AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)
POTENTIAL IMMUNOGENICITY OF BACTERIA Aeromonas hydrophila GPL-05 AND GL-02 STRAINS AS A CANDIDATE VACCINES Dini Siswani Mulia1 · Ani Khusniah1 · Heri Maryanto1
Ringkasan Aeromonas hydrophila is very potential to be used in vaccines and disease control MAS (Motile Aeromonas Septicemia) caused by the bacteria. However, strains of A. hydrophila bacteria which have high immunogenicity limited. Not to mention, in the field often decrease the pathogenicity of the bacteria as vaccine material resulting in a decrease in the immunogenicity of a vaccine made. Therefore, it is necessary to inventory and collecting strains of A. hydrophila bacteria potentially good that vaccination continuity can be maintained. This study used an experimental method with a completely randomized design (CRD), with treatments such as P1: A. hydrophila vaccine strain GPL-05; P2: A. hydrophila vaccine strain GL-02; and P3: control (PBS), with five replicates.This study aims to assess the potential immunogenicity A.hydrophila bacterial strains as vaccine candidates. Test fish used is African catfish was about 2 months with a length of 10-15 cm and width 15-20 g. The main parameters are observed antibody titer and cross-reaction test, while supporting parameters are parameters of water quality include water temperature, pH, dissolved oxygen. Antibody titer data was analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) and Duncan’s 1)
P. Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO BOX 202 Purwokerto 53182 Tlp. 0281-636751, Fax. 0281-637239 E-mail:
[email protected]
Multiple Range Test (DMRT) at the test level of 5%, while the data and the results of cross-reaction of water quality parameters observed descriptively. The results showed that the bacteria A. hydrophila strain GPL05 and GL-02 has a high immunogenicity, thus recommended a candidate vaccine. Keywords Aeromonas hydrophila, bacteria, candidate vaccine, immunogenicity, strain GPl-05 and GL-02 Received: 24 Agustus 2015 Accepted: 17 September 2015
PENDAHULUAN
Usaha budidaya ikan air tawar sering mendapat kendala oleh adanya penyakit yang datang secara tiba-tiba. Bahkan, belum sempat petani menyadari dan mengambil tindakan untuk antisipasi, penyakit sudah terlebih dahulu menyebar dan menyebabkan kematian massal pada ikan. Akibatnya, petani ikan merugi. Salah satu penyakit yang menimbulkan kerugian seperti itu adalah penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri A.
336
hydrophila merupakan salah satu mikrobia patogen terpenting pada budidaya ikan, terutama ikan air tawar. Bakteri ini bersifat patogen oportunistik dan dapat menyerang berbagai jenis ikan air tawar seperti gurami, patin, nila, ikan mas, koi, dan udang galah, tidak terkecuali ikan lele, baik lele lokal maupun lele dumbo Rahman et al. (2001); Kamiso (2004); Mulia et al. (2004); Suryantinah et al. (2005); Mulia (2007); Olga and Aisiah (2007). Serangan penyakit MAS dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar. Pada ikan lele, tingkat kematian dapat mencapai 80%, bahkan 100% dalam waktu sekitar satu minggu Mulia (2012). Berbagai usaha penanggulangan telah diterapkan oleh petani ikan termasuk perbaikan pengelolaan dan penggunaan obat-obatan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Penggunaan obatobatan dan antibiotika sintetik dengan pemakaian yang terus-menerus dan terlalu lama dapat menimbulkan kerugian, tidak hanya pada ikan, tetapi juga dapat memicu resistensi bakteri, dan yang lebih fatal lagi dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, perlu upaya pengendalian terhadap serangan bakteri A. hydrophila yang aman, ramah lingkungan, dan tidak memiliki dampak negatif. Perlu upaya pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan, salah satunya adalah dengan vaksinasi menggunakan vaksin A. hydrophila. Vaksinasi merupakan teknologi berwawasan lingkungan karena berasal dari makhluk hidup, tidak mence-
Dini Siswani Mulia et al
mari lingkungan, dan tepat sasaran. Vaksinasi merupakan salah satu cara penanggulangan penyakit MAS yang efektif dan efisien, karena tingkat perlindungannya cukup tinggi dan dapat melindungi ikan dalam waktu yang lama, lebih dari 3 bulan. Vaksinasi tidak menimbulkan dampak negatif, baik pada ikan, lingkungan, maupun konsumen dan dapat dilakukan pada berbagai ukuran ikan dari benih sampai induk. Oleh karena itu, penanggulangan penyakit melalui vaksinasi mempunyai prospek yang sangat baik di masa yang akan datang. Keberhasilan suatu vaksinasi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah kualitas strain bakteri sebagai kandidat vaksin. Di lapangan, penelitian vaksinasi sering terkendala oleh menurunnya kualitas bahan vaksin, menurunnya patogenisitas bakteri selama penyimpanan, sehingga berdampak pada imunogenisitas dan akan mempengaruhi kualitas vaksin yang digunakan. Perlu upaya untuk mencari, menginventarisir, dan menggali potensi strainstrain bakteri A. hydrophila yang berkualitas dan imunogenik dalam mengendalikan penyakit MAS. Bakteri A. hydrophila mempunyai strain yang berbeda-beda, umumnya virulensinya berbeda pula dan apabila dibuat vaksin maka akan sangat berpengaruh terhadap imunogenisitas vaksin yang dihasilkan tersebut. Mulia et al. (2012) menggunakan vaksin whole cell A. hydrophila dari 5 strain berbeda, ya-
Potential Immunogenicity Aeromonas hydrophila as Candidate Vaccine
itu GPW-02, KLK-11, GLR-08, KLK05, dan KLK-14. Hasil uji reaksi silang menunjukkan bahwa GPW-02 merupakan strain yang paling imunogenik dengan hasil reaksi silang berkisar 29,00 sampai 29,73 . Penelitian ini mengupayakan dampak negatif sekecil mungkin dan apabila diperoleh kandidat vaksin dapat diteruskan untuk dijadikan vaksin yang dapat diterapkan pada kalangan petani sehingga masalah utama budidaya ikan air tawar yang selama ini dihadapi petani dapat teratasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi imunogenisitas bakteri A. hydrophila strain GPl-05 dan GL02 sebagai kandidat vaksin. MATERI DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Zoologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto dari bulan Desember 2014-Mei 2015. Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung, cawan petri, beker glass, jarum ose lurus, pipet tetes, erlenmeyer, drugalsky, lampu bunsen, corong, tabung sentrifuse, tabung konikal, tabung eppendorf, pengaduk, autoclave, mikropipet dan tip, spatula, vortex, shaker, inkubator, timbangan analitik, refrigerator, dan sentrifuse. Alat yang digunakan adalah ember plastik sebanyak 17 ember, timbangan untuk mengukur berat ikan, penggaris untuk mengukur panjang ikan, alat suntik, dan alat pengukur kuali-
337
tas air (thermometer, pH meter, dan DO meter). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur bakteri A. hydrophila, medium GSP (Glutamate Starch Phenile), medium TSA (Tryptone Soya Agar ), medium TSB (Tryptone Soya Broth), larutan PBS (Phosphate Buffer Saline), formalin 2 %, dan hewan uji. Hewan uji yang digunakan adalah ikan lele dumbo berumur sekitar 2 bulan dan berukuran panjang 10 – 15 cm dengan berat 1520 g yang diperoleh dari kolam budidaya dari daerah Purbalingga. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 kali ulangan, yaitu P1: strain GPl-05, P2: strain GL02, dan P3: kontrol (larutan PBS). Kultur bakteri berasal dari isolat bakteri murni A. hydrophila yang didapatkan dari penelitian sebelumnya. Setiap strain bakteri terpilih diisolasi pada medium GSP (Glutamat Starch Phenile) agar (Merck) dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 18-24 jam. Selanjutnya dikultur pada media TSA miring sebagai stock culture dan work culture. Semua isolat A. hydrophila ditumbuhkan pada medium GSP dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 18 24 jam. Kemudian satu koloni bakteri dari medium GSP dipindahkan ke dalam medium TSB cair 10 ml dan diinkubasi pada suhu 37o C selama
338
24 jam. Kultur bakteri dari medium TSB, kemudian dituang pada medium TSA cawan petri besar selama 24 jam pada suhu 37o C. Panen bakteri dengan menggunakan drugalsky dan pencucian dengan larutan PBS dilakukan sebanyak 3 kali, kemudian ditambahkan formalin 2% dan digojog selama 24 jam. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Cairan yang berada di bagian atas pada tabung sentrifuse (supernatan) dibuang. Endapan dicuci dengan PBS dan sentrifugasi dilakukan 3 kali. Endapan (antigen whole cell ) dilarutkan dengan PBS sebanyak 2 ml. Selanjutnya, antigen diuji viabilitasnya pada medium selektif Aeromonas-Pseudomonas (GSP, Merck) secara goresan. Antigen whole cell A. hydrophila dari semua isolat selanjutnya diuji imunogenisitasnya pada lele dumbo berukuran panjang 10 - 15 cm. Setiap jenis antigen disuntikkan secara intramuskular dengan dosis 0,1 ml/ekor dengan kepadatan bakteri 108 sel/ekor. Booster (vaksinasi ulang) dengan dosis yang sama dilakukan seminggu berikutnya. Pada minggu ke-0,1,2,3, dan 4 dilakukan pengambilan sampel darah dengan jarum suntik (spuit) steril melalui arteri caudalis. Selanjutnya dilakukan uji titer antibodi dengan metode aglutinasi pada mikropipet Anderson (1974). Uji reaksi silang dilakukan pada antigen dengan titer antibodi yang tinggi, yaitu ≥ 25. Uji ini dilakukan
Dini Siswani Mulia et al
untuk mencari antigen yang dapat bereaksi positif dengan dirinya sendiri maupun dengan antigen lain. Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan metode Anderson (1974) dengan cara sebagai berikut : darah lele dumbo diambil dengan jarum suntik (spuit) steril melalui arteri caudalis, kemudian darah ditampung dalam tabung eppendorf, didiamkan dalam suhu kamar selama 1 jam, kemudian didiamkan dalam refrigerator pada suhu 4o C selama 18 - 24 jam. Bagian supernatan yang merupakan serum darah diambil dengan mikropipet. Sementara itu dipersiapkan mikrotiter plate yang berisi 12 sumur. Perlakuan pada masingmasing sumur adalah sebagai berikut : 1. 2. 3.
4.
5.
Sumur ke-2 sampai dengan ke-12 diisi dengan 25 µl PBS Sumur ke-1 dan ke-2 diisi dengan 25 µl serum Serial pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 25 µl larutan pada sumur ke-2 dimasukkan ke sumur ke-3, dihomogenkan. Selanjutnya, 25 µl larutan pada sumur ke-3 dimasukkan ke sumur ke-4, dan seterusnya hingga sumur ke-11 Sumur ke-1 sampai ke-12 ditambahkan 25 µl suspensi bakteri A. hydrophila yang telah dilemahkan dengan 2% formalin Lempeng mikrotiter plate ditutup kemudian di goyang pelan-pelan selama 3 menit dengan gerakan
Potential Immunogenicity Aeromonas hydrophila as Candidate Vaccine
memutar. Lalu, didiamkan pada suhu kamar selama 18-24 jam 6. Cara menghitung titer antibodi : ke-12 sumur pada mikrotiter plate diamati. Sumur paling kiri (sumur ke-1) adalah kontrol positif, sedangkan sumur yang paling kanan (sumur ke-12) adalah kontrol negatif. Terbentuknya titer antibodi ditandai dengan terjadinya aglutinasi antara antigen dengan antibodi yang tampak dari munculnya lapisan keruh seperti awan dalam sumur mikrotiter plate, sedangkan pada sumur yang tidak terbentuk antibodi ditandai dengan adanya dot pada sumur yang menunjukan adanya antigen yang mengendap (tidak terjadi aglutinasi). Perhitungan titer antibodi dimulai dari 21 sampai 210 (dari sumur ke-2 sampai ke-11). Sebagai contoh : apabila terjadi aglutinasi sampai sumur ke-6, maka titer antibodi yang terbentuk adalah 25. Selanjutnya, angka tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma (data log 2) agar bisa dilakukan analisis data. Uji reaksi silang dilakukan pada antigen dengan titer antibodi yang tinggi, yaitu ≥ 25. Uji ini dilakukan untuk mencari antigen yang bisa bereaksi positif dengan dirinya sendiri maupun dengan antigen lain. Pengamatan kualitas air meliputi suhu air, pH, dan O2 terlarut diamati setiap hari. Data titer antibodi dianalisis dengan menggunakan anali-
339
sis sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA) pada taraf uji 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila data yang telah dianalisis sidik berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5%. Adapun data hasil reaksi silang dan parameter kualitas air diamati secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Titer Antibodi
Imunogenisitas strain bakteri diamati dari produksi titer antibodi dan hasil uji reaksi silang, setelah strain tersebut direaksikan dengan strain yang sama dan disilangkan dengan strain yang berbeda. Produksi titer antibodi strain GPl-05 dan GL-02 tersaji pada tabel 1. Secara umum vaksin A. hydrophila bersifat imunogenik yaitu mampu merespons selsel imun pada ikan lele dumbo. Ikan lele dumbo yang diberi vaksin A. hydrophila memiliki peningkatan titer antibodi yang signifikan dibandingkan dengan kontrol. Satu minggu setelah vaksinasi (minggu ke-1) titer antibodi antar perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Strain GPl-05 dan GL-02 mengalami peningkatan titer antibodi dibandingkan kontrol, yaitu sebesar 25,48 dan 24 , sedangkan kontrol hanya sebesar 22,14 . Satu minggu setelah booster (minggu ke-2), titer antibodi terus mening-
340
kat, yaitu strain GPl-05 dan GL-02 sebesar 26,26 dan 25,59 , sedangkan kontrol hanya sebesar 23 . Dua minggu setelah booster (minggu ke-3) ratarata titer antibodi pada masing-masing perlakuan meningkat. Perlakuan dengan strain GPl-05 menghasilkan ratarata titer antibodi tertinggi sebesar 29,13 dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan strain GL-02 sebesar 29,07 . Namun, perlakuan vaksinasi berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol, yaitu 23,49 . Antibodi spesifik akan memberikan kekebalan saat kondisi ideal, yaitu setelah dua atau tiga minggu setelah rangsangan (Anderson, 1974). Pada minggu ke-4 atau akhir penelitian, titer antibodi masih mengalami peningkatan dari minggu sebelumnya. Perlakuan vaksinasi tidak berbeda nyata (P>0,05), dengan rata-rata titer antibodi yang sama yaitu sebesar 29,67 , tetapi berbeda nyata dengan kontrol (P<0,05), sebesar 23,68 . Suatu substansi yang memiliki kemampuan dalam menimbulkan respons imun apabila dipertemukan dengan tubuh disebut imunogenisitas (Subowo, 2009). Vaksinasi ikan lele dumbo dilakukan untuk mengetahui imunogenisitas 2 strain vaksin bakteri A. hydrophila dalam memproduksi titer antibodi. Hasil pengukuran titer antibodi dapat diketahui berdasarkan kemampuan antibodi di dalam serum dalam melakukan aglutinasi terhadap antigen A. hydrophila. Berdasarkan hasil penelitian, per-
Dini Siswani Mulia et al
lakuan vaksinasi dengan strain yang berbeda-beda mampu memproduksi antibodi. Hal ini terlihat pada minggu ke-1 (seminggu setelah ikan divaksinasi) titer antibodi mulai meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa ke-2 strain bakteri A. hydrophila dapat memberikan imunogenisitas secara signifikan pada ikan lele dumbo. Peningkatan produksi antibodi juga tampak pada minggu ke2. Booster sebagai vaksinasi ulangan/penguat, mampu memicu peningkatan antibodi. Peningkatan titer antibodi terjadi karena ikan uji telah mempunyai memori imunitas sehingga dengan booster atau vaksinasi ulangan dapat menghasilkan respons imun yang lebih tinggi (Mulia, 2012). Pada minggu ke-3 dan ke-4, strain GPl-05 dan GL-02 tetap meningkat sampai akhir penelitian. Perbedaan antar strain ini diduga karena setiap strain memiliki patogenisitas dan karakter biokimia yang khas, meskipun semuanya adalah isolat bakteri A. hydrophila. Perbedaan patogenisitas dan karakter biokimia inilah yang menguatkan perlunya pencarian kandidat vaksin dari strainstrain bakteri A. hydrophila. Produksi antibodi adalah suatu proses yang terjadi dalam limfosit sebagai reaksi terhadap kehadiran bahan protein asing (antigen), dalam hal ini sel-sel bakteri A. hydrophila. Antibodi sangat diperlukan untuk menghadapi serangan dari patogen yang masuk ke dalam tubuh (Mulia et al.,
Potential Immunogenicity Aeromonas hydrophila as Candidate Vaccine
2008). Keuntungan cara vaksinasi suntik secara intramuskular adalah difusi vaksin ke dalam tubuh berjalan konstan dan prosesnya lebih cepat untuk merangsang antibodi (Mulia et al., 2006), sehingga dari hasil penelitian, antibodi yang dihasilkan dari minggu ke minggu meningkat. Selain itu, antigen akan langsung masuk ke dalam jaringan tubuh sehingga lebih efektif dan akan mudah direspons oleh sel-sel imun (Setyawan et al., 2012). Sistem imunitas seluler dihasilkan oleh aktivitas limfosit yang disebut sel T yang berasal dari kelenjar timus, sedangkan imunitas humoral dihasilkan oleh golongan limfosit yang disebut sel B yang berasal dari ginjal pada tubuh ikan (Fujaya, 2004). Pemaparan pertama terhadap suatu antigen merangsang sel T memunculkan sel-sel efektor respons kekebalan yang diperantai sel. Sel-sel efektor berpartisipasi dalam penyingkiran atau pemusnahan bahan asing atau mikroorganisme penyerbu. Di samping itu, sel T dapat memperoleh bantuan makrofag dalam mengahancurkan patogen atau merangsang sel B untuk meningkatkan produksi antibodi. Sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membuat dan mengeluarkan antibodi spesifik untuk menstimulasi antigen tertentu. Selain membentuk sel-sel plasma, limfosit B juga dapat membentuk selsel ingatan (memory cells) jika terjadi infeksi ulang terhadap antigen
341
tersebut. Sel-sel ini merupakan limfosit yang berumur lama dan timbul akibat terjadi kontak sebelumnya dengan suatu antigen (Fujaya, 2004). Menurut Ellis (1988), apabila mendapat pemaparan kedua dengan antigen yang sama, maka produksi antibodi akan lebih cepat dihasilkan dengan jumlah yang lebih besar dan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dalam darah daripada pemaparan pertama, sehingga dari hasil penelitian setelah vaksinasi ulang atau booster, produksi titer antibodi ikan lele dumbo semakin meningkat. Antigen yang digunakan dalam penelitian ini adalah antigen H A. hydrophila yang berasal dari 2 strain berbeda. Antigen H merupakan whole cell yang dimatikan dengan formalin, mengandung flagela dan protein yang memungkinkan adanya reaksi kuat dengan antibodi (Kamiso, 1997). Protein merupakan makromolekul yang imunogen, pada bagian tertentu dari molekul protein dapat menentukan spesifitas reaksi antigenantibodi dan sebagai penentu timbulnya respons imun (Mulia et al., 2008). Menurut (Subowo, 2009) bagian tertentu dari molekul protein tersebut dinamakan epitop yang asing bagi tubuh ikan lele dumbo. Beberapa penelitian dilaporkan bahwa waktu pembentukkan antibodi sangat bervariasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Kamiso and Triyanto, 1992) diperoleh titer antibodi paling tinggi pada minggu kedua dan ke-
342
tiga bahkan tetap terdeteksi dalam waktu 6 minggu berikutnya. Strain bakteri A. hydrophila yang berasal dari daerah yang berbeda pada umumnya virulensinya juga berbeda dan hal ini berpengaruh terhadap imunogenisitas vaksin yang dihasilkan (Mulia, 2012). Strain A. hydrophila mempunyai variasi genetik. Perbedaan strain dapat menyebabkan perbedaan patogenisitas bakteri, karakter biokimia, dan serologi. Hasil pengamatan terhadap produksi titer antibodi yang dihasilkan oleh ikan lele dumbo yang divaksinasi menggunakan vaksin bakteri A. hydrophila dengan 6 strain, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan adanya variasi genetik antar strain. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Kamiso et al., 1997) menggunakan strain A. hydrophila dari beberapa daerah, yaitu strain PA 01, PA 05, PA 06, PA 07, dan BA 02 menunjukkan bahwa jenis antigen yang dapat menimbulkan titer antibodi tertinggi adalah antigen H pada strain PA 01, PA 05, dan BA 02.
Uji Reaksi Silang
Uji reaksi silang merupakan uji yang mereaksikan suatu antigen dengan antibodi secara in vitro untuk mengetahui imunogenisitas antigen A. hydrophila dari beberapa strain yang diberikan pada lele dumbo. Strain bakteri yang digunakan untuk uji reak-
Dini Siswani Mulia et al
si silang terdiri atas 6 strain. Strain tersebut yaitu GPl-02, GPl-03, GPl05, GL-02, GB-01, dan GK-01(berperan sebagai antigen) direaksikan dengan GPl-05 dan GL-02 (berperan sebagai antibodi). Hasil uji reaksi silang menunjukkan bahwa strain GPl-05 dan GL-02 memiliki imunogenisitas yang tinggi dan bereaksi positif dengan dirinya sendiri maupun dengan antigen lain. Titer antibodi yang dihasilkan ≥25 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa ke-2 strain tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam melindungi ikan terhadap serangan bakteri A. hydrophila, sehingga sangat baik untuk dijadikan kandidat vaksin karena tidak hanya mampu bereaksi terhadap antigen yang sama (satu jenis), tetapi mampu bereaksi dengan antigen dari strain lain (Mulia, 2012). Vaksin yang berasal dari strain terpilih tersebut akan lebih mampu mengendalikan penyakit yang disebabkan bakteri A. hydrophila apabila terjadi di alam.
Kualitas Air
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan respons kekebalan pada ikan di antaranya adalah faktor lingkungan. Pengamatan parameter kualitas air selama penelitian berlangsung yang meliputi suhu, derajat keasaman (pH), dan oksigen terlarut. Hasil pengamatan parameter kualitas air pada semua per-
Potential Immunogenicity Aeromonas hydrophila as Candidate Vaccine
343
Tabel 1 Hasil Uji Reaksi Silang antar Strain A. hydrophila
Serum GPl-05 GL-02
GPl-02 25 26
GPl-03 26 26
Antigen GPl-05 GL-02 26 25 25 26
lakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang besar dan masih berada pada batas toleransi untuk kehidupan lele dumbo sehingga dapat menunjang proses pembentukan respons kekebalan pada tubuh ikan. Suhu air selama penelitian berkisar antara 27-28o C, kisaran tersebut masih layak bagi kehidupan ikan lele dumbo. Menurut Bachtiar (2007) suhu minimum dalam budidaya ikan lele dumbo yaitu 20o C, sedangkan suhu maksimumnya yaitu 30o C. Suhu berpengaruh pada pembentukan antibodi (Anderson, 1974). Pada suhu yang optimal pembentukan antibodi akan berjalan dengan baik. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di peraiaran tropis antara 25–32o C (Kordi, 2010). Suhu air selama penelitian merupakan suhu yang masih tergolong optimal bagi kehidupan lele dumbo. Lele dumbo sangat toleran terhadap suhu air yang cukup tinggi, yaitu pada kisaran 2035o C (Kamiso and Triyanto, 1992). Kisaran derajat keasaman (pH) air selama penelitian yaitu 7,2-7,72. Menurut Kordi (2010) kisaran optimal pH adalah 7,5-8,7, sehingga pH air untuk semua perlakuan selama penelitian masih dalam kisaran normal untuk kehidupan lele dumbo. Asmawi (1995) mengungkapkan ikan da-
GB – 01 26 26
GK-01 25 26
pat bertahan terhadap pergeseran pH berkisar 5-8. Oksigen terlarut (DO) selama penelitian berkisar 6,7-8,5 ppm. Kisaran kandungan oksigen terlarut tersebut masih dalam batas kelayakan hidup ikan lele dumbo. Kordi (2010) mengungkapkan kandungan oksigen yang baik untuk budidaya perairan adalah antara 5-7 ppm. Menurut Purbomartono and Mulia (2009) kandungan oksigen terlarut yang mendukung bagi kehidupan ikan adalah > 3 ppm. Ikan-ikan yang dapat mengambil oksigen langsung dari udara seperti spesies Clarias kurang sensitif terhadap kandungan oksigen (Zonneveld et al., 1991). Ikan lele dumbo memiliki alat pernapasan tambahan sehingga mampu hidup pada perairan dengan kandungan oksigen rendah hingga 2 ppm dan mampu menghirup oksigen langsung dari udara dengan menyembul ke permukaan air (Kordi, 2010). SIMPULAN
Bakteri A. hydrophila strain GPl-05 dan GL-02 memiliki imunogenisitas yang baik yang ditunjukkan dengan produksi titer antibodi pada lele dumbo. Strain bakteri A. hydrophila bereaksi positif pada uji reaksi silang. Strain GPl-05 dan GL-02 memiliki
344
imunogenisitas yang tinggi, sehingga direkomendasikan menjadi kandidat vaksin. Acknowledgements Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Kompetitif yang dibiayai oleh LPPM UMP. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM UMP yang telah membiayai penelitian ini.
Pustaka Anderson, D. P. (1974). Fish Immunology, In Diseases of Fishes. T.F.H. Publications, Ltd. Asmawi, S. (1995). Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. Gramedia. Bachtiar, Y. (2007). Panduan Lengkap Budidaya Lele Dumbo. Agromedia. Ellis, A. E. (1988). Optimizing Factors For Fish Vaccination. Fish Vaccination. Academic Press Ltd. Fujaya, Y. (2004). Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka Cipta. Kamiso, H. N. (1997). Uji lapang penggunaan vaksin aeromonas hydrophila pada lele dumbo (clarias gariepinus). Jurnal Perikanan UGM, 1(2):17–24. Kamiso, H. N. (2004). Status penyakit ikan dan pengendaliannya di indonesia. In Prosiding Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV, Purwokerto. Kamiso, H. N. and Triyanto (1992). Vaksinasi monovalen dan polivalen vaksin untuk mengatasi serangan aeromonas hydrophila pada ikan lele (clarias sp.). Jurnal Ilmu Pertanian, 4(8):447–464. Kamiso, H. N., Triyanto, and Hartati, S. (1997). Uji antigenitas dan efikasi aeromonas hydrophila pada lele dumbo (clarias gariepinus). Jurnal Perikanan UGM, 1(2):9–16. Kordi, M. G. (2010). Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam
Dini Siswani Mulia et al
Terpal. Lily Publisher. Mulia, D. S. (2007). Keefektivan vaksin aeromonas hydrophila untuk mengendalikan penyakit mas (motile aeromonas septicemia) pada gurami (osphronemus gouramy lac.). Jurnal Pembangunan Pedesaan, 7(1):43–52. Mulia, D. S. (2012). Vaksinasi Lele Dumbo. Pustaka Pelajar. Mulia, D. S., Apriyanti, W., Maryanto, H., and Purbomartono, C. (2012). Imunogenisitas antigen whole cell bakteri aeromonas hydrophila. Sains Akuatik, 14(1):25–32. Mulia, D. S., Pratiwi, R., and Triyanto (2004). Efikasi vaksin debris sel aeromonas hydrophila secara suntik dengan variasi cara booster pada lele dumbo (clarias gariepinus burchell). Berkala Ilmiah Biologi, 3(3):145–156. Mulia, D. S., Pratiwi, R., and Triyanto (2006). Pengaruh cara booster terhadap efikasi vaksinasi oral dengan debris sel aeromonas hydrophila pada lele dumbo (clarias sp.). Jurnal Perikanan UGM, 8(1):96–104. Mulia, D. S., Purbomartono, C., Isnansetyo, A., and Murwantoko (2008). Penggunaan vaksin polivalen aeromonas hydrophila untuk pengendalian penyakit mas (motile aeromonas septicemia) pada gurami (osphronemus gouramy lac.). In Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Olga and Aisiah, S. (2007). Vaksin protein produk ekstraseluler aeromonas hydrophila untuk meningkatkan tanggap kebal patin (pangasius hypophthalmus) terhadap motile aeromonas septicemia (mas). Sains Akuatik, 10(2):105–110. Purbomartono, C. and Mulia, D. (2009). Pengaruh pemberian kombinasi levamisol dan vaksin aeromonas hydrophila ter-
Potential Immunogenicity Aeromonas hydrophila as Candidate Vaccine
hadap pertumbuhan, jumlah neutrofil, dan sintasan ikan gurami (osphronemus gouramy lac.). Sains Akuatik, 12(1):27– 38. Rahman, M. H., Suzuki, S., and Kawai, K. (2001). The effect of temperature on aeromonas hydrophila infection in goldfish, carassius auratus. Journal of Application Ichthyology, 17:282–285. Setyawan, A., Hudaidah, S., Ronapati, Z. Z., and Sumino (2012). Imunogenisitas vaksin inaktif whole cell aeromonas salmonicida pada ikan mas (cyprinus carpio). Aquasains, 1(1):18–22. Subowo (2009). Imunobiologi. Sagung Seto. Suryantinah, R., Rini, K., and Olga (2005). Optimasi dosis vaksin debris sel aeromonas hydrophila terhadap pengendalian penyakit mas (motile aeromonas septicemia) pada ikan nila (oreochromis niloticus). In Prosiding Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Yogyakarta., pages 108– 114. Universitas Gajah Mada. Zonneveld, N., Huisman, E. A., and Boon, J. H. (1991). Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama.
345