KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS
Oleh :
SLAMET EKA DANNY PRIYADI F14103101
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: SLAMET EKA DANNY PRIYADI F14103101
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis memiliki nama lengkap Slamet Eka Danny Priyadi dilahirkan di Purworejo pada tanggal 25 Maret 1985 dari pasangan Sukarmin dan Hadmini. Pada tahun 1991 penulis lulus dari TK Sandi Putra dan tahun 1997 penulis lulus dari SDN Pengadilan 2 Bogor. Penulis kemudian melanjutkan studinya di SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2000, kemudian pada tahun 2003 penulis dinyatakan lulus dari SMU Negeri 1 Bogor. Melalui jalur USMI, pada tahun 2003 penulis melanjutkan studinya di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama studi tersebut, pada tahun 2006 penulis melaksanakan kegiatan praktek lapangan di Parung Farm dengan judul Aplikasi Peralatan, Instrumen dan Kontrol Sistem Aeroponik di Parung Farm, Bogor, Jawa Barat. Kemudian sebagai salah satu syarat untuk semperoleh
gelar Sarjana
Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kekuatan Sirip Berpegas dengan Mekanisme Poros Puntir oleh Pembebanan Statis.
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: SLAMET EKA DANNY PRIYADI F14103101
Dilahirkan pada tanggal 25 Maret 1985 Di Purworejo Tanggal lulus : 9 Januari 2008
Menyetujui, Bogor, Januari 2008 Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S. NIP.131671603
Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S. NIP.131671603
Slamet Eka Danny Priyadi. F 14103101. Kekuatan Sirip Berpegas dengan Mekanisme Poros Puntir oleh Pembebanan Statis. Dibimbing oleh Wawan Hermawan. 2008. RINGKASAN
Roda besi bersirip yang biasa digunakan pada traktor tangan adalah roda besi konvensional, di mana sirip-sirip dipasang kaku pada rim dan dengan sudut kemiringan sirip yang besarnya telah diset tetap. Pada saat melakukan pengolahan tanah, roda bersirip kaku memiliki beberapa kekurangan, di antaranya adalah (a) kemampuan tarikan yang relatif rendah, (b) kemampuan mengapung (gaya angkat) dan mobilitas yang rendah, dan (c) efisiensi traksi (efisiensi tenaga) yang masih rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dirancang roda besi bersirip dengan mekanisme sirip berpegas. Perancangan roda sirip berpegas ini telah dilakukan dengan menggunakan mekanisme pegas ulir dan roda dengan mekanisme pegas menggunakan poros puntir. Namun demikian, pada pengujian di lapangan menggunakan roda sirip berpegas dengan mekanisme poros puntir, ditemukan beberapa kelemahan mekanisme pegas yang tidak berfungsi bahkan ada yang patah. Oleh karena itu, diperlukan analisis perancangan mekanisme poros puntir terutama dalam penentuan ukuran dan jenis bahan poros puntir yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pengujian dan analisis kekuatan mekanis sirip dengan poros puntir untuk roda besi bersirip gerak. Pengujian yang dilakukan adalah untuk mengukur perubahan sudut puntir terhadap perubahan tingkat beban yang diberikan dan waktu pembebanan pada beberapa ukuran diameter poros. Besarnya beban diperoleh berdasarkan nilai tahanan tanah yang terjadi pada kedalaman 17 cm, yaitu sebesar 65 kPa. Beban dari nilai tahanan tanah tersebut kemudian diberikan pada plat sirip dengan penampang 0.028 m2, sehingga didapatkan gaya yang membebani sirip adalah 1820 N. Dengan pertimbangan beban yang terjadi dan nilai sudut puntir yang diharapkan sebesar 8o, didapatkan ukuran minimal diameter poros sirip adalah 12 mm. Sementara itu, pemilihan jenis bahan poros dilakukan berdasarkan hasil studi literatur mengenai kadar karbon dan spesifikasi teknis yang dimiliki oleh masing-masing jenis baja karbon. Dari studi literatur tersebut, dipilih baja dengan kandungan karbon 0.370 - 0.440 % sebagai poros pada sirip dengan mekanisme poros puntir ini. Jenis baja karbon tersebut biasa disebut dengan nama baja AISI 1040. Pengujian kekuatan poros sirip dilakukan dengan cara menarik plat sirip yang sudah dipasangi poros dengan beberapa tingkatan beban, yaitu 918.95 N, 1261.16 N, 1533.21 N dan 1830.35 N. Pada pengujian ini, besarnya diameter poros juga divariasikan mulai dari 12 mm, 14 mm, 16 mm dan 18 mm. Untuk memudahkan dalam menarik plat sirip, maka dirancanglah suatu konstruksi pengujian yang terdiri dari jungkitan, rangka dan tempat beban uji. Pada konstruksi ini, sirip dipasang dengan menggunakan baud pada rangka utama dan posisi kemiringan sirip dibuat datar (0o) dengan menggunakan waterpass. Plat sirip yang diuji kemudian dihubungkan pada salah satu lengan jungkitan menggunakan kait yang sudah dipasangi load cell, sedangkan lengan jungkitan yang satunya dihubungkan dengan beban yang digunakan untuk menarik sirip.
Ketika beban sudah diletakkan pada lengan jungkitan, maka jungkitan akan tertarik ke bawah dan sirip yang diuji akan bergerak ke atas. Ketika plat sirip mulai bergerak, besarnya sudut puntir yang terjadi diukur dengan menggunakan abney level. Dari hasil pengujian, ternyata poros 12 mm dan 14 mm dinyatakan tidak layak untuk digunakan sebagai poros puntir. Hal ini karena poros dengan diameter 12 mm mengalami deformasi plastis akibat puntiran dengan sudut deformasi sebesar 3o ketika dibebani oleh gaya 1533.21 N dan poros berdiameter 14 mm memiliki sudut deformasi puntir sebesar 1o pada tingkat beban yang sama. Sementara itu, poros 16 mm dan 18 mm dinyatakan layak karena tidak mengalami deformasi pada saat tingkat pembebanan diberikan hingga 1830.35 N. Hanya saja besarnya sudut puntir pada poros 18 mm dianggap terlalu kecil dan kurang memenuhi syarat sudut puntir yang diharapkan. Pada gaya maksimal, poros dengan diameter 18 mm hanya mengalami puntiran sebesar 4o, sementara sudut puntir yang diharapkan adalah 8o. Dari kegiatan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar beban yang digunakan akan menyebabkan makin besar pula sudut puntir yang terbentuk. Pada poros sirip AISI 1040 berdiameter 16 mm dengan beban sebesar 918.95 N, 1261.16 N, 1533.21 N dan 1830.35 N dihasilkan sudut puntir sebesar 3o, 5o, 6o dan 7o. Dipilihnya poros AISI 1040 berdiameter 16 mm adalah karena poros ini tidak mengalami deformasi plastis akibat beban puntir yang digunakan.
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang lebih indah selain puji dan syukur untuk dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Kekuatan Sirip Berpegas dengan Mekanisme Poros Puntir terhadap Pembebanan Statis ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan program Sarjana di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu hingga skripsi ini dapat diselesaikan, terutama kepada : 1. Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S. selaku dosen pembimbing akademik, atas semua masukkan, bimbingan dan perhatiannya. 2. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. selaku dosen penguji atas sarannya. 3. Ir. Gardjito, M.Sc. selaku dosen penguji atas sarannya. 4. Bapak Abbas Mustofa atas bimbingan dan semua bantuannya selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian. 5. Bapak Sudarmodjo atas saran dan semua masukkannya. 6. Keluarga penulis di Bogor, atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. 7. Nofi Kurniati dan keluarga atas doa, dukungan dan semangatnya. 8. Hamzah, Feri, Bagus, Diyanti dan Andika atas bantuannya selama penulis melakukan kegiatan penelitian di lapangan hingga selesainya skripsi ini.. 9. RD’ers atas persahabatan dan kekompakkannya selama ini. 10. Teman-teman TEP’40 atas persahabatan dan kekompakkannya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memudahkan perancangan roda besi bersirip gerak dengan mekanisme poros puntir pada kegiatan selanjutnya. Seperti kata pepatah ”Tiada gading yang tak retak”, dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Namun penulis berharap agar skripsi ini bisa menjadi tambahan ilmu bagi pembaca. Amiin. Bogor, Januari 2008 Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xii
I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN .....................................................................
4
II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
5
A. SIFAT TANAH ...................................................................................
5
B. PENGOLAHAN TANAH SAWAH ...................................................
6
C. TRAKTOR RODA DUA ....................................................................
7
D. RODA BESI BERSIRIP GERAK ......................................................
9
E. PERFORMANSI RODA ....................................................................
11
F. RODA BESI BERSIRIP DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR
12
G. BAHAN KERJA .................................................................................
16
H. POROS ................................................................................................
17
III. METODOLOGI ........................................................................................
20
A. KEGIATAN PENELITIAN ................................................................
20
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...........................................
21
C. BAHAN DAN ALAT .........................................................................
22
D. ANALISIS RANCANG BANGUN ....................................................
23
1. Sudut Kemiringan Sirip ................................................................
23
2. Mekanisme Sirip Berpegas dengan Poros Puntir ..........................
25
3. Rancangan Ukuran Poros Puntir ...................................................
29
E. METODE PENGUJIAN .....................................................................
31
1. Konstruksi dan Instrumen Pengujian ............................................
31
2. Pembebanan ..................................................................................
35
3. Pengujian .......................................................................................
36
vii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
38
A. VALIDASI SUDUT SIRIP..................................................................
38
1. Poros 12 mm .................................................................................
38
2. Poros 14 mm .................................................................................
39
3. Poros 16 mm .................................................................................
39
4. Poros 18 mm .................................................................................
40
5. Perbandingan Sudut Deformasi Puntiran pada Validasi Sudut Sirip ......................................................................
41
6. Perbandingan Modulus Geser .......................................................
42
B. UJI KEKUATAN SIRIP ....................................................................
43
1. Poros 12 mm .................................................................................
43
2. Poros 14 mm .................................................................................
44
3. Poros 16 mm .................................................................................
44
4. Poros 18 mm .................................................................................
45
5. Perbandingan Sudut Deformasi Puntiran pada Uji Kekuatan Sirip ................................................................
46
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
48
A. KESIMPULAN ...................................................................................
48
B. SARAN ...............................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
49
LAMPIRAN ....................................................................................................
51
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros (Sularso, 1997) ..................................................
17
Tabel 2. Bahan utama yang digunakan pada kegiatan penelitian dan fungsinya .........................................................................................
22
Tabel 3. Instrumen yang digunakan untuk pengujian dan fungsinya .............
22
Tabel 4. Penggolongan baja secara umum (Sularso, 1997) ...........................
30
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Roda besi dengan mekanisme poros puntir (Selamet, 2007) .....
3
Gambar 2.
Formasi dasar traktor roda dua ...................................................
8
Gambar 3.
Pola gerak sirip dari roda bersirip gerak (Hermawan et al, 1998) ..............................................................
10
Gambar 4.
Tahanan tanah horizontal (Selamet, 2007) ................................
13
Gambar 5.
Tahanan tanah vertikal (Selamet, 2007) .....................................
14
Gambar 6.
Sirip berpegas tipe poros puntir .................................................
14
Gambar 7.
Sudut kemiringan sirip ...............................................................
15
Gambar 8.
Hubungan tegangan dan regangan .............................................
18
Gambar 9.
Skema penelitian ........................................................................
20
Gambar 10. Mekanisme roda besi bersirip gerak (Agustina, 2006) ..............
23
Gambar 11. Model dan bagian-bagian sirip poros puntir ..............................
26
Gambar 12. Gaya yang terjadi pada sirip poros puntir ..................................
27
Gambar 13. Sudut puntir dan lengan torsi pada sirip .....................................
27
Gambar 14. Baja karbon berdiameter 12 mm, 14 mm, 16 mm, dan 18 mm ..
30
Gambar 15. Mekanisme pengujian ................................................................
31
Gambar 16. Konstruksi pengujian dan komponennya ...................................
33
Gambar 17. Jungkitan dan poros pada konstruksi pengujian .........................
33
Gambar 18. Rangkaian load cell dan handy strain meter ..............................
34
Gambar 19. Kalibrasi Handy Strain Meter ....................................................
34
Gambar 20. Abney level .................................................................................
35
Gambar 21. Validasi sudut sirip pada poros 12 mm ......................................
38
Gambar 22. Validasi sudut sirip pada poros 14 mm ......................................
39
Gambar 23. Validasi sudut sirip pada poros 16 mm ......................................
40
Gambar 24. Validasi sudut sirip pada poros 18 mm ......................................
41
Gambar 25. Deformasi puntir pada validasi sudut sirip .................................
42
Gambar 26. Kekuatan sirip pada poros 12 mm ..............................................
43
Gambar 27. Kekuatan sirip pada poros 14 mm ..............................................
44
Gambar 28. Kekuatan sirip pada poros 16 mm ..............................................
45
x
Gambar 29. Kekuatan sirip pada poros 18 mm ..............................................
46
Gambar 30. Deformasi puntir pada uji kekuatan sirip ....................................
47
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Spesifikasi Baja Karbon ..........................................................
Lampiran 2.
Perhitungan ukuran diameter poros pada beberapa jenis baja karbon .............................................
Lampiran 3.
52
53
Perhitungan kelayakkan poros AISI 1040 pada diameter yang ditentukan ................................................
54
Lampiran 4.
Validasi sudut sirip pada poros berdiameter 12 mm ...............
56
Lampiran 5.
Validasi sudut sirip pada poros berdiameter 14 mm ...............
57
Lampiran 6.
Validasi sudut sirip pada poros berdiameter 16 mm ...............
58
Lampiran 7.
Validasi sudut sirip pada poros berdiameter 18 mm ...............
59
Lampiran 8.
Sudut puntir perhitungan pada masing-masing ukuran diameter poros ...................................
60
Perhitungan modulus geser dari sudut puntir pengujian .........
61
Lampiran 10. Uji kekuatan sirip dengan poros berdiameter 12 mm .............
62
Lampiran 11. Uji kekuatan sirip dengan poros berdiameter 14 mm .............
63
Lampiran 12. Uji kekuatan sirip dengan poros berdiameter 16 mm .............
64
Lampiran 13. Uji kekuatan sirip dengan poros berdiameter 18 mm .............
65
Lampiran 14. Desain Auto Cad .....................................................................
66
Lampiran 9.
xii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Berdasarkan data pada tahun 2006, luas lahan persawahan di Indonesia sebesar 11.7 juta ha. Dari luas lahan tersebut, 5.7 juta ha atau lebih dari 50% berada di Pulau Jawa (BPS, 2007). Hal ini dirasakan amat kontras, karena luas areal Pulau Jawa lebih kecil dari pulau-pulau yang lainnya dan dengan semakin pesatnya pembangunan infrastruktur fisik yang sedang digiatkan di Pulau Jawa, maka luasan lahan pertanian akan semakin berkurang dari waktu ke waktu. Untuk mengatasinya diperlukan suatu upaya peningkatan produktivitas hasil pertanian lahan sawah, di antaranya adalah dengan melakukan kegiatan intensifikasi pertanian yang lebih menitikberatkan pada pemanfaatan lahan yang ada untuk menghasilkan output yang lebih besar. Beberapa jenis kegiatan yang biasa dilakukan pada kegiatan intensifikasi pertanian di antaranya adalah pengolahan tanah atau penyiapan lahan, pemilihan benih dan pupuk yang baik serta unggul, penggunaan saluran irigasi, hingga proses pemanenan dan pasca panen yang lebih terkontrol. Dalam prakteknya, kegiatan intensifikasi ini perlu ditunjang dengan mekanisasi pertanian menggunakan berbagai alat dan mesin pertanian untuk mempermudah pekerjaan di bidang pertanian. Dengan penggunaan alat dan mesin tersebut, berbagai pekerjaan di bidang pertanian dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga beban kerja petani dapat berkurang. Hal ini dapat dilihat dari segi penggunaan biaya, waktu yang dibutuhkan dan hasil pengerjaan lahan. Tujuan akhir dari penggunaan alat dan mesin pertanian ini adalah agar efisiensi kerja dan taraf hidup para petani dapat semakin ditingkatkan. Jenis mesin pertanian yang paling banyak digunakan adalah traktor, mesin ini biasa digunakan sebagai sumber tenaga tarik dan tenaga putar pada saat melakukan kegiatan pengolahan lahan sawah. Terdapat dua jenis traktor yang sering digunakan, yaitu traktor roda dua dan traktor roda empat. Untuk lahan sawah, pada umumnya digunakan traktor roda dua. Dipilihnya traktor roda dua oleh petani di Indonesia, adalah karena biaya yang dibutuhkan relatif lebih murah dan pengoperasiannya lebih mudah bila dibandingkan dengan traktor roda empat. Di Indonesia, traktor roda dua biasanya digunakan untuk melakukan kegiatan
1
pengolahan tanah pada lahan sawah dengan tujuan untuk menghasilkan keadaan tanah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dibudidayakan, dalam hal ini adalah padi. Salah satu hal yang sangat diperhatikan dan mempengaruhi hasil pengolahan tanah tersebut adalah roda. Secara umum terdapat dua jenis roda, yaitu roda ban karet dan roda besi (roda sangkar). Roda ban karet terbuat dari bahan karet dan pada bagian dalam dapat diisi dengan angin. Sedangkan roda besi terbuat dari besi, dengan bagian telapaknya berupa sirip berbahan plat besi. Jenis roda besi ini lazim digunakan untuk kegiatan pengolahan di lahan sawah karena mampu menghasilkan traksi yang lebih besar dibandingkan dengan roda ban karet. Akan tetapi, roda besi bersirip konvensional (di mana sirip-sirip roda di pasang kaku pada rim roda) masih memiliki kekurangan, yaitu: (a) kemampuan tarikan yang relatif rendah, (b) kemampuan mengapung (gaya angkat) dan mobilitas yang rendah, dan (c) efisiensi traksi (efisiensi tenaga) yang masih rendah. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada pada roda besi bersirip konvensional tersebut, kemudian dirancanglah roda besi bersirip dengan menggunakan mekanisme sirip berpegas. Kelebihan roda sirip berpegas adalah kemampuannya untuk meningkatkan luas bidang kontak ketika dioperasikan di lahan, sehingga mampu menghasilkan traksi yang lebih besar. Dari hasil pengujian lapangan menggunakan roda besi bersirip dengan mekanisme pegas ulir, dihasilkan kapasitas lapangan efektif 0.043 ha/jam, efisiensi lapangan 84.465%, slip 13.72%, dan ketenggelaman roda 10.42 cm pada beban tarik 1573.07 N (Agustina, 2006). Walaupun memiliki kinerja yang cukup baik, namun roda besi bersirip dengan mekanisme pegas ulir ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu proses pembuatan pegas cukup sulit untuk dilakukan pada bengkel-bengkel pedesaan, biaya pembuatan pegas yang relatif mahal dan pengaturan sudut kemiringan kemiringan sirip yang cukup sulit. Untuk mengatasi hal tersebut, Selamet (2007) merancang roda besi dengan menggunakan mekanisme poros puntir untuk lahan sawah. Gerakan sirip dihasilkan dari hasil puntiran pada poros sirip yang terjadi karena adanya tekanan
2
dari luar. Pada Gambar 1, dapat dilihat roda besi bersirip gerak dengan mekanisme poros puntir yang telah dibuat pada penelitian sebelumnya.
Gambar 1. Roda besi dengan mekanisme poros puntir (Selamet, 2007). Pada saat perancangannya, plat sirip dirancang dengan sudut kemiringan 53o, yang dihitung dari plat sirip hingga ke garis horizontal bagian rim (pelek) roda. Pada saat beroperasi, plat sirip akan mendapatkan tekanan dari luar akibat adanya tahanan tanah dan berat roda beserta traktor. Kedua beban ini akan menyebabkan poros sirip terpuntir dan sirip diharapkan mencapai kemiringan yang optimal untuk pengolahan tanah sawah sebesar 45o. Oleh karena itu, besarnya sudut puntir ideal yang terjadi pada sirip harus dirancang sebesar 8o. Dari hasil pengujian lapangan yang dilakukan menggunakan roda besi bersirip dengan mekanisme pegas puntir, Selamet (2007) menemukan beberapa kekurangan dari roda hasil rancangan. Kekurangan tersebut di antaranya adalah mekanisme pegas yang tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya, banyak jerami dan lumpur yang menempel pada roda dan roda hasil rancangan memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan roda besi bersirip konvensional. Kelemahan dari roda besi bersirip dengan mekanisme poros puntir yang telah dibuat sebelumnya terdapat pada pemilihan ukuran poros puntir yang digunakan. Hal ini diketahui setelah dilakukan analisis perhitungan kekuatan poros pada beberapa jenis ukuran diameter dan beban yang terjadi. Oleh karena itu, pada kegiatan penelitian kali ini akan dilakukan analisis mengenai kekuatan poros pada roda besi bersirip dengan mekanisme poros puntir dan pemilihan ukuran diameter yang mampu menahan gaya-gaya yang bekerja pada saat roda melakukan kegiatan pengolahan tanah di lapangan.
3
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pengujian dan analisis kekuatan mekanis sirip dengan poros puntir untuk roda besi bersirip gerak. Pengujian yang dilakukan adalah untuk mengukur perubahan sudut puntir terhadap perubahan tingkat beban yang diberikan dan waktu pembebanan pada beberapa ukuran diameter poros.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SIFAT TANAH Tanah yang biasa kita jumpai sehari-hari merupakan suatu himpunan mineral, bahan organik dan endapan yang terjadi akibat pelapukan batuan. Pembentukkan tanah dari batuan induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dapat terjadi akibat adanya pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Umumnya, pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen, karbon dioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali) dan proses kimia yang lain (Hardiyatmo, 1992). Berdasarkan komponen yang dikandung oleh tanah, Notohadiprawiro (1998) mengatakan bahwa bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral, bahan padat organik, air, dan udara. Bahan padat mineral terdiri atas sibir batuan dan mineral primer, lapukan batuan dan mineral, serta mineral sekunder. Bahan padat organik terdiri atas sisa dan rombakan jaringan jasad, terutama tumbuhan, zat humik, dan jasad hidup penghuni tanah, termasuk akar tumbuhan hidup. Air mengandung berbagai zat terlarut. Maka disebut juga larutan tanah. Udara berasal dari udara atmosfer, akan tetapi mengalami perubahan susunan karena saling tindaknya dengan tanah. Menurut Hardiyatmo (1992), tergantung pada kadar airnya, tanah mungkin berbentuk cair, plastis, semi padat, atau padat. Kedudukan kadar air transisi bervariasi pada berbagai jenis tanah. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Konsistensi tergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempungnya. Sembarang pengurangan kadar air menghasilkan berkurangnya tebal lapisan kation dan terjadi perubahan gaya tarik antar partikelnya. Bila tanah dalam kedudukan plastis, besarnya gaya jaringan partikel akan sedemikian hingga partikelnya bebas untuk relatif menggelincir antara satu dengan lainnya, dengan kohesi antaranya tetap terjaga. Konsistensi merupakan salah satu sifat mekanik tanah yang menunjukkan kekuatan kohesi pada butir-butir tanah dan adhesi antara butir tanah dengan benda
5
lain. Besarnya konsistensi yang dimiliki tanah ditunjukkan oleh daya tahannya terhadap gaya yang diberikan padanya pada saat pengolahan tanah.
B. PENGOLAHAN TANAH SAWAH Sapei et al (1992) menyatakan bahwa tanah sawah merupakan tipe lahan pertanian dengan permukaan horizontal dan dikelilingi oleh batas-batas untuk menampung dan menjaga tanah agar tanah tetap tergenang oleh air. Sifat fisik dan mekanik tanah lahan sawah berbeda dengan sifat fisik dan mekanik pada tanah dataran tinggi terutama pada lapisan atas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Sapei et al (1992), pada tanah sawah di daerah Sukamandi dan Serpong menunjukkan : (a) kerapatan isi tanahnya berkisar antara 1.0 – 1.04 ton/m3, (b) permeabilitas tanah sawah (10-7 – 10-5 cm/s) lebih rendah bila dibandingkan lahan kering (10-4 – 10-2 cm/s), (c) kadar air tanah sawah lebih tinggi dibandingkan kadar air lahan kering terutama pada lapisan atas dan (d) tanah sawah memiliki derajat tahanan yang lebih rendah dari lahan kering. Selanjutnya Sapei et al (1992), menyimpulkan bahwa tanah sawah lebih lunak dan mempunyai kadar air optimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kering. Untuk mendapatkan hasil tanaman yang memuaskan maka harus diciptakan keadaan fisik tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Keadaan fisik yang baik ini dapat diperoleh dengan melakukan pengolahan tanah menggunakan alat pengolahan tanah (Anonim, 1977). Menurut Kepner et al (1982), pengolahan tanah adalah manipulasi mekanis terhadap tanah untuk tujuan tertentu. dalam bidang pertanian, salah satu tujuan pengolahan tanah yaitu untuk memperbaiki struktur tanah yang diinginkan pada tempat tumbuhnya tanaman. Pengolahan tanah berfungsi untuk : (1) mengontrol pertumbuhan gulma, (2) Membangun struktur tanah yang diinginkan, (3) memfasilitasi penempatan berbagai penempatan residu yang terdapat pada permukaan tanah, (4) meminimalisir erosi pada tanah, (5) menyiapkan lahan untuk irigasi, (6) menyiapkan permukaan tanah untuk operasi pemanenan, dan (7) mencampurkan air dan pupuk dengan tanah.
6
Sakai et al (1998) juga mengatakan bahwa lapisan kedap dapat dibentuk sendiri oleh petani dengan menginjak-injak tanah dengan kaki oleh seluruh anggota keluarga atau dengan bantuan tetangga dengan menggunakan alat pemukul tepat di permukaan subsoil pada setiap lintasan pembajakan. Pekerjaan pelumpuran dilakukan dengan hati-hati setelah pembajakan. Karena itu aplikasi mekanisasi yang tidak hati-hati terutama penggunaan alat traksi dan penggunaan roda besi bersirip dan sistem pengolahan tanah yang tidak tepat, dapat merusak lapisan kedap yang telah terbentuk oleh penggunaan ternak pada lapisan olah yang dangkal, dan dalam satu atau dua dekade dapat menghancurkan sama sekali lapisan kedap tradisional tersebut. Menurut Sakai et al (1998), pembentukan lapisan keras di bawah lapisan olah (top soil) harus dihindarkan pada pertanian lahan kering karena dapat mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Sebaliknya, pada pertanian lahan sawah, lapisan keras (kedap) sangat diperlukan karena mempunyai fungsi yaitu : (1) Lapisan kedap dengan tanah yang kekerasan biasa, adalah lebih dari 7 kgf/cm2, biasanya sebesar 10 – 20 kgf/cm2 dalam “cone index” dengan ketebalan lapisan tertentu biasanya sebesar 10 – 15 cm, mampu mendukung manusia, ternak dan mesin. Mereka tidak harus terapung di atas sawah, tetapi harus dapat dengan baik di atas lapisan kedap dan ini akan mencegah lahan sawah menjadi terlalu dalam yang menyebabkan kebutuhan air irigasi menjadi lebih besar, (2) Untuk menghindari perkolasi yang berlebihan dari air irigasi, lebih dari 40 mm/hari kedalaman air tanah, di dalam/di bawah subsoil. Perkolasi yang berlebihan berarti hilangnya pupuk kandang dan pupuk buatan, yang menyebabkan penurunan hasil, dan (3) Dengan mempertahankan struktur yang optimum dari lapisan kedap, hasil yang lebih besar dapat dicapai dan meminimumkan hilangnya air irigasi dan pupuk.
C. TRAKTOR RODA DUA Traktor roda dua diklasifikasikan sebagai traktor profesional dan traktor hobi. Dari segi ekonomi, semua mesin harus mempunyai kualitas minimal atau
7
cukup untuk dapat melakukan pekerjaan pertanian yang penting. Menurut pedoman yang ada mengenai desain dan uji coba oleh pabrik pembuat mesin, ketahanan dan umur mesin dinyatakan sebagai total jam kerja mesin dengan beban penuh (Sakai et al, 1998). Traktor roda dua memiliki berbagai macam nama, diantaranya adalah traktor berporos tunggal, traktor tangan, traktor taman, traktor jalan, power tiller, dan lain sebagainya. Formasi traktor roda dua yang biasa digunakan di wilayah Asia dapat dilihat pada Gambar 2.
Motor Stang kemudi
Rumah gigi transmisi
Roda besi bersirip
Dudukan motor
Gambar 2. Formasi dasar traktor roda dua. Berdasarkan besarnya tenaga yang dimiliki, Sakai et al (1998) mengklasifikan traktor roda dua sebagai berikut : (1) Tipe Mini Tiller (2-3 PS), merupakan tipe terkecil dari traktor roda-2 dan biasa disebut motor-tiller atau cultivator tanpa roda. (2) Tipe Traksi (4-6 PS), digunakan untuk membajak dengan bajak dan untuk pengangkutan dengan gandengan dan tidak dipakai untuk pengolahan tanah rotari. (3) Tipe Ganda (5-7 PS), berada di antara tipe traksi dan tipe gerak. Traktor ini dapat melakukan pembajakan dan menggunakan bajak rotari dengan lebar lintasan yang sempit.
8
(4) Tipe Gerak (7-14 PS), mesin ini mengolah tanah dengan menyalurkan tenaga traktor secara mekanis pada alat pengolah tanah yang dipasang di belakang kedua roda traktor. (5) Tipe Thai (8-12 PS), mesin dengan struktur sederhana yang dibuat secara loakl menggunakan motor diesel dengan pendingin air, batang kendalinya lebih panjang, dan lebih berat dari traktor roda-2 tipe traksi yang biasa.
D. RODA BESI BERSIRIP GERAK Hubungan antara bajak dan roda penggerak traktor adalah sama halnya dengan bajak yang ditarik ternak dengan pelana dari hewan penarik. Pembajakan yang baik akan diperoleh dengan roda yang rasional atau tepat serta bajak yang baik. Biasanya pembajakan sawah dimulai pada permulaan musim hujan dengan kadar air tanah yang rendah, setelah selama setengah tahun musim kering dan sebelum digenangi dengan air irigasi untuk pelumpuran. Karena itu dengan menggunakan sepasang roda besi yang dibuat khusus untuk membajak adalah efektif bagi pembajakan bahkan tanpa harus memegang kemudi traktor (Sakai et al, 1998). Roda besi dibagi menjadi roda besi untuk lahan kering dan roda besi untuk lahan sawah. Banyak sirip ditempatkan pada plat pelek dari roda untuk penggunaan di lahan kering. Untuk penggunaan di lahan sawah, sirip-sirip yang lebih lebar dan jumlahnya lebih sedikit dibanding yang ada pada roda lahan kering, ditempatkan pada rim pipa dari roda. Karena jarak sirip-sirip lebih lebar, atau picth sirip lebih panjang, dan jumlah sirip-sirip lebih sedikit pada pipa pelek, maka sangat efektif untuk mencegah bongkah-bongkah tanah menempel atau terperangkap di antara sirip (Sakai et al, 1998). Salokhe dan Gee – Clough (1988) menyatakan bahwa roda sirip digunakan untuk meningkatkan traksi dan membantu dalam pengolahan tanah di lahan basah. Total gaya pada roda sirip merupakan fungsi dari jumlah sirip yang menyentuh tanah. Peningkatan jumlah sirip menyebabkan adanya gaya pada roda bertambah hingga mencapai batas tertentu, selebihnya penambahan sirip tersebut dapat menurunkan gaya pada roda.
9
Hermawan et al (1996) mengajukan dan mengevaluasi sebuah mekanisme baru yang disebut sirip gerak. Dengan mekanisme ini, plat sirip dari roda besi bersirip gerak dipertahankan pada sudut kemiringan (dengan garis permukaan tanah) tertentu selama perputarannya. Dari hasil percobaan pada bak tanah diperoleh bahwa sirip gerak dengan plat sirip yang rata dan yang lengkung menghasilkan gaya tarik dan gaya angkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan sirip kaku. Jenis pola gerak sirip dari roda besi bersirip gerak dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pola gerak sirip dari roda bersirip gerak (Hermawan et al, 1998). Menurut Hermawan et al (1997), reaksi tanah saat melawan gerak sirip, meningkat perlahan-lahan dan mencapai nilai maksimum ketika sirip berada pada titik terendah dalam tanah, lalu menurun tanpa menyebabkan adanya perlawanan gerak sirip sampai sirip meninggalkan tanah. Sinkage terbesar bergeser dari gerak sirip terjadi saat gaya reaksi tanah terbesar dan titik kerja gayanya bergeser dari ujung menuju pusat sirip. Peningkatan slip sirip dari 25% sampai 50%
10
memberikan gaya reaksi tanah yang besar terhadap gerak sirip, tapi tidak berpengaruh langsung terhadap titik kerja dari gaya yang dihasilkan.
E. PERFORMANSI RODA Pada dasarnya performansi roda ditentukan berdasarkan besarnya slip, kecepatan pengolahan, dan ketenggelaman roda. Slip yang terjadi pada saat pengolahan
tanah
akan
menentukan
besarnya
ketenggelaman
roda.
Ketenggelaman roda akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya slip roda. Hal ini terjadi karena roda cenderung untuk berputar di tempat sehingga roda akan terus menerus menggerus tanah dan akan menyebabkan semakin besarnya tahanan gelinding roda. Slip yang terjadi juga akan mempengaruhi kecepatan pengolahan. Semakin besar persentase slip maka kecepatan pengolahan akan semakin rendah (Agustina, 2006). Ketenggelaman roda (sinkage) yang dihasilkan oleh suatu alat traksi akan sangat berpengaruh terhadap tahanan gelinding (rolling resistance) yang dialaminya. Dalam hal ini, semakin besar ketenggelaman dari roda akan menyebabkan semakin besar pula tahanan gelindingnya. Sinkage adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat gaya dari luar dengan mengabaikan distribusi dalam tanah khususnya lalu lintas, yang dapat mengakibatkan pemadatan tanah. Penurunan permukaan terjadi sampai pada keadaan dimana gaya penahan dari tanah seimbang dengan beban yang diberikan. Kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan sinkage (Mandang dan Nishimura, 1991). Menurut Sudianto (2000) dalam pengujian ketenggelaman jenis roda bersirip kaku, roda bersirip karet dan roda besi dengan sirip berpegas pada tanah basah, di antara ketiga jenis roda sirip tersebut roda sirip berpegas menghasilkan sinkage roda paling rendah. Pada beban tarik kurang dari 360 N, roda besi dengan sirip kaku menghasilkan rata-rata lebih besar (11.3 cm) daripada roda besi dengan sirip pegas (9.5 cm). Hal ini disebabkan adanya gerakan dari mekanisme sirip berpegas sehingga gaya angkatnya tinggi. Sedangkan pada roda besi dengan sirip karet nilai sinkage rata-rata lebih rendah (9.0 cm) dari roda besi bersirip kaku
11
(11.3 cm). Hal ini karena mekanisme lenturan karet yang membentuk sudut kemiringan sirip sehingga gaya angkat pada roda tersebut bertambah. Gaya tarik dan gaya angkat meningkat seiring dengan meningkatnya sinkage. Meningkatnya slip roda dari 5% sampai 50% mempengaruhi kenaikan nilai gaya tarik dan gaya angkat. Selain itu meningkatnya kadar air menyebabkan menurunnya gaya tarik dan gaya angkat (Hermawan et al, 1996). Menurut Sakai et al. (1998), slip adalah ukuran gerak relatif permukaan kontak dari alat traksi atau alat transportasi dengan permukaan pendukungnya. Slip yang berlebihan akan mengurangi kecepatan maju traktor dan tenaga tarik yang dihasilkan. Semakin kecil slip roda traktor maka efisiensi traktor makin besar. Menurut Triratanasirichai et al. (1990), tingginya slip roda dipengaruhi oleh adanya kelengketan tanah pada sirip dari roda sirip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat banyak maka akan menimbulkan roda bersirip itu ditutupi tanah dan fungsi dari roda bersirip untuk meningkatkan gaya angkat akan percuma saja karena bentuk roda akan seperti roda biasa sehingga mengakibatkan tingginya slip. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat sudut sirip sebesar 45o, karena sirip dengan sudut ini tidak menyebabkan kelengketan tanah yang terlalu besar. Dengan menggunakan roda besi dengan sirip kaku, roda besi dengan sirip berpegas dan roda besi dengan sirip karet, Sudianto (2000) menyatakan bahwa jumlah tanah lengket pada sirip roda untuk ketiga tingkat spasi sirip (182.5 mm, 147.4 mm dan 123.5 mm) umumnya cenderung naik dengan semakin besarnya nilai pembebanan mendatar. Hal ini disebabkan oleh nilai ketenggelaman dan slip roda yang cenderung tinggi pada beban tarik tinggi, sehingga volume tanah yang terdorong dan lengket pada sirip menjadi besar.
F. RODA BESI BERSIRIP DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR Manurung (2005), menyatakan bahwa roda sirip dengan mekanisme sirip berpegas bertujuan untuk menghasilkan gaya tarik dan gaya angkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan sirip kaku, mengurangi pemadatan tanah, dan
12
mengurangi tahanan gelinding dari roda penggerak yang pada akhirnya akan mengurangi persentase slip dari roda penggerak. Untuk mengetahui besarnya gaya tahanan tanah dan besarnya kemiringan optimal untuk sirip roda, Selamet (2007) melakukan pengukuran tanahan tanah sawah terhadap penekanan plat menggunakan penetrometer yang dilengkapi plat dan penahan kemiringan penekanan. Plat penekanan yang digunakan terdiri dari tiga ukuran, yaitu : a) 2.5 cm x 10 cm, b) 3.75 cm x 10 cm, dan c) 5 cm x 10 cm. Tahanan tanah terhadap penekanan plat diukur pda sudut tekan 30o, 45o, 60o, 75o, dan 90o masing-masing pada tiap kedalaman 2.5 cm, 5 cm, 7.5 cm, 10 cm, 12.5 cm, 15 cm, 17.5 cm, dan 20 cm. Dari hasil pengukuran, dapat dihitung karakteristik tanah terhadap penekanan plat pada setiap sudut penekanan dan kedalaman tekan. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, diketahui bahwa semakin menekan ke dalam maka tahanan penekanan tanah akan semakin besar. Hasil pengukuran tahanan tanah disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. 80 Sdt tekan 30 der Tahanan Horizontal (kPa)
70
Sdt tekan 45 der Sdt tekan 60 der
60
Sdt tekan 75 der
50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
Kedalaman Penekanan (cm)
Gambar 4. Tahanan tanah horizontal (Selamet, 2007).
13
Sudut tek 30 der
80
Tahahan Vertikal (kPa)
Sudut tek 45 der 70
Sudut tek 60 der
60
Sudut tek 75 der Sudut tek 90 der
50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
Kedalaman Penekanan (cm)
Gambar 5. Tahanan tanah vertikal (Selamet, 2007). Pegas yang digunakan oleh beberapa peneliti sebelumnya umumnya menggunakan pegas yang berulir, baik itu ulir tekan maupun ulir torsional. Kedua bentuk pegas tersebut memiliki kekurangan masing-masing. Kekurangan yang dimaksud adalah sulit dalam pengesetan sudut, per mudah lepas, dan banyak tanah yang lengket (Selamet, 2007). Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, Selamet (2007) membuat prototipe roda besi bersirip gerak dengan mekanisme sirip berpegas tipe poros puntir, seperti terlihat pada Gambar 6. Tiap sirip menggunakan satu buah poros puntir. Mekanisme geraknya dibuat sistem dua engsel. Mekanisme pegas poros memiliki dua fungsi yaitu sebagai pegas dan poros itu sendiri. Poros ini ditempelkan pada bagian rim dalam dan sisi lainnya ditahan oleh engsel tetap. Kelengkapan lain dari mekanisme sirip ini adalah batang penguat dan engsel penahan yang menjadi tempat poros puntir bergerak bebas.
Gambar 6. Sirip berpegas tipe poros puntir.
14
Selamet (2007) menggunakan dua buah engsel, yaitu yang menempel pada plat sirip (engsel gerak) dan yang menempel pada rim (engsel tetap). Engsel gerak dibuat berbentuk trapesium dan engsel tetap persegi. Pada engsel gerak terdapat satu lubang sebagai tempat penahan ujung poros pegas. Engsel gerak ditempatkan di bagian rim luar. Engsel tetap menempel pada rim dalam yang berfungsi untuk menyeimbangkan gerak dari sirip dan menahan beban saat berbelok. Pada sirip dipasang batang penahan dari besi nako atau besi segi berpenampang persegi. Batang penahan befungsi agar pegangan poros pegas ke engsel kuat. Batang penahan disambungkan dan dibengkokkan sehingga titik pusat puntiran ke setiap ujung sirip saling berhubungan. Kemudian sirip dipasangkan ke rim dengan sudut 53o terhadap garis mendatar (α) atau sudut yang terbentuk antara sirip dan rim, seperti pada Gambar 7.
Plat sirip Poros sirip Rim
Gambar 7. Sudut kemiringan sirip. Titik pusat puntiran diletakkan pada jarak 20 cm dari rim dalam. Hal ini dimaksudkan agar defleksi sebesar 8o dapat dicapai sehingga menghasilkan sudut 45o saat beban puncak di dalam lumpur. Pegas poros puntir dimatikan pada rim dalam dengan las yang kuat yaitu elektroda stainless. Pada titik pusat pun dimatikan dengan sambungan yang kuat. Jenis pegas ini ditentukan karena bentuknya yang sederhana sehingga akan mengurangi jerami dan tanah yang menempel. Selain itu pegas ini juga mudah di dalam pengesetan sudut sirip awal. Ukuran pegas ditentukan dengan pertimbangan beban yang harus ditopang oleh pegas dan nilai modulus elastisitas pegas (Selamet 2007).
15
G. BAHAN KERJA Untuk dapat merancang roda sirip dengan mekanisme poros puntir, diperlukan beberapa pengetahuan mengenai pemilihan jenis bahan, kekuatan dan gaya yang terjadi pada bahan. Banyak bahan yang dipilih berdasarkan gaya atau beban, contohnya paduan alumunium yang digunakan pada konstruksi sayap pesawat terbang dan baja yang biasanya digunakan pada poros kendaraan. Pada situasi seperti ini sangat penting untuk mengetahui karakteristik dari material dan untuk melakukan desain bagian-bagian agar deformasi tidak terjadi dan tidak mengalami kelelahan. Kebiasaan mekanis dari bahan ini berhubungan dengan responnya terhadap deformasi pada saat diberikan beban dan gaya (Callister, 2000). Menurut M. Hirt (1982) yang pertama-tama harus diperhatikan pada pemilihan bahan sebuah komponen adalah fungsi, pembebanan dan umur lalu kemampuan dibentuk dan diproduksi dan akhirnya ongkos produksi dan sering juga kemudahan dicari di pasaran. Umumnya cukup pemilihan tersebut berdasarkan pengalaman dengan menggunakan bahan dan mutu yang standar. Misalnya : (1) Untuk poros dan gandar : baja karbon biasa (st 37 - St 60) baja diperkeras, (2) Untuk poros engkol (crankshaft) : baja kualitas tinggi atau besi cor khusus (karena pembentukkan dan pengaruh takik), (3) Untuk pasak, pegas pas dan pena : St 60, (4) Untuk komponen dengan tekanan giling yang tinggi (bantalan giling, nockenas, roda gigi beban lentur) : baja yang diperkeras, (5) Untuk pegas elastis : baja pegas dan karet, dalam bak khusus perunggu pegas, (6) Untuk komponen yang menderita beban aus atau harus memenuhi syarat kimia, elektris dan magnetis : bahan-bahan khusus. Bila pengalaman-pengalaman di atas tidak mencukupi, di mana timbul pokok-pokok utama yang baru (penemuan baru, tuntutan baru, bahan kerja baru, kesulitan baru, perbandingan harga baru) atau beberapa bahan kerja yang saling bersaing, maka baru timbul masalah pemilihan bahan kerja (M. Hirt, 1982).
16
H. POROS Menurut Sularso (1997), berdasarkan kemampuannya untuk meneruskan daya, poros diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu : (1) Poros transmisi, yaitu poros yang mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur, (2) Spindel, poros transmisi yang ukurannya relatif pendek dengan deformasi yang cukup kecil dan ketelitian tinggi, (3) Gandar, poros yang tidak mendapat beban puntir bahkan kadang tidak boleh berputar. Poros untuk mesin umumnya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di-“kill” (baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor; kadar karbon terjamin). Meskipun demikian, bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya bila diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa di dalam terasnya. (Sularso, 1997). Jenis baja yang biasa digunakan dalam konstruksi mesin disajikan pada Tabel 1 dan detail spesifikasi beberapa jenis baja karbon disajikan pada Lampiran 1. Tabel 1. Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros (Sularso, 1997). Standar dan Macam Baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501) Batang baja yang difinis dingin
Lambang S30C S35C S40C S45C S50C S55C S35C-D S45C-D S55C-D
Perlakuan Panas Penormalan -
Kuat Tarik (kg/mm2) 48 52 55 58 62 66 53 60 72
Keterangan
ditarik dingin, digerinda, dibubut, atau gabungan antara hal-hal tersebut
Pada umumnya baja diklasifikan atas baja lunak, baja liat, baja agak keras, dan baja keras. Di antaranya, baja liat dan baja agak keras banyak dipilih untuk poros. Baja lunak yang terdapat di pasaran umumnya agak kurang homogen di tengah, sehingga tidak dapat dianjurkan untuk dipergunakan sebagai poros penting. (Sularso, 1997)
17
Menurut Nash (1977), intensitas dari gaya normal per unit area biasa dikenal dengan tegangan normal dan biasa dijelaskan dalam unit gaya per unit area dengan satuan Nm-2 (“Pascal”). Tegangan total kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan suatu resultan dari gaya aksial. Pada batang yang ditempatkan pada mesin tensi dan kompresi dan diberikan gaya sampai selesai. Perubahan panjang di sepanjang batang akan terukur dengan melihat penambahan beban aksial. Dengan melihat penambahan panjang per unit panjang, yang dinamakan dengan regangan normal dan biasa dinotasikan dengan a, dapat ditemukan dengan membagi penambahan panjang total Δ dengan panjang awal L, di mana ε = Δ/L, dan tidak memiliki dimensi. (Nash, 1977). Sementara itu Nash (1977) menyatakan bahwa posisi ordinat Y yang dinotasikan dengan σyp di mana terjadi peningkatan tegangan yang tidak diikuti dengan penambahan regangan dikenal dengan nama titik luluh dari suatu material. Posisi titik luluh tersebut dapat dilihat pada grafik tegangan dan regangan. Dengan menggunakan grafik tegangan dan regangan, kita akan dapat mengetahui modulus elastisitas dari suatu bahan. Di mana modulus elastisitas adalah perbandingan unit tegangan dan regangan dari suatu beban ketika diberikan tarikan, nilai ini biasa disebut sebagai modulus Young (Nash, 1977). Grafik tegangan dan regangan disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan tegangan dan regangan.
18
Nash (1977) mengatakan bahwa sebuah batang yang dengan panjang L yang diberikan sebuah momen puntir T di sepanjang batang tersebut, maka sudut θ yang terjadi pada salah satu ujung batang yang dipuntir tersebut memiliki hubungan sebagai berikut :
θ=
TL ................................................................................................ GJ
di mana : θ
(1)
= sudut puntir (rad)
T
= momen puntir (Nm)
G
= modulus geser (Pa)
J
= momen inersia kutub (mm4)
L
= panjang poros (mm)
Suatu poros yang diberikan beban puntir melebihi kekuatannya, pasti akan mengalami deformasi. Menurut Scott (2001), deformasi merupakan suatu istilah yang lebih umum dari defleksi yang mencakup gerakkan plastis di mana struktur tidak bisa kembali bentuk semula. Sementara itu, defleksi adalah gerakan elastis bagian struktur yang terbebani dan sering mengacu pada penurunan atau lendutan di tengah bentang balok.
19
III. METODOLOGI
A. KEGIATAN PENELITIAN Tahapan dan proses yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Skema penelitian.
20
Proses perancangan poros puntir diawali dengan studi pustaka yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi seputar roda bersirip dengan mekanisme poros puntir. Setelah semua permasalahan diketahui, kemudian dilakukan analisis mengenai gaya-gaya yang terjadi pada roda sirip berpegas dengan mekanisme poros puntir, tujuannya adalah untuk mengetahui besarnya tegangan geser (shear stress) yang dialami oleh poros sirip ketika sedang beroperasi di lahan. Nilai tegangan geser tersebut kemudian dibandingkan dengan tegangan geser yang diijinkan pada setiap jenis bahan poros yang akan digunakan sebagai poros sirip. Jika tegangan geser yang terjadi pada poros lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan, maka jenis dan ukuran diameter poros tersebut layak digunakan sebagai poros sirip pada roda sirip berpegas dengan mekanisme poros puntir. Poros yang sudah dinyatakan diperhitungkan kekuatannya kemudian dipasang pada plat sirip yang akan diuji dengan menggunakan konstruksi pengujian yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kontruksi ini menggunakan prinsip jungkitan dan berfungsi untuk menarik sirip dengan gaya yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada konstruksi pengujian dipasangi pula sebuah load cell yang dirangkai dengan handy strain meter
agar besarnya gaya pada sirip dapat
diketahui. Pengujian kekuatan sirip dilakukan dengan menarik sirip menggunakan beban yang disimpan pada lengan penahan beban pada konstruksi pengujian. Sirip dinyatakan layak jika poros sirip tidak mengalami deformasi plastis akibat gaya puntir yang diberikan padanya. Jika sirip terdeformasi plastis, maka perlu dilakukan perhitungan untuk memperbesar ukuran diameter atau mengganti jenis bahan sirip yang digunakan.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2007 hingga selesai, bertempat di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Leuwikopo, Darmaga, Bogor.
21
C. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan pada kegiatan penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Bahan utama yang digunakan pada kegiatan penelitian dan fungsinya. Bahan
Besi siku ukuran As baja karbon
Ukuran 4 x 4 cm dan 5 x 5 cm diameter 12 mm, 14 mm, 16 mm, dan 18 mm
Pillow block
diameter lubang poros 15 mm
As baja karbon
diameter 17 mm luas 350 mm2 (panjang 35 cm, lebar 100 mm dan tebal 4 mm)
Sirip roda (dari roda terdahulu)
Fungsi Pembuatan rangka penguji. Poros yang akan diuji dengan sirip pada roda besi bersirip. Menahan beban poros jungkitan dan mengurangi gesekan yang terjadi pada jungkitan. Poros pada ungkitan penguji. Menerima beban puntir.
Baud, mur dan ring
diameter 10 mm
Penguat dan pengencang pada saat melakukan pengujian.
Kawat sling dan klem
diameter 6 mm
Menarik beban yang diberikan.
Peralatan yang digunakan untuk perancangan sirip mekanisme poros puntir dan konstruksi pengujiannya meliputi : 1. Mesin las listrik, 2. Gerinda potong dan gerinda tangan, 3. Bor listrik, 4. Meteran dan penggaris. Instrumen yang digunakan pada pengujian kekuatan sirip dengan mekanisme poros puntir disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Instrumen yang digunakan untuk pengujian dan fungsinya. Instrumen
Handy strain meter Load cell Stopwatch Abney level Waterpass Timbangan
Fungsi Menampilkan besarnya beban yang timbul akibat diberikan pembebanan melalui load cell. Mendeteksi besarnya gaya atau beban yang diberikan. Mengukur waktu pembebanan. Mengukur besarnya sudut puntir yang terjadi pada poros yang sedang diuji. Mendatarkan posisi pemasangan sirip pada rangka penguji. Menimbang beban yang akan digunakan pada saat pengujian.
22
D. ANALISIS RANCANG BANGUN Roda besi dengan sirip berpegas memiliki kinerja yang lebih baik dengan roda besi bersirip kaku. Kelebihan ini diakibatkan karena roda besi dengan sirip berpegas mampu menghasilkan gaya apung dan gaya dorong yang lebih besar ketika melakukan pengolahan tanah sawah, hal ini akan menyebabkan semakin besarnya efisiensi kerja dan memperkecil slip pada roda. Agar sirip berpegas dengan mekanisme poros puntir ini dapat bekerja dengan baik, maka diperlukan analisis mengenai sudut kemiringan sirip, gaya yang bekerja pada sirip dan pemilihan jenis dan ukuran diameter poros sirip.
1. Sudut Kemiringan Sirip Untuk mendapatkan gaya apung dan gaya dorong yang optimal, maka sudut kemiringan sirip harus diset dengan sangat baik dan cermat. Pada roda besi dengan sirip berpegas, sudut kemiringan sirip harus dapat berubah dengan sendirinya berdasarkan besarnya beban kerja yang diterima oleh sirip tersebut. Posisi gerak sirip yang terjadi pada roda besi dengan mekanisme sirip berpegas ketika beroperasi dapat dilihat pada Gambar 10.
R R-Z
γ1
α 4 γ2
2
1
Z
3 Gambar 10. Mekanisme roda besi bersirip gerak (Selamet, 2007).
23
Dari Gambar 10 dapat dilihat terdapat 4 buah sirip yang bersinggungan secara langsung dengan permukaan tanah. Keempat sirip ini masing-masing berada pada titik 1, 2, 3 dan 4, yang ditunjukkan oleh tanda panah. Kontak antara plat sirip dengan permukaan lapisan tanah pertama kali terjadi pada titik 1. Pada keadaan ini, posisi plat sirip dibuat mendatar dan seluruh permukaan siripnya menempel pada lapisan tanah yang sedang diolah. Agar posisi sirip dapat dibuat mendatar dan menyentuh permukaan tanah, diperlukan suatu perhitungan yang meliputi ukuran diameter roda dan besarnya ketenggelaman yang dialami oleh roda besi tersebut. Perhitungan sudut kemiringan awal dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
γ 1 = 90 o − α ⎛R−Z ⎞ ⎟ ...................................................................... ⎝ R ⎠
γ 1 = 90 o − sin −1 ⎜ di mana : γ1
(2)
= sudut kemiringan sirip awal (o)
R
= jari-jari roda (mm)
Z
= ketenggelaman roda (mm)
Besarnya jari-jari roda dan ketenggelaman roda ditetapkan sebesar 425 mm dan 170 mm. Kedua nilai ini didapat dari dimensi roda besi bersirip dengan mekanisme poros puntir yang sudah dibuat sebelumnya oleh Selamet (2007). Dengan menggunakan data tersebut, maka sudut kemiringan sirip awal dapat dihitung sebagai berikut : ⎛ 425 − 170 ⎞ ⎟ ⎝ 425 ⎠
γ 1 = 90 o − sin −1 ⎜
γ 1 = 90 o − 36.87 o γ 1 = 53.12 o = 53o Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa sudut kemiringan awal pada sirip harus diset sebesar 53o. Akibat gerakan berputar yang terjadi pada roda, maka posisi sirip akan bergerak menuju titik 2 dan kemudian menuju titik 3. Sirip akan mendapatkan gaya tahanan yang terbesar pada posisi 3, yang akan menyebabkan poros pada sirip mengalami puntiran. Pada titik ini, besarnya sudut kemiringan sirip diset
24
sebesar 45o agar menghasilkan gaya apung dan gaya dorong yang paling optimal. Penentuan besarnya sudut kemiringan pada kondisi beban maksimal ini dilakukan berdasarkan grafik gaya tahanan tanah yang telah disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Oleh karena itu, agar posisi kemiringan sirip dapat berubah dari 53o menjadi 45o, perlu dirancang agar poros dapat terpuntir sebesar 8o. Setelah melewati beban maksimal, sirip akan bergerak menuju titik 4 dan meninggalkan lapisan tanah. Pada saat meninggalkan lapisan tanah, diharapkan sudut kemiringan sirip akan kembali pada posisi semula sebesar 53o.
2. Mekanisme Sirip Berpegas dengan Poros Puntir Selamet (2007) melakukan simulasi serta melihat kondisi lahan sawah Subang yang memiliki lumpur dangkal dan memiliki tahanan penekanan yang besar. Dengan demikian ukuran sirip ditentukan sebesar 350 cm2. Dari hasil simulasi diperoleh ukuran sirip roda dengan lebar 100 mm dan panjang 350 mm. ukuran panjang sirip sangat berpengaruh terhadap wheel base dan kemampuan traktor untuk belok. Ukuran panjang sirip tersebut sudah optimal karena semakin panjang berakibat tahanan gesek sirip dengan tanah semakin besar. Pada bagian sirip tersebut kemudian dipasangkan sebuah poros dan batang penguat yang terbuat dari besi segiempat. Batang penguat berfungsi untuk menghubungkan gaya yang diterima oleh sirip menuju poros dan mengurangi deformasi yang terjadi pada plat sirip akibat adanya beban yang diberikan. Batang tersebut dihubungkan pada poros sirip dengan jarak 25 cm dari rim. Sementara itu, poros dipasangkan pada rim dengan cara mengelas salah satu ujungnya. Baik pada pengelasan poros dengan rim dan batang penghubung dengan poros digunakan elektroda stainless. Model dan bagian sirip berpegas dengan mekanisme poros puntir dapat dilihat pada Gambar 11.
25
Dilas pada rim 25 cm Sirip Poros sirip
Rim
Besi segiempat
Dilas pada sirip Bagian poros yang dilas pada sirip Gambar 11. Model dan bagian-bagian sirip poros puntir.
a. Gaya pada Sirip Gaya yang diberikan pada sirip dipengaruhi oleh besarnya tahanan tanah yang terjadi dan ukuran luas penampang plat sirip yang sirip yang digunakan. Dengan menggunakan kedua hal tersebut, maka besarnya gaya maksimal dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : F = P * A ............................................................................................
di mana : F
(3)
= gaya (N)
P
= tahanan tanah pada penekanan plat (Pa)
A
= luas permukaan sirip (m2)
Pada pengujian ini, besarnya tahanan tanah yang bekerja pada sirip diasumsikan sebesar 65 kPa, di mana tekanan itu terjadi pada kedalaman 170 mm. Kemudian dengan menggunakan sirip berpenampang 0.028 m2, besarnya gaya maksimal yang digunakan pada saat pengujian adalah sebagai berikut :
F = 65000 * 0.028 F = 1820 N Pada saat pengujian dilakukan, gaya diberikan pada bagian tengah plat sirip dan dianggap besarnya gaya yang terjadi pada semua bagian plat sirip adalah sama. Disamping itu, karena pada permukaan plat sirip dipasangkan besi segiempat (dapat dilihat pada Gambar 11), maka plat sirip dianggap tidak
26
mengalami lendutan akibat gaya yang diberikan, mekanisme gaya yang terjadi pada plat sirip disajikan pada Gambar 12.
Poros puntir
Dilas L lf
θ
Dilas Sirip F Gambar 12. Gaya yang terjadi pada sirip poros puntir. b. Lengan Torsi Pada saat sirip pertama kali menyentuh lapisan tanah, maka bagian yang terlebih dahulu mendapatkan gaya tahanan tanah adalah ujung luar plat sirip. Besarnya gaya tersebut akan semakin bertambah seiring dengan semakin dalamnya posisi plat sirip memasuki lapisan tanah. Selain itu, letak gaya yang terjadi juga akan mengalami perubahan hingga semakin mendekati poros sirip. Pada saat sirip berada pada posisi terendahnya, maka gaya yang menekan plat akan berada pada bagian tengah dari lebar plat sirip yang digunakan. Ketika sirip sudah melampaui titik terendah dan mulai bergerak menuju permukaan lapisan tanah, posisi gaya akan kembali menuju ke ujung luar plat sirip. Berdasarkan uraian di atas, maka akan timbul suatu jarak antara poros sirip dengan posisi gaya maksimal yang terjadi ketika sirip berada pada titik terendahnya. Jarak ini kemudian disebut dengan nama lengan torsi. Posisi gaya maksimal dapat dilihat pada Gambar 13.
Ujung luar plat sirip Gambar 13. Sudut puntir dan lengan torsi pada sirip.
27
c. Diameter Poros Sirip Akibat adanya gaya yang bekerja pada plat sirip dan membentuk suatu jarak yang kemudian disebut dengan nama lengan torsi, maka pada poros sirip akan timbul momen puntir. Besarnya momen puntir pada poros dihitung dengan persamaan : T = F * l f ............................................................................................
di mana : T
(4)
= momen puntir (Nm)
F
= gaya (N)
lf
= panjang lengan torsi (m)
Sementara itu besarnya diameter poros dihitung berdasarkan persamaan (1), sebagai berikut :
θ=
TL GJ
θo =
T *L G*
π 32
*
d4
180
π
θo =
584 * T * L .................................................................................. G*d 4
d4 =
584 * T * L G *θ o
d =4
584 * T * L ................................................................................ G *θ o
di mana : d
(5)
(6)
= diameter poros (mm)
θo
= sudut puntir (o)
T
= momen puntir (Nm)
G
= modulus geser (Pa)
L
= panjang poros (mm)
d. Tegangan Geser (Shear stress) Besarnya diameter poros yang akan digunakan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (6), namun tegangan geser yang terjadi pada poros tersebut harus diperhitungkan juga. Hal ini bertujuan untuk mencegah poros mengalami deformasi plastis akibat puntiran yang diberikan melalui plat sirip.
28
Tegangan geser yang terjadi pada poros dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
τ=
T *R J
τ=
32 * T * R ..................................................................................... π *d4
di mana : τ
= tegangan geser (Pa)
T
= momen puntir (Nm)
d
= diameter poros (mm)
R
= jari-jari poros (mm)
(7)
Dari hasil perhitungan, poros layak digunakan jika besarnya tegangan geser (shear stress) yang dialaminya lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan pada poros tersebut. Nilai tegangan geser yang diijinkan untuk setiap bahan poros disajikan pada Lampiran 1.
3. Rancangan Ukuran Poros Puntir Ukuran diameter poros untuk sirip poros puntir ditentukan berdasarkan hasil
perhitungan
dengan
menggunakan
persamaan
(6)
dan
dengan
mempertimbangkan besarnya nilai tegangan geser yang diperoleh dengan menggunakan persamaan (7). Dengan mempertimbangkan hasil perhitungan tersebut maka dipilihlah ukuran diameter yang layak digunakan sebagai poros pada roda bersirip dengan mekanisme poros puntir adalah 12 mm, 14 mm, 16 mm dan 18 mm. Pengambilan keputusan ini didasarkan pada hasil perhitungan kekuatan poros pada beberapa jenis poros dari bahan baja karbon. Hasil perhitungan ukuran diameter disajikan pada Lampiran 3 dan bahan ukuran poros yang digunakan pada kegiatan pengujian ini disajikan pada Gambar 14.
29
Gambar 14. Baja karbon diameter 12 mm, 14 mm, 16 mm, dan 18 mm. Penentuan bahan poros yang sesuai pada perancangan ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur. Menurut Sularso (1997), baja agak keras pada umumnya berupa baja yang dikil. Baja macam ini jika diberi perlakuan panas secara tepat dapat menjadi bahan poros yang baik. Penggolongan baja karbon dilakukan berdasarkan kadar karbon yang dikandung oleh masing-masing bahan baja. Daftar penggolongan penggolongan kadar karbon pada baja disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Penggolongan baja secara umum (Sularso 1997). Golongan Kadar C (%) Baja lunak
<= 0.15
Baja liat
0.2 - 0.3
Baja agak keras
0.3 - 0.5
Baja keras
0.5 - 0.8
Baja sangat keras
0.8 - 1.2
Berdasarkan Tabel 4 dan data spesifikasi bahan poros yang disajikan pada Lampiran 1, pada kegiatan penelitian ini dipilih baja karbon dengan jenis AISI 1040 atau dapat pula disebut S40C sebagai bahan poros yang digunakan. Hal ini karena baja karbon AISI 1040 yang memiliki kandungan karbon 0.370 - 0.440 %, sehingga termasuk jenis baja agak keras dan sangat cocok digunakan sebagai bahan poros.
30
E. METODE PENGUJIAN Pengujian dilakukan dengan menarik plat sirip yang sudah dipasangi poros dengan ukuran diameter yang akan diuji. Plat sirip tersebut kemudian dipasangkan pada konstruksi pengujian dengan menggunakan baud yang dimasukkan melalui rim. Ketika plat sirip telah terpasang dengan kuat, plat tersebut dihubungkan dengan jungkitan menggunakan kait yang terbuat dari baja karbon dan berdiameter 10 mm. Kait yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu kait bagian bawah yang bersentuhan langsung dengan sirip dan kait bagian atas yang langsung berhubungan dengan lengan jungkitan. Di antara kait bawah dan kait atas dipasangkan load cell yang sudah terangkai pada handy strain meter, sehingga besarnya gaya yang digunakan dapat diukur. Pada ujung lain dari jungkitan dihubungkan dengan beban uji menggunakan kawat sling yang sudah diperkuat menggunakan klem. Pada saat pengujian dilakukan, beban akan menarik jungkitan ke bawah sehingga plat sirip akan tertarik ke atas. Mekanisme pengujian dapat dilihat pada Gambar 15. Ketika plat sirip terpuntir, maka besarnya sudut puntir dapat diukur dengan menggunakan abney level.
Gambar 15. Mekanisme pengujian. 1. Konstruksi dan Instrumen Pengujian a. Konstruksi Pengujian Karena pengujian kekuatan sirip dengan mekanisme poros puntir tidak dilakukan di lapangan (lahan sawah) maka diperlukan suatu mekanisme yang dapat memberikan gaya atau beban yang besarnya serupa dengan beban yang dialami oleh roda sirip pada saat beroperasi di lapangan. Salah satu caranya adalah
31
dengan merancang suatu konstruksi yang dapat memberikan beban kepada sirip yang akan diuji. Beban yang diberikan nantinya akan menarik plat sirip yang diuji sehingga poros pada plat sirip tersebut mengalami puntiran. Adapun bahan yang digunakan untuk perancangan konstruksi pengujian adalah besi siku dengan ukuran 5 cm x 5 cm untuk rangka utama dan jungkitan, dan besi siku ukuran 4 cm x 4 cm untuk rangka penguat. Hal yang menarik dari desain konstruksi pengujian ini terletak pada bagian jungkitan yang digunakan. Pada umumnya lengan jungkitan dibuat dengan ukuran yang sama sehingga besarnya gaya yang ada di kedua lengan adalah sama, namun pada konstruksi pengujian ini panjang masing-masing lengan jungkitan dirancang dengan ukuran berbeda. Lengan yang terhubung pada beban dibuat dengan panjang 6 kali dari lengan yang dihubungkan pada sirip. Oleh karena itu, pada sirip akan dihasilkan gaya tarik yang besarnya 6 kali lipat dari gaya yang sebenarnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses pembebanan pada saat pengujian. Konstruksi pengujian yang digunakan pada kegiatan penelitian ini disajikan pada Gambar 16. Jungkitan terbuat dari 2 buah besi siku yang dipasang berdampingan dengan ukuran 5 cm x 5 cm dan panjang total 56 cm. Dengan panjang tersebut dan dengan gaya pada kedua lengan jungkitan yang besar, maka ada kemungkinan jungkitan akan mengalami lenturan. Namun pada pengujian ini, lenturan tersebut dianggap tidak terjadi sehingga jungkitan dianggap kuat untuk menahan semua beban yang diberikan pada pengujian kekuatan poros ini. Jungkitan dan poros pada konstruksi pengujian dapat dilihat pada Gambar 17. Agar jungkitan dapat bergerak akibat gaya yang bekerja pada kedua lengannya, maka pada jungkitan tersebut dipasangkan sebuah poros yang terbuat dari baja karbon dengan diameter 17 mm. Pada masing-masing ujung poros jungkitan dipasangkan pillow block dengan diameter lubang poros sebesar 15 mm, oleh karenanya kedua ujung poros jungkitan harus dibubut terlebih dahulu. Pemasangan pillow block ini bertujuan untuk mengurangi gesekan dan tahanan pada poros sehingga jungkitan dapat bergerak dengan bebas akibat adanya gaya yang bekerja.
32
Jungkitan Pillow Block Rangka utama
Sling dan klem
Rangka penguat
Beban
Handy strain meter Load cell
Sirip
Kabel sensor
Gambar 16. Konstruksi pengujian dan komponennya.
Lengan beban
Poros
Lengan sirip Gambar 17. Jungkitan dan poros pada konstruksi pengujian.
b. Instrumen Uji Pada saat pengujian, besarnya gaya yang menarik sirip harus dapat diketahui. Oleh karena itu dipasanglah suatu instrumen pengukur gaya yaitu load
33
cell dan handy strain meter. Agar dapat bekerja dengan baik, maka kedua instrumen tersebut harus dirangkaikan dengan menggunakan kabel sensor. Rangkaian load cell dan handy strain meter disajikan pada gambar 18.
Gambar 18. Rangkaian load cell dan handy strain meter. Agar pengukuran gaya dapat dilakukan dengan baik, maka handy strain meter harus dikalibrasi terlebih dahulu. Proses kalibrasi dilakukan dengan memberikan sejumlah beban yang sudah diketahui massanya pada load cell. Hal ini akan menyebabkan load cell mengalami regangan dengan panjang yang berbanding lurus dengan besarnya beban yang diberikan. Nilai regangan tersebut kemudian ditampilkan pada layar handy strain meter dengan menggunakan satuan mikro strain (με). Data hasil kalibrasi handy strain meter diberikan dalam bentuk grafik yang disajikan pada Gambar 19. Kalibrasi Handy Strain Meter 100 y = 0.0505x - 0.381
Regangan (με)
80 60 40 20 0 0
200
400
600
800
1000 1200 1400 1600 1800 2000
-20 Gaya (N)
Gambar 19. Kalibrasi handy strain meter.
34
Pengukuran besarnya sudut puntir yang terjadi pada sirip
dilakukan
dengan menggunakan abney level. Pengukuran dilakukan dengan menempelkan bagian teropong abney level pada plat sirip yang sedang terpuntir. Besarnya sudut puntir yang terjadi dapat diketahui dengan cara mengatur busur derajat yang terdapat pada abney level hingga posisi gelembung udara tepat berada dibagian tengah tabung air. Jika semua proses tersebut telah dilakukan, besarnya sudut puntir yang terjadi dapat diketahui dengan cara membaca besar sudut yang ditunjukkan oleh busur derajat pada abney level. Abney level yang digunakan pada pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 20. Busur derajat
Teropong
Gelembung udara
Tabung air
Gambar 20. Abney level. 2. Pembebanan Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan persamaan (3), didapatkan besarnya beban maksimal yang dialami oleh sirip ketika melakukan kegiatan pengolahan lahan adalah sebesar 1820 N. Beban ini berasal dari massa traktor dan transfer massa yang terjadi pada traktor ketika dioperasikan untuk mengolah lahan. Dengan gaya maksimal 1820 N, maka dianggap besarnya massa traktor dan transfer massa yang terjadi pada traktor sebesar 185.71 kg. Beban tersebut adalah beban yang terjadi pada satu buah roda pada titik terendahnya. Dalam hal ini, total massa traktor dapat diketahui sebesar 371.42 kg. Akibatnya, pada lahan tanah yang diolah akan timbul suatu gaya yang disebut gaya tahanan tanah, yang besarnya bergantung pada kedalaman lapisan
35
yang diolah. Pada pengujian ini besarnya kedalaman pengolahan diasumsikan sebesar 17 cm. Namun pada kegiatan pengujian kekuatan poros sirip ini, besarnya beban yang digunakan divariasikan mulai dari 918.95 N, 1216.18 N, 1533.21 N, dan 1830.30 N. Poros sirip dinyatakan layak untuk digunakan pada roda besi bersirip dengan mekanisme poros puntir jika poros tersebut sanggup menahan beban hingga 1830.35 N tanpa mengalami deformasi plastis akibat puntiran.
3. Pengujian Untuk mengetahui kekuatan pada poros sirip dengan mekanisme poros puntir ini, dilakukan dua jenis analisis meliputi validasi sudut sirip dan uji kekuatan sirip. a. Validasi Sudut Sirip Validasi sudut sirip dilakukan dengan membandingkan besarnya sudut puntir yang terjadi pada saat pengujian dengan sudut puntir hasil perhitungan menggunakan persamaan (5). Baik pada pengujian maupun perhitungan, digunakan gaya sebesar 918.95 N, 1216.18 N, 1533.21 N dan 1830.35 N. Khusus pada pengujian, gaya tersebut diberikan dengan rentang waktu 5 menit dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada masing-masing ukuran poros. Dari validasi sudut sirip akan dapat diketahui besarnya sudut puntir dan deformasi plastis yang dialami oleh masing-masing ukuran poros sirip pada setiap tingkat beban. Berdsarkan hasil pengujian, poros dinyatakan layak jika tidak mengalami deformasi plastis akibat puntiran yang terjadi selama pengujian ini dilakukan. Agar besarnya modulus geser (shear modulus) yang dimiliki oleh bahan yang digunakan dapat diketahui, kemudian dilakukan perhitungan modulus geser dari sudut puntir hasil pengujian. Sudut puntir yang dipilih adalah sudut puntir pada poros yang tidak mengalami deformasi plastis akibat gaya puntiran yang bekerja. Hal ini karena poros sudah tidak elastis lagi ketika mengalami deformasi, dan nilai modulus gesernya mengalami perubahan. Perhitungan modulus geser hasil pengujian dilakukan dengan menggunakan persaman sebagai berikut :
36
G=
584 * T * L ................................................................................... θ o *d4
di mana : G
(8)
= modulus geser (Pa)
θo
= sudut puntir (o)
T
= momen puntir (Nm)
d
= diameter poros (mm)
L
= panjang poros (mm)
b. Uji Kekuatan Sirip Uji kekuatan sirip dilakukan dengan memberikan beban maksimal pada sirip pada beberapa ukuran poros yang akan diujikan. Besarnya beban adalah 1830.35 N dengan rentang waktu pengujian mulai dari 5 menit, 10 menit dan 15 menit. Sama halnya pada validasi sudut sirip, pada uji ketahanan sirip dilakukan pula 3 kali pengulangan pada setiap pengujian. Poros dinyatakan layak jika selama pengujian tidak mengalami deformasi plastis akibat gaya puntir.
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. VALIDASI SUDUT SIRIP Pada validasi sudut sirip, besarnya gaya yang diberikan pada sirip adalah 918.95 N, 1216.18 N, 1533.21 N dan 1830.35 N. Gaya tersebut diberikan pada setiap poros yang akan diujikan secara bergantian dengan rentang waktu 5 menit untuk semua pengujian dan dimulai dari gaya yang terkecil. 1. Poros 12 mm Pengujian dilakukan pertama kali pada sirip yang menggunakan diameter poros terkecil. Pada poros 12 mm, besarnya sudut puntir pada tingkatan gaya yang diberikan secara berturut-turut adalah 5o, 8o, 14o, dan 20o. Dibandingkan dengan hasil perhitungan, ternyata nilai sudut puntir dari hasil pengujian sangat berbeda jauh. Selain itu, sudut puntir dari pengujian ternyata selalu lebih besar dengan sudut puntir perhitungan. Validasi sudut sirip dengan menggunakan poros berdiameter 12 mm disajikan pada Gambar 21. Data sudut puntir pengujian disajikan pada Lampiran 4, sedangkan nilai sudut puntir perhitungan disajikan pada Lampiran 8. Validasi Sudut Sirip pada Poros 12 mm
Sudut puntir (derajat)
25 20
20
15
14
10 8 5 0 900
5 3.24 1100
6.44
5.40
4.28
1300
1500
1700
1900
Gaya (N) sudut puntir pengujian
sudut puntir perhitungan
Gambar 21. Validasi sudut sirip pada poros 12 mm.
38
2. Poros 14 mm Kemudian pengujian dilanjutkan pada sirip dengan poros berdiameter 14 mm. Dari hasil pengujian, diketahui besarnya sudut puntir pada setiap tingkatan gaya yang diberikan adalah 4o, 6o, 8o dan 11o. Besar sudut puntir pengujian yang terjadi pada poros berdiameter 14 mm masih lebih besar bila dibandingkan dengan sudut puntir hasil perhitungan. Keadaan ini terlihat pada Gambar 22, di mana grafik sudut puntir hasil pengujian selalu berada di atas grafik sudut puntir perhitungan. Data sudut puntir pengujian disajikan pada Lampiran 5, sedangkan nilai sudut puntir perhitungan disajikan pada Lampiran 8. Validasi Sudut Sirip pada Poros 14 mm
Sudut puntir (derajat)
12 11 10 8
8 6 4 2
6 4 1.75
0 900
1100
3.48
2.91
2.31
1300
1500
1700
1900
Gaya (N) sudut puntir pengujian
sudut puntir perhitungan
Gambar 22. Validasi sudut sirip pada poros 14 mm. 3. Poros 16 mm Selanjutnya pada sirip dengan poros berdiameter 16 mm, besarnya sudut puntir pengujian yang terjadi pada setiap tingkatan beban adalah 3o, 5o, 6o dan 7o. Sama dengan poros-poros sebelumnya, pada poros ini sudut puntir hasil perhitungan memiliki nilai yang lebih kecil dari sudut puntir pengujian. Grafik validasi sudut sirip pada poros beridiameter 16 mm dapat dilihat Gambar 23. Terdapat suatu hal yang menarik dari pengujian pada poros berdiameter 16 mm ini. Pada saat poros ditarik dengan gaya maksimal (1830.35 N), Poros mengalami puntiran sebesar 7o. Bila dibandingkan dengan poros-poros
39
sebelumnya, ternyata besarnya puntiran maksimal pada poros berdiameter 16 mm ini hampir mendekati puntiran yang disyaratkan pada perancangan ini. Adapun besarnya sudut puntir yang disyaratkan sebesar 8o. Data sudut puntir pengujian disajikan pada Lampiran 6, sedangkan nilai sudut puntir perhitungan disajikan pada Lampiran 8. Validasi Sudut Sirip pada Poros 16 mm
Sudut puntir (derajat)
8 7 6
6 5
4 3 2 1.02 0 900
1100
2.04
1.71
1.35
1300
1500
1700
1900
Gaya (N) sudut puntir pengujian
sudut puntir perhitungan
Gambar 23. Validasi sudut sirip pada poros 16 mm. 4. Poros 18 mm Pada validasi sudut sirip ini, sirip yang diuji terakhir kali adalah sirip dengan poros berdiameter 18 mm. Dilihat dari ukuran diameter poros-poros sebelumnya, poros ini memiliki ukuran diameter yang paling besar dan menghasilkan sudut puntir sebesar 1o, 2o, 3o dan 4o pada setiap tingkatan beban yang diberikan. Pada setiap tingkat beban yang sama, nilai sudut puntir yang terjadi pada poros ini lebih kecil bila dibandingkan dengan sudut puntir pengujian pada ukuran poros lainnya. Dibandingkan dengan poros-poros sebelumnya, besarnya sudut puntir yang dialami oleh poros berdiameter 18 mm ini memiliki nilai yang terkecil. Namun sama halnya dengan poros sebelumnya, besarnya sudut puntir hasil perhitungan mamiliki nilai yang lebih kecil dari sudut puntir hasil pengujian. Grafik validasi sudut sirip pada poros berdiameter 18 mm disajikan pada
40
Gambar 24, sedangkan data sudut puntir pengujian disajikan pada Lampiran 7 dan nilai sudut puntir perhitungan disajikan pada Lampiran 8. Validasi Sudut Sirip pada poros 18 mm
Sudut puntir (derajat)
5 4
4
3
3
2 1 0 900
2 1 0.64 1100
1.27
1.07
0.85
1300
1500
1700
1900
Gaya (N) sudut puntir pengujian
sudut puntir perhitungan
Gambar 24. Validasi sudut sirip pada poros 18 mm. 5. Perbandingan Sudut Deformasi Puntiran pada Validasi Sudut Sirip Dari semua ukuran poros sirip yang diujikan, tidak semua poros selalu bersifat elastis pada saat pengujian dilangsungkan. Keadaan ini kemudian disebut dengan nama deformasi plastis, dimana bahan poros menjadi bersifat plastis dan tidak dapat kembali ke posisi semula. Deformasi yang terjadi pada kegiatan pengujian ini disebut deformasi plastis puntiran karena diakibatkan oleh gaya tarik yang menghasilkan puntiran pada poros.Dari Gambar 25, dapat dilihat besarnya sudut deformasi plastis puntiran yang terjadi akibat adanya gaya yang memuntir poros. Dari keempat jenis ukuran poros, ternyata hanya poros dengan diameter 12 mm dan 14 mm saja yang terdeformasi akibat gaya yang diberikan pada plat sirip. Pada kedua ukuran poros tersebut, deformasi plastis mulai terlihat ketika sirip ditarik dengan gaya lebih dari 1216.18 N. Ketika gaya tarik mencapai 1533.21 N, poros 12 mm mengalami deformasi plastis sebesar 3o dan poros 14 mm terdeformasi sebesar 1o. Besarnya deformasi plastis puntiran ini semakin bertambah sejalan dengan semakin besarnya gaya tarik yang dierikan pada sirip. Ketika gaya yang diberikan pada sirip mencapai 1830.35 N, sudut deformasi
41
plastis puntiran yang terjadi pada poros 12 mm menjadi 9o dan poros 14 mm menjadi 2o. Dengan adanya sudut deformasi plastis puntiran yang dialami oleh poros berdiameter 12 mm dan 14 mm, maka kedua jenis diameter poros tersebut dinyatakan tidak layak untuk digunakan sebagai poros sirip pada roda besi bersirip dengan mekanisme poros puntir ini. Sudut Deformasi Akibat Beban Puntir pada Validasi Sudut Sirip
puntir (derajat)
Sudut deformasi
10
9
8 6 4
3
2 0 0 900 -2
0 1300
1100
2
1 0 1500
1700
0 1900
Gaya (N) Poros 12 mm
Poros 14 mm
Poros 16 mm
Poros 18 mm
Gambar 25. Deformasi puntir pada validasi sudut sirip. 6. Perbandingan Modulus Geser Pada semua grafik validasi sudut sirip, besarnya sudut puntir hasil pengujian selalu lebih besar dari sudut puntir hasil perhitungan. Untuk mengetahui penyebab terjadinya hal tersebut, kemudian dilakukan perhitungan modulus geser dari sudut puntir hasil pengujian. Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan (8), besarnya modulus geser yang dimiliki oleh poros adalah 34.66 GPa. Nilai modulus geser tersebut ternyata sangat berbeda dengan modulus geser pada literatur, yaitu 80 GPa. Hal ini menyebabkan besarnya puntiran yang terjadi pada pengujian dan perhitungan selalu berbeda. Hasil perhitungan modulus geser pengujian disajikan pada Lampiran 9.
42
B. UJI KEKUATAN SIRIP Berbeda dengan validasi sudut sirip, pada uji kekuatan sirip hanya digunakan satu tingkatan beban saja yaitu 1830.35 N. Beban tersebut diberikan dalam rentang waktu pengujian yang berbeda yaitu 5 menit, 10 menit dan 15 menit pada setiap ukuran poros yang diujikan. 1. Poros 12 mm Uji kekuatan sirip dimulai pada sirip dengan poros berdiameter 12 mm. Dari hasil pengujian dengan menggunakan beban maksimal, ternyata besarnya sudut puntir dan sudut deformasi plastis puntiran yang terjadi pada poros 12 mm selalu bertambah sejalan dengan semakin lamanya waktu pengujian. Adapun besarnya sudut puntir yang terjadi adalah 20o, 21o dan 23o dan sudut deformasi puntir adalah 9o, 10o dan 11o pada setiap rentang waktu pengujian. Dari kedua hal tersebut, dapat dikatakan bahwa besarnya sudut puntir dan deformasi plastis puntiran pada poros berdiameter 12 mm dipengaruhi oleh besarnya beban dan lamanya waktu pembebanan yang diberikan. Grafik uji kekuatan sirip pada poros 12 mm disajikan pada Gambar 26, sedangkan data hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 10. Kekuatan Sirip pada Poros 12 mm
Sudut (derajat)
25
23
20
21
20
15 10
11
10
9
5 0 0
5
10
15
20
Waktu (menit) Deformasi puntir
Sudut puntir
Gambar 26. Kekuatan sirip pada poros 12 mm.
43
2. Poros 14 mm Uji kekuatan sirip kemudian dilanjutkan dengan menggunakan poros berdiameter 14 mm. Dari grafik pengujian yang disajikan pada Gambar 27, ternyata besarnya sudut puntir dan deformasi puntir yang terjadi pada poros 14 mm adalah konstan. Adapun nilai sudut puntir dan deformasi plastis puntiran adalah 11o dan 2o. Kedua nilai tersebut menunjukkan bahwa besarnya sudut puntir dan deformasi plastis puntir tidak dipengaruhi oleh lamanya waktu pembebanan. Data hasil uji kekuatan sirip dengan menggunakan poros berdiameter 14 mm disajikan pada Lampiran 11. Kekuatan Sirip pada Poros 14 mm
Sudut (derajat)
12 11
11
11
2
2
2
10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
Waktu (menit) Deformasi puntir
Sudut puntir
Gambar 27. Kekuatan sirip pada poros 14 mm.
3. Poros 16 mm Uji kekuatan sirip kembali dilanjutkan dengan menggunakan poros berdiameter 16 mm. Berdasarkan grafik hasil pengujian yang disajikan pada Gambar 28, pada poros dengan diameter 16 mm ini besarnya sudut puntir selalu konstan pada 7o. Nilai sudut puntir tersebut dianggap yang paling mendekati nilai sudut puntir yang diharapkan pada penelitian ini. Disamping itu, poros dengan diameter 16 mm ternyata tidak mengalami deformasi plastis akibat beban puntir yang diberikan. Hal ini berarti poros masih bersifat elastis pada tingkat beban maksimal yang diujikan.
44
Dengan mengacu pada sudut puntiran maksimal adalah 7o dan tidak terjadinya deformasi plastis puntiran, maka poros dengan diameter 16 mm dinyatakan layak digunakan sebagai poros sirip pada roda besi bersirip dengan mekanisme poros puntir. Data hasil uji kekuatan sirip dengan menggunakan poros berdiameter 16 mm disajikan pada Lampiran 12. Kekuatan Sirip pada Poros 16 mm 8 Sudut (derajat)
7
7
7
6 4 2 0
0 0
5
0 10
0 15
20
Waktu (menit) Deformasi puntir
Sudut puntir
Gambar 28. Kekuatan sirip pada poros 16 mm.
4. Poros 18 mm Sama halnya seperti validasi sudut sirip, pada uji kekuatan sirip ini poros berdiameter 18 mm menjadi sirip yang diuji terakhir kali. Besarnya sudut puntir yang dialami oleh poros dengan diameter 18 mm ini selalu konstan pada 4o. Dari hasil pengujian yang sama, ternyata poros ini tidak mengalami deformasi plastis akibat beban puntir yang diberikan. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 30, di mana grafik sudut deformasi puntir selalu berada pada titik 0o. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, poros dengan diameter 18 mm dinyatakan tidak layak digunakan pada sirip dengan mekanisme poros puntir ini. Keputusan tersebut diambil berdsarkan besarnya sudut puntir yang dirasakan terlampau kecil dari sudut puntir yang diharapkan.
45
Grafik yang diperoleh dari hasil pengujian kekuatan sirip pada poros 18 mm disajikan pada Gambar 29 dan data hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 13. Kekuatan Sirip pada Poros 18 mm
Sudut (derajat)
5 4
4
4
4
0
0
0
3 2 1 0 0
5
10
15
20
Waktu (menit) Deformasi puntir
Sudut puntir
Gambar 29. Kekuatan sirip pada poros 18 mm.
5. Perbandingan Sudut Deformasi Puntiran pada Uji Ketahanan Sirip Setelah seluruh rangkaian uji ketahanan sirip selesai dilakukan, kemudian dilakukan perbandingan besarnya deformasi plastis puntiran pada masing-masing ukuran poros (Gambar 30). Berdasarkan hasil uji ketahanan sirip yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa poros dengan diameter 12 mm dan 14 mm mengalami deformasi plastis puntiran yang disebabkan oleh jumlah beban dan lamanya waktu pembebanan yang diberikan. Sementara itu deformasi plastis puntiran yang terjadi pada poros dengan diameter 14 mm hanya diakibatkan oleh jumlah beban yang diberikan padanya. Karena hal-hal tersebut, poros 12 mm dan 14 mm dinyatakan tidak layak digunakan pada sirip roda dengan mekanisme poros puntir ini. Selain itu poros dengan diameter 18 mm juga dinyatakan tidak layak karena sudut puntir yang terjadi dianggap terlalu kecil.
46
12 10 (derajat)
Sudut deformasi punti
Sudut Deformasi Akibat Beban Puntir pada Uji Ketahanan Sirip
9
8
11
10
6 4 2
2 0
2
0 0
5
2
0
0
10
15
20
Waktu (menit) Poros 12 mm
Poros 14 mm
Poros 16 mm
Poros 18 mm
Gambar 30. Deformasi puntir pada uji kekuatan sirip.
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil perhitungan dan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Besarnya perubahan sudut puntir yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya beban atau gaya yang diberikan pada sirip, di mana semakin besar gaya yang diterima oleh sirip akan menyebabkan semakin besarnya sudut puntir yang terjadi. 2. Pada poros AISI 1040 berdiameter 16 mm, dengan tingkat gaya 918.95 N, 1216.18 N, 1533.21 N dan 1830.35 N dihasilkan sudut puntir sebesar 3o, 5o, 6o dan 7o. Dipilihnya jenis poros tersebut adalah agar besarnya sudut puntir yang terjadi mendekati sudut puntir yang diinginkan dan poros tidak mengalami deformasi plastis akibat beban puntir yang diberikan.
B. SARAN 1. Agar diameter poros puntir dapat dibuat lebih kecil dan ringan, maka perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan baja dari jenis lain yang memiliki kadar karbon lebih tinggi. 2. Pengecekan spesifikasi bahan poros harus dilakukan secara lebih tepat. 3. Konstruksi pengujian dapat digunakan lagi untuk melakukan pengujian pada sirip selanjutnya dan pada bagian jungkitan dapat dilakukan modifikasi lebih lanjut untuk mendapatkan perbandingan gaya yang lebih baik lagi.
48
VI. DAFTAR PUSTAKA Agustina, G. 2006. Desain Roda Besi Bersirip Gerak dengan Mekanisme Sirip Berpegas Untuk Lahan Sawah di Cianjur. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Anonim. 1977. Teknik Budidaya Pertanian. Departemen Mekanisasi Pertanian, Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2007. Callister, William D. 2000. Fundamentals of Materials Science and Engineering. John Wiley & Sons, Inc. New York. Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hirt, M. 1982. Elemen Mesin Disain dan Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan dan Poros. Erlangga. Jakarta. Hermawan, W., Oida, A., Yamazaki, M. 1996. Measurement of Soil Reaction Forces on A Single Movable Lug. J. Terramechanics 33(2) : 91 – 101. Hermawan, W., Oida, A., Yamazaki, M. 1997. The Characteristic of Soil Reaction Forces on a Single Movable Lug. J. Terramechanics 34(1) : 23 – 35. Hermawan, W., Oida, A., Yamazaki, M. 1998. Design and Traction Performance of The Movable Lug Wheel. J. Terramechanics 35 : 23 – 35. Kepner, R. A., Bainer. R., Barger, E. L. 1982. Principles of Farm Machinery. John Wley & Sons, INC. New York. Mandang, T., Nishimura, I. 1991. Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. JICADGHE/IPB PROJECT/ADAET : JTA-9a(132). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. IPB. Bogor. Manurung, R.S. 2005. Analisa Parameter Rancang Bangun Roda Besi Bersirip dengan Mekanisme Sirip Berpegas. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Nash, William A. 1977. Theory and Problems Strenght of Materials. McGrawHill International Book Company. Singapore. Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Raffe’i, M., Tedja, S. 1976. Bagian-Bagian Mesin. Proyek Pengadaan Buku/Diktat Pendidikan Menengah Teknologi. Jakarta.
49
Sakai, J., Sitompul, R.G., Sembiring , E.N., Setiawan, R.P.A., Suastawa, I.N., Mandang, T. 1998. Traktor 2-Roda. Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Salokhe, V. M., Gee-Clough, D. 1988. Coating of Cage Wheel Lugs to Reduce Soil Adhesion. J. Agricultural Engineering 41 : 201 – 210. Sapei, A., Dhalhar, M.A., Fuji, K., Miyauchi, S., Sudou, S. Buku Penuntun Pengukuran Sifat-Sifat Fisik dan Mekanik Tanah. JICA-DGHE/IPB PROJECT/ADAET : JTA-9a (132). Pengembangan Program Pasca Sarjana. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Scott, J.S. 2001. Kamus Lengkap Teknik Sipil. Erlangga : Jakarta. Selamet, Y. 2007. Desain Roda Sangkar Bersirip Gerak dengan Mekanisme Pegas Untuk Lahan Sawah di Kecamatan Pabuaran, Subang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Sudianto, D. 2000. Perancangan dan Pengukuran Kemampuan Traksi Roda Besi Bersirip Gerak dengan Mekanisme Sirip Berpegas dan Sirip Karet pada Tanah Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Sularso. 1997. dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Triratanasirachai, K., Oida, A., Honda, M. 1990. The Performance of Cafe Wheel for Small Power Tiller in Agricultiral Soil. J. Terramechanics 27(3) : 195 – 205. Wiyono, A. 2005. Modifikasi Roda Besi Bersirip Gerak dengan Mekanisme Sirip Berpegas. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
50
51
Lampiran 1. Spesifikasi Baja Karbon. AISI 1010 Properties Density (g/cc) Tensile Strength, Ultimate (Mpa) Tensile Strength, Yield (Mpa) Shear strength (Mpa) Elongation at Break (%) Reduction of Area (%) Modulus of Elasticity (Gpa) Bulk Modulus (Gpa) Poissons Ratio Shear Modulus (Gpa)
Material Components Properties Carbon, C Iron, Fe Manganese, Mn Phosphorous, P Sulfur, S
AISI 1020
AISI 1030
AISI 1040
AISI 1050
AISI 1060
AISI 1070
AISI 1080
7.87
7.87
7.87
7.845
7.87
7.87
7.87
7.85
325
380
470
525
620
660
703
772
180
205
260
290
345
370
385
425
214.5
250.8
310.2
346.5
409.2
435.6
463.98
509.52
28.00
25.00
20.00
18.00
15.00
12.00
12.00
10.00
50.00
50.00
42.00
40.00
35.00
30.00
30.00
25.00
200 140 0.29
200 140 0.29
200 140 0.29
200 140 0.29
200 140 0.29
200 140 0.29
200 140 0.29
205 140 0.29
80
80
80
80
80
80
80
80
0.0800 - 0.130 99.18 - 99.62 0.300 - 0.600 <= 0.0400 <= 0.0500
0.170 - 0.230 99.08 - 99.53 0.300 - 0.600 <= 0.0400 <= 0.0500
0.270 - 0.340 98.67 - 99.13 0.600 - 0.900 <= 0.0400 <= 0.0500
0.370 - 0.440 98.6 - 99.0 0.600 - 0.900 <= 0.0400 <= 0.0500
0.470 - 0.550 98.46 - 98.92 0.600 - 0.900 <= 0.0400 <= 0.0500
0.550 - 0.660 98.35 - 98.85 0.600 - 0.900 <= 0.0400 <= 0.0500
0.650 - 0.750 98.26 - 98.75 0.600 - 0.900 <= 0.0400 <= 0.0500
0.750 - 0.880 98.13 - 98.65 0.600 - 0.900 <= 0.0400 <= 0.0500
52
Lampiran 2. Perhitungan ukuran diameter poros pada beberapa jenis baja karbon. luas (m2) 0.028
tekanan (Pa) 65000
Shear stress (Mpa)
Keterangan
AISI 1010
Diameter minimum (mm)
10 15 20 25 30
80 80 80 80 80
8 8 8 8 8
9.0280 9.9911 10.7361 11.3521 11.8815
214.50 214.50 214.50 214.50 214.50
12.0032 12.0032 12.0032 12.0032 12.0032
504.1369 371.9462 299.7616 253.5675 221.1605
Tidak layak Tidak layak Tidak layak Tidak layak Tidak layak
AISI 1020
Shear ijin (MPa)
10 15 20 25 30
80 80 80 80 80
8 8 8 8 8
9.0280 9.9911 10.7361 11.3521 11.8815
250.80 250.80 250.80 250.80 250.80
11.3937 11.3937 11.3937 11.3937 11.3937
504.1369 371.9462 299.7616 253.5675 221.1605
Tidak layak
AISI 1030
Diameter (mm)
10 15 20 25 30
80 80 80 80 80
8 8 8 8 8
9.0280 9.9911 10.7361 11.3521 11.8815
310.20 310.20 310.20 310.20 310.20
10.6143 10.6143 10.6143 10.6143 10.6143
504.1369 371.9462 299.7616 253.5675 221.1605
Tidak layak
AISI 1040
Sudut puntir (derajat)
10 15 20 25 30
80 80 80 80 80
8 8 8 8 8
9.0280 9.9911 10.7361 11.3521 11.8815
346.50 346.50 346.50 346.50 346.50
10.2299 10.2299 10.2299 10.2299 10.2299
504.1369 371.9462 299.7616 253.5675 221.1605
Tidak layak
AISI 1050
G (GPa)
10 15 20 25 30
80 80 80 80 80
8 8 8 8 8
9.0280 9.9911 10.7361 11.3521 11.8815
409.20 409.20 409.20 409.20 409.20
9.6782 9.6782 9.6782 9.6782 9.6782
504.1369 371.9462 299.7616 253.5675 221.1605
Tidak layak Layak Layak Layak Layak
AISI 1060
Panjang poros (cm)
gaya (N) 1820
10 15 20 25 30
80 80 80 80 80
8 8 8 8 8
9.0280 9.9911 10.7361 11.3521 11.8815
435.60 435.60 435.60 435.60 435.60
9.4786 9.4786 9.4786 9.4786 9.4786
504.1369 371.9462 299.7616 253.5675 221.1605
Tidak layak Layak Layak Layak Layak
Tidak layak Tidak layak Tidak layak Layak
Tidak layak Layak Layak Layak
Tidak layak Layak Layak Layak
53
Lampiran 2. (lanjutan)
Sudut puntir (derajat)
Diameter (mm)
Shear ijin (MPa)
Diameter minimum (mm)
Shear stress (Mpa)
Keterangan
AISI 1070
G (GPa)
10 15 20 25 30
80 80 80 80 80
8 8 8 8 8
9.0280 9.9911 10.7361 11.3521 11.8815
463.98 463.98 463.98 463.98 463.98
9.2813 9.2813 9.2813 9.2813 9.2813
504.1369 371.9462 299.7616 253.5675 221.1605
Tidak layak Layak Layak Layak Layak
AISI 1080
Panjang poros (cm)
10 15 20 25 30
80 80 80 80 80
8 8 8 8 8
9.0280 9.9911 10.7361 11.3521 11.8815
509.52 509.52 509.52 509.52 509.52
8.9961 8.9961 8.9961 8.9961 8.9961
504.1369 371.9462 299.7616 253.5675 221.1605
Layak Layak Layak Layak Layak
54
Lampiran 3. Perhitungan kelayakkan poros AISI 1040 pada diameter yang ditentukan.
S40C
Panjang poros (cm)
25 25 25 25
G (GPa)
200 200 200 200
Sudut puntir (derajat)
Diameter (mm)
2.562513 1.38363 0.810918 0.506253
12 14 16 18
Sudut puntir pada poros
Shear ijin (MPa)
346.50 346.50 346.50 346.50
Diameter minimum (mm)
Shear stress (Mpa)
Keterangan
10.2299 10.2299 10.2299 10.2299
214.6499 135.2060 90.5657 63.6073
layak layak layak layak
Shear ijin > shear stress
Berdasarkan hasil perhitungan, poros dinyatakan layak
55
Lampiran 4. Validasi sudut sirip dengan poros berdiameter 12 mm. Pengujian as 12 mm 918.95 N t (menit) μs 1 44 2 44 3 43 4 43 5 43 0 ∠ awal 0 ∠ akhir 1216.18 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir 1533.21 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir 1830.35 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
∠ puntir 5 5 5 5 5
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 59 60 60 60 59 0 0
∠ puntir 8 8 8 8 8
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 75 75 75 74 75 0 3
∠ puntir 14 14 14 14 14
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 90 90 90 90 3 8
∠ puntir 20 20 20 20 20
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
44 43 43 44 44 0 0
60 59 59 60 60 0 0
74 74 74 74 74 3 3
90 90 90 90 90 8 9
∠ puntir 5 5 5 5 5
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 8 8 8 8 8
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 14 14 14 14 14
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 20 20 20 20 20
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
43 43 44 44 43 0 0
59 59 59 59 59 0 0
74 75 75 75 76 3 3
90 90 90 90 90 9 9
∠ puntir 5 5 5 5 5
∠ puntir 8 8 8 8 8
∠ puntir 14 14 14 14 14
∠ puntir 20 20 20 20 20
56
Lampiran 5. Validasi sudut sirip dengan poros berdiameter 14 mm. Pengujian as 14 mm 918.95 N t (menit) μs 1 45 2 45 3 45 4 45 5 45 0 ∠ awal 0 ∠ akhir 1216.18 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir 1533.21 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir 1830.35 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
∠ puntir 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 60 60 60 60 60 0 0
∠ puntir 6 6 6 6 6
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 75 76 76 75 75 0 1
∠ puntir 8 8 8 8 8
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 91 90 91 90 90 1 2
∠ puntir 11 11 11 11 11
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
46 46 44 45 45 0 0
59 59 58 58 58 0 0
74 74 74 74 74 1 1
91 91 90 90 90 2 2
∠ puntir 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 6 6 6 6 6
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 8 8 8 8 8
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 11 11 11 11 11
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
44 44 44 45 44 0 0
58 58 59 59 58 0 0
74 75 75 75 74 1 1
90 90 90 91 90 2 2
∠ puntir 4 4 4 4 4
∠ puntir 6 6 6 6 6
∠ puntir 8 8 8 8 8
∠ puntir 11 11 11 11 11
57
Lampiran 6. Validasi sudut sirip dengan poros berdiameter 16 mm. Pengujian as 16 mm 918.95 N t (menit) μs 1 47 2 47 3 47 4 46 5 46 0 ∠ awal 0 ∠ akhir 1216.18 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir 1533.21 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir 1830.35 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
∠ puntir 3 3 3 3 3
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 60 60 60 60 60 0 0
∠ puntir 5 5 5 5 5
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 76 76 77 76 76 0 0
∠ puntir 6 6 6 6 6
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 90 90 90 90 0 0
∠ puntir 7 7 7 7 7
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
45 45 45 45 45 0 0
60 60 60 60 60 0 0
77 77 76 76 77 0 0
90 90 90 90 90 0 0
∠ puntir 3 3 3 3 3
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 5 5 5 5 5
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 6 6 6 6 6
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 7 7 7 7 7
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
44 44 44 44 43 0 0
60 59 60 59 59 0 0
77 77 77 77 77 0 0
90 90 90 90 90 0 0
58
∠ puntir 3 3 3 3 3
∠ puntir 5 5 5 5 5
∠ puntir 6 6 6 6 6
∠ puntir 7 7 7 7 7
Lampiran 7. Validasi sudut sirip dengan poros berdiameter 18 mm. Pengujian as 18 mm 918.95 N t (menit) μs 1 44 2 44 3 44 4 44 5 43 0 ∠ awal 0 ∠ akhir 1216.18 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir 1533.21 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir 1830.35 N t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
∠ puntir 1 1 1 1 1
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 61 61 61 61 61 0 0
∠ puntir 2 2 2 2 2
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 75 75 75 75 75 0 0
∠ puntir 3 3 3 3 3
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 91 91 91 91 91 0 0
∠ puntir 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
44 44 44 44 44 0 0
61 60 60 60 60 0 0
75 75 75 75 75 0 0
91 90 91 91 90 0 0
∠ puntir 1 1 1 1 1
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 2 2 2 2 2
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 3 3 3 3 3
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
44 43 43 44 44 0 0
60 60 60 60 60 0 0
75 75 75 75 75 0 0
90 91 91 91 91 0 0
59
∠ puntir 1 1 1 1 1
∠ puntir 2 2 2 2 2
∠ puntir 3 3 3 3 3
∠ puntir 4 4 4 4 4
Lampiran 8. Sudut puntir perhitungan pada masing-masing ukuran diameter poros. Beban 918.95 1216.18 1533.21 1830.35
Poros 12 mm 3.24 4.28 5.40 6.44
∠ puntir pengujian Poros 14 mm Poros 16 mm 1.75 1.02 2.31 1.35 2.91 1.71 3.48 2.04
Poros 18 mm 0.64 0.85 1.07 1.27
60
Lampiran 9. Perhitungan modulus geser dari sudut puntir pengujian. beban
Poros 12mm ∠ puntir pengujian
∠ deformasi puntiran
918.95 1216.18 1533.21
0 0 3
5 8 14
G pengujian (GPa) 51.76 42.82 (terdeformasi)
1830.35
9
20
(terdeformasi)
G rata-rata
beban
Poros 14mm ∠ puntir pengujian
∠ deformasi puntiran
918.95 1216.18 1533.21 1830.35
47.29
0 0 1 2
4 6 8 11
G rata-rata
beban
32.88
Poros 16mm ∠ puntir pengujian
∠ deformasi puntiran
G pengujian (GPa) 34.93 30.82 (terdeformasi) (terdeformasi)
918.95 1216.18 1533.21
0 0 0
3 5 6
G pengujian (GPa) 27.30 21.68 22.77
1830.35
0
7
23.30
G rata-rata
beban 918.95 1216.18 1533.21 1830.35
23.76
Poros 18mm ∠ puntir pengujian
∠ deformasi puntiran 0 0 0 0
G rata-rata
1 2 3 4
G pengujian (GPa) 51.13 33.83 28.43 25.46 34.71
Modulus geser rata-rata dari jenis poros yang digunakan sebesar 34.66 GPa.
61
Lampiran 10. Uji kekuatan sirip dengan poros berdiameter 12 mm. Pengujian as 12 mm 5 menit t (menit) μs 1 90 2 90 3 90 4 90 5 90 3 ∠ awal 8 ∠ akhir 10 menit t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir 15 menit t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
∠ puntir 20 20 20 20 20
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 91 91 91 91 91 91 91 91 91 91 9 9
∠ puntir 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 90 91 91 91 91 90 90 90 91 90 90 90 90 91 10 10
∠ puntir 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
μs
90 90 90 90 90 8 9
89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 9 9
89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 10 11
∠ puntir 20 20 20 20 20
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
μs
90 90 90 90 90 9 9
90 90 89 89 89 89 89 90 89 90 9 10
89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 89 90 89 90 11 11
62
∠ puntir 20 20 20 20 20
∠ puntir 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
∠ puntir 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23
Lampiran 11. Uji kekuatan sirip dengan poros berdiameter 14 mm. Pengujian as 14 mm 5 menit t (menit) μs 1 91 2 90 3 91 4 90 5 90 1 ∠ awal 2 ∠ akhir 10 menit t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir 15 menit t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
∠ puntir 11 11 11 11 11
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 89 89 90 89 89 89 89 89 90 2 2
∠ puntir 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 2 2
∠ puntir 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
μs
91 91 90 90 90 2 2
90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 2 2
91 91 91 91 91 91 91 90 91 91 91 91 91 91 91 2 2
∠ puntir 11 11 11 11 11
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
μs
90 90 90 91 90 2 2
90 90 90 90 90 91 91 91 91 91 2 2
91 91 91 91 91 91 91 90 91 91 90 91 91 91 91 2 2
63
∠ puntir 11 11 11 11 11
∠ puntir 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
∠ puntir 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
Lampiran 12. Uji kekuatan sirip dengan poros berdiameter 16 mm. Pengujian as 16 mm 5 menit t (menit) μs 1 90 2 90 3 90 4 90 5 90 0 ∠ awal 0 ∠ akhir 10 menit t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir 15 menit t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
∠ puntir 7 7 7 7 7
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 0 0
∠ puntir 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 0 0
∠ puntir 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
μs
90 90 90 90 90 0 0
90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 0 0
90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 0 0
∠ puntir 7 7 7 7 7
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
μs
90 90 90 90 90 0 0
90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 0 0
90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 89 91 91 90 0 0
64
∠ puntir 7 7 7 7 7
∠ puntir 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
∠ puntir 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
Lampiran 13. Uji kekuatan sirip dengan poros berdiameter 18 mm. Pengujian as 18 mm 5 menit t (menit) μs 1 91 2 91 3 91 4 91 5 91 0 ∠ awal 0 ∠ akhir 10 menit t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir 15 menit t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
∠ puntir 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 91 91 91 91 91 91 91 91 91 0 0
∠ puntir 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir
μs
μs 90 90 89 90 90 91 91 91 90 91 90 90 91 90 89 0 0
∠ puntir 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
μs
91 90 91 91 90 0 0
90 90 90 91 90 90 90 90 91 91 0 0
91 90 90 90 90 89 90 90 90 90 90 90 90 90 90 0 0
∠ puntir 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∠ awal ∠ akhir
μs
∠ puntir 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
t (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 ∠ awal ∠ akhir
μs
90 91 91 91 91 0 0
91 90 91 91 91 91 90 91 91 90 0 0
89 89 90 90 90 89 90 89 90 89 90 89 90 90 89 0 0
65
∠ puntir 4 4 4 4 4
∠ puntir 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
∠ puntir 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
66
67
68
69
70