Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 80-84
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BERBASIS PROBLEM SOLVING Rosmawati1), Sri Elniati2), Dewi Murni3) 1) 2,3)
FMIPA UNP, email:
[email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Abstract Essencially, learning is aimed to produce skillfull students in solving every problem. Problem solving skill could be developed if the students accustomed to unroutine problems, on the other hand mathematics is still not focused to problem solving skill. In addition they are not able yet to think by their own that they lose self confidence in solving the problems. This journal will discuss about mathematical problem solving skill. One of method which can be done to develope that skill is by using problem solving based worksheet. Based on the result of this research, students problem solving skill is having increasing after applying problem solving based worksheet. Keywords - mathematical problem solving skill, problem solving based worksheet.
PENDAHULUAN Pembelajaran bertujuan untuk menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat. Permasalahan tersebut tentu saja tidak semuanya merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian (Suherman, 2003: 61). Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika sangat diperlukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan intelektual dan mengajarkan bagaimana memecahkan masalah menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan jika mereka dibiasakan menghadapi permasalahan yang bersifat nonrutin. Artinya permasalahan tersebut bukan suatu permasalahan yang langsung tergambar cara penyelesaiannya, tetapi dibutuhkan strategi khusus untuk menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Dengan demikian, guru matematika hendaknya membiasakan siswa mengerjakan permasalahan non-rutin (soal pemecahan masalah). Pembelajaran matematika
yang terjadi pada saat sekarang belum fokus pada kemampuan pemecahan masalah. Menurut Wena (2011: 52), pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru. Hal tersebut berarti pemecahan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai, melainkan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Senada dengan yang disampaikan Gagne (dalam Suherman, 2003: 33) bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah, hal tersebut dapat dipahami karena pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang sangat tinggi dari delapan yang dikemukakan yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Jadi pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat tinggi tingkatannya. Dengan memandang bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses yang tidak mudah, maka diperlukan kiat-kiat khusus untuk membantu siswa menyelesaikan soal pemecahan masalah. Nasution (2008: 171) memberikan beberapa solusi bagaimana membantu siswa memecahkan masalahnya yaitu tidak memperlihatkan kepada anak tentang cara
80
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 80-84 memecahkan masalah; memberikan instruksi kepada anak secara verbal untuk membantu anak memecahkan masalah; menggunakan aturan tertentu dalam memecahkan masalah tanpa merumuskan aturan itu secara verbal; dengan menggunakan gambar-gambar, contoh dan sebagainya, anak dibantu dan dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan masalah itu. Dengan demikian mereka menemukan sendiri aturan yang diperlukan untuk mencapai penyelesaian. Jadi merupakan sebuah tindakan yang sangat tidak tepat jika guru langsung memberikan penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi siswa. Strategi yang sebaiknya digunakan adalah membimbing mereka menemukan aturan-aturan tertentu menuju penyelesaian masalah yang dihadapinya. Hal tersebut memungkinkan mereka menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan, sebab mereka mempunyai keterampilan dalam mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi, dan menyadari perlunya memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh. Tapi kenyataannya, masih banyak siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah. Mereka belum terbiasa dengan soal-soal pemecahan masalah dan masih bingung dalam memahami permasalahan yang diajukan. Pada umumnya mereka belum bisa menentukan apa yang diketahui dan ditanya dari soal. Akibatnya mereka tidak mampu mencari atau mengembangkan strategi penyelesaian yang tepat untuk menemukan solusinya. Siswa belum mampu berfikir secara mandiri, sehingga mereka tidak percaya diri dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Padahal menyelesaikan masalah matematika merupakan cara yang paling baik untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Untuk itu perlu dilakukan inovasi pembelajaran yang dirancang agar siswa terbiasa mengkonstruksi pengetahuannya dan dapat menumbuhkan kembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu melalui penggunaan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berbasis problem solving dalam pembelajaran matematika. LKS berbasis problem
solving merupakan suatu bahan ajar yang melatih siswa menyelesaikan permasalahan matematika. LKS tersebut berupa lembaran-lembaran berisi masalah yang harus diselesaikan siswa dengan menggunakan langkah pemecahan masalah (Depdiknas, 2008: 13). Menurut Polya (dalam Suherman, 2003: 91), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah, dan melakukan pemeriksaan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Keempat langkah tersebut merupakan suatu kesinambungan dan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk menyelesaikan suatu permasalahan, siswa harus mampu memahami permasalahan tersebut dengan tepat. Tanpa adanya pemahaman yang benar, mereka tidak mungkin bisa menyusun rencana penyelesaian. Penyusunan rencana penyelesaian juga dipengaruhi oleh pengalaman siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Jika rencana penyelesaian telah disusun, barulah permasalahan tersebut dapat diselesaikan sesuai rencana. Selanjutnya, diperlukan peninjauan/pemeriksaan kembali proses penyelesaian yang telah dilakukan untuk memastikan kebenaran jawaban yang diperoleh. Oleh karena itu, LKS berbasis problem solving merupakan salah satu alternatif bahan ajar yang tepat digunakan siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Untuk melihat kemampuan pemecahan masalah yang dapat dicapai siswa, dapat digunakan beberapa indikator misalnya menunjukkan pemahaman masalah, mengorganisasikan data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk, memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah yang tepat, mengembangkan strategi pemecahan masalah, membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah, dan menyelesaikan masalah yang tidak rutin (Wardani, 2008: 18). Semua indikator yang telah dikemukakan tersebut mencakup keempat aspek yaitu memahami masalah, merencanakan
80
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 80-84 penyelesaian, menyelesaikan masalah, dan memeriksa kembali penyelesaian. Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu penentu apakah siswa sudah paham terhadap konsep-konsep matematika yang telah dipelajari selama pembelajaran. Namun sebagian besar mereka masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematis. Permasalahan yang ingin dibahas melalui makalah ini adalah “apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan lembar kegiatan siswa berbasis problem solving lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya tanpa menggunakan LKS berbasis problem solving?”. Pembahasan tersebut telah telah dilakukan melalui sebuah penelitian.
jawaban yang telah diperoleh. Pemberian skor kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dimodifikasi dari rubrik penskoran holistik. Data dari penelitian ini dianalisis dengan menentukan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis sesuai dengan aspek yang dilihat. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh deskripsi statistik nilai dari kedua kelas sampel. Hasil perhitungan rata-rata nilai tes akhir untuk kemampuan pemecahan masalah matematika siswa secara lengkap dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Statistik Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ketuntasan (KKM=75) Kelas XMaks XMin N
METODE PENELITIAN
Eksperimen
80,2
95
63
21%
79%
Untuk menjawab permasalahan tersebut telah dilakukan penelitian eksperimen. Model rancangan yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Bukittinggi yang terdaftar tahun pelajaran 2011/2012. Cara pengambilan sampel yaitu random sampling, dengan kelas XI IPA2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA1 sebagai kelas kontrol. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan sekunder. Data primer diambil dari sampel melalui LKS dan tes guna melihat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Data sekunder tentang jumlah siswa yang menjadi populasi dan sampel penelitian nilai ujian tengah semester genap matematika siswa kelas XI IPA SMAN 2 Bukittinggi tahun pelajaran 2011/2012. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah LKS dan soal tes yang menuntut kemampuan pemecahan masalah matematis. Untuk kebutuhan tersebut digunakan beberapa indikator yaitu (1) menentukan apa yang diketahui dan ditanya dari masalah yang diberikan, (2) menentukan rencana penyelesaian masalah, (3) melakukan perhitungan untuk menyelesaikan masalah yang telah direncanakan, dan (4) menentukan serta memeriksa kebenaran suatu
Kontrol
69,7
88
50
55%
45%
38 40
Keterangan: N = jumlah siswa = rata-rata XMaks = skor tertinggi XMin = skor terendah Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen lebih baik dari nilai rata-rata kelas kontrol. Nilai rata-rata kelas eksperimen yaitu 80,21 dan nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 69,68. Dilihat dari KKM yang ditetapkan sekolah, 79% dari 38 orang siswa kelas eksperimen nilainya sudah berada di atas KKM, sedangkan pada kelas kontrol 45% dari 40 orang siswa yang nilainya sudah berada di atas KKM. Hal tersebut berarti tingkat ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen lebih baik daripada tingkat ketuntasan belajar kelas kontrol. Untuk menunjang data mengenai kemam puan pemecahan masalah matematis, dilakukan analisis data terhadap LKS. Rata-rata nilai LKS tertinggi yaitu LKS 5 sebesar 76,07. Rata-rata nilai LKS terendah berada pada LKS 1 disebabkan siswa belum terbiasa menyelesaikan masalah berdasarkan tahap-tahap pemecahan masalah, namun pada pertemuan berikutnya ratarata kemampuan pemecahan masalah siswa mengalami peningkatan. Hal tersebut berarti mereka sudah memahami dan menyelesaikan 81
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 80-84 permasalahan yang diberikan sesuai dengan tahap-tahap pemecahan masalah. PEMBAHASAN Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh kedua kelas sampel pada tes akhir, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas kontrol. Karena kelas eksperimen menggunakan LKS berbasis problem solving, maka siswa pada kelas tersebut lebih memahami langkah-langkah pemecahan masalah dalam menyelesaikan soal. Dari Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikerjakan, dapat dilihat perkembangan kemampuan pemecahan masalah siswa. Berdasarkan data yang telah dipaparkan pada Gambar 1, rata-rata nilai LKS pertama tergolong rendah. Hal tersebut terjadi karena mereka belum memahami sepenuhnya tahap pemecahan masalah. Pada umumnya mereka belum mampu memahami masalah dengan baik, mereka kesulitan menafsirkan informasi apa yang ada dalam masalah, malas menuliskan rencana penyelesaian, serta bingung dalam memeriksa kembali penyelesaian yang telah dilakukan. Namun pada pertemuan selanjutnya, rata-rata nilai LKS mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka sudah mulai memahami tahap pemecahan masalah, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematika semakin baik. Peningkatan yang cukup pesat terjadi pada tahap merencanakan penyelesaian. Pada awalnya siswa merasa kesulitan dan bingung dalam merencanakan penyelesaian. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh jawaban siswa berikut.
Gambar 1. Jawaban Siswa yang Kurang Benar dalam Merencanakan Penyelesaian
Dari Gambar 4, terlihat siswa masih bingung menuliskan rencana penyelesaian. Mereka cenderung lansung ke tahap
menyelesaikan masalah. Seharusnya pada tahap ini, mereka menuliskan setiap langkah yang akan dilakukan untuk mendapat solusi yang tepat. Suatu kerja yang sangat berat bagi siswa jika harus menuliskan rencana dalam menyelesaikan soal. Mereka hampir tidak pernah merencanakan penyelesaian soal karena mereka selalu mengerjakan apa yang terfikir olehnya. Mereka berpendapat bahwa menuliskan rencana penyelesaian hanya akan membuang-buang waktu, lebih baik langsung ke tahap menyelesaikan masalah. Mereka belum menyadari bahwa dengan menuliskan rencana penyelesaian akan menentukan berhasil atau tidaknya mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Namun setelah beberapa kali pertemuan, kemampuan mereka dalam merencanakan penyelesaian mengalami peningkatan yang cukup baik. Mereka dengan mudah menuliskan rencana penyelesaian, karena mereka telah memahami bahwa tahap ini cukup penting untuk menentukan keberhasilan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Berikut contoh jawaban siswa yang benar dalam merencanakan penyelesaian.
Gambar 2. Jawaban Siswa yang Benar dalam Merencanakan Penyelesaian
Berdasarkan Gambar 2, terlihat siswa sudah mampu menuliskan rencana penyelesaian dengan benar. Berarti mereka sudah memahami tahap kedua dari pemecahan masalah. Dengan demikian mereka mudah menyelesaikan permasalahan. Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa tahap pemecahan masalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Agar kemampuan pemecahan masalah mereka terlatih dengan baik, maka mereka harus memahami ke empat tahap pemecahan masalah. Poin penting yang dikatakan setiap siswa adalah jika mereka berhasil menemukan informasi yang terkandung dalam soal, maka untuk menyelesaikannya lebih
82
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 80-84 mudah dari pada harus langsung menyelesaikan soal tanpa menuliskan apa yang diketahui dan ditanya dari soal tersebut. Apalagi, unsur diketahui yang mereka temukan sudah sebahagian memberikan jalan keluar untuk problem yang tersembunyi di balik soal yang ada. Selain itu, menuliskan alasan untuk setiap langkah yang mereka kerjakan menyebabkan mereka lebih memahami materi yang telah lalu. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa semakin baik. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan LKS berbasis problem solving lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya tanpa menggunakan LKS berbasis problem solving. Dengan demikian disarankan pembelajaran menggunakan LKS berbasis problem solving dapat menjadi salah satu alternatif bagi guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Selain itu, guru hendaknya memperhatikan aspek perencanaan dalam memecahkan masalah karena siswa sering mengabaikan aspek ini padahal sangat berpengaruh saat menyelesaikan soal. Akibatnya, mereka yang tidak melakukan perencanaan dalam memecahkan masalah cenderung melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal.
RUJUKAN Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, rev.ed., Bandung : JICA. Nasution. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika. Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Akasara.
83