Kemampuan Anak Usia 7—9 Tahun dalam Memahami dan Menceritakan Kembali Narasi Regina Kunthi Rosary dan B. Kushartanti Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas kemampuan anak usia 7—9 tahun dalam memahami dan menceritakan kembali narasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan mereka dalam memahami dan menceritakan kembali narasi melalui tulisan. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 30 anak yang terdiri atas 19 anak perempuan dan 11 anak laki-laki. Mereka dibagi ke dalam tiga kelompok usia, yakni kelompok usia 7 tahun, kelompok usia 8 tahun, dan kelompok usia 9 tahun. Dalam penelitian ini, anak-anak diminta mendengarkan sebuah cerita—yang terdiri atas satu tokoh utama dan dua tokoh bawahan, serta latar dan lima peristiwa—yang dibacakan oleh penulis, dan kemudian diminta pula untuk menuliskannya kembali. Unsur-unsur dalam tulisan anak-anak tersebut kemudian dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin matang usia anak, semakin mampu pula mereka untuk menyebutkan tokoh, latar, dan peristiwa, serta mengurutkan peristiwa.
The Ability of 7—9 Years Old Children in Understanding and Retelling Narrative Abstract This study examines 7—9 years old children’s ability to understand and retell narrative. The purpose of this study is to describe their ability in understanding and retelling narrative which is examined from their writing. Thirty children, 19 girls and 11 boys participate in this study. They are sorted into three age groups, namely, seven-year-old group, eight-year-old group, and nine-year-old group. In this study, children have to listen a story—consisting of one main character and two supporting ones with a setting and five events—read by the researcher, and to write it down afterward. The elements of children’s written story are analyzed. It is found that the older the children, the more competent they are to mention the characters, settings, events and sequences of events. Keywords: cognitive abilities of children; narrative; psycholinguistics
Pendahuluan Bahasa, menurut Field (2004: 213—214), merupakan bagian dari aspek kognitif dan proses persepsi. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan berbahasa seseorang berkaitan dengan proses kognitif yang dialami. Proses kognitif merupakan proses memperoleh pengetahuan di dalam kehidupan yang diperoleh melalui pengalaman (Darmojuwono dan Kushartanti, 2005: 15). Sementara itu, perkembangan kognitif manusia, menurut Piaget (seperti dikutip dalam Field, 2004: 213—214), terdiri atas empat tahap, yakni 1
Universitas Indonesia
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
2
tahap sensori motor (usia 0—2 tahun), tahap praoperasi (usia 2—6 tahun), tahap operasi konkret (usia 7—11 tahun), dan tahap operasi formal (usia 11—15 tahun). Terkait dengan proses kognitif, terdapat empat tahap dalam berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (Dardjowidjojo, 2008: 299). Mendengarkan dan berbicara berkaitan dengan bahasa lisan dan merupakan tahapan yang terjadi pada anakanak, kecuali jika anak tersebut memiliki indra pendengaran atau organ mulut yang tidak berfungsi dengan baik. Sementara itu, dua tahapan berikutnya, yakni membaca dan menulis, berkaitan dengan bahasa tulis. Dua tahap pertama dalam berbahasa, yakni mendengarkan dan berbicara, berkaitan dengan ujaran. Ujaran, menurut Dardjowidjojo (2008: 49), merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain. Ujaran yang diterima oleh manusia, dalam tahap atau proses mendengarkan, kemudian akan dipersepsi dan dipahami. Penelitian ini berkaitan dengan hal mempersepsi dan memahami ujaran tersebut. Dalam penelitian ini, partisipan akan melalui proses mendengarkan ujaran berupa narasi. Untuk mendeskripsikan sejauh mana partisipan dapat mempersepsi dan memahami ujaran, penulis meminta mereka untuk menceritakan kembali cerita tersebut melalui tulisan. Bagaimana data dihasilkan dari suatu proses yang melibatkan bahasa lisan (yang berkaitan dengan proses mendengarkan) dan bahasa tulis (yang berkaitan dengan proses menulis) akan menjadi hal yang membedakan penelitian ini dengan sebagian besar penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Partisipan dalam penelitian ini adalah anak-anak yang berusia 7—9 tahun. Anak-anak tersebut tengah berada pada salah satu tahap dalam perkembangan kognitif anak menurut Piaget (Field, 2004: 213—214), yaitu tahap operasi konkret. Mereka dinilai telah mampu menerima dan menanggapi ide-ide yang datang dari luar dirinya (Field, 2004: 214). Anakanak tersebut pun pada umumnya telah mampu menulis. Sejauh mana kemampuan anak usia 7—9 tahun dalam memahami dan menceritakan (menuliskan) kembali sebuah narasi? Hal tersebut merupakan rumusan masalah atau pertanyaan dalam penelitian ini. Sesuai dengan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan anak usia 7—9 tahun dalam memahami dan menceritakan (menuliskan) kembali sebuah narasi. Di dalam penelitian ini, yang akan dilihat dan perlu
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
3
digarisbawahi adalah bagaimana anak-anak menuliskan kembali cerita yang dibacakan kepada mereka dengan spontan atau segera. Tinjauan Teoretis Berdasarkan tujuan penelitian, tentu diperlukan teori-teori untuk mendukung penelitian ini. Teori pertama adalah teori mengenai tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Jean Piaget (dalam Field, 2004). Teori dua adalah teori mengenai narasi. Sementara itu, teori ketiga adalah teori mengenai proposisi. Berikut ini adalah pemaparan lebih lanjut mengenai ketiga teori tersebut. a. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget (seperti dikutip dalam Field, 2004: 213—214), perkembangan kognitif anak terdiri atas empat tahap. Dalam tahap-tahap tersebut terdapat perkembangan kemampuan penguasaan linguistik. Empat tahap perkembangan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Tahap Sensori Motor (usia 0—2 tahun) Anak telah mampu mengenal suatu objek secara permanen (Field, 2004: 213—214). Anak pun dapat mengenal suatu objek meski objek tersebut sedang tidak dilihat olehnya. 2. Tahap Praoperasional (usia 2—6 tahun) Perilaku anak pada tahap ini mencerminkan pemikiran egosentris dalam dirinya (Field, 2004: 213—214). Anak belum mampu mengidentifikasi sesuatu melalui pandangan orang lain dan gemar untuk mengekspresikan ide-idenya sendiri tanpa menanggapi ide ataupun pendapat orang lain. 3. Tahap Operasional Kongkret (usia 7—11 tahun) Anak, pada tahap ini, belajar untuk menerima dan menanggapi ide-ide yang datang dari luar dirinya (Field, 2004: 213—214). Terdapat beberapa karakteristik anak yang berada dalam tahap operasional konkret ini (Berk, 1994: 243). Anak telah mampu memahami bahwa karakteristik suatu benda tetap sama, bahkan ketika penampilan luarnya berbeda. Anak juga telah mampu mengkoordinasi beberapa ciri penting dari suatu hal dengan lebih baik daripada hanya memusatkan pada satu persepsi yang dominan. Ia pun mampu memikirkan langkah-langkah dalam suatu masalah dan mengulangnya kembali dari awal. Di samping itu, ia juga telah mampu dipandu oleh keseluruhan rencana ketika mengatur benda-benda dalam suatu rangkaian.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
4
4. Tahap Operasional Formal (usia 11—15 tahun) Seorang anak mulai beranjak remaja pada tahap ini. Ia mulai mampu melakukan penalaran abstrak (Field, 2004: 213—214). Ia mulai belajar membangun struktur argumennya sendiri serta mulai terlibat secara mental maupun verbal dalam suatu pemecahan masalah. b. Narasi Menurut Ismail Marahimin (2005: 96), narasi merupakan cerita yang didasarkan pada urutan serangkaian kejadian atau peristiwa. Peristiwa dalam cerita mengandung satu atau lebih tokoh yang mengalami suatu atau beberapa konflik. Kejadian atau peristiwa, tokoh, dan konflik merupakan unsur pokok sebuah narasi. Ketiga unsur tersebut, jika digabungkan, dapat disebut dengan alur. Berdasarkan hal itu, narasi adalah cerita yang mengandung alur. Selain itu, dalam narasi juga terdapat latar. Pada umumnya, latar yang terdapat dalam sebuah cerita meliputi latar tempat dan latar waktu. Sementara itu, menurut Panuti Sudjiman (1992: 11), cerita rekaan merupakan jenis karya sastra yang memiliki ragam prosa. Selain itu, Sudjiman (1992: 11), mengutip Culler, menyatakan bahwa, apabila cerita rekaan diibaratkan sebagai sebuah sistem, subsistemnya yang terpenting adalah alur, tema, dan tokoh. c. Proposisi Proposisi (Renkema, 2004: 87) dapat dideskripsikan sebagai suatu makna kalimat yang sederhana (simple) dan tegas (assertive). Proposisi sebagai suatu makna kalimat yang sederhana (simple) berarti bahwa sebuah kalimat dapat mengandung beberapa proposisi. Sementara itu, proposisi sebagai suatu makna kalimat yang tegas (assertive) menandakan bahwa apakah kalimat tersebut adalah suatu pertanyaan, keinginan, seruan, atau yang lainnya menjadi tidak relevan. Kalimat What a pity that the poor boy can’t cope with the horrible truth! memiliki empat proposisi di dalamnya (Renkema, 2004: 87). Proposisi dari kalimat tersebut adalah It is a pity that the poor boy can’t cope with the horrible truth, The boy can’t cope with the truth, The boy is poor, dan The truth is horrible. Seperti yang terdapat pada contoh tersebut (Renkema, 2004: 88), terdapat beberapa hal yang diabaikan dalam analisis proposisi, yaitu situasi ketika kalimat tersebut diujarkan serta bagaimana penulis atau pengujar merangkai kalimat dalam bentuk yang berbeda.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
5
Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis melakukan tahap-tahap tertentu untuk mencapai tujuan dan hasil yang optimal. Pada tahap pertama, penulis membuat instrumen penelitian berupa cerita singkat yang sederhana. Cerita yang telah dibuat kemudian diuji coba. Hasil dari uji coba pun menjadi pertimbangan untuk perbaikan cerita tersebut. Pada tahap kedua, penulis memilih dan mengumpulkan partisipan. Partisipan diperoleh di empat tempat yang berbeda, yakni di Panti Asuhan Vincentius Putri (sebanyak 15 anak), di Sepanjang Jaya, Bekasi (sebanyak 4 anak), di Kukusan, Depok (sebanyak 1 anak), dan di Sekolah Dasar Islam Al-Ikhwan (sebanyak 10 anak). Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 30 anak yang terdiri atas 19 perempuan dan 11 laki-laki. Pada tahap ketiga, penulis mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan dengan membacakan cerita singkat yang sederhana kepada partisipan sebanyak satu kali. Kemudian partisipan pun diminta menceritakan kembali cerita yang sudah mereka dengar dalam bentuk tulisan. Pengambilan data dilakukan kepada maksimal lima anak dalam satu waktu. Pada tahap keempat, penulis menyalin dan mengklasifikasi data. Penulis menyalin keseluruhan data dengan huruf kecil. Di samping itu, penggunaan pungtuasi dan ejaan ditulis apa adanya. Pengklasifikasian data dilakukan dengan memberikan kode, yang memuat usia dan jenis kelamin masing-masing partisipan, pada data-data tersebut. Pada tahap kelima, penulis menyusun landasan teori. Terdapat beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini. Sementara itu, pada tahap yang terakhir, penulis menganalisis data menggunakan landasan teori yang pada tahap sebelumnya telah disusun. Setelah itu, penulis pun membuat kesimpulan beserta saran berdasarkan hasil analisis. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang telah dilakukan disajikan dalam bentuk tabel. Bentuk tabel ini diharapkan akan menjadi lebih mudah untuk dipahami. Berikut ini adalah tabel-tabel yang berisi hasil penelitian.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
6
Tabel 1 Penyebutan Tokoh oleh Anak Usia 7—9 Tahun No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Usia
7 tahun
8 tahun
9 tahun
Kode Partisipan AP1 AP2 AP3 AP4 AP5 AP6 AL1 AL2 BP1 BP2 BP3 BP4 BP5 BP6 BP7 BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 CP1 CP2 CP3 CP4 CP5 CP6 CL1 CL2
Tokoh Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala Lala
Tokoh Jojo Jojon Jojo Jojo Jojo Jojo Jojo Jojo Jojo Tino Jojon Jojo Jedo Jojo Jojo Jojo Jojo Jojo Jojo Jojo Jojo temannya Jojo temannya Jojo Jojo Jojo Jojo
Tokoh Ibu orang tua(nya) ibu orang tua ibu ayah(nya) ibu ibu(nya) orang tua(nya) orang tua(nya) orang tua ibu(nya) ayah dan ibu (nya) orang tua(nya) ayah dan ibu(nya) ibu -
Tabel 1 memuat hasil analisis kemampuan partisipan dalam memahami dan menceritakan kembali narasi berdasarkan penyebutan tokoh. Kolom pertama berisi nomor. Kolom kedua berisi usia partisipan. Kolom ketiga berisi kode partisipan. Sementara itu, kolom kempat, kelima, dan keenam berisi penyebutan tokoh, yakni Lala, Jojo, dan Ibu, oleh partisipan.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
7
Tabel 2 Penyebutan Latar oleh Anak Usia 7—9 Tahun No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Usia
7 tahun
8 tahun
9 tahun
Kode Partisipan AP1 AP2 AP3 AP4 AP5 AP6 AL1 AL2 BP1 BP2 BP3 BP4 BP5 BP6 BP7 BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 CP1 CP2 CP3 CP4 CP5 CP6 CL1 CL2
Latar Waktu pada suatu pagi pada suatu hari pada suatu hari pada suatu hari pada suatu hari pada suatu hari pagi hari pada suatu hari pada suatu hari pada suatu pagi pada suatu hari pada suatu hari pada suatu hari pada suatu pagi pada suatu pagi pada suatu hari pada suatu hari pada suatu hari pada suatu hari suatu pagi pada suatu pagi pada suatu pagi pada suatu hari pada suatu hari pada suatu hari pada suatu hari pada suatu pagi
Latar Tempat di teras rumah di tengah perjalanan di teras rumah di teras di jalan di teras rumah di jalan di depan teras di teras di terat rumah di tengah jalan di perjalan di perjalanan diajala di jalan di perjalanan dedepan teras di perjalanan di teras di tengah jalan -
Tabel 2 memuat hasil analisis kemampuan partisipan dalam memahami dan menceritakan kembali narasi berdasarkan penyebutan latar. Kolom pertama berisi nomor. Kolom kedua berisi usia partisipan. Kolom ketiga berisi kode partisipan. Sementara itu, kolom kempat, kelima, dan keenam berisi penyebutan latar, yakni latar tempat pada suatu pagi, serta latar waktu di teras rumah dan di tengah perjalanan, oleh partisipan.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
8
Tabel 3 Penyebutan Peristiwa-peristiwa oleh Anak Usia 7—9 Tahun No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Usia
7 tahun
8 tahun
9 tahun
Kode Partisipan
AP1 AP2 AP3 AP4 AP5 AP6 AL1 AL2 BP1 BP2 BP3 BP4 BP5 BP6 BP7 BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 CP1 CP2 CP3 CP4 CP5 CP6 CL1 CL2
1 UPa1
2 UPb1
UPa2
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √ √
3 UPb2
√ √ √ √ √ √
UPa3
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √
√
√
√ √ √ √ √ √
√ √ √
√
√
UPc3
UPd3
4 UP4
5 UPa5
UPb5
√ √
√
√ √ √ √
√ √
√ √ √
√
UPb3
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √ √
√ √
√
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√
√
Tabel 3 tersebut memuat hasil analisis kemampuan partisipan dalam memahami dan menceritakan kembali narasi berdasarkan penyebutan peristiwa. Kolom pertama berisi nomor. Kolom kedua berisi usia partisipan. Kolom ketiga berisi kode partisipan. Sementara itu, kolom kempat dan seterusnya berisi penyebutan peristiwa yang terdiri atas uraian peristiwa.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
9
Tabel 4 Pengurutan Peristiwa oleh Anak Usia 7—9 Tahun No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Usia
7 tahun
8 tahun
9 tahun
Kode Partisipan AP1 AP2 AP3 AP4 AP5 AP6 AL1 AL2 BP1 BP2 BP3 BP4 BP5 BP6 BP7 BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 CP1 CP2 CP3 CP4 CP5 CP6 CL1 CL2
Urutan Peristiwa 2-3-2-5 2-3-5 2 2-3 2-3 1-2-3-5 1-2-3-5 2-5 1-3-5 1-2 2-3-5 2-3-5 1-2 2-3-5 2-3 1-2-3-5 2 1-2-3-4 2-3-5 1-2-3-4-5 1-2-3-4-5 1-2-3-5 2-3-4-5 1-2-3-5 1-2-3-5 1-2-3 2-3-4-5 1-2-3-4-5 2-3-5 2-3-4
Tabel 4 tersebut memuat hasil analisis kemampuan partisipan dalam memahami dan menceritakan kembali narasi berdasarkan pengurutan peristiwa. Kolom pertama berisi nomor. Kolom kedua berisi usia partisipan. Kolom ketiga berisi kode partisipan. Sementara itu, kolom kempat berisi urutan peristiwa dalam cerita yang ditulis oleh partisipan.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
10
Pembahasan Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan anak usia 7—9 tahun dalam memahami dan menceritakan kembali sebuah narasi. Pemahaman yang dihasilkan oleh partisipan dituangkan dalam bentuk tulisan. Tulisan yang dihasilkan oleh anak-anak tersebut merupakan data dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, kemampuan partisipan dalam memahami dan menceritakan kembali narasi pun dilihat berdasarkan sejauh mana mereka dapat menyebutkan unsur-unsur narasi, yakni tokoh, latar, peristiwa, dan urutan peristiwa. Cerita
berkisah mengenai seseorang atau beberapa orang (Sudjiman, 1992: 16).
Seseorang atau beberapa orang yang dikisahkan dalam cerita disebut tokoh. Tokoh dapat pula memiliki arti individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1992: 16). Dalam cerita yang digunakan sebagai intrumen penelitan, terdapat tiga tokoh, yakni Lala, Jojo, dan Ibu. Lala merupakan tokoh utama dalam cerita. Sementara itu, tokoh Jojo dan Ibu merupakan tokoh bawahan. Tokoh bawahan, menurut Grimes (dalam Sudjiman, 1992: 19), merupakan tokoh yang kedudukannya tidak sentral dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan berdasarkan penyebutan tokoh, diketahui bahwa seluruh partisipan mampu memahami dan menyebutkan kembali tokoh Lala dengan benar. Di samping itu, hampir semua (sebanyak 27 partisipan, yang terdiri atas 7 anak usia 7 tahun, 12 anak usia 8 tahun, dan 8 anak usia 9 tahun) mampu menyebutkan tokoh Jojo, walaupun 6 anak tidak menyebutkan namanya atau tidak menyebutkan namanya dengan benar. Sementara itu, hampir sebagian (sebanyak 14 partisipan, yang terdiri atas 2 anak usia 7 tahun, 8 anak usia 8 tahun, dan 4 anak usia 9 tahun) mampu menceritakan tokoh Ibu, meskipun 9 anak menyebutnya sebagai orang tua, ayah dan ibu, atau ibu ayah. Hasil analisis tersebut dapat dikaitkan dengan teori mengenai penerimaan ujaran dalam proses mendengarkan menurut Field (2004: 163—164). Terdapat partisipan yang tidak menyebutkan tokoh Jojo dan Ibu. Partisipan harus mempertahankan ujaran yang didengar dengan keterbatasan memori kerja dan dalam waktu yang relatif singkat. Hal itu menjadi salah satu penyebab mereka tidak mengingat atau menceritakan kembali tokoh Jojo atau Ibu. Selain itu, terdapat anak-anak yang mengingat tetapi tidak menyebutkan tokoh Jojo maupun Ibu dengan benar. Para partisipan tersebut mengingat dan menceritakan kembali cerita yang telah didengar tanpa memeriksa kembali kebenarannya. Meskipun demikian, mereka mampu menggunakan kata-kata lain yang maknanya serupa untuk mempertahankan
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
11
gagasan yang telah didengar. Oleh karena itu, muncullah nama Jojon, Jedo, dan Tino, serta sebutan temannya dalam data untuk menggantikan penyebutan tokoh Jojo dan sebutan orang tua untuk menggantikan penyebutan tokoh Ibu. Selain akibat hal tersebut, kemunculan nama Jojon, Jedo, dan Tino dalam data juga diduga dipengaruhi oleh hal lain. Dalam menerima pemahaman akan suatu informasi yang terkandung dalam ujaran, partisipan berpeluang mendapatkan informasi yang ambigu atau kurang tepat. Penyebutan nama tokoh Jojo yang tidak tepat dapat terjadi akibat ketidakjelasan penulis dalam mengujarkan cerita kepada anak-anak tersebut. Di samping itu, terpecahnya perhatian mereka ketika mendengarkan cerita juga diduga menyebabkan adanya partisipan yang menyebutkan tokoh dengan tidak tepat atau bahkan tidak menyebutkannya. Peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang waktu tertentu dan pada suatu tempat tertentu (Sudjiman, 1992: 44). Segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu cerita membangun latar cerita tersebut (Sudjiman, 1992: 44). Terdapat beberapa latar dalam cerita yang menjadi instrumen penelitian, yakni pada suatu pagi (latar waktu) serta di teras rumah dan di tengah perjalanan (latar tempat). Hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan penyebutan latar menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan (sebanyak 28 dari 30 anak) belum mampu menceritakan atau menyebutkan kembali seluruh latar yang terdapat dalam sebuah cerita dengan tepat. Hanya terdapat 8 partisipan, yang terdiri atas 1 anak usia 7 tahun, 4 anak usia 8 tahun, dan 3 anak usia 9 tahun, yang mampu menyebutkan latar waktu pada suatu pagi. Di samping itu, terdapat 8 partisipan, yang terdiri atas 2 anak usia 7 tahun, 4 anak usia 8 tahun, dan 2 anak usia 9 tahun, yang mampu menyebutkan latar tempat di teras rumah. Sementara itu, terdapat 10 partisipan, yang terdiri atas 1 anak usia 7 tahun, 5 anak usia 8 tahun, dan 4 anak usia 9 tahun, yang mampu menyebutkan latar tempat di tengah perjalanan. Cerita didasarkan pada urutan suatu (atau serangkaian) peristiwa. Dalam cerita yang menjadi instrumen penelitian, terdapat beberapa peristiwa dalam cerita yang diuraikan dalam 5 kalimat. Untuk mencapai hasil yang terbaik, pembahasan tidak terbatas pada apakah partisipan menyebutkan kelima kalimat dalam cerita, tetapi juga mencakup apakah partisipan menyebutkan uraian peristiwa dalam cerita. Setiap kalimat dalam cerita pun diuraikan melalui proposisi yang terkandung di dalamnya. Berikut ini adalah uraian peristiwa yang terdapat dalam setiap kalimat.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
12
1. Uraian kalimat
: Pada suatu pagi, di teras rumah, seorang anak bernama Lala berpamitan kepada ibunya untuk pergi ke sekolah.
Uraian peristiwa : a. Lala berpamitan kepada ibunya. b. Lala berpamitan untuk pergi ke sekolah. 2. Uraian kalimat
: Setelah itu, ia pun berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda.
Uraian peristiwa : a. Lala berangkat ke sekolah. b. Lala mengendarai sepeda. 3. Uraian kalimat
: Di tengah perjalanan, Lala bertemu teman sekolahnya, Jojo, yang berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki.
Uraian peristiwa : a. Lala bertemu teman sekolahnya. b. Teman Lala bernama Jojo. c. Jojo berjalan kaki. d. Jojo berangkat ke sekolah. 4. Uraian kalimat
: Lala pun mengajak Jojo memboncengnya.
Uraian peristiwa : a. Lala mengajak Jojo memboncengnya. 5. Uraian kalimat
: Akhirnya, mereka pergi ke sekolah bersama-sama dengan hati gembira.
Uraian peristiwa : a. Lala dan Jojo berangkat ke sekolah bersama-sama. b. Hati mereka gembira. Hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan penyebutan peristiwa menunjukkan bahwa kemampuan anak usia 9 tahun dalam memahami dan menyebutkan kembali peristiwaperistiwa dalam cerita lebih baik daripada anak usia 7 maupun 8 tahun. Anak usia 9 tahun telah mampu menulis, sedikitnya, 3 dari 5 peristiwa dalam cerita, sementara masih terdapat anak usia 7 maupun 8 tahun yang hanya menulis 1 atau 2 peristiwa. Rincian dari hal ini adalah sebagai berikut. Sebanyak 2 partisipan, yakni seorang anak berusia 7 tahun dan seorang lainnya berusia 8 tahun, hanya mampu menyebutkan satu peristiwa saja. Sebanyak 6 partisipan, yakni 3 anak berusia 7 tahun dan 3 anak berusia 8 tahun mampu menyebutkan dua peristiwa. Sebanyak 10 partisipan, yakni 2 anak berusia 7 tahun, 5 anak berusia 8 tahun, dan 3
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
13
anak berusia 9 tahun, mampu menyebutkan tiga peristiwa. Sebanyak 9 partisipan, yakni 2 anak berusia 7 tahun, 3 anak berusia 8 tahun, dan 4 anak berusia 9 tahun, mampu menyebutkan empat peristiwa. Sementara itu, sebanyak 3 partisipan, yakni 2 anak berusia 8 tahun dan seorang anak berusia 9 tahun, mampu menyebutkan seluruh peristiwa yang terdapat dalam cerita yang menjadi instrumen penelitian. Sebanyak 14 anak mampu menyebutkan peristiwa 1. Hampir seluruh partisipan, yakni sebanyak 29 dari 30 anak, mampu menyebutkan peristiwa 2. Di samping itu, sebanyak 27 anak mampu menyebutkan peristiwa 3. Hanya terdapat 7 anak yang mampu menyebutkan peristiwa 4. Akan tetapi, mereka dianggap memahami peristiwa dalam kalimat keempat, meski tidak menyebutkannya, jika mereka menceritakan peristiwa 5. Sementara itu, sebanyak 20 anak mampu menyebutkan peristiwa 5. Para partisipan pun memiliki kreativitas masing-masing dalam menceritakan kembali peristiwa-peristiwa tersebut. Mereka tentunya menggunakan diksi dan susunan kata atau tata kalimat yang berbeda. Selain itu, beberapa dari mereka juga menambahkan peristiwaperistiwa yang dikarangnya sendiri. Di dalam sebuah cerita rekaan (Sudjiman, 1992: 29), berbagai peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Urutan tersebut membangun tulang punggung cerita, yaitu alur. Peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam cerita disusun menurut urutan waktu terjadinya, seperti dalam cerita yang menjadi instrumen penelitian ini. Urutan peristiwa yang terdapat dalam cerita yang dibahas dalam bagian ini adalah sebagai berikut. 1. Pada suatu pagi, di teras rumah, seorang anak bernama Lala berpamitan kepada ibunya untuk pergi ke sekolah. 2. Setelah itu, ia pun berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda. 3. Di tengah perjalanan, Lala bertemu teman sekolahnya, Jojo, yang berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. 4. Lala pun menggajak Jojo memboncengnya. 5. Akhirnya, mereka pergi ke sekolah bersama-sama dengan hati gembira. Hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan pengurutan peristiwa menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa dalam cerita yang ditulis oleh hampir seluruh partisipan, yakni sebanyak 27 dari 30 anak, sesuai dengan urutan dalam cerita yang sebenarnya. Hanya terdapat
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
14
seorang anak yang urutan peristiwa dalam ceritanya tidak sesuai dengan cerita yang menjadi instrumen penelitian. Sementara itu, dua anak lainnya hanya menulis datu peristiwa saja. Hasil analisis yang dilakukan berdasarkan penyebutan tokoh, latar, peristiwa, dan pengurutan peristiwa telah dipaparkan di atas. Akan tetapi, selain itu, penelitian ini juga menghasilkan beberapa temuan lain yang juga cukup menarik. Temuan tersebut adalah sebagai berikut. Dalam data, ditemukan bahwa terdapat beberapa partisipan yang cenderung mengulang suatu peristiwa dalam tulisannya. Penulis tidak mengetahui dengan jelas apa tujuan dari hal tersebut. Akan tetapi, penulis menduga bahwa hal tersebut terjadi akibat partisipan bingung harus menceritakan atau menulis apa lagi dalam kertasnya. Seorang dari mereka berusia 7 tahun dan 4 partisipan lainnya berusia 8 tahun. Temuan lain dalam penelitian ini adalah sebagian besar partisipan, tepatnya sejumlah 18 anak, menulis pada suatu hari sebagai latar tempat. Penulis menduga bahwa hal tersebut disebabkan oleh banyaknya cerita anak yang menggunakan konstruksi pembuka pada suatu hari sehingga anak kerap menemukan dan pada akhirnya mengingat konstruksi pembuka tersebut dalam cerita yang mereka dengarkan atau baca. Sementara itu, penulis juga menduga bahwa partisipan atau anak-anak tersebut, melalui konstruksi pembuka pada suatu hari, telah mampu menyadari dan mengidentifikasi salah satu ciri dari narasi yang bersifat fiktif. Selain itu, temuan menarik lainnya adalah bahwa partisipan cenderung menyebutkan sesuatu yang umum dalam tulisan mereka. Beberapa dari mereka menulis orang tua untuk menggantikan penyebutan tokoh ibu. Pemilihan sebutan yang generik oleh anak-anak tersebut dapat diteliti labih lanjut melalui penelitian semantis. Di samping itu, terdapat satu peristiwa yang disebutkan atau diceritakan oleh hampir seluruh partisipan, yakni peristiwa 2. Sebanyak 29 dari 30 anak mampu menyebutkan atau menceritakannya kembali. Dalam peristiwa 2 tersebut diceritakan bahwa Lala tengah pergi ke sekolah dengan mengendarai sepeda. Peristiwa berangkatnya seorang anak ke sekolah merupakan sebuah peristiwa yang cukup dekat dengan partisipan. Sifat umum dari peristiwa tersebut dan kedekatan mereka dengan peristiwa tersebut pula diduga menjadi penyebab hampir keseluruhan dari mereka mampu mengingat dan menceritakannya kembali.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
15
Kesimpulan Berdasarkan paparan analisis di atas, penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang didapatkan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang mengawali penelitian ini. Berikut ini adalah kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini. Berdasarkan kemampuan dalam menyebutkan tokoh, anak usia 7—9 tahun diketahui mampu memahami dan menyebutkan kembali dengan benar tokoh Lala. Akan tetapi, tidak semua anak mampu menyebutkan tokoh lainnya. Sebanyak 27 anak diketahui mampu menyebutkan tokoh Jojo, meskipun ada yang tidak menyebutkan atau tidak menyebutkan dengan benar nama tokoh Jojo tersebut. Sementara itu, tokoh Ibu mampu diceritakan oleh 14 anak, meskipun beberapa di antaranya menggantinya dengan sebutan orang tua, ayah dan ibu, atau ibu ayah. Berdasarkan kemampuan dalam menyebutkan tokoh, hampir seluruh anak usia 7—9 tahun, yaitu sebanyak 28 anak, diketahui tidak atau belum mampu menyebutkan kembali ketiga latar dengan tepat. Latar waktu mampu disebutkan kembali dengan benar hanya oleh 8 anak. Sementara itu, latar tempat di teras rumah mampu disebutkan oleh 8 anak dan latar tempat di tengah perjalanan mampu disebutkan oleh 10 anak. Berdasarkan kemampuan dalam menyebutkan peristiwa, sebagian besar, yakni sebanyak 22 anak, mampu memahami dan menceritakan kembali tiga sampai dengan lima peristiwa dalam cerita. Sebanyak 2 anak diketahui hanya mampu menyebutkan satu peristiwa saja. Sebanyak 6 anak lainnya mampu menyebutkan dua peristiwa. Di samping itu, sebanyak 10 anak mampu menyebutkan tiga peristiwa. Sebanyak 9 anak mampu menyebutkan empat peristiwa. Sementara itu, sebanyak 3 anak telah mampu menyebutkan seluruh peristiwa yang terdapat dalam cerita. Berdasarkan kemampuan dalam mengurutkan peristiwa, hampir seluruh partisipan, yaitu sebanyak 27 anak, diketahui mampu menceritakan kembali peristiwa-peristiwa dalam cerita sesuai dengan urutan yang ada dalam cerita yang menjadi instrumen penelitian. Oleh karena itu, dapat disimpulkan pula bahwa para partisipan cenderung menggunakan alur maju dalam menulis atau menceritakan kembali narasi. Hanya terdapat seorang anak yang menggunakan kilas balik dalam menceritakan kembali narasi tersebut. Sementara itu, berdasarkan keseluruhan analisis, diketahui bahwa kemampuan anak usia 8 tahun dalam memahami dan menceritakan kembali narasi, yang terdiri atas kemampuan
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
16
menyebutkan tokoh, latar, dan peristiwa serta mengurutkan peristiwa, lebih baik daripada kemampuan anak usia 7 tahun. Di samping itu, anak usia 9 tahun memiliki kemampuan memahami dan menceritakan kembali narasi yang lebih baik daripada anak usia 8 tahun dan 7 tahun. Oleh karena itu, diketahui pula bahwa tingkat usia anak mempengaruhi kemampuannya dalam memahami dan menceritakan kembali narasi. Saran Penelitian ini menggunakan pembatasan ruang lingkup demi mencapai tujuan penelitian. Oleh karena itu, terdapat temuan-temuan yang sesungguhnya cukup menarik namun tidak dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini. Temuan pertama adalah kecenderungan partisipan dalam mengganti penyebutan sesuatu yang bersifat spesifik dengan sebutan yang umum atau bersifat generik, misalnya dalam penyebutan orang tua sebagai pengganti penyebutan tokoh Ibu. Temuan kedua adalah kesadaran anak terhadap konstruksi pembuka dalam narasi fiktif, yakni pada suatu hari. Temuan ketiga adalah, berkaitan dengan kemampuan anak dalam berwacana, mudahnya partisipan mengingat dan menceritakan kembali peristiwa yang sangat dikenal dan dekat dengan mereka, misalnya peristiwa yang menceritakan bahwa tokoh Lala tengah pergi ke sekolah. Temuan keempat adalah munculnya variasi bahasa anak-anak dalam bentuk tulisan. Temuan-temuan tersebut tentunya memerlukan pembahasan yang lebih mendalam. Selain itu, temuan-temuan tersebut juga dapat menjadi sumbangan yang berguna bagi penelitian lain mengenai kemampuan berbahasa anak. Di samping itu, penulis juga menyarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan metode penelitian, khususnya teknik pengambilan data, yang berbeda karena variasi hasil penelitian ditentukan oleh metode penelitian yang digunakan.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
17
Daftar Referensi Berk, L. E. (1994). Child Development: Third Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon. Dardjowidjojo, S. (2008). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Darmojuwono, S. dan Kushartanti. (2005). Aspek Kognitif Bahasa. Dalam Kushartanti, Yuwono, U., dan Lauder, M. R. M. T. (Ed.), Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Field, J. (2004). Psycholinguistics: The Key Concepts. London: Routledge. Marahimin, I. (2005). Menulis Secara Populer. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Renkema, J. (2004). Introduction to Discourse Studies. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company. Sudjiman, P. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
18
Lampiran 1. Instrumen Penelitian dan Instruksi yang Diberikan kepada Partisipan Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sebuah cerita singkat yang sederhana. Sementara itu, dalam proses pemerolehan data, penulis juga memberikan instruksi yang serupa kepada setiap partisipan. Cerita yang menjadi instrumen penelitian dan instruksi yang diberikan tersebut adalah sebagai berikut. Instruksi 1: “Sekarang kakak mau bacain cerita buat kalian. Didengerin, ya. Jangan ada yang berisik, pokoknya semuanya dengerin baik-baik.” Pada suatu pagi, di teras rumah, seorang anak bernama Lala berpamitan kepada ibunya untuk pergi ke sekolah. Setelah itu, ia pun berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda. Di tengah perjalanan, Lala bertemu teman sekolahnya, Jojo, yang berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Lala pun menggajak Jojo memboncengnya. Akhirnya, mereka pergi ke sekolah bersama-sama dengan hati gembira. Instruksi 2: “Sekarang kalian udah denger, tuh, ceritanya. Ngerti, ya, cerita ini tentang apa? Nah, sekarang kakak mau minta kalian ceritain ulang apa yang udah kalian dengerin tadi. Ceritainnya di sini (menunjukkan lembar isian), ya, ditulis.” 2. Lembar Isian untuk Partisipan Penceritaan kembali oleh partisipan ditulis di lembar isian yang telah dipersiapkan oleh penulis. Lembar isian tersebut dapat dilihat di halaman berikutnya.
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014
19
Nama
: ______________________________
Tanggal Lahir : ______________________________ Kelas
: ______________________________
Jenis Kelamin : ______________________________
Kemampuan anak..., Regina Kunthi Rosary, FIB UI, 2014