adalah:
a)
Faktor Dana:
o Tidak cairnya dana refokusing APBN tahun 2015 mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya pelatihan pendamping dan surveior bagi 10 provinsi yang sudah mengusulkan akreditasi di tahun 2015
o
Tidak ada dana untuk pelaksanaan pendampingan dan survei di
kabupaten/kota karena keterbatasan APBD maupun proses revisi anggaran, sehingga banyak kabupaten/kota yang sudah mengusulkan
di dalam roadmap tetapi tidak
menindaklanjuti
dengan pengusulan survei.
b)
Faktor Waktu
o
Pencairan dana dekon 04 (BUK) ke beberapa provinsi baru terlaksana pertengahan tahun 2015 sehingga mempengaruhi
pelaksanaan pelatihan
tim
pendamping kab/kota, sebagai
akibatnya waktu untuk pendampingan ke Puskesmas terbatas sehingga belum siap untuk disurvei
o
DIPA dana tugas pembantuan tahun 20'15 untuk Direktorat Bina
Upaya Kesehatan Dasar terbit pada tanggal 30 Oktober 2015, sehingga dinas kesehatan kab/kota yang mengalokasikan dana
untuk pembangunan fisik tidak dilaksanakan karena waktu pelaksanaan sangat singkat.
.
Pengiriman berkas pengajuan survei oleh provinsi sebagian besar pada bulan November 2015.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
c)
Faktor SDM
o
Masih kurangnya jumlah
tim
pendamping da beberapa
kabupaten/kota
. o
Masih kurangnya jumlah tim surveior di provinsi
Tensga kesehatan di Puskesmas belum semuanya memahami konsep akreditasi.
d)
Faktor Sarana
o
Komisi Akreditasi FKTP yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan belum mempunyai ruangan tersendiri sehingga belum dapat bekerja secara optimal
o
Mekanisme pengajuan berkas kelengkapan survei masih manual lewat surat belum berbasis web.
Usulan Pemecahan Masalah
a) Dana:
o
Penganggaran dana pelatihan TOT pendamping dan pelatihan surveior melalui APBN 2016
o
Penganggaran dana survei dan pendampingan melalui DAK non fisik 2016
o
Integrasi menu DAK non fisik ke e-planning.
b) Waktu
o
:
Alokasi dana dekon 2016 menu akreditasi untuk provinsi yang mengusulkan.
Pembahasan dukungan anggaran
dekonsentrasi maupun
ke
tugas
daerah baik
DAK,
pembantuan
perlu
memperhitungkan waktu pelaksanaan kegiatan.
Bersurat ke provinsi mengenai batas waktu pengiriman berkas survei yang akan dilaksanakan tahun 2016.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
c) SDM
o
:
Peningkatan kompetensi SDM (pendamping dan surveior) melalui pelatihan
o o
Seleksicalon surveior baru Sosialisasi ke lintas program dan lintas sektor.
d) Sarana:
o o
Pengusulan ruangan untuk IGFKfP ke Biro Umum
Penganggaran kegiatan pembuatan sistem informasi akreditasi untuk mempermudah pelaksanaan dan pengorganisasian survei akreditasi FKTP.
b.
Kabupaten/kota yang memiliki minimal
1 RSUD yang tersertifikasi
akreditasi nasional Pada saat ini terdapat 511 kabupaten/kota, sedangkan jumlah RSUD
di seluruh Indonesia adalah 680 RSUD. Jumlah kab/kota yang memiliki RSUD adalah 460 kabupaten/kota atau 90,02o/o dan total kab/kota.
Berdasarkan Undang-undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dan Permenkes nomor 12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, maka semua rumah sakit termasuk RSUD wajib mengikuti akreditasi nasional. Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, salah satu indikator kineria program adalah kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional.
Yang dimaksud akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa rumah sakit
itu
memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan. Akreditasi dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit sesuai dengan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Permenkes 42812012 tentang Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi di Indonesia. Pelaksanaan akreditasi rumah sakit bertujuan:
1) meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit 2) meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit 3) meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber
daya
manuasia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi; dan
4)
mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.
Cara perhitungannya adalah dengan menjumlahkan kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional dari KomisiAkreditasi Rumah Sakit (KARS). Sedangkan cara pengukuran hasil adalah dengan dibuktikan adanya sertifikat atau data RSUD terakreditasi
dari I(ARS atau melalui website KARS. Untuk kabupaten/kota dengan lebih dari 1 rumah sakit terakreditasi, maka hanya dihitung sebagai satu kabupaten/kota.
Kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian indikator program ini adalah:
a)
Penyusunan regulasi berupa draft petunjuk teknis standar akreditasi rumah sakit
b)
Pelatihan/workshop peningkatan SDM pelayanan RS, misalnya patient safety dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
c) Peningkatan sarana dan prasarana RSUD melalui dana tugas pembantuan dan dana alokasi khusus yang berupa pemenuhan standar ruangan dan alat
di lGD, lCU, ruang operasi, TT kelas lll,
IPAL, dan ambulance.
d) Melakukan bimbingan teknis pra akreditasi nasional kepada rumah sakit rujukan regional dan rumah sakit kabupaten/kota bersama dengan tim dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit atau tim pendamping yang terlatih.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
75
Gambar 3.11. Pelaksanaan Bimbingan Teknis di Rumah Sakit
e) Melakukan peningkatan kapasitas pendamping akreditasi rumah sakit
sebanyak 2tahap dan dilaksanakan di Jakarta. Pendamping dipilih dari RS vertikal yang sudah terakreditasi internasional maupun terakreditasi
nasional paripurna (RS Sanglah, RS Sardjito, RS Kariadi, RS Fatmawati, RS Moh. Hoesin, RS Adam Malik, RS Othopedi Surakarta)
dan RSPAD Gatot Subroto. Jumlah total pendamping saat
ini
sebanyak 76 orang.
Gambar 3.12. Peningkatan Kapasitas Pendamping Akreditasi di Rumah Sakit
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
76
Melakukan koordinasi dengan KARS mulai dari penyusunan road map pelaksanaan akreditasi
g)
Melakukan evaluasi penilaian akreditasi yang dilakukan oleh KARS.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 78 rumah sakit yang telah terakreditasi pada tahun 2014.
Dari hasil kegiatan tersebut di atas maka, sampai dengan tanggal
31
Desember 2O15 didapatkan hasil adalah.
a) Rumah sakit yang telah mendapatkan
pendampingan/visitasi dari
KARS sebanyak 145 rumah sakit
b) Rumah sakit yang sudah siap dan mengajukan survei
simulasi
sebanyak 101 rumah sakit
c) Rumah sakit yang sudah disurvey sebanyak 79 rumah sakit d) Rumah sakit yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi:
192
rumah sakit. Dari 192 rumah sakit yang sudah terakreditasi tersebut, yang berkategori sebagai RSUD sebanyak 50 rumah sakit. Grafik 3.10. Pencapaian RSUD yang Tersertifikasi Akreditasi Nasional
Pada tahun 2O15, pencapaian indikator sebanyak 50 kabupaten/kota
yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
77
(53,19%). Data capaian berasal dari laporan Komisi Akreditasi Rumah Sakit per 31 Desember 2015. Base line data capaian pada tahun 2014 sebanyak terdapat 10 kabupaten/kota yang memiliki minimal
1 RSUD
yang tersertifikasi akreditasi nasional.
Permasalahan
a)
Dana
Belum semua Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran yang mendukung pelaksanaan akreditasi di RSUD wilayah kerjanya.
b) Waktu o Proses akreditasi mulai dari pelatihan sampai terakreditasi merupakan rangkaian yang panjang dan memakan waktu yang lama.
.
RSUD yang akan melakukan workshop,bimbingan, maupun survey
simulasi harus masuk dalam waiting /isf oleh IGRS karena banyaknya permintaan RS sementara jumlah SDM pembimbing terbatas. Padahal pengunaan pendanaan hanya berlaku 1 tahun.
c)
SDM
Komitmen pemerintah daerah yang belum merata sehingga kurang
mendukung persyaratan pelaksanaan akreditasi yaitu dengan menunjuk Direktur Rumah Sakit yang bukan Tenaga Medis, sehingga struktur organisasi RS tidak sesuai dengan Permenkes Nomor 1045/MENKES/PER/X\|2OO6 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
Komitmen Pimpinan RS dan pegawai yang kurang sehingga tidak
terlibat aktif dalam kegiatan persiapan akreditasi dan kurang mendukung kegiatan akreditasi. Ketersediaan SDM tenaga kesehatan yang masih belum memenuhi kebutuhan pegawai sesuai dengan kelas RS.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Diperlukan perubahan budaya kerja dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang senantiasa berorientasi pada peningkatan mutu pelayanan sesuai dengan standar akreditasi.
Minimnya pelatihan SDM dalam memenuhi persyaratan akreditasi
seperti pelatihan bantuan hidup dasar, PPI, bencana
dan
keselamatan pasien.
Kemampuan propinsi dalam persiapan akreditasi belum cukup
untuk dapat mendorong Dinkes dalam menjalankan
fungsi
pembinaan sesuai Permenkes 1212012.
d)
Sarana dan Prasarana
Masih banyak Rumah Sakit yang akan diakreditasi, namun belum memiliki sarana, prasarana dan alat kesehatan yang sesuai dengan standar akreditasi.
Usulan Pemecahan Masalah
a)
Dana
Menyediakan alokasi dana melalui DAK Non Fisik 2016 untuk 212 RSUD yang akan mencapai akreditasi pada tahun 2016.
b)
Waktu
.
Mengkoordinasikan dengan KARS untuk menjadwalkan survei
simulasi akreditasi agar sesuai dengan target indikator RS akreditasi.
.
Melakukan advokasi kepada Dinkes Propinsi untuk melakukan bimbingan akreditasi ke RSUD Kab/Kota dalam mengatur proses
akreditasi mulai dari pelatihan sampai dengan survei akreditasi dalam satu tahun anggaran.
c)
SDM
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
79
o
Peningkatan keterlibatan dinas kesehatan dalam persiapan akreditasi RS.
.
Koordinasi dengan Kemendagri untuk dapat meningkatkan komitmen Pimpinan Daerah dalam Akreditasi RS, dalam penyusunan struktur organisasi RS dan penunjukan Direktur RS.
o
Melakukan koordinasi kepada PPSDM untuk melakukan pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan sesuai dengan kelas Rumah Sakit.
o
Membuat Pakta Integritas Direktur RS terutama RS Regional dalam persiapan akreditasi.
o
Mensosialisasikan transformasi budaya kerja untuk meningkatkan budaya Mutu.
.
Membentuk tim pendamping akreditasi yang dapat memberikan
bimbingan kepada
RS yang
membutuhkan sesuai dengan
penugasan Kemenkes.
d)
Sarana dan prasarana Mengalokasikan anggaran DAK Fisik 2016 untuk seluruh RSUD dalam
pemenuhan standar, prasarana dan alat kesehatan sesuai kelas RS untuk standar akreditasi.
4.
Sasaran Strategis 4: Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan
Pada tahun 2015, sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas menjadiTTo/o. b. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alkes yang diproduksi
di
dalam negeri sebanyak 7 jenis.
c. Persentase produk alkes dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat sebesar
75o/o.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
80
Dari indikator pencapaian kinerja tahun 2015 tersebut diatas, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah mencapai target yang telah ditetapkan, yaitu dengan capaian:
a.
Realisasi persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar 79,38o/o.
b.
Realisasi jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alkes yang diproduksi di dalam negeri sebanyak 11 jenis.
c. Realisasi persentase
produk alkes dan PKRT
di
peredaran yang
memenuhi syarat sebesar 78,18Vo.
Tercapaianya indikator yang telah ditetapkan pada tahun pertama Renstra 2015-2019 tersebut menjadi penting sebagai modal dalam pencapaian target
di tahun-tahun
itu
diperlukan kerja keras seluruh komponen, pendayagunaan sumber daya yang optimal dan diperlukan berikutnya. Untuk
penguatan terutama dalam perencanaan penyusunan peraturan perundang-
undangan bidang kefarmasian dan alat kesehatan serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan. Tabel 3.1. Capaian Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2015
lndikator Kinerja
Sasaran Strategis Meningkatnya
Persentase ketersediaan
akses dan mutu
obat dan vaksin di
sediaan farmasi,
Puskesmas
alat kesehatan dan
Jumlah bahan baku obat
Perbekalan
dan obat tradisional serta
Kesehatan Rumah
alat kesehatan (alkes) yang
Tangga (PKRT)
diproduksi di dalam negeri Persentase produk alat
Target Realisasi
Capaian
2015 2015 2015 77o/o 79,38o/o 103,09% 11
75o/o 78,18o/o
157,140/o
104,24%
kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
81
Grafik 3.12.Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2015 90 80 70 60
50 40 30 20 10 0 Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas
Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional scrta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam
Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di
pcredaran yang, memenuhisyarat
neSerl
Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas
Aksesibilitas obat ditentukan oleh ketersediaan obat bagi pelayanan kesehatan. Pada tahun 2014, tingkat ketersediaan obat dan vaksin telah
mencapai 10O,51o/o, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 96,820/o. Walaupun demikian, ketersediaan
obat dan vaksin
belum
terdistribusi secara merata baik antar puskesmas, antar kabupaten/kota
maupun antar provinsi. Disparitas ini mencerminkan belum optimalnya
manajemen logistik obat dan vaksin. Untuk
itu, perlu didorong
pemanfaatan sistem pengelolaan logistik online serta skema relokasi obatvaksin antar Provinsi/Kabupaten/Kota yang fleksible dan akuntabel. Upaya perbaikan manajemen logistic obat dan vaksin yang telah dilakukan antara lain implementasi e-catalog dan inisiasi e-logistik obat.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
82
fndikator ketersediaan obat dan vaksin pada tahun 2010
-
2014
menggambarkan kondisi di instalasi farmasi kabupaten/kota dan kurang menggambarkan ketersediaan obat dan vaksin
dasar, sehingga pada Renstra periode
di pelayanan
2015
kesehatan
2019 diformulasikan
indicator Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas dengan mengambil
20 item obat dan vaksin indicator yang merupakan obat dan
vaksin
pendukung program kesehatan ibu, kesehatan anak, penanggulangan penyakit, serta obat pelayanan kesehatan dasar yang banyak digunakan dan terdapat di Formularium Nasional.
Sesuai dengan Undang
-
undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradislonal, dan kosmetika.
Sedangkan alat kesehatan menurut Permenkes No 70 tahun 2014
tentang Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah instrumen, aparatus, mesin, perkakas,
dan/atau implan, reagen in vitro dan kalibrator, perangkat lunak, bahan atau material yang digunakan tunggal atau kombinasi, untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan,
dan meringankan penyakit,
merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh, menghalangi pembuahan, desinfeksi alat kesehatan, dan pengujian in vitro terhadap spesimen dari
tubuh manusia, dan dapat mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama pada tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi atau metabolisme untuk dapat membantu fungsi/kinerja yang diinginkan.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
83
Kondisi yang dicapai:
Realisasi indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tahun 2015 sebesar 79,38o/o, melebihi target yang telah ditetapkan dalam Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019 yaitu sebesar 77% dengan capaian sebesar 103,09%.
Sosialisasi yang terus menerus kepada petugas Provinsi
di
setiap
kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di sepanjang tahun 2015 adalah salah satu faktor
yang menunjang keberhasilan pencapaian indikator kinerja
kegiatan
melebihi target yang telah ditetapkan, karena indikator kinerja tahun 2015
merupakan indikator baru yang berbeda dengan indikator kinerja periode
tahun 2010-2014, baik dari segi definisi operasionalnya, cara perhitungan maupun cara pengumpulan data dan pelaporannya.
Untuk itu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menerbitkan buku 'Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja Kegiatan (lKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2015-2019'yang telah dibagikan kepada seluruh petugas Provinsi sebagai pedoman dalam melaksanakan pengumpulan, perhitungan dan
pelaporan data indikator kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di daerahnya masing-masing.
Selain itu, dikeluarkannya surat keputusan Direktur Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan nomor HK.02.04151102512015 tanggal 8 Juni 2015 tentang penunjukan panitia pengumpulan dan pengolahan data indikator kinerja kegiatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
di 34 Provinsi
memungkinkan terbangunnya koordinasi dan
komunikasi yang baik dengan daerah yang ikut mendukung pencapaian indikator kinerja kegiatan yang melebihi target yang telah ditetapkan.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
84
Tabel 3.2.Target, realisasidan capaian indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas tahun 2015
Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas
Grafik 3.11.Target dan realisasi indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas tahun 2015
95",5
l
90%
ITarget
r Realisasi
2015
2016
2017
[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
85
Hasil tersebut diperoleh dari periode pelaporan bulan November tahun
2015 dimana Jumlah Puskesmas yang melapor sebanyak 1.013 dari
1.328 Puskesmas sampel dan terdapat empat Provinsi yang Puskesmasnya sama sekali tidak mengirimkan laporan (135 Puskesmas),
yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan
dan Papua Barat. Provinsi dengan persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tertinggi adalah D.l. Yogyakarta (92,73o/o). Grafik 3.13. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas di 34 provinsi Tahun 2015
Persentase Ketersedlaan Obat dan \taksln di Puskesmas dl 34 Provlnsl Tehun 2O15 F.qttsl\l F.Pu
69
Ptortrrl PaF.ra lt.al h 01 lml hl.hrl u Ut.a. fr o rlr rl lrl rhrl u Ff0{{irt ttaawfrl k{.|J. fr olbl tulGrt i-.1
Proltt{l l.Lh'Aa f ftarh ftsrba tul.wrl ldtolr. ,,ovt.r{as({ftrlo tro"li!l1(&$^l uha l.ovh{t.lhubn Utr. ,..ovt !aX.hrn|.hlau [to\tril f,.l6mLr LLlftnla[rll.l|ndt n f stah Pro\a.r{ li.krnrllrl t-.1 Pffrhrt lall prenh{All Pt o rtQra kI ttdr|nrt la'ra lilul ProlLr{aH l.*y.lJl. Iro',lnrl ra\e. lfrl.lt f.rottrrrl irlcr P.o,,tt( l.w. lral Fruvhrl tlll r.lr|| Pto "*r!l ldvrof tf o!ft |. L.prad.d ldrli. i.liru (L.1ff 9rr*trll.d[.|{a Ptdrltrl laril.Ar Fre!'!r$ lril{ Pto"rrrl f qri-ar l||a lraov|'rrl rtar trovffit t{{6ll{aix.l 9reilrhalq$atd.(rt.
'O
ooo
Eil, | 7
56,19
ooo o.o0 sJ,:,rr 87.83
ro oo
,7fi
,o.00 EO.9a
at57 8r.78 90.oo o.oo 07.Oo
E$.0!'
tl.6:l
Dr ,3 E5 57
'r4 a7 77 99
69,60; ?7.8O
7(}m ;'6,6)
rt
29
Et.d4 65.00
89.5t 8t.e6 69,74
Itrodrrrl Ardr
,7a.2,
LA\r|ltrt
79.t4
0,oo lo,oo to@ ]o00 40.il) 5000 60.d)
70.oo 8000 90.fi) 100.00
Item obat yang memiliki ketersediaan tertinggi di Puskesmas adalah
Parasetamol 500 mg Tablet, sedangkan item obat yang memiliki ketersediaan terendah
di
Puskesmas adalah Magnesium Sulfat Injeksi
2Oo/o.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
86
Grafik 3.14. Jumlah item obat dan vaksin yang tersedia di puskesmas di 34 provinsi Tahun 2015
Jumlah ltem Obat dan Vaksin yant tersedia di Puskesmas di 34 ProvinsiTahun 2015 V*rln OPtl
DPt-lt C/ OPI-fi D
tttt
V.lrrnll v*rhtCG l*hrlrarbrhOrdr Pl'rotrnol ll0o m3 trb Obltodolnftrl Ob.t Antl &a..culodr Mor|l.r3onrotrtn M.L.r &rl 4l0O
dtwur mjl nl
tt|3n .hrn s|iiil hr.trt lor3 x.ttoprar.b 6llbealba*d 6a?xtr oaaln
firorrntd rrbbr fhcne rlldoa lVlr&ilh
tptrfran lA&rn*rl lnlrlra
O,f
Otrrogrrn
X
Xl
lrbt
rlo
mj
872
hl.lri a
f{Ctl
erltrt 3 oq/mt
Drlrrnrtercnteb &rrorkilan rvrup
tnqrk0o3@njtrb ADandrolt.b
Permasalahan:
Pelaksanaan kegiatan pengumpulan data indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tahun 2015 menghadapi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1) Laporan yang dikirimkan oleh
Provinsi setiap bulannya tidak lengkap
dan tidak tepat waktu seperti yang telah dituangkan di dalam buku Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja Kegiatan (lKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 20152019 yang sudah disosialisasikan kepada seluruh Provinsi.
2) Jumlah
tenaga kefarmasian yang terbatas dan kompetensi yang belum
sesuai di Puskesmas.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
87
3)
Seringnya mutasi tenaga kefarmasian yang bertugas
di
Instalasi
Farmasi. 4)
Kurangnya koordinasi antara Puskesmas, Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Usul Pemecahan Masalah: Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas antara lain sebagai berikut:
1) Pemberian reward bagi petugas/pengelola data di daerah. 2) Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat
di
Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota.
3) Melakukan pembinaan terhadap SDM pengelola obat
secara
berkesinambungan.
4) Perlu dibangun koordinasi yang baik untuk pelaporan data ketersediaan obat dan vaksin dari unit pelayanan ke instansi penanggung jawab kesehatan di daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi).
Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes) yang diproduksi di dalam negeri (kumulatif).
lmpor bahan baku obat, produk kefarmasian lain dan alat kesehatan mengakibatkan kurangnya kemandirian dalam pelayanan kesehatan. Hampir 90% kebutuhan obat nasional sudah dapat dipenuhi dari produksi
dalam negeri. Hanya industry farmasi masih bergantung pada 96% bahan
baku impor. Selain itu ketergantungan terhadap impor alat kesehatan masih mencapai 94o/o. Sehingga pada Renstra periode 2015 - 2019 ditetapkan indikator Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes) yang diproduksi di dalam negeri (kumulatiQ Kondisi yang dicapai:
Pada tahun 2015, jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri mencapai 11 jenis dari target
sebanyak 7 jenis yang telah ditetapkan. Upaya yang dilakukan adalah Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
88
dengan pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kementerian dan sfakeholder terkait lain dengan Kementerian Kesehatan sebagai koordinator. Pencapaian kemandirian obat dan bahan baku obat juga terutama dilakukan melalui kerjasama dan
fasilitasi penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT dan LlPl) dan Perguruan Tinggi di bidang pengembangan bahan baku obat serta pembentukan jejaring dengan berbagai stakeholder diantaranya institusi penelitian, kalangan industri dan asosiasi pengusaha.
Pada tahun 2015 dilakukan kerjasama dengan Kementerian Riset dan
Teknologi (BPPT) dan Kementerian Pendidikan melalui Perguruan Tinggi
yaitu Institut Teknologi Bandung (lTB), Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (UNPAD).
Jumlah produk alat kesehatan dalam negeri
di Indonesia masih
terbatas jenisnya serta belum digunakan secara maksimal oleh sarana pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya promosi
untuk menarik minat investor dan pelaku usaha, pembinaan kepada industri alat kesehatan negeri agar meningkatkan kualitas produk dan
kapasitas produksi, melakukan sosialisasi dan advokasi terhadap Pemerintah Daerah maupun sarana pelayanan kesehatan agat menggunakan alat kesehatan dalam negeri. Tabel3.3. Target, realisasi dan capaian indikator jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeritahun 2015
Jumlah bahan baku obat dan
157,140/o
obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri *)Jenr's
bahan baku obat dan alat kesehatan yang diinisiasi pada tahun 2015
[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
89
Grafik 3.15. Target dan realisasi indikator jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeritahun 2015 40 30
lTarget
20
I
Realisasi
10
Daftar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang Diproduksi di Dalam Negeri Tahun 20'15 Tabel 3.4. Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang Diproduksi di Dalam Negeri Tahun 2015
BBO/BBOT
No 1
Ekstrak Terstandar Daun Kepel
Kerjasama A-B-G UGM-PT Swayasa
(Stelechocarpus buharol (Bl) Hook.f. &
Prakasa
rh) 2
Ekstrak Umbi Bengkoan g (Pachynhizus
UGM-PT Swayasa
erosus L.) 3
Prakasa
Ekstrak Aktif Terstandar Daun Mimba
UGM-PT Swayasa
(Azadirachta indica) 4
Prakasa
Ekstrak Biji lGbet (Tigonella foenum-
BPPT
graecum L.)
- PT Kimia
Farma
5
Pemanis Alami Gliosida Steviol
6
Ekstrak Terstanda
r
Strobi lanfhes cnspus
- PT Kimia Farma ITB - PT Kimia Farma
ITB
L 7
8
Ekstrak Terstandar Kelopak Bunga
UNPAD
-
PT
Roseola (Hrbrscus sabdariffa L.)
Phytochemindo Reksa
Karagena n Pharmaceutical Grade
UNPAD
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
-
CV Suprima
SARAI{DI KARYA NUGRAHA TKARIXA Renograf
PT.
(AKD 21501510202)
PT,
MEDII{OP
'SIIEMIIES -TRITONT-Vlo(AKD21603510351)
"
1IED1HOP .TRtroN T€kln Marlcr PT.
(AKD11603510346)
-TRITON Ttene (AKD 21603510292) - TRITON T- Mon (AKD 21603510n3) .BIOLOGICALSUTURES: .TRITON T-Plaln (AKD 21603510347) - TRITON T-Chromlc (AKD 21603510348)
-TRtTOit T-Silk (AKD 21603510352)
Gambar 3.13. Alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri tahun 2015
rill/'/'ff// . Pornoron ' Ditfog Pcrrksa frfata Grolis '
Gambar 3.14. Menteri Kesehatan Rl, Prof. Dr. Nila Farid Moeloe( Sp.M (K) membuka pameran alat kesehatan dan PKRT dalam negeri di Hall B Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
91
Kementerian Kesehatan bersama akademisi/peneliti
jajaran
pemerintah,
dan masyarakat industri terus berupaya untuk
meningkatkan penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri yang beredar dapat bersaing di skala nasional dan global. Berkaitan dengan hal
tersebut, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan'Pameran Alat Kesehatan dan PKRT Dalam Negeri" sekaligus pencanangan 'Gerakan Cinta Alat Kesehatan Dalam Negeri" yang diselenggarakan pada tanggal
16-17 Oktober
di Hall B, Jakafta Convention Center. Dengan
diselenggarakan pameran tersebut diharapkan dapat meningkatkan kebanggaan
dan kecintaan masyarakat untuk menggunakan
produk
buatan dalam negeri khususnya alat kesehatan ditengah membanjirnya barang-barang impor sebagai akibat dari implementasi FTA (Free Trade Agreemenf), sebagai sarana untuk menampilkan produk alat kesehatan hasil karya anak bangsa yang diproduksi di dalam negeri, serta memacu
pelaksanaan dan peningkatan pembangunan industri
alat
kesehatan
dalam negeri.
Permasalahan:
Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional serta Alat Kesehatan yang diproduksi di dalam negeri yaitu:
1) Keterlambatan pihak ke tiga dalam mengusulkan proposal
penelitian
BBO 2) Keterlambatan pelaksanaan
penelitian BBO, sehingga penelitian
selesai di akhir tahun 3) Terbatasnya
jenis produk alat kesehatan yang diproduksi di dalam
negeri.
4) Terbatasnya jumlah sarana produksi dalam negeri. 5) Terbatasnya kemampuan sarana produksi dalam negeri untuk memproduksi alat kesehatan.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Usul Pemecahan Masalah:
Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisionat serta Alat Kesehatan yang diproduksi di dalam negeri adalah sebagai berikut:
1) Waktu pelaksanaan kegiatan dipercepat dan diintensifkan sesuai kontrak. Pembentukan konsorsium pengembangan BBO BBOT dan pemanfaatannya.
2) Melakukan pembinaan terhadap industri alkes dalam negeri untuk memperbanyak item produk alat kesehatan dalam negeri melalui terobosan "Gerakan Cinta Alat Kesehatan Dalam Negeri" yang dicanangkan pada saat pembukaan Pameran Alat Kesehatan Dalam Negeri.
3)
Memberikan dukungan kepada sarana penyalur alat kesehatan untuk meningkatkan investasi usahanya di bidang produksi alat kesehatan.
4) Melakukan pembinaan kepada sarana produksi dalam negeri untuk meningkatkan kapasitas dan menambah jenis produk yang diproduksinya.
Persentase produk Alkes dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat.
Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang
ditempuh dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang
telah memiliki izin edar. Pengambilan sampel alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan di 34 Provinsi. Seluruh sampel diuji di beberapa laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk.
Kondisi yang dicapai:
Total sampel yang diuji dan telah diperoleh hasil uji adalah 1797 sampel.
Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel, diperoleh hasil yang menunjukan 1405 sampel memenuhi syarat (MS) dan 392 sampel tidak memenuhi syarat (TMS).
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
93
Pengambilan sampel alat kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman
Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan. Kriteria sampel alat kesehatan dan PKRT yang diuji sebagai berikut:
Kriteria umum:
1)
Ketersediaan laboratorium uji dan metode pengujiannya.
2) Kajian resiko dari sampel yang akan diambil. 3) Ketersediaan standar yang digunakan dalam metode analisis. 4) Produk yang banyak dipakai oleh masyarakat luas. 5) Produk yang banyak beredar dan memiliki dampak yang cukup
luas
pada masyarakat.
6) Produk yang berdasarkan data tahun sebelumnya yang tidak memenuhi syarat (TMS).
Kriteria khusus:
1)
Produk alat kesehatan kelas satu.
2) Produk alat kesehatan steril. 3) Produk PKRT. 4) Produk yang diduga tercemar dan dapat menimbulkan
dampak yang
tidak diinginkan.
Pada tahun 2015, indikator kinerja persentase produk alat kesehatan
dan PKRT di peredaran memenuhi syarat memiliki target sebesar 75% dan secara nasional realisasinya sebesar 78.18o/o dengan persentase capaian indicator kinerja sebesar 104.24o/o
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
94
Tabel 3.5. Target, realisasi dan capaian indikator persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat tahun 2015
Percentase produk alat
78,180/o
104,240/o
kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat
Grafik 3.16. Target dan realisasi indikator persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat tahun 2015 840A 82o/o 80o,6
78% 76% 74% 72% 70016
Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah kegiatan proaktif, kegiatan ini
merupakan salah satu upaya strategi peningkatan pengawasan posf-
market dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, manfaat dan kinerja alat kesehatan dan PKRT
yang beredar di wilayah NKRI dan telah memiliki izin edar. Tujuan Kegiatan ini adalah untuk menjamin alat kesehatan dan PKRT yang beredar di wilayah NKRI memenuhi persyaratan mutu dan manfaat dan
mendukung pencapaian indikator ketiga Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yaitu persentase produk alat kesehatan dan
PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamaanan, mutu dan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
95
manfaat. Output dari kegiatan tersebut yaitu tersedianya data dan informasi alat kesehatan yang Memenuhi Syarat (MS) dan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Permasalahan:
Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat, yaitu:
Usul Pemecahan Masalah:
1) Sampling baru dilakukan prioritas untuk produk tertentu. 2) Jumlah Laboratorium yang bias menguji produk alkes dan PKRT
masih
terbatas.
3)
Befum tersosialisasikannya e-watch alkes untuk melaporkan Kejadian
yang Tidak Diinginkan (KTD) alat kesehatan dan/atau PKRT secara masif.
4)
Standar SNI belum menjadi mandatory sebagai salah satu persyaratan pendaftaran alkes dan/atau PKRT.
Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Meningkatkan peran dan tanggung jawab sarana pemegang izin edar terhadap pengawasan internal produk yang diedarkannya dengan cara mewajibkan melakukan sampling secara berkala dan melaporkan hasil uji produknya ke Kementerian Kesehatan Rl.
2) Perlu dilakukan koordinasi lintas sektor terus menerus agar meningkatkan kemampuan laboratorium untuk pengujian sampel alkes dan/atau PKRT.
3)
Melakukan sosialisasi e-watch alkes terus menerus, sehingga laporan atas KTD dari alat kesehatan dapat ditindaklanjuti.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
95
4)
Perlu diberlakukan persyaratan SNI sebagai salah satu syarat dalam
pendaftaran alkes dan PKRT tertentu sehingga laboratorium dapat meningkatkan kapasitas pengujian.
Upaya dan prestasi yang telah dicapai oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada tahun 2015 antara lain:
1) Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan
Obat
(GeMa CerMat) dan selanjutnya dilakukan sosialisasi pelaksanaannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, lkatan Apoteker Indonesia dan Akademisi. Selanjutnya setelah pedoman pelaksanaan GeMa CerMat tersebut tersusun maka akan dilakukan penerapan yang diawali dengan model percontohan GeMa CerMat di Dinas Kesehatan Provi nsi/Kabu paten/Kota.
Gambar 3.15. Pencanangan gerakan masyarakat cerdas menggunakan obat oleh Menteri Kesehatan Rltahun 2015
2)
Farmasi dan Alat Kesehatan Online (Faralkes Online)
a)
e-regalkes Track & trace sysfem e-regalkes adalah sistem perizinan registrasi
alat kesehatan dan PKRT secara online yang dapat dilacak dan
ditelusuri
di setiap tahapan proses evaluasi perizinan atau
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
97
sertifikasi. Dengan sistem
ini maka stakeholder (pelaku usaha)
dapat memantau proses perizinan nya sesuai janji layanan. Sistem
ini juga terkoneksi dengan Portal INSW milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan. b) e-payment
Penerapan e-paymenf, yaitu aplikasi yang menghubungkan antara
sistem registrasi online alkes dan PKRT dengan sistem informasi
PNBP online (SIMPONI) milik Kementerian Keuangan. Dengan aplikasi ini pemohon dapat melakukan pembayaran 24 jam reaftime online melalui ATM atau lntemet banking bank persepsi di seluruh
ini dapat lebih terpercaya kebenarannya, efektif dan efisien dibandingkan Indonesia. Pembayaran PNBP dengan metode
pembayaran dengan formulir Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP)
atau pembayaran manual. Selain itu dapat
meningkatkan
akuntabilitas pencatatan dan pelaporan keuangan. c) e-suka
Penerapan e-suka yaitu pelayanan surat keterangan secara online sebagai terobosan banyaknya permohonan surat keterangan yang
dibutuhkan masyarakat untuk informasi produk, baik untuk kebutuhan pribadi, pengadaan, ekspor-impor, dan untuk melakukan
proses registrasi alat kesehatan dan PKRT. E-sistem surat keterangan alat kesehatan yang dinamakan e-suka yang dapat diakses melalui www.esuka. binfar. kemkes. oo. id.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Gambar 3.15. Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
5.
Sasaran Strategis 5: Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan
Tenaga Kesehatan Menurut pendataan Badan PPSDMK terkait jumlah SDM Kesehatan pada
akhir tahun 2015, tercatat sebanyak 876.617 orang, dengan rincian jenis tenaga kesehatan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2015 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu Medis 108.752, Keperawatan 214.447, Kebidanan 96.313, Kefarmasian 31.904, Kesehatan Masyarakat 41.181, Kesehatan Lingkungan 12.897, Gizi 14.881, Keterapian Fisik 5.165, Keteknisian Medis 18.522, dan Teknik Biomedika 24.092. Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Jumlah Puskesmas yang memiliki minimal 5 jenis tenaga kesehatan
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya di wilayah kerjanya (Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas).
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Berdasarkan pasal 16 Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, disebutkan bahwa sumber daya manusia Puskesmas terdiri
dari tenaga kesehatan dan non kesehatan. Tenaga kesehatan yang dimaksud paling sedikit terdiri atas
1) dokter atau dokter layanan
:
primer;
2) dokter gigi; 3) perawat; 4) bidan; 5) tenaga kesehatan masyarakat; 6) tenaga kesehatan lingkungan; 7) ahli teknologi laboratorium medik; 8) tenaga gizi; dan 9) tenaga kefarmasian. Sejak
1
Januari 2014, Pemerintah mulai mengimplementasikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Nasional yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kebijakan JKN merupakan suatu
kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan
tujuan tercapainya keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan seluruh rakyat untuk hidup produkti secara sosial dan ekonomi. Hal ini selaras dengan amanah UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelayanan kesehatan era JKN dilaksanakan secara berjenjang serta memberlakukan sistem rujukan dengan harapan akan mengurangi beban rumah sakit. Akan tetapi, sukses
dan tidaknya pelaksanaan JKN, salah satunya ditentukan oleh berjalan tidaknya sistem rujukan dan Puskesmas merupakan garda pertama sistem
tersebut. Berdasarkan penelitian Rahmat Alyakin (2014), pengalaman penerapan Jamkesmas di Kabupaten Nias Selatan justru perubahan Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai kesehatan karena jaminan
kesehatan yang tersedia memberikan disinsentif program preventif karena masyarakat tidak berusaha untuk tidak menjadi sakit, sebab merasa telah tersedia biaya untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Oleh karenanya, peran Puskesmas sebagai gate keeper sangat dibutuhkan. Puskesmas harus kembali kepada perannya yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah keryanya. Revitalisasi Puskesmas dalam upaya promotif dan preventif harus diterapkan, tanpa
mengabaikan fungsi kuratif. Untuk itulah, dibutuhkan SDM kesehatan pada area promotif dan preventif. Karenanya selama 5 tahun kedepan
sejak 2015, salah satu indikator yang ditetapkan Badan
PPSDM
Kesehatan dalam rangka mencapai sasaran strategisnya adalah jumlah puskesmas yang memiliki minimal 5 jenis tenaga kesehatan, yaitu tenaga kesehatan lingkungan, tenaga kefarmasian, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat dan tenaga analis kesehatan.
Untuk tahun 2015, dari taget 1.200 yang ditetapkan, telah tercapai 1.179 Puskesmas yang memiliki minimal 5 jenis tenaga kesehatan atau tercapai 98 %. Pencapaian ini menunjukkan bahwa capaian indikator ini
turut didukung oleh peran serta Pemerintah Daerah terkait SDM kesehatan. Hal ini selaras dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah
Provinsi wajib melakukan perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk UKM dan UKP daerah Provinsi. Di dalam UU Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 4 disebutkan pula bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab terhadap pengaturan, pengawasan dan peningkatan mutu Tenaga Kesehatan.
Selain itu, disebutkan pula bahwa perencanaan, pengadaan dan pendayagunaan Tenaga Kesehatan sesuai kebutuhan juga menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Artinya Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
101
ada peran Pemerintah Daerah mulai dari perencanaan, pendayagunaan hingga pendistribusian Tenaga Kesehatan. Apabila diproyeksikan kepada
target 2019, maka capaian ini telah mencakup 21 o/o dari target 5.600 tersebut. Badan PPSDM Kesehatan sebagai unit Eselon
I
Kementerian
Kesehatan yang memiliki tugas melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
di bidang kesehatan akan terus
berupaya memenuhi pencapaian target ini.
Salah satu upaya yang dilakukan Badan PPSDM Kesehatan untuk mencapai target tersebut adalah melalui penempatan tenaga kesehatan
berbasis tim (team based) dengan program Nusantara Sehat yang dilaksanakan oleh Pusat Perencanaan
dan
Pendayagunaan SDM
Kesehatan sejak tahun 2015. Program ini bertujuan meningkatkan akses pelayanan kesehatan
di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan
(DTPK) serta Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) untuk mendukung pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KlS). Program ini dilaksanakan dengan menempatkan
tenaga kesehatan berbasis tim (Tim Nusantara Sehat) dalam rangka penguatan program pelayanan kesehatan di puskesmas DTPK dan DBK. Peserta Program Nusantara Sehat adalah para tenaga profesional dengan
latar belakang kesehatan antara lain dokter, dokter gigi, perawat, bidan,
Ahli Teknologi Laboratorium Medik, Tenaga Kefarmasian, Tenaga Gizi, Tenaga Kesehatan Lingkungan dan Tenaga Kesehatan Masyarakat yang
bersedia ditempatkan
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di
Daerah
Tertinggal, Perlcatasan dan Kepulauan (DTPK) serta Daerah Bermasalah
Kesehatan (DBK) di seluruh wilayah Indonesia selama
2 (dua)
tahun.
Target penempatan Tim Nusantara Sehat pada tahun 2015 sebanyak 480
tenaga kesehatan di 44 kabupaten DTPK yang terbagi dalam 2 periode penempatan.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
to2
Gambar 3.17. Kegiatan Tim Nusantara Sehat Tahun 2015
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
103
Dibutuhkan komitmen semua pihak, baik Pusat dan Daerah untuk
bersama-sama bersinergi terkait pemenuhan tenaga kesehatan di Puskesmas, sehingga derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingganya dapat tenrujud.
b.
Persentase RS kabupaten/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang
Persentase RS kab/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang adalah persentase RS kab/kota kelas G
4 dokter spesialis dasar (Obstetri ginekolog, Kesehatan Anak, Penyakit dalam, dan Bedah) dan 3 dokter spesialis penunjang yang memiliki
(Anestesiologi, Radiologi dan Patologi Klinik).
Cara perhitungan indikator ini adalah jumlah RS kab/kota kelas C yang telah terpenuhi dokter spesialis dasar (Obstetri ginekolog, Kesehatan
Anak, Penyakit dalam, dan Bedah) dan 3 dokter spesialis penunjang, dibagi totaljumlah RS kab/kota kelas C.
Tabel 3.6. Target dan Capaian RS Kab/Kota Kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesiais penunjang
TARGET NO
INDIKATOR
2015
2016
2017
CAPAIAN 2018
2019
TAHUN
2015 2
Persentase RS
30o/o
Kab/Kota Kelas C
yang memiliki4 dokter spesialis dasar dan 3
dokter spesiais penunjang
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
35o/o
4Qo/o
50o/o
60%
35o/o
Grafik 3.17. Target dan Capaian RS Kab/Kota Kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesiais penunjang
Rsatsari
Targeft
rTarget
Reahsasi
Berdasarkan hasil pendataan oleh Badan PPSDM Kesehatan, dari total 296 RS kelas C milk Pemerintah Kab/Kota, yang telah terpenuhi 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang adalah sebanyak 104 Rumah Sakit atau tercapai 35%. Sehingga prosentase capaian untuk indikator ini adalah 117
o/o.
Apabila capaian target ini dibandingkan dengan
target yang ingin dicapai di tahun 2019, maka dari target 60% yang ingin dicapai, telah tercapai 35
o/o
atau secara prosentase, telah tercapai
58o/o.
Grafik 3.18. Perbandingan Target dan Capaian Indikator persentase RS Kab/Kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang
Tahun 2015-2019
bllt, \il:'.
-tif.:. 2
t-t',
10':' rJg;
2(i18
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
105
Permasalahan maldistribusi ini sebenarnya merupakan isu yang sering
disampaikan. Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk dalam rangka penempatan dokter spesialis. Akan tetapi belum ada identifikasi mengenai kualitas daerah yang dituju untuk penempatan tenaga dokter. Dokter yang
baru lulus akan ditempatkan di daerah yang sangat minim fasilitas dan sarana pendukung lainnya. Akibatnya angka intention to leave menjadi sangat tinggi di kalangan dokter muda yang bekerja di pedalaman.
Kebijakan yang dibuat pula sering kali concern hanya pada mengurangi kesenjangan; seperti menaikkan gaji/upah atau insentif, ketimbang membuat strategi jangka panjang. Perbaikan dan penguatan sistem kesehatan daerah dan mutu pelayanan kesehatan belum digarap secara serius. Pemerataan tenaga dokter spesialis tidak bisa dilihat hanya
dari sudut pandang
saja, melainkan perlu juga memperhatikan pengembangan sistem kesehatan daerah dan ketenagaannya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Apabila sistem pelayanan kesehatan di suatu daerah sudah baik dengan didukung sumber daya memadai, serta sarana dan prasarana menunjang dan adanya jaminan keamanan saat dokter melakukan tugasnya, maka dengan sendirinya para
dokter spesialis muda akan dengan sukarela mau bertugas di daerah sampai ke level kabupaten sekalipun. Oleh karenanya, sinergi antara Pusat dan Daerah juga kembali dibutuhkan agar sama-sama berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
106
Grafik 3.19. Distribusi Bantuan PPDS/PPDGS Seluruh Angkatan DISTRIBUSI PENERIMA EANTUAN PENOIDIKAN OR,DRG SPESIALIS SELUR,UH
AN6KATAN (I
-
XIII)
400
I
t00
Fi.lrata,r,rpr
I I ^L;(
5p Penr.k'r oalam 5p Radiotogr
tr]'>'Nl
J.tul
l,',lelnai
!
.eb.
S9
An.k
!
sp
s.d.h
I
5p
sratl!
ob:gyn
!
5p
Arc:rcsi
I
5p P.toloqr Klrn'k
f,€-.;,:
Salah satu upaya pencapaian target indikator kinerja program PPSDM Kesehatan, yang dilaksanakan Badan PPSDM Kesehatan adalah melalui pemberian bantuan biaya pendidikan PPDS dan PPDGS dengan prioritas mata kuliah untuk 4 spesialisasi dasar yaitu Kebidanan dan Kandungan,
Bedah, Penyakit Dalam dan Kesehatan Anak, serta
3
spesialisasi
penunjang yaitu Anestesi, Radiologi dan Patologi Klinik.
Jumlah SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya (kumulatif)
Cara perhitungan indikator ini adalah jumlah aparatur, tenaga pendidik
dan kependidikan serta tenaga kesehatan non aparatur dan masyarakat
yang telah ditingkatkan kemampuannya dengan memperoleh sertifikat melalui pendidikan dan pelatihan yang sudah terakreditasi.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Grafik 3.20. SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya (kumulatif)
SDM Kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dalam rangka mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, SDM Kesehatan dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, baik melalui pendidikan
maupun pelatihan. Melalui peningkatan kompetensi, SDM Kesehatan senantiasa terpapar akan informasi kesehatan yang up to date sehingga
ilmu pengetahuan dan teknologi terkini
di bidang
kesehatan turut
meningkat.
Indikator
ini
menghitung jumlah aparatur, tenaga pendidik dan
kependidikan serta tenaga kesehatan non aparatur dan masyarakat yang
telah ditingkatkan kemampuannya dengan memperoleh sertifikat melalui pendidikan dan pelatihan yang sudah terakreditasi. Data yang ada menunjukkan bahwa dari total target 10.200 SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya, tercapai 13.003 atau 127
laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
o/o
cagaian Apabila
108
diproyeksikan ke target Tahun 2019, maka capaian indikator ini telah mencapai 23
o/o.
Pelatihan yang diberikan adalah Pelatihan Kepemimpinan, Pelatihan
Prajabatan, Pelatihan Manajemen, Pelatihan Teknis Kesehatan dan Pelatihan Fungsional bagi aparatur. Sementara pelatihan bagi tenaga pendidik, tenaga kesehatan dan masyarakat adalah Pelatihan assessor program studi kesehatan, Pelatihan Sistem Penjaminan Mutu Internal bagi
tenaga pendidik, Pelatihan publikasi jurnal ilmiah bagi tenaga pendidik,
pelatihan metodologi penelitian bagi tenaga pendidik, pelatihan manajemen laboratorium bagi pengelola laboratorium diknakes, pelatihan analis soal bagi tenaga pendidik serta pelatihan pengendali infeksi terpadu
bagi tenaga pendidik. Sementara data peningkatan SDM Kesehatan melalui pendidikan diperoleh dari data jumlah peserta aktif dan peserta baru penerima bantuan tugas belajar dan Program Pendidikan Dokter dan Dokter Gigi Spesialis (PPDS/PPGS).
Persentase realisasi anggaran Badan PPSDM Kesehatan pada Tahun 2015 adalah sebesar 89,21oh atau Rp 2.730,620.945.986,- dari total Pagu Rp 3.060.790.867.000,-.
Alokasi dan realisasi anggaran Badan PPSDM Kesehatan per Kegiatan, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini
:
Tabel3.7. Alokasidan realisasianggaran Badan PPSDM Kesehatan per Kegiatan KEGIATAT{
itandardisasi, Seftifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan bagi SDM (esehatan Pendidikan dan Pelatihan ADaratur )endidikan dan Pelatihan Tenasa Xesehatan Perencanaan dan Pendavasunaan SDM Kesehatan
)ukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada )rogram Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
PAGU 23.028.750,00C
REATISASI
L7.220.966.8Lt
% 74,72
173.518.407.0q
r28.345,5L2.76,
73,9i
20.000.000.0fi
t5.756.flg.t35
78 7t
18.720.500.0fl
t6.5s3.120,29t
88,4!
1.325.316.962.0fi
1.239.515.520.87r
93,53
370.874320g1
83.16
(esehatan Pendidikan Tinggi dan Peningkatan Mutu SDM Kesehatan rengelolaan Mutu Pendidikan Tinggi
445,000.000.00( 24.000.000.00(
21.098.089.03:
87.91
Pembinaan dan Pengelolaan Pendidikan Tinrei
780.206.248.00(
575.492.777.92(
85,5t
telakanaan Intemshio Tenasa Kesehatan
rorAt Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
2s0.000.000.0fi 3.060.790.857.000
245.763.158.51( 2.730.620.945.986
98,31
89,2
109
Sasaran Strategis 6: Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Jumlah kementerian lain yang mendukung pembangunan kesehatan
Indikator pertama untuk mencapai sasaran kinerja meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga adalah jumlah Kementerian lain yang mendukung pembangunan kesehatan. Dari total 34 kementerian,
sebanyak
12
kementerian yang telah mendukung pembangunan
kesehatan pada tahun 2015. Daftar kementerian tersebut sebagai berikut: Tabel3.8. Daftar Kementerian dengan Dukungan Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015
Kementerian
No. 1
Dukungan Program Pembangunan Kesehatan
Kementerian Dalam
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Negeri
bidang Kesehatan, Gerakan Masyarakat Sehat, Posbindu, dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
2
Kemnterian Perencanaan
Gerakan Masyarakat Sehat
Pembangunan Nasional (Bappenas) 3
Kementerian Keuangan
Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Kesehatan dan Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) 4
Kementerian Pertanian
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
5
Kementerian Desa,
Desa Siaga, Desa Sehat
Perbatasan, dan Daerah Tertinggal 6
Kementerian Pekerjaan
Rumah Sehat
Umum dan Perumahan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
110
Rakyat 7
Kementerian Perind ustrian
Riset Tanaman Obat dan Jamu, Produksi dan Distribusi Farmasi
dan
Kementerian
Produksi
Perdagangan
Kesehatan
I
Kementerian Sosial
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
10
Kementerian Pertahanan
Nusantara Sehat
11
Kementerian
Keselamatan Berkendara
8
Distribusi Alat
Perhubungan 12
Kementerian Agama
Kesehatan Haji, Pos Kesehatan Pesantren, Vaksinasi
TT
Calon
Pengantin
Jumlah kementerian yang mendukung program
pembangunan
kesehatan pada tahun 2015 telah melebihi target. Hal ini akan terus ditingkatkan kedepannya untuk menjadikan pembangunan nasional yang berorientasi kesehatan.
b.
Persentase kabupaten/kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan SPM Meningkatnya presentase Kabupaten/Kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan SPM sebesar 30% pada tahun 2015. Pengukuran indikator kedua ini menggunakan data tahun 2014, dikarenakan masingmasing Kabupaten/Kota melaporkan capaian SPM tahun 20'15 pada tahun 2016. Sehingga data tahun 2015 baru akan terhimpun di tahun 2016.
7.
Sasaran Strategis 7: Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar negeri Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
111
Dunia usaha dan swasta juga memiliki kewajiban untuk turut serta dalam pembangunan kesehatan. Melihat peluang besar dari dunia usaha
melalui program Corporate Socn/ Responsibility (CSR)-nya, Pusat Promosi Kesehatan menggalang kemitraan dengan dunia usaha.
Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR-nya untuk program kesehatan adalah jumlah dunia usahayang telah melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Kementerian Kesehatan untuk memanfaatkan
CSR-nya untuk program kesehatan. Berbagai kegiatan yang telah dilakukan melalui kemitraan ini pada tahun 2015 seperti pemberdayaan masyarakat di daerah model, mobilisasi massa, pemutaran lLM, dan lain sebagainya.
Grafik 3.21. Target dan Capaian Jumlah Dunia Usaha yang Memanfaatkan CSR-nya untuk Program Kesehatan
iE;;l rc.p"i"n ]
I
Capaian jumlah dunia usaha baru yang memanfaatkan CSR-nya untuk
program kesehatan pada tahun 2015 adalah 5 (lima) dunia usaha atau 125% dari target yang telah ditetapkan. Dunia usaha yang melakukan
perjanjian kerla sama tersebut adalah PT. K-24 Indonesia, PT. Herlina Indah, PT. Media Inovasi Global, PT. Merck Sharp Dohme Pharma serta Center For Indonesia Medical Student's Activities (CIMSA).
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
rtz
Gambar 3.18. Pelaksanaan Penandatanganan MoU Kementerian Kesehatan dengan Dunia Usaha
Selain dunia usaha yang baru, terdapat 14 Dunia Usaha yang memperpanjang MoU yaitu: PT. Adaro Energy Tbk, PT. Aventis Pharma,
PT. Glaxo Wellcome Indonesia, PT. Johnson & Johnson Indonesia, PT. Novartis Indonesia, PT. Novo Nordisk Indonesia, PT. Nutrifood Indonesia,
PT. Pfizer Indonesia, PT. Roche, PT.
Smithkline
Beecham
pharmaceuticals, PT. Steding Product Indonesia, PT. Unilever Indonesia, PT. Indofood Sukses Makmur. Sehingga sampai saat ini dunia usaha yang telah melakukan kerjasama dengan Kementerian Kesehatan berjumlah 43 dunia usaha. Kegiatan yang mendukung keberhasilan pencapaian target adalah:
1) Sosialisasi program prioritas kesehatan kepada Dunia Usaha Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada dunia usaha potensial tentang program prioritas kesehatan yang dapat didukung dengan dana GSR mereka. Kegiatan dilakukan sebanyak dua kali masing-masing melibatkan 20 dunia usaha yang potensial.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
2) Pelaksanaan MoU dengan Dunia usaha
Kegiatan ini dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan Hari Kesehatan
nasional tahun 2015. Sebanyak lima dunia usaha elaksanakan penandatanganan kerjasama untuk mendukung program prioritas Kementerian Kesehatan.
3) Penyusunan rencana kerja kemitraan dengan Dunia Usaha
Penyusunan rencana kegiatan merupakan fasilitasi dunia usaha untuk membuat perencanaan kegiatan sesuai dengan kerjasama yang telah dilaksanakan. Kegiatan diarahkan pada kegiatan yang pemberdayaan
masyarakat yang berkelanjutan serta melibatkan lintas sektor serta sumber daya lokal.
4) Melakukan pembinaan teknis pada mitra yang sudah bekerja sama
Kementerian Kesehatan melaksanakan bimbingan teknis pada dunia
usaha yang telah bekerjasama dengan melakukan pertemuan dan koordinasi pelaksanaan teknis kegiatan. selain itu, Kementerian Kesehatan juga mendorong dunia usaha agara berkoordinasi dengan lintas sektor dan dinas kesehatan di daerah binaan.
5)
Memberikan apresiasi kepada Dunia Usaha yang menjalankan program kemitraan/CsR Bidang Kesehatan melalui CSR Award
Kegiatan ini diadakan pertama kali di Kementerian Kesehatan dengan
melibatkan pakar CSR sebagai tim penilai yang berasal dari Universitas Trisaksti, Forum CSR dan lembaga Independet yang menangani CSR (PIRAC) serta dari Internal Kementerian Kesehatan.
6) Pengembangan modul pelatihan CSR bagi pengelola Promkes.
Selain di tingkat pusat, Kementerian Kesehatan juga mendorong Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/Kota untuk melaksanaan kemitraan
dengan dunia usaha. oleh karena itu, pada tahun 2015 dilaksanakaan
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
1r4
pengembangan modul pelatihan CSR bagi pengelola Promkes, dan pelatihannya akan dilaksanakan pada tahun 2016.
Adapun berbagai masalah yang dihadapi dalam dunia usaha yang memanfaatkan CSR-nya untuk program kesehatan adalah:
1)
Beberapa Dunia Usaha hanya ingin bekerjasama dalam event tertentu bukan bekelanjutan.
2)
Aturan/kebijakan yang berbeda antara Kemenkes dan Dunia Usaha sehingga perlu waktu lama untuk penyusunan MoU dan PKS.
Untuk mengatasi permasalahan yang teriadi, Pusat Promosi Kesehatan telah melakukan berbagai upaya diantaranya:
1) Menginformasikan kembali bahwa pelaksanaan kerjasama
diarahkan
pada kegiatan yang pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan
2) Melakukan pertemuan terkait legal aspek antara Legal Officer Perusahan dengan Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan
Nilai-nilai positif atau pembelajaran yang bisa diambil dari kemitraan dunia usaha dalam pembangunan kesehatan adalah:
1) Dunia usaha dan swasta mendapatkan informasi tentang
program
kesehatan prioritas.
2) Dunia usaha dan swasta
berkontribusi untuk penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.
3) Adanya daerah binaan dunia usaha dalam pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan untuk program prioritas Kemenkes. Prestasi yang dicapai dalam kemitraan dengan dunia usaha di tahun 2015 adalah:
1) Pemerintah daerah menggalang kemitraan dengan 87 dunia usaha di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di tahun 2015, diantaranya
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
115
Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Dl Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Pada tahun 2015 terpilih 4 (empat) dunianusaha yang layak menerima
Penghargaan Mitra Bakti Husada kategori CSR yaitu PT. Adaro, PT. ASTRA International. PT. Nutrifood dan PT. Unilever. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan
Organisasi kemasyarakatan merupakan kelompok potensial untuk meningkatkan perilaku sehat masyarakat karena mereka memiliki sumberdaya sampai di grass roof. Pusat promosi Kesehatan menggalang
peran serta ormas baik ormas keagamaan, kepemudaan, dan wanita untuk meningkatkan jangkauan akses informasi kesehatan dan pemberdayaan program kesehatan prioritas terhadap masyarakat luas.
Jumlah Organisasi Kemasyarakatan yang Memanfaatkan Sumber Dayanya untuk Mendukung Kesehatan adalah organisasi kemasyarakatan
yang telah bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan yang memanfaatkan sumberdayanya untuk mendukung program kesehatan. Kerjasama yang dimaksud adalah organisasi kemasyarakat melakukan
Perjanjian Kerja Sama sebagai tindak lanjut MoU dan melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat di daerah binaan yang telah
disepakati. Adapun Sumberdaya ormas yang dimanfaatkan meliputi su m
ber daya ma n usia/jejari n g/sarana prasa
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
ra na I dana penda m pi n g.
116
Grafik 3.17. Target dan Capaian Jumlah Organisasi Kemasyarakatan yang Memanfaatkan Sumber Dayanya untuk Mendukung Kesehatan
io*ai lCrpaian
Capaian jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk program kesehatan pada tahun 2015 adalah
3
(tiga) atau 100% dari target yang telah ditetapkan. Adapun ormas tersebut adalah Muslimat Nadhlatul Ulama, Perdhaki, dan Pramuka.
Selain itu, Pusat Promosi Kesehatan memperbarui Kesepakatan Bersama dengan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang terdiri dari Organisasi Keagamaan, Organisasi Wanita dan Organisasi Pemuda. Pada
tahun 2015, sebanyak 19 (sembilan belas) Ormas
melalui
penandatanganan MoU bersepakat dan berkomitmen untuk melakukan upaya peningkatan Promosi Kesehatan bidang kesehatan.
Gambar 3.19. Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Organisasi Kemasyarakatan di Daerah Binaan. (Ki-Ka): Desa Medani kabupaten Pati , Jawa Tengah; Kader PHBS desa Astomulyo Lampung Tengah
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
LL7
Hal-hal yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk program kesehatan adalah sebagai berikut:
1)
Penggalangan kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan
Kegiatan
ini
bertujuan untuk mengidentifikasi
organisasi
kemasyarakatan yang potensial serta melakukan kerjasama dalam
kegiatan program kesehatan prioritas Kementerian Kesehatan. Kegiatan antara lain meliputi:
a)
Sosialisasi program kerjasama peningkatan peran serta ormas dan pihak lain.
b)
Penyusunan rencana kinerja ormas dan pihak lain.
c)
Penyusunan PKS dengan organisasi kemasyarakatan.
d)
Pemetaan ormas dan pihak lain dalam mendukung peningkatan perilaku sehat.
2\ Bimbingan teknis pelaksanaan kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bimbingan
ormas dalam pelaksanaan kegiatan. Adapun kegiatan tersebut meliputi:
a) Penyusunan pedoman peran serta ormas dan pihak lain dalam mendukung peningkatan perilaku sehat
b) Penyusunan petunjuk pelaksanaan kegiatan
organisai
kemasyarakatan
c)
Pembinaan Saka Bhakti Husada yang terintegrasi dengan tugas
dan fungsi di lintas program Kementerian Kesehatan. Selain itu, juga dilaksanakan orientasi pimpinan SBH, koordinasi pengelola
SBH tingkt provinsi, serta berpartisipasi dalam
berbagai
perkemahan dan event kepramukaan lainnya.
d) Bimbingan teknis pelaksanaan fasilitasi ormas e) Pembinaan Rumah tangga Ber-PHBS dalam Lomba PHBS
dan
Posyandu
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
118
0
Bimbingan teknis pelaksanaan Health lmpact Assessmenf yang melibatkan peran organisasi masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat di wilayah sekitar kawasan industri.
3)
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan fasilitasi ormas
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan oleh ormas beserta hambatan dan upaya penyelesaiannya. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan melalui kegiatan:
a) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan ormas di wilayah binaan ormas.
b) Penganugerahan Tanda Penghargaan Bidang
Kesehatan
dimaksudkan sebagai bentuk terima kasih dan motivasi atas peran serta aktif dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
4\
Penyebarluasan hasil fasilitasi ormas dalam program kesehatan
prioritas. Kegiatan
ini
bertujuan agar keberhasilan kegiatan
pemberdayaan dengan fasilitasi ormas yang baik dapat menjadi contoh
(/esson learn) bagi ormas dan daerah lain yang ingin mengembangkan pemberdayaan dengan melibatkan ormas.
Adapun berbagai masalah yang dihadapi dalam
Organisasi
Kemasyarakatan yang Memanfaatkan Sumber Dayanya untuk Mendukung Kesehatan adalah:
1) Tidak semua ormas yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan memiliki dokumen persyaratan untuk MoU sesuai Permenkes No 74 Tahun 2015 tentang Pengembangan Peran Serta Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kesehatan.
2)
Kegiatan fasilitasi ormas tertunda karena berakhirnya MoU pada tahun 20'15.
3)
Hasil evaluasi kinerja fasilitasi ormas tahun 2014 menunjukkan tiidak semua ormas mencapai target kinerja yang telah disepakati.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
119
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, Pusat Promosi Kesehatan
telah melakukan berbagai upaya diantaranya:
1) Ormas yang beum memnuhi syarat sesuai peraturan yang
belaku
harus melengkapi persyaratan yang diperlukan sebelum dilakukan pelaksanaan kegiatan tahun 2016.
2) Pada tahun 2015 dilakukan perpanjangan MoU dengan 19 ormas sebagai dasar pelaksanaan fasilitasi kegiatan ormas.
3) Dilakukan
pendampingan teknis dan administrasi yang lebih intens
untuk meningkatkan kinerja ormas yang telah bekerjasama.
Nilai-nilai positif atau pembelajaran yang bisa diambil dari peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan untuk program kesehatan adalah:
1) Organisasi masyarakat mendapatkan informasi tentang program kesehatan prioritas yang perlu didukung.
2) Organisasi kemasyarakatan berperan sebagai mitra
pemerintah
termasuk Puskesmas dalam melakukan pemberdayaan masyarakat di tingkat desa.
3) Kader ormas dapat menjadi agent of change untuk
meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, dan perubahan perilaku sehat masyarakat.
Prestasi yang dicapai dalam peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan di tahun 2O15 adalah:
Pemerintah daerah menggalang peran serta dengan 50 ormas di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di tahun 2015, diantaranya Provinsi Sumatera
Utara, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah,
Dl
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.
c.
Jumlah kesepakatan kerjasama luar negeri di bidang kesehatan yang diimplementasikan.
Jumlah kesepakatan kerjasama luar negeri di bidang kesehatan yang
diimplementasikan adalah jumlah dokumen kesepakatan internasional Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
I20
yang telah ditandatangani termasuk kesepakatan dalam persidangan internasional yang bersifat kepemerintahan dan telah diimplementasikan
oleh Kementerian Kesehatan untuk mendukung pencapaian sasaran strategis pembangunan kesehatan yang diukur dengan pelaporan monitoring dan evaluasi secara berkala dan komprehensif dalam satu tahun
.
Pada tahun 2015 jumlah target yang akan dicapai adalah sebanya 8
dokumen kesepakatan yang diimplementasikan, sebagai mana yang tercantum dalam tabel di bawah ini Tabel3.9. Dokumen Kesepakatan dan lmplementasi Kerja Sama Pusat Kerjasama Luar Negeri, Tahun 2015
Dokumen Kesepakatan
No
lmplementasi Kerja Sama
Kerja Sama MoU Kerja Sama Bilateral Rl
1
-
India
Group Meeting on Health Cooperation Rl - India
Thematic Area: 2
Pelaksanaan The 1st Joint Working
3
OIC
Strategic Health Programme of Action (SHPA) OKI
Pelaksanaan Workshop for Policy Makers on Scaling up Nutrition
Global Nutrition Report (GNR) dan KTT Agenda 3
Pembangunan Pasca 2015 Penyusunan indikator pencapaian serta Pertemuan UN Summit
SDGs tingkat nasional
side-event on Food Security, Nutrition and Health
Declaration
on
4
Secretariat
Tersusunnya Dokumen Governance
the ASEAN and lmplementation Mechanism of and Reviewing
Strengthening
the ASEAN Programme (3rd
SOMHD Work
Group
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
ASEAN Post 2015 Development Agenda
Health
Meeting)
Nay Pyi Taw Declaration on 5
the ASEAN Community's Post 2015 Vision
Gonesponding
Health
Priority
Strategic Based on the ASEAN Post 2015 Health Development Agenda
Coordinating Commitree on 6
Terbentuknya Cluster Strategic and
Services (CCS) ke-80, ke-81 dan ke-82
Tersusunnya Dokumen MRA (Mutual Recognition Arrangement)
Peningkatan keflasama dalam hal
pelayanan kesehatan
di
daerah
perbatasan
Membangun ASEAN-Emergency Brunei
Darussalam,
Indonesia,
Malaysia,
Singapore,
Thailand
7
Operating Center
Membangun mekanisme surveillans data tentang penanggulangan
(BIMST) ke-1e
Anti
Microbal
Resistance
Kerjasama perbatasan dalam hal
pencegahan
penanggulangan
penyakit Infeksi
Di tingkat nasional, kelompok kerja GHSA sedang disusun. Pokja tersebut
I
Global Health
Security
Agenda (GHSA)
akan bertugas di bawah koordinasi Menko PMK dan Menko Polhukam, sedangkan Menteri Kesehatan akan
menjadi Ketua Umum harian. Kerja
sama GHSA di tingkat
nasional
melibatkan sedikitnya 22 KL terkait.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
L22
Berikut tabel capaian kinerja Pusat Kerjasama Luar Negeri Tahun 2015: Tabel3.l0 . Pengukuran Kinerja Pusat Kerjasama Luar Negeri, Tahun 2015
Sasaran
Indikator
Strategis/
Kinerja
No
Target
Capaian
%
(4)
(5)
(6)
Kegiatan (1) 1
(3)
(2)
Meningkatnya
Jumlah
8
I
peran dan posisi
kesepakatan
Dokumen
Dokumen
Indonesia dalam
kerja sama
kerja sama luar
luar negeri
negeri di bidang
di bidang
kesehatan/
kesehatan
100
Peningkatan kerja sama luar negeri
Tabel 3.11. Capaian Target Kinerja Tahun
No.
1
2
2O1O
-
2015 Pusat Kerjasama Luar Negeri
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah
Target:
Target:
Target:
Target:
Target:
Naskah Kerja
22
23
27
28
30
Sama
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisa
lnternasional
:22
:23
:27
:28
si:30
(100o/o)
(100%)
(100%)
(100%)
(100%)
Indikator
Jumlah
Target:
Kesepakatan
I
Kerja Sama
Realisa
Luar Negeri di
si
Bidang
I
Kesehatan
(100%)
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
:
t23
Tabef 3.12. Capaian Target Kinerja Tahun 2015
No.
1
2019 Pusat Kerjasama Luar Negeri
-
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
2015
20'|-6
2017
2018
2019
Jumlah
Target:
Target:
Target:
Target:
Target:
Kesepakatan
22
23
27
28
30
Kerja Sama
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Luar Negeri
:22
:23
:27
:28
:30
di Bidang
(100%)
(100%)
(100%)
(100%)
(100%)
Indikator
Kesehatan
Analisis penyebab keberhasilan pencapaian target
:
1) Koordinasi yang berjalan dengan baik antara Pusat Kerjasama
Luar
Negeri dengan unit teknis terkait
2) Komitmen dalam melaksanakan sosialisasi hasil-hasil
kesepakatan
yang telah dibuat oleh Kementerian Kesehatan dengan mitra luar negeri
Komitmen Unit Teknis terkait dalam melaksanakan hasil kesepakatan yang telah dibuat oleh Kementerian Kesehatan
8.
Sasaran Strategis 8: Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis dan pemantauan-evaluasi Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber
jumlah Provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber. Secara umum, indikator ketiga telah tercapai. Anggaran yang dialokasikan dalam rangka mencapai
target indikator ketiga adalah sebanyak Rp. 13.100.000.000,00 atau 27.09o/o dari total anggaran Biro Perencanaan dan Anggaran.
Output dari kegiatan yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pencapaian indikator ini pada umumnya dapat tercapai seluruhnya
(100%) dengan menghasilkan kinerja jumlah Provinsi yang memiliki
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
124
rencana lima tahun dan anggaran kesehatan terintegrasi dari berbagai
sumber sejumlah
9 Provinsi atau mencapai
100o/o. Berikut rincian 9
Provinsi tersebut:
1) DKI Jakarta 2) Jawa Barat 3) Sumatera Utara
4) Sulawesi Selatan 5) Lampung 6) Banten 7) JawaTengah 8) Jawa Timur 9) Sumatera Selatan Pencapaian indikator ketiga yang mampu mencapai target yang direncanakan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
1)
Undang
2) 3)
Permenkes Nomor 7 Tahun 2014
-
undang Kesehatan
Hasil trilateral meeting
Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan untuk indikator ini adalah monitoring dan evaluasi secara berkala ke propinsi.
b.
Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu
Jumlah rekomendasi monitoring dan evaluasi terpadu. Secara umum,
indikator ketiga jika dilihat dari terlaksananya kegiatan telah tercapai seluruhnya.
Faktor yang mendukung pencapaian indikator kelima adalah monitoring program yang menggunakan pendekatan Binwil, serta konfirmasi pimpinan untuk melaksankan program secara terpadu. Rencana tindak lanjut untuk indikator ini antara lain:
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
t25
1) Meningkatkan Kualitas melalui penyempurnaan sistem,
metode,
lnstrumentasi dan Analisis Meningkatkan kerjasama lintas Sektor dan Lintas Program
9.
Sasaran Strategis 9: Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan
Sebagai bentuk dukungan dalam mencapai target-target program pembangunan kesehatan, Badan Litbang Kesehatan berperan aktif meningkatkan kualitas hasil-hasil penelitian agar terciptanya output yang
dapat dimanfaatkan. Tahun 2015 merupakan tahun pertama pelaksanaan program litbangkes jangka menengah untuk tahun 2015
- 2019. Pelaksanaan
program dan kegiatan di tahun 20'15 tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan
berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan
di
periode sebelumnya.
Pelaksanaan Riskesdas pertama pada tahun 2007 merupakan salah satu titik balik dalam perkembangan Badan Litbang Kesehatan. Hasil Riskesdas mulai
dikenal dan dipakai oleh para pemangku kepentingan yang berimbas juga dengan hasil-hasil penelitian lainnya dengan skala yang lebih kecil. Periode penguatan substansi selama tahun 2010
- 2014 disadari bahwa
data hasil penelitian saja tidaklah cukup bila dibandingkan dengan peran Badan Litbang Kesehatan yang sangat strategis terutama
di
lingkungan
Kemenkes. Hasil analisis-analisis dalam mengungkap masalah kesehatan
dan strategi pemecahan masalah membutuhkan penguatan
hasil-hasil
litbangkes yang dimulai dengan penyusunan IPKM, analisis-analisis lanjutan
Riskesnas, pembentukan laboratorium manajemen
data,
serta
pengembangan riset skala nasional yang tidak terbatas hanya Riskesdas, selanjutnya telah dilaksanakan ristoja, riset cemarling dan SDT.
Dibukanya lembaran baru pelaksanaan penelitian dan pengembangan, menandakan komitmen Badan Litbang Kesehatan untuk menghasilkan penelitian yang lebih bermutu dan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan
program akan hasil-hasil penelitian sebagai dasar penyusunan keijakan Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
726
berbasis bukti. Badan Litbang Kesehatan melaksanakan
dan
mengembangkan berbagai strategi melalui pelaksanaan berbagai riset, pemantauan berkala serta pengembangan jejaring sehingga agar program dan kegiatan tahun 2015-2019 dapat dilaksanakan dengan baik.
Dalam upaya meningkatkan kualitas penelitian, pengembangan dan pemanfaatan di bidang kesehatan, sesuai dengan Permenkes Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan melakukan kegiatan:
a.
Penelitian dan Pengembangan Bidang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan
b.
Penelitian dan Pengembangan Bidang Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat;
c.
Penelitian dan Pengembangan Bidang Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik;
d.
Penelitian dan Pengembangan Bidang Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat;
e. Penelitian dan
Pengembangan Bidang Tanaman Obat
dan
Obat
Tradisional;
f.
Penelitian dan Pengembangan Bidang Vektor dan Reservoir Penyakit;
g.
Dukungan Manajemen dan Dukungan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pada Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Penelitian dan pengembangan kesehatan diarahkan pada riset yang menyediakan informasi untuk mendukung program kesehatan baik dalam bentuk kajian, riset kesehatan nasional, pemantauan berkala, riset terobosan berorientasi produk, maupun riset pembinaan dan jejaring. Salah satu upaya
ini terlihat dari beberapa terobosan riset seperti Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes), Riset Tanaman Obat dan
Jamu (Ristoja), Riset Khusus Pencemaran Lingkungan (Rikus Cemarling), Riset Budaya Kesehatan, Riset Kohort Tumbuh Kembang dan Penyakit Tidak Menular (PTM), Riset Registrasi Penyakit dan Studi Diet Total.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
127
Meningkatnya efektivitas penelitian
dan pengembangan kesehatan,
digambarkan dengan sasaran yang akan dicapai selama periode tahun 20152019, yaitu a) Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI sebanyak 35 buah
b) Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan sebanyak 12O rekomendasi c) Jumlah laporan Riset
Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat sebanyak 5 laporan. Strategi peningkatan efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan
a) Memperluas kerja sama penelitian dalam lingkup nasional dan international yang melibatkan
dilakukan melalui berbagai upaya antara lain
Kementerian/Lembaga lain, perguruan tinggi dan pemerintah daerah dengan perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan dan percepatan proses alih
teknologi b) Menguatkan jejaring penelitian dan jejaring laboratorium dalam mendukung upaya penelitian dan sistem pelayanan kesehatan nasional c)
Aktif membangun aliansi mitra strategik dengan Kementerian/Lembaga Non Kementerian, Pemda, dunia usaha
dan akademisi d)
Meningkatkan
diseminasi dan advokasi pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan
untuk kebutuhan program dan kebijakan kesehatan e) Melaksanakan penelitian dan pengembangan mengacu pada Kebijakan Kementerian Kesehatan dan Rencana Kebijakan Prioritas Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tahun 2015-2019 0 Pengembangan sarana, prasarana, sumber daya dan regulasi dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan.
Penetapan Indikator Kinerja Program (lKP) Badan Litbang Kesehatan merupakan ukuran keberhasilan kerja yang digunakan untuk perbaikan dan peningkatan akuntabilitas kinerja. IKP Badan Litbang Kesehatan terdiri dari 3 indikator seperti tercantum pada tabel di bawah ini:
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
128
Tabel 3.13. Sasaran dan IKP Badan Litbang Kesehatan Tahun 2015
Indikator
Program
Sasaran
Program
Meningkatnya
Penelitian dan
kualitas
penelitian yang
Pengembangan
penelitian,
didaftarkan HKI
Kesehatan
pengembangan dan
Jumlah hasil
Jumlah
Target
Capaian
13
14
>100
24
24
100
1
I
100
Vo
rekomendasi
pemanfaatan di kebijakan bidang kesehatan
berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan
ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan
gizi masyarakat Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI
Definisi Operasional indikator ini adalah jumlah hasil litbangkes yang didaftarkan HKI ke Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan HAM. Cara perhitungan indikator ini dengan menghitung jumlah hasil litbangkes yang didaftarkan HKI dengan bukti telah menerima nomor registrasi.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Tabel 3.14. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan Target Jangka Menengah pada Renstra
2O1
i2O19 Target akhir
Program
Sasaran
lndikator
Target
Capaian
tahun
2015
2015
renstra
o/o
2015-2019 Program Penelitian dan Pengemba ngan Kesehatan
Meningkatnya
Jumlah hasil
kualitas penelitian,
penelitian
pengembangan dan
yang
pemanfaatan di
didaftarkan
bidang kesehatan
HKI
13
14
35
4 0
Capaian kinerja indikator hasil penelitian yang didaftarkan HKI pada tahun 2015 dalam kerangka Renstra Kemenkes tahun 2015-20'19 terlihat
pada tabel di atas. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator hasil penelitian yang didaftarkan HKI sudah tercapai sebesar 4Oo/o dari target akhir tahun renstra.
Orientasi Badan Litbang Kesehatan selain diarahkan untuk kepentingan program dan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan juga diarahkan untuk menghasilkan produk HKl. Manfaat
dari dihasilkannya produk HKI bagi Kementerian Kesehatan
adalah
adanya perlindungan hukum, khususnya untuk semua penelitian Badan Litbang Kesehatan yang memiliki prospek HKI baik yang masih berupa
ide, hasil teknologi maupun metode dan formulasi. Selain itu, teknologi hasil riset dan inovasi peneliti kesehatan juga dapat meningkatkan daya saing bangsa.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Tabel3.15. Capaian Indikator Jumlah Penelitian yang Didaftarkan HKlTahun 2015 No 1
2
3
4 5
6 7
I 9 10
11
12 13
14
Judul Pembuatan Formula Ramuan Ekstrak Klabet untuk meningkatkan pengeluaran ASI dan Meningkatkan Gizi Ballta Berbasis Tanaman Obat (Hak Paten) Sekuens cDNA dari Non Struktural 1 (SNl) Virus Dengue Serotype 1 Strain lndonesia (Bekasi 2003915846) (Hak Paten) Komposisi Herbal untuk Hemoroid Deratat lll (Hak Paten) Komposisi Herbal Sebagai Pelancar ASI (Hak Paten) Komposisi Herba Untuk Anemia Defisiensi Besi(Hak Paten) Komposisi Herbal untuk Hepatoprotektor (Hak Paten) Komposisi Herbal untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh (Hak Paten) Komposisi Herbal untuk Osteoarthritis Sendi Lutut (Hak Paten) Komposisi Herbal Untuk Obesitas (Hak Paten) Proses Pembuatan Bubuk Mikrokapsulasi Bacilfus Thuingiensr's H-14 lsolat Salatiga (Hak Paten) Komposisi Herbal untuk batu Salauran Kemih (Hak Paten) Mengenal Tanaman Narkotika (Buku) (Hak Cipta) Buku Foto Makanan (Hak Cipta)
l-
Proses Diagnosa TB dengan menggunakan primer gyr B (Hak Cipta)
No Registrasi P 00201504968
Satker Pusat TTKEK
P 00201505724
Pusat BTDK
P00201507999
B2P2TOOT
P00201507787
B2P2TOOT
P00201507788
82P2TOOT
P00201507790
82P2TOOT
P00201507791
B2P2TOOT
P00201507792
82P2TOOT
P00201507794 P00201507797
82P2TOOT 82P2VRP
P00201507785
82P2TOOT
c00201 5041 89
82P2TOOT
c00201501882
Pusat TTKEK Pusat BTDK
c00201500249
Kondisi yang dicapai: Kementerian Kesehatan terus berkomitmen untuk meningkatkan jumlah hasil litbangkes yang didaftarkan HKl. Pada tahun 2015, telah dihasilkan 14 judul penelitian yang didaftarkan HKI dari
target yang ditetapkan yakni 13 judul penelitian atau dengan capaian sebesar
105o/o.
Kendala yang dihadapi: penelitian yang didaftarkan belum merupakan
penelitian yang dirancang untuk menghasilkan HKl. Hal tersebut
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
disebabkan belum optimalnya pemahaman dan motivasi peneliti terhadap
penelitian berpotensi HKI serta sistem yang ada belum mendukung prioritas dan insentif terhadap penelitian inovatif.
Tindak lanjut: meningkatkan sistem yang lebih kondusif dalam menghasilkan penelitian inovatif antara lain dengan mendorong para peneliti untuk mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai kebaruan dan
invensi, pendampingan penelitian yang memiliki prospek
HKl,
pendampingan drafting penelitian, pendaftaran hingga diseminasi produk paten Badan Litbang Kesehatan.
b. Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan. Definisi Operasional indikator ini adalah jumlah rekomendasi kebijakan
(policy brief/policy paper) yang ditulis berdasarkan hasil litbang kesehatan
yang disampaikan dalam forum atau pertemuan kepada pengelola program dan atau pemangku kepentingan. Cara perhitungan indikator ini
dengan menghitung Jumlah rekomendasi kebijakan (policy brief/policy paper) yang ditulis berdasarkan hasil litbang kesehatan yang disampaikan
dalam forum atau pertemuan kepada pengelola program dan atau pemangku kepentingan yang dibuktikan dengan adanya policy paper dan
laporan forum/pertemuan (Menghitung targeUbaseline
berdasarkan
perhitungan rekomendasi sesuai isu strategis yang telah diadvokasikan).
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
Tabel3.16. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan Target Jangka Menengah pada Renstra 201 5-2019
Program
Program Penelitian dan Pengemban gan Kesehatan
Sasaran
Meningkatny a kualitas penelitian, pengembang an dan pemanfaatan di bidang kesehatan
Indikator
Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan
Target 2015
Capaian 2015
24
24
Target akhir tahun renstra 20152019
120
Capaian kinerja indikator rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan pada tahun 2o1s dalam kerangka Renstra Kemenkes tahun 2015-2019 terlihat pada tabel di atas. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator ini sudah tercapai sebesar 20o/o dari target akhir
tahun renstra.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
133
o/o
2 0
Tabel3.17. Judul Rekomendasi Kebijakan yang telah Diadvokasikan pada Tahun 2015
Satker Pusat BTDK Pusat TTK&EK
No 1
2 3
4 5
Judul Krisis Dukungan Kesiapan Laboratorium Dalam Penanggulangan Pandemi Penataan Pengaturan Minuman Bersoda dan Berenergi untuk Mencegah PGK Mempersiapkan Calon lbu untuk Melahirkan Calon Anak yang Sehat dan Cerdas Deteksi Dini Hipertensi untuk Pencegahan Stroke Membangun Sistem Terintegrasi untuk Penanganan TB
-DM Pusat TIKM
6 7
I 9 10 11
12 13
Pusat HKKPM
14
15 16 17
Optimalisasi Peran Lintas Sektor dalam Upaya Perbaikan Balita Gizi Kurang dan Buruk di Indonesia Biaya Dan Pemanfaatan Puskesmas Mampu Poned (Pelayanan Obstetri-Neonatal Emergensi Dasar) Peningkatan Cakupan Pemberian Antenatal Corticosteroids (ACS) sebagai Upaya Menurunkan Angka Kematian Bayi Prematur Feasibilitas Kebijakan Pengendalian Resistensi Anti Mikroba di Rumah Sakit Upaya Peningkatan Akses dan Kualitas Untuk Mencapai Cakupan Semesta Air Minum di Indonesia pada Tahun 2019 Peranan Puskesmas dalam Upaya Penurunan Angka Kematian lbu Mengembangkan Sistem Kesiapsiagaan dalam Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas di Daerah Rawan Kecelakaan Standar Kompetensi Sumberdaya Manusia Pelayanan Kesehatan Tradisional Integratif Equity Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Maternal Puskesmas Di lndonesia Model Pemicuan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Berbasis Masyarakat (P2TMBM) Sosialisasi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan oleh BPJS Terhadap Penduduk Miskin di Indonesia
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
734
Satker
No 18
19
20
B2P2TOOT
21
22
82P2VRP
23 24
Judul Persalinan "Asal Tidak Di Rumah" Peluang Menggeser Persalinan ke Fasilitas Kesehatan pada Suku Muyu (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014) Peluang Kemitraan Tenaga Kesehatan Dan Dukun Marapu Dalam Memberantas TB UpayaPengendalian TB di Desa Watu Hadang Kabupaten Sumba Timur (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014) Kebijakan Meminimalkan Kasus Pelayanan Kesehatan/Kedokteran ke Pengadilan Suplai Bahan Baku Jamu Di Kabupaten/Kota Jejaring Saintifikasi Jamu Aplikasi Hasil Saintifikasi Jamu dalam Pelayanan Kesehatan (PP NO 103 Tahun 2014) Deteksi Dini Leptospirosis Tingkat Puskesmas Opak Kelor lkan Modifikasi "Gerupuk Tunu" Untuk Meningkatkan Nilai Gizi
Kondisi yang dicapai: Kementerian Kesehatan terus berkomitmen untuk meningkatkan jumlah rekomendasi kebijakan (policy brief/policy paper) berdasarkan hasil litbang kesehatan yang disampaikan dalam forum atau pertemuan kepada pengelola program dan atau pemangku kepentingan. Pada tahun 2015, telah dihasilkan 24 judul policy brief dari target yang ditetapkan yakni 24 judul atau dengan capaian sebesar
10Oo/o.
Kendala yang dihadapi: Belum optimalnya kualitas peneliti dalam melakukan penyusunan policy brief dan masih rendahnya perhatian
peneliti terhadap isu-isu aktual dan strategis. Selain itu belum ada prosedur standar dalam menyusun policy brief yang menjadi acuan untuk peneliti.
Tindak lanjut: meningkatkan advokasi kepada program dan pemangku
kebijakan untuk pemanfaatan hasil litbangkes; membangun kerja sama
lintas program dan sektor untuk memfasilitasi kebutuhan program;
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
135
peningkatan kualitas sdm dan sarana prasarana pendukung penelitian kesehatan yang mengikuti perkembangan isu-isu kesehatan strategis.
c.
Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat
Definisi Operasional indikator ini adalah jumlah laporan Riskesnas
yang ditulis berdasarkan hasil litbang (sesuai dengan agenda Badan Litbang Kesehatan). Cara perhitungan indikator ini dengan menghitung
jumlah laporan Riskesnas yang ditulis berdasarkan hasil
litbang
kesehatan, dibuktikan dengan adanya laporan Nasional Riskesnas.
Tabel 3.18. Perbandingan Realisasi Kinefla Tahun 2015 dengan Target Jangka Menengah pada Renstra
2O1
*2O19
Program
Sasaran
lndikator
Target 2015
Capaian 2015
Target akhir tahun renstra 2015-2019
Program Penelitian dan Pengemba ngan Kesehatan
Meningkatn ya kualitas penelitian, pengemban gan dan pemanfaata n di bidang kesehatan
Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat
1
1
5
Gapaian kinerja indikator laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat pada tahun 2015 dafam kerangka Renstra Kemenkes tahun 2015-2019 terlihat pada tabel di
atas. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator ini sudah tercapai sebesar
2Oo/o
da"i target akhir tahun renstra.
Riset Kesehatan Nasional yang dilakukan pada tahun 2015 adalah Riset Analisis Cemaran Kimia pada Makanan (ACKM). Riset ini bertujuan
untuk mendapatkan data paparan kimia berbahaya dari makanan yang
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
o/o
20
dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sampel riset ini adalah food list 95% dari total diet masyarakat di 15 propinsi (Aceh, Sumatera Selatan, Bangka
Belitung, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, NTT, Maluku dan Papua Barat). Kelompok analit yang diperiksa pada Riset ACKM adalah pestisida, logam berat, mikotoksin, mineral dan Bahan Tambahan Pangan. Dalam pelaksanaanya, dilakukan kerja sama pada tahap preparasi di laboratorium pengolahan di Poltekkes
Jakarta
ll dan Laboratorium Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan
Epidemiologi Klinik.
Kondisi yang dicapai: Kementerian Kesehatan terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hasil Riset Skala Nasional. Pada tahun 2015,
telah dihasilkan 1 Riset Skala Nasional dari target yang ditetapkan yakni Riset Skala Nasiona! atau dengan capaian sebesar
1
100o/o.
Kendala yang dihadapi: efisiensi anggaran menyebabkan perubahan
jumlah lokasi awal penelitian sebanyak 34 propinsi difokuskan menjadi 15 propinsi. Penyusunan food list dilakukan secara learning by doing sebagai
proses pembelajaran dari penyelenggaraan riset ACKM yang pertama.
Data bahan makanan dan hidangan sangat banyak dan kompleks sehingga memerlukan waktu cleaning yang panjang (> 6 bulan).
Tindak lanjut: percepatan pelaksanaan kegiatan serta intensifikasi kegiatan melalui kerja sama dengan Laboratorium Mandat Badan Litbang Kesehatan dan melibatkan sdm manajemen data di Satker Badan Litbang Kesehatan untuk pemrosesan data.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
137
Gambar 3.20. Kegiatan Training Center ACKM di Laboratorium Poltekkes Surabaya
10.
Sasara Strategis 10: Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah: a.
Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian negara 31o/o Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian negara 31o/o
Satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan yang diaudit selama periode TA. 2015 adalah 558 (lima ratus enam puluh dua) dengan rincian sebagai berikut:
1) Satuan Kerja yang diaudit oleh Inspektorat Jenderal Kemenkes sebanyak: 179 (seratus tujuh puluh sembilan);
2) Satuan Kerja yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)
sebanyak: 379 (tiga ratus tujuh puluh sembilan).
Total satuan kerja yang temuan Kerugian Negaranya 0 s.d
< 1 o/o
adalah sebanyak 554 (lima ratus lima puluh empat) dengan persentase
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
138
capaian keberhasilan adalah 98.58 o/o dari target Indikator Kinerja Utama di TA. 2015 adalah 88
o/o.
Satuan Kerja dinyatakan memiliki kerugian negara 3
1o/o
bila satuan kerja
pengelofa APBN Kemenkes dengan temuan kerugian negara
<
1o/o
dari
total realisasi anggaran dalam satu periode tahun anggaran berdasarkan laporan hasil pengawasan.
Tabel3.19. Capaian indikator ini dihitung dengan cara:
Jumlah satker pengelola APBN Kemenkes dengan nilai temuan keruoian neqara s1% berdasarkan hasil
x
audit
10Oo/o
Jumlah satker pengelola APBN Kemenkes yang diaudit
11.
Sasaran Strategis 11. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur Kementerian Kesehatan Diterbitkannya Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (ASN) memiliki implikasi yang mengikat terhadap eksistensi seluruh
Aparatur Negara, khususnya
di
lingkungan Kementerian Kesehatan.
Penerapan undang-undang tersebut berfungsi sebagai acuan pengelolaan
ASN sehingga dapat terbentuk Aparatur Negara yang
berintegritas;
professional; netral; bersih dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Mampu menyelenggarakan pelayanan public bagi masyarakat dan; Mampu menjalankan peran sebagai unsure perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
Kondisi sebelum diberlakukannya Undang-undang ASN, penilaian Aparatur Negara oleh masyarakat luas lebih cenderung berpresepsi negatif
terutama pada factor kepercayaan publik. Hal ini timbul salah satunya dikarenakan pola pengelolaan yang belum tertata dengan komprehensif dan sistematis.Untuk itu, proses diferensialisasi Undang-undang ASN kemudian
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
139
wajib memperoleh tujuh tujuan utama yaitu ASN memiliki kesesuaian tolak ukur pada Independensi dan Netralitas; Kompetensi; Kinerja atau Produktivitas Kerja; Integritas; Kesejahteraan; Kualitas Pelayanan publik; Pengawasan dan Akuntabilitas. Pada titik ini, tentulah poin kompetensi dan produktivitas kinerja harus juga menjadi perhatian utama dan mutlak untuk
dihkukan perbaikan. Sehingga diharapkan factor kepercayaan public tersebut secara otomatis dapat merangkak naik.
Keberadaan Aparatur Negara, dalam hal ini adalah AsN
di lingkungan
Kementerian Kesehatan yang sebelumnya belum memiliki strategi yang jelas,
utuh dan terukur pada permasalahan peningkatan kompetensi
dan
produktivitas kinerja, diharapkan segera menjadi lebih terstruktur dan terarah
serta tentu saja dapat diukur pencapaiannya. Mengingat Kementerian Kesehatan saat ini memiliki kuantitas aparatur yang sangat besar yaitu 53.156 orang (PNS) dan total jabatan structural sejumlah z.2gsjabatan.
Dengan demikian, merupakan sebuah keniscayaan dalam ikhtiar menjaga
amanah Undang-undang ASN serta meraih cita-cita kongkrit terkait pelaksanaan Reformasi Birokrasi, salah satu sasaran yang penting untuk dipikirkan dan diimplementasikan bersama sama adalah meningkat nya kompetensi dan kinerja aparatu rKementerian Kesehatan
lndikator vanq terkait sasaran strateqis ini adalah:
a.
Persentase pejabat struktural di lingkungan Kementerian Kesehatan yang kompetensinya sesuai persyaratan jabatan. Pengangkatan pegawai
Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilakukan berdasarkan
prinsip
Profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang
pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya
tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Dalam melakukan promosi PNS atau pengisian lowongan jabatan secara terbuka bertujuan untuk lebih menjamin para pejabat struktural memenuhi
kompetensi jabatan yang diperlukan oleh suatu jabatan, dengan mempertimbangkan kesinambungan karier PNS yang bersangkutan. Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
140
Biro Kepegawaian telah menyusun Standar Kompetensi
Jabatan
Struktural di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Permenkes Nomor 56
Tahun 2012) sebagai mana merupakan salah satu aspek input dari sasaran strategic Kementerian Kesehatan dan Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Adminitrasi Kepegawaian yang kedua sesuai dengan Renstra Kementerian Kesehatan 2015
- 2019.
Grafik 3.24. Target dan Realisasi Pejabat Struktural yang Memenuhi Kompetensi
80% 70% 60%
so% 40% 30% 20% 70% o% R
ea lisas i
Pada tahun 2015 seperti grafik diatas, telah terealisasi sebanyak 1.620
pejabat structural atau sebesar 73,17o/o dan 2.214 Pejabat Struktural,
dimana total seluruh Jabatan Struktural (Eselon) di Lingkungan Kementerian Kesehatan beflumlah 2.235 jabatan dan terdapat2l jabatan struktural yang masih kosong.
b.
PersentasepegawaiKementerian Kesehatandengan nilaikinerja
m in
imal
baik.
Sebagai salah satu anggota POKJA
V RB dengan area
perubahan
Penataan SDM Aparatur, Biro Kepegawaian telah melakukan upaya guna
mendukung
dan mensukseskan Reformasi Birokrasi di
Kementerian
Kesehatan antara lain dengan Penerapan Sistem Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai. Dimana system penilaian prestasi kerja pegawai tersebut
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
t4t
merupakan salah satu sasaran strategis Kementerian Kesehatan yang
tertuang didalam Renstra Kementerian Kesehatan 2015
-
2019 dan
merupakan salah satu indikator kinerja kegiatan Pembinaan Administrasi
Kepegawaian. Di awal tahun 2014, system penilaian kinerja pegawai mengalami perubahan dari DP3 menjadi penilaian dengan menggunakan
Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja.Seorang pegawai dinyatakan memiliki nilai kinerja minimal baik bila Nila iPrestasi Kerja > 76. Untuk memudahkan para pejabat penilai dalam memberikan penilaian
unsure perilaku kerja juga telah dikembangkan log book khusus sedangkan untuk paa pegawai juga telah dikembangkan log book tersendiri yang terintegrasi dengan target-target dalam SKP agar pegawai dapat menuliskan apa saja yang telah dikerjakannya setiap hari. Kedepan,
target-target dan pencapaian SKP Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) dapat diintegrasikan dengan penilaian angka kredit masing-masing JFT
agar dapat diketahui ada atau tidaknya kesesuaian antara target yang dibuat dengan yang dikerjakan.
Grafik 3.25. Target danRealisasi SKP Min. Baik
90% 1
.'"
85%
80%
75% i,.
70%
Target
Realisasi
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 telah ditetapkan target sebesar 80% Pegawai dengan kinerja minimal baik dari
seluruh jumlah pegawai Kementerian Kesehatan baik CPNS maupun
laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
L42
PNS. Dari Total Pegawai sebesar 53.156 terdapat sejumlah 45.425 Pegawai dengan SKP (kinerja) minimal Baik atau sebesar 85.46%.
l2.Sasaran Strategis 12: Meningkatnya sistem informasi kesehatan integrasi
Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 92 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan komunikasi data dalam sistem informasi kesehatan terintegrasi, sistem informasi kesehatan terintegrasi adalah sistem informasi kesehatan yang ada telah mampu menyediakan mekanisme saling hubung
antar subsistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga data dari satu sistem atau subsistem secara rutin dapat
melintas, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem atau subsistem yang lain.
Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a.
Persentase kabupaten/kota yang melaporkan data kesehatan prioritas
Data kesehatan prioritas adalah sekumpulan data kesehatan yang menjadi prioritas kebutuhan informasi bidang kesehatan berdasarkan kriteria tertentu serta sesuai indikator strategis nasional dan global bidang
kesehatan. Data kesehatan prioritas merupakan bagian dari sekumpulan data kesehatan provinsi dan sekumpulan data kesehatan kabupaten/kota.
Data kesehatan prioritas juga merupakan muatan data
dalam
penyelenggaraan Komunikasi Data. Data kesehatan prioritas terdiri atas
sejumlah elemen data yang dikelompokkan
menjadi data
derajat
kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, determinan kesehatan atau terkait lainnya. Data kesehatan prioritas dilaporkan melalui
Aplikasi Komunikasi Data.
Aplikasi Komunikasi data adalah suatu aplikasi sistem informasi kesehatan yang digunakan untuk pertukaran data dalam rangka konsolidasi/integrasi data kesehatan prioritas yang dikirimkan dari dinas
kesehatan kabupaten/kota dan/atau dinas kesehatan provinsi dalam rangka penyelenggaraan sistem informasi kesehatan terintegrasi. Aplikasi
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
t43
ini dapat diakses di www.komdat.kemkes.oo.id dan tampilan muka seperti
terlihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.26. Tampilan Muka Aplikasi Komunikasi Data
it/:
^Mrrreura s&[Mll 5fuldqdeE@hdffi@ re|4ffi +ehHqrtr.tqlqb
cffi
&6
e
g
p6ddhels*Alpjd
rffiotemgsffi
Kementerian Kesehatan menetapkan 115 variabel yang menjadi data kesehatan prioritas tahun 2015. lGbupaten/kota melaporkan 115 variabel
dengan periode pelaporan bulanan sejumlah 44 vanabnl|, triwulanan 4 variabel, tahunan 79 variabel (11 variabel di awal tahun dan 68 variabel di
akhir tahun).
Gambar
memperlihatkan tampilan data kesehatan
prioritas periode data bulanan yang terdapat pada Aplikasi Komunikasi Data.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
tu
Gambar 3.27.Tampilan Data Kesehatan Prioritas pada Aplikasi Komunikasi Data
Prde guESIffiG& th JMdrs$ffi tb 4r5
Pada tahun 2015 target kabupaten/kota yang melaporkan data kesehatan prioritas ditetapkan sebesar 30% dari total kabupaten/kota yang ada. Kabupaten/kota yang dikategorikan melapor apabila kabupaten/kota tersebut mengirimkan laporan data prioritas kesehatan minimal 80% variabel data bulanan. Pada akhir tahun 2015 rata-rata kabupaten/kota yang melapor data bulanan yaitu 61,7o/o. Angka ini melebihi target yang telah ditetapkan. Grafik 3.26. Persentase Capaian Indikator Kabupaten Kota yang Melaporkan Data Kesehatan Prioritas 70 50 50 40
-ofr Capaian ryyoTarget
-
30
20 20,20 10 0
TWI
TW II
TW III
TW IV
Sumber: Pusat Data dan lnformasi,20l5
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
145
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas data kesehatan prioritas, yaitu dengan (1) membentuk tim pemantauan SIK tingkat pusat yang rutin melakukan pemantauan serta berkomunikasi dengan pengelola
data di dinas kesehatan provinsi; (2) memberikan umpan balik keterisian
data ke dinas kesehatan provinsi; (3) pendampingan pengisian data kesehatan prioritas melalui pelatihan dan atau pertemuan; (4) update Aplikasi Komunikasi Data; (5) menjaga keamanan informasi data dengan sertifikasi ISO 27001:2013; serta (6) menyediakan jaringan komunikasi data intraneWPN (Virtual Private Network) untuk dinas kesehatan provinsi
dan dinas kesehatan kabupaten/kota dan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan.
Melihat capaian kinerja tahun 2015 yang melebihi target
(61,7o/o\,
diharapkan target tahun 2019 (70Yo) dapat dicapai pula.
b.
Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan untuk pelaksanaan e-Kesehatan.
Jaringan komunikasi data untuk pelaksanaan e-kesehatan adalah jaringan komputer WAN (Wide Area Network) dalam lingkup ekosistem kesehatan yang digunakan sebagai media koneksi pertukaran data pada
penyelenggaraan sistem elektronik kesehatan, seperti aplikasi sistem
informasi Puskesmas, aplikasi sistem informasi rumah sakit (RS), pembelajaran kesehatan jarak jauh, telemedicine, telediagnostik, teleradiologi, dan sebagainya. Bentuk fisik jaringan komunikasi data untuk
pelaksanaan e-Kesehatan yaitu jaringan internet
atau jaringan
intraneWPN untuk menyambungkan kantor dinas
kesehatan
provinsi/kabupaten/kota, Puskesmas, RS, atau lainnya.
Salah satu model pelaksanaan e-Kesehatan
di Puskesmas dan RS
yang dikembangkan Kementerian Kesehatan melalui Pusat Data dan Informasi yaitu Aplikasi SIKDA Generik. Aplikasi SIKDA Generik adalah aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang berlaku secara nasional
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
146
yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh Puskesmas,
RS, dan sarana kesehatan lainnya. Aplikasi ini
dapat diakses di
www. sikda. kemkes.oo. id
Gambar 3.28. Tampilan Muka Aplikasi SIKDA Generik
Pada tahun 2015 target kabupaten/kota tersedia jaringan komunikasi
data untuk pelaksanaan e-kesehatan ditetapkan sebesar
10o/o
dari total
kabupaten/kota yang ada. Kabupaten/kota dikategorikan tersedia jaringan
komunikasi data apabila terdapat model pelaksanaan e-Kesehatan di
Puskesmas
dan RS
menggunakan jaringan komunikasi
data
di
wilayahnya. Berdasarkan hasil pemetaan sistem informasi serta instrumen monitoring dan evaluasi sistem informasi kesehatan tahun 2015
didapatkan 54 kabupaten/kota (10,5%) yang telah menerapkan model pelaksanaan e-Kesehatan.
Upaya yang telah dilakukan dalam rangka pencapaian target indikator
tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan untuk pelaksanaan e-kesehatan, yaitu: (1) memfasilitasi jaringan intranet dan internet, operasional dan pemeliharaan jaringan sistem informasi, dan honor pengelola yang mencakup 34 provinsi dan 497 kabupaten/kota melalui jaringan SIKNAS; (2) sosialisasi ke daerah untuk pembangunan infrastruktur SIK; (3) pelatihan dan pendampingan SIKDA Generik bagi
daerah yang telah mengembangkan aplikasi tersebut; (4) berkoordinasi
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
L47
dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam penyediaan internet sampai ke Puskesmas.
Melihat capaian kinerja tahun 2015 yang mencapai target
(10,5o/o),
diharapkan target tahun 2O1g (50%) dapat dicapai pula.
G. Realisasi Anggaran Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah
digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja.
Alokasi anggaran sesuai PK Menteri Kesehatan
adarah
Rp47.758.757.903.000,00. Pada akhir tahun 2015 alokasi anggaran menjadi Rp54.326.329.360.000,00 dengan realisasi sebesar Rp49.111.001 .741.440,00 atau 90,4%. Realisasi menurut jenis belanja dapat digambakan dengan grafik berikut
:
Grafik 3.27. Presentase Realisasi Per Jenis Belanja
Presentase Realisasi Per Jenis Belanja L2O,OOD/o
i.
100,00%
i
8O,OOo/o
i
60,000/o
i
40,00% 2O,OO"/'
i i
Sedangkan realisasi menurut kewenangannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
L8
Grafik 3.28. Realisasi Per Kewenangan
Realisasi Per Kewenangan
r
TRIWULAN
lll
|
65,470/0
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
L49
'(
t'
!
t
,s
Bab lV Penutup
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2015 merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja kepada Presiden Rl serta seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dan dapat sebagai sumber informasi untuk perbaikan dan peningkatan kinerja secara berkelanjutan.
Secara umum Kementerian Kesehatan telah dapat merealisasikan pencapaian sasaran strategis pada tahun 2015. Dari 30 indikator yang ditetapkan melalui Perjanjian Kinerja Menteri Kesehatan Tahun 2015, 24 indikator telah memenuhi
bahkan melampaui target yang ditetapkan. Namun demikian masih terdapat 4 indikator yang perlu diberi perhatian serius karena capaiannya masih di bawah target yang ditetapkan. Di samping itu, dua indikator belum dapat diberikan penilaian
capaiannya karena datanya belum dapat diperoleh pada tahun 2015, yaitu:
1)
Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia < 18 tahun; dan 2) Persentase Kab/Kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan SPM.
Laporan kinerja
ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan, penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang, pelaksanaan program dan kegiatan serta berbagai kebijakan. Hasil pencapaian pelaksanaan program pembangunan bidang kesehatan yang dilaksanakan dari tahun ke tahun diharapkan selalu sesuai dengan rencana strategis dan dokumen perencanaan lainnya.
Keberhasilan yang telah dicapai pada tahun 2015 dan kekurangan diharapkan dapat
menjadi parameter dan acuan penetapan kebijakan, program dan kegiatan pada waktu mendatang.
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
150
KEMENTERIAN KESBHATAN RI INSPEKTORAT JENDERAL Jl. H.R. Rasuna Saitl Blok X-5 Kavling No.4 - 9 Kuningan - Jakarta Sc_latan_12950 Tclp 02t - 5201590 (Hunring) - Pcs. 3iffi. 3102. 3104 Fax. 021 - 52015t19/5223011
PERNYATAAN TELAH DI REVI U KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN ANGGARAN 20.15
Kami telah mereviu Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Rl untuk Tahun Anggaran 2015 sesuai dengan Pedoman Reviu atas Laporan Kinerja. Substansi
informasi yang dimuat dalam Laporan Kinerja menjadi tanggung jawab manajemen Kementerian Kesehatan Rl.
Reviu bertujuan untuk memberikan keyakinan terbatas Laporan Kinerja telah disajikan secara akurat, andal, dan valid.
Berdasarkan reviu kami, tidak terdapat kondisi atau hal-hal yang menimbulkan perbedaan dalam meyakini keandalan informasi yang disajikan di dalam Laporan Kinerja ini.
Jakarta, 24 Februan 2016 ur Jenderal Kemenkes Rl.
INST'F; h
T''
JEtitiEr(,iL
3h
, Apt, MM, ME 71217 198502 1 001