-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
PEMEROLEHAN FONOLOGI MINANGKABAU ANAK USIA 1 SAMPAI 9 TAHUN Husni Dwi Syafutri Mahasiswa S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta
[email protected]
Abstract Language acquisition on child will take the child on luency and child articulateness in speaking. Language acquisition is worked through in phonology that constitutes linguistics area scholarship that works through about language sound terminological its function, function as meaning distinguishing or even not. Knowledge in phonology is bisected namely phonetic and phonemic. Phonology acquisition in lingual Minangkabau is sound language acquisition which announced by Minangkabau’s person as mother tongue in particular at West Sumatra Province. The difference that happening among Indonesian language and Minangkabau’s, is on spelling especially in vowel’s using up. Keywords: language acquisition, phonology, Minangkabau’s language
Abstrak Pemerolehan bahasa pada anak akan membawa anak pada kelancaran dan kefasihan anak dalam berbicara. Pemerolehan bahasa dibahas dalam fonologi yang merupakan sebuah ilmu pengetahuan bidang linguistik yang membahas tentang bunyi bahasa menurut fungsinya, baik fungsi sebagai pembeda makna ataupun tidak. Ilmu-ilmu yang tercakup dalam Fonologi tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan fonemik. Pemerolehan fonologi dalam bahasa Minangkabau adalah pemerolehan bunyi bahasa yang dituturkan oleh orang Minangkabau sebagai bahasa ibu khususnya di Provinsi Sumatera Barat. Perbedaan yang terjadi antara bahasa Indonesia dan bahasa Minangkabau, yaitu pada ejaan terutama dalam pemakaian vowel. Kata-kata kunci: pemerolehan bahasa, fonologi, bahasa Minangkabau
Pendahuluan Bahasa adalah suatu alat untuk berkomunikasi dalam kehidupan manusia agar dapat berinteraksi dengan baik. Bahasa juga merupakan sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidenti ikasikan diri. Di Indonesia bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional, selain itu juga terdapat bahasa daerah. Setiap suku bangsa mempunyai corak budaya dan bahasa tersendiri. Budaya dan bahasa tersebut merupakan salah satu identitas sekaligus pembeda antara suku yang satu dengan suku bangsa lainnya. Bahasa daerah merupakan bahasa pertama atau bahasa ibu yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kedaerahan sesuai dengan kebudayaan daerah masyarakat pemakainya. Bahasa daerah merupakan salah satu komponen penting pembentuk bahasa nasional. Begitu juga halnya dengan bahasa Minangkabau (MK). Bahasa MK merupakan salah satu bagian dari bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa MK sebagai identitas suku bangsa MK tentu mempunyai kedudukan penting dalam hubungannya dengan bahasa nasional. Bahasa MK merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama yang digunakan oleh masyarakat terutama bagi anak-anak MK dalam berkomunikasi. Bahasa pada anak-anak terkadang sukar diterjemahkan, karena Anak pada umumnya masih menggunakan struktur bahasa yang masih kacau dan masih mengalami tahap transisi dalam berbicara, sehingga sukar untuk dipahami oleh mitra tuturnya. Untuk menjadi mitratutur pada anak dan untuk dapat memahami maksud dari pembicaraan anak, mitra tutur harus 83
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
menguasai kondisi atau lingkungan sekitarnya, maksudnya ketika anak kecil berbicara mereka menggunakan media di sekitar mereka untuk menjelaskan maksud yang ingin diungkapkan kepada mitratutrnya di dalam berbicara. Anak-anak cenderung terbatas dalam kosakata (leksikon) dan dalam pelafalan fonemnya secara tepat. lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Sehingga hasil bahasa yang diucapkan oleh anak-anak, berdasarkan dari kemampuannya dalam berinteraksi langsung pada bahasa-bahasa yang ada di sekitarnya. Pemerolehan bahasa yang diartikan sebagai proses yang dilakukan oleh kanak-kanak mencapai sukses penguasaan yang lancar serta fasih terhadap “bahasa ibu” mereka atau yang sering dikenal dengan bahasa yang terbentuk dari lingkungan sekitar. Pemerolehan tersebut dapat dimaksudkan sebagai pengganti belajar karena belajar cenderung dipakai psikologi dalam pengertian khusus dari pada yang sering dipakai orang. Dalam hal ini pemerolehan bahasa pada anak akan membawa anak pada kelancaran dan kefasihan anak dalam berbicara. Peran orang tua sebagai fasilitator untuk pemerolehan bahasa anak harus ekstra-aktif dalam pertumbuhan bahasa anak, dengan keaktifan tersebut diharapkan agar anak memperoleh bahasa yang baik dan lancar dalam berbahasa. Adapun dalam penelitian bahasa anak umur 1;9 tahun ini akan di fokuskan pada Azka Abqari dengan menggunakan pendekatan dari cabang linguistik mikro khususnya yaitu fonologi. Landasan Teori 1. Pemerolehan Bahasa Menurut Chaer (2003:167), pemerolehan bahasa adalah proses dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Hal ini berarti proses pemerolehan bahasa anak pertama kali diperoleh dari bahasa ibunya. Bahasa inilah yang digunakan dalam berbicara dengan lawan bicaranya. Setiap anak normal, akan belajar bahasa pertama sampai umur lima tahun (Subyakto, 1988:65). Jean Piaget dalam Maksan (1995:16) membagi tahapan perkembangan kognitif menjadi empat tahap. Tahap pertama disebut tahap sensori-motor (0;0—2;0), yang dikenal dengan masa melatih pola aksi. Pada tahapan ini, terlihat jelas bahwa perkembangan kognitif anak mulai terbentuk. Tahapan kedua disebut dengan masa operasional (umur 2;0—7;0). Pada masa ini anak mampu membentuk representasi simbolik, yaitu anak mulai mengerti lambang dan yang dilambangkan. Anak sudah mampu membedakan antara lambang dengan objek. Tahapan ketiga disebut masa operasi konkret (7;0—12;0), pada masa ini anak sudah mampu menguasai struktur linguistik secara umum. Tahapan keempat yaitu masa operasi formal (12;0 ke atas), dalam tahap ini anak sudah bisa menangkap segalanya untuk menjadi manusia dewasa. Perkembangan situasi sosial mempengaruhi bahasa anak. Lingkungan sangat berpengaruh tidak saja terhadap pemerolehan bahasa anak, bahkan juga terjadi pada orang dewasa. Mengenai hal ini, Brown (dalam Pateda, 1990:43) mengatakan bahwa anak lahir ke dunia ini seperti kain putih tanpa catatan-catatan, lingkungan lah yang akan membentuknya yang perlahan dikondisikan lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya. Maka, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa anak terjadi secara tidak sadar, pemerolehan bahasa anak berkembang seiring dengan perkembangan biologis, kognitif, dan sosial anak. 2. Pemerolehan Fonologi Amir dan Ermanto (2009:8), menjelaskan bahwa fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi–bunyi bahasa menurut fungsinya. Sejalan dengan itu Chaer (2003:103), mengemukakan bahwa fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Jadi, dapat disimpulkan fonologi adalah sebuah ilmu pengetahuan bidang linguistik yang membahas tentang bunyi bahasa menurut fungsinya baik fungsi sebagai pembeda makna ataupun tidak.
84
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Ilmu-ilmu yang tercakup dalam Fonologi tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni fonetik dan fonemik. Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Contoh: intan, angin, batik. Fonem /i/ pada kata tersebut tidak sama. Fonemik sendiri adalah ilmu yang mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Pada dasarnya, setiap kata atau kalimat yang diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi bahasa. Pengubahan suatu bunyi dalam deretan itu dapat mengakibatkan perubahan makna. Perubahan makna yang dimaksud bisa berganti makna atau kehilangan makna. Contoh: B A B I ‘binatang berkaki empat’ ↓ ↓ P A P I sebutan lain untuk ayah Pada contoh tersebut, kata babi memiliki dua konsonan [b] yang menjadi awal suku kata pertama dan kedua sedangkan kata papi memiliki konsonan [p] sebagai awal suku kata pertama dan keduanya. Selain kedua bunyi itu, bunyi lainnya dan posisi/urutan bunyi lain itu sama. Perbedaan bunyi [b] dan [p] pada posisi/urutan yang sama dapat mengubah makna kata, inilah yang dikaji oleh fonemik. 3. Bahasa Minangkabau Masyarakat Sumatera Barat mempunyai bahasa daerah yang dikenal dengan Bahasa Minangkabau (MK). Bahasa MK adalah bahasa yang dituturkan oleh orang MK sebagai bahasa ibu khususnya di Provinsi Sumatera Barat (kecuali kepulauan Mentawai, pantai barat Aceh dan Sumatera Utara, bagian barat provinsi Riau, bagian utara Jambi dan Bengkulu, serta Negeri Sembilan, Malaysia. Bahasa MK dihipotesiskan sebagai bahasa Melayu, seperti halnya Bahasa Banjar, Bahasa Betawi, dan Bahasa Iban. Bahasa MK masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat MK, baik yang berdomisili di Sumatera maupun di perantauan. Namun untuk masyarakat MK yang lahir di perantauan, sebagian besar mereka telah menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara bahasa MK dengan Bahasa Indonesia baik dalam bentuk maupun tata bahasanya. Perbedaan yang terjadi hanya pada ejaan terutama dalam pemakaian vowel. Vowel a dan e dalam Bahasa Indonesia menjadi “o” dalam Bahasa MK. Hakikat Anak Mushova (2009:33), berpendapat bahwa anak adalah makhluk ciptaan Allah SWT, yang hadir di tengah keluarga atas dasar itrah yang menjadi kebahagiaan keluarga, yang harus dijaga. Jika dalam konteks yang lebih luas, anak adalah mahkluk hidup yang diberikan Tuhan kepada manusia melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Maka, anak adalah manusia yang masih kecil sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa yang mempunyai pikiran, sikap, perasaan, dan minat yang berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan yang dititipkan kepada kita, yang harus dijaga. Supaya orang tua dapat mengarahkan anak menjadi lebih baik, motivasi orang tua perlu berusaha untuk mengenali, merasakan, serta mengetahui apa yang terjadi di dalam benak dan hidup anak terlebih dahulu. Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2010:15), penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada ilsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik 85
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Moleong (2010:6) juga mengemukakan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu memaparkan secara verbal mengenai permasalahan yang terdapat pada objek penelitian, teori yang digunakan, analisis data, dan lain sebagainya. Menurut Arikunto (1992:195), metode deskriptif adalah metode yang menjabarkan secara mendalam mengenai hal-hal yang akan diteliti sedetail-detailnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tindak tutur, yaitu pemerolehan fonologis MK. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak yang berusia 1;9 tahun. Informan dalam penelitian ini ada dua, yaitu informan utama dan tambahan/pembantu. Informan utama adalah seseorang yang memberikan keterangan utama dalam penelitian adalah seorang anak berusia satu tahun sembilan bulan (1;9 tahun), yaitu Azka Abqari, sedangkan informan tambahan/ pembantu merupakan orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan latar penelitian adalah ibu dari anak yang bersangkutan, yaitu Yusbarni. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Selain itu untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan data maka peneliti menggunakan instrumen pembantu berupa buku catatan, alat rekaman, dan kamera. Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode simak dan metode cakap. Menurut Mahsun (2005:90), metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Teknik bawahannya yaitu teknik simak libat cakap. Selanjutnya digunakan teknik rekam dan catat. Deskripsi Data dan Pembahasan Data yang dideskripsikan adalah pemerolehan fonologi Minangkabau anak berusia 1;9 tahun. Berikut adalah tabel inventarisasi data berserta maksud dari ujaran anak usia 1;9 tahun. No
86
Ujaran Anak
1
/te/
2
/bubu/
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
/tak/ /ma/ /pa/ /num/ /nang/ /mam/ /pi/ /jik/ /dok/ /kak/ /cuak/ /bek/ /Biak/ /wa/
Maksud Ujaran Bahasa MK Bahasa Indonesia sate sate bumbum (naik sepeda bumbum motor) kakak kakak mama mama papa papa minum minum nanang (mandi) nanang (mandi) makan makan pipis pipis (buang air kecil) jijik jijik sendok sendok bukak buka masuak masuk ubek obat ambiak ambil sarawa celana
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
/ju/ /lok/ /Mpa/ /puak/ /cu/ /cu/ /duak/ /lan/ /don/ /ci/ /top/ /lua/ /ue/ /lo/ /co/ /tong/ /muik/ /muak/ /jan/ /pi/ /dak/ /kek/ /pi/ /tuah/ /kik/ /ta/ /ngek/ /ngin/ /muik/ /cak/ /cam/ /cah/ /bun/ /po/ /mak/ /ci/ /duak/ /jo/ /tis/ /bu/ /ton/
baju lalok tarompa karupuak tisu susu duduak jalan gendong kunci laptop talua kue gulo miso lontong samuik nyamuak ujan topi badak sikek tipi jatuah sakik gata angek dingin salimuik cicak asam basah sabun sampo lamak cuci anduak balanjo pitih saribu nonton
baju tidur sendal kerupuk tisu susu duduk jalan gendong kunci laptop telur kue gula miso lontong semut nyamuk hujan topi bedak sisir televisi jatuh sakit gatal panas dingin selimut cicak asam basah sabun sampo enak cuci handuk belanja uang seribu nonton
87
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
58 59 60
/pa/ /bang/ /ku/
lapa abang kuku
lapar abang kuku
Berdasarkan deskripsi data tersebut, ditemukan bahwa pemerolehan fonologi bahasa Minangkabau anak usia satu tahun sembilan bulan (1;9 tahun), bahasa yang digunakannya hanya menyebutkan satu suku kata dalam setiap ujaran. Hal tersebut karena pada usia 1;9 tahun, anak masih dalam tahap satu kata. Pada masa ini anak menyatakan makna keseluruhan kalimat dalam satu kata yang diucapkannya, misalnya kata cu (cucu=susu) dapat berarti bahwa dia ingin minum susu atau mungkin dia ingin memberitahukan bahwa ia mempunyai segelas susu. Pembahasan Fonologi sebagai salah satu aspek dalam linguistik mempelajari tentang fonem. Bunyibunyi yang diucapkan oleh Azka pada umur 1;9 tahun dilihat sebagai bagian dari pemerolehan bahasa, De inisi yang umum tentang fonem dikemukakan oleh Lyons adalah dua bunyi yang secara fonetis berbeda dalam lingkungan yang sama, yang berpengaruh untuk membedakan kata-kata yang berlainan. Misalnya /l/ dan /r/ adalah fonem-fonem yang berbeda dalam bahasa Inggris karena membedakan pasangan kata-kata. Misalnya: kata light dan right, lot dan rot dan sebagainya. Dalam bahasa Indonesia dapat juga sembul dan sembur, dan sebagainya. Pada umur 1;9 tahun Azka belum terlalu banyak memperoleh dan meproduksi berbagai fonem yang dapat membedakan arti kata-kata yang diucapkannya. Hanya saja dalam mengungkapkan kata-kata ini pada umur 1;9 tahun, kemampuan fonologi Azka baru pada bunyi-bunyi vokal seperti /m/ dan /p/, dalam kata /ma/=mama (data 4) dan dalam kata / pa/=papa (data 5). Kata-kata ini sering sekali diucapkan oleh Azka. Kata-kata ini diucapkan dalam situasi apa saja, misalnya ketika hendak makan, tidur, dan menangis, kata /ma/ ini secara spontan diucapkan. Fonem /p/ muncul sekali-sekali dan tidak sesering munculnva fonem /m/. Bunyi vokal lain seperti /u/ dan /l/ atau bunyi /e/ kadang-kadang secara spontan, misalnya terdengar /ue/ (data 29) yang artinya /kue/ atau /kek/ (data 38) dalam kata /sikek/ (dalam bahasa MK atau /sisir/ dalam bahasa Indonesia), fonem /l/ (data 24) dalam kata /lan/ yang artinya jalan. Demikian pula bunyi /a/ pada kata /bang/ (data 59) yang artinya abang (sebutan untuk kakak laki-laki di Minangkabau), dan /o/ pada kata /jo/ (data 54) pada kata / balanjo/ yang artinya belanja. Di samping bunyi-bunyi tersebut, pada perkembangannya Azka sering juga mengeluarkan bunyi yang lain sebagai pemerolehan dan produksi tambahan dari bunyi-bunyi pada kata-kata sebelumnya. Produksi bunyi-bunyi ini tampak pada kata-kata seperti berikut ini: /s/ pada kata /tis/ (data 55) artinya pitih (uang), /s/ pada kata /cah/ (data 48) artinya basah. /k/ pada kata /tak/ (data 3) yang berarti kakak, :/s/ pada kata /cuak/ (data 13) yang artinya masuak (masuk). Di samping konsonan-konsonan tersebut di atas, terlihat pada umur 1;9 tahun atau lebih seperti umur Azka belum bisa mengungkapkan konsonan /r/ dan konsonan /s/. Ujarannya pun masih satu suku kata setiap dia berujar seperti yang telah dideskripsikan dalam tabel. Ini terlihat dengan adanya pergantian konsonan tersebut dengan konsonan-konsonan lain seperti pada kata susu diganti dengan /cu/, dan sebagainya. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan mengenai pemerolehan fonologi Minangkabau anak usia satu tahun sembilan bulan (1;9 tahun), diperoleh tiga kesimpulan sebagai berikut. Pertama, anak belum bisa mengungkapkan konsonan /r/ dan konsonan /s/. Kedua, ujaran anak masih satu suku kata setiap dia berujar. Ketiga, kata-kata yang dikenal anak masih terlalu sedikit. 88
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Daftar Pustaka Amir, Amril dan Ermanto. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Gra indo Persada. Maksan, Marjusnamn. 1993. Psikolinguistik. Padang: IKIP Padang Press. Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mushova, Aziz. 2009. Aku Anak Hebat Bukan Anak Nakal Yogyakarta: Diva Press. Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-Aspek Linguistik. Ende: Nusa Indah. Subyakto–N, Sri Utari. 1988. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
89