ISSN 2087-703X
Volume 6 No. 2 Agustus 2015
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Jalan Permtakan Negara 29, Jakarta 10560 Telp. (021) 4287 2392, Fax. (021) 4287 2392 E-mail :
[email protected] Website : http://wwwlkespro.litbang.depkes.go.id
Jurnal Kesehatan Reproduksi
Vol. 6
No. 2
Halaman 67-127
Jakarta, Agustus 2015
ISSN: 2087-703X
ISSN 2087-703X
Kesehatan Reproduksi
Volume 6 No. 2 Agustus 2015
KEMENT ERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENELIT IAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN Jalan Percetakan Negara 29, Jakarta 10560 Telp. (021) 4287 2392, Fax. (021) 4287 2392 E-mail :
[email protected] Website : http://www/kespro.litbang.depkes.go.id
Jurnal Kesehatan Reproduksi
Vol.6
No.2
Halaman 67-127
Jakarta, Agustus 2015
ISSN: 2087-703X
ISSN : 2087-703X
Volume 6 No. 2, Agustus 2015
Jurnal Kesehatan Reproduksi Reproductive Health Journal Dewan Redaksi/Editorial Board Pelindung/Patronage
:
Kepala Badan Litbang Kesehatan / Director General of National Institute of Health Research and Development
Penanggung Jawab / Editor-in-chief
:
Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat /Director of Central of Public Health Intervention Technology
Mitra Bestari / Advisory Board
:
Dr. dr. Trihono, M.Sc. Prof. Dr. dr. Nugroho Abikusno, Dr. Melania Hidayat, MPH Dra. Flourisa J. Sudrajat, M.Kes Dr. Salahuddin Muhidin Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, MS Atmarita, MPH, Dr.PH Dr. dr. Muchtaruddin Mansyur, Sp.OK
Ketua Dewan Redaksi /Managing Editor
:
Dr. Joko Irianto, SKM, M.Kes
Wakil Ketua Dewan Redaksi /Vice Managing Editor
:
Tin Afifah SKM, MKM
Anggota Redaksi /Editor
:
Dr. dr. Felly P. Senewe, M.Kes (Kesehatan Reproduksi,PustekIKM) Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes (Gizi Masyarakat,PustekIKM) Dr. Irwan M. Hidayana,M.Si (Perilaku Kesehatan) Dra. Rr. Rachmalina S, MSc.PH (Sosial Antropologi) Ning Sulistyowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi,PustekIKM) Heny Lestari, SKM, MKM (Kesehatan Reproduksi,PustekIKM) Iram Barida Maisya, SKM, MKM (Kesehatan Reproduksi,PustekIKM) Drg. Cristiana R Titaley, MIPH, PhD (Maternal & Child Health,PPKUI) Sudikno, SKM, MKM (Kesehatan Masyarakat,PustekIKM) Dr. Dra. Raharni, Apt.M.Kes (Kebijakan & Manajemen Kesehatan, Pustek IKM) dr. Sarimawar Djaja, M.Kes ( Kesehatan Maternal) Anissa Rizkianti, SKM, MIPH (Kesehatan Reproduksi,PustekIKM)
Sekretariat Pelaksana/ExecutiveSecretariat
:
dr. Yuana Wiryawan, M.Kes dr. Ika Saptarini Bunga Ch. Rosha, S.Sos, M.Si Yunina, S.Sos Andi Susilowati, M.Kes Ahmad Rezha Gumilar, Amd
Penerbit/Publisher
:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta Telp. 021-42872392, Fax. 021-42872392 Email :
[email protected]
Diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Published by National Institute of Health Research and Development Ministry of Health, Republic of Indonesia, Jakarta
Kata Pengantar Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 6 No. 2 menyajikan artikel yang membahas seputar kehamilan seperti pelaksanaan kelas ibu hamil, faktor risiko hipertensi pada ibu hamil, faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil, hubungan kadar hormon tiroid ibu selama hamil dengan perkembangan psikomotor bayi, dan penggunaan kontrasepsi setelah kehamilan. Masa kehamilan merupakan masa persiapan awal yang sangat penting bagi perkembangan pertumbuhan janin. Janin yang sehat akan tumbuh kembang yang melahirkan bayi yang sehat. Kesehatan kehamilan menjadi sasaran dalam kesehatan reproduksi dalam hal ini sangat tergantung dari kesehatan ibu. Upaya untuk membuat ibu sehat selama hamil disosialisasikan dan dilatihkan dalam kelas ibu hamil. Kajian pelaksanaan kelas ibu hamil yang dilaksanakan di Indonesia sangat diperlukan. Berdasarkan literatur yang ada, artikel pertama dalam edisi ini melakukan kajian pelaksanaan kelas ibu hamil berdasarkan kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang yang ada (SWOT analysis). Hasil analisis mendapati bahwa pelaksanaan kelas ibu hamil masih lemah namun sangat berpeluang. Untuk itu direkomendasikan agar melakukan perubahan strategi dalam pelaksanaan karena strategi yang sudah berjalan dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja untuk penunjang program kesehatan ibu dan anak. Hipertensi selama kehamilan adalah gejala yang harus dihindari, karena hal ini dapat menyebabkan pre eklamsia yang kemudian eklamsia yaitu salah satu penyumbang sebab kematian ibu. Ibu dengan riwayat hipertensi harus diwaspadai, jika ibu mempunyai riwayat hipertensi akan terbawa hingga masa kehamilan yang pada akhirnya menjadi risiko kehamilan. Anemia juga menjadi momok bagi ibu hamil, penyebab utama anemia kehamilan adalah kekurangan zat besi yang timbul sebagai akibat dari peningkatan penggunaan zat besi untuk janin. Untuk menghindari anemia pada kehamilan harus menjaga konsumsi asupan makanan yang bergizi dan menambah pil zat besi sesuai dengan umur kehamilan. Penggunaan kontrasepsi setelah kehamilan berakhir (melahirkan atau keguguran), penting dilakukan untuk mempersiapkan kehamilan berikutnya yang lebih baik. Pilihan penggunaan kontrasepsi dapat disesuaikan dengan kebutuhan, ada yang berjangka pendek atau jangka panjang. Umur ibu semakin meningkat penggunaan kontrasepsi jangka panjang semakin meningkat, hal ini positif dalam pertumbuhan penduduk yang sehat bagi dunia. Semoga bermanfaat.
REDAKSI
Volume 6, No. 2, Agustus 2015
ISSN : 2087-703X No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013
JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI DAFTAR ISI Kata Pengantar 1
PELAKSANAAN KELAS IBU HAMIL DI INDONESIA Oleh : Noviati Fuada, Budi Setyawati
67 – 75
2
FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA WANITA HAMIL DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2013) Oleh: Budi Setyawati, Noviati Fuada, Salimar, Bunga Christitha Rosha
77 – 87
3
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS ANEMIA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AIR DINGIN KECAMATAN KOTO TANGAH, KOTA PADANG Oleh: Putri Aulia Azra, Bunga Ch Rosha
89 – 95
4
HUBUNGAN KADAR TSH PADA AWAL KEHAMILAN DENGAN PERKEMBANGAN MENTAL PSIKOMOTOR BAYI DI DAERAH ENDEMIK GAKI Oleh: Yusi Dwi Nurcahyani
97 – 105
5
PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA WANITA PASCA MELAHIRKAN DAN PASCA KEGUGURAN, SDKI 2012 Oleh: Flourisa Juliaan S, Maria Anggraeni
107 - 116
6
HUBUNGAN INDEX MASSA TUBUH DENGAN HIPERTENSI PADA WANITA USIA SUBUR (ANALISIS DATA RISKESDAS 2013) Oleh : Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara
117 – 127
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
PELAKSANAAN KELAS IBU HAMIL DI INDONESIA Implementation of KIH (Pregnancy Class) in Indonesia Noviati Fuada1 dan Budi Setyawati2 1
Balai Penelitian dan Pengembangan GAKI Badan Litbangkes Kemenkes Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Litbangkes Kemenkes
2
Email :
[email protected] Abstract Background: Maternity classes have been implemented since 2009. It is a part of activities by the Maternal and Child Health Program. The activity of Pregnancy Class is a form of intervention in the early stages of the human life cycle. It aims to form healthy and strong generation. However, successful implementation of Pregnancy Class is still facing many obstacles. Therefore, it is important to conduct a review of Pregnancy Class. Objective: Reviewing the implementation of KIH (Pregnancy Class). Method: The study was conducted in the form of literature review. Analysis used SWOT and QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Results: Literature used was up to 2014. The position of KIH was in Quadrant III. This position indicated a weak organization, but still favorable. Recommendations strategy is by using Change Strategy. This means that the implementation of KIH is advised to change the previous strategy, as an on-going strategy will not be able to capture the opportunities that exist as well as to improve the performance of the organization. The old strategy of KIH is a supporting activity of Maternal and Child Health programs. The facilitator at the lower level are the responsibility of the village midwife. Communities are not familiar with KIH. Efforts to improve program performance of Class Pregnancy can be done by paying attention to the condition of the facilitator's performance in the primary care level, at the level of health districts and provinces, improving the professionalism of the facilitator, introducing classes to the public by using promotion and advertisement continuously, through information technology and also inviting all stakeholders to engage implementation KIH. Conclusion: Pregnancy Class Implementation is still likely to be implemented yet it needs promotion in social media (information technology). Keywords: Pregnancy Class, midwife, SWOT Abstrak Kelas Ibu Hamil telah dicanangkan sekitar tahun 2009. Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Kesehatan Ibu dan Anak. Kegiatan Kelas Ibu Hamil adalah bentuk intervensi pada tahap awal siklus hidup manusia. Diharapkan KIH mampu membentuk generasi yang sehat dan kuat. Namun demikian keberhasilan pelaksanaan Kelas Ibu Hamil masih banyak kendala. Untuk itu akan dilakukan telaah pelaksanaan Kelas Ibu Hamil. Tujuan: Menelaah pelaksanaan Kelas Ibu Hamil dengan tahapan, studi literatur. Metode: Analisis menggunakan SWOT ((strengths, weaknesses, opportunities, threats) dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Hasil: Telaah berdasarkan literatur/penelitian sampai dengan 2014. Posisi KIH yang terlihat adalah posisi Kuadran III (negatif, positif). Posisi ini menandakan sebuah organisasi (KIH) yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi. Maksudnya adalah pelaksanaan KIH disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya karena strategi yang sudah berjalan dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja KIH. Strategi lama KIA merupakan kegiatan penunjang program KIA dan pelaksana/fasilitator di tingkat bawah menjadi tanggung jawab bidan desa. Masyarakat masih belum mengenal KIH. Upaya perbaikan kinerja program Kelas Ibu Hamil antara lain, memperhatikan kondisi kinerja fasilitator di tingkat puskesmas, di tingkat dinas kesehatan kabupaten dan provinsi, meningkatkan profesionalitas fasilitator, mengenalkan Kelas Ibu Hamil kepada masyarakat luas dengan cara promosi dan iklan secara terus menerus, melalui teknologi informasi dan mengajak seluruh stake holder untuk terlibat pelaksanaan KIH Kesimpulan: Pelaksanaan KIH masih berpeluang dilaksanakan dan perlu promosi di sosial media. Kata kunci : Kelas Ibu Hamil, bidan desa, SWOT Naskah masuk: 13 Maret 2015
Review: 14 April 2015
Disetujui terbit: 20 Mei 2015
67
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
PENDAHULUAN Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) menjadi target dalam tujuan pembangunan Millenium (MDG’s), tepatnya pada tujuan 4 dan 5 yaitu menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Program KIA pada dasarnya mengupayakan kondisi ibu dan anak agar sehat mental dan jasmani. Upaya tersebut guna membentuk sumber daya manusia generasi penerus yang kuat sebagai satu modal pembangunan. Adapun prioritas KIA adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425 per 100.000 kelahiran hidup tahun 1992 (SKRT)1 (Lia Puspitasari, 2012 ). Sebagai realisasi tujuan tersebut sejak tahun 2009, telah dicanangkan program Kelas ibu hamil. Kelas Ibu Hamil merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte kelahiran2 (DEPKES, 2011). Pada dasarnya kelas ibu hamil merupakan proses pembelajaran. Menurut Depkes3 (Depkes, 2004), suatu keberhasilan pelatihan/pembelajaran dapat dilihat dari input, proses, luaran, dampak, evaluasi dan lingkungan. Menurut Notoatmodjo (1993) terdapat empat kelompok faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah pelatihan/pembelajaran yaitu, (1) faktor materi/hal yang dipelajari, (2) lingkungan fisik antar lain, suhu, kelembaban udara, kondisi tempat belajar dan lingkungan sosial yakni manusia 43 dengan segala interaksinya, (3) instrumental yang terdiri dari perangkat keras seperti perlengkapan belajar, alat peraga dan perangkat lunak seperti kurikulum, pengajar, serta metode belajar, dan (4) kondisi individual subjek belajar yakni kondisi fisiologis seperti panca indra dan status gizi serta kondisi psikologis misalnya intelegensi, pengamatan, daya tangkap dan ingatan4 (Edi Sukiarko, 2007). Beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa pelaksanaan 68
kelas ibu hamil belum berjalan dengan baik. Hasil penelitian di Kota Malang menunjukkan baru 30 persen kelas ibu hamil yang sudah dilaksanakan dengan baik, 20 persen belum baik dan 50 persen sudah tidak menyelenggarakan kelas ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggara atau pelaksanan kegiatan Kelas Ibu Hamil (KIH) menyatakan standar dan tujuan KIH belum jelas (32%), sumberdaya belum memadai bagi (36 %), komunikasi antar organisasi belum berjalan baik (60 %), karakteristik badan pelaksana belum baik (72 %) dan disposisi belum baik (32 %). Terdapat hubungan bersama-sama antara disposisi/sikap implementor serta standar dan tujuan kebijakan dengan implementasi program kelas ibu hamil (Jiarti, 2013). Studi lainnya yang dilakukan Kabupaten Jombang mencatat bahwa selama tahun 2010 hingga 2011 terdapat penurunan kehadiran ibu hamil di kelas ibu hamil5.(Rizky Lila D, 2012). Hasil penelitian di beberapa Kota dan Kabupaten di Indonesia menunjukkan bahwa Kusbandiah, 2013 mengatakan program KIH di Kota Malang didapatkan komunikasi antar organisasi belum berjalan baik sebesar 60 % dan karakkteristik pelaksana belum baik sebesar 72 % dan baru 30 % KIH yang sudah dilaksanakan dengan baik. Arifin, 2014 menambahkan, Program KIH di Kota Banjarbaru belum terdapat struktur Tim Kerja, SOP, monitoring evaluasi serta dukungan kerjasama serta kemintran lintas program. Faiqah, 2013 menyebutkan variabel yang berhubungan dengan implementasi program KIH di Kabupaten Lombok Timur adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan KIH menurut Saswaty, 2010 di Kabupaten Garut; Rosmawati, 2011 di Kabupaten Tangerang; Linarsih, 2012 di Kabupaten Kebumen; ibu hamil yang mengikuti KIH mendapatkan manfaat peningkatan pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan nifas; pengambilan keputusan lebih mandiri, serta memilih persalinan dengan tenga kesehatan. Selain itu hasil pelaksanaan KIH menurut Sujatmi, 2013 Tingkat depresi postpartum dari kondisi fisik ibu hamil yang diberikan pelatihan lebih rendah dari pada yang tidak diberikan pelatihan. Dan pelaksanaan KIH di Kabupaten Bulukumba, menurut Atiyatul Izzah dan
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
Atmansyah 2011, didapatkan Kunjungan K1 dan K4 100 % dan Angka Kematian Ibu 0. Melihat proses implementasi yang belum maksimal namun besar manfaat yang didapatkan dari program KIH terutama ouput menurunkan Angka Kematian Ibu Hamil sangat signifikan, maka kajian pelaksanaan KIH di Indonesia ini dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah, menelaah pelaksanaan dan strategi meningkatkan keberhasilan Kelas Ibu Hamil. METODE Studi literatur dilakukan untuk mencari dokumen dan hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak. Teridentifikasi beberapa faktor yang merupakan faktor penunjang dan penghambat pelaksanaan KIH. Faktor faktor tersebut dirangkum menjadi faktor kekuatan internal dan faktor peluang eksternal. Masing masing faktor internal dan eksternal di analisis dengan metode QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Hasil telaah studi literatur kemudian dianalisis menggunakan SWOT ((strengths, weaknesses, opportunities, threats) dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Selanjutnnya variabel faktor internal dan eksternal diberi skor dengan angka tertinggi satu. Kemudian total skor pada faktor eksternal dan internal dianggap sebagai angka pada sumbu aksis (x) dan sumbu (y), sehingga diperoleh posisi angka pada kuadran. Kuadran menunujukkan posisi prioritas. Studi Literatur dilakukan terhadap 41 naskah dokumen termasuk artikel mulai dari tahun 1998 sampai dengan terbaru tahun 2014, hal ini menjadi keterbatasan penelitian. HASIL Faktor penunjang keberhasilan kelas ibu hamil Faktor penunjang merupakan faktor kekuatan internal dan faktor peluang eksternal. Teridentifikasi beberapa faktor yang merupakan faktor penunjang dan penghambat pelaksanaan KIH. Faktor faktor tersebut dirangkum menjadi faktor kekuatan internal dan faktor peluang eksternal. Masing masing
faktor internal dan eksternal di analisis dengan metode QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) seperti yang terlihat pada tabel 3.1 dan 3.2, yaitu dengan memberikan pembobotan pada masing masing faktor. Setelah teridentifikasi faktor penunjang internal dan eksternal kemudian di berikan bobot nilai oleh tim penilai, sehingga nilai bobot merupakan rata rata dari tim penilai. Kemudian menentukan skala. Faktor penghambat keberhasilan Kelas Ibu Hamil (KIH) Sementara itu faktor penghambat keberhasilan Kelas Ibu Hamil (KIH) merupakan faktor kelemahan dari dalam KIH itu sendiri (faktor kelemahan internal) dan faktor ancaman yang datang dari luar KIH (faktor ancaman eksternal). Teridentifikasi beberapa faktor yang merupakan faktor penghambat pelaksanaan KIH. Faktor faktor tersebut dirangkum menjadi faktor kelemahan internal dan faktor ancaman eksternal. Masing masing faktor dianalisis seperti yang disajikan tabel 3.1 dan 3.2, yaitu dengan memberikan pembobotan pada masing masing faktor. Analisis Matrik Faktor Internal (Internal Strategic Analisys Summary/ EFAS) Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil Hasil Studi Literatur Hasil analisis matrik faktor internal didapatkan – 0,62 (sumbu x). Posisi ini menandakan bahwa faktor internal kelemahan lebih besar dibandingan dengan faktor internal kekuatan. Selengkapnya Matriks Faktor Internal sebagai kekuatan maupun kelemahan yang terdapat dalam pelaksanaan kegiatan KIH di Indonesia berdasarkan hasil studi literatur dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis matrik faktor eksternal didapatkan 0,79 (sumbu y). Posisi ini menandakan bahwa faktor eksternal peluang lebih besar dibandingan dengan faktor eksternal Ancaman. Selengkapnya matriks faktor eksternal sebagai peluang maupun ancaman yang terdapat dalam pelaksanaan kegiatan KIH di Indonesia berdasarkan hasil studi literatur disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan matrik analisis faktor internal dan matrik analisis faktor eksternal didapatkan 69
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
sumbu x dan y. Berdasarkan hasil studi literatur yang dikumpulkan dipatkan bahwa posisi sumbu x,y berada pada sumbu -0,62; 0,79, hal ini menunjukkan posisi pelaksanaan kegiatan KIH berada di kuadran III
berdasarkan telaah studi literatur. Kuadran III merupakan kuadran Ubah Strategi, menunjukkan pelaksanaan KIH lemah namun sangat berpeluang, seperti terlihat pada Gambar 4.
Tabel 1. Analisis Matrik Faktor Internal (Internal Strategic Analisys Summary/ IFAS) Hasil Studi Literatur Faktor Internal No
Skor
Bobot
Total
Kekuatan (strengths) 1
Kewenangan bidan untuk pelayanan kepada ibu hamil
4
0,06
0,24
2
Fungsi pengawasan kegiatan KIH
4
0,11
0,44
3
Kemampuan tenaga kesehatan
4
0,05
0,2
4
Komitmen, lembaga pemerintah/non pemerintah (Dinkes, pemkab.LSM)
3
0,06
0,18
5
Semangat bidan
3
0,03
0,09
6
Dampak KIH bagi petugas KIH terhadap tuntutan pengkhiran informasi
2
0,01
0,02
7
Manfaat terhadap perubahan sikap pemilihan persalinan
2
0,05
0,1
8
Kunjungan K1, K4 meningkat
3
0,04
0,12
9
Bumil banyak tertarik senam bumil TOTAL KEKUATAN
2
0,01
0,02
1
1,41
No
Kelemahan (weaknesses)
1
Tidak ada tim pengajar/koordinasi kurang/struktur tim kerja tdk jelas
4
0,08
0,32
2
Fasilitator tidak memadai secara kuantitas
4
0,04
0,16
3
Badan pelaksana hanya puskesmas
4
0,06
0,24
4
Rencana belum jelas/tidak komit pada jadwal
4
0,03
0,12
5
Belum ada struktur tim kerja dan SOP
3
0,01
0,03
6
Konsistensi pelaksanaan
4
0,01
0,04
7
Pelatihan Bidan Koordinator
3
0,06
0,18
8
Partisipasi keluarga kurang/tidak ada
3
0,04
0,12
9
Ibu hamil masih bekerja tdk ada waktu
2
0,01
0,02
10
Peserta tidak hadir saat penyampaian materi inti
3
0,02
0,06
11
Tidak ada evaluasi berkala
4
0,11
0,44
12
Metode praktek tidak ada/senam bumil tidak ada
3
0,01
0,03
13
Alat bantu/buku panduan/flipcart kurang
2
0,01
0,02
14
Tidak ada biaya pelaksanaan kelas KIH
3
0,03
0,09
15
Dana pelaksanaan tidak mandiri/kurang/masih bergantung BOK
3
0,04
0,12
16
Persepsi KIH mahal
2
0,01
0,02
17
Sosialisasi tidak maksimal terkait manfaat sarana belajar TOTAL KELEMAHAN
2
0,01
0,02
Selisih Total Kekuatan – Total Kelemahan = -0,62= = sumbu x
70
1
2,03
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
Tabel 2. Analisis Matrik Faktor Eksternal (External Strategic Analisys Summary/ EFAS) Hasil Studi Literatur
Gambar 4. Matriks Kuadran SWOT Pelaksanaan KIH Hasil Studi Literatur
Hasil ini mengambarkan posisi KIH berada pada posisi Kuadran III (negatif, positif). Posisi ini menandakan sebuah organisasi (KIH) yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya pelaksanaan KIH disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi (KIH). Alternatif berbagai pengembangan strategi lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3. Dengan analisis saling melengkapi faktor ekternal dan internal, diperoleh beberapa point alternatif pengembangan. Strategi Swot Pengembangan Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil Diversifikasi program dapat diartikan pengembangan kegiatan atau penganekaragaman kegiatan untuk menghindari ketergantungan pada satu kegiatan yang ada. Hasil identifikasi faktor
penunjang dan penghambat dapat dilakukan analisis untuk saling melengkapai seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel tersebut merupakan alternatif dari diversivikasi atau kemungkinan pengembangan Kelas Ibu Hamil. Alternatif alaternatif tersebut dapat dilakukan antara lain dengan menemukan strategi seperti yang tersaji pada tabel 3. PEMBAHASAN Gambaran yang terlihat menunjukkan jumlah pelaksanaan KIH di suatu wilayah tidak diikuti dengan capaian output yang diinginkan. Dimana adanya pelaksanaan KIH diharapkan dapat meningkatkan kunjungan ibu hamil pada pemeriksaan ibu hamil dan tingginya persalinan di fasilitas kesehatan. Keadaan ini menjadi suatu dilemma bila kucuran dana atau anggaran dari pemerintah untuk kegiatan pelaksanaan kelas ibu hamil dievaluasi dengan indikator keberhasilan tersebut. Sementara untuk merubah perilaku Ibu hamil tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Minimal diperlukan waktu dan paparan yang intensif 71
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
untuk merubah perilaku ibu hamil berkunjung ke fasiltas kesehatan. Jika tujuan awal KIH adalah merubah sikap dan perilaku ibu agar memahami tentang kehamilan tentulah dengan waktu empat bulan, (bahkan kurang dari empat bulan, jika ibu hamil tidak rajin menghadiri KIH) maka tujuan ini sulit terwujud. Oleh karenanya diperlukan kesepakatan dari penyandang dana dalam mengevaluasi anggaran, agar ada perlakuan khusus. Untuk itu diperlukan ketetapan output yang dapat dicapai secara SMART (spesifik, mesuareble, acurate, realistis, timeable). Indikator capaian pelaksanaan KIH sebaiknnya dilihat lebih kepada indikator input, proses dan output pelaksanaan KIH. Adapun output dari program KIA merupakan dampak dari KIH, yang tentunya tidak berkaitan secara langsung dengan keberlangsungan KIH. Bila kita ingin melihat keberhasilan KIH ada baiknnya kita melihat keberhasilan KIH menurut indikator determinan atau indikator proses, seperti berubahnya pengetahuan, perilaku, atau indikator proses seperti manajemen pelaksanaan KIH. Indikator itu sendiri merupakan petunjuk yang menggambarkan atau merefleksikan dari keadaan tertentu. (WHO, 1981). Selain itu indikator juga dapat berupa indeks yang menggambarkan fenomena ditempat dan waktu tertentu (Utomo,1999). Bentuk indeks yang akan dihasilkan dari psoses dapat beragam, tetapi pada prinsipnya indeks dari suatu indikator harus dapat digunakan untuk membandingkan secara absah dengan keadaan yang diukur. Bentuk indeks indikator dapat berupa persentase atau proporsi, angka absolut, rate, ratio atau komposit. Adapun syarat syarat indikator yaitu selain absah juga harus mengandung unsur spesifik, sensitif, obyektif dan valid. Ditinjau dari keadaan/fenomena yang akan dilihat dan digambarkan maka indikator dapat dikelompokkan menjadi : 1. Jenis indikator determinan, menggambarkan faktor-faktor antara lain perilaku, pengetahuan. 2. Jenis indikator hasil/outcome, melihat status kesehatan, kematian. 72
3. Jenis indikator proses, mengambarkan proses yang sedang berjalan seperti manajemen, pemeliharaan kesehatan dll. Kewenangan bidan untuk melakukan pelayanan kepada ibu hamil merupakan kekuatan pada pelaksanaan program KIH (Arifin, D.A 2014) dan sesuai dengan amanat PerMenKes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Kekuatan lainnya yang mendukung Program KIH adalah Fungsi Penngawasan Program KIH (Kolifah, 2011) dan Pedoman Pelaksanaan KIH, Kementrian Kesehatan 2011. Output KIH adalah meningkatnya perubahan sikap terhadap pemilihan persalinan dibantu tenaga medis ( Saswaty, 2010). Lebih lanjut dikatakan oleh Rochayah. 2012 bahwa perubahan pemilihan persalinan menggunakan tenaga medis adalah pengetahuan, peranan petugas kesehatan. Output lainnya yang menjadi kekuatan program KIH adalah meningkatnya jumlah kunjungan K1 dan K4. Bahkan dalam salah satu desa di Bulukumba, Sulawesi Selatan angka K45 meningkat sampai dengan 100 persen (Izzah, A dan Atmansyah L. 2011). Kelemahan faktor internal yang perlu dicermati dalam program KIH adalah belum maksimalnya peran Dinas Kesehatan dalam mendorong pelaksanaan KIH seperti manajemen organisasi pelaksana KIH yang jelas, pelatihan fasilitator yang intensif maupun sarana pendukung operasional KIH, sehingga terlihat bahwa operasional KIH lebih menjadi beban bagi Puskesmas. (Septerina, P.W et al, 2013; Saswaty, 2010; Praja, Y. H. 2012; Alhafizah, 2014). Selain itu adalah kelemahan klasik dalam operasional suatu program pemerintah pusat adalah permasalahaan dana yang lupa, tidak dianggarkan ataupun dianggap program bukan prioritas sehingga tidak ada dukungan dana dari pemerintah Kabupaten/Kota untuk mendorong pelaksanaan KIH di daerah. (Saswaty, 2010; Praja, 2012; Puspitasari, 2012). Hal berbeda jika bercermin pada negara negara berkembang di Asia lainnya. Kesehatan masyarakat telah menjadi perhatian dalam anggaran pembiayaan masyarakat. Ibu hamil merupakan bagian dari kesehatan masyarakat, dapat dikatakan kesehatan ibu
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
hamil telah mendapat perhatian utama. Banyak negara-negara berpenghasilan rendah (seperti Nepal, Uganda dan Zambia) telah memperkenalkan layanan umum gratis dengan pengeluaran kesehatan masyarakat sekitar 2 persen dari Gross Produk Domestik. Seperti negara-negara berpenghasilan rendahmenengah, Sri Lanka, telah menunjukkan, universal coverage bisa dicapai dengan tingkat pendanaan publik sebesar US $ 23 per kapita, jika pembiayaan publik digunakan secara efisien. (Rob Yatesa , 2010). Dari sisi pelaksanaan, kelemahan faktor internal adalah sering tidak sesuainya dengan petunjuk teknis yang dikeluarkan yang meliputi : sisi fasilitator yang belum kompeten, konsistensi pelaksanaan, metode penyampaian materi, alat bantu tidak lengkap maupun dari permasalahan ibu hamil yang tidak datang saat pelaksanaan KIH. Selain itu fungsi evaluasi berkala tidak berjalan (Utami, 2012 dan Arifin, 2014). Sedangkan fungsi evaluasi adalah sangat penting sebagai upaya sebuah program, untuk melakukan perbaikan dan mencegah terjadinya kesalahan berulang. Selain itu faktor dukungan keluarga juga merupakan faktor internal yang perlu diperhatikan. Faktor ini menjadai faktor kelemahan, dimungkinkan karena sebagian besar tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat Indonesia masih rendah. Jika di negara maju seperti Inggris, peran anggota keluarga lainnya cukup signifikan dalam mendukung kelas kesehatan ibu hamil. Seperti yang ditunjukkan pada data Maternity Survey Report, adannya proporsi yang tinggi dalam menghadiri memantau kehamilan (61%), cek USG (88%) dan hadir selama persalinan dan kelahiran sebesar 89 persen. ( Maggie Redshaw etc, 2010) Faktor eksternal peluang pelaksanaan program KIH di Indonesia yang terdapat dalam hasil studi literatur yang berpengaruh adalah keterkaitan KIH dengan perencanaan program dengan institusi lainnya.(Arifin, 2014; Izzah, Atmansyah, 2011). Selain keberagaman kearifan lokal yang dapat diadopsi dalam teknik pelaksanaan Program KIH itu dapat menumbuhkan peran aktif keterlibatan pihak di tingkat daerah serta dukungan lingkungan masyarakat. Sedangkan faktor eksternal ancaman yang terjadi adalah, minimnya dukungan lintas
program, persepsi KIH adalah pekerjaan dinas kesehatan serta indikator proses sosialisasi yang seharusnya disampaikan kepada tokoh masyarakat tidak berjalan. Secara umum perbaikan kinerja pelaksanaan Kelas Ibu Hamil harus terus diupayakan dengan selalu mengkaitkan kerarifan daerah dalam pelaksanaan KIH. Diharapkan peran aktif masyarakat lebih optimal karena terdapat rasa memiliki terhadap program KIH. Selain itu penting untuk selalu melakukan perencanaan secara komprehensif dengan lintas program yang membantu berjalannya program KIH di luar program kesehatan. Demikian juga perlu strategi promosi yang lebih luas sehingga keterlibatan para pihak lebih meluas dan lebih aktif dalam upaya mencapai sasaran utama kesehatan dan keselamatan ibu hamil dan bayi. Dari sisi internal perlu dianggarkan secara konsisten dan berkesinambungan terhadap pemenuhan operasional program KIH serta pelatihan terus menerus terhadap fasilitator baik dalam upaya meningkatkan jumlahnya maupun memperbaiki teknik penyampaian pesan. KESIMPULAN Kelas Ibu Hamil telah di laksanakan di seluruh provinsi dengan variasi 27.5 persen s/d 150 persen. Gambaran pelaksanaan Kelas Ibu Hamil (KIH) yang dilaporkan hanya jumlah kelas ibu hamil di wilayah Puskesmas. Capaian KIA tidak berhubungan dengan banyaknya jumlah KIH. Faktor faktor yang menunjang keberhasilan kelas ibu hamil Meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor penunjang kekuatan internal meliputi potensi dan dukungan dari pembina (bidan puskesmas) dan fasilitas puskesmas, dan dari peserta KIH (ibu hamil) adalah ketertarikan pada materi KIH. Faktor penunjang peluang eksternal meliputi dukungan lmasyarakat; Keterlibatan stake holder Faktor pengahambat kelemahan internal : lebih banyak mencakup pada kwalitas dan kuantitas fasilitator KIH, kwalitas pelaksanaan KIH. Faktor penghambat ancaman eksternal, sebagian besar di karenakan faktor dari keluarga peserta, peran serta masyarakat dan fasilitas (Alat bantu/buku 73
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
panduan/flipcart) yang kurang memadai. Penentuan strategi pelaksanan Kelas Ibu Hamil Berdasarkan studi literatur dan verifikasi data (kualitatif) di tingkat masyarakat, antara lain, KIH perlu perubahan baik dari segi input, proses/pelaksanaan, promosi maupun anggaran. SARAN Telaah hasil literatur dan pengamatan secara umum diperoleh informasi bahwa koordinator dan fasilitator pelaksanaan KIH oleh Bidan desa/wilayah menjadi faktor penunjang maupun penghambat. Berjalannya KIH tergantung pada hadirnnya bidan wilayah setempat namun di sisi lain beban kerja bidan cukup padat dan bidan cukup sibuk. Dengan demikian sangat direkomendasikan intregrasi pelaksanaan KIH dan Posyandu dengan kader posyandu sebagai fasilitator. Telaah literatur memberikan informasi bahwa, Kader posyandu cukup berpotensi menjadi salah satu fasilitator dan pelaksana berjalannya KIH. Pembinaan pelaksanaan KIH langsung di bawah promosi kesehatan. Dan pembuatan peraturan jelas terhadap pembentukan tim fasilitator. Agar KIH dapat berjalan berurut turut setiap bulan, perlu di dukung lebih dari satu orang fasilitator. Olehkarennya perlu adannya kejelasan pembentukan Tim fasilitator. Tim fasiltator sebaiknnya terdiri dari beberapa orang yang mempunyai skil penguasaan materi yang dapat diperoleh dari pelatihan atau pembelajaran jarak jauh, akan lebih baik jika memperoleh sertifikat fasilitator, untuk itu perlu kerjasama semua pihak terutama ditingkat daerah. Ucapan Terima Kasih Terimakasih kami ucapakan kepada Pimpinan dan PPI Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Litbangkes, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan Kajian Kelas Ibu hamil. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para nara sumber.
74
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Anonim (1981), Development of Indicators for Monitoring Progress towards Health for All by the Year 2000, WHO, Geneva. Departemen Kesehatan R.I. Pola Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Jakarta.2004 Edi sukiarko, SKM. Pengaruh Pelatihan Dengan metode Belajar Berdasarkan Masalah Terhadap pengetahuan dan ketrampilan Kader gizi dalam kegiatan Posyandu. Undip.2007 Lia Puspitasari Gambaran Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil Di Puskesmas Bangetayu Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 1054 - 1060 Maggie Redshaw , Katriina Heikkila. A national survey of women’s experience of maternity care. Maternity Survey Report. National Perinatal Epidemiology Unit, University of Oxford, 2010 Rob Yatesa. Women and children first: an appropriate first step towards universal coverage . WHO Bulletin 2010; 88: 474-475. Rizky Lila D, Persepsi Ibu Hamil tentang Kelas Ibu Hamil di Desa Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas megaluh Kabupaten Jombang, 2012. http://www.poltek kesjakarta1.ac.id/keperawatan. 25 Maret 2014 Sri Maulani. Tahapan perkembangan janin dalam kandungan. 2014. http://posyandu.org/ tahapan-perkembangan-janin-dalam-kandung an.html Yayah K Husaini. Penelitian Model Penyuluhan Gizi-Kesehatan dengan Metode Kontak Ibu dalam Upaya Meningkatkan Perilaku Sehat Ibu Selama Hamil, Menyusui dan Memberi Makanan Bayi dan Anak Balita.Jakarta.Badan Litbangkes depkes. 2000 Jiarti Kusbandiyah. Analisis Implementasi Program KIH oleh Bidan Puskesmas di Kota Malang. Program Pascasarjana. Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Minat Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak. 2013. UNDIP. Dessi Alhafizah Arifin. Strategi Pengembangan Program KIH di Kota Banjarbaru . Thesis. Universitas Diponegoro. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2014.
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil………… (Noviati Fuada, Budi Setyawati)
Tabel 3. Strategi SWOT Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil Hasil Studi Literatur Threats (Ancaman) Opportunities (Peluang) 1. 2. 3. Eksternal
4. 5. 6.
Keterkaitan KIH dengan rencana program Kemitraan bidan dukun Partisi masyarakat adopsi konsep desa siaga Dukungan masyarakat Keterlibatan stake holder PKK dan desa. Infrastruktur polides untuk penangann persalinan dengan tenaga bidan
Internal
Fungsi Pengawasan Program KIH Kewenangan bidan untuk pelayanan kepada ibu hamil Kemampuan tenaga kesehatan Komitmen Dinkes, dan Puskesmas Semangat Bidan Dampak KIH bagi petugas terhadap tuntutan pembaharuan informasi 7. Manfaat terhadap perubahan sikap ibu hamil dalam pemilihan persalinan 8. Peningkatan kunjungan K1 dan K4 yang signifikan 9. Ketertarikan Ibu Hamil terhadap senam ibu hamil
1.
2.
3. 4.
Weaknesses (Kelemahan) 1. Tidak ada tim pengajar/koordinasi kurang/struktur tim kerja tdk jelas 2. Fasilitator tidak memadai secara kwantitas 3. Badan pelaksana hanya puskesmas 4. Rencana belum jelas/tidak komit pada jadwal 5. Belum ada struktur tim kerja dan SOP 6. Peserta tidak hadir saat penyampaian materi inti 7. Konsistensi pelaksanaan 8. Pelatihan koordinator/kepala bidan 9. Partisipasi keluarga kurang/tidak ada 10. Ibu hamil masih bekerja tdk ada waktu 11. Peserta tidak hadir saat penyampaian materi inti 12. Tidak ada evaluasi berkala 13. Metode praktek tidak ada/senam bumil tidak ada 14. Alat bantu/buku panduan/flipcart kurang 15. Tidak terdapat biaya pelaksanaan kelas KIH 16. Dana pelaksanaan tidak mandiri/kurang/bergantung BOK 17. Persepsi KIH mahal 18. Sosialisasi tidak maksimal terkait manfaat sarana belajar 19. Standar belum jelas
5. 6. 7. 8.
Strengts (Kekuatan) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4.
Minim dukungan lintas program Tidak melibatkan pemerintaah desa Persepsi KIH hanya prgram kesehatan Persaingan dengan tenaga kesehatan (motif ekonomi) Pembentukan Kelas Ibu hamil tidak melibatkan stake holder Tidak ada dukungan stakeholder Belum pernah disosialisasikan kepada Kader, PKK, Toma, Organisasi Wanita Sosialisai/informasi KIH pada masyarakat kurang
Strategi SO /Comparative Advantage. (menggunakan kekuatan untuk merebut peluang) Meningkatkan fungsi pengawasan program KIH , membuat rencana program dengan sasaran berdasarkan output yang ingin dicapai secara SMART (spesifik, mesuareble, acurate, realistis, timeable). Memberikan pelatihan secara terus menerus kepada bidan dan didasarkan atas evaluasi pelaksanaan pelatihan maupun pelaksanaan KIH itu sendiri. Memberikan sosialisasi secara intensif lintas sektor Adanya ketertarikan pada senam ibu hamil kegiatan ini sebagai n faktor pengungkit dukungan masyarakat.
Strategi WO/ Divestmen// Investment (mengatasi kelemahan dengan mengambil peluang) 1. Melibatkan potensi daerah untuk fokus terhadap sasaran yang akan dicapai dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi program KIH. 2. Secara terus menerus memperbaharui informasi teknis KIH dan memperbaiki pelaksanaan KIH berdasarkan evaluasi yang dilakukan. 3. Memberikan kepastian terhadap dana operasional pelaksanaan KIH secara berkelanjutan sesuai dengan standar.
Strategi ST/ Mobilization (menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman) 1. Melibatkan pimpinan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi program KIH sebagai program lintas sektoral. 2. Menggali potensi daerah yang dapat diintegrasikan dalam pelaksanaan KIH di lapangan. . 3. Memberikan sosialisasi kepada stakeholders mengenai KIH terkait dengan potensi yang dapat mendukung implementasi program di lapangan.
Strategi WT/ Damage Control (Meminimalkan kelemahan dan menghindarkan ancaman) 1. Melibatkan stake holders lokal untuk mendukung pelaksanaan KIH di lapangan sesuai dengan potensi daerah yang tersedia.
75
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA WANITA HAMIL DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2013) Hypertension Risk Factors Pregnant Women in Indonesia (Riskesdas Data Analysis 2013) Budi Setyawati1, Noviati Fuada1, Salimar1, Bunga Christitha Rosha1 Pusat Teknologi dan Intervensi Kesehatan Masyarakat, Jln. Percetakan Negara No. 29 Jakarta Pusat Abstract Background: Hypertension (including preeclampsia) in pregnant women occurs in about 10% of pregnancies worldwide and become one of the major causes of morbidity and mortality in mothers and newborn. It is estimated that about 13 percent of maternal mortality caused by hypertension in pregnancy. Objective: To study factors associated with hypertension in pregnant women in Indonesia. Methods: This study is an analytical observational study with cross sectional design, using the data of 2013 Riskesdas. Results: Hypertension in pregnant women in Indonesia in 2013 was 6.3%. Determinants of hypertension in pregnant women are the history of hypertension (OR: 5.1), upper arm circumference > 30 cm (OR: 2.9), age over 35 years (OR: 1.8), the habit of eating salty foods every day (OR : 1.6), low education level (below junior high school) (OR: 1.6), and outer Java-Bali region (OR: 1.3), all of which were statistically significant (p <0.05). Conclusion: Hypertension in pregnant women primarily because previous history of hypertension, age >30 years, overweight (upper arm circumcerence > 30 cm), the habit of eating salty foods every day, and low education (<SMP). In the program of preventive promotive hypertension, counseling is preferable to at-risk groups. Keywords:hypertension, pregnant women, upper arm circumference
Abstrak Pendahuluan : Hipertensi (termasuk preeklampsi) pada wanita hamil terjadi pada sekitar 10% dari kehamilan di seluruh dunia dan menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi yang dilahirkannya. Diperkirakan 13 persen angka kematian ibu disebabkan oleh hipertensi pada kehamilan. Tujuan : mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada wanita hamil di Indonesia Metode : Penelitian ini adalah studi observasional analitik dengan desain cross sectional study, menggunakan data Riskesdas 2013. Hasil :Hipertensi pada wanita hamil di Indonesia 2013 sebesar 6,3%. Determinan hipertensi pada wanita hamil adalah riwayat pernah didiagnosis hipertensi (OR : 5,1), status gizi yang digambarkan oleh lingkar lengan atas (LILA)> 30 cm (OR : 2,9), umur diatas 35 tahun (OR : 1,8), kebiasaan makan makanan asin tiap hari (OR : 1,6), pendidikan kurang dari SMP (OR : 1,6), dan kawasanbukan Jawa-Bali (OR : 1,3), kesemuanya signifikan secara statistik (p<0,05). Kesimpulan : hipertensi pada wanita hamil utamanya dikarenakan riwayat hipertensi sebelumnya, usia > 30 tahun, status gizi lebih (LILA > 30 cm), kebiasaan makan makanan asin tiap hari, dan pendidikan rendah (< SMP). Saran :dalam upaya promotif-preventif hipertensi, penyuluhan diutamakan pada kelompok berisiko. Kata kunci : hipertensi, ibu hamil, LILA
Naskahmasuk: 26 Febrauari 2015
Review: 8 April 2015
Disetujuiterbit: 2Juli 2015
77
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
PENDAHULUAN Hipertensi (termasuk preeklampsi) pada wanita hamil terjadi pada sekitar 10% dari kehamilan di seluruh dunia dan menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi yang dilahirkannya. Diperkirakan 50.000-60.000 ibu melahirkan di seluruh dunia meninggal karena preeklampsi, dimana insiden preeklampsi meningkat 25% dalam dua dekade terakhir.1Diestimasikan sekitar 13 persen angka kematian ibu disebabkan oleh kondisi hipertensi pada kehamilan.2Diperkirakan pula terjadi peningkatan kejadian hipertensi dan kematian akibat hipertensi pada wanita hamil dari tahun ke tahun.3 Hipertensi pada wanita hamil berpotensi menimbulkan komplikasi dan dapat menyebabkan kondisi odem pada paru-paru, ASI tidak lancar, pendarahan otak, plasenta abruptio, kerusakan hati, gagal ginjal akut, bahkan kematian pada ibu.4,5 Hipertensi pada wanita hamil merupakan penyebab utama pada kasus kelahiran bayi prematur.1 Akibat lainnya dari ibu hamil yang hipertensi adalah berat lahir bayi kurang dari 10 persentil, lebih banyak jumlah bayi dengan APGAR <3, hambatan pada pertumbuhan janin, angkakematian bayi dalam kandungan, serta angka kematian perinatal dan neonatal yang lebih tinggi dibandingkanibu tidak hipertensi.4 Hipertensi pada wanita hamil secara sederhana dapat diklasifikasikan pada 4 kelompok yakni : 1. Hipertensi kronik : yakni kondisi hipertensi telah muncul sebelum hamil atau ada di saat umur kehamilan belum masuk ke dalam minggu ke-20. Hipertensi tetap menetap walaupun lebih dari 12 minggu setelah melahirkan. Ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg ataupun gabungan keduanya; 2. Hipertensi gestasional : yakni merupakan hipertensi yang bersifat sementara, muncul pada pertengahan kehamilan (setelah usia kehamilan 20 minggu), cenderung menjadi normal setelah melahirkan, dan tidak mengalami proteinuria; 3. Hipertensi Preeklampsi (termasuk hipertensi kronis dengan superimpose preeklampsia) yaitu adalah jenis hipertensi yang muncul di usia pertengahan kehamilan (lebih dari 20 minggu) dan protenuria dalam urin 78
sedikitnya 300 mg/24 jam; 4.Hipertensi Eklampsia : eklampsia didefinisikan sebagai munculnya kejang pada wanita dengan preeklampsia.1,6,7 Faktor risiko untuk terjadinya hipertensi pada wanita hamil adalah : memiliki riwayat keluarga mengidap hipertensi, usia reproduksi yang terlalu muda atau tua, primigravida, kehamilan yang berulang kali, penyakit diabetes, penyakit/gangguan ginjal, hipertensi sejak sebelum kehamilan, penambahan berat badan berlebih selama kehamilan (> 1 kg/minggu).4Faktor risiko lain adalah kehamilan kembar, sering melahirkan dan usia ibu ≥ 40 tahun.1 Sebuah studi kohort di Amerika Latin dan Caribia mengidentifikasikan faktor risiko seperti riwayat hipertensi, diabetes atau diabetes gestasional, ibu melahirkan diatas usia 35 tahun, dan kondisi obesitas (indeks massa tubuh > 29).8 Literatur lain menyebutkan faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi berkaitan dengan perkembangan penyakit yakni primigraviada, multigravida, janin besar dan kehamilan dengan janin lebih dari satu.9Ditemui adanya hubungan antara frekuensi kehamilan dengan hipertensi di RSUD Pandan Arang Boyolali, yakni semakin tinggi frekuensi kehamilan semakin berisiko terkena hipertensi, semakin tinggi paritas ibu maka semakin berisiko mengalami preklamsia.10Selain itu, faktor risiko hipertensi lainnya adalah: faktor genetik, umur, etnis, stres, asupan garam, dan kebiasaan merokok. 11,12,13 Kondisi hipertensi (utamanya eklampsia) pada wanita hamil dipengaruhi oleh keberadaan dan kualitas dari lembaga pelayanan yang menyelenggarakan perawatan antenatal (antenatal care).14 Manajemen pelayanan dan penanganan hipertensi, utamanya pada preeklampsia dan eklampsia cukup menentukan pada besarnya angka kematian pada ibu hamil dan melahirkan. Di Indonesia, masih sedikit diperoleh informasi tentang hipertensi pada wanita hamil. oleh karenanya penelitian ini bertujuan mempelajari trend dan faktorfaktor yang berhubungan dengan hipertensi pada wanita hamil di Indonesia.
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
METODE Jenis Penelitian ini adalah studi observasional analitik dengan desain cross sectional study. Data yang digunakan untuk dianalisis adalah data Riskesdas 2013.Untuk melihat hubungan berbagai faktor yang di tengarai berhubungan dengan hipertensi pada wanita hamil, sampel adalah wanita hamil pada Riskesdas 2013. Kriteria Inklusi : sampel wanita hamil yang diukur tekanan darahnya dan memiliki data variabel yang dibutuhkan dengan lengkap.Kriteria eksklusi : hanya memiliki catatantekanan darah sistole saja/diastole saja, pengukurantekanan darah hanya satu kali dan data tidak lengkap.Variabel Terikat : status hipertensi pada wanita hamil. Variabel bebas : Karakteristik wilayah dan sosial ekonomi yang terdiri atas : status kawasan, klasifikasi daerah, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi Riwayat penyakit :diabetes mellitus, ginjal (gagal ginjal/batu ginjal), hipertensi sebelum kehamilan, kondisi kesehatan jiwa/stress Perilaku/kebiasaan : kebiasaan merokok (Pasif dan aktif), konsumsi : buah-sayur, buah, sayur, makanan asin, konsumsi lemak/kolestrol/gorengan, mie instan Riwayat kehamilan dan pemeriksaan kehamilan : jumlah kehamilan, usia saat hamil, usia pertama kali hamil, usia kandungan Pemanfaatan pelayanan kesehatan : pemeriksa kehamilan, tempat pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan K1-K4 Status gizi ibu hamil yang dilihat pada lingkar lengan atas (LILA) Status wilayah dibedakan atas kawasan Jawa-Bali dan bukan Jawa-Bali; pendidikan : tamat SMP dan tidak tamat SMP; pekerjaan : bekerja dan tidak bekerja; status ekonomi dianggap berisiko jika pendapatan keluarga < kuintil 3; riwayat diabetes mellitus, penyakit ginjal dan hipertensi dibedakan atas : pernah didiagnosis oleh dokter dan tidak pernah; kondisi kejiwaan berisiko jika memiliki masalah kejiwaan yang ditandai menjawab Ya minimal 6 dari 20 pertanyaan; kebiasaan merokok dianggap
berisiko jika merokok aktif/pasif tiap hari, kebiasaan konsumsi buah-sayur, makanan asin, makanan berlemak/kolestrol/gorengan, dan mie instan dibedakan atas makan tiap hari dan tidak tiap hari; kehamilan dianggap berisiko jika jumlah kehamilan ≥ 3 kali, usia saat hamil > 35 tahun, usia pertama kali hamil ≤ 20 tahun. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dianggap berisiko jikapemeriksa kehamilan bukan tenaga kesehatan, tempat pemeriksaan bukan fasilitas pelayanan kesehatan (yankes), pemeriksaan K1-K4 tidak sesuai standar. Status gizi diukur dengan LILA, dianggap berisiko jika LILA > 3o cm. Pada data dilakukan proses cleaning dan komposit, pengolahan dan analisis data untuk melihat faktor-faktor yang berisiko terhadap hipertensi pada wanita hamil di Indonesia. Digunakan uji Chi-Square dan regresi logistik dengan pendekatan ‘complex sample’ (pendekatan complex sample digunakan dalam analisis menggunakan SPSS untuk data-data yang jumlahnya besar). Data Riskesadas 2013 yang digunakan dalam penelitian ini dalam proses pengumpulan datanya telah mendapatkan persetujuan etik (ethical approval). HASIL Pada Tabel 1 disajikan karakteristik sosial ekonomi responden yang meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, status tempat domisili dan status provinsi tempat domisili. Terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil memiliki status tidak bekerja (sebagai ibu rumahtangga saja), tidak tamat SMP, berdomisili di kawasan Jawa-Bali dan di perkotaan. Tabel 2 menyajikan riwayat penyakit yang pernah diderita oleh responden. Terlihat bahwa sebagian besar responden dalam kondisi kesehatan yang normal. Hanya sedikit yang teridentifikasi memiliki riwayat ataupun pernah didiagnosis oleh dokter/tenaga kesehatan menderita diabetes (0,3%), penyakit ginjal yakni batu ginjal atau gagal ginjal (0,2%), hipertensi (3,2%) penyakit ginjal yakni batu ginjal atau gagal ginjal (0,2%), hipertensi (3,2%).
79
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
Tabel 1. Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Pada Ibu Hamil di Indonesia Tahun 2013
Tabel 2. Riwayat PenyakitYang Pernah di Derita Ibu Hamil di Indonesia Tahun 2013
Ditemui juga ada sekitar 7,8 persen dari responden yang teridentifikasi memiliki masalah kejiwaan.Kebiasaan yang berhubungan dengan kondisi kesehatan disajikan pada Tabel 3. Tampak bahwa hampir 1/3 dari keseluruhan
80
responden menjadi perokok aktif maupun pasif tiap hari. Sebagian besar responden tidak mengonsumsi buah tiap hari (77,6%). Sekitar ¼ dari responden yang mengonsumsi makanan asin minimal 1 kali/ hari, dan 41,8% mengonsumsi makanan berlemak/kolesterol/gorengan.
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
Tabel 3. Kebiasaan/PerilakuIbu Hamil di Indonesia Tahun 2013 No 1
2
3
4
5
6
7
Variabel Status perokokaktif/pasif Bukanperokokaktif/pasif Perokokaktif/pasiftiaphari Kebiasaankonsumsibuah-sayur Tiap hari Tidak tiap hari Kebiasaankonsumsibuah Tiap hari Tidak tiap hari Kebiasaankonsumsisayur Tiap hari Tidak tiap hari Kebiasaankonsumsimakananasin Tidaktiaphari Minimal 1 kali/hari Kebiasaankonsumsilemak/kolesterol/gorengan Tidaktiaphari Minimal 1 kali/hari Kebiasaankonsumsimie instant Tidaktiaphari Minimal 1 kali/hari
Jumlah
Persentase
4632 2486
65,1% 34,9%
1267 5851
17,8% 82,2%
1597 5521
22,4% 77,6%
4534 2584
63,7% 36,3%
5342 1776
75,0% 25,0%
4146 2972
58,2% 41,8%
6617 501
93,0% 7,0%
Table 4. Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Kehamilan dan Status Gizi Ibu Hamil
81
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
Pada Tabel 4 ditampilkan gambaran tentang riwayat kehamilan dan pemeriksaan kehamilan serta status gizi ibu_hamil. Terlihat bahwa sebagian besar responden pernah hamil kurang dari 3 kali (85,6%) dan usia saat hamil di bawah 35 tahun (88,9%). Ditemui cukup banyak ibu yang hamil pertama kali diusia ≤ 20 tahun (44,7%). Usia kandungan > 20 minggu ditemui pada sekitar separuh dari responden. Sebagian besar responden memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan dan di fasilitas pelayanan kesehatan dan hanya sedikit yang tidak memeriksakan kandungan ke tenaga kesehatan (8,2%). Sekitar 18,6 persen yang tidak melakukan pemeriksaan K-4 sesuai standar. Hasil uji Bivariat disajikan pada Tabel 5 pada lampiran. Ditemui hubungan signifikan pada variabel pendidikan. Wanita hamil berpendidikan tidak sampai tamat SMP berisiko mengalami hipertensi sebesar 1,7 kali dibandingkan yang tamat SMP. Kondisi pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan berisiko 6 kali hipertensi saat kehamilan dibandingkan yang tidak didiagnosis menderita hipertensi (p<0,05). Wanita saat hamil berusia 35 tahun keatas
berisiko hipertensi sebesar 2,4 kali dibandingkan wanita yang saat hamil belum berusia 35 tahun, signifikan secara statistik. Konsumsi makanan asin minimal 1 kali/hari berisiko hipertensi satu setengah kali dibandingkan yang tidak mengonsumsi makanan asin tiap hari, namun hubungan ini tidak signifikan. Secara umum tidak ditemui ada hubungan signifikan pada perilaku/ kebiasaan merokok dan konsumsi terhadap kondisi hipertensi. Riwayat kehamilan 3 kali atau lebih, berisiko 1,9 kali untuk mengalami hipertensi saat ibu hamil dibandingkan ibu dengan riwayat kehamilan kurang dari 3 kali (p< 0,05). Kondisi status gizi pada ibu hamil yang dinilai berdasar pengukuran lingkar lengan atas (LILA), LILA ibuhamil ≥ 30 cm, berisiko hipertensi 3 kali dibandingkan LILA ibu hamil < 30 cm, hubungan ini signifikan secara statistik. Dari hasil uji bivariat antara variabel dengan hipertensi, nilai p-value < 0,25 dimasukkan dalam uji multivariat. Dalam uji multivariat, variabel yang memiliki nilai pvalue ≥ 0,05 dikeluarkan satu demi satu dimulai dengan nilai p-value terbesar. Hasil akhir uji multivariat, yang kesemuanya signifikan secara statistik disajikan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Hasil Uji Multivariat
Dari hasil uji multivariat terlihat bahwa riwayat pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan memberikan risiko terbesar terhadap kondisi hipertensi yakni sebesar 5,1 kali (p< 0,05). Selanjutnya risiko yang besar ditemui pada kondisi lingkar lengan atas, dimana (LILA) > 30 cm berisiko hingga 2,9 kali untuk terjadi hipertensi ibu hamil dibandingkan ibu
82
dengan LILA ≤ 30 cm (p < 0,05). Usia diatas 35 tahun berisiko 1,8 kali mengalami hipertensi pada ibu hamil dibandingkan yang usianya kurang dari 35 tahun. Pendidikan rendah (< SMP) dan kebiasaan mengonsumsi makanan asin berisiko sekitar 1,6 kali dibandingkan kondisi sebaliknya. Ibu hamil yang berdomisili di luar Jawa-Bali berisiko 1,3 kali mengalami hipertensi pada
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
saat hamil dibandingkan yang berdomisili di Jawa-Bali. PEMBAHASAN Kondisi tempat tinggal ibu hamil berdasarkan kawasan/region ternyata berpengaruh terhadap risiko ibu untuk mengalami hipertensi. Ditemui proporsi ibu hamil yang mengalami hipertensi di luar Jawa-Bali adalah sebesar 7%, lebih tinggi dari ibu hamil yang hipertensi di Jawa-Bali yang sebesar 5,8%. Ibu yang berdomisili di luar Jawa-Bali memiliki risiko 1,3 kali mengalami hipertensi dibandingkan ibu yang tinggal di Jawa-Bali. Risiko yang lebih besar di luar Jawa-Bali kemungkinan bisa dikarenakan kurang tersedianya fasilitas kesehatan yang baik dalam kuantitas maupun kualitasnya dibandingkan fasilitas kesehatan di Jawa-Bali, sehingga kemungkinan responden ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan dan baru terdeteksi pada saat survei dilakukan. Kualitas yang lebih baik pada pelayanan kesehatan akan mampu mendeteksi sejak dini adanya kondisi hipertensi pada ibu hamil dan dapat dilakukan penanganan sesegera mungkin untuk mengurangi ataupun mengatasi keparahan hipertensi pada wanita hamil. Kehamilan pada usia diatas 35 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Besarnya risiko adalah sebesar 1,8 kali dibandingkan kehamilan di usia 35 tahun kebawah. Hasil penelitian ini ternyata sejalan dengan hasil penelitian studi kohort yang dilakukan di Amerika Latin dan Carribean yang mendapatkan bahwa usia ibu diatas 35 tahun berisiko hipertensi .8 Demikian pula yang ditemukan oleh Robert (2013)1 yang mendapatkan risiko hipertensi yang lebih tinggi pada wanita hamil berusia 40 tahun keatas. Tingkat pendidikan juga terhubungan dengan hipertensi pada wanita hamil. Pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan SMP kebawah, terdapat risiko sebesar 1,6 kali untuk hipertensi dibandingkan pada ibu dengan tingkat pendidikan SMP keatas .Menurut Notoatmojo (2003), 15untuk terbentuknya perilaku maka pengetahuan/ kognitif sangatlah penting, dimana perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari
pengetahuan. Semakin baik pengetahuannya maka diasumsikan perilakunyapun akan semakin baik. Menurut Kristina (2008) dalam Karolina (2009),16 faktor penyebab perubahan pemahaman, sikap dan perilaku sehingga mau mengadopsi perilaku baru yakni kesiapan psikologis yang ditentukan oleh pengetahuan. Pengetahuanitu sendiri dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti tingkat pendidikan, sumber informasi dan pengalaman. Grenn (2000) dalam Karolina (2009)20menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi agar suatu sikap dapat menjadi perbuatan. Oleh karenanyalah dapat difahami mengapa ibu hamil berpendidikan rendah lebih berisiko hipertensi, dikarenakan kurangnya pengetahuan dalam upaya pencegahan, deteksi dini ataupun pengobatan hipertensi yang mungkin terjadi. Kurangnya pengetahuan ini membuat ibu kurang/tidak peduli dalam pencegahan maupun pengobatan hipertensi pada kehamilan. Ibu hamil dengan riwayat pernah didiagnosis hipertensi berpeluang mengalami hipertensi saat hamil sebesar 5,1 kali dibandingkan yang tidak pernah didiagnosis hipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian Robert (2013) yang menyatakan bahwa kondisi hipertensi sejak sebelum kehamilan berpotensi untuk mengalami hipertensi saat hamil.1Besarnya risiko untuk menjadi hipertensi saat hamil jika pernah didiagnosis hipertensi sebelumnya, membuat perlunya perhatian serius baik oleh keluarga maupun tenaga kesehatan untuk menangani hal ini. Kebiasaan mengonsumsi makanan asin sedikitnya satu kali perhari berisiko untuk mengalami hipertensi saat hamil sebesar 1,6 kali dibandingkan yang tidak memiliki kebiasaan tersebut. Makanan asin banyak mengandung garam (sodium/natrium), konsumsi garam yang tinggi berisiko untuk terjadinya hipertensi. Oleh karenanya dalam saran untuk mengadopsi gaya hidup sehat dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam hingga tak lebih dari 1000 mmol/hari (2,4 gram Natrium atau 6 gram NaCl/ garam dapur). Dianjurkan pula untuk melakukan diet DASH yakni mengonsumsi diet kaya buah, sayur dan susu rendah lemak.17 83
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
Penilaian status gizi yang pada ibu hamil dilakukan dengan cara melakukan pengukuran LILA. Ibu hamil dengan LILA > 30 cm masuk dalam kategori sedikit diatas normal (105% dari batas atas LILA normal yakni 28,5). Ibu hamil dengan kondisi LILA > 30 cm berisiko untuk hipertensi sebesar 2,9 kali dibandingkan ibu yang LILA ≤ 30 cm. Literatur menyebutkan bahwa ukuran LILA akan lebih menggambarkan keadaan status gizi sang ibu apabila dibandingkan dengan berat badan. Hal ini dikarenakan berat badan ibu selama kehamilan adalah komulatif dari pertambahan berat organ tubuh, volume darah ibu dan berat janin yang dikandungnya. Selain itu, pembengkakan (oedema) yang biasa dialami ibu hamil, jarang mengenai lengan atas.18 Inilah alasan pengukuran LILA lebih baik untuk menilai status gizi ibu hamil dibandingkan berat badan.
sampai SMP dan yang berdomisili diluar Jawa-Bali. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih diucapkan kepada seluruh responden Riskesdas 2013, utamanya pada responden ibu hamil. Terima kasih juga di sampaikan kepada para reviewer yang telah memberikan banyak masukan, kepada Pembina Penelitian Ilmiah (PPI) dan Pimpinan Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat. Terakhir, terima kasih kami sampaikan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan yang telah memfasilitasi analisis lanjut ini. DAFTAR PUSTAKA 1.
KESIMPULAN Hipertensi pada wanita hamil di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 6,3%. Determinan utama dari kondisi hipertensi pada wanita hamil di Indonesia adalah berdomisili diluar kawasan Jawa-Bali, Usia diatas 35 tahun, pendidikan di bawah SMP, memiliki riwayat hipertensi, memiliki kebiasaan konsumsi makanan asin dan LILA diatas 30. Risiko terbesar adalah riwayat pernah didiagnosis hipertensi (OR : 5,1) disusul ukuran LILA > 30 cm (OR : 2,9), umur diatas 35 tahun (OR : 1,8), kebiasaan makan makanan asin tiap hari (OR : 1,6), pendidikan kurang dari SMP (OR : 1,6), dan terakhir lokasi provinsi di luar Jawa-Bali (OR : 1,3). SARAN Dalam upaya deteksi dini hipertensi pada wanita hamil, disarankan agar ibu rutin memeriksakan kondisi tekanan darahnya sejak sebelum dan saat kehamilan. Selain itu, dalam upaya promotif-preventif hipertensi pada ibu hamil, disarankan penyuluhan yang utamanya bertumpu pada kelompok ibu hamil berisiko hipertensi(usia diatas 35 tahun, LILA diatas 30 cm, pernah didiagnosis hipertensi, memliki kebiasaan makan makanan asin, pendidikan tidak 84
2.
3.
4.
5.
6.
Robert JM, August PA, Balens G, Barton JR, Bernstein IM, Bruzin M, et.al. Hypertension in pregnancy. The American College of Obstetricians & Ginecologyst Women’s Health Care Physicians.2013. Dolea C &Abou Zahr C. Global burden of hypertensive disorders of pregnancy in the year 2000. Evidence and Information for Policy (EIP), World Health Organization, Geneva, July 2003. Murray CJL, Lopez AD, eds. Global Health Statistics. A compendium of incidence, prevalence and mortality estimates for over 200 conditions. WHO, 1996. British Columbia Reproductive Age Program. 2006. BCRCP Obstetric Guideline 11: Hypertension in Pregnancy. Gifford RW, August PA, Cunningham G,Green LA, Lindheimer, MD, McNellis D,et al. National High Blood Pressure Education Program.WorkingGroup Report On High Blood PressureIn Pregnancy. National Istitutes of Health. National Heart, Lung dan Blood Institute. NIH Publication No. 00-3029. Originally Printed 1990. Mustafa R, Ahmed S, Gupta A & Venutol RC. Review Article : A Comprehensive Review of Hypertension
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
7.
8.
9.
10.
11.
12.
in Pregnancy. Journal of Pregnancy, Volume 2012, Article ID 105918, 19 pages. New York State Departememnt of Health, 2013. Hypertensive disorders in pregnancy. Conde-Agudelo A, Beliza JM Risk factors for pre-eclampsia in a large cohort of Latin American and Caribbean women. BJOG, 2000, 107(1):75-83. Bobak, Lowdetmik & Jensen.Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. EGC : Jakarta. 2004. Sulastri & Lindarwati. Analisis Jumlah gravida terhadap Kejadian Hipertensi pada saat Hamil di RSUD Pandan Arang, Boyolali. FIK UMS. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694. 2012. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006. Wade, A Hwheir, D N Cameron, A.. Using a Problem Detection Study (PDS) to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer Views of Antihypertensive therapy. Journal of Human Hypertension, Jun Vol 17 Issue 6, p397. 2003.
13. Soesanto, AM, Soenarto AA, Joesoef AH, Rachman GS. Reaktivitas Kardiovaskuler Individu Normotensi Dari Orang Tua Hipertensi Primer. Jurnal Kardiologi Indonesia. XXV (4) hal: 166 – 167. 2001. 14. Abou Zahr C, Guidotti R. Hypertensive disorders of pregnancy. In: Murray, CJL and Lopez, AD, eds,. Health dimensions of sex and reproduction: the global burden of sexually transmitted diseases, maternal conditions, perinatal disorders, and congenital anomalies. WHO 1998. 15. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. 16. Karolina, MS. Hubungan pengetahuan dengan pencegahan osteoporosis yang dilakukan oleh lansia di Kecamatan Medan Selayang. 2009. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. 17. U.S Departement of health and human services. 2004.The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 18. Depkes RI. 1995. Pedoman pengukuran lingkar lengan atas pada wanita usia subur.
85
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
Tabel 5. Hasil Uji Bivariat Tidak Hipertensi Hipertensi N N
No
Variabel
1
Kawasan/region Bukan Jawa – Bali Jawa-Bali Klasifikasi daerah Perkotaan Perdesaan Pendidikan Di bawah SMP SMP ke atas Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja Status ekonomi keluarga < kuintil 3 ≥ kuintil 3 Riwayat diabetes Pernah didiagnosis diabetes Tidak pernah didiagnosis diabetes Riwayat gangguan ginjal Ada gangguan ginjal (gagal ginjal dan batu ginjal) Tidak ada gangguan ginjal Riwayat hipertensi Pernah didiagnosis hipertensi Tidak pernah didiagnosis hipertensi Kondisi kejiwaan Ada masalah kejiwaan Tidak ada masalah Status perokok aktif/pasif Perokok aktif/pasif/hari Bukan perokok aktif/pasif Kebiasaan konsumsi buah-sayur Tidak tiap hari Tiap hari Kebiasaan konsumsi buah Tidak tiap hari Tiap hari Kebiasaan konsumsi sayur Tidak tiap hari Tiap hari Kebiasaan konsumsi makanan asin Minimal 1 kali/hari idak tiap hari Kebiasaan konsumsi lemak/ kolesterol / gorengan Minimal 1 kali/hari Tidak tiap hari Kebiasaan konsumsi mie instant Minimal 1 kali/hari Tidak tiap hari Jumlah kehamilan ≥3 <3
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
86
192 252
2564 4110
212 231
3612 3063
200 243
2185 4490
356 85
5070 1558
161 282
1945 4729
1 442
21 6653
1
17
442
6658
59 385
167 6508
37 406
515 6160
161 282
2325 4349
373 70
5478 1197
363 80
5158 1517
168 276
2416 4258
146
1631
298
5044
193 251
2779 3895
29 415
472 6202
103 341
924 5751
OR
95% CI
P-Value
1,22
0,94-1,57
0,13
0,78
0,59-1,02
0,072
1,69
1,29-2,22
0,000*
1,28
0,90-1,82
0,164
1,39
1,05-1,83
0,02
0,78
0,20-3,00
0,719
0,91
0,15-5,38
0,916
5,96
3,83-9,28
0,000*
1,1
0,66-1,86
0,714
1,07
0,81-1,40
0,646
1,16
0,79-1,71
0,437
1,34
0,94-1,91
0,112
1,07
0,80-1,43
0,629
1,51
1,11-2,05
0,08 T
1,08
0,82-1,42
0,591
0,91
0,53-1,58
0,746
1,88
1,37-2,56
0,000*
FaktorRisikoHipertensiPada …….(Budi S., Noviati F., Salimar, BungaC.Rosha)
18
19
20
21
22
23
24
Usia saat hamil 35 tahun ke atas Sampai dengan 35 tahun Usia pertama kehamilan >20 tahun ≤ 20 tahun Usia kandungan (minggu) >20 minggu ≤ 20 minggu Pemeriksa kehamilan Non tenaga kesehatan Tenaga kesehatan Tempat periksa kehamilan Bukan Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan Pemeriksaan K4 Tidak sesuai standar K4 Sesuai standar K4 LILA (Lingkar Lengan Atas) ≥30 cm < 30 cm
97 346
691 5983
221 223
3716 2959
1 203
3704 2971
51 392
532 6143
98 346
1175 5499
98 346
1224 5451
120 323
746 5928
2,43
1,81-3,27
0,000*
1,27
0,96-1,66
0,09
0,95
0,73-1,24
0,699
1,51
1,04-2,21
0,031
1,32
0,97-1,81
0,08
1,26
0,93-1,69
0,134
2,95
2,15-4,06
0,000*
87
Faktor-Faktor Yang Berhubungan ………… (Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2)
Faktor-Faktor Yang Berhubungan DENGAN STATUS ANEMIA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AIR DINGIN KECAMATAN KOTO TANGAH, KOTA PADANG Factors Associated with Anaemia Status of Pregnant Women in Puskesmas Air Dingin, Koto Tangah District, Padang Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2 1. 2.
Program Studi Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Sumbar Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badanlitbangkes Email :
[email protected]
Abstract Background: Anaemia in pregnancy is still a major problem that affects almost half of pregnant women in all countries in the world, including Indonesia. Anaemia in pregnancy is a "potential danger to the mother and child". In general, the main cause of pregnancy anemia is iron deficiency arising as a result of increased use of iron to the fetus. Objective: Assessing the factors that related to the status of anemia in pregnant women in Puskesmas Air Dingin, Koto Tangah District, Padang. Methods: The study was cross-sectional study. Data collection tool used questionnaires and samples were taken by means of simple random sampling. The research was conducted in April-May of 2014 that took place in Puskesmas Air Dingi, Koto Tangah, Padang. Data processing and analysis were performed with SPSS, in univariate and bivariate analysis with chi-square test at the 0.05 significance level. Results: As much as 69.4 percent of pregnant women are anemic. Chi-square test showed a significant relationship between gestational age, supplementation of iron tablets, and consumption (protein, fat, vitamin C, and iron) on the status of anemia in pregnant women. Conclusion: Prevention of anemia in pregnant women is done by increasing nutrient consumption and increasing knowledge through the promotion of health of pregnant women regarding anemia. Keywords : Anemia, pregnant women, consumption of nutrients Abstrak Latar Belakang : Anemia pada kehamilan saat ini masih menjadi masalah utama yang diderita oleh hampir separuh wanita hamil di seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Anemia pada kehamilan merupakan “potential danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak). Secara umum, penyebab utama anemia kehamilan adalah kekurangan zat besi yang timbul sebagai akibat dari peningkatan penggunaan zat besi untuk janin. Tujuan : menilai faktor-faktor yang hubungan dengan status anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin, Kecamatan Kota Tangah, Kota Padang. Metode : Jenis penelitian ini Cross sectional. Alat pengumpul data yang digunakan adalah melalui pengisian kuesioner dan sampel diambil dengan cara Simple Random Sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April– Mei tahun 2014 yang bertempat di Kecamatan Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Koto Tangah Kota Padang. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan SPSS versi 16 data di analisa univariat dan bivariat dengan Uji Chi-Square pada tingkat kemaknaan 0,05. Hasil : Sebesar 69,4 persen ibu hamil mengalami anemia. Uji chi square menunjukkan hubungan bermakna antara umur kehamilan, suplementasi tablet besi, dan konsumsi (protein, lemak, vitamin c, dan zat besi) terhadap status anemia pada ibu hamil. Kesimpulan : Pencegahan anemia pada ibu hamil dilakukan dengan meningkatkan konsumsi zat gizi dan peningkatan pengetahuan melalui promosi kesehatan ibu hamil mengenai anemia. Kata kunci : anemia, ibu hamil, konsumsi zat gizi
Naskah masuk: 6 Maret 2015
Review: 14 April 2015
Disetujui terbit: 20 Mei 2015
89
Faktor-Faktor Yang Berhubungan ………… (Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2)
PENDAHULUAN Anemia pada kehamilan saat ini masih menjadi masalah utama yang diderita oleh hampir separuh wanita hamil di seluruh negara di dunia,1 termasuk Indonesia. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Seringkali disebut “potential danger to mother and child”.2 Secara global, sebesar 52 persen wanita hamil di negara-negara berkembang mengalami anemia. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan angka anemia pada wanita hamil di negara-negara industri yang hanya sebesar 20 persen. Negara dengan prevalensi anemia pada wanita hamil tertinggi adalah India (88 %), diikuti oleh Afrika (50 %), Amerika Latin (40 %) , dan Karibia (30 %).1 Berdasarkan laporan World Health Organization tahun 2008, prevalensi anemia pada ibu hamil di Asia Tenggara 48,2 persen.3 Menurut encyclopedia of nations Indonesia berada di peringkat ke-58 dengan prevalensi anemia pada ibu hamil sebanyak 44,3 persen.4 Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, prevalensi anemia pada ibu hamil sebanyak 24,5 persen,5 sedangkan pada tahun 2013 anemia pada ibu hamil naik prevalensinya menjadi 37, 1 persen.6 Anemia pada kehamilan dapat disebabkan oleh asupan makanan sumber zat besi yang tidak adekuat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi fisiologis ibu seperti keluhan mual dan muntah pada trimester I serta interaksi zat gizi dari makanan yang di konsumsi ibu yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat besi seperti teh dan kopi.7 Berbeda dengan hal ini, penelitian yang telah dilakukan oleh Peter Ubah di Porto Novo Afrika Barat terhadap 166 ibu hamil, kejadian anemia lebih tinggi pada ibu saat kehamilan trimester II yaitu sebesar 53,2 persen.8 Selain disebabkan oleh asupan gizi yang buruk, faktor-faktor yang mengganggu penyerapan zat besi dapat memicu defisiensi besi pada kehamilan, termasuk bedah bariatric, antasid, dan kekurangan mikronutrien seperti vitamin A, vitamin C, seng, dan tembaga.9,10 Untuk mengatasi defisiensi zat besi yang dapat menyebabkan anemia pada kehamilan, 90
Pemerintah Indonesia membuat program suplementasi zat besi untuk ibu hamil. Kebutuhan zat besi ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi diantaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu, untuk itulah ibu hamil membutuhkan 2-3 mg zat besi setiap hari selama kehamilannya.2 Berdasarkan Riskesdas tahun 2010 menunjukkan, 80,7 persen perempuan usia 10-59 tahun telah 11 mendapatkan tablet tambah darah. Pada tahun 2012 menurut data Profil Kesehatan Indonesia persentase ibu hamil yang mendapat tablet besi 90 tablet di Indonesia sudah mencapai angka 85 persen 12. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan oleh Data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2012, yang menunjukkan bahwa Puskesmas Air Dingin memiliki prevalensi anemia ibu hamil cukup tinggi yaitu 32,5 persen dan persentase ibu hamil yang memeriksakan hemoglobin di Puskesmas Air Dingin adalah 50,6 persen. METODE Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin pada Bulan April-Mei 2014. Populasi penelitian ini adalah semua ibu hamil yang terdaftar sebagai penduduk di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Sampel adalah adalah ibu hamil trimester I, II, dan III dari total ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang sebanyak 62 ibu hamil. Variabel terikat adalah status anemia sedangkan variabel bebas yaitu usia kehamilan, suplementasi tablet besi dan asupan (energi, protein, lemak, dan vitamin c). Variabel lain yang diambil untuk melengkapi yaitu data karakteristik responden yang terdiri dari umur, pendidikan dan pekerjaan responden. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data asupan gizi diambil dengan metode food recall 24 jam. Data
Faktor-Faktor Yang Berhubungan ………… (Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2)
sekunder diperoleh dari bagian rekam medik puskesmas dan juga dari buku KIA. Usia responden dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu usia < 20 dan >35 tahun dan usia 20-35 tahun. Pendidikan dikelompokkan menjadi < SLTA dan ≥ SLTA. Status bekerja responden dibagi menjadi tidak bekerja (IRT) dan bekerja yaitu (PNS, swasta/wiraswasta, pedagang, tani). Usia kehamilan ditentukan dengan rumus naegele. Usia kehamilan trimester I (0-3 bulan), trimester II (4-6 bulan ) dan trimester III (7-10 bulan). Status anemia diperoleh dari data kadar haemoglobin (Hb) yang diperoleh dari data kuesioner dan buku KIA. Pengukurannya Kadar Hb dilakukan oleh Tenaga laboratorium di Puskesmas Air Dingin dengan Metode Sahli. Kategori anemia jika pada pada trimester I dan III kadar Hb < 11 gr % dan pada trimester kedua kadar Hb < 10,5 gr % . Konsumsi tablet besi dikategorikan menjadi cukup jika pada trimester I (1-30 tablet), trimester II (31-60 tablet) dan trimester III (6190 tablet). Kategori tidak cukup jika trimester I (< 1-30 tablet), trimester II < 31-60 tablet, trimester III < 61-90 tablet. Asupan energi dikategorikan menjadi trimester I cukup ≥ 2030 kkal dan kurang < 2030 kkal. Trimester II dan III cukup ≥ 2150 kkal dan kurang < 2150 kkal . Asupan protein cukup jika trimester I,II,III 67 gram dan tidak cukup < 67 gram. Asupan emak cukup jika 20-25 persen dari total kebutuhan energi (56,3 gr) dan tidak cukup < 20-25 persen dari total kebutuhan energi (< 56,3 gr). Asupan vitamin c cukup jika trimester I, II, III 85 mg dan kurang < 85 mg. Asupan zat besi cukup jika trimester I 26 mg, trimester II 35 mg, trimester III 39 mg sedangkan kategori kurang jika trimester I < 26 mg, trimester II < 35 mg, trimester III < 39 mg. Analisis data menggunakan analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel untuk melihat distribusi frekuensi tiap variabel, sementara analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (umur kehamilan, suplementasi tablet besi, asupan energy, protein, lemak, zat besi dan vitamin C) dengan variabel dependen (anemia) dalam
bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan program SPSS versi 17 dengan uji statistik chi-square. HASIL Karakteristik Responden Responden paling banyak terdistribusi pada kelompok umur 20-30 tahun sebesar 79 persen. Hampir 60 persen responden merupakan responden dengan pendidikan <SLTA dan berstatus tidak bekerja (IRT). Hampir 80 persen responden adalah ibu hamil dengan umur kehamilan di trimester II dan III dan hampir 70 persen responden menderita anemia pada kehamilan. (Lihat Tabel 1). Lebih dari 80 persen responden kurang dalam mengonsumsi suplementasi tablet besi dan juga kurang dalam mengonsumsi mengandung zat besi yang berasal dari makanan. Hampir 80 persen responden kurang mengonsumsi energi dan kurang mengonsumsi lemak. Sebesar lebih dari 80 persen responden kurang mengonsumsi protein dan vitamin C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil Tabel 2. menunjukkan hampir 80 persen responden yang umur kehamilannya berada pada trimester II dan III, kurang mengkonsumsi suplemen tablet besi, kurang mengonsumsi zat besi yang berasal dari makanan, kurang mengonsumsi energi, kurang mengonsumsi lemak, kurang mengonsumsi protein dan kurang mengonsumsi vitamin c lebih besar jumlahnya yang menderita anemia dibandingkan dengan responden yang kehamilannya berada pada usia trimester I, cukup mengonsumsi suplemen tablet besi, cukup mengonsumsi zat besi yang berasal dari makanan, cukup mengonsumsi energi, cukup mengonsumsi lemak, cukup mengonsumsi protein dan cukup mengonsumsi vitamin C. Hasil uji chi square juga menunjukkan ada hubungan bermakna antara umur kehamilan, konsumsi suplementasi zat besi, konsumsi zat besi, konsumsi lemak, konsumsi protein, dan konsumsi vitamin c dengan kejadian anemia dengan kejadian anemia pada ibu hamil (p < 0,05).
91
Faktor-Faktor Yang Berhubungan ………… (Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2)
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Tahun 2014 Karakteristik Umur (tahun)
<20 dan >35 20 -35 tahun
n 13 49
% 21,0 79.0
< SLTA ≥SLTA
35 27
56,5 43,5
Tidak bekerja Bekerja Trimester 1 Trimester II dan III Tidak Anemia Anemia Cukup Kurang Cukup Kurang Cukup Kurang Cukup Kurang Cukup Kurang Cukup Kurang
36 26 13 49 19 43 11 51 12 50 14 48 13 79 9 53 12 50
58,1 41,9 21,0 79,0 30,6 69,4 11,7 82,3 19,4 80,6 22,5 77,5 21,0 79,0 14,5 85,5 19,4 80,6
62
100,0
Pendidikan Status Bekerja Umur kehamilan Status anemia Suplementasi tablet besi Konsumsi zat besi Konsumsi energi Konsumsi Lemak Konsumsi protein Konsumsi vitamin c
Jumlah
Tabel 2. Faktor-Faktor yang Berhungan Dengan Anemia Pada Ibu Hamil Status Anemia Variabel Umur (tahun) Pendidikan Status Bekerja Umur kehamilan Suplementasi tablet besi Konsumsi zat besi Konsumsi energi Konsumsi Lemak Konsumsi protein Konsumsi vitamin c
*Signifikan P value < 0,005
92
<20 dan >35 tahun 20 tahun -35 tahun <SLTA ≥SLTA Tidak bekerja Bekerja Trimester 1 Trimester II dan III Cukup Kurang Cukup Kurang Cukup Kurang Cukup Lemak Cukup Kurang Cukup Kurang
n 4 15 10 9 10 9 8 11 8 11 8 11 8 11 8 11 6 13 7 12
Tidak % 30,8 30,6 28,6 33,3 27,8 34,6 61,5 22,4 72,7 21,6 66,7 22,0 57,1 22,9 61,5 22,4 66,7 24,5 58,3 24,0
Anemia n % 9 69,2 34 69,4 25 71,4 18 66,7 26 72,2 17 65,4 5 38,5 38 77,6 3 27,3 40 78,4 4 33,3 39 78,0 6 42,9 37 77,1 5 38,5 38 77,6 3 33,3 40 75,5 5 41,7 38 76,0
Total
P_value
13 49 35 27 36 26 13 49 11 51 12 50 14 48 13 49 9 53 12 50
1,00 0,90 0,76 0,01* 0,01* 0,008* 0,01* 0.01* 0,03* 0,04*
Faktor-Faktor Yang Berhubungan ………… (Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2)
PEMBAHASAN Anemia adalah keadaan dimana kadar hemaglobin dalam keadaan rendah. Anemia berisiko terjadi pada perempuan yang dalam proses reproduksi, misalnya ibu hamil. Di negara berkembang prevalensi anemia pada ibu hamil diperkirakan mencapai 50 persen.13 Pada penelitian ini ibu hamil yang mengalami anemia sebesar hampir 70 persen dan lebih banyak terjadi pada ibu hamil trimester II dan III. Hal ini dikarenakan pada kehamilan sering terjadi hemodilusi atau pengenceran darah. Volume darah mulai meningkat pada trimester I, yang kemudian mengalami percepatan selama trimester II, dan untuk selanjutnya melambat pada trimester III. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11gr%, dengan terjadinya hemodilusi, Hb ibu hamil akan menjadi 9,5-10 gr%. Penurunan ini mencerminkan keadaan hemodilusi, dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis. Sejalan dengan penelitian ini, penelitian yang telah dilakukan oleh Peter Ubah tahun 2011 di Porto Novo Afrika Barat terhadap 166 ibu hamil, dimana kejadian anemia lebih tinggi pada ibu saat kehamilan trimester II yaitu sebesar 53,2 persen.8 Konsumsi suplemen tablet besi dapat mempengaruhi kecukupan Fe pada ibu hamil. Proses haemodilusi yang terjadi pada masa hamil dan meningkatnya kebutuhan ibu dan janin, serta kurangnya asupan zat gizi lewat makanan mengakibatkan kadar Hb ibu menurun14. Oleh karena itu mengkonsumsi suplemen tablet besi sangat dibutuhkan pada masa kehamilan. Pada penelitian ini responden yang kurang dalam mengonsumsi tablet besi cenderung menderita anemia diduga karena pertama pada awal kehamilan, ibu mengalami “morning sicknes” dimana ibu dalam kondisi mual, muntah dan tidak memiliki nafsu makan sehingga dapat mengurangi efektifitas suplementasi zat besi. Kedua, ibu tidak menyukai rasa dan bau dari suplementasi zat besi tersebut yang menyebabkan ibu merasa mual. Hal ini yang menyebabkan ibu tidak patuh mengkonsumsi tablet besi. Berbeda dengan hasil penelitian di atas, penelitian yang dilakukan oleh Sugiarsih, Ugi dan Wariyah di Karawang menunjukkan tidak ada hubungan antara konsumsi tablet FE dengan kadar Hb karena responden banyak yang mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat besi (sayuran yang berdaun hijau), walaupun tidak mengkonsumsi FE secara teratur, sehingga dapat terhidar dari anemia.15 Kebutuhan zat besi selain bisa didapatkan dari suplemetasi tablet besi juga didapatkan dari bahan makanan. Zat besi diperlukan dalam proses pembentukan darah dan dalam proses pematangan hemoglobin. Apabila terjadi kekurangan besi, pembelahan sel akan menghasilkan sel sel yang lebih kecil (mikrositer). Kekurangan zat besi juga menyebabkan jumlah hemoglobin di setiap sel berkurang sehingga sel menjadi hipokrom sehingga terjadi anemia. Pada penelitian ini responden kurang mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, seperti protein hewani (daging dan ikan). Responden lebih banyak mengkonsumsi protein nabati seperti tahu dan tempe karena harganya jauh lebih murah daripada protein hewani. Penelitian yang dilakukan di Sidoarjo mengenai hubungan antara konsumsi protein hewani dan konsumsi zat besi dengan level hemoglobin menunjukkan bahwa hubungan konsumsi protein hewani dengan kadar hemoglobin lebih besar dibandingkan dengan zat gizi lainnya.16 Energi dihasilkan dari perombakan karbohidrat, protein, atau lemak menjadi zat – zat yang mudah dicerna tubuh, dengan bantuan enzim, vitamin, dan mineral sebagai sumber ion. Seorang wanita selama kehamilan memiliki kebutuhan energi yang meningkat. Kebutuhan energia pada trimester I kehamilan mengalami peningkatan secara minimal. Energi tambahan pada trimester kedua diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu yaitu penambahan volume darah, digunakan untuk pertumbuhan janin, pembentukan plasenta, pembuluh darah, dan jaringan yang baru. Selain itu, tambahan kalori dibutuhkan sebagai tenaga untuk proses metabolisme jaringan baru.17 Pada penelitian ini sumber energi lebih banyak dikonsumsi dari karbohidrat. Responden mengkonsumsi karbohidrat 3 kali sehari dengan rata-rata konsumsi 400 gram nasi. Nasi merupakan hasil olahan beras, dimana daya absorpsi zat besi dari beras termasuk rendah yaitu 1%. Selain itu dikarenakan konsumsi lemak dan protein responden kurang sedangkan sumber lain dari energi adalah lemak dan protein sehingga menyebabkan energi total yang 93
Faktor-Faktor Yang Berhubungan ………… (Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2)
diperlukan oleh responden tidak mencukupi kebutuhan. Menurut Nursari, Kekurangan konsumsi energi dapat menyebabkan anemia, hal ini terjadi karena pemecahan protein tidak lagi ditujukan untuk pembentukan sel darah merah dengan sendirinya menjadi kurang, melainkan untuk menghasilkan energi atau membentuk glukosa. Pemecahan protein untuk energi dan glukosa dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam tubuh dan 18 melemahnya otot-otot. Protein akan berikatan dengan zat besi untuk diangkut keseluruh tubuh, intake protein yang cukup akan digunakan untuk sintesa hemoglobin darah. Anemia dapat terjadi akibat manisfestasi lanjut dari keadaan malnutrisi protein akibat penurunan produksi sel darah merah. Pada penelitian ini responden mengonsumsi protein dalam jumlah yang sedikit dan lebih banyak mengonsumsi protein nabati yang memiliki daya serap yang rendah bagi tubuh. Menurut penelitian Misterianingtyas terdapat hubungan tingkat konsumsi protein terhadap kejadian anemia (kadar Hb) dimana setiap penambahan 1 gram protein akan meningkatkan kadar Hb sebanyak 28,6% dari kadar Hb awal.19 Kekurangan lemak dapat menimbulkan pengurangan ketersediaan energi, karena energi harus terpenuhi, maka terjadilah katabolisme atau perombakan protein. Protein berpengaruh terhadap tingkat penyerapan zat besi, jika protein ibu hamil digunakan sebagai energi akibat kekurangan lemak maka akan mengakibatkan seorang ibu hamil tersebut menderita anemia. Lemak juga berfungsi membantu penyerapan vitamin larut lemak. salah satunya adalah vitamin E, vitamin E merupakan antioksidan. vitamin E membantu menstabilkan membran sel, mengatur reaksi oksidasi dan melindungi vitamin A. Dalam peranannya sebagai anti oksidan, vitamin E mempunyai pengaruh besar terhadap sel, seperti sel darah merah dan sel darah putih yang melewati paru-paru. ketika kadar vitamin E dalam darah sangat rendah, sel darah merah dapat terbelah. Proses Ini Disebut Hemolisis Eritrosit yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil.20
pemindahan dalam darah serta membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga zat besi mudah diabsorbsi. Absorbsi besi dalam bentuk non heme meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C.21. Berdasarkan penelitian ini, faktor yang menyebabkan kurangnya konsumsi vitamin C pada sampel karena kurangnya konsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin C, seperti buah-buahan. Sejalan dengan hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh fatimah, st dan kawan-kawan di Maros juga menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C yang rendah berhubungan dengan status hemoglobin ibu hamil.22 KESIMPULAN Terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan, konsumsi suplementasi tablet besi, konsumsi zat besi, konsumsi energi, konsumsi protein, konsumsi lemak, dan konsumsi vitamin C dengan status anemia pada ibu hamil. SARAN Ibu Hamil diharapkan untuk meningkatkan konsumsi tablet besi pada saat hamil serta meningkatkan asupan gizi yang seimbang. terutama pada trimester I dan II karena pada periode itu sedang terjadi proses pengeceran darah (hemodelusi) yang pesat, sehingga ibu hamil tidak menderita anemia pada kehamilan. Peningkatan pengetahuan ibu hamil juga perlu dilakukan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan mengenai anemia kehamilan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang atas ijin yang diberikan untuk menggunakan data puskesmas yang dibutuhkan sehubungan dengan penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA Vitamin C berpengaruh dalam metabolisme zat besi, untuk mempercepat penyerapan proses zat besi dalam usus dan proses 94
1. UN Children’s Fund, WHO. Iron deficiency anaemia. Assessment prevention, and control
Faktor-Faktor Yang Berhubungan ………… (Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2)
A guide for programme managers. Geneva (Switzerland): World Health Organization, 2001. 2. Manuaba I.B.G . Penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC, 2010. 3. WHO. Worldwide prevalence of anemia 19932005 WHO Global Database On Anemia. Spain : World Health Organitation, 2008. 4. Nationsencyclopedia.com [Internet] Prevalence of anemia among pregnant women Health Nutrition and Population Statistics. 2005. [cited 27 Okt 2013]. Available from : Http://Www.Nationsencyclopedia.com/Worldst ats/Hnp-Prevalence-Anemia-PregnantWomen.Html. 5. Indonesia, Badan Litbang Kesehatan. Laporan RISKESDAS Tahun 2007. Jakarta : Badan Litbang Kesehatan, Dep Kes RI, 2008. 6. Indonesia, Badan Litbang Kesehatan. Laporan RISKESDAS Tahun 2013. Jakarta : Badan Litbang Kesehatan, Dep Kes RI, 2013. 7. Arisman MB. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi, Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC. Hlm. 144-155 8. Ubah P O, Verde K. 2011. Anemia in pregnancy-is it a persiting public health problem in porto novo-cape verde? [cited 2 Des 2013]. Available from: http://www.monografias.com/trabajos-pdf4/ anaemia-in-pregnancy/anaemia-in-pregnancy. pdf. 9. Killip S., Bennett J.M., Chambers M.D. Iron deficiency anemia. Am Fam Physician 75. (5): 671-678.2007 [cited 8 Sept 2014]. Available from : http://unmfm.pbworks.com/ f/iron% 20deficiency%20anemia.pdf. 10. Love A.L., Billett H.H.: Obesity, bariatric surgery, and iron deficiency: true, true, true and related. Am J Hematol 83. (5):403409.2008; Abstract [cited 8 Sept2014]. Available from : http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ajh.2 1106/abstract. 11. Indonesia, Badan Litbang Kesehatan. Laporan RISKESDAS 2010. Jakarta : Badan Litbang Kesehatan, Dep Kes RI, 2010.
12. Indonesia, Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Kemenkes, 2012. 13. Allen L, de Benoist B, Dary O, dan Hurrel R. Guidelines on food fortification with micronutrients. WHO and FAO, 2006 14. Hanifa, Winkjosastro. Ilmu kebidanan. Jakarta : Penerbit PT.EGC, 2002. 15. Sugiarsih, Ugi dan Wariyah. Hubungan tingkat sosial ekonomi dengan kadar haemoglobin. Jurnal Kespro. 2013 ; 4(2) : 87-95. 16. Andriana, D dan Sumarmi, S. Hubungan konsumsi protein hewani dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada balita usia 13-36 bulan. The Indonesian Journal of Public Health. 2006;3(1): 19-23 17. Kusumah, UW. Kadar hemoglobin ibu trimester II-III dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di RSUP Adam Malik Medan tahun 2009.[tesis]. Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009. 18. Nursari, Dilla. Gambaran Kejadian Anemia pada Remaja Putri SMP Negeri 18 Kota Bogor Tahun 2009.[Skripsi]. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,2010. 19. Misterianingtiyas W, Asmaningsih E dan Pudjirahaju A. 2007. Hubungan tingkat konsumsi energi dan zat gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Desa Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. [cited 8 Sept 2014]. Available from : https://www.scribd.com/doc/202492407/Hubun gan - Tingkat - Konsumsi - Energi-Dan-ZatGizi-Dengan-Kejadian-Anemia-Pada-IbuHamil-Trimester-III-Di-Desa-Jatiguwi-Lengkap 20. Sibaragiang. Gizi dalam kesehatan reproduksi. Jakarta : trans info media, 2010. 21. Bobak et all. Buku ajar keperawatan maternittas. Jakarta : ECG, 2005 22. Fatimah St, Hadju Veni, Bahar Burhanuddin, Abdullah Zulkifli. Pola konsumsi dan kadar hemoglobin pada ibu hamil di Kabupten Maros, Sulawaesi Selatan. Makara Kesehatan. 2011;15(1):31
95
Faktor-Faktor Yang Berhubungan ………… (Putri Aulia Azra1, Bunga Ch Rosha2)
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
HUBUNGAN KADAR TSH PADA AWAL KEHAMILAN DENGAN PERKEMBANGAN MENTAL PSIKOMOTOR BAYI DI DAERAH ENDEMIK GAKI The Relationship Between Low levels Of TSH In Early Pregnancy With Infant Development In Iodine Deficiencies Disorders’ Area Yusi Dwi Nurcahyani Balai Penlitian dan Pengembangan GAKI Magelang Abstract Background: Maternal thyroid dysfunction during early pregnancy may result in poor fetal neurodevelopment. Thyroid Stimulating Hormone (TSH) is vary sensitive assay to identify earliest stage of thyroid disease. This study aimed to examine wheter maternal low levels of TSH in the 16 weeks of pregnancy were associated with child mental and psychomotor development in IDD areas. Methods: This cross-sectional study was conducted in Magelang, considering that hyperthyroid phenomenon usually occurs in IDD areas. Screening in pregnant women < 16 weeks’ gestation found 67 subject. We excluded children whose development could not be assessed, leaving 64 subjects, 31 subjects grouped into low TSH level and 33 subjects with normal TSH level. Level of TSH were analysed by ELISA. Psychomotor and mental development was measured with Bayley Scale Infant Development II Kit as infants aged < 10 months. Result: There were no differences characteristics and history of maternal labor between groups, except consuming capsule of iodized per year over the last 3 years (54,8% vs 34,3%) and the mode of delivery (p<0,05). No significant differences in psychomotor development scores (89.77 ± 11.16 vs. 90.39 ± 10.68) and mental development scores (95.19 ± 5.91 vs. 95.21 ± 7.14) in infants between group. Multivariate analysis showed that the psychomotor development was not associated with TSH status of the mother, but psychomotor was influenced by the nutritional status of PB/U. Conclusion: TSH level in pregnant women < 16 weeks’ gestation had no effect on infant psychomotor and mental development. However, mother with normal TSH level in <16 weeks gestation had a higher chance to deliver normally. Keywords : TSH pregnant women, psychomotor, mental, nutritional status, IDD Abstrak Latar belakang. Gangguan fungsi tiroid ibu selama awal kehamilan dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan syaraf janin. Nilai kadar TSH yang ekstrim secara biokimia dapat menjadi penanda tahap awal penyakit tiroid. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara kadar serum TSH rendah pada ibu hamil terhadap perkembangan mental dan psikomotor bayi di daerah endemik GAKI. Metode penelitian Penelitian potong lintang ini dilakukan di Kabupaten Magelang, karena penduduk di daerah endemik GAKI berisiko menderita hipertiroid karena mendapat asupan yang tinggi iodium dalam program pencegahan GAKI. Hasil skrining pada ibu hamil dengan usia kehamilan < 16 minggu ditemukan 67 ibu hamil, jumlah subyek yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi menjadi 64 bayi, 31 bayi dari kelompok ibu TSH rendah waktu hamil dan 33 bayi dari kelompok ibu TSH normal waktu hamil. Kadar TSH ibu dan bayi dianalisa dengan metode ELISA. Perkembangan psikomotor dan mental diukur dengan Bayley Scale Infant Development II Kit saat bayi berumur < 10 Analisis data menggunakan uji regresi linier Hasil: Tidak ada perbedaan karakteristik dan riwayat persalinan ibu antara kelompok TSH rendah dan kelompok TSH normal, kecuali konsumsi kapsul iodium pertahun selama 3 tahun terakhir (54,8% vs 34,3%) dan cara melahirkan dengan tindakan lebih tinggi pada kelompok TSH rendah, secara statistik signifkan (p < 0,05). Tidak ada perbedaan signifikan skor perkembangan psikomotor (89,77 ± 11,16 vs 90,39 ± 10,68) dan mental (95,19 ± 5,91 vs 95,21 ± 7,14) pada bayi antara kelompok TSH rendah dibanding kelompok TSH normal. Analisis multivariat menunjukkan bahwa perkembangan psikomotor tidak berhubungan dengan status TSH ibu, tetapi dipengaruhi oleh status gizi PB/U. Kesimpulan : Kadar TSH yang rendah pada ibu hamil < 16 minggu tidak berpengaruh terhadap perkembangan psikomotor dan mental bayi. Kata kunci : TSH ibu hamil, psikomotor, mental, status gizi, GAKI
Naskah masuk: 11 Maret 2015
Review: 26 April 2015
Disetujui terbit: 8 Juni 2015
97
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
PENDAHULUAN Iodium merupakan zat gizi mikro yang berperan terhadap sintesis hormon tiroid. Sepanjang hidup manusia, hormon tiroid diperlukan untuk stabilitas metabolisme, fungsi organ tubuh, proses tumbuh kembang, dan pengaturan fungsi neuropsikologi 1. Hormon tiroid mengatur proses neurogenesis, mielinasi, proliferasi dendrit dan pembentukan sinaps 2, 3. Janin dalam kandungan tidak dapat memproduksi hormon tiroid sendiri untuk mencukupi kebutuhannya sampai trimester ketiga, tetapi mengandalkan hormon tiroid ibu melalui plasenta 4. Produksi hormon tiroid ibu yang terganggu selama kehamilan awal dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan saraf janin 4, 5, 6. Kelebihan iodium selama kehamilan juga dapat memberikan suatu masalah khusus7, walaupun kehamilan dengan keadaan hipertiroidisme agak sulit ditemukan. Hipertiroidisme ditemukan pada 0,4-1,7 % dari wanita hamil dan ini paling sering (8590%) disebabkan oleh penyakit Graves' 8. Penyakit Graves terjadi karena gangguan autoimun, yang menyebabkan aktivasi TSH berlebihan dan mengakibatkan kelebihan hormon tiroid. Penyakit Graves pada kehamilan meningkatkan risiko pre eklamsi, meningkatkan risiko abortus dini, plasenta dan janin hipertiroidisme 9, 10. Hipertiroidisme primer kadang – kadang menyebabkan toksemia, dan dapat meningkatkan kematian neonatal, serta berat badan bayi lahir rendah 10. Kasus hipertiroid atau tirotoksikosis dapat timbul akibat pemberian kapsul iodium dosis tinggi secara terus menerus 5. Penelitian epidemiologis di Sudan dan penemuan kasus di Eropa, Amerika Latin, Tasmania dan Zimbabwe menemukan kasus hipertiroid akibat asupan iodium berlebihan karena pemberian suplementasi dan fortifikasi iodium dalam garam 11. Ibu hamil yang menderita hipertiroid meningkatkan risiko bayi lahir hipertiroid sementara karena transfer imunoglobulin perangsang tiroid dari ibu ke sirkulasi janin melalui plasenta. Tanda-tanda bayi neonatal hipertiroid diantaranya gondok, takikardia, usia tulang yang maju dan pertumbuhan buruk 12. Hollingsworth dan kawan – kawan selama sebelas tahun mengikuti ibu hamil dengan penyakit Graves menemukan 27 % anak mempunyai problem neurologis menetap 98
dengan komplikasi pada sinoptosis, kesulitan perseptual motorik, atau hiperaktivitas lebih berat dibandingkan dengan anak dari ibu hamil normal. Sebelas anak diantaranya (42 %) tidak tumbuh dengan baik, berat dan tinggi badan di bawah persentil. Delapan anak pada usia sekolah mempunyai kemampuan di bawah rata–rata 14. Kelebihan hormon tiroid selama perkembangan otak dapat menyebabkan masalah dalam perkembangan motorik dan kognitif. Follow up perkembangan neurofisiologis dan neurologis perlu dilakukan untuk mengamati konsekuensi dari perubahan sementara hormon tiroid janin 14. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara kadar serum TSH rendah pada ibu hamil terhadap perkembangan mental dan psikomotor bayi di daerah endemik Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Nilai kadar TSH yang ekstrim secara biokimia dapat menjadi penanda tahap awal penyakit tiroid. Gangguan tiroid yang diderita ibu saat kehamilan dapat mempengaruhi kondisi tiroid janin sehingga dapat mengganggu perkembangan otak yang normal 15 . Penelitian dilakukan di Kabupaten Magelang, mengingat penduduk di daerah endemik GAKI berisiko menderita hipertiorid karena mendapat asupan iodium tinggi dalam program pencegahan GAKI. METODE Penelitian ini merupakan penelitian non intervensi dengan rancangan potong lintang komparatif. Pada penelitian terdahulu telah dilakukan skrining pada ibu hamil dengan umur kehamilan < 16 minggu, dengan melakukan pengukuran kadar TSH. Hasil skrining pada menemukan 67 ibu hamil, dimana 32 ibu hamil mempunyai kadar TSH < 0,3 µIU/ ml (TSH rendah) dan 35 ibu hamil mempunyai kadar TSH normal (0,3 – 3,61 µIU/ ml). Sampel yang diikutkan dalam penelitian adalah sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini ibu mempunyai hasil pengukuran TSH sewaktu hamil < 16 minggu, bayi yang dilahirkan sehat dan tidak mempunyai kelainan, bayi berumur < 1 tahun dan tinggal di daerah penelitian > 3 tahun. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini subyek menolak berpertisipasi. Sampel telah mendapatkan penjelasan dan telah
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
menandatangani inform consent. Jumlah subyek yang memenuhi kreteria inklusi menjadi 64 bayi, dimana 1 bayi dari kelompok ibu hamil dengan kadar TSH < 0,3 µIU/ ml dan 2 dari kelompok ibu hamil dengan kadar TSH normal (0,3 – 6,2 µIU/ ml) tidak bisa diukur perkembangannya karena saat pengambilan data perkembangan bayi tidak kooperatif. Pengukuran indeks perkembangan mental dan motorik bayi Pengukuran indeks perkembangan mental dan motorik bayi didampingi oleh ibu bayi. Pengukuran dilakukan dua tahap yaitu 1) wawancara menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data sosiodemografi 2) Pengukuran Indek Perkembangan mental (MDI) dan Indek perkembangan psikomotor (PDI) diukur menggunakan Bayley Scale Infant Development II Kit, yang dilakukan oleh psikolog profesi yang sudah diseragamkan pengetahuan secara inter rater. Indeks Perkembangan Mental dan Perkembangan motorik merupakan perubahan kualitatif dan kuantitatif yang seiring sebagai hasil pematangan fungsi-fungsi fisik dan non fisik dalam urutan sekuensial yang diukur dengan Bayley Scale Of Infant Development, 2nd Edition II Kit dan disajikan dalam Mental Development Index (MDI) dan Psikomotor Development Index (PDI) setiap kali pengukuran 16. MDI mengukur ketajaman sensorik/ perseptual, kemampuan untuk merespon stimulus, komunikasi verbal, kemampuan menggenalisasi dan mengklasifikasi. PDI mengukur kendali tubuh bayi, koordinasi motor dan ketrampilanketrampilan manipulasi. Pemeriksaan Antropometri, Klinis dan Laboratorium Data klinis dikumpulkan untuk mengetahui status kesehatan dan riwayat penyakit bayi. Pemeriksaan klinis dengan menggunakan kuesioner dilakukan oleh dokter yang sudah berpengalaman. Status gizi bayi dikumpulkan dengan cara mengukur panjang badan merk Microtoise dengan ketelitian 0,1 mm dan menimbang berat badan menggunakan timbangan digital merk Seca dengan ketelitian 0,1 gram. Pemeriksaan antropometri dilakukan oleh ahli gizi.
Pengambilan sampel darah oleh Analis Kesehatan. Darah bayi diambil dari tumit bayi, kemudian diambil setetes dan dihisap oleh kertas saring khusus wotman 3 untuk pemeriksaan TSH. Pemeriksaan TSH dilakukan di laboratorium Balai Penelitian GAKI Magelang. Kadar hormon TSH bayi, dianalisa dengan metode ELISA menggunakan kit produksi Bioclone. Batas normal TSH 0,3 – 5,0 µIU/ ml. Darah ibu diambil dari vena mediana cubiti sebanyak 3 cc dengan spuit Terumo 3 cc. Pemeriksaan TSH dilakukan di laboratorium Balai Penelitian GAKI Magelang. Kadar hormon TSH ibu, dianalisa dengan metode ELISA menggunakan kit produksi Human. Batas normal TSH 0,3 – 6,2 µIU/ ml. Karakteristik subyek diolah secara deskriptif, pengukuran antropometri diolah dengan program WHO Antro 17. Analisis bivariat untuk menilai perbedaan dua kelompok antar variabel menggunakan uji Independent t Test/ Mann Whitney ntuk variabel numerik dan Chi Square untuk variabel kategorik. Apabila sebaran data normal menggunakan uji Independent t Test, apabila tida normal menggunakan uji Mann Whitney. Normalitas data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Analisis multivariat dilakukan untuk melihat pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebas adalah kategori status TSH ibu waktu hamil, kelompok kadar TSH rendah atau kelompok kadar TSH normal. Status gizi anak, kadar TSH anak, pendidikan ibu merupakan variabel luar yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan bayi. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah perkembangan psikomotor dan mental bayi. Interpretasi data pada batas kemaknaan (p) 0,05 dan interval kepercayaan 95%.
HASIL Rerata kadar TSH ibu sewaktu hamil pada kelompok TSH rendah 0,054±0,08 mIU/ ml, sedangkan kelompok TSH normal 1,28±1,23 mIU/ml. Rerata umur ibu 27 (5) tahun pada kelompok TSH rendah, dan 26 (6) tahun pada kelompok kontrol. Status kependudukan subyek sebagian besar (78,1 %) asli penduduk Kabupaten Magelang. Tingkat pendidikan kurang dari 9 tahun (tidak sekolah sampai 99
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
tamat SD) sebanyak 45,3 % dan subyek sebagian besar (59,4 %) tidak bekerja. Tidak ada perbedaan karakteristik ibu antara kelompok TSH rendah dan kelompok TSH normal. Sebagian besar (93,7 %) subyek melahirkan bayi secara spontan, dan bayi langsung menangis (96,9 %). Pada kelompok TSH rendah, 12,9 % ibu melahirkan dengan
tindakan. Uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kedua kelompok p, 0,05). Ibu hamil dengan hipertiroidisme dapat menjadi penyulit 1-4 dari seribu kehamilan dan meningkatkan resiko pre eklamsi, keguguran, kelahiran prematur, pertumbuhan terhambat dan berat badan lahir rendah (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi Karakteristik dan Riwayat Persalinan Ibu Menurut Kelompok TSH Ibu Sewaktu Hamil
Kategori
Kategori TSH ibu sewaktu hamil
Jumlah (64)
pa
TSH Rendah (31)
TSH Normal (33)
Umur Ibu - < 20 tahun - 20 – 29 tahun - 30 – 35 tahun - > 35 tahun
1 (3,2%) 20 (64,5%) 8 (25,8%) 2 (6,5 %)
5 (15,2 %) 19 (57,6 %) 7 (21,2 %) 2 (6,1 %)
6 (9,4 %) 39 (60,9 %) 15 (23,9 %) 4 (6,2 %)
0,401
Kependudukan asli
23 (74,2 %)
27 (81,8 %)
50 (78,1 %)
0,461
Pendidikan ibu <9 thn
14 (48,3 %)
15 (51,7 %)
29 (45,3 %)
0,981
Ibu bekerja
13 (41,9 %)
13 (39,3 %)
26 (40,6 %)
0,836
Konsumsi KI pertahun
17 (54,8%)
10 (30,3%)
27 (42,2%)
0,047*
Lahir spontan
27 (87,1 %)
33 (100 %)
60 (93,7 %)
0,033*
Ada tangisan
30 (96,8 %)
32 (97,0 %)
62 (96,9 %)
0,964
Bersalin dg petugas kesh
23 (74,2 %)
25 (75,8 %)
48 (75,0 %)
0,885
Bersalin di polindes/RS
13 (41,9 %)
13 (39,4 %)
26 (40,6 %)
0,836
Karakteristik ibu
Riwayat persalinan
a. Diuji Chi Square, bermakna pada p<0,05, b. Diuji dengan Mann Whitney, bermakna pada p<0,05
100
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
Tabel 2. Riwayat kesehatan bayi Kategori Riwayat kelahiran BBLR <2500 gr Rata-rata SD Keluhan bayi (NHI indeks) Sulit menelan Konstipasi Lemas/ tidak aktif Hernia umbilikalis > 0,5 cm Tangisan parau bayi Strabismus a.
Kategori TSH ibu sewaktu hamil TSH rendah(31) TSH normal(33)
Jumlah (64)
pa
1 (3,2 %) 3108,9 ± 508,46
3 (9,1 %) 3075,7 ± 485,43
4 (6,2 %) 3091,0 ± 492,23
0,385 0,679b
1 (3,2 %) 5 (16,1 %) 2 (6,5 %) 0 (0,0 %) 1 (3,2 %) 1 (3,2 %)
4 (12,1 %) 2 (6,1 %) 2 (6,1 %) 1 (3,0 %) 0 (0,0 %) 1 (3,0 %)
5 (7,8 %) 7 (10,9 %) 4 (6,3 %) 1 (1,6 %) 1 (1,6 %) 2 (3,1 %)
0,185 0,197 0,949 0,329 0,298 0,964
Diuji dengan Chi Square, b. Diuji dengan Mann Whitney, bermakna pada p<0,05.
Tabel 3. Karakteristik Bayi Berdasarkan Status Gizi, Kadar TSH dan Perkembangan Menurut Kelompok TSH Ibu Sewaktu Hamil Kategori
Kategori TSH ibu sewaktu hamil TSH Rendah (31) TSH Normal(33)
z-score bayi BB/U BB kurang (< -2SD) 1 (3,2%) BB normal (-2 s/d 2 SD) 30 (96,8%) z-score bayi TB/U TB pendek (<-2SD) 14 (45,2%) TB normal (-2 s/d 2 SD) 17 (54,8%) Status iodium TSH ≥ 4 µIU/ml 1 (3,2%) TSH < 4µIU/ml 30 (96,8%) Perkembangan psikomotor Midly Delayed P 11 (35,5 %) Within Normal Limits 20 (64,5 %) Perkembangan mental Midly Delayed P 1 (3,2 %) Within Normal Limits 30 (96,8 %) a. Diuji dengan Chi Square, b. Diuji dengan t test bermakna pada p<0,05.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok terhadap hasil perinatal seperti berat badan bayi lahir sebagian besar (93,8 %) mempunyai berat badan lahir normal, dengan rata-rata 3090,98 ± 492,23 gram. Hasil analisa kejadian BBLR tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara dua kelompok. Pemeriksaan klinis bayi berdasarkan NHI indeks juga tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara dua kelompok.
Jumlah (64)
pa
3 (9,1%) 30 (90,9 %)
4 (6,2 %) 60 (93,8 %)
0,333
17 (51,5 %) 16 (48,5 %)
31 (48,4 %) 33 (51,6 %)
0,611
3 (9,1%) 30 (90,9 %)
4 (6,2 %) 60 (93,8 %)
0,333
9 (27,3 %) 24 (72,7 %)
20 (31,2 %) 44 (68,8 %)
0,479
3 (9,1 %) 4 (6,3 %) 0,333 30 (90,9 %) 60 (93,8 %) tidak berpasangan, c. Diuji dengan Mann Whitney,
Saat pengukuran perkembangan kognitif bayi, dilakukan pengukuran status gizinya. Hasil pengukuran antropometri bayi menunjukkan rata-rata berat badan bayi adalah 7,72 ± 1,10 kilogram dan tinggi badan bayi 64,33 ± 2,35 cm. Berdasarkan tabel z-score BB terhadap umur (BB/U) menunjukkan bahwa sebagian besar bayi mempunyai status gizi yang baik pada kelompok kasus (93,5%) dan kelompok kontrol (90,3 %). Hampir separuh (48,4%) bayi pada penelitian ini menderita stunting 101
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
(TB/U <-2 SD). Angka ini lebih tinggi dari angka nasional yaitu 37,2 % balita menderita stunting. Bayi akan beresiko mempunyai TB/U karena kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan, asupan tidak adekuat, menderita penyakit dan infeksi, genetik, dan status sosial ekonomi keluarga yang rendah.
dengan TSH rendah sedikit lebih rendah (95,19 5,91) dibandingkan dengan kelompok ibu dengan TSH normal (95,21 7,14) dan sebagian besar termasuk pada kategori normal. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antar kelompok.
Distribusi perkembangan motorik bayi pada masing-masing kelompok tidak jauh berbeda, dimana rata-rata skor PDI pada kelompok ibu dengan TSH rendah sedikit lebih rendah (89,77 11,6) dibandingkan dengan kelompok ibu dengan TSH normal (90,39 10,68) dan sebagian besar termasuk pada kategori normal. Perkembangan mental bayi pada masingmasing kelompok juga tidak jauh berbeda, dimana rata-rata skor MDI pada kelompok ibu
Regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas yaitu kadar TSH ibu sewaktu hamil terhadap perkembangan psikomotor dan mental bayi, dengan memperhitungkan variabel luar yaitu pendidikan ibu, status gizi bayi dan status TSH bayi. Variabel bebas yang layak masuk dalam analisis multivariat selain variabel utama adalah status TSH bayi dan status gizi bayi TB/U karena pada analisis regresi linier sederhana mempunyai nilai p<0,25.
Tabel 4. Model Analisis Regresi Linier Pengaruh Kadar TSH Ibu Sewaktu Hamil Terhadap Perkembangan Psikomotor Bayi Dengan Mempertimbangkan Variabel Luar Variabel
β
B
SE
t
Konstanta
80,874
3,914
Kadar TSH ibu saat hamil (1=TSH↓, 0=TSH normal)
0,472
2,610
0,022
0,181
TB/U bayi
-1,866
0,870
-0,275
-1,146*
Kadar TSH bayi
2,052
1,376
0,188
1,491
20,663***
Variabel dependen : skor psikomotor bayi (PDI) *= p<0,005; **= p<0,001; ***= p<0,000 Analisis regresi linier secara keseluruhan dapat menjelaskan varians perkembangan psikomotor bayi (R2= 0,142, F (3, 60) = 3,316, p < 0,05). Hasil analisis tidak mendukung hipotesis bahwa kadar TSH ibu yang rendah saat hamil mempengaruhi perkembangan psikomotor bayi. Perkembangan psikomotor bayi dipengaruhi oleh status gizi TB/U, sedangkan kadar TSH bayi tidak berpengaruh terhadap perkembangan psikomotor bayi walaupun menjadi varaibel kontrol dalam model. Perkembangan mental bayi setelah dianalisis dengan menggunakan regresi linier menunjukkan bahwa persamaan model yang dibentuk tidak robust. Hal ini disebabkan 102
mungkin perkembangan mental bayi dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh variabel yang diteliti. Sehingga analisis perkembangan mental bayi tidak dapat dilanjutkan dengan analisis multivariat. PEMBAHASAN Data karakteristik ibu dan riwayat kesehatan bayi pada kelompok TSH rendah dan TSH normal tidak ada perbedaan signifikan, kecuali konsumsi kapsul iodium pertahun dan cara melahirkan bayi. Sebanyak 54,8% ibu hamil di kelompok TSH rendah minum kapsul iodium selama tiga tahun terakhir, lebih banyak dibanding ibu hamil di kelompok TSH normal (30,3%), dan secara statistik signifikan. Pada daerah endemis GAKI, biasanya timbul
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
fenomena hipertiroid karena pemberian kapsul iodium dan garam beriodium secara massif. Saat melahirkan, proporsi subyek pada kelompok TSH rendah lebih banyak yang melahirkan dengan tindakan (22,9%) dibandingkan kelompok TSH normal (0%), dan secara statistik signifikan. Hasil penelitian Pillar et al. menunjukkan bahwa hipertiroidisme merupakan faktor resiko independen untuk kelahiran dengan tindakan, dalam hal ini kelahiran caesar 16. Peran hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan saraf, dan efeknya akan berbeda saat menderita defisiensi tiroid pada saat hamil, bayi baru lahir atau anak-anak 17. Penelitian ini bertujuan menemukan bukti tentang kadar TSH ibu saat hamil < 16 minggu di daerah endemik GAKI dihubungkan dengan perkembangan mental dan psikomotor bayi. Perkembangan mental dan psikomotor bayi kurang dari 1 tahun di Kabupaten Magelang sebagian besar normal (tabel 1). Walaupun skor perkembangan psikomotor pada bayi dari ibu dengan TSH rendah saat hamil lebih rendah (89,77 ± 11,16 PDI Bayley) dibandingkan bayi dari ibu dengan TSH normal saat hamil, tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Demikian juga perkembangan mental pada bayi dari ibu dengan TSH rendah saat hamil tidak berbeda signifikan dibandingkan bayi dari ibu dengan TSH normal saat hamil. Analisis multivariat menunjukkan bahwa kadar TSH rendah pada ibu saat hamil tidak berpengaruh terhadap perkembangan psikomotor (PDI) dan mental (MDI) bayi di daerah endemik GAKI. Faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan psikomotor (PDI) adalah status gizi bayi PB/U. Panjang badan menurut umur (PB/U) merupakan salah satu indikator antropometri yang banyak digunakan sebagai indikator malnutrisi, karena mengindikasikan terjadinya defisiensi gizi dalam jangka waktu lama bahkan sejak dalam kandungan 15. Dalam penelitian ini yang perlu menjadi perhatian adalah tingginya angka stunting yang mencapai 48,4% melebihi angka stunting nasional dan termasuk kategori sangat tinggi 15 . Defisiensi gizi akan mempengaruhi perkembangan otak, dan menurunkan fungsi kognitif, memori dan kemampuan verbal,
sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan mental dan psikomotornya 18. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak, karena semakin tinggi pendidikan ibu semakin mudah ibu mengakses informasi tentang pengasuhan anak, menjaga kesehatan, pendidikan anak dan sebagainya 19. Pendidikan formal lebih tinggi akan mempengaruhi pola asuh ibu dalam mengasuh anak, karena stimulus yang diberikan lebih bervariasi dan lebih banyak merespon secara verbal dan emosional. Tetapi dalam penelitian ini, pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap perkembangan psikomotor dan mental anak. Kemungkinan pola asuh ibu yang berhubungan langsung dengan perkembangan motorik dan mental bayi, tetapi dalam penelitian ini pola asuh tidak diteliti. Penelitian Desfita menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan anak, sesuai dengan penelitian ini 20. Fungsi kognitif dan motorik anak juga dipengaruhi oleh hormon tiroid. Penelitian di Bangladesh menunjukkan bahwa anak sekolah dengan kondisi hipotiroid mempunyai prestasi membaca dan mengeja yang lebih buruk daripada anak normal 21. Perbaikan status iodium (Ekskresi Iodium Urin) pada penelitian di Benin menyebabkan perbaikan tes penalaran abstrak dan tes verbal yang secara statistik signifikan 22. Hal ini terjadi karena hormon tiroid berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan sebagian besar organ, termasuk otak. Peran hormon tiroid diwujudkan melalui pengikatan triiodotironin (T3) dengan reseptor inti untuk meregulasi ekspresi gen spesifik di area otak. Sehingga hormon tiroid berpengaruh terhadap pembentukan mRNA dan jumlah proliferasi sel otak 23. Dalam penelitian ini kadar TSH anak tidak berpengaruh terhadap perkembangan psikomotor dan mental bayi. Hal ini mungkin disebabkan karena kadar TSH subyek dalam range normal, sehingga tidak ada subyek yang mengalami gangguan fungsi tiroid. Iodium merupakan komponen esensial dari hormon tiroid yang penting untuk pertumbuhan tulang dan perkembangan saraf. Defisensi iodium menimbulkan hipotiroid dan mengakibatkan meningkatnya thyroid 103
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
stimulating hormone (TSH) dan goiter. Bila terjadi pada periode kritis dari perkembangan janin dan awal kehidupan akan memberikan efek yang irreversibel. Tetapi penurunan kadar TSH pada < 16 minggu kehamilan perkembangan janin tidak memberikan efek yang merugikan. Casey et al. melakukan penelitian kohort terhadap hipertiroid subklinis pada ibu hamil menunjukkan tidak ada outcome kehamilan yang merugikan 12. Kadar TSH rendah dengan derajat tertentu pada ibu hamil dapat terjadi pada kehamilan normal, terutama pada trimester pertama berkaitan dengan meningkatnya kadar hCG 10, 12 ,. Adanya kesamaan struktur antara TSH dan hCG, sehingga meningkatnya kadar hCG pada awal kehamilan merangsang reseptor TSH pada kelenjar tiroid, sehingga pelepasan hormon tiroid berlebih dan serum FT4 yang tinggi 24. Wanita sehat pada trimester pertama mungkin memiliki kadar TSH antara 0,03-0,1 mIU/L, sedangkan wanita hamil dengan tirotoksikosis memiliki kadar TSH < 0,01 mIU/L pada trimester pertama 24. Dapat dimengerti bahwa penelitian ini menunjukkan hasil bahwa kadar TSH ibu yang rendah pada kehamilan < 16 minggu tidak berpengaruh terhadap perkembangan mental dan psikomotor bayi. Penelusuran hubungan antara determinan ibu selama kehamilan (dalam hal ini TSH) dengan perkembangan bayi merupakan masalah sulit. Untuk mengetahui dampak fungsi tiroid ibu selama kehamilan terhadap perkembangan bayi sebaiknya dilakukan segera setelah kelahiran karena pada anak usia dini banyak faktor (psikososial) yang mengganggu perkembangan bayi. Di sisi lain, subyek penelitian ini berasal dari daerah endemik GAKI yang beresiko mengalami gangguangangguan yang berupa kapasitas mental yang rendah, gangguan kecerdasan dan psikomotor serta kesulitan belajar 25, serta nilai kecerdasan (IQ) lebih rendah 10 point dibanding IQ anak yang tinggal di daerah yang cukup iodium atau daerah bukan endemis 5. Sehingga subyek dari masing-masing kelompok mempunyai resiko yang sama terhadap gangguan perkembangan. Penelitian Hartono et al. menunjukkan subyek yang tinggal di daerah endemik GAKI mengalami keterlambatan perkembangan motorik halus dan kasar, adaptasi, personal sosial dan komunikasi pada baduta 25. Hal ini 104
yang menyebabkan dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar TSH ibu yang rendah selama hamil dengan variabel psikomotor dan mental bayi. KESIMPULAN Tidak ada perbedaan status gizi bayi, kadar TSH bayi, perkembangan psikomotor dan mental bayi pada kelompok ibu TSH rendah sewaktu hamil dibanding kelompok ibu TSH normal. Analisis multivariat menunjukkan perkembangan psikomotor tidak berhubungan terhadap status TSH ibu sewaktu hamil, yang berpengaruh adalah status gizi bayi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U). Kadar TSH yang rendah pada ibu hamil < 16 minggu tidak berpengaruh terhadap perkembangan psikomotor dan mental bayi. SARAN Ibu hamil harus dipertimbangkan sebagai target yang penting dalam survailens. Disamping pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid dan kadar UIE pada ibu hamil, maka pemeriksaan TSH baik pada ibu hamil maupun neonatus sangat penting untuk dipertimbangkan, mengingat resikonya terhadap perkembangan anak.
DAFTAR PUSTAKA 1. Williams GR. Neurodevelopmental and neuropsychological actions of thyroid hormone. Journal of Neuroendocrinology 2008 20 784–794. (doi:10.1111/j.13652826.2008.01733.x) 2. Zoeller RT & Rovet J. 2004. Timing of thyroid hormone action in the developing brain: clinical observations and experimental findings. Journal of Neuroendocrinology; 16: 809–818. 3. Bernal J. 2007. Thyroid hormone receptors in brain development and function. Nature Clinical Practice. Endocrinology & Metabolism; 3: 249–259. 4. De Escobar GM, Obrego´n MJ & Escobar del Rey F. 2004. Maternal thyroid hormones early in pregnancy and fetal brain development. Best Practice and Research. Clinical Endocrinology and Metabolism; 18: 225–248. 5. Delange F. 2001. Iodine deficiency as a cause of brain damage. Postgraduate Medical Journal; 77: 217–220.
Hubungan Kadar TSH …………………(Yusi Dwi Nurcahyani)
6. Santiago-Ferna´ndez P, Torres-Barahona R, Muela-Martı´nez JA, Rojo-Martı´nez G, Garcı´a-Fuentes E, Garriga MJ, Leon AG & Soriguer F. 2004. Intelligence quotient and iodine intake: a crosssectional study in children. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism; 89: 3851–3857. 7. Greenspan, Francis S, Boxter, John D. Endokrinologi Dasar & Klinik. Edisi 4. 1998. Wijaya C, Maulany RF, Samsudin S, penerjemah. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Basic and Clinical Endocrinology. 8. Glinoer D. Thyroid hyperfunction during pregnancy. Thyroid 1998;8(9):859–64. 9. Zimmermann D. 1999. Fetal and Neonatal Hyperthyroidism. Thyroid; 9(7) :727-73 10. Nathan N dan Sullivan SD. 2014. Thyroid Disorders During Pregnancy. Endocrinology and Metabolism Clinics of North America; 43 (2): 573-597 11. Hollingsworth, Dorothy R. Hyperthyroidsm in Pregnancies. 2000. Dalam The Thyroid. A Fundamental and Clinical Text, ed. LE Braverman, RD Utiger, Philadelphia, PA; Lippincott, pp. 800–2. 12. Casey BM, Dashe JS, Wells CE, et al. Subclinical hypothyroidism and pregnancy outcomes. Obstet Gynecol 2005;105(2):239–45. 13. Papi G, Pearce EN, Braverman LE, Betterle C, Roti E. A clinical and therapeutic approach to thyrotoxicosis with thyroid-stimulating hormone suppression only. Am J Med 2005; 118:349–61. 14. N. Bayley. 1993. Bayley Scales of Infant Development, The Psychological Corporation, San Antonio, Tex, USA, 2nd edition. 15. WHO. 2007. Child Growth Standarts : Length/Height-for-Age, Weight-for-Age, Weight-for-Length, Weight-for-Height and Body Mass Index-for-Age : Methods and Development. WHO press. Geneva, Switzerland. 16. Pillar N, Levy A, Holcberg G, Sheiner E. 2010. Pregnancy and perinatal outcome in women with hyperthyroidism. Intern J of Gynecol & Obs 108 (2010) 61–64
17. Freire C, Ramos R, Amaya E, Ferna’ndez MF, Ferna’ndez PS, et al,. 2010. Newborn TSH concentration and its association with cognitive development in healthy boys. European Journal of Endocrinology; 163: 901–909. 18. Georgieff MK. 2006. Early brain growth: macronutrients for the developing brain. NeoReviews; 7(7):334-42. 19. Muljati S, Heryudarini, Irawati A & Sudjasmin. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mental dan psikomotor pada anak balita gizi kurang. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan, 2002; 25(2) : 31-37. 20. Desfita S, Sudargo T, Adiyanti MG. Hubungan status gizi dengan perkembangan mental dan psikomotor anak usia 12 sampai 24 bulan di daerah endemis GAKI. Jurnal IJCN, 2007; 3(3) : 34-41 21. Huda SN, Grantham-McGregor S, Rahman KM & Tomkins AM. Biochemical hypothyroidism secondary to iodine deficiency is associated with poor school achievement and cognition in Bangladeshi children. J Nutr, 1999; 129 : 980-987. 22. Van de Briel T, West CE, Bleichrodt N, van de Vijver FJ, Ategbo EA, Hautvast JG. Improved iodine status is associated with improved mental performance of schoolchildren in benin. Am, J, Clin, Nutr, 2000; 72 : 1179-1185. 23. Sethi V dan Umesh K. Iodine deficiency and develompmen of brain. Indian J Pedriatr, 2004; 71 : 325-329. 24. Hartono B. Djokomoeljanto R, Nijokiktjien, Veerman AJP, Sonneville. 2005. The influence of iodine deficiency during pregnancy on child neurodevelopment 0-24 months of age in East Java, Indonesia. Neurology Asia;10:113-124. 25. Parkes IL, Schenker JG & Shufaro Y. 2012. Thyroid, autoimmunity and pregnancy. Thyroid disorders during pregnancy. Gynecol Endocrinol; 28(12): 993–998
105
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA WANITA PASCA MELAHIRKAN DAN PASCA KEGUGURAN, SDKI 2012 The Use of Contraceptive among Post Partum and Post Abortion Women, IDHS 2012 Flourisa Juliaan S dan Maria Anggraeni Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan, BKKBN Research and Development Population Centre, National Population and Family Planning Board Abstract Background: Indonesia’s population growth rate has declined in the last four decades. The average annual population growth was 2.32 percent in between 1970 and 1980. Between 2000 and 2010 the rate was declined to 1.49 percent. This achievement shows that governement of Indonesia has been successful in declining the fertility rate consistently. In the last decade, the population growth rate and fertility rate shows very slowly, according the IDHS results. Objective: The objective of this analysis is to provide the use of contraceptive after post partum and post abortion figure. Method: This analysis uses calendar data in Reproductive Age Woman Module, IDHS 2012. The sample of this analysis is women aged 15-49 years old that were pregnant in the last five years before the survey. The total pregnancy since 60 months before the survey were 18,594 pregnancies. Result: The use of post partum and post abortion contraceptive was increasing in 2012 compared 2007. Among all pregnancies, 98.43 percent were live births, 4.82 percent was spontaneous abortions, 0.02 percent was induced abortions, 0.42 percent of infant deaths occurred during the age of 0 months and 4,31 percent was still pregnant when the survey was conducted. Nearly 77 percent used post partum and post abortion contraceptives and 23 percent did not use any method after they finish their pregnancy. Seventh point three percent used longterm method, while others (69.5 percent) used pills, injectables and condoms. Sources of post partum and post abortion contraceptive methods users were much more likely to rely on private midwives (3.4 percent) and village midwives (20.4 percent). Conclusion: The percentage of post partum and post abortion contraceptive method use increased with the respondent’s aged group, level of education and women lived in urban area, while the wealth quintiles levels was not statistically significant (p > 0.05). In 19 provincies the percentage of post partum and post abortion contraceptive use was above 75% from all pregnancies. Keywords: Post Partum and Post Abortion Family Planning, IDHS 2012, Longterm Family Planning Method. Abstrak Latar Belakang: Usaha pemerintah untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk adalah penurunan pertumbuhan penduduk sebesar 2,32 persen per tahun selama periode 1970-1980 menjadi 1,49 persen per tahun pada periode 2000-2010. Dengan menekan angka kelahiran akan menunjukkan penurunan yang konsisten. Namun pada dasawarsa terakhir penurunan angka pertumbuhan penduduk maupun angka kelahiran melambat. Tujuan: Analisis ini untuk mengetahui penggunaan kontrasepsi pasca persalinan dan pasca keguguran. Metode : Analisis menggunakan data kalender dalam modul Wanita Usia Subur SDKI 2012. Sampel adalah wanita usia 15-49 tahun yang mengalami kehamilan dalam 5 tahun sebelum survey, sebanyak 18.594 kehamilan. Hasil : Ada pemakaian kontrasepsi PP dan PK pada tahun 2012 dibandingkan dengan 2007. Sebanyak 98,43 persen dari seluruh kehamilan adalah lahir hidup, 4,82 persen kehamilan mengalami keguguran, 0,02 persen kehamilan yang terjadi digugurkan, 0,42 persen kehamilan ternyata lahir mati dan sebanyak 4,31 persen sedang hamil saat wawancara. Sebanyak 76,8 persen menggunakan kontrasepsi dan sisanya sebanyak 23,2 persen tidak menggunakan pasca kehamilannya. Yang menggunakan kontrasepsi 7,3 persen menggunakan metoda jangka panjang (MKJP) dan (69,5 persen) menggunakan non MKJP. Sumber pelayanan KB PP dan PK terbanyak dari bidan praktek swasta (38,4 persen) dan bidan di desa (20,4 persen). Kesimpulan: Penggunaan KB PP dan PK untuk MKJP persentasenya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan non MKJP. Penggunaan MKJP makin meningkat dengan meningkatnya umur ibu, pendidikan ibu dan pada ibu yang tinggal di perkotaan, menurut tingkat kesejahteraan tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p > 0,05). Kata kunci : KB PP dan PK, SDKI 2012, MKJP Naskah masuk: 4 Maret 2015
Review: 14 April 2015
Disetujui terbit: 8 Juni 2015
107
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
Seimbang pada tahun 2020 diharapkan TFR mencapai 2,1 anak. Kontrasepsi adalah cara untuk menghindari/ mencegah terjadinya kehamilan akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma sehingga dapat mencegah terjadinya kehamilan. KB Pasca Persalinan adalah penggunaan alat kontrasepsi pada masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan. Alasan pelaksanaan KB pasca persalinan antara lain termasuk kembalinya fertilitas dan resiko terjadinya kehamilan, jarak kehamilan yang dekat, resiko terhadap bayi dan ibu serta ketidak tersediaan kontrasepsi18.. KB Pasca Keguguran adalah penggunaan kontrasepsi pasca keguguran.
PENDAHULUAN Berdasarkan hasil SP 2010 jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 237,6 juta jiwa. Salah satu hasil usaha pemerintah untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk adalah penurunan pertumbuhan penduduk sebesar 2,32 persen per tahun selama periode 19701980 menjadi 1,49 persen per tahun pada periode 2000-2010. Hal tersebut tidak lepas dari keberhasilan pemerintah menekan angka Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah Penduduk Indonesia
200
2 1.45
150
1.49 1.5
100
1
50
0.5 147.5
179.4
205.1
237.6
SP 1980
SP 1990
SP2000
SP2010
0
0
Jumlah Penduduk
LPP
Sumber : SDKI dan Sensus Penduduk
kelahiran yang juga menunjukkan penurunan yang konsisten. Namun pada satu dasawarsa terakhir penurunan angka pertumbuhan penduduk maupun angka kelahiran melambat, hal ini ditunjukkan dengan hasil SDKI. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/03, 2007dan 2012 menunjukkan bahwa TFR mengalami stagnasi. Pada waktu yang bersamaan hasil SP 2010 menunjukkan bahwa angka pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan dibandingkan dengan SP tahun 2000. Jumlah anak yang dimiliki oleh wanita usia subur di Indonesia pada awal tahun 1971 tercatat sebanyak 5,6 anak mengalami penurunan sampai dengan 2,6 anak sampai dengan tahun 2002, atau dengan kata lain dalam waktu lebih kurang 30 tahun terjadi penurunan sampai dengan separuhnya. Namun sejak tahun 2002 sampai dengan 2012 terlihat TFR stagnan pada posisi 2,6 anak, artinya dalam 10 tahun terakhir menunjukkan tidak adanya penurunan rata-rata jumlah anak yang dimiliki oleh wanita usia subur 15-49 tahun di Indonesia. Padahal untuk mencapai Penduduk Tumbuh 108
Penduduk
1.97
Laju Pertumbuhan
2.5
2.3
Jumlah Penduduk (Juta)
250
Secara demografis, fertilitas diartikan sebagai hasil reproduksi yang ditunjukkan dengan banyaknya bayi lahir hidup. Fertilitas merupakan salah satu penyumbang tingginya angka kelahiran selain mortalitas dan migrasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan angka kelahiran adalah melalui Program Keluarga Berencana (KB), melalui pemakaian alat kontrasepsi oleh Pasangan Usia Subur. Variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, yaitu tentang besarnya keluarga7. Bongaarts (1978) mengklasifikasikan variabel antara menjadi delapan faktor dalam tiga kategori a). faktor keterpajanan: jumlah perkawinan, b). faktor pengaturan fertilitas yang disengaja: kontrasepsi dan aborsi disengaja, c). faktorfaktor fertilitas kawin alamiah: ketidaksuburan karena menyusui, frekuensi hubungan kelamin, steril, kematian janin tidak disengaja, lama periode masa subur. Terdapat hubungan modernisasi dan perilaku fertilitas6), empat aspek modernisasi yang secara empiris diidentifikasi adalah inovasi dalam pelayanan kesehatan publik, inovasi dalam pendidikan formal, urbanisasi, konsumsi barang, pertumbuhan pendapatan per kapita, tenaga kerja perempuan pada sektor modern, kemajuan media massa, program keluarga berencana, kemajuan dalam administrasi pemerintahan, serta perubahan sikap dan kepribadian individu. Kemajuankemajuan yang dicapai dalam modernisasi menyebabkan perubahan pengetahuan, sikap
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
dan perilaku anggota masyarakat tentang perilaku pengaturan kelahiran. Di sisi lain kematian Ibu di Indonesia masih belum menunjukkan penurunan. Bila dibandingkan dengan target RPJM 2014 sebesar 118 kematian ibu pada tahun 2014 dan target Millenium Development Goals pada tahun 2015 tercapai 102 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, berdasarkan prediksi regresi linear diproyeksikan bahwa pada tahun 2015 akan tercapai 161 ibu yang meninggal setiap 100.000 kelahiran hidup. Hasil SDKI 2012 menunjukkan kematian maternal tercatat 359 per 100.000 kelahiran, sedangkan SDKI 2007 mencatat 228 per 100.000 kelahiran. Sesuai dengan komitmen global setiap negara pada tahun 2015 harus menurunkan AKI sebesar 50 persen dari kondisi AKI pada tahun 1990, dan menurunkan 50 persen lagi pada tahun 2015 Target Millenium Deveploment Goals. Merujuk pada komitmen tersebut maka diharapkan Indonesia mencapai penurunan AKI menjadi sekitar 115 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Data SDKI tahun 1997 menunjukkan 15,4 persen persalinan mempunyai jarak kelahiran dengan persalinan sebelumnya kurang dari 24 bulan, 22 persen wanita telah mengalami 4 kali kehamilan atau lebih, 11 persen wanita melahirkan pada usia di atas 35 tahun, dan 12 persen wanita melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun. Data yang kurang menggembirakan diatas menunjukkan bahwa difusi informasi belum adekuat baik kepada individu, pasangan suami isteri maupun kepada remaja putera dan puteri tentang penundaan kehamilan, perencanaan kehamilan dan kelahiran dalam kondisi yang optimal, tentang risiko “4T“ terhadap janin yang dikandung dan bayi yang dilahirkan. Pertanyaannya, mengapa hal tersebut masih terus terjadi ? Padahal upaya telah dilakukan untuk menurunkannya melalui berbagai program seperti ”safe motherhood“, Gerakan Sayang Ibu, Suami Siaga, namun demikian hasilnya masih belum seperti yang diharapkan. Beberapa faktor yang menyebabkan ibu dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas tidak tertolong dari kematian adalah adanya 3 (tiga) keterlambatan yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat membawa ke fasilitas kesehatan dan terlambat menanganinya. Disamping itu, kematian ibu
terbanyak terjadi dalam waktu 2 jam semasa/pasca persalinan, yaitu sebagian besar (60-80) kematian ibu disebabkan oleh komplikasi kehamilan. Komplikasi kehamilan/ persalinan atau yang menyebabkan kematian ibu tidak bisa diperkirakan sebelumnya, dan sering terjadi beberapa jam atau hari setelah persalinan atau masa nifas. Sebagai upaya penyelamatan ibu (“Safe Motherhood Initiative”) telah banyak dilakukan dalam program kesehatan dan KB-KR, terutama melalui MPS (“Making Preqnancy Safer”). Ada 3 (tiga) pesan kunci MPS, yaitu 1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; 2) setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat; 3) setiap wanita usia subur (WUS) akses terhadap pencegahan kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan penanganan komplikasi keguguran. Pemakaian kontrasepsi merupakan salah satu dari sekian banyak variabel yang secara langsung berpengaruh terhadap angka kelahiran. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pemakaian alat kontrasepsi terbukti mampu menurunkan angka kelahiran. Di Indonesia pemakaian alat kontrasepsi tidak terlepas dari peran serta penggunanya, rendahnya peran serta suami dalam penggunaan alat kontrasepsi juga mempengaruhi tingginya pemakaian kontrasepsi 10. Idealnya, terkait dengan upaya penundaan kehamilan atau kelahiran anak berikutnya setelah anak pertama lahir, hal yang penting dilakukan adalah mengatur jarak kehamilan. Upaya untuk mengatur jarak kehamilan atau kelahiran ini dapat dilakukan dengan menggunakan kontrasepsi. Sesuai dengan komitmen Millenium Development Goals (MDG) yaitu menurunkan Angka Kematian Anak sebesar dua per tiga dari angka di tahun 1990 atau menjadi 20 per 1000 kelahiran bayi pada tahun 2015. Konsep mengenai kontrasepsi pasca persalinan bukanlah hal yang baru, akan tetapi tidak banyak perhatian yang diberikan pada masa yang penting dari kehidupan wanita. Pada saat ini perhatian dari pengelola program kesehatan, penyedia jasa pelayanan kesehatan dan pembuat kebijakan semakin meningkat karena menyadari akan tingginya efektivitas 109
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
dan keberhasilan program keluarga berencana jika pengenalan kontrasepsi dilakukan pada saat pasca persalinan 18. Secara umum analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan kontrasepsi pasca persalinan dan pasca keguguran pada wanita Indonesia. Secara khusus analisis ini untuk 1) mengetahui persentase pemakaian KB PP dan PK, 2) mengetahui jenis alkon yang digunakan pada KB PP dan PK, 3) mengetahui jarak waktu setelah melahirkan menggunakan alat kontrasepsi, 4) mengetahui sumber pelayanan mendapatkan KB PP dan PK, 5) mengetahui karakteristik latar belakang pemakai KB PP dan PK dan 6) mengetahui karakteristik riwayat reproduksi pemakai KB PP dan PK. Analisis ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi para penentu kebijakan dalam membuat strategi operasional pelayanan KB PP dan PK dalam rangka meningkatkan CPR.Data kalender yang ada dalam SDKI 2012 hanya terdiri dari 4 variabel yaitu status kawin ibu, jenis alat kontrasepsi yang dipakai dan sumber mendapatkan alat kontrasepsi, maka dalam analisis pemakaian KB PP dan PK akan menurut jenis alat kontrasepsi yang dipakai, dari mana mereka mendapatkan pelayanan alat kontrasepsi tersebut dan berapa lama setelah melahirkan atau aborsi mereka menggunakan alat kontrasepsi. METODE Data analisis ini adalah SDKI 2007 dan SDKI 2012, yaitu Dalam analisis ini digunakan data kalender dalam modul Wanita Pernah Kawin. Sebagai sampel dalam analisis ini adalah responden SDKI wanita kawin 15-49 tahun yang mengalami kehamilan dalam 5 tahun sebelum survey, dengan jumlah anak yang dilahirkan dalam 5 tahun sebelum survey sebanyak 13.659 anak. Kerangka Pikir Berdasarkan tinjauan pustaka dan ketersediaan data yang ada maka dibuatlah kerangka pikir sebagai berikut :
110
HASIL Trend penggunaan KB PP dan PK pada wanita pernah kawin usia 15-49 tahun yang mengalami kehamilan dalam 60 bulan pengamatan, terlihat adanya peningkatan dari 75,64 persen pada SDKI 2007 menjadi 76,8 persen pada SDKI 2012. Begitu juga untuk penggunaan Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) menunjukkan adanya peningkatan dari 5,85 persen pada SDKI 2007 menjadi 7,3 persen pada SDKI 2012. Grafik 1.
Sebanyak 18.594 kehamilan terjadi dalam 60 bulan sebelum survey, kehamilan tersebut berasal dari 14,899 wanita usia subur 15-49 tahun. Pada grafik 2. terlihat sebanyak 90,34 persen dari kehamilan yang terjadi dalam 60 bulan pengamatan ternyata lahir hidup, sebanyak 4,8 persen mengalami keguguran, dibawah satu persen kehamilan yang terjadi digugurkan, sebanyak 0,42 persen ternyata lahir mati dan 4,31 persen saat wawancara sedang hamil. Hasil kehamilan dalam 60 bulan pengamatan baik itu lahir hidup, lahir mati, digugurkan atau keguguran ternyata sebanyak 76,8 persen menggunakan kontrasepsi dan sisanya sebanyak 23,2 persen tidak menggunakan kontrasepsi.
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
Kalender SDKI yang ada adalah dalam bulanan bukan harian untuk itu kategori yang dapat dibuat dalam analisis ini adalah 1 bulan, 2 bulan dan 3-5 bulan serta enam bulan keatas. Definisi operasional dari penggunaan KB PP dan PK adalah penggunaan alat kontrasepsi pada masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan, oleh sebab itu dalam analisi ini tidak dapat tepat 42 hari.
Pada grafik 3 terlihat bahwa sebanyak 25,9 persen atau satu diantara empat wanita yang mengalami kelahiran ataupun keguguran menggunakan alat kontrasepsi dalam waktu satu bulan setelah kelahiran atau keguguran, sebanyak 36,8 persen menggunakannya setelah dua bulan kelahiran atau keguguran. Sisanya 26,5 persen menggunakannya pada 35 bulan setelah kelahiran dan keguguran. Hampir 11 persen menggunakanya setelah enam bulan atau lebih. Sebanyak 23 persen wanita 15-49 tahun tidak menggunakan kontrasepsi pasca melahirkan atau pasca keguguran, adapun yang menggunakan kontrasepsi yang terbanyak adalah metoda suntik (51 persen) dan pil (11 persen). Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia, metoda suntik sebagai alat kontrasepsi paling banyak digunakan oleh wanita Indonesia karena rendahnya pengetahuan tentang berbagai alat/cara kontrasepsi yang tersedia.
Tiga diantara empat kehamilan yang berakhir dengan lahir mati atau keguguran atau digugurkan tidak menggunakan kontrasepsi.
Kecenderungan penggunaan alat KB pada wanita pasca kehamilan (dengan riwayat melahirkan hidup ataupun keguguran) terlihat pada tabel 2. Apabila dilihat menurut karakteristik latar belakang tampak bahwa penggunaan kontrasepsi PP dan PK tertinggi pada kelompok usia 25-29 tahun (86 persen) dan kelompok usia 30-34 tahun (85 persen). Persentase yang tidak menggunakan KB PP dan PK adalah pada kelompok usia tua (29 persen). Persentase penggunaan MOW meningkat dengan meningkatnya umur ibu. Penggunaan MKJP untuk metoda IUD dan susuk KB pada pasca persalinan dan keguguran tertinggi pada kelompok usia tua yaitu 45 49 tahun masing-masing lima persen. Penggunaan metoda MOW dan IUD makin meningkat dengan meningkatnya umur ibu. Tempat tinggal responden tidak terlalu berbeda bermakna terhadap kecenderungan pemakaian alat kontrasepsi walaupun ada kecenderungan pada responden yang tinggal di perkotaan sedikit lebih tinggi dalam pemakaian kontrasepsi pasca melahirkan dan pasca keguguran. Metoda Operasi Wanita dan IUD banyak digunakan oleh wanita yang tinggal di perkotaan (3persen dan 4,6 persen). Dalam 60 bulan pengamatan terdapat sebanyak 87,9 persen kelahiran hidup dari anak yang terakhir, sedangkan sebanyak 11,4 persen kelahiran kedua terakhir, artinya ibu tersebut dalam 60 bulan melahirkan hidup sebanyak 2 kali. Bahkan terdapat 0,01 persen wanita yang melahirkan anak keempat 111
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
terakhir, artinya ibu tersebut dalam 60 bulan melahirkan hidup sebanyak 4 anak.
Umumnya ibu yang memeriksakan kehamilan (ANC) menggunakan KB PP dan PK (84,6 persen), sementara yang tidak memeriksakan kehamilan hampir separuhnya (48 persen) tidak menggunakan kontrasepsi PP dan PK. Ibu yang memeriksakan kehamilannya persentasenya lebih tinggi yang menggunakan MKJP dibandingkan dengan yang tidak memeriksakan kehamilan (8,5 persen berbanding 3,5 persen) Tabel 3.
Penggunaan alkon MKJP pasca melahirkan atau keguguran paling banyak dilakukan oleh wanita dengan jumlah anak 4-5 anak (13 persen), tabel 4. Distribusi persentase urutan kehamilan anak dalam lima tahun sebelum survei menurut penggunaan KB PP dan PK, 112 ternyata yang terbanyak menggunakan alkon adalah yang kehamilan terjadi pada urutan kehamilan anak ke-2 atau ke-3 (78,5 persen). Bahkan ibu yang urutan kehamilannya ke 6 keatas ternyata sebanyak 46 persen tidak menggunakan kontrasepsi pasca Persentase yang menggunakan KB PP dan PK tertinggi pada mereka yang ditolong oleh bidan (83,5 persen) sedangkan yang terendah yang ditolong oleh teman/keluarga (40,2 persen). Ibu yang ditolong oleh dokter kandungan saat persalinan ternyata persentasenya yang tertinggi yang menggunakan metoda Jangka Panjang (16,0 persen) sedangkan untuk metoda non MKJP yang tertinggi pada mereka 112
yang ditolong oleh bidan dan perawat (77 persen) Tabel 5.
Dalam SDKI 2012 ditanyakan juga tentang apakah mereka dalam 6 bulan terakhir sebelum survey pernah akses terhadap informasi. Akses informasi disini dibedakan atas dua jenis yaitu akses terhadap media dan akses informasi dengan seseorang. Hasil analisis menunjukkan mereka yang akses terhadap televisi lebih banyak yang menggunakan KB PP dan PK. Sedangkan penggunaan KB PP dan PK untuk metoda Jangka Panjang lebih banyak digunakan oleh mereka yang akses terhadap media kesenian (29 persen), sedangkan mereka yang akses dengan media televisi lebih banyak yang menggunakan metoda non MKJP. Media MUYAN (mobil unit pelayanan KB) tampaknya tidak memberikan hasil yang begitu menggembirakan dalam pencapaian KB PP dan PK, terlihat hanya 7,4 persen yang menggunakan KB PP dan PK untuk metoda jangka panjang sedangkan yang menggunakan non MKJP sebanyak 67,5 persen. Tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan orang yang dapat membantu dalam peningkatan penggunaan KB PP dan PK, hampir 89 persen wanita menggunakan KB PP dan PK pasca melahirkan, sedangkan mereka yang akses dengan guru dalam 6 bulan terakhir sebelum survey ternyata hanya 78 persen yang menggunakan KB PP dan PK. Tiga belas persen wanita usia reproduksi yang dalam 6 bulan terakhir akses dengan dokter ternyata menggunakan KB PP dan PK metoda jangka panjang. Sedangkan mereka yang akses dengan bidan sebanyak 80 persen menggunakan KB PP dan PK metoda non MKJP. Provinsi yang tinggi penggunaan MKJP pasca persalinan dan pasca keguguran adalah
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
provinsi Bali (18,9 persen), Gorontalo (15,6 persen), Nusa Tenggara Timur (12,7 persen), DI Yogyakarta (12,1 persen), Bengkulu (11,3 persen) dan Sulawesi Utara (10,4 persen). Sedangkan provinsi lain persentasenya hanya dibawah 10 persen. Bahkan beberapa provinsi penggunaan KB MKJP pasca persalinan dan pasca keguguran hanya dibawah empat persen yaitu provinsi Papua Barat, Aceh, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Tiga diantara wanita 15-49 tahun di provinsi Papua yang dalam lima tahun sebelum survey mengalami kehamilan ternyata tidak menggunakan kontrasepsi pasca kelahiran dan pasca keguguran. Begitu juga di provinsi Papua Barat dua diantara empat wanita tidak menggunakan kontrasepsi pasca persalinan dan pasca keguguran. Hanya di provinsi Bangka Belitung persentasenya terendah yang tidak menggunakan kontrasepsi pasca persalinan dan pasca keguguran (13,7 persen). Gambaran ini juga menunjukkan bahwa untuk provinsi yang penggunaan KB PP dan PK nya rendah ternyata fertilitasnya lebih tinggi dibanding provinsi yang penggunaan KB PP dan PK nya rendah. Untuk itu apabila fertilitas akan diturunkan maka upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan penggunaan KB PP dan PK khususnya untuk Metoda Jangka Panjang. PEMBAHASAN Persentase pemakaian kontrasepsi semakin meningkat untuk metode non MKJP (dari 46,3 persen pada tahun 2007 menjadi 47,3 persen pada tahun 2012). Meskipun rasio pemakaian kontrasepsi metode non MKJP terhadap MKJP meningkat (dari 4,2 persen menjadi 4,5 persen), namun persentase pemakaian kontrasepsi MKJP menurun menjadi 10,6 persen pada tahun 2012. Studi lain juga menemukan tingkat pendidikan akan meningkatkan kontrol terhadap alat kontrasepsi dan pengendalian fertilitas. Pendidikan memfasilitasi perolehan informasi tentang keluarga berencana, meningkatkan komunikasi suami-istri, dan akan meningkatkan pendapatan yang memudahkan pasangan untuk menjangkau alat kontrasepsi.
Berbagai faktor yang terkait dengan risiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematian bagi ibu hamil dan melahirkan serta anak yang dikandungnya adalah kondisi ”empat terlalu“, yaitu persalinan dengan jarak kelahiran dengan persalinan sebelumnya terlalu dekat (kurang dari 24 bulan); telah melahirkan 4 kali atau lebih (terlalu banyak); melahirkan pada usia di atas 35 tahun (terlalu tua); melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun (terlalu muda). Pemerintah Indonesia meningkatkan perhatian pada penggunaan kontrasepsi pasca persalinan dan pasca keguguran. Berdasarkan rekomendasi dari the National Meeting on Family Planning Programs pada tahun 2008 , KB pasca persalinan dan pasca keguguran ( KB PP & PK), merupakan salah satu program utama yang harus tersedia di seluruh provinsi. Tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan ibu dan anak disamping untuk meningkatkan angka penggunaan kontrasepsi. Namun, studi tentang penggunaan kontrasepsi di kalangan perempuan pasca persalinan di Indonesia sangat terbatas, kecuali beberapa studi banding yang dilakukan menggunakan data DHS dari berbagai Negara 14. Jumlah kelahiran di Indonesia diperkirakan sekitar 4.2-4.5 juta dan 19,7 persen merupakan kehamilan yang tidak diinginkan, mengingat tingginya jumlah kelahiran dan keguguran maka diperlukan suatu perencanaan kehamilan sehingga kehamilan yang terjadi merupakan kehamilan yang diinginkan. Salah satu program strategis untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan menjadi 15 pada tahun 2014 adalah melalui KB pasca persalinan dan pasca keguguran. Alasan pelaksanaan KB pasca persalinan antara lain termasuk kembalinya fertilitas dan resiko terjadinya kehamilan, jarak kehamilan yang dekat, resiko terhadap bayi dan ibu serta ketidaktersediaan kontrasepsi 18. Dalam rangka menurunkan resiko terhadap ibu dan luaran bayi, WHO pada tahun 2006 merekomendasikan jarak kehamilan yang optimal untuk dapat memberikan peluang bagi 113
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
ibu untuk memulihkan kesehatannya. Pentingnya perempuan untuk dapat memberikan kesempatan pemulihan kesehatan perlu didukung oleh keluarga dan lingkungannya, sebagai salah satu hak dalam CEDAW karena selama ini dianggap kehamilan merupakan urusan perempuan, serta rendahnya peran suami dalarn mendukung isteri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu. Hal ini disebabkan rendahnya pengetahuan ibu tentang tanda bahaya saat kehamilan, persalinan dan nifas, rendahnya peran ibu dalam mengambil keputusan bagi kesehatan dan keselamatan dirinya (pemilihan metode kontrasepsi, jumlah persalinan oleh dukun masih tinggi) serta masalah kesehatan perempuan masih dianggap kurang penting. Lebih kurang 63 persen wanita menggunakan kontrasepsi dalam waktu 0-2 bulan pasca melahirkan atau keguguran, sementara sisanya menggunakan kontrasepsi setelah 3 bulan keatas. Hal ini perlu menjadi perhatian karena fertilitas akan meningkat kembali setelah 6 bulan melahirkan bagi wanita yang menyusui secara eksklusif, bagi wanita yang tidak menyusui secara eksklusif kesuburannya akan lebih cepat kembalinya. Berdasarkan SDKI 2012 diketahui bahwa 99 persen wanita yang sudah menikah pernah mendengar suatu metode/cara kontrasepsi. Metode kontrasepsi yang paling dikenal adalah pil KB (97) dan suntik KB (98). Hal ini ditunjukkan dengan tingginya persentase penggunaan kedua jenis alkon tersebut pada pasca melahirkan dan pasca keguguran. Secara umum kelompok umur 30-34 tahun yang berdomisili di wilayah perkotaan dan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai pengetahuan tertinggi mengenai metode kontrasepsi. Sedangkan wanita 114 sudah menikah berusia 15-24 tahun, yang tinggal di pedesaan dan berpendidik-an rendah, memiliki pengetahuan terendah tentang metode kontrasepsi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 52 tahun 2009, tugas pemerintah untuk dapat memastikan seluruh penduduk mampu menjangkau dan mendapatkan Pelayanan KB yang dibutuhkan, termasuk pelayanan KIE dan Konseling baik melalui layanan pemerintah maupun swasta. Pelayanan pemerintah yang paling banyak dipergunakan masyarakat 114
melalui Puskesmas dan diharapkan pada era BPJS semakin banyak masyarakat yang dapat mengakses pelayanan alkon pasca persalinan dan pasca keguguran dengan lebih baik. Mayoritas pelayanan kontrasepsi lebih banyak dilakukan oleh pihak swasta, hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan masyarakat Indonesia untuk lebih mempercayai pihak swasta dalam hal pelayanan kontrasepsi salah satunya dikarenakan adanya ketidaktahuan sumber tempat pelayanan. Hal tersebut sejalan dengan hasil analisis deskriptif yang menyebutkan bahwa proporsi pelayanan alat kontrasepsi lebih rendah pada wanita pasca melahirkan di pihak pemerintah dibandingkan swasta karena ketersediaan alat kontrasepsi yang lebih mudah melalui bidan praktek swasta baik di desa maupun di kota. Sementara di tempat pelayanan swasta yang terbanyak memberikan pelayanan KB PP dan PK pada satu bulan pasca persalinan atau pasca keguguran adalah RS.Swasta (65 persen), sedangkan pada 2 bulan pasca persalinan atau keguguran yang terbanyak adalah bidan di desa (40 persen).Tampak bahwa KB PP dan PK yang terbanyak digunakan pada satu bulan pasca persalinan adalah metoda operasi wanita, IUD dan susuk KB. Pendidikan akseptor sangat penting untuk mengetahui metode kontrasepsi tersebut secara lebih rinci yaitu untuk memahami dengan baik tentang kelebihan dan kekurangan alat kontrasepsi, hal ini berdampak pada kualitas dan kelangsungan pemakaian metode kontrasepsi yang dipilih. Semakin tinggi pendidikan akseptor maka semakin tinggi pula tingkat pemakaian alkon pada wanita setelah melahirkan ataupun keguguran. Pemeriksaan kehamilan (ANC) menjadi salah satu factor yang penting dalam penggunaan KB PP dan PK, hal ini disebabkan karena dengan melakukan ANC maka wanita akan mendapatkan KIE dari pemberi pelayanan ANC tentang perlunya mereka menggunakan alat kontrasepsi pasca melahirkan nantinya, hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis ternyata tiga diantara empat ibu yang memeriksakan kehamilan menggunakan KB PP dan PK metoda non MKJP. Terdapat kecenderungan wanita dengan jumlah anak satu untuk tidak menggunakan
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
alkon MKJP, dikarenakan adanya keinginan untuk dapat menambah anak kembali. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut bahwa pada wanita dengan jumlah anak lebih dari 6 anak persentasenya sangat tinggi yang tidak menggunakan alkon apapun (46 persen) dan bila menggunakan alkon, mereka cenderung menggunakan non MKJP.
anak lebih dari dua, kesadaran penggunaan KB PP dan PK pada semua tingkatan usia ibu. Meningkatkan pendidikan ibu serta peranan gender agar perempuan dapat semakin menentukan penggunaan alkon KB PP dan PK, serta perlu membuat kebijakan nasional dalam rangka meningkatkan kesehatan ibu melalui penggunaan KB PP dan PK
Pemberi pelayanan ANC biasanya akan menjadi penolong persalinan pada saat ibu akan melahirkan, oleh karena itu penolong persalinan sangat mempengaruhi dalam meningkatkan penggunaan KB PP dan PK. Hal ini dibuktikan dengan ibu yang ditolong persalinannya oleh bidan dan bidan di desa, ternyata menggunakan metoda Jangka Panjang setelah persalinan.
UCAPAN TERIMA KASIH
KESIMPULAN
1.
Ada 76,8 persen wanita menggunakan alat kontrasepsi pasca kelahiran dan pasca keguguran, meningkat dibanding SDKI 2007. Tetapi hanya 7,29 persen diantara yang menggunakan alkon memilih MKJP (MOP, MOW,Susuk dan IUD) yang 70,5 persen sumber pelayanan KB PP dan PK berasal dari bidan. Hanya 1 dari 4 pemakai KB PP dan PK menggunakannya dalam jangka waktu 1 bulan, Persentase yang menggunakan KB PP dan PK menurun dengan meningkatnya urutan anak yang dilahirkan, dan makin menurun dengan meningkatnya umur ibu, namun persentase yang menggunakan KB MKJP makin meningkat dengan meningkatnya umur ibu. Persentase yang menggunakan KB PP dan PK lebih tinggi di daerah perkotaan dan pada ibu yang berpendidikan tinggi. SARAN Perlunya meningkatkan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi pasca kelahiran dan pasca keguguran melalui advokasi KIE, terutama alkon MKJP (MOP, MOW,Susuk dan IUD). Peningkatan kualitas dan pengetahuan bidan serta dokter sebagai sumber pelayanan KB PP dan PK, interval atau jangka waktu penggunaan KB PP dan PK, sosialisasi mengenai penggunaan KB PP dan PK terutama kepada keluarga yang mempunyai
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan KB dan KS, BKKBN yang memberikan kesempatan untuk melakukan analisis lanjut dengan menggunakan data SDKI 2012. DAFTAR PUSTAKA Ananta, A, Kecenderungan dan factor penentu fertilitas dan mortalitas di Indonesia. Ed Djakarta, Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN, tahun 1993 2. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,BadanPusat Statistik, Kementerian Kesehatan, Survei Demografi danKesehatan Indonesia 2012. 3. Bappenas. 2002. Analisis Gender dalam Pembangunan Keluarga Berencana Nasional. Bappenas: Jakarta. 4. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Editor, BiranAffandi, dkk.Ed. 3, Cetakan kedua. PT BinaPustakaSarwonoPrawirohardjo, Jakarta. 2012 5. Bulatao, R. Lee, R.1983. Determinants of Fertility in Developing Countries.Academic Press: New York. 6. Easterlin, Richard A. Modernisation and Fertility. A critical Essay, in Richard A Bulatao and R.D.Lee (eds). Determinant of Fertility in Developing Countries, Washington DC, National Academic Press, 1983 7. Friedman, Ronald C. The Sociology and Human Fertility : A trend report and Bibliography. Current Sociology 10/11: 3568, 1961/1962 8. John Bongaarts, A framework for analyzing the proximate determinants of fertility. Population and Development Review Vol.4, No.1, pp 105-132, March 1978 9. Miller RA et al., The situation analysis study of the family planning program in Kenya, Studies in Family Planning, 22(3):131-143, 1991; 10. Oppong C, et.al Marriage, Fertility and
115
Penggunaan Kontrasepsi Pada …………………(Flourisa Juliaan S.,Maria Anggraeni)
11.
12.
13.
14.
118
Parenthood in West Africa. Canberra, Australia National University, 1978 Siegel, J. 1976. The Methods and Materials of Demography. Academic Press: New York. Sumini, Yam’ah Tsalatsa, Wahyono Kuntohadi. Analisa Lanjut SDKI 2007 : Kontribusi pemakaian alat kontrasepsi terhadap fertilitas. Puslitbang KB dan KS, BKKBN, tahun 2009 Thapa S et al., Contraceptive use among postpartum women: recent patterns and programmatic implications, InternationalFamily Planning Perspectives, 1992, 18(3): 83-92; Thapa S et al., Contraceptive use and needs among postpartum women in 25 developing
15. 16.
17. 18.
countries: recent patterns and implications, in Proceedings of the Demographic and Health Surveys World Conference, 1991, Vol. 2, Columbia, MD, USA: Institute for Resource Development/Macro International, 1991, pp. 1149-1154. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Unicef Indonesia. Ringkasana Kajian Ibu dan Anak, Oktober 2012 Widyastuti L , Saikia US, Postpartum Contraceptive Use in Indonesia :Recent Patterns and Determinants.BKKBN. 2011.
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
HUBUNGAN INDEX MASSA TUBUH DENGAN HIPERTENSI PADA WANITA USIA SUBUR (ANALISIS DATA RISKESDAS 2013) Body Mass Index (BMI) and Hypertension in Women of Child-bearing Age (15-49 Years) (Data Analysis of Riskesdas 2013) Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat
[email protected] Abstract Background: Hypertension is a public health problem that affects many countries in the world, including Indonesia. Most of the people with high blood pressure are overweight, and hypertension is more common in obesity. In 2013, the prevalence of obese women aged > 18 years was 32.9 percent, increased 19 percent from 2007 (13.9%) and 17.4 percent from 2010 (15.5%) (Riskesdas 2013). A study in China in 2004 showed that obesity has 4.9 times higher risk of becoming hypertensive than with those of which body mass index was <25 kg/m2. Objective: Aimed at knowing the relationship between BMI and hypertension in women of child-bearing age. Methods: The study used cross-sectional design. Sample was all women of child-bearing age whose aged 15-49 and who were not pregnant. Hypertension is defined as the systolic blood pressure >140 mmHg or diastole >90 mmHg. BMI of women divided into two groups; the group of BMI <25 kg/m2 and BMI ≥25 kg/m2. Data analysis used univariate, bivariate and multivariate. Results: The study showed that hypertension in women of child-bearing age is 21.3 percent. Women who have the BMI ≥25 kg/m2 is 11.5%. There was no statistically significant relationship between the main variables (BMI) and intervening variable of hypertension (p <0.05). There was not confounding variables. Women whose the BMI ≥ 25 kg/m2 were more likely to have hypertension 2.272 times compared with those whose BMI <25 kg/m2. Conclusion. Women of child-bearing age who have BMI ≥ 25 kg/m2 were 2,272 times more likely to have hypertension. Women aged 25-49 years with BMI ≥ 25 kg/m2 were 1.91 times at risk of developing hypertension. Women in urban areas with BMI ≥ 25 kg/m2 were 2.70 times at risk of having hypertension. Keywords: BMI, Hypertension, Women of Child-bearing Age Abtrak Latar belakang: Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak diderita di dunia termasuk Indonesia. Sebagian besar masyarakat dengan tekanan darah tinggi adalah overweight, dan hipertensi lebih sering terjadi pada obesitas. Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik 19 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan naik 17,4 persen dari tahun 2010 (15,5%) ( Riskesdas 2013). Penelitian di China tahun 2004 menunjukkan bahwa obesitas mempunyai risiko 4,9 kali lebih tinggi menjadi hipertensi dibandingkan yang memiliki indeks massa tubuh <25 kg/m2. Tujuan: mengetahui hubungan IMT dengan hipertensi pada WUS. Metode: Penelitian menggunakan data Riskesdas 2013. Disain penelitian cross sectional. Sampel: semua WUS berumur 15-49 tahun dan yang tidak hamil. Disebut hipertensi apabila tekanan darah sistol >140 mmHg atau Diastole > 90 mmHg. IMT WUS dibagi dua: kelompok IMT <25 kg/ m2 dan IMT ≥ 25 kg/m2 . Analisis data univariat, bivariat dan multi variat. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan hipertensi pada WUS adalah 21,3 persen. WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 yaitu 11,5%. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara variabel utama (IMT) dan variabel antara dengan hipertensi (p<0,05). Tidak ada variabel confounding. WUS yang IMT ≥ 25 kg/m2 berpeluang hipertensi 2,272 kali dibandingkan dengan WUS dengan IMT<25 kg/m2. Kesimpulan. WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 berpeluang 2,272 kali hipertensi. WUS umur 25-49 tahun dengan IMT ≥ 25 kg/m2 berisiko terkena hipertensi 1,91 kali. WUS di perkotaan dengan IMT ≥ 25 kg/m2 berisiko hipertensi 2,70 kali. Kata kunci: IMT, hipertensi, WUS
Naskah masuk: 26 Maret 2015
Review: 6 April 2015
Disetujui terbit: 20 Mei 2015
117
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
PENDAHULUAN Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak diderita di seluruh dunia termasuk Indonesia. Hipertensi merupakan penyebab utama tingginya morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. 1 Berdasarkan data WHO tahun 2005, sekitar 17,5 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular atau 30% dari kematian di seluruh dunia. Angka penderita hipertensi semakin menghawatirkan seperti yang dilansir oleh The Lancet tahun 2000 sebanyak 972 juta (26 %) orang dewasa di dunia menderita hipertensi. Angka ini terus meningkat tajam, dan menurut prediksi WHO bahwa pada tahun 2025 sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit cerebrovascular, meningkatkan risiko penyakit jantung koroner 5 kali dan stroke 10 kali. Penderita stroke sebesar 40-70% adalah penderita hipertensi.2 Hipertensi juga penyebab kematian nomor tiga (6,850) di Indonesia setelah Stroke (15,4%) dan Penyakit Tuberkulosis (7,5). 3 Prevalensi hipertensi di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan hasil studi berkesinambungan dari Monitoring Trend and Determinants of Cardiovascular Diseases (MONICA) Jakarta melaporkan bahwa prevalensi hipertensi pada populasi Indonesia tahun 1993 sebesar 16,9% kemudian tahun 2000 mengalami peningkatan menjadi 17,9%. 4 Hasil Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 14 %. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia di atas 18 tahun sebesar 31,7% dan merupakan prevalensi tertinggi penyakit tidak menular. Saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi lebih pada umumnya disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Adanya perubahan pola makan yang bergeser menjadi tinggi karbohidrat, tinggi lemak dan rendah serat mengakibatkan pola makan menjadi tidak 118
seimbang. Selain itu berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu, rutinitas yang semakin meningkat menyebabkan seseorang tidak mempunyai waktu untuk berolah raga. Ditambah dengan penggunaan alat-alat yang dapat bekerja dengan cepat dan tidak memerlukan tenaga yang banyak melakukan aktivitas seperti mobil, motor, mesin cuci, eskalator dan lain-lain. Perubahan pola makan dan berkurangnya aktivitas fisik ini berakibat semakin banyaknya masyarakat yang mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak. Kelebihan energi merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degenerative seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes melitus, jantung koroner. Beberapa penelitian menunjukkan, erat hubungan faktor perilaku dengan meningkatnya tekanan darah. Kisjanto dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perilaku santai yang ditandai dengan lebih tingginya asupan kalori dan kurang aktivitas fisik merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung yang biasanya di dahului dengan meningkatnya tekanan darah 5. Penelitian di China tahun 2004 menunjukkan bahwa responden obesitas mempunyai risiko 4,9 kali lebih tinggi menjadi hipertensi dibandingkan dengan responden yang memiliki indeks massa tubuh kurang dari 25 kg/m2. 6 Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen dari tahun 2010 (15,5%). 7 Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling tepat untuk menentukkan obesitas pada orang dewasa. Sebagian besar masyarakat dengan tekanan darah tinggi adalah overweight, dan hipertensi lebih sering terjadi pada obesitas 8 . Berdasarkan data The Third National Health Nutrition and Examination Survey (NHANES III) memperlihatkan hubungan linier yang bermakna antara peningkatan body mass index (BMI) dan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan nadi pada populasi Amerika 9 . Fakta lain juga membuktikan bahwa setiap peningkatan 10 kg berat badan berhubungan dengan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 3,0 mmHg dan peningkatan tekanan 118
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
darah diastolik sebesar 2-3 mmHg. Sebaliknya lebih dari 50% subyek terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 1-2 mmHg dan tekanan darah sistol sebesar 1-4 mmHg setiap penurunan berat badan satu kilogram.8 Terdapat kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan. Hal ini berhubungan dengan gaya hidup masyarakat kota yang selalu menginginkan kehidupan yang serba instant. Berdasarkan jenis kelamin, ternyata hipertensi yang disebabkan oleh pengaruh gaya hidup ini juga lebih banyak terjadi pada wanita, khususnya wanita usia subur.10 Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang yang berusia di atas 40 tahun, namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang usia muda. Hipertensi pada wanita usia subur sebagian besar terjadi pada usia 2545 tahun. Hanya 20 % terjadi dibawah usia 20 tahun. 11 Hasil penelitian Wiwi dkk, wanita usia subur yang memiliki IMT > 25 kg/m2, mempunyai risiko untuk menderita hipertensi sebesar 4,97 kali lebih besar dibandingkan wanita usia subur yang memiliki IMT normal.12 Berdasarkan data Riskesdas 2013, Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8% + 0,7 %). Prevalensi hipertensi pada perempuan (28,8%), lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki (22,8%).8 Peningkatan indeks massa tubuh mempunyai hubungan yang linier dengan peningkatan tekanan darah. Berdasarkan data Riskesdas 2013 peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan IMT dengan resiko terjadinya hipertensi pada WUS. METODE
Penelitian ini menggunakan studi analitik yaitu melihat hubungan IMT dengan hipertensi pada WUS. Disain penelitian potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data sekunder yaitu data Riskesdas Tahun 2013. Populasi penelitian adalah semua wanita usia subur berdasarkan data Riskesdas tahun 2013. Sampel penelitian adalah semua wanita usia subur yang berumur 15 - 49 yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel adalah semua WUS yang dilalukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah diambil, kemudian dikeluarkan WUS yang hamil dan yang menjawab pernah didiagnosa hipertensi oleh tenaga kesehatan dan WUS yang memakan obat hipertensi. Jadi penentuan hipertensi adalah hanya berdasarkan pengukuran tekanan darah sistol dan diastole saja. Disebut hipertensi apabila tekanan darah sistol > 140 mmHg atau Diastole > 90 mmHg. Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali. Apabila selisih pengukuran tekanan darah pertama dan kedua lebih dari 10 mmHg maka pengukuran tekanan darah dilakukan lagi setelah istirahat selama 2-3 menit.13 IMT adalah ukuran antropometri yang menggambarkan status gizi, diukur berdasarkan perbandingan berat badan dan tinggi badan kuadrat. Pada penelitian ini IMT dikelompokkan menjadi dua yaitu WUS yang memiliki IMT > 25 kg/m2 dan IMT <25 kg/m2. Besar sampel yang diperoleh setelah proses cleaning dan pembobotan adalah 159.455 WUS. Variabel dependen penelitian adalah hipertensi. Variabel independen utama penelitian adalah Indeks Massa Tubuh. Variabel independen lain (kovariat) yaitu umur dikelompokkan dua kelompok umur 15-25 thn dan 25-49 thn, pekerjaan dibagi dua kelompok WUS yang bekerja dan tidak bekerja, tempat tinggal dikelompokkan atas tinggal di desa dan kota, aktifitas fisik dikelompokkan aktif dan kurang aktif, penggunaan kontrasepsi dikelompokkan atas penggunaan kontrasepsi hormonal dan non hormonal, dan kebiasaan makanan asin dibedakan atas sering mengkomsumsi dan jarang. Sering mengkomsumsi: apabila mengkomsumsi iklan asin setiap hari atau lebih dari sekali sehari. Jarang 119
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
mengkomsumsi: apabila mengkomsumsi ikan asin tidak setiap hari. Analisis data dilakukan tiga tahap yaitu univariat, bivariat dan multi variat. Analisis multivariat menggunakan cox regression. Sebelum diolah data di cleaing dan di lakukan pembobotan. Analisis univariat dipergunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi menurut karakteristik yang diteliti dari semua variabel penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi
Square karena variabel dependen dan independennya merupakan variabel kategorik. Cox regressi dilakukan untuk melihat hubungan antara kejadian hipertensi dengan IMT. HASIL Pada tabel 1. dapat dilihat angka prevalensi hipertensi pada WUS umur 15-49 tahun adalah 21,3 persen. Sebagian besar WUS berada pada kelompok umur 25-49 tahun yaitu 58,8 persen, status: bekerja yaitu 63,5 persen dan tinggal di pedesaan 50,8 persen.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Individu (WUS) (n=159.455) No
Keterangan
1
Hipertensi Tidak Umur 25-49 thn > 25 thn Status Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Tempat Tinggal Kota Desa
2
3
4
Pada tabel 2. dapat dilihat sebagian besar WUS memiliki IMT <25 kg/m2 yaitu 65,9 persen, aktif 83,9 persen, memakai KB
Frekuensi
Presentase
33.904 125.551
21,3 78,7
93.823 65.632
58,8 41,2
101.210 58.245
63,5 36,5
78.494 80.961
49,2 50,8
hormonal 61,4 persen dan jarang mengkomsumsi makanan asin 72,8 persen.
Tabel 2. Distribusi Individu (WUS) Berdasarkan Nilai IMT, Aktifitas, Penggunaan KB, dan Kebiasaan Mengkomsumsi Makanan Asin No
Keterangan
1
Nilai IMT IMT >=25 IMT <25 Aktifitas Kurang aktif Aktif Penggunaan KB Hormonal Non Hormonal Komsumsi makanan asin Sering mengkomsumsi Jarang mengkomsumsi
2
3
4
120
Frekuensi
Presentase
54.333 105.122
34,1 65,9
25.662 133.793
16,1 83,9
97.847 61.607
61,4 38,6
43.321 116.134
27,2 72,8
120
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 sebanyak 11,5 persen adalah hipertensi, sedangkan WUS yang memiliki IMT < 25 kg/m2 hanya 9,8 persen hipertensi. Hasil uji kai kuadrat diperoleh ada hubungan antara IMT dengan hipertensi (p=0,000) dengan nilai RR = 2,272. Hubungan Hipertensi dengan IMT, umur, pekerjaan, tempat tinggal, aktifitas fisik, penggunaan KB Hormonal, dan Komsumsi Makanan Asin Pada table 3. Hasil penelitian didapatkan bahwa diantara 54.333 WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 sebanyak 11,5% adalah hipertensi. Sedangkan dari 105.122 WUS yang IMT nya < 25 kg/m2 hanya 9,8 % yang hipertensi. Dari hasil tersebut secara presentase, WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan yang IMT < 25 kg/m2. Hasil uji kai kuadrat diperoleh bahwa ada hubungan antara nilai IMT dengan hipertensi (p=0,000). Dari nilai RR dapat disimpulkan bahwa WUS yang memiliki IMT >= 25 kg/m2 berpeluang menjadi hipertensi 2,272 kali dibandingkan dengan yang IMT nya < 25 kg/m2. Proporsi hipertensi pada WUS umur 25-49 tahun adalah 19,9% sedangkan pada kelompok umur 15-<25 tahun yaitu 1,3 persen. Hasil uji kai kuadrat diperoleh nilai RR = 3,109 dan ada hubungan antara umur dengan hipertensi (p=0,000). Proporsi hipertensi pada WUS yang bekerja adalah 12,9 persen dan pada yang tidak bekerja 8,3 persen. Hasil uji kai kuadrat diperoleh nilai RR=0,865 dan ada hubungan antara status pekerjaan dengan hipertensi (p=0,000). Proporsi hipertensi pada WUS yang tinggal di kota adalah 10,2 persen sedangkan yang tinggal di desa 11,1 persen. Hasil uji kai kuadrat nilai RR= 0,963 dan ada hubungan antara tempat tinggal dengan hipertensi (p=0,004) tapi bersifat protektif.
Proporsi hipertensi pada WUS yang aktif sebesar 18,1% sedangkan pada yang kurang aktif 3,1%. Hasil uji kai kuadrat diperoleh nilai RR= 0,902 dan ada hubungan antara aktifitas dengan terjadinya hipertensi (p= 0,000). Proporsi hipertensi pada WUS yang menggunakan KB hormonal adalah 13,9 persen dan pada yang tidak menggunakan KB hormonal 7,3 persen. Hasil uji kai kuadrat nilai RR = 1,198 dan ada hubungan antara pemakaian KB hormonal dengan hipertensi (p=0,000). Hasil penelitian didapatkan bahwa diantara 43.321 WUS yang sering mengkomsumsi makanan asin 5,9 % adalah hipertensi. Sedangkan dari 116.133 WUS yang jarang makan makanan asin terdapat 15,3 % yang hipertensi. Dari hasil tersebut secara presentase, responden yang sering mengkomsumsi makanan asin lebih kecil menderita hipertensi (5,9%) dibandingkan dengan yang jarang mengkomsumsi makanan asin . Tapi dari hasil uji kai kuadrat diperoleh bahwa ada hubungan antara komsumsi makanan asin dengan hipertensi (p=0,023) dengan RR = 1,041. Dari hasil analisis bivariat diperoleh semua variabel independen mempunyai nilai p<0.25 sehingga dapat masuk model multivariat dengan cox analisis. Pada tahap ini dilakukan pemodelan lengkap, mencakup variable utama, semua kandidat confounding dan kandidat interaksi. Pada tabel 4 dibawah ini dapat dilihat hasil full model analisis cox regresi. Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian interaksi dengan cara mengeluarkan variabel interaksi yang nilai p tidak signifikan dikeluarkan dari model secara berurutan satu persatu dimulai dari nilai p yang paling besar. Hasil akhir penilaian interaksi ternyata ada yang bermakna yaitu: interaksi IMT dengan kelompok umur dan IMT dengan tempat tinggal. Hasil akhir interaksi dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Hasil akhir interaksi
121
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat Hipertensi Variabel IMT >= 25 kg/ m2 < 25 kg/ m2 Umur 25-49 thn 15- < 25 thn Status Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Tempat Tinggal Kota Desa Aktifitas Fisik Kurang aktif Aktif Penggunaan KB Hormon Non Hormon Komsumsi makanan asin Sering Jarang
Total
Sig
CI
RR
Ya (n)
%
Tidak (n) %
LL
UP
18.310 15.594
11,5 9,8
36.023 89.528
22,6 56,1
54.333 105.122
0,000
2,272
2,206
2,339
31.774 2.130
19,9 1,3
100.174 25.376
62,8 15,9
131.948 27.507
0,000
3,109
2,898
3,336
20.613 13.291
12,9 8,3
80.597 44.954
50,5 28,2
101.210 58.245
0,000
0,893
0,866
0,920
16.280 17.624
10,2 11,1
62.214 63.337
39,0 39,7
78.494 80.961
0,004
0,963
0,922
0,985
5.000 28.904
3,1 18,1
20.662 104.888
13,0 65,8
25.662 133.793
0,000
0,902
0,866
0,939
22.223 11.681
13,9 7,3
75.624 49.926
47,4 31,3
97.847
0,000
1,198
1,162
1,234
9.438 24.421
5,9 15,3
33.838 91.712
21,2 57,5
43.321 116.133
0,023
1,041
1,006
1,078
Tabel 4. Full Model Analisis Cox Regresi Variables in the Equation B
SE
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95.0% CI for Exp(B) Lower
Upper
IMTGroupclen
.938
.063
219.285
1
.000
2.554
2.256
2.891
makananasin
.027
.016
3.101
1
.078
1.028
.997
1.060
hormon
.015
.019
.603
1
.437
1.015
.977
1.055
aktifitas
-.055
.020
7.333
1
.007
.947
.910
.985
kelumr2
1.052
.031
1151.443
1
.000
2.862
2.693
3.041
kerjaclean
-.077
.021
13.740
1
.000
.926
.889
.965
B1R5
-.073
.016
21.552
1
.000
.929
.901
.959
IMTGroupclen*makananasin
-.023
.021
1.132
1
.287
.978
.938
1.019
IMTGroupclen*hormon
-.042
.027
2.409
1
.121
.959
.910
1.011
IMTGroupclen*aktifitas
.012
.028
.203
1
.652
1.013
.959
1.069
IMTGroupclen*kelumr2
-.265
.056
22.719
1
.000
.767
.688
.855
IMTGroupclen*kerjaclean
.005
.028
.037
1
.848
1.005
.952
1.061
B1R5*IMTGroupclen
.067
.021
10.010
1
.002
1.070
1.026
1.115
122
122
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
Tabel 5. Variables In The Equation
B
SE
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95.0% CI for Exp(B) Lower
Upper
IMTGroupclen
0.913
0.055 271.650
1
0.000
2.492
2.236
2.778
makananasin
0.015
0.011 2.063
1
0.151
1.015
0.994
1.037
hormon
-0.006 0.013 0.217
1
0.641
0.994
0.968
1.020
aktifitas
-0.048 0.014 12.101
1
0.001
0.953
0.927
0.979
kelumr2
1.056
1
0.000
2.875
2.706
3.055
kerjaclean
-0.073 0.014 28.380
1
0.000
0.930
0.905
0.955
B1R5
-0.074 0.016 22.297
1
0.000
0.928
0.900
0.957
IMTGroupclen*kelumr2
-0.271 0.056 23.832
1
0.000
0.762
0.684
0.850
B1R5*IMTGroupclen
0.070
1
0.001
1.073
1.029
1.119
0.031 1169.208
0.021 11.033
Untuk menilai ada tidaknya Confounding adalah pengeluaran satu persatu komponen variable covariat satu persatu dimulai dari variabel yang memiliki nilai p yang terbesar. Bila selisih RR factor utama antara sebelum dan sesudah variable kovariat dikeluarkan lebih besar dari 10 %, maka variabel tersebut dinyatakan confounding dan harus tetap
berada dalam model. Dan apabila kurang dari 10% berarti variable tersebut dikeluarkan dan bukan confounding. Hasil akhir uji confounding diperoleh tidak satupun variabel perantara merupakan confounding. Pada tabel 6. dapat dilihat perbandingan nilai RR variabel utama pada saat full model dan setelah covariabel dikeluarkan satu persatu.
Tabel 6. Nilai RR Full Model dan Setelah Covariat Dikeluarkan No
Variabel
RR IMT Full model
RR reduce
Keterangan
1
Hormon
2,554
2,491
Bukan confounding
2
Mak. Asin
2,554
2,490
Bukan confounding
3
Status pekerjaan
2,554
2,518
Bukan confounding
4
Aktifitas
2,554
2,523
Bukan confounding
Setelah uji confounding, ternyata tidak ada satupun variabel yang confounding. Ada interaksi antara IMT dengan umur dan
tempat tinggal. Pada tabel 7 dapat dilihat hasil akhir dari model analisis hubungan IMT_dengan_Hipertensi. 123
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
Tabel 7. Model Akhir Hubungan IMT dengan Hipertensi
B
SE
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95.0% CI for Exp(B) Lower
IMTGroupclen
Upper
.925
0.055
279.443
1
0.000
2.523
2.264
2.812
1.060
0.031
1185.817
1
0.000
2.888
2.718
3.067
B1R5
-0.072
0.016
21.188
1
0.000
0.930
0.902
0.959
IMTGroupclen*kelumr2
-0.278
0.056
25.073
1
0.000
0.757
0.679
0.844
0.068
0.021
10.263
1
0.001
1.070
1.027
1.116
kelumr2
B1R5*IMTGroupclen
Hasil interaksi IMT dengan Umur resiko: } = e β1 (IMT obesitas ) + β3 (IMT obesitas * interaksi umur 25-49 thn).
} = e 0,925 + (-0,278) = e 0,647 Maka RR = 1,91 Hasil interaksi IMT dengan Tempat Tinggal: } = e β1 (IMT obesitas ) + β3 (IMT obesitas * interaksi tempat tinggal di kota) }
= e 0,925 + 0,068 = e 0,993 Maka RR = 2,72 Pada tabel 7. Dapat dilihat nilai RR hasil interaksi IMT dengan umur adalag 1,91. Sedangkan nilai RR hasil interaksi IMT dengan tempat tinggal adalah 2,72. PEMBAHASAN Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang tidak dapat dihindari sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari hasil Riskesdas 2013 dalam hal ini peneliti tidak dapat mengontrol kualitas data secara langsung, dan variabel yang diteliti terbatas pada data yang tersedia. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini hanya variabel yang tersedia datanya dari hasil Riskesdas 2013 sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini variabel merokok dan komsumsi mie instan tidak dianalisa seperti sebelumnya pada proposal, hal ini berdasarkan masukan dari tim reviewer yang mengatakan bahwa untuk melihat hubungan IMT dengan hipertensi, covariabel tidak perlu banyak dimasukkan, sehingga peneliti mengeluarkan kedua variabel tersebut. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa 21,3% WUS menderita hipertensi dan hipertensi tersebut paling hanya terjadi pada 124
WUS yang memiliki IMT > 25 kg/m2 yaitu 11,5% dibandingkan dengan yang IMT < 25 kg/m2 (9%). Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Berdasarkan laporan Riskesdas 2013 ditemukan prevalensi hipertensi pada perempuan semua umur mencapai (28,8%) dan angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki (22,8%). 8 Kelebihan berat badan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Seseorang yang gemuk lebih mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun mempunyai risiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita yang langsing dengan usia yang sama.14 Penelitian di China tahun 2004 menunjukkan bahwa responden obesitas mempunyai risiko 4,9 kali lebih tinggi menjadi hipertensi dibandingkan dengan responden yang memiliki indeks massa tubuh kurang dari 25 kg/m2 . 6 Fakta lain juga membuktikan bahwa setiap peningkatan 10 kg berat badan berhubungan dengan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 3,0 mmHg dan peningkatan tekanan darah diastolik sebesar 23 mmHg. Sebaliknya lebih dari 50% subyek terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 1-2 mmHg dan tekanan darah sistol sebesar 1-4 mmHg setiap penurunan berat badan satu kilogram. 9 Menurut Poirir. P., at all, 2006 sebagian besar masyarakat dengan tekanan darah tinggi adalah overweight, dan hipertensi lebih sering terjadi pada obesitas. 124
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
Terjadi peningkatan jumlah proporsi hipertensi dengan bertambahnya usia. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi hipertensi pada kelompok umur 25-49 thn adalah 19,9 persen sedangkan pada kelompok WUS umur 15-25 tahun hanya 1,3 persen. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur. 15 Hasil penelitian Wiryowidagdo menunjukkan bahwa hipertensi pada wanita usia subur sebagian besar terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya 20 % terjadi dibawah usia 20 tahun. 11 Hasil penelitian didapatkan bahwa diantara 97.847 WUS yang menggunakan KB hormonal 13,9 % adalah hipertensi. Sedangkan dari 61.607 WUS yang menggunakan non hormonal terdapat 7,3% yang hipertensi. Dari hasil tersebut secara presentase, responden yang menggunakan KB hormonal lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan KB hormonal. Hasil uji kai kuadrat diperoleh bahwa ada hubungan antara penggunaan KB hormonal dengan hipertensi (p=0,000). Dari nilai RR dapat disimpulkan bahwa WUS yang menggunakan KB hormonal berpeluang menjadi hipertensi 1,198 kali dibandingkan dengan yang tidak memakai KB hormonal. Hormon yang terkandung dalam pil KB adalah hormon estrogen dan progestin. Penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan berat badan dan meningkatkan tekanan darah. 16 Estrogen eksogen sering pada kontrasepsi oral penting karena dapat menyebabkan hipertensi sekunder pada wanita. Penggunaan progestin juga meningkatkan tekanan darah, walaupun evaluasi tekanan darah menurun, durasi singkat dan berhubungan dengan peningkatan retensi sodium. Bagi pengguna kontrasepsi oral harus dimonitor tekanan darahnya setidaknya setiap 6 bulan.17 Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa dari 43.321 WUS yang sering mengkomsumsi makanan asin sebesar 5,9 % adalah hipertensi. Sedangkan dari 116.133 WUS yang jarang makan makanan asin terdapat 15,3 % yang hipertensi. Secara presentase, responden yang sering mengkomsumsi makanan asin lebih kecil menderita hipertensi
(5,9%) dibandingkan dengan yang jarang mengkomsumsi makanan asin. Ada hubungan antara komsumsi makanan asin dengan hipertensi (p=0,023) dengan nilai RR= 1,041 ini berarti WUS yang sering mengkomsumsi makanan asin berpeluang 1,041 kali menjadi hipertensi dibandingkan dengan yang jarang mengkomsumsi. Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rerata yang rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rerata lebih tinggi. Pada populasi dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan darahnya meningkat lebih cepat dengan meningkatnya umur, serta kejadian hipertensi lebih sering ditemukan . Jumlah WUS yang tingga diperkotaan adalah 78.494 dan 10,2% adalah hipertensi. Sedangkan dari 80.961 WUS yang tinggal di desa terdapat 11,1% yang hipertensi. Secara presentase responden yang tinggal di desa sedikit lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Hasil uji kai kuadrat diperoleh bahwa ada hubungan antara tempat tinggal dengan hipertensi (p=0,004) tapi hubungan protektif (RR 0,963). Dari nilai RR tersebut dapat disimpulkan bahwa WUS yang tinggal di kota dengan nilai IMT ≥ 25 kg/m2 bersifat protektif terhadap kejadian hipertensi. Aktifitas fisik adalah aktifitas sehari-hari yang dilakukan oleh responden. Hasil penelitian didapatkan bahwa diantara 25.662 responden yang kurang aktif 3,1% adalah hipertensi. Sedangkan dari 133.793 responden yang aktif terdapat 18,1% yang hipertensi. Dari hasil tersebut secara presentase, responden yang aktif malah sedikit lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan yang kurang aktif. Hasil uji kai kuadrat diperoleh bahwa ada hubungan antara aktifitas dengan hipertensi (p=0,004) dengan nilai RR=0,902. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas bersifat protektif terhadap terjadinya hipertensi. Hubungan IMT dengan Hipertensi pada WUS 125
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
Hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi hipertensi paling tinggi terjadi WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 (11, 5%) dibandingkan dengan yang IMT 25 kg/m2 < (9,8%). Secara statistic ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan kejadian hipertensi (p<0,05). WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 berpeluang menderita hipertensi 2,272 kali dibandingkan dengan yang IMT<25 kg/ m2. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Indeks (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Obese atau kegemukan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian Wiwi dkk, wanita usia subur yang memiliki IMT > 25 kg/m2, mempunyai risiko untuk menderita hipertensi sebesar 4,97 kali lebih besar dibandingkan wanita usia subur yang memiliki IMT normal. 12 Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Marliani (2007) juga mengemukakan bahwa penderita hipertensi sebagian besar mempunyai berat badan berlebih, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang berat badannya normal (tidak obesitas) dapat menderita hipertensi. Hasil penelitian Wiryowidagdo yang mengatakan bahwa hipertensi pada wanita usia subur sebagian besar terjadi pada usia 25-45 tahun. Hanya 20 % terjadi dibawah usia 20 tahun. 11 Terjadi interaksi antara variabel IMT dengan kelompok umur. Berdasarkan nilai RR nya WUS yang nilai IMT ≥ 25 kg/m2 dan umur 25-49 tahun lebih berisiko sebesar 1,91 kali untuk terjadinya hipertensi dibandingkan dengan WUS yang IMT < 25 kg/m2 setelah dikontrol variabel umur. WUS yang berumur 25-49 tahun dengan nilai IMT ≥ 25 kg/m2 berisiko 1,91 terkena hipertensi dibandingkan dengan kelompok umur umur 15-24 tahun. Untuk itu WUS yang mendekati umur 25 tahun sebaiknya menjaga IMT nya supaya tidak menjadi ≥ 25 kg/m2 sehingga mencegah terjadinya hipertensi. IMT juga berinteraksi dengan tempat tinggal terhadap kejadian hipertensi. Berdasarkan 126
nilai RR nya diperoleh WUS yang nilai IMT ≥ 25 kg/m2 dan bertempat tinggal tinggal kota lebih berisiko 2,70 kali untuk terjadinya hipertensi dibandingkan dengan WUS yang IMT ≥ 25 kg/m2 setelah dikontrol tempat tinggal. Hal ini menunjukkan bahwa WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 dan tinggal di perkotaan lebih berisiko untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan WUS yang tinggal di pedesaan. Menurut teori terdapat kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan. Hal ini berhubungan dengan gaya hidup masyarakat kota yang selalu menginginkan kehidupan yang serba instant KESIMPULAN WUS yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 berpeluang sebesar 2,272 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang memiliki IMT <25 kg/ m2. Ada interaksi antara IMT dengan umur dan tempat tinggal terhadap terjadinya hipertensi pada WUS, dimana WUS yang berumur 25-49 tahun dengan IMT ≥ 25 kg/m2 akan berisiko terkena hipertensi sebesar 1,91 kali dibandingkan dengan yang IMT < 25 kg/ m2 dan WUS yang tinggal di perkotaan yang memiliki IMT ≥ 25 kg/m2 akan berisiko terkena hipertensi sebesar 2,70 kali dibandingkan dengan yang WUS yang memiliki IMT < 25 kg/ m2. SARAN Perlu peningkatan penyuluhan tentang pentingnya menjaga berat badan ideal untuk mencegah terjadinya penyakit akibat pola makan yang tidak baik terutama bagi wanita usia subur. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian dengan disain yang berbeda untuk melihat faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada WUS. UCAPAN TERIMA KASIH Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Badan Litbang Kesehatan yang telah mengizinkan melakukan penelitian analisis lanjut data Riskesdas 2013. Ketua pelaksana juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota tim peneliti, tim 126
Hubungan Index Masa Tubuh……………… (Kristina, Lamria Pangaribuan, Dina Bisara)
Mandat dan tim administrasi Anlan Bagian JIIPP Badan Litbang Kesehatan.
8.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hajjar I, Kotchen TA. Trends in prevalence, awarenee, treatment and control of hypertension in United States, 1998-1000. JAMA 2003 Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sutedjo.Profil Hipertensi pada populasi MONICA tahun 2000 (Survey III). Kumpulan Makalah Seminar Sehari Presentasi Hasil MONICA-Jakarta 2000, Indonesia Cardiovarcular Study jakarta, 29 Oktober 2002. Xiaohui Hou. Urban-rural disparity of overweight, hypertension, undiagnosed hypertension, and untreated hypertension in China. Asia Pac J Public Health. 2008. Liu Li, Ikeda K, Chen M, Yin W, Mizushima S, Miki T, nara Y, Yamori Y. Obesity emerging risk in China: trend of increasing prevalence of obesity and its association with hypertension and hypercholesterolemia among the Chinese Clin Exp Pharmacol Physion. 2004. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Riset Kesehatan dasar 2013. Jakarta.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Poirir P, Giles T.D., Bray G. A, Hong Y, Stren J.S, Sunyer X.P, Eckel R.H. Obesity and cardiovascular disesase: Pathophysiology, Evaluation, and effect of weight loss. Arteriocler. Trombomb.Vasc.Biol.2006;26:968-976. Ashish Aneja, Fadi Et-Atat, Samy I. Mc Farlane, James R. Sowers. Hypertension and obesity. Endo Jnls 2004; 169-205. Suryati,A., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Hipertensi Esensial, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 2 (1) : 183-195. 2005. Wiryowidagdo, S., sitanggang, M., Tanaman Obat untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi, dan Kolesterol, Argo Media Pustaka, Jakarta. 2002. Wiwi, U.F., dkk, 2012. Indeks Massa Tubuh sebagai Faktor Risiko Hipertensi Pada Wanita Subur di Desa Sukamanah Kecamatan Cigalontang Kabupaten Tasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan , Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengisian Kuesioner Riskesdas 2013. Purwati, S., Salimar, R., Perencanaan Menu untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi, Penerbit Swadaya, Jakarta. 2005. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM & Simpson IA. Lecture Notes : Kardiologi(4rd ed). Jakarta : Penerbit Erlangga; 2005.57-62. Anggraini, Yetti, dan Martini. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Rohima Press. Sanif. Kala Tekanan Darah Tinggi dan Kolesterol Mengerogoti Jantung. http://www.jantunghipertensi.com – Jantung Hipertensi. 2002 Generated: 28 March, 2009.
127
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI A. Jurnal kesehatan reproduksi (Journal of Reproductive Health) menerima naskah ilmiah hasil penelitian, investigasi, atau review hasilhasil penelitian yang meliputi berbagai aspek mengenai kesehatan ibu, kesehatan anak, kesehatan reproduksi, remaja, dan lanjut usia, keluarga berencana, infeksi menular seksual, HIV-AIDS, pencegahan dan penanggulangan aborsi, masalah gender, infertilitas/fertilitas, maupun kesehatan reproduksi dalam hal klinis/ kedokteran. B. Naskah dikirimkan kepada Redaksi Jurnal Kesehatan Reproduksi dengan alamat: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 atau melalui email kepada
[email protected] dan turut menyertakan hard copy kepada redaksi. C. Komponen naskah: 1. Naskah diketik spasi 1,5 dengan huruf TimesNew Roman ukuran font 11 2. Panjang naskah: 14 – 18 halaman dengan jenis kertas HVS A4 3. Judul naskah 4. Abstrak 5. Naskah bisa dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris 6. Mencantumkan identitas penulis; alamat, nomor telpon, dan e_mail Naskah menggunakan bahasa tulis ilmiah sesuai kaidah Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang baik dan benar. D. Sistematika Penulisan Artikel Jurnal Kesehatan Reproduksi: 1. JUDUL (Bahasa Indonesia diikuti Bahasa Inggris tidak lebih dari 15 kata, disertai identitas penulis) 2. ABSTRAK (Bahasa Inggris diikuti Bahasa Indonesia, terdiri dari 150 – 200 kata yang mencakup: Latar belakang (Background), Tujuan (Objective), Metode (Methods), Hasil (Result), dan Kesimpulan (Conclusions), dilengkapi 3 – 5 kata kunci) 3. PENDAHULUAN meliputi latar belakang, tinjauan pustaka singkat dan relevan, serta tujuan penelitian. 3. METODE meliputi desain, populasi, sampel, sumber data, teknik/instrumen pengumpul data, dan prosedur analisis data. 4. HASIL meliputi temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik, atau diagram tanpa pendapat/argumen dari penulis. 5. PEMBAHASAN meliputi uraian argumen-
6.
7. 8. 9. E.
tatif hasil penelitian dibandingkan dengan teori/temuan terdahulu yang relevan. KESIMPULAN disampaikan dalam bentuk narasi. Kesimpulan hendaknya menjawab masalah/tujuan penelitian dan tidak melampaui kapasitas temuan dan bukan ringkasan yang bersifat umum. SARAN Saran mengacu pada tujuan dan kesimpulan serta subtantif. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA
Aturan penulisan daftar pustaka sesuai Vancouver Style. Rujukan dalam artikel diikuti dengan nomor urut sesuai urutan pemunculan dalam naskah. Nomor rujukan dalam naskah dituliskan sebagai superscript. Rujukan diutamakan yang terkini, dengan kemutakhiran tidak lebih dari 10 tahun. Rujukan majalah/penerbitan berkala ditulis dengan urutan sebagai berikut: nama pengarang, judul karangan, nama majalah, tahun, volume (angka arah), nomor (dalam tanda kurung) dan halaman. Rujukan buku harus disertai nama, tahun diterbitkan dan nama penerbit.
F. Judul tidak boleh digarisbawahi dan tidak perlu ditebalkan hurufnya. G. Tabel sederhana penyajiannya cukup dalam satu kolom artikel, sedangkan gambar atau tabel yang kompleks dapat disajikan dalam dua kolom sekaligus. Letak gambar, grafik, atau tabel berdekatan dengan narasi. Letak judul tabel diatas dan judul gambar dibawah. Tabel diketik satu spasi dan diberi nomor urut sesuai penampilan dalam teks. Jumlah maksimal enam tabel. Gambar atau grafik disajikan menggunakan ‘pattern’ dan menggunakan warna. Contoh mengacu pustaka dalam naskah: Penelitian lain yang dilakukan di Amerika juga menunjukkan bahwa penggunaan dot/kempeng pada bayi secara signifikan dapat menurunkan durasi menyusui. 1 Contoh penulisan daftar pustaka: 1. Howard et.al. The effects of early pacifier use on breastfeeding duration and randomized clinical trial of pacifier use and bottle-feeding or cupfeeding and their effect on breasfeeding. Pediatrics. 2013;111(3): 511-18 2.
Hidayat, Z. Remaja Indonesia dan Permasalahan Kesehatan Reproduksi. Warta Demografi, 2005; 35(4):14-22