Kelayakan Akustik Ruang Musik Terbuka Bagi Komunitas Taman Suropati
Tamiya M.S. Kasman, Finarya Legoh Departement of Architecture, Faculty of Engineering, University of Indonesia, 16424, Depok. Email:
[email protected]
Absrak Musik merupakan salah satu karya seni yang banyak diminati, karena musik merupakan bahasa universal yang dapat dimengerti oleh setiap orang. Minat terhadap musik pun semakin besar, sehingga kegiatan bermusik dapat kita jumpai di berbagai tempat. Ruang tertutup dan terbuka pun menjadi fasilitas kegiatan tersebut. Pada umumnya kegiatan bermusik dilakukan di ruang tertutup karena memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas musik tersebut. Namun kegiatan bermusik juga sebenarnya dapat dilakukan di ruang terbuka, salah satunya ialah taman. Skripsi ini membahas taman sebagai ruang musik terbuka yang dibahas dari segi akustik. Beberapa komunitas musik memilih Taman Suropati sebagai tempat melakukan kegiatan bermusik mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bunyi di ruang terbuka yang ditemukan di taman tersebut, antara lain temperatur, arah angin, material, dan kebisingan yang terjadi di sekitarnya.
Acoustic Feasibility of Open Music Space for Taman Suropati Community Abstract Music is an art which is preferred by many people, because music is an universal language that can be understood by everyone. The interest in music was getting bigger, so that musical activities can be encountered in various places. Closed and open space had become facilities of that activities. In general, music activities carried out in a confined space due to consider several factors that affect the quality of the music. But the musical activities can also be done in an open space, one of which is a park. This thesis discusses about the park as an open music space that discussed in terms of acoustics. Some music community choose Taman Suropati as a place to do their musical activities. Factors that affect the quality of the sound in the open space found in the park, including temperature, wind direction, materials, and noise around the park. Keywords: music, acoustic, park, open space, community
Pendahuluan Seni musik merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena melalui musik seseorang dapat mengekspresikan perasaannya dan musik pun menjadi bahasa universal karena dapat dimengerti oleh setiap orang. Ekspresi melalui media musik berawal dari kehidupan jiwa seseorang hingga melahirkan nada-nada yang mengalun indah. Pada mulanya musik mempunyai fungsi religius kemudian pada dekade berikutnya musik merupakan karya seni yang berfungsi sebagai media hiburan yang dimainkan untuk orang lain atau untuk kepuasan diri sendiri, sebagai
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
saluran untuk mengekspresikan perasaan haru, gembira, dan sedih. Pada saat ini musik mengalami perkembangan begitu pesat dan memberi konstribusi yang besar dan berarti terhadap masyarakat karena dianggap turut meringankan beban kehidupan sehari-hari. Perkembangan musik tersebut terlihat dari minat untuk bermain musik semakin meningkat serta banyaknya tempat belajar dan berlatih berbagai alat musik. Pada dasarnya bermain musik membutuhkan ruang baik ruang tertutup maupun ruang terbuka. Pada zaman dahulu bermusik dilakukan di ruang terbuka dan selanjutnya dilakukan di dalam ruangan atau ruang tertutup karena adanya beberapa faktor yang mendukung kualitas suara yang dihasilkan dari alat musik tersebut. Namun saat ini kegiatan bermusik tersebut kembali dilakukan tidak terbatas hanya di dalam ruangan, tetapi juga dilakukan di luar ruangan. Karena banyaknya peminat musik, maka banyak pula tempat-tempat dimana kegiatan bermusik dilakukan, seperti melakukan pertunjukan musik dan juga latihan musik itu sendiri. Di Indonesia, khususnya di wilayah ibu kota Jakarta, terdapat beberapa gedung yang ditujukan untuk pertunjukan musik, dan juga tempat kegiatan belajar mengajar musik yang beberapa diantaranya berada di bawah naungan pemusik handal Indonesia. Selain itu juga ada beberapa seniman musik yang membentuk sebuah komunitas yang akhirnya juga membutuhkan tempat atau lahan yang cukup luas untuk menampung kegiatan komunitas tersebut. Taman pun menjadi salah satu alternatifnya. Meskipun pada dasarnya taman merupakan sebuah tempat atau fasilitas umum yang sebenarnya tidak ditujukan khusus untuk kegiatan ini. Contohnya di Taman Suropati, sebuah taman di pusat kota Jakarta yang terletak di kawasan Menteng. Taman tersebut digunakan oleh beberapa komunitas musik, salah satunya ialah Taman Suropati Chamber (TSC). Komunitas ini setiap minggunya mengadakan latihan alat musik gesek atau string yang paling didominasi oleh biola di Taman Suropati. Kehadiran komunitas ini pun juga menjadi daya tarik para pengunjung yang berekreasi dengan keluarga maupun kerabat, dan dengan adanya komunitas musik ini akhirnya mereka pun juga disuguhkan beberapa musik yang dimainkan langsung oleh para anggota komunitas. Walaupun sebenarnya tujuan para anggota tersebut ialah berlatih, bukan untuk menghibur para pengunjung. Selain TSC juga terdapat komunitas seni lainnya yaitu Kota Seni yang juga memiliki komunitas musik yang berlatih dan melakukan pertunjukan musik di taman Suropati. Kota Seni menggunakan taman Suropati
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
sebagai tempat mereka melakukan segala kegiatan musik mereka mulai dari latihan individu, latihan bersama-sama, hingga melakukan pertunjukan musik orkestra. Adanya kegiatan bermusik yang dilakukan secara rutin di luar ruangan (outdoor) ini membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang akustik ruang terbuka yang digunakan sebagai tempat kegiatan bermusik, khususnya instrumen gesek yang paling banyak diminati dan dimainkan di lokasi tersebut yaitu biola, yang kita ketahui sendiri bahwa alat musik gesek tidak memiliki bunyi yang kuat seperti alat-alat musik logam yang biasa digunakan dalam orkestra.
Tinjauan Teoritis Akustik berasal dari bahasa Yunani akuostikos yang artinya ialah segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi atau suara (Suptandar, 1999). Masalah akustik dapat dianalisa berdasarkan pada lima faktor antara lain sumber bunyi, perambatan bunyi, penerimaan bunyi, intensitas bunyi, dan frekuensi bunyi. Pengaturan akustik ruang terbuka atau di luar ruang lebih sulit dibandingkan akustik dalam ruangan dikarenakan banyaknya faktor yang ikut mengganggu kejelasan pendengaran, seperti energi bunyi berupa gelombang yang merambat di udara terbuka, banyaknya sumber penyerapan bunyi, dan gangguan kebisingan yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan. Pengertian bunyi menurut Leslie L.Doelle (1985) memiliki dua definisi yaitu (1) Secara fisis bunyi merupakan pergerakan partikel melalui medium udara, disebut sebagai bunyi obyektif (2) Secara fisiologis bunyi dianggap sebagai sensasi pendengaran yang ditimbulkan oleh kondisi fisik, dan disebut sebagai bunyi subyektif. Rambatan bunyi bermula sejak dari sumber yang dipengaruhi oleh tekanan udara sehingga terjadi perapatan dan perenggangan partikel yang bisa mengganggu dan merubah kondisi normal. Kecepatan rambat gelombang dipengaruhi pula oleh temperatur, misalnya pada temperatur 20º C, kecepatan gelombang berkisar 344 meter /detik. Jumlah pergesaran partikel tersebut pada tiap detik dinamakan Frekuensi dan pada tiap asilasi lengkap disebut satu Cycle. Satuan frekuensi dinyatakan dalam hertz (Hz). Secara fisika, karakter bunyi sama seperti sifat-sifat cahaya sehingga hukum yang berlaku pada cahaya juga berlaku pada karakter bunyi.
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Kekuatan bunyi dan kekuatan pendengaran manusia pada umumnya sama, tergantung dari jenis kelamin, usia, dan kondisi sekitar. Bunyi terdiri dari banyak komponen frekuensi, yaitu komponen frekuensi rendah, medium dan tinggi yang dinyatakan dalam spektrum yaitu bunyi yang bisa ditangkap oleh telinga sebagai pendengaran. Telinga normal pada manusia dapat mendengar bunyi yang jangkauan (range) frekuensi audionya sekitar 20 hingga 20.000 Hz. Frekuensi standar yang dipilih secara bebas sebagai wakil yang penting dalam akustik lingkungan adalah 125, 250, 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz (Doelle, 1985). Bunyi yang selalu merambat melalui berbagai media dan rambatan disebut panjang gelombang. Tekanan atmosfir terhadap panjang gelombang yang berupa getaran partikel udara, membuat tekanan bunyi yang sangat lebar dan sangat sempit sehingga sensasi pendengaran pada telinga tidak mampu menangkap berbagai intensitas. Kondisi tekanan bunyi diukur dengan skala logaritmik yang disebut Skala Decibel (dB) yang berasal dari penemunya yaitu Alexander Graham Bell. Tingkat tekanan bunyi dapat diukur dengan Sound Level Meter yang terdiri dari mikrofon, amplifier, weighting network, dan layar display dengan satuan dB. Telinga manusia memiliki batas kapasitas pendengaran dengan minimum tekanan bunyi 0 dB dan maksimum 130 dB, namun tekanan bunyi sebesar batas maksimum tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pendengaran. Kekerasan bunyi pada hakekatnya sama dengan sifat sensasi pendengaran subyektif dan dinyatakan dalam satuan yang disebut Phone. Contoh pada pesawat jet memiliki phone sampai tingkat 130 dB yang dapat menyebabkan ketulian pada pendengaran manusia. Menurut Leslie L.Doelle tingkat tekanan buyi yang dapat menyebabkan ketulian adalah 100 dB hingga 130 dB. Kemudian tekanan bunyi 60 dB hingga 80 dB tergolong keras, sehingga tekanan tersebut dapat dijadikan tekanan yang dapat diterima atau layak diterima oleh pendengar. Faktor- faktor yang dapat mengurangi atau memperlemah bunyi di tempat terbuka antara lain; Inverse square law; Absorpsi molekular oleh udara bagi frekuensi di atas 1000 Hz, semakin tinggi frekuensi maka bunyi akan semakin diserap oleh udara; dan faktor cuaca lainnya yang mempengaruhi reduksi bunyi seperti angin, temperatur, dan kelembaban. Arah perambatan bunyi di luar ruangan berubah sesuai dengan perubahan kondisi atmosfer. Bunyi bergerak ke arah suhu yang lebih dingin. Pergerakan angin juga mempengaruhi bunyi di luar ruangan. Oleh karena itu, bunyi yang dihasilkan pada pagi, siang, dan sore hari akan berbeda dikarenakan temperatur yang berbeda.
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Bunyi atau suara yang menyebar dari sumber suara dapat melebihi ekspetasi ketika persebaran bunyi tersebut searah dengan arah angin, dan juga kurang dari yang diharapkan ketika bunyi melawan arah angin. Perjalanan suara dari sumbernya juga berkurang dengan adanya atmospheric absorption seperti vegetasi, tanah, dan dengan persebaran gelombang suara di area yang semakin besar. Permukaan bumi yang berada di area sumber dan penerima bunyi juga mempengaruhi kekuatan bunyi tersebut. Apabila bunyi merambat dari sumber ke suatu titik melalui permukaan lunak seperti permukaan tanah atau rerumputan, maka bunyi tersebut dapat diserap oleh permukaan lunak dengan cukup signifikan, sehingga kekuatan bunyi yang diterima pendengar pun melemah. Adapun permukaan yang keras seperti jalan yang dilapisi aspal atau taman yang ditutup paving-block akan memberikan efek sebaliknya, hal ini terjadi dikarenakan permukaan keras tersebut tidak menyerap gelombang bunyi yang merambat tetapi justru memantulkannya, sehingga bunyi yang sampai ke suatu titik pada jarak tertentu dari sumber bunyi dapat menjadi lebih kuat. Di luar ruangan, cacat akustik seperti gema dan gaung juga dapat terjadi ketika permukaan reflektif berdekatan dengan sumber suara, dikarenakan pantulan suara tersebut tidak ter-dissipate ke dalam atmosfer (Cowan, 1994). Intensitas bunyi akan berkurang bila jarak antara sumber bunyi ke penerima bertambah. Semakin jauh sumber bunyi dari jangkauan pendengar, maka semakin berkurang intensitas bunyi yang diterima. Penghitungan intensitas bunyi dengan inverse square law adalah pengurangan 6 dB setiap kali jarak antara sumber dan penerima digandakan. Hal ini disebabkan oleh disebarkannya bunyi secara spherical sehingga tekanan bunyi secara proporsional berbanding terbalik dengan jaraknya. Hal tersebut berlaku bila tidak ada atau tidak berdekatan dengan bidang pantul. Hubungan antara intensitas bunyi terhadap jarak atau yang disebut dengan inverse square law dinyatakan dalam persamaan berikut:
Contohnya, jika mendapat hasil pengukuran tingkat bunyi (I1) 50 dB pada jarak (d1) 5 meter, maka pada jarak (d2) 10 meter, intensitas bunyi yang diterima berdasarkan inverse square law adalah 44 dB (I2).
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Suara atau bunyi apapun yang tidak diinginkan dapat dikatakan sebagai bising. Perubahan bunyi menjadi bising pun dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain kekerasan, frekuensi, tempo bunyi, kandungan nada, dinamis atau statis, dan jarak (Mediastika, 2005). Dalam noise atau bising, dikenal istilah background noise (nois latar belakang), noise (nois), dan ambient noise. Background noise adalah bunyi di sekitar kita yang muncul secara tetap dan stabil pada tingkat tertentu. Background noise yang tidak terlalu mengganggu berada pada tingkat kekerasan yang tidak melebihi 40 dB. Yang termasuk dalam kategori noise adalah bunyi yang muncul secara tidak tetap atau seketika dengan tingkat kekerasan melebihi background noise pada daerah tersebut. Sementara ambient noise adalah tingkat kebisingan di sekitar kita, yang merupakan gabungan antara background noise dan noise. Selain ditentukan oleh tingkat kebisingan (dB), tingkat gangguan background noise juga ditentukan oleh frekuensi bunyi yang muncul. Oleh karena itu, kedua faktor tersebut kemudian dipertimbangkan bersama dalam sebuah pengukuran yang disebut Noise Criteria (NC). Kurva ini menunjukkan tingkat ketegangan telinga manusia pada bunyi multi frekuensi yang menjadi background noise. Pada keadaan tertentu, kehadiran background noise seringkali dibutuhkan untuk menyamarkan bunyi tertentu, agar tidak terdengar oleh orang lain. Sebagai contoh, background noise sengaja diciptakan dengan memperdengarkan musik pada suatu kafe, selain untuk menciptakan suasana tertentu, bunyi musik juga membuat pengunjung merasa lebih nyaman. Percakapan sekelompok pengunjung tidak dapat didengarkan secara jelas oleh kelompok pengunjung yang lain, meskipun percakapan dilakukan secara biasa (tidak berbisik-bisik). Background noise tidak selalu berupa musik, tetapi bisa jadi berupa keramaian lalu lintas, desir angin, kicauan burung dan alunan ombak. Tingkat gangguan kebisingan dapat diukur menggunakan skala berdasarkan apa yang dirasakan manusia, seperti merasakan adanya kebisingan, merasa terusik, merasa terganggu, sampai merasa sangat terganggu atau tidak tahan. Kebisingan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kebisingan tunggal dan kebisingan majemuk. Kebisingan tunggal dihasilkan oleh sumber bunyi berbentuk titik dan kebisingan majemuk dihasilkan oleh sumber berbentuk garis. Dalam kehidupan seharihari, sangat jarang kita hanya mendengar satu bunyi saja. salah satu contoh kebisingan tunggal ialah pada malam hari disaat tidak ada aktivitas di rumah, kita hanya mendengar suara air yang
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
jatuh dari keran air ke bak mandi. Pada umumnya sumber bunyi berbentuk garis (gemaris, linier) dan berasal dari sumber majemuk. Jadi, kita sebenarnya mendengarkan tumpukan beberapa bunyi dengan tingkat kebisingan yang berbeda-beda. Bising di luar ruangan atau outdoor berasal dari lalu lintas, industri, kegiatan olahraga, perbaikan jalan, bising pesawat udara, dan lain-lain. Pengurangan bising luar ruang oleh jarak diatur dalam inverse square law (hukum invers kuadrat), dimana penurunan 6 dB akan terjadi tiap kali jarak antara sumber dan penerima bunyi digandakan, bila tidak terdapat permukaan pemantul di sekitarnya. Bunyi yang timbul di udara atau yang ditransmisikan melalui udara disebut airborne, contohnya seperti bunyi atau suara orang yang bernyanyi, mesin pemotong rumput, orang bermain musik, dan lain-lain. Sumber bunyi tidak hanya memancarkan energinya melalui udara tetapi juga melalui bagian kerangka bangunan yang padat dan bergetar (structure borne), seperti bising langkah kaki, bising motor, kipas, dll. Kadang-kadang disebut pula bunyi impak. Jadi structure borne ditransmisikan melalui airborne dan juga structure borne langsung lewat bangunan dan dipancarkan kembali oleh elemen bangunan tertentu seperti tembok, balok, panel, langit-langit gantung, dan lain-lain. Penanggulangan kebisingan akan sangat efektif bila dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya memperhatikan elemen-elemen yang menempel atau berada pada bangunan, tetapi juga merancang ruang luar yang mampu menahan atau mengurangi masuknya kebisingan dari jalan ke lahan yang dimaksud. Adapun langkah-langkah perancangan akustik luar ruangan yang dapat dilakukan antara lain; menciptakan jarak sejauh mungkin antara dinding muka bangunan dengan jalan pada lahan yang tersedia melalui siasat penataan layout bangunan, menempatkan elemen terbuka tidak secara langsung menghadap ke jalan, mendirikan penghalang untuk menahan atau mengurangi merambatnya kebisingan dari jalan, dan memilih material dinding muka bangunan dengan kombinasi elemen desain yang memberikan nilai insulasi tinggi. Secara akustik, faktor estetika adalah faktor yang tidak mendapatkan perhatian dengan serius. Namun secara arsitektur, faktor ini sangat penting diperhatikan agar barrier yang dibangun tidak menutupi fasad dengan ekstrim. Hal ini patut mendapatkan perhatian yang serius terutama karena barrier yang efektif harus memenuhi persyaratan tebal-berat-massif yang dapat dikategorikan
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
sebagai elemen yang mengganggu fasad. Salah satu contohnya ialah barrier dari bahan masif yang diliputi tanaman merambat yang nampak hijau dan menarik (Mediastika, 2005). Selain itu, penanaman pohon-pohon besar yang berdaun rimbun juga dapat membantu mengurangi kebisingan, contohnya pohon akasia, pohon damar, pohon cemara, pohon mahoni, pohon bambu, dan pohon palem. Tanaman penghias juga dapat meredam bunyi atau bising, antara lain nusa indah, soka, mawar, kembang sepatu, juga rerumputan.
Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan untuk penulisan ini adalah deskriptif dan menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya atau berusaha mencari fakta dengan interpretasi yang tepat. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, tabel, grafik, atau tampilan lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi pustaka. Observasi merupakan teknik pendekatan untuk mendapatkan data primer dengan cara mengamati langsung objek datanya. Wawancara adalah dialog tanya jawab yang terencana antara dua orang dengan berdasarkan daftar pertanyaan. Sedangkan data sekunder dapat diperoleh dengan studi pustaka yang merupakan teknik pengumpulan data dan informasi dengan cara mempelajari buku atau literatur yang terkait dan dapat dijadikan sebagai rujukan konseptual dan teoritis. Data yang dikumpulkan melalui metode studi pustaka ini berguna untuk mendukung data-data yang didapatkan melalui observasi dan wawancara. Kegiatan yang diteliti pada skripsi ini adalah kegiatan bermusik yang dilakukan tidak seperti pada umumnya yang dilakukan di dalam ruangan (indoor), tetapi kegiatan bermusik di taman yang merupakan ruang terbuka. Taman yang diteliti ialah taman Suropati yang dikelilingi rumahrumah besar milik petinggi negara dan jalan raya. Penelitian ini dilaksanakan pada saat kegiatan bermusik atau latihan dilakukan, yaitu pada hari Minggu mulai dari pagi hingga sore hari. Area yang akan diteliti ialah area berlatih di dalam taman, yaitu beberapa bagian taman yang berada tidak jauh dari tempat latihan atau tempat pengunjung yang berekreasi, dan di area sekeliling
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
taman. Secara keseluruhan pada skripsi ini menggunakan kajian akustik ruang terbuka atau akustik luar ruangan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat yaitu Sound Level Meter SL-130 pada beberapa titik penerima dan satu titik sumber bunyi yang dilakukan pada saat kegiatan bermusik dilakukan. Dari data dan hasil pengukuran yang telah diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis data dengan memjabarkan hasil pengukuran untuk mengetahui tingkat intensitas bunyi dan tingkat kebisingan. Setelah ditemukan masalah dari hasil penelitian, beberapa solusi yang memungkinkan dapat dilakukan di taman pun dipaparkan sehingga solusi tersebut dapat membantu menanggulangi masalah akustik yang terjadi di taman. Setelah melakukan serangkaian kegiatan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil dari analisis data telah mencapai tujuan dari penelitian ini.
Hasil Penelitian Pengukuran pertama dilakukan pada siang hari sekitar pukul 11:30, saat komunitas Taman Suropati Chamber melakukan kegiatan bermusiknya. Pada saat itu yang mereka lakukan adalah berlatih tangga nada dengan menggunakan biola secara serentak. Intensitas bunyi dihitung dari beberapa titik tempat pengunjung menikmati musik. Terdapat tiga tempat yang biasa ditempati oleh pengunjung untuk menyaksikan kegiatan bermusik ini, yaitu di pinggir kolam air mancur, di bagian belakang kolam air mancur, dan di bundaran taman yang terletak di sisi kanan dan kiri sumber bunyi. Di sisi kanan dan kiri sumber bunyi, tersedia tempat duduk permanen yang menyambung dengan bundaran taman bermaterial beton, sehingga orang-orang yang menonton dapat duduk sambil menikmati suara merdu biola. Titik warna kuning yang berjarak 7 meter dari sumber bunyi menghasilkan angka sebesar 68,6 dB sedangkan di sisi kanan sumber bunyi yaitu titik yang berwarna hijau sebesar 67,8 dB dengan jarak 7 meter dari sumber bunyi. Kedua titik tersebut berjarak sama dari sumber bunyi, namun karena kegiatan ini dilakukan di ruang terbuka maka persebaran bunyi pun tidak rata meskipun jarak antara sumber dan penerima di kedua titik sama. Hal tersebut disebabkan oleh arah angin seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tentang bunyi di ruang terbuka.
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Gambar 1. Hasil pengukuran intensitas bunyi dari TSC
Kemudian penonton yang berada di titik merah, yang berjarak 10 meter dari sumber, menikmati musik dengan duduk di pinggir kolam, tempat ini sangat digemari karena berhadapan lurus ke sumber bunyi. Di titik ini suara sejumlah biola tersebut terdengar sebesar 72,3 dB yang merupakan angka terbesar dibanding titik lainnya. Selain itu ada pula orang-orang yang menonton di belakang kolam yang ditandai dengan titik biru. Di titik biru tersebut kekerasan bunyi sebesar 65,6 dB. Selisih kekuatan bunyi antara titik merah dan biru yang berjarak kurang lebih 10 meter adalah 6,7 dB. Angka tersebut dapat dijadikan parameter di tiap 10 meter kekuatan
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
bunyi akan berkurang sekitar 6,7 dB. Di daerah ini bunyi dari musik terdengar jelas dan termasuk tingkat intensitas bunyi yang keras yaitu berada diantara 60 dB - 80 dB. Kemudian penghitungan kedua dilakukan pada sore hari sekitar pukul 16:00, ketika sekelompok pemain biola dari Kota Seni sedang melakukan performance atau pertunjukan musik. Intensitas suara pun dihitung dari beberapa tempat pengunjung yang menonton pertunjukan tersebut. Posisi sumber suara kali ini tidak berada persis di tengah seperti yang sebelumnya dilakukan oleh TSC, melainkan di sisi pinggir dekat bundaran taman, sehingga titik tempat penonton menikmati pertunjukan pun berbeda-beda.
Gambar 2. Hasil pengukuran intensitas bunyi dari Kota Seni
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Pada sore hari, pengunjung yang datang menonton lebih banyak dibanding siang hari saat survey sebelumnya. Jumlah orang atau penonton yang hadir juga dapat mempengaruhi kekuatan bunyi. Titik merah merupakan tempat yang paling banyak ditempati penonton dengan cara duduk di permukaan paving-block bahkan ada juga yang berdiri, hal tersebut dikarenakan posisi tersebut berhadapan langsung dengan sumber sehingga secara view dan bunyi lebih baik dibanding titik lainnya, hal ini dibuktikan dengan hasil Sound Level Meter yang menunjukkan angka 72,8 dB. Angka tersebut diterima di titik penerima dengan jarak 7 meter dari sumber bunyi. Banyak penonton yang ingin melihat lebih dekat sehingga mereka duduk di pinggir kolam dan berdiri di sekitarnya. Di titik kuning, dengan jarak kurang lebih 5 meter dari sumber bunyi, kekuatan suara yang ditangkap dari string section tersebut tidak sebesar di titik merah yaitu 67,6 dB. Padahal dari segi jarak dari sumber ke titik kuning lebih dekat dibandingkan ke titik merah. Hal tersebut disebabkan karena arah angin pada saat itu bergerak ke arah utara, bukan ke arah timur yang terdapat titik kuning dan hijau. Intensitas bunyi pun menurun di titik hijau sekitar 4,4 dB yaitu 63,2 dB. Titik tersebut berjarak 8 meter dari sumber bunyi. Jumlah orang yang berada di sekitar sumber bunyi juga ternyata mempengaruhi perambatan bunyi. Semakin banyak orang, maka kekuatan bunyi semakin berkurang. Hal tersebut dapat disebabkan karena pakaian orangorang di sekitar sumber bunyi dapat menjadi penyerap bunyi. Kegiatan bermusik dilakukan di bagian taman yang permukaannya dilapisi dengan paving-block yang termasuk permukaan keras, sehingga suara yang dihasilkan dari sumber bunyi dapat terpantul dengan baik, tidak seperti permukaan lembut yang dapat menyerap bunyi. Namun karena taman ini merupakan ruang yang terbuka, arah rambat suara pun tidak menentu, tergantung dari arah angin dan temperatur atau suhu pada saat itu.
Gambar 3. Pemantulan dan penyerapan bunyi
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Di bagian tengah taman, intensitas bunyi yang berasal dari sekelompok pemain biola masih dapat terdengar, namun tidak dapat lagi diukur menggunakan Sound Level Meter, karena alat ini cukup sensitif terhadap bunyi sehingga dapat menangkap bunyi yang berasal dari aktivitas lain di sisi taman lainnya. Dengan demikian, tingkat kekerasan bunyi dalam keadaan seperti ini dapat diukur dengan inverse square law yaitu pengurangan 6 dB setiap kali jarak antara sumber dan penerima bunyi digandakan.
Gambar 4. Intensitas bunyi menggunakan inverse square law
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Intensitas bunyi menurun sekitar 6 dB di setiap jarak 10 meter. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa suara yang dihasilkan oleh komunitas musik ataupun orkestra sebagai sumber bunyi masih dapat terdengar di bagian tengah hingga ujung taman, walaupun bunyi yang didengar tidak sejelas yang didengar oleh penonton yang berada di daerah kegiatan bermusik. Tingkat intensitas bunyi dari musik yang layak untuk di dengar berada hingga di titik orange yaitu 60 dB. Taman Suropati dikelilingi oleh jalan Suropati dan dilalui oleh jalan Imam Bonjol dan jalan Diponegoro, suasana lalu lintas pun tidak dapat dihindarkan. Adanya mobil dan motor yang melintasi jalanan di sekitar taman ini selain menimbulkan polusi udara, juga timbul polusi suara yang tingkat kebisingannya cukup besar, sehingga hal tersebut dapat dikatakan cukup mengganggu kegiatan di dalamnya, apalagi jika sedang diadakan pertunjukan musik, tentunya akan mengganggu kenyamanan penonton dan pemain musik itu sendiri. Meskipun kendaraan yang lewat disisi kiri taman tersebut tidak sesering di jalanan bagian depan Taman Suropati, namun tingkat kebisingan yang dihasilkan ternyata cukup besar.
Gambar 5. Alur kendaraan yang mengelilingi Taman Suropati
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Titik merah pada gambar di atas merupakan tempat pengukuran dilakukan. Tingkat kebisingan motor dan mobil yang lewat ialah sekitar 69.7 dB hingga 72.0 dB. Tingkat tekanan bunyi ini tergolong keras karena berada di atas 70 dB. Keberadaan pohon-pohon yang rimbun yang berada di sekililing dan di dalam taman selain membantu mengurangi polusi udara, juga berfungsi sebagai absorben atau penyerap bunyi yang mampu mengurangi kebisingan yang berasal dari kendaraan-kendaraan yang lalu lalang. Tinggi daun pada pohon juga mempengaruhi, jika daundaun yang ada di pohon tidak terlalu tinggi kemungkinan kekuatan bunyi atau bising yang berasal dari kendaraan yang berlalu lalang dapat berkurang lebih banyak karena diserap oleh tumbuhan tersebut. Selain noise yang berasal dari kendaraan, di taman ini noise juga dapat berasal dari suara air mancur yang berada di sekitar tempat kegiatan bermusik. Tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh air mancur tersebut tergolong cukup keras karena berada di sekitar angka 60 dB. Setelah diperhatikan, ternyata air mancur ini pada hari Minggu pagi pada saat kegiatan olahraga berlangsung, air mancur tersebut dinyalakan. Kemudian sekitar pukul 10.00 pagi saat TSC akan berlatih air mancur pun tidak nyala, tetapi pada saat waktu menunjukkan pukul 12.00 air mancur dinyalakan lagi kurang lebih selama 5 menit. Waktu air mancur tidak menentu karena setelah itu air menyala lagi pada pukul 12.30. Berdasarkan wawancara dengan salah satu petugas Taman Suropati, ternyata air mancur tersebut memiliki waktu kapan akan menyala yaitu pada pukul 08.00-10.00, kemudian 12.00-14.00, dan pukul 16.00-18.00. Segala kegiatan yang ada di taman tentunya menimbulkan bunyi. Jika diperhatikan, di sekeliling taman merupakan daerah residensial, antara lain adalah rumah-rumah petinggi negara. Oleh karena itu, jangan sampai bunyi-bunyi dari kegiatan tersebut mengganggu ketenangan. Lebar jalanan yang memisahkan daerah taman dengan pagar rumah kurang lebih sekitar 7 meter. Taman juga dibatasi dengan pohon-pohon tinggi dan rimbun, selain itu rumah-rumah yang ada di sekitar Taman Suropati memiliki pagar yang tinggi, sehingga bunyi ataupun bising yang berasal dari kegiatan taman pun dapat berkurang hingga ke dalam rumah. Ditambah lagi dengan adanya taman di pekarangan rumah yang juga dapat menyerap bunyi-bunyi dari luar daerah rumah. Jadi dapat dikatakan, kegiatan bermusik yang dilakukan di Taman Suropati tidak mengganggu kenyamanan penghuni rumah, hal ini juga dikarenakan suara alat musik biola tidak terlalu nyaring. Berdasarkan wawancara dengan petugas keamanan, kegiatan yang ada di taman tidak
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
mengganggu kenyamanan penghuni rumah, hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya pengaduan dari penghuni rumah di sekitar taman, bahkan tidak jarang para pemain musik dari Taman Suropati ini diundang untuk mengisi acara yang diadakan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Pembahasan Permasalahan akustik yang telah dianalisis di atas dapat diatasi dengan beberapa cara, antara lain perubahan tempat berlatih atau pertunjukan musik. Sesuai pengamatan terhadap kondisi Taman Suropati, kegiatan musik tersebut sebaiknya dipindah ke bagian tengah Taman Suropati. Jarak bagian tengah ke jalan raya kurang lebih 40-50 meter, sehingga bising dari lalu lintas sebesar 72 dB dapat berkurang ke tengah taman hingga tingkat kebisingan tidak terlalu keras atau dapat ditoleransi. Jika menggunakan penghitungan inverse square law, bising lalu lintas dapat berkurang hingga 30 dB, jadi bunyi yang terdengar dari lalu lintas adalah sekitar 40 dB.
Gambar 6. Bagian Tengah Taman
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Material yang digunakan di permukaan bagian tengah taman tersebut adalah paving-block, sama seperti yang digunakan di daerah sebelumnya. Namun yang membedakan daerah ini adalah tidak adanya kolam air mancur yang menjadi salah satu pengganggu kenyamanan. Di daerah ini juga terdapat pohon yang terletak di sisi kanan dan kiri, sehingga di bagian tengah taman ini dapat dikatakan seperti bagian taman yang lapang. Kondisi tersebut juga dari segi lahan dapat dikatakan lebih leluasa, seperti yang ditunjukkan pada gambar 6, penonton dapat menikmati pertunjukan dengan view yang tepat yaitu berada persis di depan pertunjukan tersebut. Selain itu, bunyi yang tersampaikan ke penonton juga dapat lebih baik perambatannya. Kebisingan yang berasal dari lalu lintas di sekitar Taman Suropati juga dapat dikurangi dengan cara menambahkan barrier berupa pagar tanaman di pinggir taman, selain sebagai pembatas ruang juga berfungsi untuk membantu mereduksi bunyi yang tidak diinginkan, sehingga bunyi dari jalanan yang mengarah horizontal ke taman dapat terhalang oleh tanaman tersebut. Apabila tidak memungkinkan untuk menambahkan pagar tanaman, dapat ditambahkan dengan menggunakan beberapa pot bunga atau tanaman-tanaman seperti pohon akasia, pohon damar, pohon cemara, pohon mahoni, pohon bambu, pohon palem, nusa indah, soka, mawar, dan kembang sepatu. Selain itu, untuk memperkuat bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi, dapat menggunakan bahan pemantul bunyi yang berbahan masif atau padat, dan tidak licin. Pemantul tersebut tidak permanen, tetapi dapat dipindahkan, dan hanya digunakan pada saat kegiatan musik berlangsung. Pemantul diletakkan di bagian belakang dan di sisi kanan kiri sumber bunyi, sehingga bunyi dapat tersebar lebih banyak ke bagian depan yang merupakan daerah penonton.
Gambar 7. Penggambaran arah bunyi
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Kesimpulan Kegiatan bermusik dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, tidak ada peraturan yang mengikat para pemusik tentang kapan dan dimana mereka harus melakukan kegiatannya. Hal tersebut juga telah terlihat dalam sejarah, yang mana pertunjukan musik dilakukan di ruang terbuka semacam amphiteater, dan seiring perkembangan zaman kegiatan musik pun dapat dilakukan di dalam dan luar ruangan. Di beberapa negara maju, kita dapat menemukan kegiatan musik tersebut dilakukan di taman yang merupakan ruang terbuka. Walaupun dalam kegiatan bermusik tidak ada peraturan seperti yang telah dijelaskan, tetapi untuk sebuah pertunjukan atau performance musik, ada beberapa syarat atau standar yang harus dipenuhi, selain untuk kualitas musik itu sendiri, juga demi kenyamanan penonton dan pemain musik tersebut. Kebisingan yang terjadi di Taman Suropati seperti bising lalu lintas dan bising yang bersumber dari kegiatan lainnya, menjadi masalah bagi komunitas musik yang melakukan kegiatan bermusik di taman tersebut. Tempat tinggal yang berada di sekitar taman juga harus diperhatikan kenyamanannya jangan sampai kegiatan yang ada di taman mengganggu kenyamanan penghuni rumah. Kegiatan yang ada di taman ternyata tidak mengganggu atau menjadi bising bagi penghuni sekitar Taman Suropati yang merupakan pejabat tinggi negara. Hal ini dikarenakan jarak antara taman dan rumah tidak dekat dan adanya pohon di sekitar taman yang dapat berfungsi mengurangi bunyi yang berasal dari kegiatan-kegiatan di taman, juga pagar rumah yang cukup tinggi pun menghalangi bunyi yang mengarah ke rumah tersebut. Selain itu, masalah perambatan bunyi juga ditemukan dalam kasus ini, dikarenakan dari tempat itu sendiri yang berupa ruang terbuka, sedangkan bukaan merupakan musuh besar dari akustik. Perambatan bunyi yang tidak tersebar merata seperti yang terjadi di taman tersebut disebabkan oleh beberapa faktor di luar ruangan, antara lain temperatur dan arah angin, dan faktor yang paling dirasakan di taman tersebut adalah arah angin yang menyebabkan bunyi tidak merambat dengan teratur, sehingga di beberapa titik sekitar sumber bunyi tidak dapat mendengar bunyi sesuai dengan yang seharusnya jika dilihat jarak antara sumber bunyi dan penerima. Sebuah ruang yang digunakan untuk performance musik yang dikatakan baik adalah ketika bunyi yang dihasilkan dari sumber dapat terdengar jelas oleh penerima.
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Jika diperhatikan dari segi akustik, sebaiknya latihan maupun pertunjukan musik yang diadakan di Taman Suropati dilakukan di bagian tengah taman, dimana jarak antara bagian tengah taman dengan sumber kebisingan yaitu jalan raya sekitar 50 meter, dibandingkan dengan di bagian pinggir tempat komunitas-komunitas musik tersebut melakukan kegiatan. Tingkat kebisingan yang tergolong keras yaitu 72 dB dapat berkurang sekitar 24 dB sampai 30 dB hingga ke bagian tengah, sehingga lalu lintas yang ada di sekitar taman tidak terlalu mengganggu kegiatan bermusik di tengah taman karena tingkat kebisingan menjadi sekitar 40 dB. Lalu di bagian tengah ini tidak terdapat kolam air mancur yang juga menjadi noise yang mengganggu kenyamanan pemusik dan penonton, karena daerah berbentuk persegi tersebut lapang dengan permukaan yang dilapisi oleh paving-block dan disekelilingnya juga masih terdapat pohon-pohon rimbun. Selain itu, kebisingan juga dapat diatasi dengan cara menambahkan barrier berupa pagar tanaman di pinggir taman, selain sebagai pembatas ruang juga berfungsi untuk menyerap bunyi yang tidak diinginkan. Apabila tidak memungkinkan untuk menambahkan pagar tanaman, dapat ditambahkan dengan menggunakan beberapa pot bunga atau tanaman yang dapat membantu mereduksi bunyi dari lalu lintas. Selanjutnya untuk memperkuat bunyi dari sumber bunyi, dapat menggunakan bahan pemantul bunyi yang berbahan masif atau padat, dan tidak licin, yang diletakkan di bagian belakang dan di sisi kanan kiri sumber bunyi, sehingga bunyi dapat tersebar lebih banyak ke bagian depan yang merupakan daerah penonton.
Saran Pembahasan mengenai akustik luar ruangan atau ruang terbuka cukup menarik untuk diteliti, namun topik ini sangat jarang dibahas karena pada umumnya membahas akustik ruang tertutup. Padahal kegiatan musik yang juga berhubungan dengan akustik tidak hanya dilakukan di dalam ruangan. Oleh karena itu, untuk melengkapi penelitian ini diharapkan adanya penelitianpenelitian selanjutnya yang membahas lebih lanjut tentang musik dan akustik di ruang terbuka.
Daftar Referensi Cowan, James P. (1994). Handbook of Environmental Acoustic. Canada: John Willey & Sons Inc. Doelle, Leslie L. (1985). Akustik Lingkungan. Surabaya : PT. Gelora Aksara Pratama.
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013
Egan, M. David. (1988). Architectural Accoustic. New York : McGraw Hill, Inc. Heuken, Adolf. (2001). Menteng, Kota Taman Pertama di Indonesia. Cipta Loka Caraka. Lord, Peter, dan Duncan Templeton. (1986). The Architecture of Sound. Architectural Press. Mediastika, Christina E. (2005). Akustika Bangunan: Prinsip-prinsip dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Muttaqin, Moh, dkk. (2008). Seni Musik Klasik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Legoh, Finarya. (2012). Materi Kuliah Akustik Ruang dan Lingkungan. Depok. Rossing, Thomas D. (1989). The Science of Sound. Reading: Addison-Wesley. Suptandar, J. Pamudji. (2004). Faktor Akustik dalam Perancangan Interior. Jakarta: Djambatan.
Kelayakan akustik…, Tamiya M S Kasman, FT UI, 2013