BPTSTH KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
KAJIAN ASPEK LEGALITAS
DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA DI TEPI KAWASAN KHDTK KEPAU JAYA DALAM PROSES PENGELOLAAN KHDTK KEPAU JAYA
2013
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hidayah dan karunia-Nya maka penyusunan Buku "Kajian Aspek Legalitas dan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa di Tepi Kawasan KHDTK Kepau Jaya dalam Proses Pengelolaan KHDTK Kepau Jaya" dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk memberi kajian dasar dalam mengelola, mengembangkan dan meningkatkan fungsi KHDTK dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi masyarakat di tepi kawasan KHDTK Kepau Jaya dan juga tidak mengabaikan aspek legalitas kawasan. Sangat diharapkan akan terbentuk pengelolaan KHDTK yang berfungsi secara optimal dan dapat menunjang kegiatan kelitbangan bagi kemajuan bidang kehutanan pada umumnya dan secara khusus dapat mendukung tugas pokok dan fungsi BPTSTH sebagai lembaga penelitian. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kami mengharapkan usulan dan kritik untuk perbaikannya. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Akhirnya kami berharap semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Kuok, Desember 2013 Kepala Balai,
Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut., M.Si NIP.19710410 199803 1 003
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
Penanggung Jawab Penulis Editor Redaktur Sekretariat Redaksi Tata Letak Sumber Foto
Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut. M.Si 1. Pebriyanti Kurniasih, S.Sos 2. Sudarmalik, S.Hut, M.Si Dr. Eka Novriyanti, S.Hut, M.Si. Ady Iskandar, S.Hut., MP Deni Hernawan Meilastiti Mulya Wijaya, S.Hut. Saepul Iksan Charles Manullang
ISBN : 978-602-19318-5-1 Dipublikasikan : Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Jl. Raya Bangkinang-Kuok-Km.9 Bangkinang 28401 Kotak Pos 4/Bkn-Riau telp. (0762)-7000121 fax. (0762)-21370 Tahun 2013
BPTSTH KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
DAFTAR
BAB I.
ISI
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang
BAB II Definisi Operasional
3
BAB III Gambaran Umum KDHTK Kepau Jaya
7
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan, sebagaimana satuan kerja di bawah Badan Litbang Kehutanan lainnya diberi mandat untuk mengelola Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Kepau Jaya guna keperluan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilaksanakannya. KHDTK ini berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas Tesso Nillo di Provinsi Riau. KHDTK ini awalnya berfungsi sebagai stasiun penelitian lapangan terkait pengembangan pakan lebah madu, namun dengan perubahan tupoksi, diharapkan KHDTK memiliki fungsi yang lebih luas dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan yaitu melaksanakan penelitian di bidang teknologi serat tanaman hutan. Pada dasarnya, kegiatan pengelolaan KHDTK diarahkan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan. Sesuai dengan amanah UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan, kegiatan penelitian dan pengembangan diarahkan untuk mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan memberikan peningkatan nilai tambah hasil hutan. Hasil dari kegiatan penelitian dan pengembangan kehutanan harus dapat menjadi acuan bagi penyelenggaraaan pengelolaan hutan yang dapat dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, dunia usaha, dan juga masyarakat. Pengelolaan KHDTK Kepau Jaya sebagai kawasan hutan untuk kepentingan kelitbangan di bidang kehutanan dilaksanakan tanpa merubah fungsi pokok hutan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai hutan produksi. Dari kegiatan pengelolaan ini diharapkan dapat mendukung fungsi produksi hutan guna mencapai kelestarian hutan yang memiliki manfaat ekonomi, ekologi dan sosial budaya.
BAB I
Pendahuluan
BAB IV Pembahasan
10
BAB V Kesimpulan dan Saran
23
Daftar Pustaka
25
BPTSTH KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
1
Kondisi KHDTK Kepau Jaya saat ini mengalami okupasi dari masyarakat sehingga pengelolaan KHDTK secara optimal belum dapat terlaksana. Sebagian areal KHDTK telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan semak belukar akibat perambahan oleh masyarakat. Hal ini sangat disayangkan mengingat KHDTK Kepau Jaya berada di lahan gambut yang rentan terhadap degradasi jika tidak dikelola dengan baik. Beberapa faktor penyebab munculnya okupasi masyarakat diantaranya adalah terdapat perbedaan status kawasan pada TGHK Hutan di Riau, RTRW Propinsi Riau dan RTRWK Kabupaten Kampar ditambah dengan sarana dan prasarana yang belum memadai, jarak tempuh dari Kantor BPTSTH Kuok ke KHDTK Kepau Jaya yang cukup jauh sehingga menyebabkan kurangnya pengawasan dari pengelola dan kurangnya petugas pelaksana teknis di lapangan, hingga lokasi KHDTK yang berbatasan langsung dengan pemukiman masyarakat sehingga rawan gangguan dari masyarakat sekitar. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan kajian terhadap pengelolaan KHDTK Kepau Jaya terutama dari segi aspek legalitas hukum keberadaan KHDTK Kepau Jaya dan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar KHDTK Kepau Jaya. Hal ini dilakukan guna menemukan akar permasalahan yang sebenarnya serta solusi dari permasalahan tersebut. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pengelola KHDTK yaitu Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan dalam merumuskan rancangan strategis pengelolaan KHDTK Kepau Jaya sehingga fungsi produksi hutan yang lestari dapat terlaksana. 1.2 Tujuan Kajian Tujuan kajian ini adalah untuk melakukan pengkajian dan menemukan bentuk pengelolaan KHDTK Kepau Jaya yang optimal dan. Adapun sasaran kegiatan adalah : 1. Mengkaji aspek hukum pengelolaan KHDTK Kepau Jaya 2. Mengkaji sosial ekonomi pengelolaan KHDTK Kepau Jaya 1.3 Manfaat Kajian Manfaat yang diperoleh dari pengkajian pengelolaan KHDTK Kepau Jaya adalah menjadi bahan masukan dalam menentukan bentuk pengelolaan yang dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik dari pihak pengelola maupun masyarakat sekitar KHDTK Kepau Jaya.
BAB II. DEFINISI OPERASIONAL 2.1 Pengertian Hutan Dan Kawasan Hutan Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas. Hutan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestari tanah serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar (www.ilmuhutan.com). Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pengertian tersebut mengandung unsur berupa: 1. Suatu kesatuan ekosistem 2. Berupa hamparan lahan 3. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 4. Mampu memberi manfaat secara lestari Menurut Pasal 1 angka (4 s/d 11) UU No. 41 Tahun 1999, terdapat 8 jenis hutan yaitu: 1. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
BPTSTH
2 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
3
atas tanah 2. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah 3. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat 4. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan 5. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah 6. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya 7. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan 8. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No.70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi kawasan hutan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Dari definisi dan penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi: 1. Suatu wilayah tertentu 2. Terdapat hutan atau tidak terdapat hutan 3. Ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan 4. Didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat Unsur pokok yang terkandung di dalam definisi kawasan hutan, dijadikan dasar pertimbangan ditetapkannya wilayah-wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. Kemudian, untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan dan berdasarkan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai faktor pertimbangan fisik, hidrologi dan ekosistem, maka luas wilayah yang minimal harus
BPTSTH
4 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
dipertahankan sebagai kawasan hutan adalah 30% dari luas daratan. Berdasarkan kriteria pertimbangan pentingnya kawasan hutan, maka sesuai dengan peruntukannya menteri menetapkan kawasan hutan menjadi: 1. Wilayah yang berhutan yang perlu dipertahankan sebagai hutan tetap 2. Wilayah tidak berhutan yang perlu dihutankan kembali dan dipertahankan sebagai hutan tetap. Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya dengan kriteria dan pertimbangan tertentu, ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 5 ayat (2), sebagai berikut: 1. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan konservasi terdiri dari Kawasan Hutan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Darat, Kawasan Hutan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan serta Taman Burung. 2. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. 3. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan Produksi terdiri dari Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK). 2.2 Pengertian Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Tim Kajian Rencana Strategis Pengelolaan KHDTK yang dibentuk pada tahun 2008 oleh Badan Litbang Kementerian Kehutanan bertugas untuk mempercepat pembangunan sistem pengelolaan KHDTK untuk pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan yang sejalan dengan pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari. Tim Kajian ini merumuskan sistem kelembagaan pengelolaan KHDTK menjadi empat kelompok, yaitu: (www.antaranews.com ) 1. Kelompok pertama adalah KHDTK yang mempunyai luas lebih dari 1000 ha dengan akses mudah, kesuburan lahan tinggi, keragaman ekosistem dan keragaman jenis tinggi, potensial untuk dikelola dari segi jasa lingkungan, serta dukungan sarana dan prasarana sangat memadai. Kelompok ini mampu dikelola
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
5
seluruhnya oleh Badan Litbang Kehutanan secara intensif, dan sebagai area kunjungan model pengelolaan. 2. Kelompok kedua adalah KHDTK yang mempunyai luas kurang dari 1000 ha dengan akses mudah, kesuburan lahan tinggi, keragaman ekosistem dan keragaman jenis tinggi, tetapi kurang potensial untuk dikelola dari segi jasa lingkungan, serta dukungan sarana dan prasarana cukup memadai. Kelompok ini mampu dikelola seluruhnya oleh Badan Litbang Kehutanan secara intensif. 3. Kelompok ketiga adalah KHDTK yang mempunyai luas antara 1000-3000 ha dengan akses relatif mudah, kesuburan lahan tinggi, keragaman ekosistem dan keragaman jenis tinggi, sangat potensial untuk dikelola dari segi jasa lingkungan, tetapi dukungan sarana dan prasarana kurang memadai dan potensi konflik atas lahan tinggi. Kelompok ini dikelola secara kolaboratif, dan sebagai area kunjungan model pengelolaan. 4. Sedangkan kelompok keempat adalah KHDTK yang mempunyai luas lebih dari 3000 ha dengan aksesibilitas rendah, biodiversitas tinggi, sangat potensial untuk dikelola dari segi jasa lingkungan, serta dukungan sarana dan prasarana kurang memadai dan potensi konflik atas lahan tinggi. Kelompok ini akan dikelola secara kolaboratif. 2.3 Pengertian Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan Desa/Kelurahan adalah suatu kesatuan masyarakat yang secara hukum memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional. Secara administratif desa merupakan bagian dari wilayah kabupaten. Menurut letaknya terhadap kawasan hutan, desa/kelurahan terdiri dari (http://akhirmh.blogspot.com ): 1. Desa/Kelurahan di dalam kawasan hutan adalah desa/kelurahan yang letaknya di tengah atau dikelilingi kawasan hutan, termasuk desa enclave. Enclave adalah pemilikan hak-hak pihak ketiga di dalam kawasan hutan yang dapat berupa permukiman dan atau lahan garapan. 2. Desa/Kelurahan di tepi kawasan hutan adalah desa/kelurahan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan, atau sebagian wilayah desa tersebut berada di dalam kawasan hutan. 3. Desa/Kelurahan di luar kawasan hutan adalah desa/kelurahan yang letaknya tidak berbatasan langsung dengan kawasan hutan.
BPTSTH
6 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
BAB III. GAMBARAN UMUM KHDTK KEPAU JAYA 3.1 Lokasi Secara geografis, KHDTK Kepau Jaya terletak pada 101o26`41`` - 101o29`27`` BT dan 00o18`53``- 00o17`44`` LU. Luas KHDTK Kepau Jaya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.74/Menhut-II/2005 tanggal 29 Maret 2005 seluas 1.027 Ha. Secara Administratif, KHDTK Kepau Jaya terletak di Desa Kepau Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Menurut Kecamatan Siak Hulu dalam angka 2012, penggunanan lahan di Kecamatan Siak Hulu di dominasi oleh tanah kering seluas 47.932 ha, dan hutan seluas 5.085 ha. Pada tanah kering seluas 47.932 ha tersebut digunakan sebagai kebun masyarakat berupa kebun sawit dan karet. Kawasan hutan di kecamatan ini tersebar di dua desa yaitu desa Lubuk Sakat seluas 2.121 ha dan desa Kepau Jaya seluas 2.964 ha. Desa-desa tersebut merupakan desa yang termasuk dalam katagori desa di sekitar kawasan hutan karena berbatasan langsung dengan Kawasan HPT Tesso Nillo. Selain dua desa tersebut, desa yang termasuk dalam katagori desa di sekitar kawasan hutan lainnya adalah Desa Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja. 3.2 Aksesbilitas Untuk mencapai KHDTK Kepau Jaya dapat ditempuh dengan rute perjalanan sebagai berikut: a. Dari ibu kota Provinsi (Kota Pekanbaru) melalui jalur darat sekitar 20 km dengan kondisi jalan beraspal sekitar 16 km dan jalan sirtu sekitar 4 km. b. Dari kantor BPTSTH Kuok mellaui jalan darat sekitar 100 km dengan kondisi jalan beraspal sekitar 96 km dan jaln sirtu sekitar 4 km.
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
7
3.3 Kondisi Hutan KHDTK Kepau Jaya merupakan tipe hutan rawa gambut yang memiliki vegetasi alami berupa vegetasi gambut. Vegetasi gambut yang ada di kawasan ini tergolong dari kelompok Dipterocarpaceae seperti meranti (Shorea sp.), jelutung rawa (Dyera sp.), pulai rawa (Alstonia sp.), gerunggang, terentang. Jenis mahang (Macaranga sp.) sekitar 10 spesies sebagai jenis pionir. Sayangnya saat ini sekitar 90 % dari total kawasan telah dirambah dan beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan swasta dan masyarakat sekitar hutan, dan sebagiannya lahan terbuka yang ditumbuhi semak belukar dan alang-alang. Selain flora tersebut, KHDTK Kepau Jaya juga terdapat beberapa fauna yaitu monyet besar, babi, dan aneka burung. Menurut UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang disebut dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan definisi tersebut dan melihat kondisi KHDTK saat ini bisa dibilang 90 % hutan di KHDTK Kepau Jaya sudah tidak ada lagi. Pada tahun 2012, telah dilakukan kegiatan inventarisasi tutupan lahan di KHDTK Kepau Jaya oleh tim peneliti dari BPTSTH Kuok. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini tutupan lahan di KHDTK Kepau Jaya. Kegiatan inventarisasi dilakukan dengan cara menentukan sampling sebesar 10%, berdasarkan kelompok penutupan lahan. Berdasarkan hasil inventarisasi, perkiraan luasan areal yang tersisa untuk dikelola hanya sekitar 100 ha saja, terdiri atas tutupan hutan sekunder , semak belukar dan tanaman sawit muda sebagai berikut : 1) Jenis tutupan hutan gambut sekunder, terdiri atas; a. Jenis tutupan lahan berupa tegakan hutan yang masih alami. Perkiraan luas 11 ha. Pada jenis tutupan lahan ini, jenis-jenis komersial telah dieksploitasi seperti jenis meranti, bintangur, pulai. Jenis-jenis yang tersisa adalah jenis yang tidak komersial, sehingga perlu dilakukan pengayaan jenis. b. Jenis tutupan lahan berupa tegakan hutan sekunder mahang (Macaranga sp). Perkiraan luas 3 ha. Jenis tutupan lahan ini kerapatannya sekitar 650 pohon/ha, tinggi pohon rata-rata 15 m, dengan diameter batang rata-rata 15 cm. Tegakan mahang ini sifatnya terubusan, karena kayu ini digunakan oleh masyarakat sebagai cerocok dengan diameter batang ± 10 cm. Areal ini perlu upaya konservasi, pemeliharaan dan pengawasan intensif. c. Jenis tutupan lahan berupa areal tanaman campuran jenis eksotik dan endemik. Perkiraan luas 3 ha. Jenis tutupan lahan ini disekitar work kit, dan
BPTSTH
8 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
2)
3)
merupakan tanaman pengayaan. Areal ini perlu penataan pola tanaman dan dilengkapi dengan nama-nama pohon. Jenis tutupan lahan berupa areal semak belukar dengan perkiraan luas 4 ha. Pada jenis tutupan lahan ini perlu dilakukan pengolahan lahan secara intensif dan memerlukan aplikasi teknik silvikultur untuk areal percobaan atau demplot, karena kondisi kesuburan tanahnya rendah. Pada areal ini dapat dikembangkan jenisjenis alternatif kayu serat seperti mahang putih, sekubung, gerunggang, terentang, sedangkan jenis non pohon misalnya kenaf, nenas dll. Jenis tutupan lahan berupa tanaman kelapa sawit muda, terdiri dari: a. Berupa tanaman campuran antara pohon sawit muda dengan tanaman serat. Perkiraan luas 3 ha. Pada areal ini ada tanaman percobaan jenis gerunggang di antara tanaman sawit. Pada areal ini perlu penataan pola tanam, pengamatan dan pemeliharaan intensif serta aplikasi teknik silvikultur. b. Jenis tutupan lahan berupa areal anakan sawit berumur < 5 tahun. Lahan ini sedang dirambah oleh masyarakat, sehingga perlu ada pendekatan sosial untuk melakukan penananam jenis tanaman serat diantara sawit.
Walaupun tutupan lahan telah berubah menjadi perkebunan, status KHDTK Kepau Jaya tetap merupakan kawasan hutan, karena masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas Tesso Nilo, sehingga perlu untuk tetap dipertahankan keberadaannya dan dikembalikan ke fungsi sebagaimana mestinya sebagai KHDTK untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
9
Tabel 1. Nama dan Dasar Hukum Penunjukkan KHDTK di Pulau Jawa
NO NAMA KHDTK 1. HP. Situbondo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur (pinjam pakai dengan Perhutani Unit II) 2. HP. Haurbentes, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
3.
BAB IV. PEMBAHASAN
4.
5.
6.
HP. Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, DIY (pinjam paka i dengan Dinas Kehutanan DIY) HP. Walusipat Playen, Kabupaten Gunung Kidul, DIY (pinjam pakai dengan Dinas Kehutanan DIY) HP. Petak 93 P layen, Kabupaten Gunung Kidul, DIY (pinjam pakai dengan Dinas Kehutanan , DIY) HP. Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur (pinjam pakai dengan Perhutani Unit II) HP. Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
LUAS 21,4
100
93
SK. KHDTK No. SK 395 /Menhut-II/2004 Tanggal 18 Oktober 2004
93
SK KHDTK No. SK 395 /Menhut-II/2004 Tanggal 18 Oktober 2004
23,6
SK. 22/Menhut -II/2004 Tanggal 22 Juni 2004
200
Kpts Menhut No. SK 76 /Kpts-II/ 2004 Tanggal 10 Maret 2004 Kpts Menhut No. SK 89 /Kpts-II/ 2004 Tanggal 12 Maret 2004 SK. Menhut 60 /Menhut II/2005 Tanggal 9 Maret 2005 SK. 305/Kpts -II/2003 dan SK. No.306/Kpts -II/2003 Tanggal 11 September 2005 SK. 290/Kpts-II/2003 dan SK No. 291/Kpts -II/2003 Tanggal 26 Agustus 2005 Kpts Menhut No. SK. 89/Kpts-II/2004 Tanggal 12 Maret 2004 Kpts Menhut No. SK 60/Kpts-II/2004 Tanggal 1 Maret 2004
7.
1.1.1 Dasar Hukum Pengelolaan KHDTK Kepau Jaya
8.
HP. Cemara, Kabupaten Cepu, Jawa Tengah
1.300
9.
HP. Yanlapa, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
45
BPTSTH
10 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
10. HP. Cikampek, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (peroleh tahun 1937) 11. HP. Car ita, Banten (perolehan tahun 1955) 12. HP. Modang, Kabupaten Cepu, Jawa Tengah 13. HP. Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah
SK. Menhut No.288/Kpts II/2003 dan Kpts 289/Kpts II/2003 Tanggal 26 Agustus 2003 SK. 60/Menhut-II/2004 Tanggal 1 Maret 2004
10
1.1 KAJIAN TERHADAP ASPEK LEGALITAS DALAM PENGELOLAAN KHDTK
Penetapan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) didasarkan pada pasal 8 Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Penetapan kawasan hutan menjadi KHDTK didasarkan atas kebutuhan areal untuk penelitian yang telah dilaksanakan pada tahun 1892 pada masa pemerintahan Belanda berkuasa di Indonesia. Hutan penelitian pada masa tersebut merupakan kawasan hutan penelitian yang dimaksudkan untuk mendukung Balai Penyelidikan Kehutanan (Proefstation voor het Boswezen) yang dibentuk pada tahun 1913. Balai Penyelidikan Kehutanan tersebut pada awalnya berkedudukan di Jalan Sawojajar Bogor yang kemudian pada tahun 1930 dipindahkan ke Jalan Gunung Batu Bogor berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 86/Um/56 tanggal 20 Juli 1956 menjadi Balai Besar Penyelidikan Kehutanan. Hutan pendidikan yang dibentuk pada jaman Belanda ini merupakan areal hutan Perhutani. Beberapa kawasan hutan yang telah menjadi KHDTK yang terdapat di Pulau Jawa adalah sebagai berikut :
DASAR HUKUM SK. 23/Kpts-I/2003 tanggal 26 Agustus 2003
45
3.000
350
93,25
Keterangan : HP = Hutan Penelitian
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
11
Sementara itu beberapa hutan penelitian yang belum menjadi KHDTK adalah : NO NAMA HUTAN PENELITIAN 1. HP. Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah 2. HP. Jimo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah 3. HP. Cikole, Kabupaten Bandung, Jawa Barat 4. HP. Pasir Hantap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat 5.
HP. Pasir Awi, Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat 6. HP. Gunung Dahu, L euwiliang Kabupaten Bogor, Jawa Barat 7. HP. Dramaga, Bogor, Jawa Barat 8. HP. Arcamanik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat 9. HP. Cigerendeng, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat 10. HP. Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY
LUAS 9,1 4,0 39,8 35
14,25 250 60 16,27 7 10
STATUS Pinjam pakai dengan Perum Perhutani Unit II Pinjam pakai dengan Perum Perhutani Unit II Pinjam pakai dengan Perum Perhutani Unit III Pinjam pakai sejak tahun 1937 dengan Perum Perhutani Unit III Pinjam pakai dengan Perum Perhutani tahun 1938 Pinjam pakai dengan Perum Perhutani tahun 1996 Hak milik perolehan tahun 1954 Pinjam pakai dengan Perum Perhutani tahun 1954 Pinjam pakai dengan Perum Perhutani Tahun 1939 Pinjam pakai dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY
Berdasarkan UU no 10 tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundangundangan di Indonesia, hirarkhi perundangan di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah dan peraturan lainnya. Berdasarkan hirarki tersebut maka pengelolaan KHDTK harus didasarkan pada perundangan sesuai dengan hirarkinya. Dasar hukum pengelolaan KHDTK mengacu pada perundangan yang berlaku. Untuk pengelolaan KHDTK Kepau Jaya, payung hukum yang menjadi acuan adalah: 1) Undang Undang no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan 2) Peraturan Pemerintah no 6. Tahun 2007 jo PP no 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan kawasan hutan 3) Keputusan Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Riau sebagai Kawasan Hutan. 4) Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 74/Menhut-II/2005 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan Produksi Tesso Nilo seluas ± 1.027 ha sebagai KHDTK untuk
BPTSTH
12 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
hutan penelitian pakan lebah Kepau Jaya. 5) Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan No. SK 96/Kpts/VIII/2004 taggal 6 september 2004 tentang Penunjukan Loka Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kuok yang kemudian berubah nama menjadi Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan sebagai penanggungjawab dan pengelola KHDTK Kepau Jaya. Dalam UU no 41 tahun 1999 pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fugsi lindung dan fungsi produksi. Pada pasal 6 ayat (2) pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Pada pasal 8 ayat (1) pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus. Pada pasal 8 ayat (2) penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan untuk kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, dan religi dan budaya. Pada pasal 8 ayat (3) di sebutkan bahwa kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal (6). Peraturan Pemerintah no 6 tahun 2007 jo PP no 3/2008 menyebutkan bahwa pemerintah dan atau pemerintah daerah berkewenangan untuk melakukan tata hutan dan menyusun rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan seperti tertera dalam pasal 3 ayat (1), dan kewenangan pemerintah tersebut dalam pasal 3 ayat (2) dapat dilimpahkan ke Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kehutanan pada wilayah serta kegiatan tertentu. Pada kawasan hutan dengan tujuan khusus, pasal 4 ayat (3) dan (4) dinyatakan bahwa tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaannya ditetapkan oleh Menteri diatur melalui Keputusan Menteri. Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 74/Menhut-II/2005 menunjuk kawasan Hutan Produksi Terbatas Tesso Nilo seluas ± 1.027 ha yang terletak di Desa Kepau Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Propinsi Riau sebagai KHDTK untuk hutan penelitian pakan lebah Kepau Jaya, serta menunjuk Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan sebagai pengelola KHDTK Kepau Jaya. Kemudian melalui Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan No SK 96/Kpts/VIII/2004 tanggal 6 september 2004 menunjuk Loka Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kuok yang kemudian berubah nama menjadi Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan sebagai penanggungjawab dan pengelola KHDTK Kepau Jaya. Berdasarkan SK. 74/Menhut-II/2005, KHDTK Kepau Jaya berada di Kawasan Hutan
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
13
Produksi Terbatas Tesso Nilo. Kawasan HPT Tesso Nillo telah ditata batas berdasarkan SK Panitia Tata Batas dengan Keputusan Gubernur Riau no.1333/VIII/1978 tanggal 8 Agustus 1978, berita acara tata batas tanggal 18 Maret 1988 di Kecamatan Siak Hulu, Langgam dan Kampar Kiri dengan panjang 125,10 km dan pengesahan berita acara tata batas oleh Menteri Kehutanan RI tanggal 20 pebruari 1992. KHDTK Kepau Jaya telah ditata batas pada tanggal 26 Pebruari 1994 seluas 1.027 ha dan ditunjuk sebagai kawasan Hutan Penelitian Pakan Lebah sesuai Keputusan Menhut No 74/MenhutII/2005 tanggal 29 Maret 2005. Namun sayangnya tata batas tersebut sampai saat ini belum ditindaklanjuti dengan penetapan kawasan HPT Tesso Nillo oleh Kementerian Kehutanan sebagaimana yang diamanahkan UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa proses Pengukuhan Kawasan Hutan meliputi proses penunjukan Kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan.
kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang diperuntukan sebagai KHDTK di Lubuk Sakat tanpa izin dari pejabat berwenang 4. Putusan atas Legal Standing (perdata) oleh LSM Yayasan Riau Madani di Pengadilan Negeri Bangkinang, dimana Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut sesuai dengan RTRWK Kampar dan kondisi terkini di lapangan, bukan merupakan kawasan hutan. Saat ini, proses penyelesaian perkara hukum di kawasan KHDTK Kepau Jaya sedang berlangsung. Proses penyelesaian hukum tersebut diawali dari penyelesaian kasus perambahan kawasan hutan oleh Johannes Sitorus, dkk seluas 511,24 ha melalui Tindak Pidana Kehutanan (TIPIHUT). Penyelesaian dengan jalur ini stagnan hanya sampai P 19 karena terdapat Sertifikat Hak Milik (SHM) pada kawasan hutan yang dirambah. Sebagai langkah untuk membatalkan SHM dapat ditempuh melalui jalur peradilan hukum Tata Usaha Negara (TUN) dan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) terkait proses penerbitan SHM atas kawasan hutan yang dirambah.
4.1.2 Permasalahan Hukum di KHDTK Kepau Jaya
4.1.3 Saran dan strategi secara umum untuk tata kelola KHDTK Kepau Jaya dari segi hukum
Pihak Pengelola KHDTK Kepau Jaya yaitu Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan melalui Seksi Diseminasi dan Sarana Prasana telah melakukan pemetaan terhadap permasalahan hukum di KHDTK Kepau Jaya. Permasalahan hukum tersebut adalah: 1. Peruntukan areal pada Lokasi Kawasan Hutan HPT Tesso Nillo sebagaimana tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Kampar tidak sesuai dengan peruntukan areal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Riau dan Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN)/ TGHK Riau. Pada RTRWK Kampar, lokasi tersebut diperuntukan sebagai areal pengembangan perkebunan, sedangkan pada RTRWP Riau dan TGHK Riau lokasi tersebut merupakan Kawasan Hutan Produksi Terbatas. 2. Perambahan kawasan hutan oleh Johannes Sitorus, dkk seluas 511,24 ha yaitu dengan menduduki kawasan hutan secara tidak sah dengan merambah dan menanami kelapa sawit dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) Tesso Nillo yang diperuntukan sebagai KHDTK di Lubuk Sakat tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Dalam perkembangannya lokasi tersebut kemudian diterbitkan sertifikat hak atas tanah atas nama Johanes Sitorus, dkk sebanyak 271 SHM. 3. Perambahan kawasan oleh Yahtimin, dkk dengan menduduki kawasan hutan secara tidak sah dengan cara merambah dan menanami kelapa sawit dalam
BPTSTH
14 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
Permasalahan okupasi lahan yang terjadi dalam Kawasan Hutan KHDTK Kepau Jaya merupakan permasalahan yang secara umum terjadi di Propinsi Riau. Okupasi lahan ini merupakan sumber konflik yang terjadi dalam pengelolaan hutan, terutama pada kawasan hutan eks Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dengan melihat sejarah pengelolaan kawasan hutan KHDTK Kepau Jaya yang merupakan bagian dari Hak Pengusahaan Hutan Alam, dimana pada saat berakhirnya masa konsesi HPH maka terjadi okupasi kawasan hutan oleh masyarakat dengan menggunakan berbagai macam cara. Kesempatan masyarakat untuk melakukan okupasi kawasan timbul karena pada saat berakhirnya masa konsesi HPH tersebut terjadi kekosongan pengelolaan kawasan hutan (open acces), sehingga mendorong masyarakat melakukan okupasi kawasan hutan. Hal ini diperparah oleh kenyataan bahwa meskipun status kawasan adalah Hutan Produksi Terbatas akan tetapi keberadaan pal batas kawasan hutan, terutama yang berdekatan dengan pemukiman masyarakat belum tersosialisasikan dengan baik. Untuk itu pihak Kementerian Kehutanan, Pemerintah Propinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Kampar harus mengupayakan terwujudnya pemahaman para pihak terutama masyarakat setempat mengenai status dan batas kawasan HPT Tesso Nilo dimana KHDTK Kepau Jaya ada di dalamnya.
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
15
4.2 KAJIAN TERHADAP ASPEK SOSIAL EKONOMI DALAM PENGELOLAAN KHDTK 4.2.1 Permasalahan sosial ekonomi di KHDTK Kepau Jaya Untuk mengetahui permasalahan sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat yang bermukim di tepi kawasan KHDTK Kepau Jaya, dilakukan kegiatan pengumpulan data persepsi masyarakat dan aparatur pemerintah terkait tentang pengetahuan mereka terhadap pengelolaan KHDTK Kepau Jaya. Pengumpulan informasi dilakukan dengan cara wawancara terhadap 15 Kepala Keluarga yang bertempat tinggal di tepi kawasan KHDTK Kepau Jaya serta wawancara terhadap aparatur pemerintahan di wilayah tersebut. Kegiatan ini dilakukan dengan asumsi bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat desa di sekitar kawasan KHDTK Kepau Jaya akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pengelolaan KHDTK Kepau Jaya ke depan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa: 1. Proporsi penggarapan lahan di KHDTK Kepau Jaya 20 % oleh masyarakat desa Kepau Jaya dan 80% oleh masyarakat luar desa Kepau Jaya. Masyarakat desa Kepau Jaya Khususnya Dusun Kampung Baru memiliki lahan garapan rata-rata seluas 2 ha yang lokasinya tidak jauh dari rumah mereka. Tujuannya adalah mudah dalam membuka lahan, melakukan penanaman, hingga pemanenan. Sedangkan masyarakat luar kampung baru memiliki lahan kebun dibagian dalam KHDTK Kepau Jaya. Namun, mereka merasa hanya menumpang tanam di Kawasan KHDTK Kepau Jaya. 2. M a t a p e n c a h a r i a n m a y o r i t a s masyarakat desa di tepi kawasan KHDTK adalah petani dan buruh tani. Petani adalah masyarakat yang memiliki kebun dan terkadang mengelola sendiri kebun yang dimilikinya atau mengupah tenaga kerja. Buruh tani adalah masyarakat yang melakukan kegiatan menanam, merawat dan memanen kebun milik orang lain dan diberi upah atas
BPTSTH
16 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
kegiatan yang dilakukannya. Hal ini menandakan bahwa masyarakat sekitar KHDTK Kepau Jaya masih bergantung pada lahan KHDTK Kepau Jaya. 3. Pendapatan rata-rata masyarakat diluar mata pencaharian sampingan per bulan berkisar antara 1 juta – 2 juta. Hal ini diperoleh dari bekerja sebagai buruh tani perkebunan dan petani kelapa sawit seluas kurang lebih 2 ha. Pendapatan tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup harian dan untuk menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini menandakan bahwa pendapatan rata-rata masyarakat sekitar kawasan KHDTK Kepau Jaya masih rendah. 4. Mayoritas penduduk di desa tepi kawasan KHDTK tidak tamat Sekolah Dasar. Dari 15 responden yang menjadi informan 11 diantaranya tidak tamat SD dan sisanya mengenyam pendidikan terakhir sampai tamat SD dan SLTP. Hal ini memiliki pengaruh terhadap pengetahuan dan pengalaman mereka dalam mengambil tindakan terhadap hutan. Masyarakat yang tidak tamat SD cenderung mengandalkan tenaga dalam menghasilkan pendapatan. Mereka lebih memilih untuk membuka lahan hutan tanpa memikirkan lebih lanjut dampak negatif yang timbul. Mereka tidak memikirkan bahwa merambah kawasan h u t a n b i s a menimbulkan sanksi pidana bagi mereka dan merusak ekosistem lingkungan sekitar, yang ada di pemikiran mereka hanyalah bagaimana bisa mendatangkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup harian dengan mengandalkan tenaga yang mereka miliki. 5. Mayoritas responden mengaku bertempat tinggal di desa tepi KHDTK sejak sebelum
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
17
6.
7.
8.
9.
tahun 2000. Pada tahun 1992, mulai berdatangan masyarakat transmigrasi jawa aceh ke desa di tepi kawasan KHDTK. Oleh pemerintah setempat masyarakat tersebut disediakan lahan masing-masing seluas 2 ha untuk membangun tempat tinggal dan berkebun. Lokasi lahan tersebut saat ini berbatasan langsung dengan KHDTK Kepau Jaya. Menurut pengakuan masyarakat, pada masa tersebut tutupan lahan KHDTK masih berupa hutan alam. Pada waktu itu juga ada HTI PT. Rimba Seraya Utama dengan pola transmigrasi seluas 5500 ha. Masyarakat desa di tepi KHDTK sudah mengetahui bahwa kawasan KHDTK merupakan kawasan hutan milik negara. Pengetahuan masyarakat desa diperoleh dengan melihat simbol-simbol kehutanan berupa pondok kerja, plang nama KHDTK Kepau Jaya, Petugas pelaksana lapangan yang berdinas di lokasi. Selain itu pengetahuan masyarakat juga diperoleh dari pendekatan informal yang dilakukan oleh petugas pelaksana lapangan yang memberitahukan bahwa KHDTK Kepau Jaya adalah kawasa hutan yang semestinya tidak dimasuki oleh masyarakat. Walaupun mereka mengetahui status KHDTK sebagai kawasan hutan milik negara, namun mereka tidak mengetahui secara pasti siapa dan bagaimana bentuk pengelolaan KHDTK Kepau Jaya. Hanya satu dua orang saja yang mengetahui Kuok sebagai pengelola KHDTK Kepau Jaya. Orang-orang ini umumnya adalah penduduk pertama yang bermukim di tepi kawasan KHDTK Kepau Jaya. Mereka pernah terlibat dalam kegiatan pemasangan pal batas areal kerja KHDTK Kepau Jaya dan kegiatan proyek percontohan lebah madu yang dilakukan pada tahun 1993. Hal ini memperlihatkan bahwa pengenalan pihak pengelola terhadap masyarakat di sekitar kawasan KHDTK masih minim. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya kegiatan-kegiatan di KHDTK Kepau Jaya yang melibatkan peran serta masyarakat di tepi kawasan KHDTK Kepau Jaya. Masyarakat pendatang awal yang bermukim di tepi kawasan KHDTK Kepau Jaya mengetahui batasan-batasan KHDTK Kepau Jaya karena sebagian dari mereka ikut terlibat dalam pemasangan pal batas KHDTK Kepau Jaya. Mereka menggambarkan bahwa batasan KHDTK Kepau Jaya seluas 5 km kearah barat dan 2 km ke arah selatan. Namun saat ini mereka tidak mengetahui lagi secara pasti batas-batas tersebut karena tutupan lahan yang telah berubah menjadi lahan sawit semua dan beberapa pal batas tersebut telah hilang. Hampir masyoritas masyarakat di tepi KHDTK Kepau Jaya mengetahui bahwa terdapat permasalahan-permasalahan yang terjadi di KHDTK Kepau Jaya. Permasalahan tersebut berupa rangkaian kejadian yang berujung pada perubahan tutupan lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit. Menurut
BPTSTH
18 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
masyarakat permasalahan tersebut bermula dari tahun 1992, saat HPHTI Rimba Seraya Utama masuk ke kawasan hutan produksi seluas 5.500 ha. Masyarakat tempatan yang berasal dari Desa Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja mengkalim bahwa PT Rimba Seraya Utama menyerobot lahan adat mereka sehingga mengurangi luasan lahan adat masyarakat. Konflik antara masyarakat tempatan dengan PT Rimba Seraya Utama diakibatkan oleh keberadaan HTI yang berpengaruh negatif terhadap masyarakat tempatan. Pengaruh tersebut berupa penurunan luas penguasaan dan kepemilikan lahan, penurunan berbagai jenis tanaman hutan, dan perubahan mata pencaharian. Pengaruh negatif tersebut membuat masyarakat menuntut kepada perusahaan untuk mengembalikan tanah adat yang telah dikuasai oleh perusahaan. Akibat dari adanya klaim atas areal HTI memicu maraknya pencurian kayu dan perambahan hutan. Kondisi ini kemudian memicu masyarakat pendatang untuk ikut serta melakukan pencurian kayu dan perambahan hutan karena mereka merasa juga membutuhkan lahan untuk berladang. Pada tahun 1994, masyarakat mulai melakukan pembukaan lahan dan ladang. Pembukaan lahan untuk ladang dilakukan dengan cara membakar lahan. Kegiatan ini berlangsung terus menerus hingga tahun 1997 pernah terjadi kebakaran hebat di KHDTK Kepau Jaya. Setelah hutan tersebut habis terbakar, masyarakat mulai melakukan penanaman kelapa sawit di kawasan KHDTK Kepau Jaya. Masyarakat pendatang pada waktu itu menyadari bahwa mereka hanya menumpang pakai kawasan tersebut, karena mereka merasa tidak ikut memiliki lahan di kawasan KHDTK Kepau Jaya. 10.Terkait dengan penyelesaian kasus perambahan kawasan hutan oleh masyarakat tempatan dan pendatang, masyarakat pendatang berharap ada solusi pemecahan masalah yang dapat dibicarakan bersama antara pihak pengelola dengan masyarakat perambah. Menurut mereka, masyarakat pendatang bersedia untuk mengembalikan lahan yang mereka pinjam untuk menjadi kawasan hutan dengan tutupan lahan menjadi hutan asalkan mereka bisa mendapatkan mata pencaharian pengganti sebagai sumber pendapatan mereka. Persepsi masyarakat tersebut diatas dikuatkan dengan pendapat Kepala Dusun Kampung baru tentang perambahan kawasan KHDTK oleh masyarakat. Dusun Kampung baru adalah salah satu Dusun di Desa Kepau Jaya yang berbatasan langsung dengan KHDTK Kepau Jaya. Menurut Kepala dusun, penguasaan lahan di sekitar KHDTK Kepau Jaya oleh masyarakat memang benar telah berlangsung sejak tahun
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
19
1992. Pada saat itu masih berdiri HTI Rimba Seraya Utama dari Uni Seraya Grup. Kebutuhan masyarakat akan lahan garapan membuat masyarakat berani mengklaim tanah hutan sebagai tanah adat yang belum tentu benar. Perambahan lahan KHDTK Kepau Jaya oleh masyarakat pendatang untuk dijadikan kebun karet dan sawit terjadi sejak tahun 1995. Hal ini disebabkan karena setelah pemasangan pal batas oleh pengelola tidak dilanjutkan dengan sosialisasi secara formal dan informal kepada masyarakat, sehingga hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui bahwa kawasan tersebuut adalah kawasan hutan. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang status hutan dan dampak dari merambah kawasan hutan juga yang menyebabkan masyarakat berani untuk memanfaatkan kawasan hutan. Saat ini masyarakat sudah mengetahui bahwa kawasan KHDTK merupakan Kawasan Hutan Negara yang tidak boleh digarap menjadi perkebunan sawit. Sikap yang akan diambil oleh masyarakat perambah kawasan KHDTK bergantung pada putusan bagi Johanes Sitorus sebagai pemilik PT. Central Lubuk Sawit. Apabila Johanes Sitorus kalah dalam persidangan dan dinyatakan perkebunan tersebut harus dikeluarkan dari KHDTK Kepau Jaya, maka masyarakat pun akan melakukan hal serupa. Begitu juga sebaliknya. Menurut Kepala Dusun Kampung Baru, saat ini masyarakat Dusun Kampung baru yang menggarap kawasan KHDTK Kepau Jaya tidaklah banyak, hanya sekitar 20 %, sisanya adalah masyarakat luar daerah Kampung Baru. Hal ini karena telah terjadi kegiatan jual beli lahan yang menyebabkan berpindahnya kepemilikan lahan tersebut ke warga diluar dusun Kampung Baru. Berikutnya, Kepala Dusun mengharapkan pengelola KHDTK dapat menuntaskan kasus hukum yang terjadi di kawasan ini. Beliau juga mengharapkan pengelola KHDTK bersedia duduk bersama masyarakat sekitar untuk mencari solusi terbaik terkait keberadaan masyarakat yang telah terlanjur menggarap kawasan KHDTK. 4.2.2
Persepsi Aparat Pemerintah Tentang KHDTK Kepau Jaya
permasalahan sosial ekonomi di
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa aparat Pemerintahan Desa dan Kecamatan di sekitar lokasi KHDTK Kepau Jaya, diketahui bahwa mayoritas aparat pemerintahan Desa dan Kecamatan telah mengetahui bahwa status lahan di KHDTK Kepau Jaya adalah kawasan hutan, yaitu kawasan HPT Tesso Nillo. Namun mereka tidak mengetahui secara pasti keberadaan kawasan KHDTK di dalam kawasan HPT Tesso Nillo tersebut. Sepengetahuan mereka, kawasan tersebut telah menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit yang surat administrasi tanahnya masih belum jelas
BPTSTH
20 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
karena mereka memahami bahwasanya kawasan HPT Tesso Nillo tidak bisa dikonversi menjadi kawasan perkebunan dan diatas kawasan HPT tidak dimungkinkan adanya surat menyurat atas tanah. Salah satu sumber yang kami wawancarai terkait tentang kasus perambahan HPT Tesso Nillo adalah Sekertaris Camat Perhentian Raja. Kecamatan Perhentian Raja berbatasan langsung dengan KHDTK Kepau Jaya di sebelah Barat. Beliau mengungkapkan pengetahuan beliau terkait dengan kasus perambahan hutan khususnya di KHDTK Kepau Jaya. Sekertais Camat Perhentian Raja mengetahui bahwasanya Kawasan KHDTK Kepau Jaya adalah kawasan HPT Tesso Nillo, dan membenarkan adanya perambahan hutan oleh masyarakat dan pengusaha yang bertameng pada masyarakat di wilayah tersebut. Perambahan hutan ini digunakan untuk mendirikan perkebunan kelapa sawit dan sepertinya tanah tersebut tidak bersurat atau illegal. Menurut beliau, aparat desa sudah mengetahui bahwa wilayah tersebut adalah kawasan hutan. Oleh karena itu, beliau mengambil sikap untuk tidak mengeluarkan sertifikat apabila tanah yang dimohon berkasus atau statusnya tidak jelas. Menurut beliau, banyak kasus penyerobotan lahan Negara yang terjadi seperti di KHDTK Kepau Jaya. Dewasa ini, masyarakat yang melakukan penyerobotan tersebut mulai menyadari bahwasanya tanah tersebut bukanlah milik mereka, sehingga di masyarakat sekitar KHDTK Kepau jaya saat ini muncul modus jual beli batang kelapa sawit. Jual beli batang kelapa sawit ini adalah proses jual beli terhadap suatu lahan seluas beberapa hektar tanpa ada surat menyurat tanah, karena pada dasarnya surat tanah tersebut tidak ada. Yang di jual dan di beli adalah jumlah batang kelapa sawit yang ada di atas tanah tersebut. Bukti jual beli hanya menggunakan kuitansi saja. Modus ini menandakan bahwa masyarakat mulai sadar bahwa mereka tidak memiliki hak atas tanah Negara tersebut, namun mereka merasa memiliki hak atas kelapa sawit yang telah dikelolanya. Untuk menghidari kerugian, mereka menjual batang kelapa sawit kepada orang yang berminat. Terkait dengan penyelesaian kasus di KHDTK Kepau Jaya, beliau berpendapat bahwa penanganan kasus ini harus dilakukan dengan serius. Apabila nanti sudah ada keputusan yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik Negara yang harus dikembalikan pada fungsinya, maka hendaknya dari pihak pengelola mengambil sikap dan tindakan. Misalnya memberi pagar batas atau memberi tanda bahwa itu adalah kawasan hutan Negara, mengadakan sosialisasi batas-batas kawasan pada masyarakat. Karena masyarakat di lapangan tidak tahu tentang batas-batas yang boleh dan tidak boleh digarap bila sebelumnya tidak ada sosialisasi terhadap batas tersebut. Sepengetahuann masyarakat lahan tersebut adalah lahan kosong yang tidak digarap,
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
21
sedangkan saat ini masyarakat butuh lahan yang bisa digarap agar mendatangkan penghasilan untuk menyambung hidup. 4.2.3 Saran dan Strategi Secara Umum Untuk Tata Kelola KHDTK Kepau Jaya Dari Perspektif Sosial Ekonomi Perspektif sosial ekonomi melihat perumusan saran pengelolaan KHDTK Kepau Jaya perlu didasari atas prinsip sosial ekonomi masyarakat berupa penggantian mata pencaharian masyarakat sehingga tidak menghilangkan secara langsung pendapatan masyarakat serta prinsip kebutuhan akan sarana dan prasarana penelitian berupa kawasan untuk plot uji coba penanaman tanaman penghasil serat. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya konflik baru. Selain itu, diharapkan kedepannya kelestarian KHDTK Kepau Jaya beserta flora dan fauna di dalamnya dapat terkelola secara berkesinambungan. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan berupa: 1. Perlu adanya tindakan tegas dari pengelola yang menyatakan bahwa tanaman selain tanaman kehutanan yang berada di dalam kawasan KHDTK Kepau Jaya akan diganti dengan tanaman kehutanan, sesuai dengan fungsi awal dari KHDTK Kepau Jaya sebagai kawasan hutan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. 2. Tindakan tegas tersebut perlu dikomunikasikan kepada masyarakat desa di sekitar kawasan KHDTK Kepau Jaya melalui sosialisasi secara formal dan non formal. 3. Masyarakat diharuskan merelakan pokok tanaman sawit miliknya ditebang untuk secara bertahap dipergunakan sebagai area penanaman tanaman kehutanan. Jenis tanaman kehutanan yang dapat ditanam disesuaikan dengan rekomendasi dari tim peneliti BPTSTH Kuok. 4. Pada tahap eksekusi total, masyarakat tidak diperbolehkan lagi untuk melakukan kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit dimana secara keseluruhan akan diganti dengan tanaman kehutanan. Masyarakat setempat akan dilibatkan sebagai tenaga kerja pembangunan tanaman kehutanan.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan KHDTK Kepau Jaya dilihat dari segi legalitas dan sosial ekonomi masyarakat sekitar, sebagai berikut: 1. Akar permasalahan hukum di HPT Tesso Nillo dimana KHDTK Kepau Jaya terdapat di dalamnya adalah pada saat berakhirnya masa konsesi HPH terjadi kekosongan pengelolaan kawasan hutan (open acces) sehingga mendorong masyarakat melakukan okupasi kawasan hutan untuk kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit dan jenis tanaman perkebunan lainnya. 2. Masyarakat sekitar KHDTK Kepau Jaya mulai ada sebelum tahun 2000. Proporsi pelaku okupasi secara perorangan di KHDTK Kepau Jaya 20% oleh masyarakat desa Kepau Jaya dan sisanya masyarakat luar desa Kepau Jaya. Mata pencaharian mayoritas masyarakat sekitar KHDTK Kepau Jaya adalah petani dan buruh tani dengan pendapat1-2 juta perbulan. Pelaku okupasi telah mengetahui bahwa KHDTK Kepau Jaya adalah milik negara namun motif ekonomi menjadi alasan mereka tetap melakukan okupasi. 5.2 Saran Berdasarkan persoalan tersebut, saran yang dikemukakan antara lain: 1. Pihak pengelola KHDTK Kepau Jaya perlu memperkuat kelembagaan pengelolaan KHDTK Kepau Jaya yang meliputi bentuk organisasi pengelola, Sumber Daya Manusia dan anggaran yang mendukung kegiatan. 2. Kementerian Kehutanan melalui BPTSTH KUOK selaku pengelola KHDTK Kepau
BPTSTH
22 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
23
DAFTAR PUSTAKA Antara. 2008. Dephut Perbaharui Sistem Pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK). http://www.antaranews.com/berita/97748/dephut-perbaharuisistem-pengelolaan-kawasan-hutan-dengan-tujuan-khusus-khdtk. Diakses pada Jumat, 26 September 2013. Ernawati. 2006. Sekilas Tentang Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Ditinjau dari Jasa Lingkungan. Wana Tropika, Volume 1 No. 3/ September 2006. Pusat Penelitian dan pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Harahap, Akhir Matua. 2011. Desa di dalam dan di sekitar kawasan hutan. http://akhirmh.blogspot.com/2011/02/desa-di-dalam-dan-sekitar-kawasanhutan.html. Diakses pada Jumat 27 September 2013. Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Jaya, Pemerintah Propinsi Riau dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar perlu mengkomunikasikan mengenai status dan pal batas kawasan HPT Tesso Nillo dimana KHDTK Kepau Jaya berada kepada masyarakat sekitar kawasan hutan. 3. Perlu adanya ketegasan dari pengelola mengenai keberadaan tanaman perkebunan yang ada di KHDTK Kepau Jaya. Ketegasan tersebut hendaknya disosialisasikan kepada masyarakat serta diikuti dengan perubahan sistem pengelolaan KHDTK yang lebih melibatkan peran serta masyarakat guna meminimalisir potensi konflik akibat hilangnya sumber penghasilan masyarakat.
Keputusan Menteri Kehutanan No.70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan. Keputusan menteri kehutanan nomor : 599/kpts-ii/1996 Tentang pemberian hak pengusahaan hutan tanaman industri pola transmigrasi atas areal hutan seluas ± 12.600 (dua belas ribu enam ratus) hektar di propinsi daerah tingkat I Riau kepada PT. Rimba Seraya Utama. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
BPTSTH
24 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
KAJIAN ASPEK LEGALITAS DAN SOSIAL EKONOMI
25
BPTSTH
26 KEMENTERIAN KEHUTANAN
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan