BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dewasa ini berpengaruh kepada seluruh sendi kehidupan umat manusia di seluruh dunia, termasuk Indonesia, baik yang tinggal dipinggiran maupun di perkotaan.
Untuk mengimbangi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tersebut
perlu adanya upaya konkrit dari pemerintah yaitu meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, keterampilan dan sikap mandiri masyarakat Indonesia, atau dengan kata lain diperlukan adanya upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia. Hal ini perlu dipahami karena tidak menutup kemungkinan jika kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, globalisasi serta perdagangan bebas berpengaruh serta mengakibatkan hal yang negatif kepada seluruh sendi
kehidupan masyarakat Indonesia,
maka akan memporak porandakan bangsa
Indonesia. Karena itu kemungkinan besar bangsa Indonesia hanya akan menjadi objek, tempat pemasaran atau jadi buruh murah bagi bangsa lain yang sudah lebih dulu menguasai IPTEK.
Oleh karena itulah maka pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional bertanggungjawab untuk terus menerus berupaya melaksanakan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui program pendidikan
di berbagai jenis dan jenjang persekolahan ataupun melalui pendidikan luar sekolah. Dengan terus menerus memperbaiki pendidikan maka globalisasi akan memberi manfaat kepada bangsa Indonesia.
Penyelenggaraan proses pendidikan ini mengacu pada ketentuan atau aturan yang berlaku, sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang No. 2/89
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem Pendidikan Nasional merupakan
gambaran yang terdiri dari unsur kekuatan dan kelemahan dari budaya bangsa Indonesia yang antara lain terdiri nilai-nilai (Value), adat kebiasaan, tingkah laku, sosial politik yang kesemuanya itu akan mempengaruhi corak dan bentuk
kehidupan masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kemajuan,
perkembangan dan meningkatnya taraf hidup dan kehidupan masyarakat yang lebih dinamis tidak lepas dari peran dan pengaruh pendidikan. Untuk itulah "
Pendidikan hams dilihat sebagai salah satu kekuatan sosial yang ikut memberi
bentuk, corak dan acak pada kehidupan masyarakat masa depan" (Tilaar, 1991 :3). Upaya pemerintah (Depdiknas) dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia untuk mengimbangi kemajuan IPTEK dan globalisasi dewasa ini, baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah telah dimmuskan dalam empat kebijakan atau strategi yang terdiri dari : a. Perluasan kesempatan belajar; b. Relevansi pendidikan; c. Peningkatan mutu pendidikan;
d. Efektifitas dan efisiensi, serta melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional ( Butir-butir Rapat Kerja Nasional Depdikbud).
Langkah nyata yang telah ditempuh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut adalah :
a. Pembangunan SD Inpres, Unit Gedung Bam (UGB) SLTP, SMU dan SMK, penambahan mang kelas bam, mang laboratorium, mang perpustakaan termasuk perabotannya.
b.
Mencukupi buku pelajaran pada semua jenjang dan jenis sekolah melalui proyek pengadaan buku dengan perbandingan 1 buku untuk 1 murid.
c.
Meningkatkan mutu tenaga gum melalui penataran, seminar, MGMP, MGBS, studi lanjutan dan Iain-lain.
d.
Melaksanakan pelatihan, praktek kerja bagi siswa (PSG) di dunia usaha/dunia industri khususnya bagi siswa SMK.
e.
Pemanfaatan sarana/prasarana yang ada di sekolah seoptimal, seefektif dan seefisien mungkin.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia oleh pemerintah tersebut tidak
hanya melalui jalur pendidikan sekolah saja, tetapi juga melalui jalur pendidikan luar sekolah. Hal ini sejalan dengan isi UU No. 2/89 yang menyatakan bahwa "Pendidikan diselenggarakan melalui dua jalur yaitu : pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah". Penyelenggaraannya diatur
menumt
ketentuan
tersendiri, artinya bahwa teknis pendidikan jalur sekolah tingkat dasar dan menengah diatur oleh Ditjen Dikdasmen, sedangkan pendidikan jalur luar sekolah diatur melalui ketentuan Direktorat Jenderal Dikluspora. Pendidikan jalur sekolah merupakan atau subsistem dari sistem Pendidikan
Nasional yang dalam pelaksanaannya mengikuti tahapan, jenis dan lama waktu
tertentu yaitu mulai Pendidikan Dasar, Menengah sampai Perguman Tinggi. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia secara formal sudah dimulai
dari Pendidikan Dasar (SD/MI) yaitu ditandai dengan pencanangan Wajar Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah mulai Mei 1984 dan dilanjutkan dengan
Wajar Pendidikan Dasar 9 tahun mulai Mei 1994. Program ini bertujuan agar masyarakat Indonesia minimal memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan
dan sikap setara lulusan SLTP. Oleh karena itulah maka Undang-undang No 2/89
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa "Pendidikan mempakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya yang mencakup keimanan, ketaqwaan, budi pekerti, pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan
mandiri, rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan".
Menyimak isi tujuan Pendidikan Nasional tersebut maka pada dasarnya manusia adalah makhluk yang mempunyai kesempurnaan fisik maupun mental dengan ditandai berbagai aspek. Sebagaimana dikemukakan di atas, manusia
sebagai makhluk individu maupun anggota masyarakat perlu berbuat sesuatu yaitu berupa karya, karsa dan mengabdikan dirinya demi kepentingan serta kemaslahatan bangsa dan negara, setidak-tidaknya bagi masyarakat yang berada
disekitarnya. Manusia sebagai anggota masyarakat hams mampu beradaptasi dengan lingkungannya karena ia tidak terpisahkan dari bagiannya. Manusia perlu berkembang dan mengembangkan diri untuk mengimbangi
keadaan sekitarnya, yang ditandai dengan pertumbuhan fisik secara wajar serta perkembangan mental yang baik. Ini semua tergantung proses pendidikan, sehingga peran pendidik sangat menentukan
sekali dalam
membentuk
karakteristik dan perkembangan anak didik.
Sekolah mempakan lembaga formal, mempunyai tugas dan fungsi
mendidik anak hendaknya mampu memberi kebebasan serta kesempatan yang luas bagi pengembangan diri anak didik. Tetapi tetap para gum mengawasi dan
mengarahkannya karena hal ini tidak terlepas dari kemungkinan adanya berbagai pengaruh internal maupun eksternal yang terjadi akibat adanya interaksi sosial.
Dalam hal ini para gum hams memahami betul apa tugas dan fungsinya serta menyadari tujuan pendidikan yang telah digariskan sebagaimana dituangkan dalam UU No. 2/89. Apalagi dalam jenjang Pendidikan Dasar karena akan
menentukan sekali atau mempakan pondasi untuk perkembangan anak selanjutnya
baik pada waktu mengikuti pendidikan lanjutan ataupun menempuh kehidupan di masyarakat.
Dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan pengamh globalisasi, pendidikan melalui Sekolah Menengah Kejuman nampaknya hams lebih diutamakan karena
sangat strategis sekali, dimana lembaga ini diharapkan dapat menghasilkan lulusan sebagai tenaga menengah. Tetapi tenaga yang dihasilkan SMK tersebut
hendaknya betul-betul mempunyai mutu yang baik sehingga akan mampu menjawab tantangan kemajuan IPTEK.
Pendidikan yang dilaksanakan pada jenjang dan jenis Sekolah Menengah Kejuruan adalah mempakan bagian dari pendidikan menengah yang dalam UU No. 2/89 dikemukakan bahwa tujuannya adalah :
1.
Mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional;
2.
Menyiapkan siswa agar mampu memiliki karier, maupun berkompetensi dan mampu mengembangkan diri untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik;
3.
Menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan dunia
usaha dan industri pada saat ini maupun masa yang akan datang;
4. Menyiapkan tamatan agar menjadi warga negara yang produktif, siap berkembang dan beradaptasi (adaptif) serta kreatif, (Kurikulum Sekolah Menengah Kejuman, Buku III, 1993 : I).
Tujuan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Kejuman tersebut sangat sesuai dengan era masa kini, tetapi jangan lupa bahwa dalam pendidikan tersebut fungsi sekolah bukan hanya mengalihkan ilmu pengetahuan kepada murid, tetapi juga akan menentukan sifat dan sikap anak didik sebagai seorang
makhluk individu maupun makhluk sosial yang beriman dan bertaqwa. Karenanya hal tersebut akan mewarnai produk atau hasil proses pendidikan di sekolah kepada semua lulusannya.
Agar proses pendidikan melalui jalur sekolah itu bisa berjalan baik guna
tercapainya tujuan yang telah digariskan, maka perlu didukung oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan proses pendidikan tersebut antara lain : sarana/prasarana, tenaga dan biaya yang cukup menentukan, karena semua faktor
lain pada dasarnya akan terkait dan tergantung pada kesediaan biaya/dana. Oleh sebab itulah maka "Setiap kegiatan pendidikan memerlukan biaya" ( Moch. Idochi Anwar, 1990 : 50).
Kebutuhan biaya pendidikan diperhitungkan dengan akurat dan matang,
sehingga akan dapat ditentukan jumlahnya ( besarnya), sumber biaya, pengalokasian, penggunaan sampai pada proses pertanggungjawabannya. Hal itu
dimulai dengan penyusunan rencana penerimaan dan penggunaan biaya secara akurat dan matang, sehingga akan tercipta prinsip efektif dan efisien. Kegiatan tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila Kepala Sekolahnya
berfungsi sebagai manajer yang memahami tugas dan fungsinya dalam melaksanakan manajemen sekolah. Seorang Kepala Sekolah hams menyusun rencana kerja tahunan serta kaitannya dengan kebutuhan biaya yang akan
menunjang terlaksananya rencana kerja tersebut. Bahkan dalam manajemen
modern dikemukakan bahwa ada 3 ciri yang tidak boleh dilupakan dalam
pengelolaan suatu lembaga, yaitu adanya perencanaan yang akurat, pelaksanaan yang tepat dan pengawasan yang ketat. Perencanaan sangat erat kaitannya dengan
penyiapan biaya untuk memenuhi serta terlaksananya program kerja, sebagaimana dikemukakan oleh Edgard L Morphet (1975) "Bahwa perencanaan dan dana akan
menjadi instmmen utama dalam pencapaian tujuan, ini tergantung pada kemampuan menggunakan kedua komponen tersebut secara kreatif dan efektif'.
Tetapi perlu diingat bahwa setiap unsur penunjang yang ada dalam proses pendidikan saling berkait sesamanya, supaya unsur itu berfungsi sebagaimana mestinya.
Keterpaduan,
kebersamaan dan rasa tanggungjawab bersama
mempakan suatu sarana yang baik untuk mencapai sasaran kegiatan kerja sekolah. Rencana anggaran yang biasa digunakan di sekolah adalah dengan sistem
penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) setiap
tahunnya. Hasil penyusunan RAPBS dapat menentukan jumlah biaya yang diperlukan, sumber biaya, perkiraan besar biaya yang diperoleh, rincian penggunaan biaya sampai pada cara pertanggungjawaban,
evaluasi dan
pengadministrasiannya. Karena itulah maka pengelolaan keuangan pendidikan hendaknya dilaksanakan oleh tenaga profesional yang memahami ketentuan serta cara-cara pengelolaan keuangan negara, supaya biaya sebagai salah satu faktor
penunjang bisa berdaya guna dan berhasil guna, serta dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
B. Identifikasi Masalah.
1) Dalam UU No. 2/89 dikemukakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional yaitu " untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan, maka untuk mewujudkannya hams melalui proses pendidikan yang baik".
Apabila dikaitkan dengan butir kebijakan Departemen Pendidikan yaitu
meningkatkan mutu pendidikan, nampaknya hal tersebut mempakan bagian yang tidak terpisahkan daripada tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana
dikemukakan di atas. Apalagi dengan kemajuan IPTEK dan era globalisasi dewasa ini, diharapkan Iulusan sekolah menengah khususnya SMK hams
benar-benar berkualitas. Hal ini dimaksudkan karena Iulusan SMK mempakan
produk penyiapan tenaga kerja kelas menengah yang diharapkan mampu mengimbangi pengaruh perkembangan IPTEK dan globalisasi tersebut.
Para Iulusan yang berkualitas mempakan SDM yang diharapkan mampu bersaing dengan tenaga kerja lain pada dunia usaha atau dunia industri.
Tetapi kenyataannya dewasa ini untuk mendapatkan atau menghasilkan
Iulusan belum efektif, kurangnya dukungan atas penyelenggaraan dan
pemeliharaan fasilitas dan sarana pendidikan SMK sebagai SDM yang
bermutu dan potensial masih sangat sulit. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah yang menjadi kendalanya antara lain keterbatasan kemampuan Kepala Sekolah dalam melaksanakan manajemen sekolah. Kiranya tidak salah
bahwa hasil evaluasi pelaksanaan pendidikan yang dilaporkan dalam (Buku II Repelita ke V : 1989) antara lain bahwa " Mutu pendidikan masih rendah, gum yang kurang profesional, manajemen sekolah yang belum efektif, kurangnya penyelenggaraan dalam pemeliharaan fasilitas dan sarana pendidikan".
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa kekurangmampuan melaksanakan
manajemen sekolah mempakan salah satu faktor yang dominan, bisa menggagalkan peningkatan kualitas Iulusan sebagai SDM.
2) Biaya penyelenggaraan pendidikan sampai saat ini masih mengandalkan
sumber utamanya dari Pemerintah yaitu melalui RAPBN ( Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) berbentuk anggaran mtin yang dituangkan dalam DIK (Daftar Isian Kegiatan). Jumlah biaya pendidikan yang disediakan
pemerintah memang belum memenuhi kebutuhan ideal yang diharapkan bahkan jumlahnya masih sangat kecil. Padahal untuk kelancaran proses pendidikan yang baik memerlukan dukungan biaya yang cukup besar agar dapat menghasilkan Iulusan yang bermutu sebagaimana diharapkan. Hal itu
sesuai dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa "Pendidikan yang bermutu membutuhkan biaya besar" (Tilaar, 1991 : 52).
Sebagai gambaran nyata tentang kecilnya biaya pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk penyelenggaraan pendidikan di SMK Negeri se Jawa Barat dapat digambarkan dalam tabel 1 sebagai berikut :
10
Tabel I.
Anggaran Rutin (DIK) SMK Jawa Barat (dalam ribuan) Juml ah
No.
biaya Per Kegiatan
Tahun
Belanja
Belanja
Belanja
Anggaran
Pegawai
Barang
Pemeliharaan
Jumlah
1.
1999/2000
32.127.330
6.238.197
325.446
38.780.967
2.
1998/1999
22.997.444
6.512.388
425.440
29.935.272
3.
1997/1998
22.787.883
6.267.188
637.339
29.692.410
4.
1996/1997
21.019.790
4.260.881
562.600
25.843.271
Ket
Biaya yang disediakan pemerintah untuk penyelenggaraan pendidikan di SMK
tersebut ternyata besarnya dari tiap tahun anggaran hampir sama walaupun ada kenaikan jumlahnya relatif kecil. Bahkan kalau dilihat komposisi alokasi dana
perkegiatan menunjukkan bahwa alokasi paling besar ialah untuk belanja pegawai (Gaji, tunjangan dan lembur), sedangkan untuk belanja barang sangat kecil kurang lebih 16% sampai dengan 20 %dan belanja pemeliharaan lebih kecil lagi berkisar kurang lebih 2 %).
Untuk menanggulangi kekurangan biaya pendidikan yang jumlahnya cukup besar itu, pemerintah berupaya mencari sumber lain yang memungkinkan antara lain dari masyarakat dan orang tua murid. Undang-undang No. 2/89
pasal 25 ayat 1 menyatakan bahwa "Pada dasarnya pendidikan mempakan
tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, pemerintah, yang berlaku juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan".
Menyimak pernyataan tersebut maka jelaslah bahwa penyelenggaraan pendidikan di Indonesia mempakan tanggungjawab bersama, baik dalam hal
pembinaan, pengawasan, suri tauladan, perbuatan, perkataan, perilaku
termasuk pembiayaannya. Tujuannya tidak lain supaya proses pendidikan di
sekolah yang bertanggungjawab adalah pihak sekolah termasuk gum, di mmah adalah tanggungjawab orang tua dan di lingkungan adalah
tanggungjawab masyarakat, sehingga anak didik jangan sampai kena pengaruh yang negatif
Sumber biaya yang berasal dari orang tua murid sebagai bentuk partisipasi mereka dalam membiayai pendidikan adalah bempa iuran SPP/DPP berdasarkan SK bersama Mendikbud RI No. 0681/K/1989 dan Menteri Keuangan RI No. 1191/KMK.03/1989 tanggal 23 Oktober 1989, dan iuran BP
3 berdasarkan SK Mendikbud No. 0293/U/1993 tanggal 5September 1993.
Dengan adanya sumber biaya pendidikan dari masyarakat/orang tua murid bempa iuran SPP/DPP dan iuran BP3 nampaknya cukup membantu sekolah
dalam menanggulangi kebutuhan biaya. Lebih jelasnya, penulis mencoba
memfokuskan penelitian pada salah satu sekolah yaitu SMK Negeri 2 Baleendah Kab. Bandung, yang menggambarkan tentang pembiayaan baik jumlah, sumber maupun penggunaan sampai pertanggungjawabannya. Untuk jelasnya gambaran pembiayaan pada SMK tersebut dapat dilihat pada tabel 2,
dimana dalam tabel itu mencerminkan kepada kita bahwa pembiayaan pendidikan mempakan tanggungjawab bersama pula antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Sebagai buktinya bahwa sumber biaya pendidikan yang tertuang dalam tabel 2 ini, adalah berasal dari pemerintah bempa DIK dan Proyek, dari orang tua/masyarakat bempa iuran SPP/DPP dan BP3.
12
Tabel 2
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) Tahun 1997/1998 No
Sumber Biaya
Jumlah
%
Keterangan
364.170.000
79,44
*) Biaya Pem
1.
Biaya Rutin (DIK)
2.
Biaya Pembangunan (OPF)*
16.650.000
3,63
bangunan (OPF)
Iuran SPP/DPP
10.068.000
2,20
tidak tiap tahun
Iuran BP3
67.484.000
14,73
4.
Jumlah
458.372.000
100
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sumber biaya dari masyarakat/orang tua murid bempa iuran SPP/DPP dan BP3 cukup besar konstribusinya dalam
membiayai pendidikan di SMKN 2Baleendah Kab. Bandung itu yaitu kurang lebih 16,93% dari jumlah keselumhan biaya yang diterima.
3) Tetapi pada tahun 1997 di Indonesia suatu musibah yang tidak terduga dan tidak diharapkan yaitu adanya resesi ekonomi dan keuangan menimpa masyarakat Indonesia. Akibatnya dirasakan oleh masyarakat banyak bempa masalah sosial yaitu banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) temtama
bagi kelas ekonomi menengah ke bawah, dikarenakan banyaknya pabrik dan
pemsahaan tempat mereka kerja mengalamai kebangkmtan. Dampak yang
lebih parah lagi adalah mereka yang kena PHK berada dalam golongan ekonomi lemah sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan perekonomian, biaya hidup, apalagi biaya menyekolahkan anaknya.
13
Pemerintah merasa khawatir akan terjadinya peningkatan angka putus
sekolah bagi anak usia sekolah termasuk murid SMK. Maka upaya yang dilakukan pemerintah untuk membendung banyaknya anak putus sekolah
akibat beratnya biaya pendidikan, akhirnya diambil kebijakan bempa pencabutan SKB Mendikbud dan Menkeu tentang peraturan SPP/DPP dengan
diterbitkannya SKB No. 183/K/1998 dan No. 352/KMK/03/1998 tanggal 2 Juh 1998. Ketentuan itu berlaku mulai tahun anggaran 1997/1998 sehin<™*a
selumh orang tua murid yang mempunyai anak masih sekolah di tingkat SLTP/SLTA dibebaskan dari kewajiban membayar iuran SPP/DPP. Dengan dicabutnya kewajiban membayar iuran SPP/DPP maka sumber
biaya pendidikan menjadi berkurang, sehingga jumlah penerimaan biaya pendidikan pun berkurang pula. Kenyataan ini dapat dilihat pada SMKN 2 Baleendah Kab. Bandung sebagaimana dituangkan dalam tabel 3.
Tabel 3
Penerimaan Biaya Pendidikan Setelah Pencabutan SPP/DPP Sumber Biaya
No 1.
Biaya Rutin
2.
Biaya Pembangunan (OPF)
->
4.
Jumlah
Ket.
364.170.000 16.650.000
SPP/DPP
SPP/DPP
dihapus
BP3
67.484.000 Jumlah
448.304.000
Sumber : RAPBS SMKN 2 Baleendah 1998/1999
14
Tabel di atas menunjukkan bahwa di SMKN 2 Baleendah Kab. Bandung jumlah penerimaan biaya pendidikan menjadi tumn karena iuran SPP/DPP
dicabut senilai Rp. 10.068.000 (2,20%), yang sebenarnya biaya tersebut sangat membantu dalam operasional sekolah.
Dari hasil analisis terhadap berbagai faktor di atas, membuktikan bahwa
pengelolaan biaya pendidikan di SMK Jawa Barat masih mengalami masalah yang mempakan kendala dalam pelaksanaan rencana kerja tahunannya. Salah
satu kendala yang sangat dirasakan yaitu belum bisa disusunnya program kerja dan rancangan anggaran pendidikan yang akurat karena terbatasnya serta tidak tetapnya sumber biaya.
C. Urgensi Masalah Penelitian
Proses pendidikan di sekolah melibatkan berbagai komponen, diantaranya: (1) Komponen kegiatan pendidikan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pendidikan; (2) Sumberdaya yang mencakup seperangkat prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh proses pendidikan; dan (3) Faktor lingkungan sosial,
politik, ekonomi, dan sebagainya. Keseluruhan komponen tersebut saling berinteraksi mengembangkan sistem dan tatanan bagi ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
Berfungsinya komponen-komponen proses pendidikan dalam mencapai tujuantujuan pendidikan sangat bergantung kepada kemampuan pembiayaan. Oleh
karena itu, aspek pembiayaan sering dipandang sebagai komponen dalam setiap perencanaan pendidikan, bahkan menurut Gaffar (1987) mempakan petunjuk *rt
/
15
bagi kelayakan rancangan. Sementara itu, kebijakan pemerintah dalam penganggaran pendidikan masih mencerminkan pandangan bahwa pendidikan
btikan mempakan prioritas investasi, sebagaimana terbukti dari kecilnya proporsi anggaran pendidikan dalam APBN dari tahun ke tahun.
Keterbatasan dana pendidikan, akan bisa menimbulkan masalah di
bidang pendidikan, misalnya mutu pendidikan menjadi rendah dan output pendidikan tidak relevan dengan
lapangan pekerjaan sehingga timbul
penganggaran temtama Iulusan Sekolah Menengah dan Pendidikan Tinggi. Pada
tingkat pelaksanaan proses pendidikan, keterbatasan dana dapat menimbulkan
masalah-masalah : (1) Keterbatasan jumlah tenaga pengajar yang mengakibatkan terbatasnya alternatif program dan pilihan program yang dapat ditawarkan; dan
(2) keterbatasan dalam penggantian sarana dan prasarana pendidikan yang penting untuk dapat menunjang kurikulum. D. Rumusan Masalah.
Memperhatikan latar belakang masalah dan hasil analisis permasalahan
yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini dibatasi dan difokuskan pada penganggaran sekolah serta upaya memberdayakan orang tua murid dalam
berpartisipasi membiayai sekolah pada SMKN 2 Baleendah Kab. Bandung. Pokok masalah yang ingin dikaji melalui penelitian ini, penulis mmuskan
dalam pertanyaan : Seberapa jauh kemampuan manajerial pembiayaan pendidikan oleh sekolah sehubungan dengan dicabutnya biaya bersumber dari SPP/DPP 9
Spesifikasi atas pokok masalah penelitian ini diuraikan dalam serangkaian pertanyaan penelitian berikut ini.
1. Bagaimana proporsi penerimaan biaya pendidikan berdasarkan sumber-sumber di luar SPP/DPP ?
2. Bagaimanakah akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan pembiayaan pendidikan oleh sekolah ?
3. Bagaimanakah kondisi kinerja sistem pendidikan di sekolah sehubungan dengan pembiayaan pendidikan yang tersedia ? E. Tujuan Penelitian
Penelitian ditujukan untuk memperoleh gambaran empirik mengenai
kemampuan sekolah dalam meningkatkan peranserta masyarakat dalam membiayai pendidikan setelah diberlakukannya kebijakan pencabutan SPP/DPP.
Selain itu, dimaksudkan pula untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi
akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan biaya pendidikan, serta pengamh langsung pencabutan SPP/DPP terhadap kinerja sistem pendidikan di sekolah.
Dalam hubungan itu, kepedulian masyarakat terhadap pendidikan di
sekolah menjadi penting untuk dibina. Zamroni (2000) memandang kepedulian masyarakat itu sebagai salah satu aspek dari dimensi kontekstual dalam reformasi
pendidikan. Matriks reformasi pendidikan pada dimensi kontekstual yang dikedepankan Zamroni, merinci : (1) Kondisi Sekolah (masa kini) terpisah dari masyarakatnya, dukungan masyarakat rendah; (2) Esensi reformasi untuk ini
adalah mengembangkan iklim hubungan sekolah dan masyarakat yang kuat sehingga sekolah memiliki basis dan menyatu dengan masyarakat sekitar; (3)
Faktor penghambatnya antara lain, masih besarnya rasa ketidak percayaan masyarakat mengenai penggunaan fasilitas sekolah, dan masyarakat tidak melihat
sekolah sebagai bagian dari mereka; (4) Program aksi yang hams dilakukan
17
adalah memberikan kesempatan partisipatif yang seluas-luasnya kepada orang tua siswa dan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kesempatan mereka. Dari segi ketersediaan dana pendidikan, peningkatan mutu pendidikan
mengandung arti peningkatan dan pendayagunaan biaya pendidikan yang diarahkan kepada keseluruhan komponen proses pendidikan, terutama komponen yang mendukung langsung atas perbaikan mutu hasil pendidikan. Sekolah yang pendanaannya sangat bergantung kepada sumber-sumber dan dalam jumlah yang terbatas, akan mengalami kendala dalam ikhtiar meningkatkan mutu proses dan mutu hasil pendidikannya. Selain itu, sekolah pun hams dapat menyiasati pendayagunaan pembiayaan pendidikan sehubungan dengan diberlakukannya kebijakan penghapusan SPP/DPP.
Dalam kondisi demikian, peningkatan partisipasi masyarakat (orang tua siswa) dalam pemberdayaan pembiayaan pendidikan melalui BP3 dirasakan
penting eksistensi dan peranannya. Masalah yang cukup penting untuk ditelaah
melalui penelitian ini ialah kemampuan sekolah dalam meningkatkan peran serta masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan.
Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah :
1) Untuk mendapatkan gambaran dan mendeskripsikan proporsi penerimaan biaya pendidikan berdasarkan sumber-sumber penerimaan diluar SPP/DPP; 2) Untuk mendapatkan gambaran dan mendeskripsikan akuntabilitas dan efisiensi pengeiolaan pembiayaan pendidikan oleh sekolah;
3) Untuk mendapatkan gambaran dan mendeskripsikan kondisi kinerja sistem pendidikan disekolah sehubungan dengan pembiayaan pendidikan yang tersedia.
F. Kegunaan Penelitian
Secara garis besarnya bahwa penelitian ini mempunyai makna atau kegunaan secara teoritis dan praktis. a. Kegunaan Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menilai atau menguji kebenaran dari teori, aturan atau ketentuan yang berkaitan dengan rencana dan program kerja
sekolah, khususnya menyangkut rancangan biaya pendidikan. Ketentuan yang dimaksudkan adalah menyangkut sistem pengelolaan keuangan negara, sumber biaya, pengalokasian, penggunaan sampai pertanggungjawaban. b. Kegunaan Secara Praktis
Hasil penelitian diharapkan ada manfaat, guna serta konstribusinya bagi : 1) Pemerintah
sebagai
masukan
untuk
penyempurnaan
peraturan
yang
menyangkut pengelolaan keuangan;
2) Sekolah, mempakan masukan dan bantuan bagi para Kepala Sekolah, agar mereka dapat melaksanakan manajemen sekolah dengan baik sesuai perannya sebagai manajer, administrator maupun supervisor;
3) Bagi orang tua murid, diharapkan agar jadi masukan supaya mereka menyadari akan tugas dan fungsinya dalam
membantu
melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan pendidikan sesuai isi UU No. 2/89;
4) Peneliti lain, untuk dijadikan bahan bandingan dan penyempurnaan penelitian lebih lanjut dalam permasalahan yang sama.
19
G. Paradigma Penelitian
Undang-undang Dasar 1945 maupun Undang-undang no. 2/89 menggariskan bahwa penyelenggaraan pendidikan mempakan tanggungjawab
bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ini artinya bahwa
pendidikan tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah saja, akan tetapi hams dilaksanakan secara bersama-sama baik menyangkut pengadaan sarana/prasarana unsur penunjang maupun perhatian terhadap anak didik selama di sekolah maupun di luar sekolah. Karena itu maka pendidikan memerlukan
kerjasama yang baik, antara orang tua, masyarakat dan pemerintah, supaya bisa menghasilkan atau mencapai tujuan yang telah digariskan.
Oleh sebab itu maka salah satu faktor yang sangat menentukan dari
kelancaran proses pendidikan adalah tersedianya biaya yang memadai baik
berasal dari pemerintah, orang tua, maupun masyarakat serta sumber lainnya. Khusus pada SMK masalah biaya pendidikan dewasa ini sangat memprihatinkan
karena ada sumber biaya yang dicabut oleh pemerintah akibat adanya resesi
ekonomi sumber biaya yang dimaksudkan berasal dari orang tua murid bempa iuran SPP/DPP.
Berkaitan dengan itu sekolah hams berupaya mencari jalan pemecahannya
bempa peningkatan pemberdayaan orang tua murid dalam ikut membiayai pendidikan. Lebih jelasnya hal tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema proses (gambar 1).
20
Gambar 1
Proses Penyelenggaraan Pendidikan
INPUT
I'ROSES
fe
w
(Murid )
( PBM )
OUTPUT P
(Lulusan)
ik
Pc
1. Sarana/ Prasarana
2. Tenaga (SDM)
nunjang
3. Biava
4.Kurikulum
a. Orang tua -SPPDPP -BP3
h. Masyarakat - Pajak -Hihah c. Pemerintah - Rutin
- Pemhangunan
Khusus mengenai faktor biaya pendidikan sebelum pencabutan SPP/DPP
jumlah biaya pendidikan SMK Negeri 2 Baleendah Kab. Bandung yang diterima dari sumber tersebut ± Rp. 458. 372.000,00; (lihat tabel 2). Tetapi pencabutan
setelah
SPP/DPP maka jumlah penerimaan biaya pendidikan hanya
± Rp. 448.304.000,00; (lihat tabel 3).
Perkiraan penerimaan dana yang berasal dari pemerintah bempa anggaran mtin proyek maupun yang bersumber dari orang tua/masyarakat bempa SPP/DPP dan BP3 dituangkan dalam suatu rencana tahunan penerimaan anggaran sekolah
melalui sistem RAPBS ( Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah).
Untuk lebih jelasnya prosedur penganggaran, pelaksanaan sampai kegiatan pertanggungjawabannya (akuntabilitasnya) dapat dituangkan dalam gambar 2 sebagai berikut :
21
Gambar 2
Penerimaan \ 1 SPP/DPP, ar j I—> RAPBS Sekolah + BP3
Bupati/ Walikota
*£Kandep 10
[Kinerja Sekolah
ISekolal
Kanin
J 11
12
/akun\ tabili
vtasy Pelaksanaan APBS
^
r
^6
Diknas Kanwil
Rapat i\nggota
Depdiknas
BP j
Dari gambar tersebut terlihat adanya ams biaya dari sumber-sumbernya dan
bagaimana dipertanggungjawabkan oleh sekolah (akuntabilitasnya) dan
bagaimana pula kinerja sekolah dengan anggaran yang telah mendapat persetujuan. Posisi penelitian ada pada proporsi prioritas biaya dalam sumber
SPP/DPP dan bagaimana akuntabilitas dan kinerja sekolah dengan penggunaan biaya yang ada.