KELAS MENENGAH DAN HUKUM MODERN INDONESIA Oleh : Agus Pramono Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Abstract According to the development of history of society, social discrimination as an unseparated part of social products. The social stratification that has influencing position in modern law mechanism there is middle class. Mechanism of modern law in society is not independent. The law is closely related to : the rules them selves, citizen as the target of rules, activities of biraucratic and social framework, politics, economy and culture included to decide haw each of them caarries out its in law. Modern Law as a political product is not completely independent from the power of state, culture of law as part of modern law system gets less appreciation in implementing Modern Law. Accually, all the people realize that culture of law has strategic position for and how to understand the mechanism of law. From the beginning, Modern Law will be able to work maximally if all parts of the system of law can work with sinerity with strong control from all members of society. Justice is the main key of functional law, it means that the mechanism of law in and for society must be able to make real the value justice in the society itself. Key words : Middle class, modern law
A. PENDAHULUAN
Masyarakat dan sistem sosial yang
Salah satu pengalaman sejarah
mendahului masyarakat modern adalah
hukum yang penting adalah waktu
feodal dengan sistem produksi yang
Unger menjelaskan kelahiran hukum
belum
modern dari kebangkrutan tatanan
masyarakat pertanian. Hukum dalam
sosial sebelumnya. Pengalaman sejarah
masyarakat
ini
relevan
atau
mesin
tatanan
atau
tersebut
kita
karena
bersifat terkotak-kotak (fragmented).
kelahiran
hukum
Tatanan sosial dan hukum adalah
modern yang sekarang umum dipakai
terkotak-kotak karena orang berbicara
di dunia. Masyarakat dan sistem sosial
mengenai hukum yang berbeda-beda
yang mendahului masyarakat modern
yang sama-sama memiliki otoritas
yang sekarang umum dipakai di dunia.
dalam wilayah geografi yang sama.
”mengisahkan”
bagi
menggunakan
1
Ada hukum untuk golongan-golongan
tersebut penting mengingat kedudukan
kerajaan, ningrat, dan gereja (Stjipto
negara yang demikian sentral dalam
Rahardjo, 2004: 60 – 61).
kehidupan
Sementara
itu, kesadaran atas
yang
satu
artinnya.
pendiri
Untuk
itu
penjelasan dengan alasan pembenar
ketidak adilan sosial merupakan salah pemicu
modern.
Republik
rasional
menjadi
Pembenaran
penting tersebut
Indonesia untuk membidani kelahiran
diperlukan, karena di samping negara,
Indonesia. Pembentukan kelas-kelas
sudah ada bentuk kehidupan bersama
sosial
dalam
masyarakat,
sebagai
lainnya yaitu masyarakat yang jauh
contoh
telah
dieksplisitkan
dalam
lebih tua usiannya dari negara.
staasblad tahun 1849 tentang catatan
Para pendiri Republik Indonesia
sipil untuk golongan Eropa; staasblad
telah memiliki bentuk Republik untuk
1917
untuk
mewujudkan tujuan negara dan bangsa
golongan Timur Tiong Hoa; staasblad
berdasarkan hukum Indonesia. Dalam
1920
untuk
perjalanan sejarah bangsa Indonesia
golongan Indonesia asli beragama
selama lebih dari setengah abad,
Islam dan 1933 tentang catatan sipil
terlihat
untuk
asli
berdasarkan hukum Indonesia dapat
beragama Kristen di Indonesia. Segala
bertahan sekalipun harus berhadapan
jenis
jelas
dengan banyak tantangan, hambatan
mengandung nilai diskriminatif oleh
dan gangguan baik yang datang dari
karena itu dalam konteks reformasi
luar maupun dalam negeri.
tentang tentang
catatan catatan
golongan peraturan
sipil sipil
Indonesia tersebut
hukum, peraturan-peraturan, tersebut telah
dilakukan
peninjauan
bahwa
negara-negara
Untuk Indonesia yang plural ini,
secara
sedang
mengalami
proses
transisi
bertahap. Meskipun demikian, warisan
dalam era reformasi setelah jatuhnya
hukum
rezim
kolonial
tersebut
telah
orde
baru.
Proses
transisi
menimbulkan pengkotakan sosial yang
tersebut diwarnai oleh banyak krisis
merambah ke dalam hampir semua
yang terjadi baik ideologi, politik,
bidang kehidupan sosial.
sosial budaya, termasuk bidang hukum.
Persoalan hukum antara individu
Fenomena
praktek-praktek
(warga negara), masyarakat dan negara
bermasyarakat,
berbangsa
dan
serta
bernegara
menyimpang
dari
hukum
modern
Indonesia
yang
merupakan isu yang menarik untuk
hukum antara lain menjadikan bangsa
dikaji. Secara akademik, persoalan
ini mengalami dishamoni sosial yang 2
dapat
menggoyahkan
sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara.
menengah
tersebut
antara
kelompok
pengusaha,
lain
cendikiawan,
pers, lembaga swadaya masyarakat. B. PEMBAHASAN Istilah
”kelas”
Setiap muncul suatu orde sosial diambil
dari
dengan tipe hukumnya, selalu diawali
sosiologi Marxian, sedangkan istilah
oleh
”menengah” berasal dari sosiologi
sebelumnya yang amat menyakitkan.
liberal.
Marxian
Sebelum muncul tipe hukum birokratik
ortodoks, kelas menengah di kenal.
(abad ke 12) maka orde sosial feodal
Sebab, menurut konsepnya yang ada
harus ambruk terlebih dahulu dan itu
hanya dua kelas yaitu borjuasi yang
merupakan suatu guncangan besar
memiliki alat-alat produksi di satu
yang menyakitkan (Satjipto Rahardjo,
pihak dan proletariant yang hanya
2003 : 27).
Dalam
sosiologi
keambrukan
orde
sosial
memiliki alat-alat produksi di satu
Sebagai ditujukan oleh sejarah,
pihak dan proletarian yang hanya
maka kebenaran menunjukkan betapa
memiliki
hukum itu bukan merupakan bangunan
tenaga
kerja
di
pihak
lain.Usaha untuk memperebutkan alat-
yang
alat
menimbulkan
melainkan memiliki struktur sosial.
dinamika yang dianggap merupakan
Hukum modern yang muncul di Eropa
sumber perubahan sosial. Perubahan
pada abad ke 19, merupakan salah satu
sosial terjadi karena kelas menengah
hasil
ini
paling
pengorganisasian masyarakat di Eropa
dinamis. Strata yang berpendapat yang
yang meliputi sosial, politik, ekonomi,
paling rendah dianggap tidak mampu
kultur dan lainnya. Tidak semua
mengadakan
karena
bangsa memiliki predisposisi kultur
biaya,
seperti Eropa atau Barat. Bangsa-
produksi
dianggap
perubahan
itu
strata
yang
perubahan, menuntut
juga
steril
atau
dari
sosial,
perkembangan
sementara strata yang paling bawah
bangsa
tidak
untuk
memiliki watak kultur yang bersifat
membiayai. Strata yang paling atas
komunal. Oleh karena itu, upaya
diandaikan tidak berminat dan tidak
memahami hukum suatu bangsa secara
berkepentingan atas perubahan sosial
lengkap tidak hanya dilakukan melalui
karena kondisi dan struktur sosial yang
pengamatan
ada sudah menguntungkan dia (Ignas
formalnya, melainkan sampai kepada
mempunyai
modal
Kleden, 2004: 91-92). Strata kelas 3
di
kedap
Asia,
misalnya
terhadap
lebih
sistem
budaya hukumnya.(Satjipto Rahardjo,
ahli. Seperti dikemukakan oleh Sany
2004 : 73-73).
Engle Merry, pruralisme hukum ”...is
Hukum modern disusun secara rasional
oleh
legislatif
two or more legal system coexist in the
bersama eksekutif, berbentuk tertulis
same social field”. Sedangkan Griffiths
yang
kaidah-
membedakan dua macam pluralime
kaidah dan tata cara yang berlaku
hukum, yaitu weak legal pruralism dan
sesuai
strong
disusun
lembaga
generany defined as a situation in wich
berdasarkan
konstitusi.
Sesungguhnya,
legal
prularism.
apabila diinginkan reformasi hukum
Griffiths,
yang senafas dengan masyarakat, maka
lemah itu adalah bentuk lain dari
hukum
kepada
sentralisme hukum karena meskipun
masyarakat.
mengakui adannya pluralisme hukum,
persoalan
tetapi negara tetap dipandang sebagai
harus
pemberdayaan
mengacu hukum
Dengan demikian budaya
hukum
maka menjadi
penting
superior,
pluralisme
Menurut
sementara
hukum
yang
hukum-hukum
artinnya untuk memahami bekerjannya
yang lain disatukan dalam hierarki di
atau
bawah hukum negara (Sulistyowati
beroperasinya
hukum
dalam
masyarakat.
Irianto, 2000 : 66-67).
Sebagaimana dikemukakan oleh
Pemikiran ilmu hukum tentang
Sulistyowati Irianto, dalam Hukum dan
asas-asas dalam norma-norma yang
Kemajemukan Budaya, bahwa pada
menjadi pegangan dalam membangun
pertengahan abad ke 19 keragaman
negara modern barulah muncul secara
sistem
tegas
hukum
yang
dianut
oleh
dalam
persiapan
menjelang
masyarakat di banyak negara dicermati
kemerdekaan. Sidang-sidang BPUPKI
sebagai evolusi hukum, sedangkan
(Badan
pada abad ke 20 keragaman hukum
Persiapan Kemedekaan) yang juga
ditanggapi sebagai gejala pluralisme
disebut Badan Penyidik berlangsung
hukum. Kebutuhan untuk menjelaskan
dua kali pada tanggal 29 Mei hingga 1
gejala ini muncul terutama kita banyak
Juni 1945 dan pada tanggal 10 Juli
negara
hingga
memerdekakan
diri
dari
penjajahan, dan meninggalkan sistem hukum
Eropa
17
Juli
Usaha-Usaha
1945
(Marsilam
Simanjuntak, 1977 : 87).
negara-negara
Yang patut dicatat ialah bahwa
tersebut. Sampai saat ini sudah ada
paham kenegaraan Supomo rupannya
konsep
mengenai
menjadi pandangan dominan, yang
pruralisme hukum yang diajukan para
refleksinnya terlihat jelas dalam UUD
dan
di
Penyidik
atribut
4
45 dan yang praktiknya kita rasakan
orthodoks negara tidak mempunyai
sampai sekarang.
peran lain daripada sekedar menjadi
Tema
pemikiran
alat di tangan kelas dominan yang
Supomo adalah bagaimana mencari
membantu tercapainnya kepentingan-
jalan keluar dari keteegangan di antara
kepentingan kelas tersebut.
unit
of
dasar
dalam
analysis,
yaitu
individu,
Dua pandangan ini ditolak oleh
masyarakat, dan negara. Pandangan
Supono
liberal
dianjurkannya) rupa-rupanya karena
umumnya
mengabaikan
(atau,
lebih
tepat,
kedudukan dan peran masyarakat, dan
keduannya
dianggap
memusatkan
menekankan
pertentangan
perhatiannya
pada
tidak sangat atau
hubungan individu dan negara. Maka
kontradiksi dialektis. Dalam paham
negara, dalam paham ini, merupakan
liberal ditonjolkan pertentangan antara
hasil
individu yang satu dan individu yang
kontrak
diantara
sosial
individu
yang
yang
dibuat
satu
dan
lain,
yang
akhirnya
mendapatkan
individu lainnya, agar ada instansi
komprominya dalam kontrak sosial
yang diberi otoritas mengatur dan
yang
mengawasi kebebasan tiap individu
mempunyai
sehingga pelaksanaan kebebasan ini
Sebaliknya,
tidak
orthodoks
merugikan
dan
melanggar
kebebasan individu lainnya. Sebaliknya, umumnya
kekuatan dalam yang
yang
memaksa.
paham
Marxis
mencolok
adalah
Marxis
dengan kelas dependen yang kemudian
kedudukan
melahirkan negara sebagai alat dari
dan peran individu dan memusatkan perhatiannya
negara,
pertentangan di antara kelas dominan
pendekatan
mengabaikan
menghasilkan
pada
kelas dominan.
hubungan
Supomo kemudian mengusulkan
masyarakat dan negara. Dalam paham
suatu
ini masyarakat dianggap terdiri dari
mempersatukan dan mengintegrasikan
kelas-kelas sosial yang terbagi atas
kepentingan individu dan kepentingan
dominan
kelompok dengan kepentingan negara.
(atau
borjuasi)
yang
paham
dianggap
menguasai alat-alat produksi dan kelas
Caranya
dependen (atau proletariat) yang hanya
memperlakukan kepentingan individu
mempunyai tenaga kerja. Kedudukan
dan kepentingan masyarakat sebagai
dan peran seorang individu ditentukan
hal-hal yang sudah dengan sendirinya
oleh posisinya dalam kelas sosial.
tertampung dalam negara yang menjadi
Dalam
representasinya.
pandangan
kaum
Marxis 5
adalah
yang
memandang
Sayangnya,
dan
paham
negara
integralistik
ini
hanya
borjuasi.
Kalau
negara
mengusulkan suatu visi ideal, tetapi
memanfaatkan
tidak
dan
kepentingan masyarakat dan sekaligus
memungkinkan
akuntabel untuk itu, maka yang muncul
integrasi kepentingan individu serta
adalah bentuk negara yang oleh para
kepentingan
ahli ilmu politik dinamakan negara
mengurangi
prosedur
mekanisme
yang kelas
sosial
dengan
aliansi
untuk
kepentingan negara. Aakibat politis
otoritarian
dari pandangan seperti ini sangat terasa
(developmentalist
dalam rumusan UUD 45, khususnya,
bureaucraticstate). Sebaliknya, kalau
dalam
negara hanya memanfaatkan aliansi itu
implementasinya
menurut
birokrasi
ini
dapat
pembangunan authoritarian
tafsiran rezim Orde Baru. (Marsilan
untuk kepentingan dirinya
Simanjuntak, 1977:88)
menyingkirkan
Salah satu cara yang cukup mudah
kepentingan
masyarakat, maka yang muncul adalah
untuk melakukan modifikasi ini adalah
negara
otoritarian
berpaling
(renter
authoritarian
kepada
kelompok
dengan
teori
birokrasi
rente
bureaucratic
Marxis yang menguraikan hubungan
state). Pengertian rente di sini muncul
negara dan masyarakat, dan kemudian
karena segala servis yang seharusnya
melakukan
disiapkan dan diberikan oleh negara
perubahan
dengan
memberikan modifikasi baru, baik
bagi
terhadap kedudukan negara maupun
dianggap sebagai jasa yang dapat
terhadapan kedudukan kelompok sosial
disewakan melalui birokrasi kepada
dan
para konsumen atau nasabah.
kekuatan
Perkembangan
masyarakat.
para
tepri-teori
lebih
mutakhir
pembangunan menjadi contoh soal
dimungkinkan oleh revisi terhadap
bagaimana pemerintahan yang bersih
posisi borjuasi nasional sebagai kelas
dan efektif dapat dijadikan semacam
dominan serta hubungannya dengan
komudite yang ditawarkan kepada
negara. Dalam Marxisme orthodoks
masyarakat sebagai ganti rugi atau
negara hanya dianggap alat borjuasi.
kompensasi bagi watak otoritarian
Akan
negara
negara. Singapura dan Korea Selatan
(authoritarian
umpamannya dapat disebut sebagai
yang
tetapi,
otoritarian
dalam
birokrasi
bureaucratic)
yang
terciptannya
aliansi
teori terjadi di
otoritarian
kemudian
dalam
Marxis
Negara
wargannya,
birokratis
adalah
conoh negara otoritarian birokratis
antara
pembangunan
karena
relatif
dari
kepentingan negara dan kepentingan 6
bersih
borokrasinya praktek
KKN
(Korupsi,
Kolusi,
Sebaliknya,
Indonesia
Nepotisme).
fasilitas di antara, patron (yaitu negara)
merupakan
dan klien (yaitu kelas menengah).
contoh negara otoritarian birokratis
(Ignas
Kleden,
rente, karena pelayanan negara untuk
XXXIX).
2004
:
XXXVII-
masyarakat penuh dengan berbagai
Untuk dapat melakukan kajian
praktek KKN, yang tak lain artinya
yang holistik terhadap hukum dan
dari transaksi sewa-menyewa yang
kenyataan sosial, maka diperlukan
berlangsung di antara warga dan
suatu
negara
memungkinkan untuk dapat dilakukan
melalui
birokrasi
sebagai
pendekatan
empiris
perantaranya. Mewujudkan juga dalam
pengamatan
penjelmaan yang sama atau berbeda, di
hukum. Dalam hal ini hukum harus
tempat lain dan di suatu masa yang
dilihat sebagai suatu sistem yang
lain. Sebagai contok soal, dalam teori
terdiri
Marxis orthodoks borjuasi nasional
sebagaimana
dianggap menjadi kelas dominasi yang
seorang
mempererat
dalam
Lawrence M. Friedman. Komponen-
memaksakan tercapainya kepentingan
komponen tersebut adalah : legal
kelasnya. Atau dalam teori ilmu sosial
substance (aturan-aturan dan norma-
liberal
dianggap
norma), legal structure (institusi atau
menjadi kompetitor atau pesaing bagi
penegak hukum seperti polisi, jaksa,
negara, karena melalui pengaruh dan
hakim, dan pengacara), dan legal
tekanan kelas menengah masyarakat
culture (budaya hukum, meliputi : ide-
dapat menuntut dan tekanan kelas
ide, sikap-sikap, kepercayaan, harapan,
menengah masyarakat dan menuntut
dan pandangan tentang hukum).
negara
kelas
menengah
dan melaksanakan partisipasi politik yang
lebih
luas.
dari
tiga
komponen,
dikemukakan
ahli
Dengan
beroperasi
sosiologi
melihat
oleh hukum,
komponen-
Yahya
komponen dalam sitem hukum yang
Muhaimin menunjukkan bahwa kelas
saling mempengaruhi satu sama lain
mengah Indonesia selam Indonesia
tersebut, maka dapat dikaji bagaimana
Merdeka
borjuis
”beroperasinya” hukum dan praktek
nasional yang memperalat negara,
sehari-hari. Hukum adalah bagian dari
tidak pula menjadi kompetitor politik
kebudayaan
untuk
karena itu tidak mungkin mengkaji
tidak
negara,
kelompok berkembang
Studi
terhadap
yang
menjadi
melainkan
yang berkat
menjadi
muncul bantuan
dan
hukum
dan
memperhatikan 7
dan
secara
masyarakat,oleh terisolasi,
tanpa
kekuatan-kekuatan
sosial yang ada dalam masyarakat.
ada di hadapannya itu, akan sangat
Secara khusus budaya masyarakat.
terkait dengan budaya hukum, bagian
Secara khusus budaya hukum adalah
dari kekuatan-kekuatan sosial yang ada
bagian dari kekuatan-kekuatan sosial
di sekelilingnya.
tersebut, yang memberikan masukan,
Budaya hukum inilah yang akan
menjadi penggerak, dan selanjutnya
menentukan pilihan hukum individu
memberi output kepada sistem hukum
tersebut: aturan-aturan hukum yang
kepada
mana dan dengan cara bagaimana ia
sistem
hukum.
Menurut
friedman, kekuatan sosial secara terus
mengadakan
meneruskan
(Sulistyowati Irianto, 2000:71-72).
mempengaruhi
sitem
hukum, kadang-kadang ia merusak, mempengaruhi,
memperkuat,
pilihan
Menurut
atau
tersebut.
Satjipto
pengamatan
Harardjo,
terhadap
memilih untuk lebih menampilkan
hukum
segi-segi tertentu. Dengan demikian
melibatkan berbagai unsur sebagai
kita
berikut :
dapat
mengkaji
bagaimana
secara,
berlakunya
lengkap
substansi hukum berupa aturan-aturan
1. Peraturan sendiri;
dan norma-norma, merumuskan suatu
2. Warga
permasalahan, dan bagaimana institusi
negara
ternyata
sebagai
sasaran
pengaturan;
serta para penegak hukum menanggapi
3. Aktivitas birokrasi pelaksana;
aturan-aturan tersebut, dan bagaimana
4. Kerangka
budaya
hukum
masyarakat terhadap
yang
ada
memberi
bekerjannya
dalam
budaya
pengaruh
sosial-politik-ekonomiyang
menentukan
ada
yang
bagaimana
turut setiap
aturan-aturan
unsur dalam hukum tersebut di atas
yang telah dirumuskan dan disepakati
menjalankan apa yang menjadi
bersama itu.
bagian-nya.
Cara
paling
relistis
untuk
Unsur-unsur yang dikemukakan di
menanggapi pluralisme hukum adalah
atas
bila
perspektif
hubungannya satu sama lain dalam
Pliralisme
suatu proses interaksi yang dinamis.
melihatnya
individual. hukum
baru
dari
Eksistensi dapat
dilihat
selanjutnya
harus
dilihat
ketika
Kita lihat saja bagaimana hubungan
seorang individu menjadi subyek lebih
antara suatu peraturan hukum dengan
dari satu sistem hukum. Selanjutnya
warga negara yang menjadi sasaran
bagaimana
dari
individu
tersebut
menanggapi sistem-sistem hukum yang
peraturan
tersebut.
Dikeluarkannya peraturan tersebut di 8
sini harus kita lihat pola ”harapan dan
Sistem hukum demikian dibedakannya
pelaksanaannya”
dengan sistem hukum lainnya, yang
performance),
(expectation yaitu
yang
and berisi
dilandaskan
pada
kharisma,
yang
harapan agar peranan dari warga
menimbulkan akibat bahwa keputusan
negara sebagaimana dilukiskan dalam
yang diambil sulit untuk diduga,
peraturan itu dapat dilaksanakan atau
sehingga merugikan pencari keadilan.
dipenuhi oleh mereka. Tetapi sejak
Birokrasi tekanan diletakkan pada
semula sudah disadari pula, bahwa
aturan-aturan
dalam rangka memenuhi harapan dan
pengaturan masalah secara kasuistik,
menjalankan peranan yang diharapkan
adannya hirarki yang tegas, serta
dari padanya, seseorang itu akan
komunikasi
menerima pengaruh dari kerangka
dijalankan atas dasar aturan yang
sosial-politik-ekonomi-budaya
dirumuskan dengan sengaja. Secara
yang
kompetensi
tertulis.
Haluan-haluan
mengelilinginya, sehingga ada lebih
teoritis,
dari satu kemungkinan yang dapat
nepotisme, favoritisme pribadi, dan
terjadi, seperti ditaati, tidak ditaati,
pemberian
ditaati atau tidak ditaati sementara, dan
yang subjektif sifatnya. (Ssoerjono
lain-lain
Ssoekanto, 1988 : 82).
kemungkinan
lagi.
Berlakunya hukum dilihat dari pola harapan
dan
pelaksanaannya
birokratis
resmi,
hak-hak
meniadakan keistimewaan,
Menurut Satjipto Rahardjo, salah
ini
satu dari kemungkinan yang mesti
memberikan bobot yang lebih realistis
diwaspadai adalah bergesernya hukum
serta dinamis terhadap berlakunnya
menjadi ”permainan”. Yang dimaksud
hukum. (Satjipto Rahardjo, 1978:13-
dengan permainan di sini adalah
14).
menurunkan derajad hukum itu sebagai Sejalan dengan hal tersebut diatas
alat untuk memenuhi dan memuaskan
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa
kepentingan sendiri. Dengan demikian,
Max Weber termasuk sosiolog pertama
tujuan
yang membahas hubungan, timbulnya
keadilan (dispensing justice) telah
birokrasi dengan perkembangan sistem
mengalami
sistem hukum (C.J.M. Schuyt 1983:
permainan. Hukum modern sebagai
24).
tipe
Perkembangan
memberikan
tekanan
birokrasi,
hukum
untuk
memberikan
kemerosotan yang
menjadi
memberikan
aspek
pengaturan positif secara luas, yang
rasional dan pertumbuhan sikap-sikap
memberikan sarana, untuk melakukan
impersonal
berbagai upaya hukum, melindungi
dalam
pada
hukum
sistem
hukum. 9
individu, dapat berbalik menjadi alat
sekalian
personelnya,
justru
untuk
dimobilisasi
kecanggihannya
untuk
menyalurkan
kepentingan
pribadi yang aman menurut hukum.
hanya
Inilah perumpamaan hukum sebagai
kepentingan
”gerobak”
Di
mengherankan, bahwa seorang hakim
Indonesia, hal ini dapat dilihat pada
senior pada akhirnya tidak dapat lebih
tren penggusuran perkara ke atas
lama
dengan cara banding ke Pengadilan
mengutarakan
Tinggi dan kemudian meminta kasasi
sistem peradilan
ke Mahkamah Agung. Barangkali para
Mantan hakim Rothwax itu pada
advokat tidak dapat mengendalikan
akhirnya menuangkan kegundahannya
nasabahnya untuk menyerah dengan
ke dalam buku yang diberinya judul
mengatakan, bahwa secara hukum
sugestif, Guilty-The Collapse of the
posisinya
payah.
Criminal Justice System. Orang sudah
Tetapi, nasabah juga tidak dapat
menggunakan hukum dan pengadilan
disalahkan begitu saja, karena mereka
tidak untuk mencari keadilan, tetapi
diberi tahu adanya upaya hukum
mencari menang.(Satjipto Rahardjo,
banding dan kasasi.
2003 : 61-62).
tersebut
memang
diatas.
sudah
Dengan demikian, upaya hukum
melayani
sendiri.
menekan
Dalam
keinginan
dan
Maka,
tidak
perasaannya ketidakadilan
untuk dalam
di Amerika
hubungan
ini
itu.
perlu
itu sudah tidak lagi menjadi upaya
dicermati apa yang ditegaskan oleh
untuk memperjuangkan keadilan, tetapi
Anthony Giddens bahwa :
untuk mencari menang. Dan, kalau
”
Power
was
conceived
by
yang dicari adalah kemenangan, maka
Parsons as a circulating medium in the
segala
akan
same sense, generated primarily within
ditempuh. Keadaan yang demikian itu
the political subsystems as money was
menimbulkan suatu ironi besar, bahkan
generated in the economy, but also
di negara yang hukumnya dikatakan
forming an output into the three other
”maju”
functional
cara
Ironisnya
tentunya
seperti
juga
Amerika
adalah,
bahwa
Serikat.
subsystems
of
society.
justru
Power was defined, therefore, as
semakin maju dan canggih praktek
generalized capacity to serve the
hukum, semakinbesar pula peluang
performance of obligstions by units in
untuk mendayagunakan hukum secara
a system of collective organization
”anti keadilan” itu. Dengan demikian,
when the obligations are legitimized
perangkat hukum, proses hukum, dan
with reference to their bearing on 10
collective
goals.
obligations
By
Parsons
binding
meant
satu unsur adressat hukum yang
the
memiliki kekuatan tawar yang
conditions to which those in power,
cukup menonjol dan berpengaruh
and those over whom power was
dalam bekerjannya hukum;
exercised, were subject through the
2. Persoalan-persoalan
hukum
legitimation which allowed them that
modern dalam masa transisi di
power; all power involved a certain
Indonesia berkaitan erat dengan
mandate which might be more or less
dinamika dan tuntutan masyarakat
extensive, which gave power holders
seperti keadilan dan hak asasi
certain mandate which might be more
manusia; Hukum modern bukan
or less extensive, which gave power
merupakan institusi yang bersifat
holders certain rights and imposed on
otonomi, namun terkait erat dengan
them certain obligations towards those
faktor-faktor di luar hukum seoerti
who were subject to their power. The
ekonomi, politik, sosial budaya,
collective
psikologi, dan sebagainnya;
goals
rested
upon
the
common value-system, which set out
3. Memahami hukum modern dengan
the major objectives which governed
baik
the actions of the majority in a
pendekatan yang dilakukan dengan
society”.
pemahaman yang baik pula atas
(Anthony
Giddens,
1995:201).
secara
holistik,
apabila
pekerjaannya sistem hukum yang meliputi : Substansi, struktur dan
C. PENUTUP
kultur hukum;
Mencermati
persoalan-persoalan
Pergeseran
tertib
hukum
pada
sekitar kedudukan dan peran kelas
tatanan masyarakat modern Indonesia
menengah
mendorong upaya penyelarasan format
dalam
hukum
modern
sebagai tersebut di atas, maka berikut
dan
ini
memenuhi dinamika dan kesadaran
disampaikan
simpulan
sebagai
berikut : 1. Kelas
spirit
hukum, menengah
sesuai
hukum
yang
serta keadilan
mampu
masyarakat
Indonesia.
perkembangan sejarah sosial yang ada,
termasuk
di
Indonesia
menempati kedudukan dan peran yang
strategis dalam kerangka
DAFTAR KEPUSTAKAAN
hukum modern yaitu sebagai salah 11
5. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, 1. Anthony
Giddens,
Pencarian, Pembebasan dan
Politics,
Sociology and Social Theory,
Pencerahan,
Stanford University Stanford,
Muhammadiyah,
California 1995.
2004. 6. ______________,
2. E.K.M. Masinambow, ed, Hukum
Universitas Surakarta,
Permasalahan
dan Kemajemukan Budaya,
Hukum di Indonesia, Alumni,
Yayasan Obor
1978.
Indonesia,
7. ______________, Sisi-Sisi Lain
2000.
dari Hukum di Indonesia,
3. Ignas Kleden, Masyarakat dan negara,
sebuah
Penerbit Buku Kompas, 2003.
persoalan,
8. Soerjono
Indonesia Siantera, 2004.
Seokanto,
Disiplin
4. Marsilam Simanjuntak, Pandangan
Hukum dan Disiplin Sosial,
Negara Integralistik, Graffiti,
PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta 1977.
1988.
12
BIODATA PENULIS
Dr. Agus Pramono, SH, MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Lulus Sarjana (S1) dari Universitas Diponegoro Semarang (1979), Magister Hukum (S2) dari Universitas Krisnadwipayana Jakarta (2002) dan Doktor Ilmu Hukum (S3) dari Universitas Diponegoro Semarang (2008). Mendapat Penugasan ke luar negeri : Delegasi RI dalam Forum Administrasi Telekomunikasi ASEAN dengan Amerika Serikat, Thailand (1990), Delegasi RI pada Sidang Internasional Maritime Satellite (INMARSAT), Inggris (1994). Delegasi RI pada Sidang Council Internasional Telecommunication Union (ITU), Geneva (2003). Delegasi RI pada Sidang Plenipotentiary Internasional Telecomunication Union (ITU), Maroko (2002).