TINJAUAN PUSTAKA Kelompok Sebagai Unit Sosial
Kelompok sebagai unit sosial dapat terdiri dari kelompok yang tidak teratur dan kelompok yang teratur. Salah satu kelompok yang tidak teratur adalah kerumunan (crowd).Kerumunan tidak terorganisasikan; ia dapat mempunyai pimpinan, akan tetapi ia tidak mempunyai sistem pembagian kerja maupun sistem pelapisan sosial (Soekanto, 1987). Interaksi dalam kerumunan bersifat spontan dan tidak terduga serta orang-orang yang berkumpul tersebut sadar bahwa ada orang lain yang mempunyai kedudukan sosial yang sama dengannya. Orang-orang dalam kerumunan mudah meniru tingkah laku orang-orang lain, khususnya dalam beraksi karena mereka mempunyai satu pusat perhatian. Keinginan-keinginan mereka akan tersalurkan melalui aksi tersebut. Kerumunan akan bubar dengan sendirinya apabila tujuan telah tercapai. Jenis kelompok lain adalah kelompok yang teratur yang merupakan satu unit sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang berinteraksi satu sama lain dan saling tergantung dalam upaya mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan (Homans, 1950; Bertrand, 1975; Duncan, 1981; Rusidi, 1988; dan Gibson & Hodgetts, 1991). Dalam kelompok seperti ini terjadi interaksi di antara anggota dan dengan pemimpin. Interaksi yang terjadi dapat berwujud saling mempengaruhi satu sama lain. Kelompok yang teratur dapat juga diartikan sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan (Stoner, 1989). Interaksi yang terjadi menunjukkan ada'hubungan keperluan antara yang satu dengan yang lain; antara satu dengan yang lain ada ketergantungan.
11
Ketergantungan dan interaksi yang intensif, dapat membawa ke kompakan kelompok. Interaksi dipengaruhi oleh: (1) pengetahuan anggota, kapasitas intelektual dan fisiknya, atau keterampilan yang berperan dalam interaksi, (2) kebutuhan dan motif-motif yang dibawa para anggota ke situasi itu, seperti motif untuk diakui, atau ingin ikut dalam kegiatan dan sebagainya, serta (3) jaringan-jaringan tata hubungan antar pribadi, dalam arti apabila jaringan ini bertambah banyak maka interaksi juga akan bertambah (Newcomb, Turner dan Converse, 1981). Dalam kelompok sebagai unit sosial ada pengorganisasian serta pengaturan, termasuk pengaturan kedudukan anggota beserta tugas-tugasnya. Ketika bekerja dan berperilaku, para anggota memerlukan motivasi agar mereka dapat bekerja sesuai tugasnya. Karena itu kelompok sering juga dilihat dari titik tolak motivasi, sehingga dinyatakan bahwa kelompok merupakan kumpulan manusia, terdiri dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan dengan tujuan memenuhi kebutuhan masingmasing anggota (Cattel, 1951; Bass, 1960 dan Reitz, 1977). Motivasi muncul akibat adanya keinginan seseorang untuk mencapai prestasi tertentu. Pencapaian prestasi tertentu dipandang sebagai satu faktor pendorong agar seseorang melakukan aktivitas (McClelland, 1987). Dalam tulisan ini kelompok diartikan sebagai kumpulan dari beberapa orang yang mempunyai kesamaan dalam berbagai ha1 dan saling berinteraksi dalam suatu jangka waktu yang lama untuk mencapai tujuan di bawah arahan pemirnpin. Sejalan dengan pengertian ini esensi dari kelompok adalah: (1) ada dua orang atau lebih, (2) yang berinteraksi satu sama lain menurut aturan atau diatur oleh norma tertentu, (3) mempunyai tujuan untuk dicapai dan dipahami oleh anggota, (4) ada saling ketergantungan dan (5) ada pemimpin yang mampu menjalankan kepemimpinan.
Interaksi yang menjadi jiwa kelompok, perlu dilakukan secara intensif dan karenanya anggota kelompok hams sering bertemu dan berdiskusi. Pertemuan dapat dilakukan secara formal maupun informal. Dalam kelompok perlu ada komunikasi antar sesama anggota dan antara anggota dengan pemimpin. Pemimpin kelompok dapat memprakarsai dan memfasilitasi interaksi atau komunikasi antar anggota. Kelompok dapat juga dipandang sebagai sistem sosial. Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik antar-individu dalam masyarakat dan antar-individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu-individu itu (Linton
&lam Soekanto, 1987). Pola-pola pengaturan seperti ini terdapat dalam kelompok, khususnya antar-anggota dalam kelompok. Dalam kelompok terjadi proses yang mampu menghasilkan keluaran (output) berkat adanya interaksi antar berbagai subsistem. Secara mikro, tiap kelompok mempunyai sub-sistem internal dengan berbagai komponen, di samping sub-sistem ekster-
nai yang juga terdiri dari berbagai komponen. Selain itu suatu kelompok juga hams mempunyai hasil atau output yang disebut efek (Homans &lam Sujak, 1990). Sub-sistem internal dari kelompok (kelompok dilihat secata mikro dan dapat dianalogikan dengan sel), mempunyai komponen-komponen sistem seperti aktiiitas, interaksi, sentimen dan norma (sebagai inti "sel") yang perlu terns dikembangkan, khususnya oleh pemimpin. Pengertian aktivitas meliputi tipe-tipe perilaku yang berorientasi pada tugas, seperti menganalisis masalah, menilai alternatip solusinya, pengambilan keputusan dan sebagainya. Pengertian interaksi bermakna komunikasi antara sesama anggota, yang selain mencakup fkekuensi, juga meliputi intensitasnya. Sentimen sebagai komponen ketiga, berarti bahwa dalam internal kelompok ada refleksi perasaan, seperti senang, percaya, terbuka, dan d i n g tergantung. Semakin
13
besar kemungkinan terdapatnya kondisi yang memungkinkan berkembangnya keempat jenis perasaan tersebut, semakin besar peluang kelompok menjadi lebih efektip dan produktip (Gibb, 1978). Sentimen yang merupakan kondisi internal dalam tubuh seseorang, mula-mula berperan sebagai tenaga penggerak yang dapat memancing timbulnya aktivitas dan kemudian keduanya dapat membentuk pola interaksi (Sanders, 1958). Komponen terakhir dalam subsistem internal yakni norma, yang merupakan aturan tindakan dari semua anggota kelompok sehingga menjadi standar perilaku dalam lingkungan tersebut. Subsistem eksternal dari kelompok, merupakan kondisi-kondisi yang ada di luar kelompok secara mikro (inti "sel"), yang meliputi teknologi, nilai-nilai kepemimpinan, nilai-nilai anggota, struktur organisasi, perubahan sosial dan sumber-sumber, baik materi maupun finansial. Nilai-nilai tersebut berpengaruh terhadap efektivitas kelompok, yakni berpengaruh terhadap sub-sistem eksternal (Sujak, 1990). Gambar 1 menunjukkan bahwa antara subsistem internal dengan subsistem eksternal terdapat hubungan dan seterusnya subsistem internal juga berhubungan atau berpengaruh terhadap efek. Sub-sistem internal mempunyai dampak pada produktivitas kelompok, kepuasan anggota-anggotanya, loyalitas, komitmen dan disiplin. Karena itu subsistem internal juga perlu mendapat perhatian pimpinan atau manajer, khususnya dalam meningkatkan efektivitas kelompok kerja (Sujak, 1990). Jika diperhatikan kelompok-kelompok yang ada di tengah masyarakat, pada umumnya terdapat tiga jenis kelompok yakni: (1) kelompok perintah, yang dalam suatu organisasi terdiri dari manajer dan bawahannya, (2) komite dan gugus tugas yang dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu, dan (3) kelompok informal yang terbentuk dalam organisasi dengan ataupun tanpa keinginan para manajernya (Stoner,
+
h
SISTEM EKSTERNAL *?Cknologi Perubahan Sosial Manajemen Nilai-dki dari Anggota Struktur Organisasi Sumbet-sumber (materi, fmnsial) Dan lain-lain
SISTEM INTERNAL
EFEK
Produktivitas Kerja Kepuasan Anggota
Sentimen
Loyalitas Xomitmen Kedisiplinan
Dan lain-lain
.+
Symber: Abi Sujak. Kepemimpinan Manajer, 1990
Gambar 1 . Proses Dalam Kelompok
15
1989). Dua jenis yang pertama ini disebut kelompok formal dan yang ketiga adalah kelompok informal. Kelompok informal akan muncul apabila orang-orang berkumpul dan mengadakan interaksi secara teratur. Kelompok informal dapat berkembang dalam struktur organisasi yang formal; anggota-anggota kelompok informal cenderung untuk mengabdikan diri bagi kelo~npoknya(Stoner, 1989). Kelompok informal biasanya terbentuk karena sering terjadi pertemuan-pertemuan antara individu yang interaksinya dilandasi simpati atau adanya kepentingan-kepentingan bersama (Schein, 1985; Soekanto, 1987). Kelompok informal tidak mempunyai struktur dan organisasi yang tertentu atau yang pasti. Kelompok informal dapat berbentuk: (a) kelompok kepentingan atau minat, karena anggota-anggotanya mempunyai kepentingan atau minat yang sama, dan (b) kelompok persahabatan (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1987). Kelompok informal mempunyai kedudukan penting karena: (1) memberi kesempatan kepada anggota untuk memuaskan kebutuhan sosial, seperti berkawan, kasih sayang, keamanan, (2) memudahkan kerja sama antara anggota dalam mengatasi masalah pekerjaan, dan (3) dapat mengatur perilaku sosial sesuai norma, terutama dalam melakukan pekerjaan (Wexley dan Yukl, 1988). Banyak komunitas pedesaan merupakan kelompok informal karena warga masyarakat yang berhimpun di lingkungan suatu desa mempunyai kepentingan, minat dan tujuan yang sama.
Kelom~okdan Penvuluhan Dalam arti luas extension education atau pendidikan penyuluhan dapat didefinisikan sebagai usaha untuk memperluas atau memperpanjang jangkauan manfaat suatu sistem ataupun jasa pendidikan yang ditawarkan oleh suatu institusi pendidikan
kepada orang-orang yang memerlukan jasa pendidikan tersebut, yang karena satu dan lain ha1 tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka akan jasa pendidikan itu sendiri (Maunder, 1972). Semua bentuk penyuluhan memberi pendidikan kepada orangorang yang membutuhkan. Pendidikan ini berbeda dengan pendidikan di sekolah; suatu perbedaan yang prinsipil yakni bahwa penyuluhan tidak didasarkan pada paksaan. Ditilik dari apa yang perlu dilakukan institusi pelaksana, penyuluhan diartikan sebagai proses yang terus berjalan dengan maksud untuk memberikan informasi yang berguna bagi orang atau sasaran didik (dimensi komunikasi) dan membantu orangorang itu mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta mampu mempergunakan informasi atau teknologi secara efektip yang semua ini merupakan dimensi pendidikan (Swanson, 1984). Tarnpak bahwa dalam penyuluhan terdapat dimensi komunikasi dan dimensi pendidikan. Jika dihubungkan dengan pembangunan, ilmu penyuluhan diartikan sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik (Slamet dalam Vitayala, Tjitropranoto dan Ruwiyanto, ed., 1992). Secara umum terdapat kecende.
-
rungan sukarnya bagi seseorang untuk mengubah perilaku, mengubah kebiasaan-kebiasaannya. Pada pihak lain, perlu ada kemauan dan kemampuan rakyat mengubah kebiasaan itu melalui proses belajar, sehingga mereka dapat berpartisipasi melaksanakan dan menikmati hasil pembangunan. Berdasarkan berbagai definisi di atas, tersirat pengertian bahwa penyuluhan pada umumnya terjadi dalam kelompok. Sasaran didik sebagai obyek penyuluhan
17
sering merupakan kelompok. Gerakan pendidikan massal seperti penyuluhan hams dilakukan melalui kelompok beserta pemimpin formal dan informal setempat (Maunder, 1972). Selanjutnya dikemukakan bahwa melalui kelompok yang berbentuk group action, dapat ditingkatkan keefektivan penyuluhan.
Tiap anggota kelompok mempunyai dan menyandang identitas tertentu dalam peta konfigurasi struktural masyarakat yang menjadi tempat individu tersebut berada. Karenany apabila penyuluhan diberikan kepada kelompok, maka dengan sendirinya masing-masing individu yang menjadi anggota juga dapat mengalami perubahan perilaku ke arah yang diinginkan (Adjid, 1985). Tingkah laku anggota kelompok hams dilihat dan dipahami, tidak hanya melalui pemahaman siapa dia, tetapi juga dengan melihat pengaruh-pengaruh yang dipancarkan orang lain atau kelompok terhadap dirinya (Newcomb, Turner dan Converse, 1981). Pemimpin &pat memancarkan pengaruh kepada anggota kelomnpok. Jika kedudukan kelompok sangat penting dalam penyuluhan, maka secara umum yang perlu dilakukan: (1) mengembangkan, memperkuat dan mengatur kelompok-kelompok sebagai sasaran suluh, (2) meningkatkan kepemimpinan kelompok, (3) memperkenalkan kondisi lokal kepada perencana dan pengambil kebijak-
sanaan, (4) menyediakan data yang cukup untuk pengembangan rencana dan meng9
koordinasi kegiatan di lapangan, dan (5) memberi arah dan paket pendidikan praktis kepada sasaran didik untuk adopsi dan difbsi (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Paket pendidikan praktis dapat diberikan melalui komunikasi untuk inovasi dan evaluasi. Melalui komunikasi yang efektip dapat dikembangkan dan diperkuat kelompok-kelompok yang telah ada dan sekaligus juga meningkatkan kemampuan pemimpin kelompok, termasuk pemimpin kelompok informal.
Kelompok dan Kepemimpinan
Kegiatan penyuluhan selain bermaksud memberi pengetahuan, keterampilan dan terjadinya perubahan sikap pada khalayak sasaran, juga diharapkan dapat membina dan mengembangkan kelompok tempat khalayak berhimpun. Jika penyuluhan harus perduli dengan kelompok, maka berarti penyuluhan juga harus perduli kepada pemimpin kelompok. Dikatakan demikian karena secara umum terdapat hubungan antara pembentukan serta pembinaan kelompok dengan kepemimpinan. Anggota kelompok, apakah jumlahnya sedikit atau besar, semuanya perlu diatur secara tertib demi efisiensi kerja dan demi maksimalisasi pencapaian tujuan; sehubungan dengan itu perlu ada pemimpin yang bisa mengatur semua kegiatan dan pekerjaan anggota kelompok (Kartono, 1990). Jika diperhatikan definisi kepemimpinan, terdapat lima pola pendefinisian: (I) pemimpin didefinisikan sebagai seorang yang menjadi fokus dalam tingkah laku kelompok, (2) pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan memimpin kelompok untuk mencapai tujuan, (3) pemimpin adalah seseorang yang dipilih dan di-
kukuhkan oleh anggota-anggota kelompok, (4) pemimpin sebagai orang yang mampu mendemonstrasikan pengaruhnya atas sintalitas kelompok, dan (5) pemimpin adalah seseorang yang berusaha atau terikat dengan perilaku kepemimpinan (Carter, 1953). Lima pola pendefinisian ini menunjukkan bahwa pemimpin merupakan anggota kelompok yang iebih mampu mempengaruhi aktivitas kelompok (Yusuf, 1989). Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya dalam bidang tertentu, sehingga ia rnampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas demi pencapaian satu atau beberapa tujuan,
(Karjadi, 1983; Syamsu, Yusril dan Suwarto, 1991; Kartono, 1990). Kemampuan mempengaruhi pengikut, banyak tergantung pada kualitas persuasip yang ditarnpilkan pemimpin. Pengaruh pernimpin kepada pengikut bisa melalui berbagai media, seperti pekerjaan yang dilakukannya, dari buku atau tulisannya, lukisannya atau melalui kontak personal face to face (Haiman, 1951). Kontak secaraface to face banyak dilaku-
kan dengan menggunakan pembicaraan lisan (komunikasi). Kedudukan komunikasi cukup penting dalam meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Seorang pemimpin harus dapat memprakarsai tingkah laku sosial anggotanya dengan cara mengatur, mengorganisasikan atau mengontrol usaha anggota, baik melalui prestise, kekuasaan maupun posisi (Fairchild, 1960). Pemimpin harus sering mengunjungi anggota dan memberi pengarahan ketika anggota mengerjakan usaha, seperti dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan, industri kecil dan sebagainya. Untuk itu seorang pemimpin perlu memiliki keterampilan teknis yang dapat dicontoh oleh pengikutnya. Selain memiliki keterampilan teknis dalam melakukan kegiatan, pemimpin juga perlu mempunyai kemampuan membentuk dan membina kelompok, termasuk memahami tujuan kelompok. Menyadari bahwa tujuan itu baik demi kesejahteraan orang banyak, seorang pernimpin hams berusaha mempengaruhi, mengajak, mengumpulkan dan menggerakkan banyak orang untuk bersarna-sama bekerja mencapai tujuan dan cita-cita itu (Mangunhardjana, 1995). Sebagai pemimpin yang merupakan figur sentral dalam kelompok, seseorang hams bergerak lebih awal, berjalan di depan, mengarnbil langkah pertama, berbuat paling dulu atau mempelopori, mengarahkan pikiran-pendapat-tindakan orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan mereka melalui pengaruhnya
20
Pemimpin yang dapat bergerak lebih awal serta mempelopori suatu kegiatan dan mampu mengarahkan pikiran pengikutnya, terlebih dahulu hams memiliki gagasan-gagasan tertentu. Seseorang dikatakan pemimpin dalam satu situasi sosial, oleh karena ide-ide serta tindakannya mempengaruhi pikiran dan perilaku orang lain (Beal, Bohlen dan Raudabaugh, 1972). Dalam menerapkan suatu pembaharuan (inovasi), baik berupa ide atau praktek baru, kemampuan seperti ini sangat diperlukan oleh seorang pemimpin. Pengertian kepernimpinan yang banyak dikemukakan adalah proses mempengaruhi dan mengarahkan perilaku seseorang atau sekelompok orang, melalui komunikasi, untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Hersey dan Blanchard, 1986; Yusuf, 1989; Gordon, 1990; Tannenbaum, Weschler dan Massarink dalam Lau dan Shani, 1992). Mempengaruhi adalah proses menentukan dan mengubah perilaku orang lain. Selain memberi pengaruh, pemimpin juga perlu mengarahkan, membimbing, atau mengawasi pikiran, perasaan atau perilaku pengikutnya (Haiman, 1951). Penerimaan pengikut atas pengaruh berjalan secara sukarela tanpa paksaan serta menyebabkan pengikut giat mencapai tujuan melalui kerja sama sebagai anggota kelompok (Barker, et al., 1987). Kerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan memerlukan interaksi di antara sesama anggota. Kepernimpinan sering didefinisikan sebagai pengambilan prakarsa untuk bertindak yang menghasilkan pola interaksi kelompok yang mantap yang diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah bersama, atau untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (Slamet, 1978). Upaya untuk menimbulkan interaksi anggota dalam mencapai tujuan, diwujudkan melalui pemberian pengaruh dengan mempergunakan komunikasi.
21
Kepemimpinan dalam tulisan ini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mendayagunakan pengaruh terhadap orang atau kelompok orang melalui komunikasi dalam arti luas dan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelurnnya. Kemampuan mempengaruhi bisa bersumber dari kharisma, kelebihan dalam kepribadian, kelebihan pengetahuan dan kemampuan dalarn hal-ha1 tertentu, kepemilikan berbagai sumber yang secara langsung berhubungan dengan atau diperlukan oleh kelompok. Dari pengertian ini, faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan: (1) pendayagunaan pengaruh, (2) hubungan antar rnanusia, (3) proses komunikasi dan (4) pencapaian suatu tujuan. Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberi serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut Penggunaan komunikasi dalam kepemimpinan sangat penting karena kepemimpinan terjadi dalam kelompok yang terdiri dari sejumlah orang dengan berbagai sifat, keinginan, kebiasaan dan derajat pengetahuan yang berbeda-beda. Karena itu komunikasi tidak hanya dilakukan secara verbal dan satu arah. Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi, juga harus diartikan sebagai suatu kegiatan mendemonstrasikan melalui perbuatan (action), dengan maksud supaya pengikut meniru atau melakukan ha1 yang sama seperti dilakukan pemimpin. Pendayagunaan pengaruh sering memerlukan kekuasaan dan wewenang pada pemimpin. Pada kelompok sosial alamiah seperti keluarga, marga, suku dan sejenisnya, yang banyak terdapat di daerah pedesaan, hubungan atasan-bawahan yang dapat memberi peluang penerapan otoritas, perkembangannya terdapat dalam bentuk sistem status dan peranan. Berdasarkan sejumlah ciri tertentu, struktur kekuasaan dalam kelompok seperti ini berkembang secara alamiah dan selanjutnya dilanggengkan melalui tradisi (Kast dan Rosenzweig, 1995). Dalam kelompok informal di pedesaan,
22
sebagian pemimpin telah membawa status sebagai pemimpin sejak lahir dan sebagian berdasarkan penguasaan dan kemampuan (kelebihan-kelebihan) dalam bidang tertentu; kemudian status tersebut dilanggengkan melalui tradisi. Jika ada kelompok formal dan kelompok informal, maka juga ada pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin dari kelompok formal disebut pemimpin formal dan pemimpin dari kelompok informal disebut pemimpin informal. Pemimpin formal atau disebut juga pemimpin resmi adalah pemimpin yang menduduki kursi kepernimpinan dalam suatu lembaga tetap di tengah masyarakat. Mereka mempunyai nama jabatan dan tugas serta tanggung jawab yang sudah dirumuskan secara tegas (Mangunhardjana, 1995). Kebanyakan pemimpin formal mempunyai masa jabatan yang terbatas atau dalam suatu jangka waktu tertentu. Pemimpin informal tidak menduduki suatu tempat tertentu dalam struktur kemasyarakatan. Mereka tidak mempunyai nama jabatan serta tidak dibebani tugas dan tanggung jawab yang jelas (Mangunhardjana, 1995). Kalaupun mereka dibebani tugas hanya karena ia memiliki kualifikasi tertentu, seperti di bidang agama, adat dan sebagainya. Pemimpin informal adalah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal, namun karena ia memiliki kualitas unggul, maka dapat mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat (Soekanto, 1987). Pemimpin informal terdapat di kota maupun di pedesaan. Pemegang kendali di pedesaan cenderung lebih banyak pada pemimpin informal, sehingga memungkinkan pemimpin ini memberi pengaruh kepada pengikutnya. Pemimpin informal di desa adalah orang yang berpengaruh serta diakui sebagai pemimpin oleh satu kelompok atau golongan tertentu atau oleh seluruh masyarakat desa (Hofsteede, 1991).
23
Timbulnya pengakuan kelompok terhadap pemimpin informal, ditentukan oleh banyak faktor; terutama kharisma yang dimilikinya. Indikasi lain yang menunjukkan bahwa seseorang tergolong pemimpin informal di desa, dapat dilihat dari segi interaksi antara warga dengan pemimpin tersebut, terutama berkenaan dengan bidang kehidupan di desa. Pemimpin informal di desa adalah seseorang, terhadap siapa dua orang atau lebih petani yang menjadi warga desa, meminta nasihat serta saran dan mendiskusikan masalah-masalah pertanian (Bertrand, 1958). Pemimpin informal di desa sering menjadi pusat informasi dan karenanya menjadi tempat bertanya dan meminta pendapat dari warga desa (tentang berbagai hal), khususnya yang menyangkut aktivitas penduduk sehari-hari. Karena pemimpin dapat memberi inforrnasi yang akurat serta mampu meyakinkan warga tentang inovasi, maka ia mempunyai pengaruh di desa. Dalam konteks adopsi inovasi dikemukakan bahwa pemimpin informal adalah orang-orang kunci yang berpengaruh di desa, terhadap siapa warga desa berpaling dalarn ide-ide baru. (Havelock, 1982). Pemimpin informal di desa menjadi "penjaga gerbang" masuknya inovasi ke wilayah pedesaan. Pengertian pemimpin informal dalam tulisan ini adalah orang-orang yang dalam kehidupan di desa mampu mempengaruhi penduduk berkat pengakuan atas kepemimpinanya yang banyak dilandasi oleh kharisma, sifat pribadi, kepeduliannya terhadap desa dan penduduknya serta memiliki kualifikasi dalam bidang tertentu. Pemimpin juga perlu memiliki berbagai sumber penunjang untuk melakukan perbaikan hidup. Pemimpin seperti ini selalu melakukan interaksi dengan pengikut, baik untuk memberi dorongan, pengarahan dan sejenisnya maupun menjadi tempat bertanya atau meminta bantuan dari pengikut dan warga desa yang lain.
24
Pemimpin informal yang mampu mempengaruhi penduduk karena kepemimpinannya, mendapat pengakuan dari masyarakat. Selain karena kharisma, pemimpin seperti ini menguasai salah satu atau lebih dari bidang adat, agama dan "pemerintahan" desa (khusus bagi pewaris dari leluhur yang mendirikan desa), disebut pemimpin informal tradisional. Kemampuan dan penguasaan dalam bidang-bidang tersebut perlu dimiliki pemimpin masyarakat di lingkungan tertentu. Otoritas dari pemimpin informal tradisional didasarkan pada kewenangan tradisional. Selain pemimpin informal tradisional, di desa juga terdapat pemimpin informal kontemporer yaitu pemimpin yang muncul belakangan yang kewenangan kepemimpinannya lebih didasarkan pada pemilikan kualifikasi yang berhubungan erat dengan kehidupan rnasa kini, seperti ilmu pengetahuan dan keterampilan berusaha, sehingga penghasilan mereka relatip lebih baik. Pemimpin kontemporer lebih berorientasi pada kehidupan masa depan, jika dibandingkan dengan pemimpin informal tradisional yang lebih berorientasi ke masa lalu sarnpai masa kini. Kemajuan atau perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, telah mernbuka kesempatan bagi orang desa untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, pendidikan dan mobilitas yang tidak hanya terbatas antara desa dengan kota akan tetapi juga antara desa dengan kota-kota besar di pulau Jawa. Peningkatan keadaan ekonomi dan pendidikan serta luasnya jangkauan perjalanan dan pengalaman seseorang, memungkinkan mereka memiliki aset ekonomi serta informasi yang lebihi banyak dari warga desa yang lain, bahkan mungkin melebihi dari pemimpin informal tradisional. Karena itu mereka menjadi tempat bertanya atau merninta saran dari warga, sehingga pada gilirannya mereka marnpu mempengaruhi, mengajak serta mengarahkan warga melakukan pembaharuan. Di daerah pedesaan, mereka menjadi pemimpin informal "masa kini" atau pedmpin informal
kontemporer. Orang yang tergolong pemimpin informal kontemporer antara lain: gu-
ru, cendekia desa, pegawailpensiunan, pedagang, pengusaha dan petani yang berhasil, pengurus perkumpulan atau lembaga kemasyarakatan dan sebagainya, yang secara nyata mampu menampilkan kepemimpinan. Peranan Pemimpin
Baik pemimpin maupun pengikut mempunyai peranan dalam mencapai tujuan kelompok. Pernimpin menduduki status tertentu dalam kelompok, sementara peranan berkaitan dengan pola perilaku yang diharapkan dari orang yang menduduki status tersebut. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dikemukakan, peranan adalah bagian dari tugas utama yang hams dilaksanakan seseorang, sementara peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat (Moeliono, 1990). Pendapat lain menyatakan, peranan adalah sekumpulan fbngsi yang dijalankan seseorang sebagai tanggapan terhadap harapan-harapan dari anggota kelompok dan harapan-harapannya sendiri (Pareek, 1985). Peranan merupakan suatu konsep tentang kewajiban yang harus dilakukan seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam sistem sosial. Dengan demikian, peranan pemimpin kelompok adalah sekumpulan fbngsi atau tugas yang harus dilakukan oleh orang yang menjadi pemimpin kelompok (informal), sesuai dengan harapan anggota kelompok serta harapan pemimpin itu sendiri. Oleh sebab itu penampilan peranan pemimpin harus mem punyai arah dan tujuan yang jelas. Keefektivan penampilan peranan pemimpin tidak sepenuhnya bergantung pada kernarnpuan dan keterarnpilan dari pemimpin yang bersangkutan. Kemampuan dan
kesediaan pengikut dalarn menerima pengaruh, pengarahan serta ajakan pemimpin,
26
juga ikut menentukan keefektivan penampilan peranan pemimpin. Kepemimpinan yang efektip berarti ada keseimbangan antara pengaruh, ajakan serta arahan yang diberi pemimpin dengan sambutan atau penerimaan pengikut (Siagian, 1982). Jika dalam pendekatan terdahulu, keefektivan kepemimpinan dihubungkan dengan ciri pribadi pemimpin, dewasa ini sumber utama kepemimpinan lebih ditekankan pada perilaku pemimpin (Davis dan Newstrom, 1990). Para pemimpin harus mampu menggunakan keterampilan teknis, keterampilan manusiawi dan keterampilan konseptual. Keterampilan teknis mengacu pada keterampilan dalam salah satu jenis proses atau teknik. Keterampilan manusiawi adalah kemampuan bekerja secara efektif dengan orang-orang dan membina kerja sama, sementara keterampilan konseptual adalah kemampuan berpikir dalam kaitannya dengan model, serta kerangka yang luas seperti rencana jangka panjang. Para ahli mengemukakan bahwa peranan yang perlu ditampilkan pemimpin adalah: (1) mencetuskan ide atau sebagai seorang kepala, (2) memberi informasi, (3) sebagai seorang perencana, (4) memberi sugesti, (5) mengaktiflcan anggota, (6) mengawasi kegiatan, (7) memberi semangat untuk mencapai tujuan, (8) sebagi katalisator, (9) mewakili kelompok, (10) memberi tanggung jawab, (1 1) menciptakan rasa aman dan (12) sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya (Sunindhia dan Widiyanti, 1988; Mintzberg, 1973; Kartono, 1990; Hicks dan Gullet, 1975; dan Hadari, 1993). Sebagai pemimpin kelompok, seseorang harus berperan mendorong anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai. Segala masukan yang datang dari luar, baik berupa ide atau gagasan, tekanan-tekanan, maupun berupa materi, semuanya harus diproses di bawah koordinasi pemimpin. Untuk ini, pemimpin perlu berperan: (1) sebagai penggerak (aktivator), (2) sebagai penga-
27
was, (3) sebagai martir, (4) sebagai pemberi semangatlkegembiraan, dan (5) sebagai pemberi tanggung jawab kepada anggota (Robinson, 1974). Antara penampilan peranan pemimpin dan pengikut, terutama dalam mencapai tujuan, pada hakekatnya tidak terdapat perbedaan yang menyolok. Penampilan peranan pemimpin dan pengikut atau anggota kelompok: (1) berorientasi pada tugastugas kelompok, (2) mengarah pada pemeliharaan kelompok (group maintenance), dan (3) berorientasi pada pribadi, seperti pemenuhan kebutuhan pribadi atau perilaku lain yang sering kurang menunjang pencapaian tujuan (Wexley dan Yukl, 1988). Kategori peranan yang berorientasi pada tugas-tugas kelompok meliputi: (1) sebagai inisiafor, (2) informer, (3) pencari informasi, (4) pemberi penjelasan, (5) koordinator, (6) penguji, (7) penguat dalam arti meningkatkan kualitas dan kuantitas perilaku, dan (8) elaborator (Sujak, 1990). Rincian peranan yang tergolong pada pemeliharaan kelompok, adalah: (1) h o n i s e r yakni peranan yang cenderung mengecilkan perbedaan pendapat, mengurangi ketegangan, (2) pendorong semangat, (3) membina kekohesifan kelompok, (4) sebagai gatekeeper yang berarti selalu membuka saluran komunikasi dan memberi kesempatan kepada semua orang untuk berpartisipasi, (5) memelihara rambu-rambu yakni menyatakan standar dalam bertindak dan dalam
menilai kemajuan kelompok, dan (6) komentator atau pengamat kelompok dalam arti menginterpretasi proses internal kelompok (Barker, et al., 1987). Kategori peranan yang ketiga, yakni peranan yang berpusat pada diri sendiri, meliputi: (1) agressor dalam arti menyerang orang lain dengan maksud meningkatkan statusnya, (2) memblokir dengan cara menentang semua ide dan menolak untuk bekerja sama, (3) pencari muka, (4) dominator, dan (5) pencari pertolongan dengan berusaha mendapat simpati dari orang lain (Sujak, 1990).
Tiga kelompok peranan di atas mampu dijalankan pemimpin apabila ia: (I) (1) menentang keadaan status quo, (2) mempunyai visi ke depan, (3) gandrung terhadap perubahan atau pembaharuan, (4) cenderung mengajak anggota berperanserta, dan (5) mempunyai inspirasi (Lau dan Shani, 1992). Karakteristik lain tercermin melalui pernyataan bahwa seorang elit di negara sedang berkembang harus memiliki pendidikan dan pengalaman sehingga mereka dapat memahami masalah-masalah sehubungan dengan jaman modern (Schoorl, 1980). Pendidikan akan berpengaruh terhadap pengalaman seseorang dalam mengenal dan memahami ide-ide baru, serta tempat-tempat baru (Weiner, 1980). Jika dihubungkan dengan struktur dan budaya setempat, dinyatakan bahwa sejumlah ciri minimal yang harus dimiliki pemimpin: (a) kekuasaan, (b) kewibawaan, (c) popularitas dan (d) ada pengikut (Mar'at, 1985). Pada hakekatnya peranan pemimpin perlu disesuaikan dengan ciri khas dari kelompok atau komunitas. Peranan pemimpin dalam kelompok informal: (1) membangkitkan rasa tidak puas anggota terhadap keadaan sekarang, (2) menetapkan tuju-
an yang ingin dicapai, (3) menyusun program, dan (4) menetapkan arah bagi gerakan masyarakat (Soekanto, 1987). Ahli lain menyatakan bahwa peranan pemimpin informal: (a) membantu kelompok dalarn mencapai tujuan, (b) memun&nkan para anggota memenuhi kebutuhan, (c) mewujudkan nilai kelompook, (d) mewakili anggota berhubungan ke luar, (e) menyelesaikan k o d i k dalam kelompok, (f) memprakarsai kegiatan kelompok dan (g) mempertahankan kelompok sebagai unit sosial yang dapat berfirngsi (Gibson, Ivancevich dan Donne11y, 1987). Pemimpin informal di desa disebut sebagai tokoh berpengaruh yang mempunyai urgensi besar untuk menggalang gerakan bangun diri di kalangan masyarakat desa. Tokoh-tokoh berpengaruh seperti ini menjadi pusat komando masyarakat dan ber-
29
peran: (1) memutuskan apa yang akan dilakukan kelompok, (2) memberi perintah dan pengarahan, (3) memberi sanksi dan (4) tempat bergantung bagi pengikutnya hampir dalam semua segi kehidupan (Faisal, 1981). Selain tokoh berpengaruh ada pemimpin informal lain yang dapat mempengaruhi warga desa dalam adopsi inovasi yaitu pemuka pendapat (opinion leaders). Ciri-ciri pemuka pendapat antara lain: (1) banyak berhubungan dengan media massa, (2) kosmopolit, (3) sering berhubungan dengan agen pembaharuan, (4) partisipasi so-
sialnya besar, (5) status sosial-ekonorninya tinggi, dan (6) lebih inovatip dibanding dengan pengikutnya (Rogers, 1983). Mengacu pada beberapa pendapat di atas, maka peranan yang perlu ditampilkan oleh pemimpin informal pada umumnya meliputi: (a) memelihara kelompok yang telah terbentuk, (b) mengembangkan atau meningkatkan kinerja kelompok dan (c) mengajak anggota menilai hasil-hasil yang telah dan yang belum dicapai. Dalam pemeliharaan kelompok perlu upaya meningkatkan kekohesifan serta membina kerja sama antara anggota. Dalam rneningkatkan kinerja kelompok, pemimpin informal perlu mengajak pengikut: (a) menyadari adanya kebutuhan dalam arti terdapat kesenjangan antara apa yang telah dicapai dengan apa yang seharusnya bisa dicapai, (b) mengidentifikasi kebutuhan, (c) menyusun rencana kegiatan, (d) membagi tugas, (e) mengkoordinasi pelaksanaan tugas dan (f) mengarahkan kegiatan. Kinerja yang telah ditampilkan kelompok perlu dinilai sehingga dapat diperoleh umpan balik yang dapat dijadikan masukan bagi perbaikan di masa datang. Penilaian terhadap pelaksanaan tugas perlu dilakukan secara bersama dengan anggota kelompok agar masing-masing dapat mengukur dan mengetahui berapa jauh sumbangan yang telah diberikannya dalam rangka pencapaian tujuan.
Pemimpin Informal dan Penyuluhan
Sasaran penyuluhan adalah warga desa (dalam kelompok) dengan maksud untuk mengubah perilaku mereka atau secara lebih spesifik agar mereka dapat menerima (mengadopsi) suatu pembaharuan ide atau praktek. Pemimpin informal mempunyai peranan penting dalam membantu terjadinya perubahan perilaku warga. Pemimpin tertentu, khususnya pemimpin berkharisma, juga di masyarakat yang agak besar diferensiasinya, dapat mempunyai pengaruh besar atas diterima/ditolaknya gagasan baru di berbagai bidang kehidupan (Schoorl, 1980). Kegiatan penyuluhan yang bermaksud meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauan warga dalam menerapkan berbagai pembaharuan, terlebih dahulu perlu diketahui, disyahkan dan direstui oleh pemimpin informal (Havelock, 1982). Pada tahap awal upaya memperkenalkan suatu pembaharuan, biasanya dilakukan oleh penyuluh atau "orang luar". Akan tetapi sering kondisi sosial budaya masyarakat setempat tidak memunglunkan "orang luar" terlalu banyak berbicara tentang keadaan mereka (Khairuddin, 1992). Penyuluh atau agen pembaharuan sering tidak dapat bekerja sendiri dalam arti informasi tentang pembaharuan yang disarnpaikan cenderung kurang diterima oleh masyarakat. Selain itu "orang luar" juga sering kurang memahami kondisi desa berupa kerniskinan dan sejenisnya yang diakibatkan oleh prasangka-prasangka yang tidak proporsional (Chambers, 1987). Masyarakat desa akan lebih percaya kepada apa yang disampaikan oleh pemimpin mereka sebagai "orang dalam" daripada apa yang disampaikan oleh agen pembaharuan, yang mungkin masih dianggap warga sebagai "orang luar" (Khairuddin, 1992). Di tiap desa terdapat pemimpin yang berpengaruh terhadap warga serta
31
mengetahui lebih banyak tentang seluk-beluk desa. Secara moral mereka lebih bertanggung jawab atas kemajuan desa. Tokoh masyarakat yang menjadi tempat bertanya dan tempat warga meminta nasihat, sering memiliki kemampuan untuk mempengaruhi warga, seperti opinion leaders. Mereka memiliki tingkat kemampuan untuk mempengaruhi sikap dan perila-
ku nyata orang lain dengan cara yang sesuai dan relatip sering (Rogers, 1983). Penyuluh atau agen pembaharuan perlu bekerja sama atau memanfaatkan pemimpin seperti ini. Pelaksanaan kerja sarna hanya akan berhasil apabila kedua belah pihak mempunyai pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang sama terhadap inovasi. Untuk itu perlu upaya memberdayakan pemimpin informal dalam arti meningkatkan kemampuan mereka mendorong warga melakukan pembaharuan. Cara yang efektif dalarn memberdayakan pemimpin informal adalah melalui penyuluhan. Pemberdayaan Pemimpin Keefektivan upaya memanfaatkan pemimpin informal dalam penyuluhan banyak tergantung pada: (1) tingkat pengakuan clan penerimaan pemimpin terhadap inovasi yang diperkenalkan, serta (2) kemampuan pemimpin mengimplementasikan, d m (3) adanya kesediaan atau kemampuan menyadarkan dan memotivasi pengikut untuk
mengadopsi inovasi. Tiga faktor ini akan terbentuk pada diri pemimpin informal melalui penyuluhan. Sebelum itu terlebih dahulu perlu terjadi penibahan perilaku pemimpin, sehingga mereka sanggup menggerakkan pengikut melakukan pembaharuan atau berpartisipasi dalam pembangunan. Satu upaya secara informal yang dapat dilalcukan penyuluh unmk meningkat-
kan pengetahuan dan kemampuan pemimpin informal adalah dengan mengadakan ko-
32
munikasi atau diskusi. Kedua cara ini banyak dipergunakan dalam penyuluhan. Penyampaian informasi termasuk salah satu tujuan komunikasi. Dari tiga tujuan komunikasi, dua diantaranya adalah tujuan informatip dan persuasip (Slamet, 1978; Berlo, 1960). Kedua tujuan ini menjadi pusat perhatian utama dalam penyuluhan dan pro-
sesnya dilukiskan seperti pada Gambar 2. Pengetahuan I
I
I
Penyuluhan
*Perubahan Perilaku
}-
Adopsi ~novasi
Persuasi.-+Sikap Sumber Margono Slamet, Kumpulan Bahan Bacaan Penyuluhan Perkmian, 1987.
Gambar 2. Perubahan Perilaku melalui Pemberian Informasi dan Persuasi Komunikasi antara penyuluh dan pemimpin yang bertujuan informatip dapat membawa perubahan perilaku pemimpin pada kawasan-kawasan kognitip dan psikomotor, yang berarti bertambahnya atau meningkatnya pengetahuan serta keterampilan sang pemimpin. Komunikasi yang bertujuan persuasip, menyangkut perubahan perilaku pemimpin pada kawasan afektip. Perubahan pada kawasan afektip ini bermakna terjadi perubahan sikap, misalnya dari menolak inovasi menjadi menerima inovasi. Kondisi minimal yang hams ada dan merupakan ciri persuasi, adalah upaya mengubah sikap, kepercayaan atau prilaku individu, melalui transformasi pesan-pesan tertentu (Anderson dalam Bettinghaus, 1973). Kemampuan penyuluh dalam
33
mentransformasi pesan-pesan yang berhubungan dengan suatu inovasi, menentukan keberhasilan upaya merubah perilaku pemimpin, khususnya sikap mereka. Melalui interaksi antara penyuluh dengan pemimpin, baik secara formal maupun informal dapat terjadi perubahan perilaku pernimpin sehingga tercipta situasi yang kondusip bagi tercapainya tujuan penyuluhan. Pada gilirannya dapat mendorong pemimpin agar mau mempelajari dan memahami inovasi untuk seterusnya mengimplementasikannya. Untuk ini para penyuluh hams dapat mengidentifikasi pemimpin yang dapat diajak agar mau mengadopsi inovasi. Agen pembaharuan perlu hati-hati, sebab ada tokoh masyarakat yang antusias terhadap inovasi dan sebaliknya ada juga tokoh yang menyambut inovasi secara dingin (Hanafi, 1986). Mereka bisa mempercepat proses dihsi, tetapi dapat pula menghalangi atau menggagalkannya. Upaya pertama yang perlu dilakukan penyuluh adalah membuat agar pemimpin sadar akan arti serta tujuan dari suatu inovasi, dan membawa mereka sampai pada tahap berikutnya, yakni "merasa tertarik" dan seterusnya mengadopsi. Mengadopsi inovasi tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui suatu proses dalam arti melalui tahapan-tahapan tertentu (Adarns, 1982). Banyak pendapat tentang tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses adopsi inovasi, di antaranya ada yang menyatakan terdapat empat fbngsi atau tahapan dalam proses pengambilan keputusaninovasi. Paradigma pengambilan keputusan-inovasi seperti pada Gambar 3, yang meliputi: (1) pengetahuan (knowledge) yang terjadi apabila individu (atau unit pengambilan keputusan lain) dihadapkan kepada suatu inovasi dan mendorongnya untuk mengetahui dan memahami fbngsi inovasi, (2) persuasi, terjadi apabila individu membentuk sikap apakah inovasi menyenangkan atau tidak, (3) pengambilan keputusan
(CONSEQ'UENCES)
(ANTECEDENT)
Terus mengadopsi Variabei Pencrima I . Sifat-sifat pribadi (a.1. sikap umum terhadap perubaha?) 2. S~fat-sifatsorial (a.1. Kekoqmopolitan) 3. Kehutuhan nyata terhadap inovasi 4. Dan sebagainya
(PROSES)
-
Sumber Komunikasi
u,
-3
I Pengenalan
-
I . Ganti yang baru
Saluran
W
I1 Pcrcuasi
V I11 Keputusan
Sistem Sosial 1. Norma-norma sis-
2. Toleransi ~erhadap pcnyimpangan 3. Kesatuan komunikasi.
Ciri-ciri lnovasi dalam pengamatan penerima:'
I. 2. 3. 4. 5.
Kcuntungan relatif Kompatibilitas Kompleksitas Trialabilitas Obscrvabilitas
Sumber: Everett M.Rogers. Diffusion of Innovation, 1983.
Gambar 3 . Model Tahapan-Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi
35
(decision), terjadi apabila individu dihadapkan pada pilihan menerima atau menolak inovasi, (4) implementasi, terjadi apabila individu mengimplementasikan inovasi, dan (5) konfirmasi terjadi apabila individu mencari balikan atau keuntungan (reinforce-
ment) dari keputusan mengadopsi inovasi yang telah diambilnya (Rogers, 1983). Dalam gambar tampak bahwa proses pengambilan keputusan inovasi masih dipengaruhi oleh berbagai peubah, baik yang terdapat pada individu yang mengambil keputusan, maupun yang berkenaan dengan peubah sistem sosial serta karakteristik inovasi itu sendiri. Dengan adanya peubah pada diri individu, berarti tiap orang (termasuk pemimpin) hams mempunyai antara lain sifat pribadi seperti pendidikan, kekosmopolitan, rasa butuh terhadap inovasi dan sebagainya. Sistem sosial yang berpengaruh meliputi norma, derajat kecenderungan toleransi dan komunikasi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah sifat inovasi itu sendiri, dalam arti apakah: (a) menguntungkan, (b) sesuai dengan yang telah ada selama ini, (c) tidak terlalu rumit, (d) dapat dicoba dan dilaksanakan dan (e) hasilnya dapat dilihat. Kedudukan Pemimpin Informal dalam Penyuluhan Upaya yang efektip membuat agar inovasi diterima oleh warga desa adalah dengan menggerakkan para tokoh masyarakat (Hanafi, 1986). Jika pemimpin informal dan pemuka pendapat dalam suatu masyarakat telah menerima suatu inovasi, mustahil untuk dapat menghentikan penyebaran seterusnya (Rogers dan Shoemakers, 1971). Intensitas implikasi suatu inovasi akan lebih tin@ apabila pemimpin mampu mendapatkan penemuan baru. Penemuan baru dan bermanfaat bagi masyarakat dapat menyebar dengan cepat melalui berbagai upaya warga, karena pada hakekatnya me-
36
reka memerlukan sesuatu yang baru tersebut (Chambers 1987). Karena itu seorang pernimpin perlu berinisiatip dan berkreasi dalam menciptakan teknik atau cara-cara baru dalam berusaha, khususnya di bidang pertanian. Pemimpin informal yang telah menerima suatu inovasi, berarti bahwa ia telah menyadari pentingnya melakukan pembaharuan dalam upaya memperbaiki kehidupan. Adopsi inovasi oleh pemimpin, juga berarti bahwa yang bersangkutan telah melalui atau menjalani suatu proses pengambilan keputusan-inovasi. Pada gilirannya, sebagai pemimpin yang menjadi panutan pengikutnya, dia dapat mendorong pengikut agar mengikuti jejaknya. Jika mungkin pengikut lebih cepat mengarnbil keputusaninovasi. Kepercayaan pengikut dalam mengikuti tahapan proses pengambilan keputusan akan lebih besar, apabila mereka melihat pemimpinnya telah mengadopsi suatu inovasi (Rogers, 1983). Penyuluh yang bekerja dengan dan bersama tokoh masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap inovasi, dan karenanya meningkatkan kemungkinan pengadopsiannya (Hanafi, 1986). Pemimpin atau tokoh masyarakat dapat: (1) meningkatkan pengetahuan pengikut akan suatu inovasi melalui upaya menya-
darkan mereka bahwa ada hubungan antara suatu inovasi dengan perbaikan keadaan, (2) membujuk pengikut, (3) memberi petunjuk serta mendorong pengikut agar mene-
rima inovasi, dan (4) mengajak pengikut untuk membanding keadaan warga yang telah dan yang belurn mengadopsi suatu inovasi. Suatu inovasi yang telah berhasil diadopsi, masih perlu didifusikan ke kelompok atau warga desa lain. Kampanye dihsi mungkin akan lebih berhasil jika agen pembaharu dapat menggerakkan pemimpin informal berpartisipasi menyebarkan pembaharuan. Melalui pemanfaatan jasa para pemimpin yang selalu dekat dengan
37
pengikut, agen pembaharuan tidak perlu lagi menghubungi semua anggota secara satu persatu, karena setelah sampai ke pemimpin atau tokoh masyarakat, ide baru itu akan lebih cepat tersebar (Rogers, 1983). Media Massa dan Pemimpin Telah dikemukakan bahwa upaya untuk memberdayakan pemimpin masyarakat di pedesaan, termasuk satu ha1 penting dalam meningkatkan kemampuan mereka mempengaruhi pengikut dan warga desa. Selain penyuluh, media massa termasuk satu sumber belajar yang dapat dipergunakan pemimpin. Media massa dipergunakan ketika berlangsung komunikasi massa. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada rnassa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya dan disalurkan oleh pemancar yang audio dan atau visual (Devito dalarn Effendy, 1990). Termasuk ke dalam jenis-jenis media massa ini antara lain: surat kabar, majalah untuk umum, buku, radio, televisi, film dan pita. Komunikasi massa dicirikan oleh: (1) berlangsung satu arah dalam arti tidak terdapat arus balik dari komunikan (si penerima informasilpesan) kepada orang yang menyarnpaikan pesan (komunikator), (2) komunikator bernaung dalam suatu institusi tertentu, (3) pesannya bersifat umum karena ditujukan kepada umum, (4) khalayak menerima pesan secara serempak, dan (5) komunikan bersifat heterogen effendy, 1990). Sejumlah ciri membawa beberapa implikasi, yakni: (a) terbuka kemungkinan didiskusikan lebih jauh oleh kelompok penerima (komunikan), (b) komunikan dapat meminta rekaman atau ulangan penyiaran atau penerbitan, (c) pesan yang bersifat umum dapat menjadi rangsangan untuk lebih mendalaminya, dan (d) dapat.didengar atau ditonton serta dibaca oleh komunikan secara berkelompok.
38
Implikasi tersebut ditunjang oleh hngsi komunikasi, seperti: (1) memberi informasi tentang berbagai hal, (2) sosialisasi dalam arti komunikasi massa dapat menyediakan ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bertindak dan bersikap wajar, (3) memotivasi orang agar berkegiatan, menentukan pilihan, keputusan dan sebagainya, (4) bahan perdebatan dan diskusi, (5) pendidikan yang memungkinkan terjadinya perkembangan intelektual, pembentukan watak dan keterampilan tertentu, (6) berfbngsi sebagai hiburan, (7) integrasi dalam arti melalui komunikasi massa dapat diperoleh pesan yang memungkinkan terjadi saling kenal serta dapat mengerti kondisi, pandangan orang lain, dan (8) memajukan kebudayaan (Effendy, 1990). Efek komunikasi massa mempunyai tiga dimensi, yaitu: kognitip, afektip dan konatip (Gonzales &lam Jahi, 1988). Efek kognitip berhubungan dengan peningkatan kesadaran, kegiatan belajar dan penambahan pengetahuan. Efek afektip berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap, sedangkan efek konatip berkenaan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu. Pernimpin informal di pedesaan dapat mempergunakan media massa atau mengakses ke media massa untuk menambah pengetahuan dan keterampilan, atau membentuk sikap positip terhadap perubahan. Penelitian menunjukkan bahwa suatu ide selalu tersebar melalui radio serta media massa lain dan diterima oleh pemuka pendapat. Melalui pemuka pendapat ide tersebut bisa menyebar ke semua anggota masyarakat (Rogers dalam Depari dan MacAndrews, 1991). Penyebaran informasi atau ide dari pemimpin informal dapat terjadi secara formal atau informal, khususnya melalui pertemuan-pertemuan yang tidak direncanakan terlebih dahulu. Keluasan jangkauan penyebaran ide tergantung pada tingkat pengenalan pengikut terhadap pemimpin informal yang bersangkutan.
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Dilihat dari aspek-aspek yang terlibat, partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mentaypikiran dan emosi seseorang di dalam situasi kelompok, yang mendorongnya untuk memberi sumbangan kepada kelompok, dalam upaya mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap upaya yang bersangkutan, sehingga membantu berhasilnya setiap program (Davis, 1962; Mubyarto, 1984). Sumbangan ini dapat berupa pemberian informasi, pikiran atau pendapat dan dapat juga berupa pemberian tenaga atau aktivitas untuk mencapai tujuan. Dalam partisipasi seperti ini diperlukan kemampuan konseptual dari orang yang diharapkan berpartisipasi serta keterampilan melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan. Tanpa kemampuan tersebut, seseorang tidak dapat berpartisipasi atau berbuat seperti yang diharapkan. Dalam anggapan dasar partisipasi tersimpul implikasi bahwa kemampuan yang disyaratkan adalah hasil dari proses khas yang menyangkut dorongan atau motif, sikap, kecerdasan, pengetahuan, keterarnpilan serta penggunaan metode, sarana dan alat yang menjadi kelengkapan dalam berbuat (Adjid, 1985). Pembentukan kemampuan sehingga memungkinkan seseorang berpartisipasi, khususnya dalam konteks kelompok, dapat dilakukan melalui penyuluhan. Terdapat hubungan antara penyuluhan dengan kemampuan berpartisipasi dalarn melakukan berbagai kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan, ikut dalarn kegiatan-kegiatan pembangunan, ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan (Slamet, 1984). Keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan mengharuskan mereka mampu memahami arti dan manfaat pembangunan bagi dirinya. Karena itu masyarakat perlu me-
40
miliki persepsi yang jelas tentang hubungan antara pelaksanaan pembangunan dengan kemungkinan memperoleh manfaatnya, seperti dalam bentuk perbaikan taraf hidup, baik perorangan maupun kelompok. Persepsi seperti ini dapat dibentuk melalui penyuluhan yang diberikan secara sisternatis dan oleh tenaga yang profesional.. Dalam partisipasi secara individual maupun kolektip, perlu proses belajar atau latihan, sehingga mereka mengetahui kesempatan-kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Seringkali kemampuan dan keterampilan mereka perlu ditingkatkan agar dapat berpartisipasi (Stephens, 1988; Slamet, 1992; Koentjaraningrat, 1993). Kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan tentu saja tidak akan datang, apabila masyarakat terming jauh dari aset, modal dan keuntungan pembangunan (Tjondronegoro'dalam Koentjaraningrat, 1984). Kesempatan berpartisipasi perlu ditunjang oleh sejumlah faktor, baik yang datang dari diri orang yang bersangkutan maupun dari luar dirinya. Karena itu orang yang bersangkutan perlu berupaya agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat bersifat vertikal dan dapat pula bersifat horisontal (Rahardjo &lam Ndraha, 1990). Partisipasi vertikal berlangsung bilamana masyarakat berperanserta dalam suatu program yang datang dari atas, yakni masyarakat pada posisi sebagai bawahan atau pengikut, sedangkan partisipasi horisontal bilamana masyarakat mampu berprakam, yakni setiap anggota secara horisontal satu dengan yang lain berperanserta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Dalam partisipasi horizontal pemimpin informal dapat berperan sebagai motivator
dan fasilitator. Ada juga yang menggolongkan partisipasi ke dalam dua pola, yakni: ( I ) partisipasi dalam kegiatan-kegiatan bersama dalam proyek pembangunan, di rnana
masyarakat desa diajak, dibujuk dan diperintahkan atau dipaksa oleh berbagai ka-
41
langan pemerintah agar menyumbang tenaga atau hartanya, dan (2) partisipasi sebagai individu di luar kegiatan bersama, yang lebih memerlukan kesadaran seseorang, misalnya partisipasi dalam keluarga berencana (Koentjaraningrat, 1981). Dalam pola yang kedua ini perlu persuasi serta penerangan dan untuk itu pemimpin informal dapat berperan dalam mempersuasi melalui pemberian informasi. Selain diperlukan sejumlah syarat agar masyarakat berpartisipasi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi tersebut. Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi, secara garis besar dapat digolongkan pada: (1) faktor yang dapat diamati sebagai faktor luar, dan (2) faktor dalam yaitu faktor yang berada dalam diri warga masyarakat. Faktor-faktor yang berada dalam diri warga, terrnasuk warga desa, meliputi: (a) memiliki kemampuan memanfaatkan kesempatan berpartisipasi, (b) mempunyai arnbisi untuk mencapai tujuan, (c) memiliki kemauan untuk ikut
dalam kegiatan yang ada, (d) memiliki kesempatan untuk ikut dalam kegiatan, (e) memiliki kepercayaan dan harapan pada pimpinan, dan (f) tingkat kerja sarna, saling menyesuaikan diri di antara sesama warga (Madrie, 1986). Faktor kernampuan pemimpin dalam mengendalikan warga desa, serta menjelaskan tujuan atau manfaat partisipasi dalam pembangunan, turut mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Pemimpin informal di desa turut berperan dalam menggerakkan partisipasi masyarakat, karena mereka dapat: (1) mengembangkan komunikasi sehingga terjadi pertukaran pendapat, gagasan untuk mensolusikan masalah, (2) mengambil keputus-
an, (3) melaksanakan keputusan, dan (4) bekerja sama (Nawawi dan Hadari, 1993). Ini berarti bahwa mulai dari mengkoordinasikan warga sehingga berpartisipasi dalam
diskusi pertukaran pendapat, pengambilan keputusan sampai pada melaksanakan keputusan tersebut, para pemimpin dapat berperan aktif.
42
Kegiatan partisipasi masyarakat yang banyak tergantung pada pemimpin, meliputi segi-segi antara lain: (1) mengidentifikasi masalah bersama, (2) mencari informasi yang berkenaan dengan masalah tersebut, (3) mendiskusikan masalah sampai pada pengambilan keputusan tentang cara mensolusikan masalah dan (4) berpartisipasi melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Para ahli menggolongkan partisipasi berdasarkan keterlibatan di dalam berbagai tahap dalam proses pembangunan berencana ke dalam enam langkah, yakni: (1) melakukan penelitian atau berdiskusi mengidentifikasi masalah, (2) tahap perurnusan tujuan, (3) mengambil keputusan atau penyusunan rencana, (4) penerimaan rencana, (5) pelaksanaan kegiatan, dan (6) evaluasi (Dusseldorf, 1981; Slamet, 1989). Pendapat lain mengemukakan bahwa tahap partisipasi dalam pembangunan dibedakan atas: (1) partisipasi pada tahap perencanaan, (2) partisipasi pada tahap pelaksanaan, (3) partisipasi pada tahap pemanfaatan dan (4) partisipasi pada tahap penilaian hasil pembangunan (Stephens, 1988; Cohen dan Uphoffl 1977). Ada juga yang mengemukakan tahapan partisipasi atas: (1) partisipasi dalam melakukan kontak dengan pihak lain sebagai titik awal perubahan sosial, (2) partisipasi dalam menyerap
dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, dengan syarat, maupun menolaknya, (3) partisipasi dalam perencanaan termasuk mengambil keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan renana, (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, dan (6) partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam,menilai tingkat pelaksanaan pembangunan (Ndraha, 1990). Pemimpin informal menjadi panutan bagi pengikut dalam berpartisipasi. Partisipasi pemimpin dalam pembangunan, sering terkait dengan partisipasi pengikut,
43
baik dalam proses pengambilan keputusan, maupun pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan di desa (Hofsteede, 1990). Dalam kedudukan pemimpin sebagai panutan, sebelum ia mengajak pengikut untuk berpartisipasi, terlebih dahulu ia hams berperan sebagai gatekeeper terhadap sesuatu yang "masuk" ke desa. Sesuatu yang masuk ke desa hams diperhatikan dan dipertimbangkan oleh pemimpin sehingga ada jaminan bahwa sesuatu itu tidak berdampak negatip bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat. Dalam konteks pembangunan pertanian, dikemukakan bahwa tokoh masyarakat merupakan unsur penting, karena dapat memerankan beberapa peranan penting, yaitu: (1) sebagai contact person yang akan berfbngsi sebagai pintu masuk inovasi dari luar,
(2) sebagai "pemberi restu" atau legitimasi, (3) sebagai "penjual inovasi" ke dalam
masyarakat, dan (4) sebagai komunikator ataupun diseminator yang akan mengajak lebih banyak warga untuk berpartisipasi dalam pembangunan (Slamet, 1989). Sesuatu yang masuk ke desa, apakah berupa ide-ide atau praktek baru yang menunjang upaya perbaikan hidup, dan setelah "1010s" dari penyaringan pemimpin, masih diperlukan teknik atau pendekatan: (1) yang bersifat resmi, dalam arti pihak agen pembaharuan hams menggiatkan partisipasi masyarakat melalui jalur hierarki Pemerintah, dan (2) secara tidak resmi, dalam arti partisipasi masyarakat digerakkan melalui pemimpin informal (Sastropoetro, 1988). Pendekatan yang bersifat resmi dipergunakan oleh pejabat pemerintah yang ruang lingkup tugasnya mencakup wilayah pedesaan. Sementara pendekatan tidak resmi dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat, termasuk pemimpin informal untuk menggerakkan masyarakat agar ikutserta melakukan perubahan, seperti mengadopsi suatu inovasi. Dua pendekatan ini perlu dilakukan secara serentak, dalam arti untuk menggerakkan masyarakat agar berparti*
44
sipasi dalam pembangunan, perlu kerja sama dengan pihak lain, termasuk pemimpin formal di perdesaan. Menggerakkan partisipasi masyarakat, selain bermakna mendorong mereka agar menerima pembaharuan, juga untuk menunjukkan bahwa semua aspek pembangunan di pedesaan menyangkut kepentingan dan keinginan masyarakat (Mukerjee, 1961). Kesadaran masyarakat akan arti dm makna pembangunan dalam berbagai bi-
dang yakni untuk perbaikan taraf hidup, akan ikut menentukan tingkat partisipasi mereka dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan relatip
akan dapat meningkatkan pendapatan mereka. Upaya menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, harus dapat meningkatkan pendapatan mereka, antara lain melalui adopsi inovasi (Yadov, 1980).Makin cepat suatu inovasi diadopsi, makin cepat warga desa dapat meningkatkan pendapatannya. Melalui partisipasi dalam pembangunan di berbagai bidang, khususnya dalam menerapkan inovasi, warga masyarakat dapat memperoleh hasil yang lebih banyak dan juga lebih baik. Perolehan hasil seperti ini memunglunkan mereka mendapat hasil atau pendapatan yang meningkat, melebihi dari apa yang selama ini bisa mereka capai. Warga yang berpartisipasi dalam menerapkan inovasi di berbagai bidang, mempunyai peluang untuk mendapat hasil yang lebih besar. Penggunaan sarana produksi di bidang pertanian misalnya, yang dihasilkan oleh teknologi baru, dapat meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian. Hal yang sama juga dapat dilakukan dalam bidang-bidang kehidupan lain. Penerapan inovasi dalam berbagai bidang, memungkinkan ditingkatkannya hasil sehingga mengarah pada perbaikan keadaan. Wujud dari hasil ini bermacammacarn. Ada yang berupa hasil-hasil fisik seperti bangunan-bangunan termasuk ben-
45
dungan, jalan, jembatan, gedunglrumah dan sebagainya dan ada pula yang berupa non fisik seperti meningkatnya taraf kesehatan masyarakat, kesehatan ibu dan bayi, meningkatnya pendidikan, keamanan dalam arti luas serta kenyamanan berusaha dan sebagainya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa akhir dari partisipasi dalam kegiatan pembangunan di berbagai bidang adalah diperolehnya hasil berkegiatan.
Jika perolehan hasil berkegiatan dicapai berkat dorongan, arahan serta petunjuk pemimpin informal yang selalu d e b t dengan pengikut dan mempunyai rasa empati terhadap mereka, maka hubungan antara pemimpin dengan pengikut akan lebih dekat. Pengikut dapat merasakan manfaat tampilan peranan dari pemimpin mereka. Pada gilirannya pengikut akan tetap mempertahankan dan mengakui kepemimpinan dari pemimpin yang demikian.