Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Kemajuan Genetik Dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F2 Persilangan Wilis Dan Mlg2521 Maimun Barmawi, Nyimas Sa‘diyah dan Elida Yantama Fakultas Pertanian, Agroteknologi, Universitas Lampung Abstrak. Konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk. Akan tetapi produksi kedelai di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Usaha peningkatan produksi baik kuantitas maupun kualitas terus dilakukan, salah satunya melalui persilangan. Persilangan antara dua tetua yang memiliki keunggulan tertentu bertujuan untuk merakit kultivar unggul dan dilanjutkan dengan seleksi nomornomor harapan unggul. Efektifitas dan efisiensi seleksi antara lain ditentukan oleh besaran heritabilitas dan kemajuan seleksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan genetik dan heritabilitas dalam arti luas karakter-karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis dan Mlg2521. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Universitas Lampung dari bulan Nopember 2011 sampai dengan maret 2012. Percobaan ditata dalam rancangan percobaan tanpa ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran nilai heritabilitas untuk semua karakter agronomi yang diamati termasuk ke dalam kategori tinggi. Kemajuan genetik untuk umur panen termasuk kedalam kategori rendah; umur berbunga dan bobot seratus butir termasuk sedang; tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah cabang produktif, dan bobot biji pertanaman termasuk tinggi. Seleksi bisa diterapkan pada jumlah polong per tanaman atau bobot biji per tanaman. Kata Kunci: Kemajuan genetik, heritabilitas, kedelai, generasi F2
PENDAHULUAN Konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk. Akan tetapi produksi kedelai di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Setiap tahun produksi kedelai di Indonesia hanya mampu menutupi kebutuhan sebesar 40% dan 60% ditutupi melalui impor (Dunia Industri, 2011). Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 1,7 juta ton, setara dengan US $ 840 juta atau Rp 7,14 triliun dengan kurs Rp 8.500/US $ (Dunia Industri, 2011). Menurut Badan Pusat Statistik (2011), produktivitas kedelai di Indonesia masih rendah yaitu 1,37 ton/ha. Upaya untuk meningkatkan produktivitas kedelai di antaranya melalui persilangan. Persilangan antara dua tetua yang memiliki keunggulan
tertentu bertujuan untuk merakit kultivar unggul dan dilanjutkan dengan seleksi nomor-nomor harapan unggul. Untuk merakit kultivar unggul tersebut perlu diketahui parameter genetik seperti keragaman genetik, heritabilitas dan estimasi kemajuan genetik yang akan dicapai Populasi dasar yang memiliki keragaman genetik tinggi akan responsif terhadap seleksi sehingga berpeluang besar untuk mendapatkan genotipe-genotipe yang memiliki sifat-sifat yang diharapkan. Nilai duga heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena nilai tersebut dapat memberikan petunjuk bahwa suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam Semirata 2013 FMIPA Unila |77
Maimun Barmawi, dkk: Kemajuan Genetik Dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F2 Persilangan Wilis Dan Mlg2521
mengendalikan suatu sifat dibandingkan dengan faktor lingkungan (Knight, 1979). Besarnya nilai duga heritabilitas disebabkan oleh sumbangan faktor genetik terhadap keragaman total adalah besar (Asadi dkk., 2003). Besaran nilai heritabilitas suatu sifat di antaranya dipengaruhi oleh metode analisis dan karakteristik populasi yang digunakan (Fehr, 1987; Rachmadi, 2000). Menurut Jain (1982) dan Crowder (1981) heritabilitas akan bermakna kalau varians genetik didominasi oleh varians aditif sebab pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan dari tetua kepada zuriatnya. Informasi tentang keragaman genetik dan heritabilitas bermanfaat untuk menentukan kemajuan genetik yang diperoleh melalui seleksi (Fehr, 1987). Keragaman genetik yang luas dan nilai heritabilitas yang tinggi merupakan salah satu syarat agar seleksi efektif (Hakim, 2010). Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar keragaman fenotipe disebabkan oleh keragaman genetik, sehingga seleksi akan memperoleh kemajuan genetik (Suprapto dan Narimah, 2007). Menurut Zen (1995), seleksi terhadap sifat yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan pada generasi awal, sedangkan bila nilai heritabilitasnya rendah seleksi dapat dilaksanakan pada generasi akhir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemajuan genetik melalui proses seleksi dan heritabilitas dalam arti luas.
Pupuk diaplikasikan pada saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam. Pengendalian pengganggu tanaman menggunakan Decis 2.5 EC, Dithane, dan Furadan 3G. Petak percobaan berukuran 5 x 5 m yang terdiri atas enam baris tanaman dengan jarak tanam 20 x 60 cm. Pengamatan dilakukan terhadap karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman. Analisis yang dilakukan berupa ragam, heritabilitas, dan nilai duga kemajuan seleksi. Ragam fenotipe ( ) dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh Suharsono dkk., (2006):
BAHAN DAN METODE
Populasi tetua secara genetik adalah seragam sehingga ragam genotipenya sama dengan nol. Karena itu ragam fenotipe populasi tetua sama dengan ragam lingkungan. Populasi tetua dan zuriatnya ditanam pada area yang sama. Oleh sebab itu, ragam lingkungan populasi tetua sama dengan ragam lingkungan populasi zuriatnya. Jadi ragam genetik populasi zuriat dapat dihitung menurut rumus :
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan Februari 2012 di Kebun Percobaan Universitas Lampung. Bahan tanaman yang digunakan adalah 100 butir benih F2 hasil persilangan Wilis dan Mlg2521, tetua Wilis (40 butir), dan Mlg2521 (40 butir). Tanaman kedelai dipupuk dengan Urea, SP36, dan KCL dengan dosis masing-masing 50, 100, dan 100 kg per ha.
78|Semirata 2013 FMIPA Unila
= Keterangan : x𝑖 = nilai pengamatan tanaman ke-𝑖 μ = nilai tengah populasi N = jumlah tanaman yang diamati Ragam lingkungan ( ) diduga dari ragam lingkungan tetua, dengan rumus : = Keterangan : = simpangan baku tetua 1 = simpangan baku tetua 2 = jumlah tanaman tetua
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
= Heritabilitas dalam arti luas (H) dihitung menurut rumus : H = / . Mc Whirter (1979) membagi nilai duga heritabilitas ke dalam tiga kategori : Rendah : H < 0,20 Sedang : 0,20 H 0,50 Tinggi : H 0,50 Nilai duga kemajuan genetik dihitung menurut rumus : R = 𝑖. H. . Keterangan : R = respons terhadap seleksi 𝑖 = intensitas seleksi H = heritabilitas dalam arti luas
= simpangan baku fenotipe Pada penelitian ini intensitas seleksi sebesar 20% dengan nilai 𝑖 = 1,40 (Fehr, 1978). Kemajuan genetik dalam persen : KG (%) = (R/ ) x 100% = nilai tengah populasi Kriteria nilai duga kemajuan genetik menurut Begun dan Sobhan (1991) dikutip Hadiati dkk. (2003) sebagai berikut : Rendah : KG Sedang : 7% Tinggi : KG
7% KG 14% 14%
Tabel 1. Ragam fenotipe, ragam genotipe., ragam lingkungan, dan heritabilitas populasi F 2 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.
Karakter Umur berbunga (hr) 12,18 9,70 Umur panen (hr) 14,30 12,80 Tinggi tanaman (cm) 143,00 130,40 Jumlah cabang produktif (bh) 4,60 2,70 Jumlah polong per tanaman (bh) 7882,20 7821,00 Bobot 100 butir (g) 2,40 1,28 Bobot biji per tanaman (g) 799,42 759,30 Keterangan : Keragaman luas : dan 2 ( dan ) Keragaman sempit : dan 2 ( dan ) (Anderson dan Bancroft, 1952 dikutip Wahdah, 1996).
2,48 1,50 12,60 1,90 61,20 1,12 40,12
Heritabilitas (H) 0,80 0,90 0,91 0,60 0,95 0,52 0,97
Tabel 2. Nilai tengah tetua Wilis, Mlg2521, dan populasi F2 terpilih, serta kemajuan genetik populasi F2 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.
Karakter Umur berbunga (hr) 39,24 46,23 Umur panen (hr) 106,60 103,20 Tinggi tanaman (cm) 49,90 71,65 Jumlah cabang produktif (bh) 3,45 4,50 Jumlah polong per tanaman (bh) 105,80 114,30 Bobot 100 butir (g) 16,30 15,05 Bobot biji per tanaman (g) 33,25 33,15 Keterangan : kriteria kemajuan genetik (KG) Rendah : KG 7%
R 41,75 104,00 62,40 7,08 289,08 14,81 88,64
3,91 4,72 15,24 1,74 123,05 1,11 37,91
KG (%) 9,58 4,60 28,06 38,62 79,03 8,46 83,00
Semirata 2013 FMIPA Unila |79
Maimun Barmawi, dkk: Kemajuan Genetik Dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F2 Persilangan Wilis Dan Mlg2521
Sedang : 7% KG Tinggi : KG 14% R : Respons Seleksi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi F2 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 memiliki keragaman fenotipe yang luas untuk umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan bobot 100 butir termasuk sempit. Demikian pula untuk keragaman genotipe, populasi F2 juga menunjukkan keragaman genotipe yang luas untuk karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman, sedangkan jumlah cabang produktif dan bobot 100 butir termasuk kategori sempit (Tabel 1). Suatu karakter memiliki keragaman fenotipe dan genotipe luas apabila ragam fenotipe dan genotipe karakter tersebut lebih besar dua kali simpangan bakunya dan keragaman sempit apabila ragam fenotipe dan genotipenya lebih kecil dua kali simpangan bakunya. Keragaman fenotipe dan genotype yang luas dari karakter yang diamati ini memberikan peluang berhasilnya seleksi. Semua karakter yang diamati pada populasi F2 memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi berkisar antara 0,52-0,97 (Tabel 1). Keadaan ini menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih banyak dikendalikan oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan (Suharsono dkk., 2006; Suprapto dan Narimah, 2007). Tingginya nilai heritabilitas ini disebabkan oleh tingkat segregasi yang paling maksimum pada populasi F2 (Allard, 1960; Fehr, 1987). Nilai heritabilitas yang tinggi dari karakter-karakter yang diamati mengindikasikan bahwa seleksi dapat diterapkan secara efisien pada karakter tersebut. Nilai tengah umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, dan bobot 100 butir
80|Semirata 2013 FMIPA Unila
F2 terpilih berada di antara kedua tetuanya, sedangkan jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman melebihi nilai tengah tetua Wilis dan Mlg2521 (Tabel 2). Nilai tengah bobot biji per tanaman dan jumlah polong per tanaman selain melebihi nilai tengah kedua tetuanya juga memiliki nilai heritabilitas dalam arti luas yang tinggi yaitu masing-masing 0,97 dan 0,95 (Tabel 1). Keadaan ini menunjukkan bahwa seleksi dapat diterapkan pada bobot biji per tanaman atau jumlah polong per tanaman. Dengan melakukan seleksi 20% terbaik dari populasi F2 berdasarkan bobot biji per tanaman dan jumlah polong per tanaman diperoleh tanaman F2 terpilih sebanyak 16 tanaman. Dari 16 tanaman F2 terpilih mempunyai nilai tengah bobot biji per tanaman 88,64 g dan jumlah polong per tanaman 289,08 buah melebihi kedua tetuanya (Tabel 2). Nilai estimasi kemajuan genetik berkisar antara 4,60%-83,00%, yang termasuk ke dalam kriteria rendah sampai tinggi (Tabel 2). Nilai kemajuan genetik karakter jumlah polong per tanaman (79,03%) dan bobot biji per tanaman (83,0%) termasuk kategori tinggi. Dari populasi F2 yang memiliki nilai tengah bobot biji 45,68 g per tanaman dan jumlah polong per tanaman 155,70 bh, maka pada generasi F3 diduga akan mengalami kemajuan seleksi (R) sebesar 37,91 g bobot biji per tanaman atau 83,0% dan jumlah polong per tanaman 123,05 bh atau 79,03% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa seleksi untuk meningkatkan nilai tengah bobot biji per tanaman dan jumlah polong per tanaman dapat dilakukan pada generasi F3 karena dapat meningkatkan kedua karakter tersebut. KESIMPULAN
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Persilangan antara tetua Wilis x Mlg2521 menghasilkan populasi tanaman F2 yang memiliki nilai heritabilitas tinggi untuk semua karakter yang diamati yaitu umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah cabang produktif bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman. Nilai kemajuan genetik untuk karakter yang diamati termasuk ke dalam kriteria rendah sampai dengan tinggi. Jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman memiliki nilai kemajuan genetik yang tinggi. Karena itu, seleksi untuk meningkatkan nilai tengah kedua karakter dapat dilakukan pada generasi F3. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada DIKTI atas bantuan dana Hibah Strategis Nasional th 2011-2012 sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mahasiswa dan petugas lapang yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
dengan 7,14 triliun http://duniaindustri.com/agroindustri/604 -menyedihkan-indonesia-impor-kedelairp-7,14-triliun.html. Diakses tanggal 2 november 2011 Fehr, W.R. 1987. Principle of cultivar Development : Theory and Technique. Macmillan Publishing Company. New York. Vol. I. 536 pp. Hadiati, S. Murdaningsih H.K., dan Neni Rostini. 2003. Parameter karakter komponen buah pada beberapa aksesi nanas. Zuriat. 14(2): 53-58. Hakim, Lukman. 2010. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigua radiate [L.] wilczek). Berita Biologi. 10(1) : 23-32. Jain, J.P. 1982. Statistical techniques in quantitative genetics. Tata Mc GrawHill Company Ltd. New Delhi. 328 pp.
DAFTAR PUSTAKA
Knight, R. 1979. Quantitative genetics, Statistics, and Plant Breeding : In Plant Breeding. R. Knight (ed.). p. 41-71. Academy Press Pty. Ltd. Brisbane.
Allard, R.W., 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, Inc., New York. 485 pp.
Rachmadi, M. 2000. Pengantar pemuliaan tanaman membiah vegetatif. Universitas padjadjaran. Bandung. 159 hlm.
Asadi, Soemartono, M. Woerjono, dan H. Jumanto. 2003. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus). Zuriat, 14(2): 1-11.
Suharsono, M. yusuf, dan A. P. Paserang. 2006. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar Slamet x Nokonsawon. Tanaman Tropika. 9(2): 86-93.
Badan Pusat Statistik. 2011. Data produksi tanaman kedelai. Jakarta. Katalog BPS 521. Crowder, L.V. 1988. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Lilik Kusdiarti. Sutarso (ed). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hlm. Dunia industri. 2011. Menyedihkan Indonesia mengimpor kedelai sampai
Suprapto dan Narimah Md. Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen, dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max [L.] merill) pada Ultisol. J. Ilmuilmu Pertanian Indonesia. 9(2): 183-190. Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. Disertasi. Program
Semirata 2013 FMIPA Unila |81
Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 152 hlm. Zen, S. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik dan fenotipik karakter padi gogo. Zuriat. 6(1): 25-32
82|Semirata 2013 FMIPA Unila