KELAS JALAN, MUATAN SUMBU TERBERAT, DAN PERMASALAHAN BEBAN LEBIH KENDARAAN Jakarta, 21 OKTOBER 2016 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
OUTLINE 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Faktor Kunci Penyelenggaran Jalan Kerusakan Dini Beban Lalu Lintas Konfigurasi Beban Standar Vehicle Damage Factor (VDF) Muatan Sumbu Terberat (MST) • MST dalam Kaitannya dengan Kelas Jalan • MST di Beberapa Negara • Konfigurasi Beban untuk MST 8 Ton dan 10 Ton • Kajian Peningkatan MST 7. Permasalahan Beban Berlebih Kendaraan (Overloading) • Survei WIM dan Nilai VDF Aktual di Pantura • Perbandingan MST Ijin dan Aktual di Pantura dan Jalintim • Perhitungan CESAL Pantura • Ilustrasi Pengaruh Overloading 8. Kesepakatan Awal 4 Kementerian 9. Kesimpulan 2
FAKTOR KUNCI PENYELENGGARAAN JALAN
Faktor 1 : Jaringan Jalan mendukung Pengelolaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan
Faktor 7: Penegakan Hukum dan Peraturan Penggunaan Jalan
Faktor 2: Alokasi Anggaran Tepat Sasaran Kinerja
Penyelenggaraan Jalan yang Handal, Efektif dan Efisien
Faktor 3:
Faktor 6 : Pemeliharaan Jalan Bersifat Responsif dan Preventif
Delivery Sistem yang Mendukung Strategi Pencapaian Kinerja Jalan
Faktor 5: Pelaksanaan tepat Mutu, Waktu dan Target Anggaran.
Faktor 4: Pendekatan Desain dan Penerapan Teknologi Menjamin Minimum Life Cycle Cost
3
KEGAGALAN KINERJA JALAN DALAM BENTUK KERUSAKAN DINI
PERKERASAN LENTUR
Kualitas Konstruksi
PERKERASAN KAKU
Pemeliharaan Kualitas 5% Konstruksi
20% 15% 18%
Faktor faktor desain lainnya
Pemeliharaan
Overload 47%
Overload
29%
38%
29%
(Pondasi) faktor2
desain lainnya
Sumber : Indii
4
Faktor Terkait Kerusakan Dini
5
BEBAN LALU LINTAS Beban lalu lintas kendaraan disalurkan ke permukaan perkerasan jalan melalui tekanan roda. Beban roda kendaraan mengakibatkan tegangan pada perkerasan jalan dengan daya rusak tertentu.
Untuk perhitungan daya rusak, variasi beban kendaraan dikonversikan ke dalam beban sumbu standar. Beban Sumbu Standar (Standard Axle Load) adalah Beban Sumbu Kendaraan yang dianggap mempunyai daya rusak sama dengan satu satuan, yaitu sebesar 18.000 lbs (8,16 ton ~ 8 ton) dengan konfigurasi Single Axle-Dual Wheels. 6
KONFIGURASI BEBAN STANDAR
Berdasarkan nilai di atas, diturunkan Konfigurasi Beban Standar untuk beberapa konfigurasi sumbu sbb : 5.4 Ton Single Axle, Single Wheel (diadopsi dari Ausroad)
8.16 Ton Single Axle, Dual Wheels 15.0 Ton Double Axles, Dual Wheels 18.0 Ton Triple Axles, Dual Wheels 7
FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN / VEHICLE DAMAGE FACTOR (VDF) adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar. Perbandingan ini tidak linier, melainkan exponensial sbb:
VDF =
VDF =
VDF =
4
Beban Sumbu Kendaraan Beban Sumbu Standar
P
4
P
5.4 P
4
P
8.16
8
FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN / VEHICLE DAMAGE FACTOR (VDF) VDF =
P
4
= 0.086
15
P
4
P
8.16 P
VDF =
P 18
4
= 0.053
P
4
8.16
Penambahan beban sumbu pada single axle dual wheel menjadi 2 kali Beban Standar, akan mengakibatkan pertambahan daya rusak sebanyak 16 kali. Jika Beban sumbu menjadi 3 kali, maka daya rusak menjadi 81 kali. Konfigurasi beban standar yang diadopsi oleh Ausroad : Single axle single wheel = 5.4 ton Single axle dual wheel = 8.2 ton Tandem axle dual wheel = 13.6 ton Triple axle dual wheel = 18.1 ton 9
CONTOH PERHITUNGAN VDF VDF =
P
4
5.4 Tergantung jenis sumbu
Contoh : Pada Segmen Jakarta – Semarang, untuk Kendaraan Golongan 6B (1.2H) dengan komposisi sumbu seperti di bawah ini, nilai VDFnya adalah : AKTUAL
8.55 ton
5.4
4
+
20.58
4
= 47.200
8.16
20.58 ton
STANDAR
6 ton
VDF =
8.55
VDF =
6.00 5.4
4
+
10.00 8.16
4
= 3.898
10 ton 10
11
MUATAN SUMBU TERBERAT (MST) Muatan sumbu adalah jumlah tekanan roda dari satu sumbu kendaraan terhadap jalan; Beban tersebut selanjutnya didistribusikan ke fondasi jalan, dan bila daya dukung jalan tidak mampu menahan muatan sumbu, maka jalan akan rusak Muatan berlebih (overloading) secara signifikan akan meningkatkan daya rusak kendaraan, yang selanjutnya akan memperpendek umur pelayanan jalan. Untuk pengendalian beban berlebih, diperlukan pengaturan melalui pembatasan beban lalu lintas dengan konsep Muatan Sumbu Terberat (MST). Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah beban gandar maksimum yang diijinkan pada jalan raya. MST dipakai sebagai Dasar Hukum (Legal Aspect) dalam pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan di jalan dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
12
MUATAN SUMBU TERBERAT (MST)
Muatan Sumbu Terberat yang diterapkan di Negara Indonesia yaitu MST 8 Ton dan MST 10 Ton, seperti tercantum dalam UU No. 22 tahun 2009 pasal 19 ayat 2.
13
MUATAN SUMBU TERBERAT (MST)
• Tabel Kelas Jalan dan MST yang diijinkan
Khusus
14
MST DI BEBERAPA NEGARA MST bervariasi untuk masing-masing negara tergantung dari nature dan kemampuan keuangan, berikut ini ketentuan Muatan Sumbu Terberat (Legal Axle Limit) di berbagai negara : • • • • • • • • • • • •
Belgia Denmark Jerman Finland Perancis Inggris Itali Belanda Portugal Spanyol Kesepakatan MEE Emirat Arab
: : : : : : : : : : : :
MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST MST
= 12.000 kg = 10.000 kg = 11.000 kg = 10.000 kg = 13.000 kg = 10.170 kg = 12.000 kg = 11.500 kg = 12.000 kg = 11.000 kg = 13.000 kg TIDAK TERBATAS (UNLIMITED) 15
KONFIGURASI BEBAN UNTUK MST 8 TON GOLONGAN
KONFIGURASI
6B
1.716
(trailer 2 sumbu)
1.2H
5 ton
8 ton
7A
1.774
(trailer 3 sumbu)
1.2.2
5 ton
15 ton
7C1
2.316
(trailer 4 sumbu)
1.2+2.2
5 ton 7 ton
15 ton
7C2
3.246
(trailer 5 sumbu)
1.2+2.2.2
5 ton 7 ton
20 ton
7C3
3.687
(trailer 6 sumbu)
1.2.2+2.2.2
VDF
5 ton 15 ton
20 ton
16
KONFIGURASI BEBAN UNTUK MST 10 TON GOLONGAN
KONFIGURASI
6B
3.898
(trailer 2 sumbu)
1.2H
6 ton
10 ton
7A
3.679
(trailer 3 sumbu)
1.2.2
6 ton
18 ton
7C1
5.934
(trailer 4 sumbu)
1.2+2.2
6 ton 10 ton
18 ton
7C2
6.222
(trailer 5 sumbu)
1.2+2.2.2
6 ton 10 ton
21 ton
7C3
6.003
(trailer 6 sumbu)
1.2.2+2.2.2
VDF
6 ton 18 ton
21 ton 17
KAJIAN PENINGKATAN MST Untuk melakukan perubahan berupa peningkatan legal limit (MST) kendaraan, perlu dilakukan penelitian yang mendalam. Perubahan ini akan mempengaruhi banyak hal, diantaranya akan dibutuhkan perubahan pada kekuatan jalan dan jembatan yang telah ada dan akan membutuhkan investasi besar untuk melakukan perubahan ini yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya penanganan jalan secara umum.
18
PENINGKATAN KEBUTUHAN ANGGARAN UNTUK PENANGANAN JALAN Beban Sumbu 8 Ton (legal load)
Aspal Hotmix tebal 20 cm
Beban Sumbu 12 Ton
Aspal Hotmix tebal 22 cm
Beban Sumbu 16 Ton
Aspal Hotmix tebal 27 cm
Beban Sumbu 20 Ton
Aspal Hotmix tebal 32 cm
Tambahan Rp. 0,8 Milyar per lajur km Tambahan Rp. 2,5 milyar per lajur km Tambahan Rp. 3,9 Milyar per lajur km
Semakin besar beban yang dipikul jalan semakin tebal perkerasan yang dibutuhkan sehingga semakin meningkat pula kebutuhan anggaran untuk penanganan jalan Sumber : WSDOT 2006 19
PENINGKATAN TRANSPORT COST Biaya (Cost)
Peningkatan legal limit akan menurunkan biaya pengguna jalan (RUC) tetapi akan meningkatkan biaya penanganan jalan (RAC) sehingga akan meningkatkan pula total biaya transport (TTC) Peningkatan TTC
TTC (Total Transport Cost) RAC (Road Agency Cost)
Penurunan RUC
(Road User Cost) RUC
Peningkatan RAC
Terlalu Kecil
Ideal
Level of service
20
21
PERMASALAHAN BEBAN BERLEBIH KENDARAAN • Untuk komoditi semen Semua kendaraan pengangkut semen mengangkut dengan MST lebih dari 100% dari yang diijinkan atau mengangkut dengan beban gandar lebih dari 20 ton (padahal maksimum 10Ton).
• Untuk komoditi baja Untuk kendaraan pengangkut baja terdapat kelebihan muatan antara 85 s/d 100% dari yang diijinkan atau mengangkut dengan beban gandar 18 – 20 Ton (padahal maksimum 10 Ton).
• Untuk komoditi kimia Untuk kendaraan pengangkut bahan kimia terdapat kelebihan muatan sebesar 20 %, atau mengangkut dengan beban gandar 12 Ton, namun dalam hal desain konstruksi Tangki tidak memenuhi keselamatan lalu lintas jalan raya.
• Untuk komoditi pasir
Untuk kendaraan pengangkut pasir terdapat kelebihan muatan lebih dari 125%, atau mengangkut dengan beban gandar lebih dari 26 ton (maksimum 10 Ton) baik mobil Tandem maupun mobil Trailler.
ANGKUTAN SEMEN
ANGKUTAN PASIR
ANGKUTAN BAJA
ANGKUTAN KIMIA 22
PERMASALAHAN BEBAN BERLEBIH KENDARAAN
•Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade
•Dampak Overloading Memperpendek usia layan jalan
23
SURVEI WIM PANTURA Survei WIM (Weigh In Motion / pengukuran berat sumbu kendaraan secara dinamis) pada tahun 2007, 2009, 2010 dan 2011 dilakukan di ruas-ruas : TAHUN 2007
TAHUN 2010:
1. 2. 3.
1. Temangkar – Tawah – Widang ( Prop. Jatim) 2. Pati – Rembang (Prop. Jateng) 3. Demak – Trengguli ( Prop. Jateng ) 4. Arteri Utara Semarang (Prop. Jateng) 5. Cirebon – Losari (Prop. Jabar) 6. Ciasem – Pamanukan (Prop. Jabar) 7. Cirebon – Bandung (Prop. Jabar)
Cirebon – Losari, Jawa Barat Arteri Utara – Semarang, Jawa Tengah Pati – Rembang, Jawa Tengah
TAHUN 2009
TAHUN 2011:
1. Temangkar – Tawah – Widang ( Prop. Jatim) 2. Pati – Rembang (Prop. Jateng) 3. Demak – Trengguli ( Prop. Jateng ) 4. Cirebon – Losari (Prop. Jabar) 5. Ciasem – Pamanukan (Prop. Jabar) 6. Cirebon – Bandung (Prop. Jabar)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ciasem – Pamanukan Cirebon – Losari Pemalang – Pekalongan Demak – Trengguli Gempol – Pasuruan Gresik – Bts. Lamongan
24
NILAI VDF AKTUAL HASIL SURVEI DI PANTURA NO
VEHICLE TYPES
ACTUAL VDF WIM 2007 WIM 2009 WIM 2010
LEGAL LIMIT VDF MST 10 TON
6B (1.2H) 1
69,626
16,966
14,685
3,898
64,549
6,785
14,161
3,679
47,143
29,162
39,368
5,934
99,516
69,692
82,917
6,222
56,819
64,234
52,991
6,003
7A (1.2.2) 2 7C1 (1.2+2.2) 3 7C2 (1.2+2.2.2) 4 7C3 (1.2.2+2.2.2) 5
25
PERBANDINGAN MST IJIN DAN AKTUAL DI PANTURA
50
PERBANDINGAN MST IJIN DAN MST AKTUAL DI SEGMEN JAKARTA - SEMARANG, PANTURA JAWA UNTUK (MST 10 TON)
50
PERBANDINGAN MST IJIN DAN MST AKTUAL DI SEGMEN SEMARANG - SURABAYA, PANTURA JAWA UNTUK (MST 10 TON) 48.88
45.55
40 38.10
30
20
10
21.00
20.58
18.00
Muatan Sumbu (ton)
Muatan Sumbu (ton)
40
37.56
30
20
10
10.00
20.14
21.00 18.00
10.00
0
0 Single Axle 1.2 H
Tandem 1.2.2
MST IJIN
Triple 1.2+2.2.2
MST AKTUAL
Single Axle
Tandem
1.2 H
1.2.2
MST IJIN
Triple 1.2+2.2.2
MST AKTUAL
Data tahun 2007
26
PERBANDINGAN MST IJIN DAN AKTUAL DI JALINTIM
30 29.01 23.05
20
21.00 18.00
10
12.86 10.00
0
40
Muatan Sumbu (ton)
Muatan Sumbu (ton)
40
PERBANDINGAN MST IJIN DAN MST AKTUAL DI SEGMEN LAMPUNG-PALEMBANG, JALINTIM UNTUK (MST 10 TON)
PERBANDINGAN MST IJIN DAN MST AKTUAL DI SEGMEN PALEMBANG - JAMBI, JALINTIM UNTUK (MST 10 TON)
31.77
30
21.73
20
21.00
18.00
10
12.04 10.00
0 Single Axle 1.2 H
Tandem 1.2.2
MST IJIN
Triple 1.2+2.2.2
MST AKTUAL
Single Axle 1.2 H
Tandem 1.2.2
MST IJIN
Triple 1.2+2.2.2
MST AKTUAL
Data tahun 2007
27
PERBANDINGAN NILAI CESAL PANTURA - JALINTIM
Perbandingan Nilai CESAL Pantura Vs Jalintim 300,00
268,71
CESAL x10^6
250,00 178,67
200,00
150,00 100,00
78,31
CESAL Aktual 2011 70,62
33,31
50,00
57,85
CESAL Design 2011
0,00
CESAL Rata2 Pantura
CESAL Rata2 CESAL Seluruh Jalintim Ruas
Tebal Lapis Tambah
Pantura
Jalintim
Seluruh
Aktual
18.2 cm
11.2 cm
16 cm
Design
11.8 cm
8 cm
10.3 cm
28
PERHITUNGAN CESAL (CUMMULATIVE EQUIVALENT STANDARD AXEL LOAD) RUAS JAKARTA - SEMARANG Vehicle Damage Factor (VDF) No.
Jenis Kendaraan MST 10 Ton
WIM 2007
Average Daily Traffic (ADT)
Koefisien Distribusi
Umur Rencana Traffic Growth (%) Arah (DD) Lajur (DL) (tahun)
CESAL (x10 6 ) MST 10 Ton
WIM 2007
1
6B (1.2H)
3.90
47.20
3,389
0.5
1.0
3.0
10
27.65
334.66
2
7A (1.2.2)
3.68
48.50
1,140
0.5
1.0
3.0
10
8.78
115.68
3
7C1 (1.2+2.2)
5.93
44.70
68
0.5
1.0
3.0
10
0.84
6.36
4
7C2 (1.2+2.2.2)
6.22
60.80
352
0.5
1.0
3.0
10
4.58
44.78
5
7C3 (1.2.2+2.2.2)
6.00
52.90
99
0.5
1.0
3.0
10
1.24
10.96
43.10
512.43
RUAS SEMARANG - SURABAYA Vehicle Damage Factor (VDF) No.
Jenis Kendaraan MST 10 Ton
WIM 2007
Average Daily Traffic (ADT)
Koefisien Distribusi
Umur Rencana Traffic Growth (%) Arah (DD) Lajur (DL) (tahun)
CESAL (x10 6 ) MST 10 Ton
WIM 2007
1
6B (1.2H)
3.90
44.00
1,365
0.5
1.0
3.0
10
11.14
125.66
2
7A (1.2.2)
3.68
45.00
1,070
0.5
1.0
3.0
10
8.24
100.74
3
7C1 (1.2+2.2)
5.93
32.00
143
0.5
1.0
3.0
10
1.77
9.57
4
7C2 (1.2+2.2.2)
6.22
80.50
384
0.5
1.0
3.0
10
5.00
64.67
5
7C3 (1.2.2+2.2.2)
6.00
47.90
60
0.5
1.0
3.0
10
0.75
6.01
26.90
306.65 29
ILUSTRASI PENGARUH OVERLOADING ILUSTRASI PENGARUH OVERLOADING TERHADAP UMUR RENCANA JALAN No.
NAMA SEGMEN
CESAL (x106)
MST 10 T
WIM 2007
KENAIKAN CESAL (%) MST 10T WIM 2007
PENURUNAN UMUR RENCANA (Tahun) MST 10 Ton WIM 2007
1.
Jakarta – Semarang
43.10
512.43
1.189
10 0.84
2.
Semarang – Surabaya
26.90
306.65
1.139
10 0.88
Berdasarkan survey pada tahun 2007 CATATAN : Koefisien Distribusi Arah (DD) dan Koefisien Distribusi Lajur (DL) merupakan angka yang digunakan untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana/lajur terpadat. Untuk Pantura Nilai DL = 1.0 (terdapat 1 lajur per arah), DD = 0.5 UR = Umur Rencana = 10 tahun (Bina Marga) i = traffic growth (%) = diambil berdasarkan trend pertumbuhan kendaraan pada lokasi dimaksud, untuk Pantura i = 3% CESAL = Cummulative Equivalent Standard Axle (Kumulatif Beban Gandar Standar) pada lajur rencana sampai akhir umur rencana CESAL = (ADT x 365) x (1 + i)UR-1 x DD x DL x VDF i
30
KESEPAKATAN AWAL 4 KEMENTERIAN No.
Langkah - Langkah Mengatasi Overloading
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
PERHUBUNGAN
PERDAGANGAN
PERINDUSTRIAN
Perubahan Jalur Pantura Jawa dan Jalintim Sumatera menjadi 1. MST 10 ton.
√
-
-
-
Peningkatan kualitas desain, pelaksanaan dan pemeliharaan 2. jalan dan jembatan.
√
-
-
-
-
√
-
-
-
√
-
-
-
√
-
-
√
√
√
√
Perubahan ijin laik jalan untuk ban dalam hal kekuatan ban 3. sehingga dapat memenuhi SNI Bersama Kepolisian RI melakukan penegakkan hukum 4. (enforcement ) bagi kendaraan yang tidak masuk atau melebihi ketentuan pada jembatan timbang Bersama dengan Pemerintah Daerah mengembangan dimensi 5. jembatan timbang untuk mengakomodasi semua jenis kendaraan terutama untuk truk dengan 3 sumbu atau lebih. 6. Sosialisasi penggunaan kontainer
31
KESEPAKATAN AWAL 4 KEMENTERIAN No.
Langkah - Langkah Mengatasi Overloading
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
PERHUBUNGAN
PERDAGANGAN
PERINDUSTRIAN
-
√
-
-
-
-
√
-
-
-
-
√
-
-
-
√
11. Pengaturan ijin kendaraan masuk dari segi dimensi.
-
-
-
√
12. Pengaturan pembatasan ukuran ban.
-
-
-
√
Mengakomodasi kendaraan dengan beban berlebih diatas 3 7. sumbu (axle ) untuk memakai moda transportasi kereta api dan angkutan Sosialisasilaut. dan penegakkan hukum untuk komoditas yang 8. mengakibatkan beban lebih pada kendaraan (besi, batubara, semen, sawit, jumlah dll). sumbu untuk kendaraan yang bermuatan Penambahan 9. lebih. Penegakkan hukum terhadap dimensi kendaraan yang banyak 10. diubah karoserinya.
32
KESIMPULAN 1. Untuk mempertahankan pelayanan jalan sesuai dengan umur rencana, maka sangat diperlukan pembatasan muatan kendaraan
2. Untuk jalur utama perekonomian di Pulau Jawa (Pantura) dan di Pulau Sumatera (Jalintim) serta jalur yang menuju pusat-pusat produksi / pelabuhan, diterapkan pembatasan muatan dengan MST = 10 Ton 3. Diluar Jalur Pantura dan Jalintim, diterapkan pembatasan Muatan dengan MST = 8 Ton. 4. Truk dengan sumbu tunggal (single axle) paling banyak melalui Pantura dan Jalintim serta memberikan kontribusi paling cepat atas kerusakan jalan. Direkomendasikan penggunaan kendaraan sumbu ganda (tandem) dan triple.
33
KESIMPULAN 5. Diperlukan peran aktif dan koordinasi intensif antar Kementerian terkait a) Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubdar): diperlukan pengawasan lebih ketat dalam pembatasan jumlah muatan kendaraan di Pantura dan Jalintim sehingga tidak melebihi Muatan Sumbu Terberat (MST) 10 ton. b) Kementerian Perindustrian/Perdagangan: Produksi kendaraan / truk dengan prioritas sumbu ganda / triple dan membatasi sumbu tunggal. c) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: diperlukan pelaksanaan konstruksi yang tepat mutu terutama terkait dengan sistem drainase, kekuatan tanah dasar, dan perkerasan jalan.
34
TERIMA KASIH
35