ANALISIS PENGELOMPOKAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN SEMARANG BERDASARKAN DATA POTENSI DESA TAHUN 2014 DENGAN METODE K-MEANS CLUSTER Atika Nurani Ambarwati1, Muhammad Reza Prahendra2 1 2
Akademi Statistika (AIS) Muhammadiyah Semarang Akademi Statistika (AIS) Muhammadiyah Semarang
Alamat e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Kabupaten Semarang merupakan kabupaten yang terletak di tengah-tengah Provinsi Jawa Tengah. banyak kendala yang dihadapi dalam pembangunan, persebaran perekonomian masih terbatas pada wilayah-wilayah tertentu saja, belum terjadi pemerataan di Kabupaten Semarang. Untuk meningkatkan potensi daerah dalam rangka menunjang pemerataan pembangunan, perlu mengenal karakteristik yang spesifik dari masing-masing daerah. Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui gambaran umum desa/kelurahan di Kabupaten Semarang berdasarkan data Potensi Desa (PODES) Tahun 2014, mengetahui pengelompokan dan ciri dari setiap kelompok desa/kelurahan di Kabupaten Semarang berdasarkan data Potensi Desa (PODES) Tahun 2014. Data yang dianalisis adalah data yang diambil dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah yaitu data Potensi Desa (PODES) Tahun 2014. Data yang digunakan dalam analisis ini ada 13 variabel, yaitu variabel yang mencakup informasi tentang sarana dan prasarana, sosial dan ekonomi serta akses. Metode yang digunakan adalah metode non hirarki yaitu k-means cluster. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa desa/kelurahan di Kabupaten Semarang dapat dikelompokan menjadi empat klaster, yaitu klaster I terdiri dari 123 desa/kelurahan yang masih tertinggal dengan karakteristik mayoritas penduduknya masih mengandalkan pertanian, klaster II terdiri dari 14 desa/kelurahan paling maju dengan karakteristik maju dalam perdagangan, klaster III terdiri dari 51 desa/kelurahan dengan hampir maju dan klaster IV terdiri dari 47 desa/kelurahan maju. Kata kunci: K-means cluster, Potensi Desa PENDAHULUAN Karakteristik daerah menentukan kebijakan pembangunan daerah yang dilaksanakan, keunikan yang dimiliki setiap daerah menuntut adanya spesifikasi dalam proses pengambilan kebijakan. Potensi dan kekurangan suatu wilayah menjadi indikator utama dalam proses tersebut. Dari potensi dan kekurangan tersebut dapat dilakukan pemetaan wilayah yang berguna untuk melihat karakteristik umum maupun khusus suatu daerah apakah daerah tersebut sudah tergolong
maju atau masih tertinggal. Daerah-daerah yang masih mengalami ketertinggalan akan lebih terlihat dari hasil pemetaan tersebut. Daerah tertinggal merupakan suatu wilayah dalam suatu daerah yang secara fisik, sosial, dan ekonomi kondisinya mencerminkan keterlambatan pertumbuhan dibanding dengan wilayah lain dalam suatu daerah tersebut. Ciri umum daerah tertinggal antara lain, tingkat kemiskinan tinggi, kegiatan ekonomi amat terbatas dan terfokus pada sumber daya alam, minimnya sarana dan prasarana, dan
kualitas SDM yang rendah. Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya (BAPPENAS, 2004). Salah satu provinsi yang sedang bergerak mengembangkan potensi daerahnya dalam rangka pengentasan daerah tertinggal adalah Jawa Tengah. Dengan visi ‘Mewujudkan Desa Mandiri’, Jawa Tengah terus menggenjot pembangunan daerah dan melakukan desentralisasi ekonomi dari pusat ke daerah. Jawa Tengah memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada daerah untuk mengembangkan potensinya. Pusat kegiatan ekonomi yang tadinya berada dalam kota-kota tertentu saja kini mulai tersebar ke berbagai daerah dengan masing-masing komoditas daerah yang khas (Anonim 1, 2013). Kabupaten Semarang merupakan Kabupaten yang terletak di tengah-tengah Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai luas wilayah kurang lebih 981,95 km2 dengan populasi pada tahun 2013 sebanyak 949.815 jiwa dan mempunyai tingkat kemiskinan tergolong cukup rendah yaitu hanya sebesar 8,51% atau dari populasi (BPS, 2015). Kabupaten Semarang merupakan daerah yang sangat strategis, karena Kabupaten Semarang merupakan jalur penghubung 3 kota besar di wilayah Jawa bagian tengah yaitu Yogyakarta, Solo dan Semarang. Kabupaten Semarang mempunyai potensi sumber daya alam, adanya 5 wilayah kawasan industri, peluang pariwisata yang sangat potensial, namun masih banyak kendala yang dihadapi dalam pembangunan Kabupaten Semarang, diantaranya dari total 949.815 penduduknya sebanyak 46,5% merupakan penduduk belum bekerja/tidak bekerja dan mayoritas penduduk Kabupaten Semarang yang bekerja pada sektor pertanian namun
sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB yang hanya sebesar 14,3% menandakan belum optimalnya kesejahteraan masyarakat dan produktivitas pertanian di Kabupaten Semarang. Selain itu persebaran perekonomian masih terbatas pada wilayah-wilayah tertentu saja, belum terjadi pemerataan di Kabupaten Semarang (BPS 2015). Data mengenai spesifikasi sarana prasarana penunjang masyarakat desa/kelurahan tersedia dalam data Potensi Desa (PODES) dan Kecamatan Dalam Angka, yang pendataannya bertujuan untuk mendapatkan data tentang keberadaan, ketersediaan, dan perkembangan potensi yang dimiliki setiap wilayah administrasi pemerintahan. Analisis klaster (cluster) merupakan suatu teknik statistika yang bertujuan mengelompokkan suatu unit penelitian dalam satu kelompok yang didasarkan atas kedekatan jarak. Hasil pengelompokan diharapkan dapat diperoleh informasi tentang karakteristik dari masing-masing kelompok yang terbentuk tersebut. (Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer, 2005) Untuk mengetahui karakteristik daerah di Kabupaten Semarang tahun 2014 agar dapat memudahkan dan menunjang pemerintah dalam mencanangkan beberapa program dan kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Semarang dalam rangka mensejahterakan masyarakat Kabupaten Semarang akan dikelompokkan desa/kabupaten di Kabupaten Semarang berdasarkan variabel-variabel indikator dengan menggunakan metode K-means cluster. METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data potensi desa dari seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Semarang yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Semarang Tahun 2014, sebanyak 208 desa dan 27 kelurahan.
Variabel yang digunakan dalam permasalahan ini ada 13 variabel, di mana 13 variabel tersebut adalah : Tabel 1 Variabel Penelitian Variabel X1
X2
X3
X4
X5
X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12
X13
Jarak dari desa ke pusat kecamatan yang membawahi Ketersediaan sarana pendidikan (Jumlah SD Negeri/Sederajat) Ketersediaan sarana kesehatan (Jumlah Posyandu) Ketersediaan tenaga kesehatan (Jumlah Bidan) Jumlah keluarga pengguna telepon seluler Jumlah Minimarket Restoran/Rumah Makan Jumlah toko/warung kelontong Jumlah koperasi Jumlah bangunan permanen Jumlah keluarga petani Jumlah keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun terakhir Jumlah tempat ibadah
Kategori Skala Data Interval
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio
Rasio
Rasio
Uji Data Santoso (2014) menyebutkan bahwa uji data pada prinsipnya bertujuan untuk memastikan bahwa berbagai metode multivariat (cluster analysis, factor analysis dan lainnya) bisa digunakan pada data tertentu. Pengabaian uji data bisa mengakibatkan biasnya kesimpulan yang
diambil atau metode multivariat tidak bisa diproses. Uji pada data yang akan diproses dengan analisis statistik multivariat pada umumnya meliputi: 1. Missing Data Missing data atau missing value adalah informasi yang tidak tersedia untuk sebuah subyek (kasus). Missing data terjadi karena informasi untuk sesuatu tentang obyek tidak diberikan, sulit dicari atau memang informasi tersebut tidak ada. Missing data pada dasarnya tidak bermasalah bagi keseluruhan data, apalagi jika jumlahnya hanya sedikit. Namun jika persentase data yang hilang tersebut cukup besar, maka perlu dilakukan pengujian apakah data yang mengandung banyak missing tersebut masih layak diproses lebih lanjut atau tidak. 2. Outlier Data outlier merupakan data yang secara nyata berbeda dengan data-data yang lain. Pada banyak kasus, keberadaan data outlier akan mengganggu keseluruhan data yang akan mengakibatkan biasnya kesimpulan yang diambil. Data outlier bisa terjadi karena beberapa sebab: a. Kesalahan dalam pengambilan data. b. Kesalahan pada pengambilan sampel. c. Memang ada data-data ekstrem yang tidak bisa dihindarkan keberadaanya. Uji terhadap keberadaan outlier bisa dilakukan dengan tiga cara, yakni membuat nilai z (standarisasi data), menampilkan grafik data dalam bentuk Scatter Plot serta penyajian Box Plot. 3. Multikolinearitas. Multikolinearitas adalah kemungkinan adanya korelasi antar variabel atau peristiwa terjadinya hubungan linier antar beberapa atau
semua variabel. Sebaiknya multikolinearitas ini tidak terjadi, untuk mengetahui adanya multikolinearitas adalah dengan menghitung nilai Variance Inflation Factors (VIF) dengan rumus:
ke 1 dinotasikan dengan , dan jumlah obyek pada klaster ke 1 dinotasikan dengan "n(1)". Maka jarak antara obyek ke i dan klaster ke 1 didefinisikan sebagai berikut :
.............(1) Dengan Rj2 adalah nilai koefisien determinasi variabel dependen ke-j dengan variabel independen selain ke-j. Jika nilai maksimal (VIFj) > 10 maka mengindikasikan terjadinya multikolinearitas. Analisis Klaster K-means Setelah data diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data dengan menggunakan metode K-means klaster. Tahapan analisis yang dilakukan sebagai berikut : 1. Menentukan banyaknya klaster yang akan dibentuk. Dalam penelitian ini penulis merujuk pengelompokan yang dilakukan oleh BAPPEDA Kabupaten Bengkayang Kalimantan Timur tentang daerah tertinggal dimana akan dibentuk pengelompokan sebanyak 4 klaster. 2. Lakukan metode pengklasteran Kmeans dengan k klaster yang didapat pada langkah 1. Tahapan yang dilakukan pada metode K-means adalah sebagai berikut : a. Menentukan pusat klaster awal secara acak. b. Menghitung jarak antara setiap obyek dengan pusat klaster. Asumsikan n adalah obyek dan p adalah variabel yang dinotasikan dengan x(i,j)=1,2,…,n dan j=1,2,…,p dan dengan menggunakan jarak euclid antar obyek. Jika p(n,k) adalah partisi yang merupakan hasil pada tiap obyek dialokasikan untuk salah satu dari klaster ke 1,2,...,k. Ratarata variabel ke j pada klaster
(2) Analisis Klaster dengan :
...(3) adalah error partisi. l(i) adalah klaster yang memuat obyek ke i, D[i,l(i)] adalah jarak euclid antara obyek ke i dan rata-rata klaster yang memuat obyek. c. Masukkan tiap obyek ke satu klaster yang memiliki jarak terdekat dengan pusat klasternya d. Menghitung kembali pusat klaster yang terbentuk e. Ulangi dari langkah b sampai tidak ada perpindahan obyek antar klaster. 3. Interpretasi dan Pembuatan Profil Untuk mengetahui profil setiap kelompok maka diperlukan pengelompokan terlebih dahulu. Pengelompokan tidak akan ada manfaatnya apabila kita tidak mengetahui profil setiap kelompok. Untuk menginterpretasikan klaster dan membuat profil, digunakan rata-rata setiap klaster pada setiap obyek. Rumus rata-rata klaster : ........(4) Dimana : X = rata-rata sampel (variabel dalam klaster) μ = rata-rata populasi z = nilai standarisasi σ = standar deviasi
HASIL PENELITIAN Proses analisis klaster menggunakan non hierarki K-means karena jumlah data yang besar sehingga penggerombolan akan lebih cepat. Langkah pertama dalam analisis K-means adalah menentukan banyaknya K atau klaster, di sini penulis menggunakan k sebanyak 4 atau membagi obyek penelitian menjadi 4 partisi. Diambil angka 4 agar dalam kelompok klaster nantinya hanya terdapat kesimpulan kelompok-kelompok maju ataupun kelompok-kelompok yang tertinggal, tidak ada kelompok yang menjadi penengah antara maju ataupun tertinggal. Langkah kedua yaitu membangkitkan 4 centroid (titik pusat klaster). Pada beberapa software statistik, centroid yang digunakan adalah k pengamatan pertama namun ada juga software yang menentukan centroid secara acak. Titik centroid atau titik pusat klaster awal sebelum dilakukan iterasi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2 Initial Cluster Center Variabel Zscore (X1) Zscore (X2) Zscore (X3) Zscore (X4) Zscore (X5) Zscore (X6) Zscore (X7) Zscore (X8) Zscore (X9) Zscore (X10) Zscore (X11) Zscore (X12) Zscore (X13)
Cluster 1
2
3
4
3.28594
-1.23055
-.76333
-1.07481
-.64786
2.84404
2.14566
.05052
-.98172
2.68026
4.01189
-.31591
-.62654
1.60431
.86069
1.60431
-.81369
3.42091
.89997
1.42481
-.46038
1.32787
-.46038
.43375
-.39370
3.16471
-.22072
-.27014
-.63946
4.05830
-.69473
-.30785
-.59765
3.30369
-.59765
5.25437
-.98423
4.68056
.42535
2.09191
-.52663
-.94138
4.65345
-1.24079
-.40039
1.97121
1.74153
.03702
-.44059
.98555
1.46093
-.15536
Untuk mendeteksi beberapa kali proses iterasi yang dilakukan dalam proses clustering dari 235 obyek yang diteliti, dapat dilihat dari Tabel 3 berikut ini:
iterasi 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel 3 Iteration History Perpindahan pada Pusat Cluster 1 2 3 4 3.422 4.118 4.117 4.320 .354 .586 .926 .547 .248 .000 .448 .415 .106 .000 .119 .201 .049 .000 .056 .098 .056 .000 .089 .098 .044 .000 .081 .045 .000 .000 .000 .000
Tabel 3 di atas menggambarkan proses clustering yang dilakukan melalui 8 tahapan iterasi untuk mendapatkan klaster yang tepat. Adapun hasil akhir clustering digambarkan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Final Cluster Center Variabel Zscore (X1) Zscore (X2) Zscore (X3) Zscore (X4) Zscore (X5) Zscore (X6) Zscore (X7) Zscore (X8) Zscore (X9) Zscore (X10) Zscore (X11) Zscore (X12) Zscore (X13)
Cluster 1
2
3
4
.17973
-.58534
.28533
-.60560
-.65354
1.54705
.87214
.30313
-.55409
1.18218
.72851
.30741
-.40889
1.23250
-.05789
.76577
-.64409
2.35842
.37256
.57881
-.37315
2.47746
-.37272
.64301
-.44252
2.72344
.21052
.11840
-.38873
2.94900
-.19407
.34948
-.37034
1.49235
-.21517
.75813
-.54451
2.58710
.10006
.54580
-.30439
-.76244
1.35883
-.45077
-.47045
.32910
.84618
.21495
-.63306
1.12138
1.00047
.23708
Dari Tabel 4 di atas terlihat ada beberapa yang nilai yang berada di bawah rata-rata total yang ditandai dengan tanda negatif (-) dan ada pula yang di atas ratarata total yang ditandai dengan tanda positif (+). Tabel final cluster centers tersebut diatas masih terkait dengan proses standarisasi data sebelumnya, yang mengacu pada z-score. Untuk bahan analisis data tersebut harus dikembalikan menjadi rata-rata dari data asli. Adapun
contoh perhitungan di klaster 1 adalah sebagai berikut: = 4.4506 + (0.17973 x 3.21046) = 5.0276159758 = 2.9277(-0.65354 x 1.43189) = 1.991902609 = 22.634(-0.63306 x 10.5179) = 15.97553823 Begitu juga dengan klaster 2 sampai dengan klaster 4, adapun hasil perhitungan lengkap disajikan dalam Tabel 5 berikut: Tabel 5. Rata-rata Pusat Klaster Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13
1 5,027616 1,991903 5,284508 1,292733 450,4616 0,097565 24,02422 5,536628 0,349543 289,7162 365,2475 806,7065 15,97554
Cluster 2 3 2,571389 5,366641 5,142905 4,176509 10,49997 9,13722 3,500041 1,764751 1874,927 932,7858 3,285716 0,098046 152,1427 50,45112 65,92858 9,058752 3,21423 0,588184 1947,07 630,8445 220,0594 892,4383 1426,36 1827,098 34,42856 33,15684
4 2,506345 3,361749 7,872307 2,872392 1030,636 1,234049 46,72325 18,89359 2,085051 866,7453 318,8494 1337,893 25,12758
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui rata-rata pusat klaster di atas dengan ketentuan yang telah dijabarkan diatas pula, dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Klaster 1 terdiri dari desa/kelurahan yang paling tertinggal dibanding desa/kelurahan lainnya. Hal ini ditinjau dari minimnya jumlah SD (X2), posyandu (X3), bidan (X4), penggunaan telepon seluler (X5), minimarket (X6), restaurant (X7), toko kelontong (X8), koperasi (X9), rumah dengan kualitas bangunan permanen (X10), penerima Askes (X12) dan jumlah tempat ibadah (X13) dibanding klaster lain, selain itu rata-rata jarak desa ke pusat kecamatan (X1) yang jauh dan jumlah keluarga petani (X11) yang di atas rata-rata memperjelas ketertinggalan desa/kelurahan di klaster ini.
2. Klaster 2 terdiri desa/kelurahan yang paling maju, hal ini ditinjau dari tingginya jumlah SD (X2), posyandu (X3), bidan (X4), penggunaan telepon seluler (X5), minimarket (X6), restaurant (X7), toko kelontong (X8), koperasi (X9), rumah dengan kualitas bangunan permanen (X10), penerima Askes (X12) dan tempat ibadah (X13), sedang rata-rata jarak desa ke pusat kecamatan (X1) tergolong dekat dan jumlah keluarga petani (X11) di klaster 2 sangatlah sedikit. 3. Klaster 3 terdiri dari desa/kelurahan yang kurang maju, hal ini ditinjau rata-rata jarak desa ke pusat kecamatan (X1) yang tergolong jauh, jumlah bidan (X4), pengguna telepon seluler (X5), minimarket (X6), toko kelontong (X8), koperasi (X9) dan rumah dengan kualitas bangunan permanen (X10) yang minim dan masih banyaknya keluarga petani (X11) di klaster 3, namun kelompok ini mempunyai jumlah SD (X2), posyandu (X3), restaurant (X7) dan tempat ibadah (X13) yang lumayan banyak. Kemajuan desa/kelurahan di klaster 3 hampir menyamai kemajuan desa/kelurahan di klaster 4, namun masih lebih rendah jika dibandingkan klaster 4. 4. Klaster 4 berisi desa/kelurahan yang maju, hal ini ditinjau dari rata-rata jarak desa ke pusat kecamatan (X1) yang dekat, banyaknya jumlah bidan (X4), minimarket (X6), toko kelontong (X8), koperasi (X9), rumah dengan kualitas bangunan permanen (X10) serta tingginya pengguna telepon seluler (X5), sedangkan klaster 4 ini mempunyai jumlah SD (X2), posyandu (X3), restaurant (X7), keluarga petani (X11), penerima Askes (X12) dan tempat ibadah (X13) yang tergolong sedikit dibanding klaster lain. Langkah ketiga adalah menghitung jarak dari setiap data ke masing-masing pusat klaster yaitu menggunakan Euclidean Distance,
sebagai dasar untuk menyusun setiap obyek penelitian ke dalam grup dengan jarak terdekat, dengan contoh perhitungan adalah sebagai berikut: = (0.79408 – 0.016859)2 + ... + (-0.44059 – 0.016859)2 = 4.144889 = 2,0359 (jika obyek penelitian kesatu tidak dikeluarkan dari grup). Demikian seterusnya obyek penelitian ke satu dihitung jaraknya dengan setiap centroid, dilanjutkan dengan obyek penelitian ke dua sampai ke 235, nilai jarak yang paling kecil adalah yang paling dekat dengan obyek penelitian. Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan yaitu melihat perbedaan variabel pada klaster yang terbentuk. Dalam hal ini dapat dilihat dari nilai F dan nilai probabilitas (sig) masing-masing variabel, seperti tampak dalam Tabel 6. berikut.
Square Within ditunjukkan oleh Means Square dalam kolom Error. Semakin besar nilai F dan (sig < 0,05), maka semakin besar perbedaan variabel pada klaster yang terbentuk. Dari tabel tersebut terlihat semua variabel mempunyai nilai F yang besar dan signifikansi < 0,05 artinya perbedaan variabel pada klaster yang terbentuk besar. Selanjutnya untuk mengetahui anggota masing-masing klaster yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini:
Tabel 6. Analysis of Variance (ANOVA) Variable Zscore (X1) Zscore (X2) Zscore (X3) Zscore (X4) Zscore (X5) Zscore (X6) Zscore (X7) Zscore (X8) Zscore (X9) Zscore (X10) Zscore (X11) Zscore (X12) Zscore (X13)
Mean Square Cluster
df
Mean Square Error
Dr
F
Sig
10.053
3
.882
231
11.392
.000
43.051
3
.454
231
94.849
.000
29.612
3
.628
231
47.122
.000
23.188
3
.712
231
32.574
.000
50.574
3
.356
231
141.98 8
.000
43.191
3
.452
231
95.542
.000
43.615
3
.447
231
97.669
.000
49.333
3
.372
231
132.51 3
.000
25.808
3
.678
231
38.075
.000
48.228
3
.387
231
124.73 2
.000
41.084
3
.479
231
85.694
.000
22.476
3
.721
231
31.169
.000
40.196
3
.491
231
81.872
.000
Dalam Tabel 6 di atas Mean Square Between ditunjukkan oleh Means Square dalam kolom Cluster, sedangkan Mean
Gambar 1 Peta klaster Kabupaten Semarang Dari Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa klaster 2 dan klaster 4 cenderung berada pada sekitar zona jalan raya utama, sedangkan klaster 3 dan klaster 1 cenderung berada pada posisi sub zona dari jalan raya utama (zona di luar jalan utama). Dengan anggota klaster sebagai berikut : 1. Klaster 1 = Gogik, Keji, Branjang, Kalikeyan, Muweh, Kalirejo, Munding, Pagersari, Randugunting, Diwak, Derekan, Pringsari, Penawangan, Asinan, Polosiri, Samban, Poncoruso, Popongan, Lebak, Banding, Nyemoh, Tempuran, Sendang, Gogodalem, Kalikurmo, Sambirejo, Kalijambe, Tanjung, Kalibeji, Sraten, Rowosari, Jombor, Watuagung, Lopait, Delik, Tlogo,
Karangtengah, Karanganyar, Tlompakan, Ngajaran, Ujung-ujung, Segiri, Terban, Tukang, Bendungan, Karanggondang, Sukoharjo, Jembrak, Glawan, Kadirejo, Bejaten, Gling, Padaan, Kauman Lor, Pucung, Lembu, Plumutan, Bantal, Jlumpang, Bancak, Wonokerto, Kebowan, Beji Lor, Jatirejo, Dersansari, Purworejo, Ketanggi, Medayu, Bonomerto, Sukorejo, Gunung Tumpeng, Badran, Susukan, Sidoharjo, Muncar, Ngasinan, Kemetul, Siwal, Pager, Udanwuh, Kener, Papringan, Mukiran, Payungan, Jetis, Rogomulyo, Regunung, Patemon, Barukan, Nyamat, Samirono, Manggihan, Wates, Tolokan, Ngrawan, Nogosaren, Wirogomo, Kemambang, Gedong, Rowoboni, Ngrapah, Kebondagung, Ngadikerso, Lanjan, Kemitir, Trayu, Jubelan, Bumen, Mendongan, Losari, Kemawi, Piyanggang, Pledokan, Duren, Keseneng, Pojoksari, Bejalen, Gemawang, Kelurahan, Gondoriyo, Kuwarasan, Rejosari, .Pakopen. 2. Klaster 2 = Langensari, Genuk, Ungaran, Bandarjo, Lerep, Gedanganak, Karangjati, Klepu, Pringapus, Bawen, Bringin, Kupang, Panjang, Bandungan. 3. Klaster 3 = Kalisidi, Kalongan, Kawengan, Gondoriyo, Jatirungo, Wonorejo, Candirejo 2, Kandangan, Pakis, Truko, Wiru, Rembes, Sumberejo, Semowo, Rejosari, Kedungringin, Krandon Lor, Cukilan, Dadapayam, Timpik, Tawang, Bakalrejo, Ketapang, Gentan, Koripan, Kenteng, Kaliwungu, Sugihan, Duren 1, Karangduren, Tegalwaton, Kopeng, Batur, Tajuk, Jetak, Sumogawe, Polobogo, Sepakung, Kebumen, Tegaron, Candigaron, Pasekan, Bedono, Brongkol, Kebondalem, Genting, Mlilir, Duren 2, Candi, Banyukuning, Sidomukti. 4. Klaster 4 = Candirejo 1, Nyatnyono, Beji, Leyangan, Susukan, Sidomulyo,
Gebugan, Wujil, Bergas Lor, Bergas Kidul, Jatijajar, Ngempon, Wringin Putih, Wonoyoso, Doplang, Lemahireng, Harjosari, Gedangan, Candirejo 3, Kesongo, Tuntang, Pabelan, Boto, Reksosari, Suruh, Plumbon, Kradenan, Tengaran, Tegalrejo, Sruwen, Cukil, Klero, Butuh, Bener, Getasan, Kebondowo, Banyubiru, Sumowono, Ngampin, Tambakboyo, Lodoyong, Kranggan, Baran, Jambu, Jetis, Kenteng, Jimbaran. KESIMPULAN 1. Desa/Kelurahan di Kabupaten Semarang berdasarkan indikator sosial ekonomi dan sarana prasarana dapat dikelompokkan menjadi : a. Klaster I = Gogik, Keji, Branjang, Kalikeyan, Muweh, Kalirejo, Munding, Pagersari, Randugunting, Diwak, Derekan, Pringsari, Penawangan, Asinan, Polosiri, Samban, Poncoruso, Popongan, Lebak, Banding, Nyemoh, Tempuran, Sendang, Gogodalem, Kalikurmo, Sambirejo, Kalijambe, Tanjung, Kalibeji, Sraten, Rowosari, Jombor, Watuagung, Lopait, Delik, Tlogo, Karangtengah, Karanganyar, Tlompakan, Ngajaran, Ujungujung, Segiri, Terban, Tukang, Bendungan, Karanggondang, Sukoharjo, Jembrak, Glawan, Kadirejo, Bejaten, Gling, Padaan, Kauman Lor, Pucung, Lembu, Plumutan, Bantal, Jlumpang, Bancak, Wonokerto, Kebowan, Beji Lor, Jatirejo, Dersansari, Purworejo, Ketanggi, Medayu, Bonomerto, Sukorejo, Gunung Tumpeng, Badran, Susukan, Sidoharjo, Muncar, Ngasinan, Kemetul, Siwal, Pager, Udanwuh, Kener, Papringan, Mukiran, Payungan, Jetis, Rogomulyo, Regunung, Patemon, Barukan, Nyamat, Samirono, Manggihan, Wates, Tolokan, Ngrawan,
b.
c.
d.
Nogosaren, Wirogomo, Kemambang, Gedong, Rowoboni, Ngrapah, Kebondagung, Ngadikerso, Lanjan, Kemitir, Trayu, Jubelan, Bumen, Mendongan, Losari, Kemawi, Piyanggang, Pledokan, Duren, Keseneng, Pojoksari, Bejalen, Gemawang, Kelurahan, Gondoriyo, Kuwarasan, Rejosari, .Pakopen Klaster II = Langensari, Genuk, Ungaran, Bandarjo, Lerep, Gedanganak, Karangjati, Klepu, Pringapus, Bawen, Bringin, Kupang, Panjang, Bandungan. Klaster III = Kalisidi, Kalongan, Kawengan, Gondoriyo, Jatirungo, Wonorejo, Candirejo 2, Kandangan, Pakis, Truko, Wiru, Rembes, Sumberejo, Semowo, Rejosari, Kedungringin, Krandon Lor, Cukilan, Dadapayam, Timpik, Tawang, Bakalrejo, Ketapang, Gentan, Koripan, Kenteng, Kaliwungu, Sugihan, Duren 1, Karangduren, Tegalwaton, Kopeng, Batur, Tajuk, Jetak, Sumogawe, Polobogo, Sepakung, Kebumen, Tegaron, Candigaron, Pasekan, Bedono, Brongkol, Kebondalem, Genting, Mlilir, Duren 2, Candi, Banyukuning, Sidomukti. Klaster IV = Candirejo 1, Nyatnyono, Beji, Leyangan, Susukan, Sidomulyo, Gebugan, Wujil, Bergas Lor, Bergas Kidul, Jatijajar, Ngempon, Wringin Putih, Wonoyoso, Doplang, Lemahireng, Harjosari, Gedangan, Candirejo 2, Kesongo, Tuntang, Pabelan, Boto, Reksosari, Suruh, Plumbon, Kradenan, Tengaran, Tegalrejo, Sruwen, Cukil, Klero, Butuh, Bener, Getasan, Kebondowo, Banyubiru, Sumowono, Ngampin, Tambakboyo, Lodoyong, Kranggan, Baran, Jambu, Jetis, Kenteng, Jimbaran
2. Karakteristik dari setiap kelompok desa/kelurahan berdasarkan data Potensi Desa indikator sosial ekonomi : a. Klaster pertama mempunyai potensi dan keunggulan dalam bidang pertanian. Desa/kelurahan yang termasuk dalam klaster pertama cenderung terletak di sisi terluar dari Kabupaten Semarang dan bukan merupakan wilayah yang berada pada area jalan raya Jogja-SoloSemarang. b. Klaster kedua mempunyai potensi dan keunggulan dalam bidang akses, pendidikan, kesehatan, komunikasi, perdagangan, pariwisata dan tempat ibadah. Desa/kelurahan yang termasuk dalam klaster kedua cenderung berada pada poros tengah Kabupaten Semarang dan berada pada area jalan raya Jogja-SoloSemarang. c. Klaster ketiga mempunyai potensi dan keunggulan dalam bidang pendidikan, pertanian, pariwisata dan tempat ibadah. Desa/kelurahan yang termasuk dalam klaster pertama cenderung terletak di sisi terluar dari Kabupaten Semarang dan bukan merupakan wilayah yang berada pada area jalan raya Jogja-SoloSemarang. d. Klaster keempat mempunyai potensi dan keunggulan dalam bidang akses, kesehatan, komunikasi, dan perdagangan. Desa/kelurahan yang termasuk dalam klaster kedua cenderung berada sedikit di luar area jalan raya Jogja-Solo-Semarang. DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim (1). Visi dan Misi “Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari”, URL: http://jatengprov.go.id/id/page/visidan-misi [2] Anonim (2). 5 Kawasan Industri di Kabupaten Semarang, URL : http://beritadaerah.co.id/2013/11/06/8 133/
[3] [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. Potensi Wisata Alam di Kabupaten Semarang, URL: http://regionalinvestment.bkpm.go.id/ newsipid/commodityarea.php?ia=332 2&Ice=1139 [4] [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2013. Analisis Desa Tertinggal Kabupaten Bengkayang. Samarinda: BAPPEDA Kabupaten Bengkayang. [5] [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sub Direktorat Daerah Tertinggal, URL: http://kawasan.bappenas.go.id/index.p hp?option=com_content&view=categ ory&id=35:sub-direktorat-daerahtertinggal&layout=blog&Itemid=65 , diakses pada 2 Maret 2015. [6] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Semarang Dalam Angka 2014. Ungaran: BPS Kabupaten Semarang. [7] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Potensi Desa Indonesia 2014. Jakarta: BPS. [8] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Potensi Desa Kabupaten Semarang 2014. Ungaran: BPS Kabupaten Semarang. [9] Nasir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. [10] Nugroho, S. 2008. Statistika Multivariate Terapan. Bengkulu. UNIB Press. [11] Santosa, S. 2014. Statistik Multivariat. Jakarta: Elex Media Komputindo. [12] Supranto, J. 2004 . Analisis Multivariat; Arti & Interpretasi. Jakarta: Rineka Cipta. [13] Simamora, B. 2005. Analisis Multivariate Pemasaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [14] Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer. 2005. Pengembangan Analisis Multivariat dengan SPSS 12. Jakarta: Salemba Infotek.
[15] Todaro, M.P. & Smith, S.C. (2003). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. [16] Wibisono, D. 2002. Riset Bisnis. Yogyakarta: BPFE.