KEKUATAN ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Oleh : H. ENJU JUANDA, S.H., M.H. *) ABSTRACT That in the process of settlement of disputes of civil parties to a dispute must be able to prove that the disputed object is a right and not a right of the other party. The evidence in the civil case is covering Local Examination (Article 153 HIR), Statement of Expert (Article 154 HIR) and evidence as mentioned in Article 164 HIR which include written evidence, witness evidence, suspicions, Recognition and Oath. The respective strengths that evidence vary from one to another example of the authentic, Recognition and Oath sworn perfect proofing witnesses while evidence of proof strength and foreboding force of proof under the authority of the judge. ABSTRAK Bahwasannya dalam proses penyelesaian sengketa keperdataan para pihak yang bersengketa harus dapat membuktikan objek yang dipersengketakan adalah merupakan haknya dan bukan merupakan hak pihak lain. Adapun alat bukti dalam proses perkara perdata adalah meliputi Pemeriksaan Setempat (Pasal 153 HIR), Keterangan Ahli (Pasal 154 HIR) dan alat bukti sebagaimana disebutkan dalam Pasal 164 HIR yang meliputi Bukti Tertulis, Bukti Saksi, Persangkaan, Pengakuan dan Sumpah. Kekuatan masing-masing alat bukti tersebut berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya misalnya Akta Otentik, Pengakuan dan Sumpah bersumpah pembuktian sempurna sedangkan alat bukti saksi kekuatan pembuktiannya dan persangkaan kekuatan pembuktiannya menjadi kewenangan hakim. 1.1.
Arti Membuktikan Bahwasannya
keperdataan
para
bersengketa
mereka
pengadilan
penyelesaian
sengketa
proses
keperdataan merupakan tahapan yang
persengketaan
penting untuk dilakukan para pihak yang
pihak
bersengketa.
dalam
penyelesaian
agar
proses
yang
mengharapkan
Membuktikan adalah meyakinkan
memutuskan
hakim tentang kebenaran dalil atau
pihaknyalah yang berhak atas objek
dalil-dalil
yang
Sehubungan
suatu persengketaan, (R. Subekti,1983 :
dengan hal tersebut, maka para pihak
7) atau memberi dasar-dasar yang
harus
cukup kepada hakim yang memeriksa
dipersengketakan. dapat
membuktikan
objek
yang
perkara
merupakan hak pihak lawan, sehingga
memberi kepastian tentang kebenaran
dengan demikian
peristiwa
yang
bersangkutan
dalam
sengketa merupakan haknya dan bukan pembuktian dalam
yang
dikemukakan
diajukan
guna
(Sudikno
Mertokusumo, 1998 : 109). *)
Dosen Fakultas Hukum Universitas Galuh.
27
1.2.
Beban Pembuktian dan Resiko
Atas
dasar
pembuktian
yang
Pembuktian
diberikan oleh para pihak maka hakim
Apabila Penggugat menghendaki
akan
menjatuhkan
objek yang menjadi sengketa ditetapkan
kepada
oleh
hakim
haknya,
pembuktian lengkap atau sempurna
maka
Penggugat
dapat
yaitu apabila hakim berdasarkan bukti
membuktikan gugatannya dan begitu
yang telah diajukan peristiwa yang
pula
harus dibuktikan dianggap sudah pasti
menjadi
sebaliknya
harus
apabila
Tergugat
menghendaki diputuskan oleh Hakim
maka
Tergugat
harus
yang
memberikan
atau benar.
sebagai pihak yang berhak atas objek sengketa,
pihak
keputusannya
Namun meskipun bukti sudah dianggap lengkap atau sempurna masih
menyangkal atas gugatan Penggugat
dapat
dan harus dapat membuktikan bahwa
oleh pihak lawan yaitu apabila pihak
sangkalannya adalah benar.
lawan
Membuktikan bagi para pihak
dipatahkan
tersebut
kesempurnaannya
dapat
ketidakbenaran
membuktikan
peristiwa
tersebut.
merupakan hal yang penting untuk
Sedangkan terhadap bukti yang bersifat
mempertahankan sesuatu hak apabila
menentukan atau memutuskan tidak
ada pihak lainnya yang sama-sama
dimungkinkan untuk dilumpuhkan oleh
mengakui hak tersebut, hal itu secara
pihak
tegas ditentukan dalam Pasal 163 HIR,
pembuktian
yang menyatakan sebagai berikut :
Sumpah Pemutus (Decisoir) tidak dapat
lawan,
misalnya
yang
dilakukan
terhadap dengan
Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.
dilumpuhkan pihak lawan (Pasal 177
Berdasarkan
orang lain, undang-undnag menentukan
ketentuan
pasal
HIR).
1.3.
Macam-macam Alat Bukti Untuk
alat-alat
yang harus membuktikan adalah pihak
dalam
Penggugat,
perdata
Pengugat
yang
harus
tidak
hanya
hak
seseorang atau untuk membantah hak
tersebut di atas, tampaknya pihak utama
padahal
meneguhkan
bukti yang dapat proses adalah
penyelesaian
diajukan perkara
sebagaimana
yang
membuktikan
disebutkan dalam Pasal 164 HIR yang
dalilnya, melainkan Tergugat juga harus
terdiri dari Bukti tertulis, Bukti Saksi,
membuktikan dalilnya.
Persangkaan, Pengakuan dan Sumpah.
28
Selain alat bukti yang tercantum
hukum pembuktian dikenal tiga jenis
dalam Pasal 164 HIR juga terdapat alat
surat, yaitu sebagai berikut :
bukti lain yaitu Pemeriksaan Setempat
a. Akta Otentik
(Descente) diatur Pasal 153 HIR dan
b. Akta Dibawah Tangan
Saksi Ahli (Expertise) diatur Pasal 154
c. Surat Bukan Akta
HIR.
Kekuatan
mengikat
bukti
Menurut A Pitlo, akta adalah
tersebut berbeda antara yang satu
suatu surat yang ditandatangani,
dengan yang lainnya, karena alat bukti
diperbuat untuk dipakai sebagai bukti
tersebut
dan untuk dipergunakan oleh orang
ada
yang
alat
berkekuatan
mengikat kepada hakim dan ada pula
untuk
yang tidak mengikat kepada hakim
dibuat (Teguh Samudra, 1992 : 37).
melainkan kepada
diserahkan
kewenangan
mendapatkan
sepenuhnya hakim.
pemahaman
keperluan
siapa
Sudikno
surat
itu
Mertokusumo,
Untuk
mengatakan bahvva akta adalah
terhadap
surat yang diberi tanda tangan yang
alat-alat bukti tersebut di atas kiranya
memuat
dapat diuraikan sebagai berikut :
dasar suatu hak atau perikatan, yang
1. Bukti Tertulis
dibuat sejak semula dengan sengaja
Mengenai alat bukti tertulis
peristiwa
yang
menjadi
untuk pembuktian. Jadi untuk dapat
pengaturannya terdapat dalam Pasal
digolongkan
138, 165, 167 HIR, Stbl 1867 Nomor
surat harus ditandatangani, hal itu
29.
sebagaimana Yang
tertulis
atau
dimaksud surat
alat
ialah
bukti
sebagai
akta,
disebutkan
maka
dalam
Pasal 1869 KUH Perdata.
segala
Adapun
fungsi
dari
tanda
sesuatu yang memuat tanda-tanda
tangan dalam suatu akta adalah
bacaan yang dimaksudkan untuk
untuk
mencurahkan isi hati atau buah
guna membedakan antara akta yang
pikiran seseorang dan dipergunakan
dibuat oleh seseorang dengan yang
sebagai pembuktian.
dibuat orang lainnya.
Surat
sebagai
alat
memudahkan
indentifikasi
bukti
Sebagaimana disebutkan di
tertulis dapat dibedakan dalam akta
atas bahwa menurut bentuknya akta
dan surat bukan akta, selanjutnya
terdiri dari Akta Otentik dan akta
Akta itu sendiri terdiri dari Akta
dibawah tangan. Menurut Sudikno
Otentik dan Akta Dibawah Tangan,
Mertokusumo
sehingga dengan demikian dalam
dengan akta otentik adalah akta
yang
dimaksud
29
yang dibuat oleh pejabat yang diberi
Pencatat Sipil, sehingga surat yang
wewenang untuk itu oleh penguasa,
dikeluarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang
bersangkutan seperti Akta Notaris,
telah
dengan
Vonis, Berita Acara Sidang, Berita
maupun tanpa bantuan dari yang
Acara Penyitaan, Akta Perkawinan,
berkepentingan yang mencatat apa
Akta Kelahiran adalah merupakan
yang
Akta Otentik.
ditetapkan,
baik
dimintakan
didalamnya
untuk
dimuat
oleh
yang
berkepentingan.
Akta
oleh
pejabat
otentik
itu
yang
sendiri
menurut Pasal 165 HIR terdiri dari
Sedangkan
dalam
HIR
dua, yaitu :
tentang akta otentik terdapat dalam
1. Akta yang dibuat oleh pejabat.
Pasal 165 menyatakan : akta otentik
Dalam hal ini merupakan akta
yaitu suatu surat yang diperbuat oleh
yang dibuat oleh pejabat yang
atau dihadapan pegawai umum yang
berwenang untuk itu dengan ma
berkuasa
membuatnya,
na pejabat tersebut menerangkan
mewujudkan bukti yang cukup bagi
apa yang dilihat serta apa yang
kedua belah pihak dan ahli warisnya
diketahuinya.
serta sekalian orang yang mendapat
tidak berasal dari orang yang
hak
namanya
akan
dari padanya
yaitu tentang
Jadi
inisiatifnya
diterangkan
didalam
segala hal vang tersebut dalam surat
akta itu. Contohnya berita acara
itu dan juga tentang yang tercantum
yang dibuat oleh polisi, berita
dalam
acara persidangan yang dibuat
surat
pemberitahuan
itu saja
sebagai tetapi
yang
tersebut kemudian Itu hanya sekedar yang
diberitahukan
itu
oleh panitera pengganti. 2. Akta
yang
dibuat
dihadapan
langsung
pejabat yang diberi wewenang
berhubungan dengan pokok dalam
untuk itu adalah akta yang dibuat
akta itu.
oleh pejabat
atas permintaan
Atas dasar dari pengertian di
pihak-pihak yang berkepentingan.
atas, maka dapat disebutkan unsur
Contohnya akta notaris tentang
pokok akta otentik yaitu akta yang
jual beli atau sewa menyewa.
dibuat oleh dan atau dihadapan pejabat
perbedaan
antara akta yang dibuat oleh dan
Notaris,
akta yang dibuat dihadapan pejabat
Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai
yang berwenang adalah sebagai
umum
yang
jelasnya
dimaksud
pejabat
umum
Untuk
misalnya
30
berikut (Teguh Samudra, 1992:42-
ketidakbenarannya
43) :
dibuktikan. Pada akta otentik yang dibuat
oleh pejabat umum :
tidak
dapat
Hal itu disebabkan karena akta otentik itu dibuat oleh pejabat
-
Inisiatif datang dari para pihak.
yang terikat pada syarat-syarat dan
-
Pihaknya
mengetahui
benar
ketentuan-ketentuan dalam undang-
hal-hal
yang
undang, sehingga hal itu cukup
tentang dikemukakan
dalam
akta
(isi
akta). Pada
akta
otentik
yang
dibuat
dihadapan pegawai umum -
-
merupakan
jaminan
dapat
dipercayainya
pejabat
tersebut,
maka isi dari akta otentik itu cukup dibuktikan
oleh
akta
itu.
Jadi
Pegavvai umum tidak pernah
dianggaplah bahwa akta otentik itu
memulai inisiatifnya.
dibuat
Pegawai umum tidak tahu benar
seperti yang dilihat oleh pejabat itu
kebenaran
sampai dibuktikan sebaliknya.
dari
hal-hal
yang
dikemukakan oleh keclua belah
sesuai dengan kenyataan
Mengenai
pihak yang hadir dihadapannya
pembuktian
(isi dari akta).
diklasifikasikan
Akta otentik merupakan bukti
kekuatan
akta
otentik, sebagai
dapat berikut
(Retnowulan Sutantio dan Iskandar
yang cukup, hal itu berarti bahwa
Oeripkartawinata, 1997 : 67-68) :
dengan dihaturkannya akta kelahiran
1. Kekuatan
pembuktian
formil.
anak misalnya, sudah terbukti secara
Membuktikan antara para pihak
sempurna tentang kelahiran anak
bahwa
tersebut dan perihal itu tidak perlu
menerangkan apa yang ditulis
penambahan pembuktian lagi. Atau
dalam akta tersebut.
dengan
kata
lain
akta
otentik
2. Kekuatan
mereka
pembuktian
sudah
materiil.
berkekuatan pembuktian sempurna
Membuktikan antara para pihak
yang berarti bahwa isi akta tersebut
bahwa
oleh hakim dianggap benar kecuali
yang tersebut dalam akta itu telah
apabila diajukan bukti lawan yang
terjadi.
kuat. Jadi hakim harus mempercayai
3. Kekuatan
benar-benar
peristiwa
mengikat.
apa yang tertulis dalam akta itu dan
Membuktikan antara para pihak
harus
dan pihak ketiga bahwa pada
dianggap
benar
selama
tanggal yang tersebut dalam akta
31
yang
bersangkutan
menghadap
kepada
telah
Apabila tanda tangan yang
pegawai
terdapat dalam akta dibawah tangan
umum tadi dan menerangkan apa
disangkal
yang ditulis dalam akta tersebut,
menandatangani akta tersebut, maka
oleh karena
pihak
menyangkut pihak
oleh
yang
pihak
yang
mengajukan
akta
ketiga, maka disebutkan bahwa
dibawah tangan itu harus berusaha
akta otentik mempunyai kekuatan
membuktikan
pembuktian keluar (orang luar).
tangan itu dengan kata lain apabila
kebenaran
tanda
Akta dibawah tangan adalah
tanda tangan disangkal, maka hakim
akta yang sengaja dibuat untuk
harus memeriksa kebenaran tanda
pembuktian oleh para pihak tanpa
tangan tersebut.
bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata
dibuat
antara
para
pihak yang berkepentingan.
Dengan sempurna dibawah
berkekuatan
maka tangan
Akta
dibawah
tangan
kekuatan
mempunyai
kekuatan
hukum
(sebagaimana
bukti
terhadap itu
seperti
akta
mempunyai
akta
otentik
dikemukakan
sempurna apabila tanda tangan yang
Retnowulan Sutantio di atas) kecuali
tercantum
tidak mempunyai kekuatan mengikat
dalam
akta
dibawah
tangan diakui oleh para pihak yang
kepada pihak ketiga.
membuatnya. Hal itu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Stbl 1867
2. Bukti Saksi Saksi
Nomor 29 yang menentukan apabila tanda tangan yang tercantum dalam akta dibawah tangan diakuti oleh yang
membuatnya,
dibawah hukum
tangan sempurna
itu
maka
akta
berkekuatan seperti
akta
otentik. Cara mengakui tanda tangan
memberikan
tanda tangan saya dan isi tulisan itu adalah benar (Wirjono Prodjodikoro, 1982 :110).
orang
yang
keterangan/kesaksian
di depan pengadilan mengenai apa yang mereka ketahui, lihat sendiri, dengar sendiri atau alami sendiri, yang dengan kesaksian itu akan menjadi jelas suatu perkara (Darwan Prinst, 1996 : 181). Kesaksian adalah kepastian
tersebut adalah pengakuan yang berbunyi : tanda tangan itu betul
adalah
yang
diberikan
dipersidangan
kepada tentang
hakim peristiwa
yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan
secara
lisan
dan
32
pribadi oleh orang yang bukan salah
hakim
satu pihak
1998:138).
dalam perkara
yang
dipanggil di persidangan (Sudikno Mertokusumo, 1998 : 135).
(Sudikno
Mertokusumo,
Akan tetapi keterangan dari pendengaran
dapat
dipergunakan
Kesaksian ini adalah wajar
untuk menyusun persangkaan atau
dan penting. Wajar karena dalam
untuk memperlengkapi keterangan
pemeriksaan di pengadilan sudah
saksi-saksi
selayaknya
Berdasarkan
untuk
didengar
yang
bisa
dipercaya.
hal
itu.
pendapat
keterangan pihak ketiga yang tidak
bahwa saksi de auditu sama sekali
termasuk
tidak berarti adalah keliru. Karena
dalam
bersengketa.
pihak
yang
Penting
karena
kesaksian
de
auditu
dapat
seringkali di jumpai dalam praktek
dipergunakan
tidak ada bukti tertulis atau alat bukti
persangkaan (Retnowulan Sutantio
yang lainnya. Hal ini disebabkan
dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997
karena
: 74).
Hukum
terutama Adat/
dalam
suasana
Masyarakat
Adat
sebagai
sumber
Untuk membuktikan sesuatu
dalam melakukan perbuatan hukum
dengan
dilakukan secara lisan.
kurangnya harus didukung oleh dua
Keterangan
maka
sekurang-
saksi
orang saksi, karena dalam Hukum
harus disampaikan secara lisan dan
Acara Perdata terdapat asas Unus
pribadi artinya tidak boleh diwakilkan
Testis Nulus Testis artinya satu saksi
kepada
bukan saksi (Pasal 169 HIR).
orang
seorang
saksi
lain
dan
harus
dikemukakan secara lisan disidang pengadilan.
Sehingga
Pasal 171 HIR menentukan
kesaksian
bahwa agar keterangan saksi dapat
yang didengar dari orang lain yang
dipercaya, maka saksi juga harus
disebut
auditu
dapat menjelaskan sebab musabab
tidak
sehingga saksi mengetahui peristiwa
testimonium
adalah
de
umumnya
diperkenankan, karena keterangan itu
tidak
peristiwa
berhubungan yang
dialami
yang diterangkannya.
dengan sendiri.
Kesaksian
tidak
mengikat
kepada hakim dan untuk
dapat
Dengan demikian maka saksi de
tidaknya seorang saksi dipercaya
audtiu bukan merupakan alat bukti
menurut Pasal 172 HIR menentukan
dan
bahwa
tidak
perlu
dipertimbangkan
dalam
mempertimbangkan
nilai kesaksian harus diperhatikan
33
kesesuaian antara saksi yang satu dengan
saksi
yang
lainnya,
kesesuaian kesaksian dengan apa yang diketahui dari segi lain tentang perkara
yang
disengketakan,
pertimbangan yang mungkin ada pada
saksi
untuk
memberikan
kesaksian, cara hidup, adat istiadat serta harkat dan martabat saksi dalam
masyarakat
sesuatu
dan
yang
mempengaruhi
segulu sekiranya
tentang
dapat
tidaknya dipercayai seorang saksi. Pada prinsipnva setiap orang boleh jadi saksi kecuali bagi orangorang tertentu yang tidak dapat didengar sebagai
sebagai berikut
saksi,
yaitu
(Sudikno
Mertokusumo, 1998 : 141-142) : 1. Ada segolongan orang yang dianggap tidak mampu untuk bertindak sebagai saksi. Mereka ini dibedakan antara mereka yang dianggap tidak mampu secara mutlak dan mereka yang dianggap tidak mampu secara nisbi. a. Mereka yang tidak mampu secara mutlak (absolut). Hakim dilarang untuk mendengar mereka ini sebagai saksi. Mereka adalah : 1) Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak (Pasal 145 ayat (1) sub 1 HIR, 172 ayat (1) sub I RBg 1910 alinea I BW). Adapun alasan pembentuk
undang-undang memberikan batasan ini adalah sebagai berikut : - Bahwa mereka ini pada umumnya dianggap tidak cukup obyektif apabila didengar sebagai saksi. - Untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang baik, yang mungkin akan retak apabila mereka ini memberi kesaksian. - Untuk mencegah timbulnya tekanan bathin setelah memberi keterangan. Akan tetapi menurut Pasal 145 ayat (2) HIR (Pasal 172 ayat (2) RBg, 1910 alinea 2 BW) mereka ini tidak boleh ditolak sebagai saksi dalam perkara yang menyangkut kedudukan keperdataan dari para pihak atau dalam perkara yang menyangkut perjanjian kerja. Pasal 1910 alinea 2 sub 2 dan 3 BW menambahkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan pemberian nafkah dan penyelidikan tentang hal-hal yang menyebabkan pencabutan kekuasaan orang tua dan perwalian. Dalam hubungan ini mereka ini tidak berhak mengundurkan diri dari memberi kesaksian. 2) Suami salah
atau isteri dari satu pihak,
34
meskipun sudah bercerai (Pasal 145 ayat ( 1) sub 2 HIR, 172 ayat (1) sub 3 RBg, 1910 alinea 1 BW). b. Mereka yang tidak mampu sccara nisbi (relatif). Mereka ini boleh didengar, akan tetapi tidak sebagai saksi. Termasuk mereka yang boleh didengar, akan tetapi tidak sebagai saksi, yaitu : 1) Anak-anak yang belum mencapai umur 15 tahun (Pasai 145 ayat (1) sub 3 jo ayat (4) HIR, Pasal 172 ayat (1) sub 4 jo 173 RBg, 1912 BW). 2) Orang gila meskipun kadang-kadang ingatannya terang atau sehat (Pasal 145 ayat (1) sub 4 HIR, 172 ayat (1) sub 5 RBg, 1912 BW. Mereka yang diletakkan di bawah pengampuan karena boros dianggap cakap bertindak sebagai saksi. Keterangan mereka ini hanyalah boleh dianggap sebagai penjelasan belaka. Untuk memberi keterangan tersebut mereka tidak perlu disumpah (Pasal 145 ayat (4) HIR, 173 RBg. Ada segolongan orang yang atas
permintaan
mereka
sendiri
dibebaskan dari kewajibannya untuk memberi kesaksian. Mereka yang boleh mengundurkan diri ini adalah (Pasal 146 HIR, 174 RBg, 1909 alinea
2
BW
verschoningsrecht).
:
hak
ingkar,
a. Saudara laki-laki dan perempuan serta
ipar
laki-laki
dan
perempuan dari salah satu pihak. b. Keluarga
sedarah
keturunan
yang
menurut lurus
dan
saudara laki-laki dan perempuan daripada suami atau isteri salah satu pihak. c. Semua
orang
yang
karena
martabat, jabatan atau hubungan kerja
yang
sah
diwajibkan
mempunyai rahasia, akan tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang sah saja. Hal
ini
bahwa
mengingat didalam
sering
kenyataan masyarakat
kita
terpaksa
mempercayakan menyangkut orang
hal-hal
pribadi
yang kepada
tertentu.
mengundurkan berlaku peristiwa kepada
diri
terhadap yang orang
merahasiakannya
Hak ini
hanya
peristiwadipercayakan
yang
harus
berhubung
dengan martabat, jabatan atau hubungan
yang
sah.
Hak
mengundurkan diri ini diberikan kepada dokter, advocaat, notaris dan polisi. Bagi seorang saksi yang dipanggil
kepersidangan
di
35
pengadilan
melekat
bahwa anak tersebut adalah anak angkat dari A dan B.
tiga
kewajiban yaitu sebagai berikut : 1. Kewajiban untuk menghadap.
Untuk dapat dijadikan alat
2. Kewajiban untuk bersumpah.
bukti,
3. Kewajiban
dengan
untuk
memberi
keterangan.
persangkaan satu
tidak
persangkaan
dapat saja.
Tetapi harus terdiri dari beberapa persangkaan, memang hal itu tidak
3. Persangkaan
diatur secara tegas dalam HIR akan
Dalam HIR yang menyangkut
tetapi hal itu menurut Subekti bahwa
persangkaan terdapat dalam Pasal
pasal-pasal yang mengatur bahwa
173 dan dalam pasal tersebut tidak
satu saksi bukan saksi harus juga
dijelaskan
dimaksud
dianggap berlaku bagi persangkaan
hanya
sehinga dalam hal ini hakim dilarang
ditentukan bahwa persangkaan itu
mengabulkan gugatan hanya dengan
dapat digunakan sebagai alat bukti
berdasarkan pada satu persangkaan
apabila persangkaan itu penting,
saja. Hal itu dapal disimpulkan dari
seksama,
kalimat terakhir Pasal 173 HIR yang
apa
persangkaan
yang karena
tertentu
dan
ada
persesuaian satu sama lainnya. Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata yang dimaksud
persangkaan
berbunyi : ... dan bersetujuan satu dengan yang lain.... Dari kalimat itu berarti harus
adalah
terdiri dari beberapa persangkaan
kesimpulan yang ditarik dari suatu
yang satu dengan lainnya saling
peristiwa
berhubungan.
yang
telah
dianggap
terbukti atau peristiwa yang dikenal,
Menurut
llmu
Pengetahuan
kearah suatu peristiwa yang belum
persangkaan dibagi menjadi dua,
terbukti.
yaitu (Sudikno Mertokusumo, 1995 :
Misalnya : Apabila seorang anak telah dipelihara, dikhitan serta dikawinkan oleh keluarga A dan meskipun ia sesungguhnya adalah keluarga lain tetapi juga anak tersebut memanggil mak dan Bapak kepada A dan B, hal itu akan memberikan persangkaan kepada hakim
146-147) : 1. Persangkaan berdasarkan kenyataan (feitelijke atau rechtlijke vermoedens, praesumptiones facti). Pada persangkaan ini hakimlah yang memutuskan berdasarkan kenyataannya apakah mungkin dan sampai sejauhmana kemungkinannya untuk membuktikan suatu peristiwa
36
tertentu dengan membuktikan peristiwa lain. Misalnya : peristiwa A diajukan, maka hakim memutuskan apakah peristiwa B ada hubungannya yang cukup erat dengan peristiwa A untuk menganggap peristiwa A terbukti dengan terbuktinya peristiwa B. 2. Persangkaan berdasarkan hukum undang-undang (wettelijke atau rechtsvermoedens, praesumptiones juris). Pada persangkaan ini maka undangundanglah yang menerapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dan harus dibuktikan dengan peristiwa yang tidak diajukan. Sangkaan berdasarkan hukum dibagi dua, yaitu : - preasumptiones juris tantum
-
yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang memungkinkan pembuktian lawan. Preasumptions juris et de jure, yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang tidak memungkinkan pembuktian lawan. Apabila kita hubungkan
dengan
persangkaan
tersebut
di
atas, maka menurut Pasal 173 HIR hanya
menyebut
sebagai
lagi
apabila
kita
menengok ketentuaan Pasal 1915 Kitab
Undang-undang
Hukum
Perdata yang menentukan bahwa persangkaan kesimpulan
adalah yang
kesimpulan-
oleh
peristiwa lain yang belum terang kenyataannya. Jadi Kitab
menurut
Pasal
1915
Undang-undang
Perdata
dikenal
persangkaan yang
Hukum
adanya
yaitu
didasarkan
dua
persangkaan atas
undang-
undang (praesumptiones juris) dan persangkaan berdasarkan kenyataan (praesumtiones factie). Kekuatan
pembuktian
persangkaan adalah sebagaimana dikemukakan Muhammad bahwa
oleh
Abdulkadir
yang
menyatakan
pembuktian
dengan
persangkaan berdasarkan kenyataan tidak bersifat memaksa, terserah pada kebijaksanaan hakim untuk menggunakan atau tidak, sedangkan terhadap
persangkaan
hukum
(undang-undang)
mempunyai bersifat
kekuatan
memaksa,
ditentukan
secara
menurut ia
bukti
yang
karena
telah
tegas
dalam
undang-undang (Pasal 1916 Kitab
persangkaan menurut kenyataan. Lain
peristiwa yang terang nyata kearah
undang-
undang atau hakim ditarik dari suatu
Undang-undang
Hukum
Perdata)
jadi hakim terikat kepadanya, Persangkaan yang ditentukan Pasal 1916 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata
adalah
sebagai
berikut : 1. Perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal,
37
karena dari sifat dan keadaannya
pihak
saja
sebenarnya tidak usah dibuktikan
untuk
dapat
diduga
menghindari
dilakukan ketentuan-
ketentuan undang-undang.
lagi
(Retnowulan
dalil
tersebut
Sutantio
dan
80).
undang-undang dapat dijadikan guna
maka
Iskandar Oeripkartawinata, 1997 :
2. Peristiwa-peristiwa yang menurut
kesimpulan
lain,
Atau
seperti
pula
yang
menerapkan
dikemukakan A Pitlo sebagai berikut
hak pemilikan atau pembebasan
bahwa dengan mengaku, maka para
dari utang.
pihak telah memungkinkan hakim
3. Kekuatan yang diberikan oleh
memberikan pendapatnya tentang
undang-undang kepada putusan
obyek dari pengakuan, jadi hakim
hakim.
tidak akan menyelidiki kebenaran
4. Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang
kepada
pengakuan atau sumpah oleh salah satu pihak.
dari
suatu
pengakuan
(Teguh
Samudra, 1992 : 83). Ahli lain yang menyatakan pengakuan bukan alat bukti adalah yang menyebutkan bahwa apabila
4. Pengakuan
dalil-dalil yang dikemukakan oleh
Pengakuan
HIR
pihak diakui oleh pihak lawan, maka
dalam
pihak yang mengemukakan dalil-dalil
Pasal-pasal 174, 175 dan Pasal 176.
itu tidak usah membuktikannya (R.
Apabila kita melihat ketentuan Pasal
Subekti, 1997 : 49).
pengaturannya
dalam terdapat
164 HIR, maka jelas pengakuan
Undang-undang
tidak
menurut undang-undang merupakan
menjelaskan apa yang dimaksud
salah satu alat bukti dalam proses
dengan pengakuan, maka kita harus
penyelesaian perkara perdata.
mencarinya dalam doktrin seperti
Akan
tetapi
meskipun
yang dikemukakan A. Pitlo sebagai
demikian para ahli hukum banyak
berikut
mengatakan
pengakuan
keterangan sepihak dari salah satu
bukan merupakan alat bukti, dengan
pihak dalam suatu perkara dimana ia
alasan
tepat
mengakui apa yang dikemukakan
menamakan pengakuan sebagai alat
oleh pihak lawan atau sebagian dari
bukti, karena justru apabila dalil
apa yang dikemukakan oleh pihak
salah satu pihak telah diakui oleh
lawan (Teguh Samudra 1992 : 83).
bahwa
bahwa
kurang
pengakuan
adalah
38
Hukum
Acara
Perdata
Menurut
Pasal
174
HIR
mengenal dua macam Pengakuan
menentukan bahwa pengakuan yang
yaitu Pengakuan yang dilakukan di
dilakukan
di
depan sidang dan Pengakuan yang
mempunyai
kekuatan
dilakukan diluar sidang.
sempurna
Pengakuan yang dilakukan di depan
sidang
keterangan maupun
merupakan
sepihak
lisan
baik
yang
tertulis
tegas
dan
depan
dan
sidang
pembuktian
mengikat
bahkan
menurut Pasal 1916 ayat (2) Nomor 4
Kitab
Undang-undang
Hukum
Perdata bersifat menentukan dan tidak memungkinkan bukti lawan.
dinyatakan oleh salah satu pihak
Hal itu berarti bahwa hakim
dalam perkara dipersidangan yang
harus menganggap dalil-dalil yang
membenarkan baik seluruhnya atau
telah
sebagian dari suatu peristivva, hak
meskipun pada kenyataannya hal
atau hubungan hukum yang diajukan
tersebut tidak benar, akan tetapi
oleh lawannya yang mengakibatkan
dengan adanya pengakuan tersebut
pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim
gugatan yang didasarkan atas dalil-
tidak
dalil
diperlukan
lagi
(Sudikno
Mertokusumo, 1998 : 149). Pengakuan
ini
diakui
itu
itu
harus
Sedangkan dapat
dilakukan
adalah
dikabulkan.
pengakuan diluar
sidang
yang adalah
dilakukan baik langsung oleh yang
keterangan
bersangkutan maupun oleh orang
salah
lain yang diberi kuasa khusus untuk
perkara perdata diluar sidang untuk
itu baik secara lisan maupun tulisan
membenarkan
dalam jawaban. Dalam mengakui
pernyataan
sesuatu hal di depan hakim haruslah
dibenarkan oleh lawannya dapat
berhati-hati karena pengakuan yang
dilakukan dengan lisan dan tulisan.
dilakukan di depan sidang tidak
yang
benar
satu
Menurut
pihak
diberikan
oleh
dalam
suatu
pernyataandalil-dalil
Pasal
yang
175
HIR
dapat ditarik kembali kecuali apabila
pengakuan di luar sidang kekuatan
ia
bahwa
pembuktiannya diserahkan kepada
pengakuannya adalah akibat dari
kebijaksanaan hakim atau dengan
kekhilafan tentang fakta-takta (Pasal
kata lain pengakuan diluar sidang
1926 Kitab Undang-undang Hukum
merupakan bukti bebas bagi hakim,
Perdata).
hal itu berarti bahwa hakim leluasa
dapat
membuktikan
untuk memberi kekuatan pembuktian
39
atau pula hanya menganggap bukti permulaan. Dengan demikian pengakuan di luar sidang baik lisan maupun tulisan
merupakan
bukti
bebas
dengan perbedaan sebagai berikut bahwa terhadap pengakuan diluar sidang secara tertulis tidak usah dibuktikan
lagi
tentang
adanya
pengakuan tersebut, sedangkan bagi pengakuan dilakukan
diluar
sidang
secara
lisan,
yang apabila
dikehendaki agar dianggap terbukti adanya pengakuan semacam itu harus dibuktikan lebih lanjut dengan saksi
atau
Pengakuan ditarik
alat
bukti
diluar
lainnya.
sidang
kembali
dapat
(Sudikno
Mertokusumo, 1998 : 154).
pengetahuan
menjadi
tiga,
diklasifikasikan yaitu
disertai dengan sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan Misalnya penggugat menyatakan bahwa tergugat telah membeli rumah dari penggugat seharga Rp. 5.000.000,00, tergugat mengaku telah membeli rumah dan penggugat tetapi bukan Rp 5.000.000,00 melainkan Rp 3.000.000,00. Jadi pengakuan dengan kualitlkasi adalah jawaban tergugat yang sebagian pengakuan dan sebagian sangkalan. 3. Pengakuan dengan klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe). Yaitu pengakuan yang disertai dengan keterangan
Mengenai pengakuan dalam ilmu
2. Pengakuan dengan kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu qualifie) adalah pengakuan yang
(Sudikno
Menokusumo, 1998:151-152) : 1. Pengakuan murni (aveu pur et simple) yaitu pengakuan yang sifatnya sederhana dan sesuai sepenuhnya dengan tuntutan pihak lawan. Misalnya penggugat menyatakan bahwa tergugat telah membeli rumah dari penggugat dengan harga Rp 5.000.000,00, tergugat memberi jawaban bahwa ia membeli rumah penggugat dengan harga Rp 5.000.000,00.
tambahan yang bersifat membebaskan. Misalnya penggugat menyatakan bahwa tergugat telah membeli rumah penggugat seharga Rp. 5.000.000,00, tergugat mengakuai
telah
mengadakan
perjanjian jual beli rumah milik penggugat seharga Rp 5.000.000,00, tetapi ditambahkannya bahwa harga rumah telah dibayar lunas. Keterangan tambahan atau klausula umumnya seperti pembayaran pembebasan, kompensasi.
40
Jadi pengakuan dengan klausula merupakan pengakuan tentang hal pokok yang diajukan oleh penggugat, tetapi disertai dengan
tambahan
penjelasan
yang menjadi dasar penolakan gugatan. Ketiga tersebut
jenis
di
pengakuan
atas
dapat
diklasiflkasikan pengakuan
pula
menjadi bulat/murni
dan
pengakuan berembel-embel yang meliputi
pengakuan
dengan
klausula dan pengakuan dengan kualifikasi
(Retnowulan
dan
Iskandar Oeripkartawinata 1997 : 82-83). Dalam
hubungannya
dengan pengakuan berklausula dan
berkualifikasi
haruslah
diterima hakim secara bulat dan tidak boleh dipisah-pisahkan dari keterangan tambahannya. Hal itu sebagaimana ditetapkan Pasal 176
HIR
yang
A meminjam uang kepada B, tanpa suatu bukti apapun, jadi hanya didasarkan pada saling percaya belaka, akan tetapi A telah mengembalikan pinjaman tersebut kepada B. pembayarannya pun tidak disertai bukti pembayaran. Kemudian B menuntut lagi kepada A agar membayar utangnya. Disini A mengaku berhutang kepada B akan tetapi ia telah membayar lunas. Jika terjadi hal demikian dan tidak ada aturan Pasal 176 HIR (Pasal 1924 KUH Perdata), maka hakim dapat berbuat menerima pengakuan A tersebut dan A harus membuktikan bahwa ia sudah membayar, sedangkan hal ini sulit dibuktikan A karena tanpa adanya bukti pembayaran dan berarti akan memberatkan A, sebaliknya juga mengingat bahwa perjanjian utang piutang antara A dan B itu tidak ada buktinya, maka daripada A dikalahkan dengan memisahkan pengakuannva tadi akan lebih
mengandung
baik jika ia menolak seluruh
ajaran pengakuan tidak boleh
tuntutan B, karena dalam hal inipun apabila B diharuskan membuktikan adanya persetujuan pinjam meminjam uang yang telah diakui A, B-pun akan mendapatkan kesulitan besar mengingat perjanjian itu tidak ada alat buktinya, maka disini akan terlihat adanya kesulitan yang sama antara para pihak yaitu
dipisah-pisahkan
atau
dikenal
dengan asas onsplitbare aveu. Untuk mendapatkan pemahaman mengenai
penerapan
asas
onsplitbare aveu ini ada baiknya apabila kita melihat contoh yang disebutkan
Teguh
sebagai berikut :
Samudra
41
pihak B sulit membuktikan adanya persetujuan pinjam meminjam sedangkan A sulit membuktikan telah membayar utangnya disebabkan oleh keduanya tidak ada satupun alat pembuktian, maka sudah selayaknya jika hakim dalam hal ini mengikuti ketentuan Pasal 176 HIR.
Alat
bukti
sumpah
pengaturannya terdapat dalam Pasal 155-158, 177 HIR. Alat
bukti
sumpah
dapat
digunakan sebagai upaya terakhir dalam membuktikan kebenaran dari proses
perkara
perdata,
karena sepanjang alat bukti lainnya masih
dapat
sumpah
lebih
diupayakan baik
maka
ditangguhkan
religius
yang
digunakan
dalam
peradilan. Selanjutnva
dari
defiisi
sumpah tersebut di atas Sudikno Mertokusumo,
membagi
sumpah
menjadi dua, yaitu : a. Sumpah Promissoir yaitu sumpah
Sumpah suatu
khidmat
yang
pada
umumnya
pernyataan
yang
diberikan
atau
diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa dari Tuhan Yang Maha Esa dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya 1998:155).
tidak
melakukan
Termasuk
(Sudikno
Mertokumo,
sesuatu.
sumpah
adalah
sumpah
sumpah
(saksi)
promissioir saksi
ahli,
dan karena
sebelum memberikan kesaksian atau
pendapatnva
harus
diucapkan pernyataan atau janji akan memberi keterangan yang benar dan tidak lain daripada yang sebenarnya. b. Sumpah
penggunaannya.
adalah
merupakan tindakan yang bersifat
untuk berjanji melakukan atau
5. Sumpah
suatu
Jadi pada hakekatnya sumpah
Assertoir
atau
Confirmatoir yaitu sumpah untuk member!
keterangan
guna
meneguhkan bahvva sesuatu itu benar
demikian
Sumpah
atau
tidak.
confimatoir
ini
merupakan sumpah sebagai alat bukti karena fungsinya adalah untuk
meneguhkan
(confirm)
suatu peristiwa. Dalam Hukum Acara Perdala dikenal tiga macam sumpah sebagai alat bukti, yaitu (Sudikno Mertokumo, 1998 : 155-100) :
42
a. Sumpah Pelengkap (Suppletoir)
Karena
sumpah
suppletoir
diatur dalam Pasal 155 HIR 182
mempunyai fungsi menyelesaikan
RBg
yang
suatu perkara, maka mempunyai
diperintahkan oleh hakim karena
kekuatan bukti sempurna yang
jabatannya
masih
yaitu
sumpah
untuk
pembuktian
melengkapi
peristiwa
yang
memungkinkan
pembuktian pihak lawan. Pihak
menjadi sengketa sebagai dasar
yang
putusannya. Sumpah pelengkap
penambah/pelengkap tidak dapat
dibebankan oleh hakim kepada
mengembalikan sumpah itu untuk
salah
dibebankan
satu
pihak
untuk
dibebani
sumpah
kepada
pihak
melengkapi pembuktian peristiwa
lawannya, tetapi hanya dapat
yang menjadi sengketa sebagai
menerima atau menolak.
dasar putusannya, tetapi dalam
b. Sumpah Penaksiran (Aestimatoir,
hal ini hakim tidak bersifat wajib
Schattingseed),
untuk membebankannya tetapi
Pasal 155 H1R (Pasal 182 RBg,
dalam hal ini hanya mempunyai
Pasal 1940 KUH Perdata), yaitu
kewenangan.
dapat
sumpah yang diperintahkan oleh
diperintahkan sumpah suppletoir
hakim karena jabatannya kepada
kepada salah satu pihak harus
penggugat
ada
permulaan
jumlah
uang
terlebih dahulu, akan tetapi alat
Syarat
pembebanan
bukti
penaksiran
Untuk
pembuktian
itu
belum
mencukupi
sedangkan alat bukti lainnya tidak
pihak
mungkin
untuk
namun
sehingga
apabila
didapatkan ditambah
diatur
untuk
menentukan
ganti
kerugian. sumpah
adalah
tergugat jumlah
dalam
kesalahan
telah
terbukti,
kerugian
sulit
ditentukan.
dengan sumpah suppletoir hakim
Untuk
dapat menjatuhkan putusannya.
tersebut hakim karena jabatannya
Misalnya apabila dalam suatu
dapat
perkara perdata hanya ada satu
uang yang harus dibayar oleh
saksi saja, maka untuk menjadi
pihak
bukti sumpurna hakim berwenang
besarnya
untuk
memerintahkan
ditetapkan
untuk
melengkapi
tersebut.
sumpah
satu
saksi
mengatasi
persoalan
mengabulkan
tergugat,
sejumlah
sedangkan
kerugian atau
ditaksir
akan oleh
pengadilan, karena hal tersebut maka sumpah ini disebut sumpah
43
penaksir. telah
Misalnya : dalam hal
terjadi
kebakaran
yang
sumpah pemutus datangnya dari salah satu pihak dan ia pula yang
disebabkan oleh anak tergugat
menyusun rumusan sumpahnya.
dan
Apabila
barang-barang
penggugat
salah
satu
pihak
musnah sehingga sukar untuk
memerintahkan sumpah pemutus
menentukan
kepada pihak lawannya berarti
kerugian
yang
diderita oleh penggugat.
pihak tersebut dianggap sebagai
Jadi sumpah penaksir dilakukan
pihak yang melepaskan hak yang
untuk menentukan besarnya ganti
ada padanva, seolah-olah orang
rugi yang diminta penggugat dan
itu menyatakan kepada pihak
tentang adanya kerugian telah
lawannya sebagai berikut :
terbukti.
"Baiklah
Kekuatan
sumpah
pembuktian
penaksir berkekuatan
pembuktian
sempurna
masih
bersumpah
yang
dikalahkan"
memungkinkan
melakukan
dilumpuhkan pihak lawan. c. Sumpah
kalau
Pemutus
kamu
saya
berani
rela
untuk
perintah sumpah
untuk pemutus
dapat dikembalikan artinya pihak
(decisoir)
yang menerima perintah dapat
diatur dalam Pasal 156. 157, 177
menuntut
H1R, yaitu sumpah yang oleh
perintah itu dikembalikan dan
pihak
melalui
tidak berani bersumpah, maka ia
perantaraan hakim diperintahkan
akan dikalahkan. Dalam hal yang
kepada
untuk
demikian, maka terjadilah bahwa
pemutusan
senjata itu makan tuannva sendiri
yang
satu
pihak
lainnya
menggantungkan perkara tersebut.
Pelaksanaan
Maka
sungguh
dikatakan
mengakhiri
si
pemberi
(R.Subekti, 1969 : 19).
sumpah tersebut harus sunguhdapat
supaya
sccara
tegas
bahwa
dapat
siapa
yang
sumpah
atas
perkara, sehingga sumpah ini
melaksanakan
bersifat
menentukan
(litis
perintah lawannya, maka pada
decisoir).
Sumpah
deccisoir
dialah letak putusan kemenangan
merupakan upaya terakhir atau
dan berarti perkara itu dengan
dengan
sendirinya
senjata
kata
lain
pamungkas
menyelesaikan Inisiatif
merupakan
untuk
suatu
untuk perkara.
selesai
sebaliknya
apabila dia menolak melakukan sumpah,
maka
dialah
yang
membebani
44
dikalahkan
dalam
perkara
tersebut.
pihak yang bersengketa dalam perkara keperdataan membuktikan merupakan
Hal tersebut karena akibat mengucapkan
decisoir
untuk menentukan agar objek yang
adalah bahwa kebenaran peristiwa
dipersangkakan ditetapkan merupakan
yang dimintakan sumpah menjadi
haknya dan bukan merupakan hak pihak
pasti dan pihak lawan tidak boleh
lawannya.
membuktikan
sumpah
tahapan proses yang sangat penting
bahwa
sumpah
itu
palsu, tanpa mengurangi wewenang Jaksa
Penuntut
Umum
untuk
menuntut berdasarkan sumpah palsu yang diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Hukum
Pidana.
Oleh karena itu sumpah pemutus merupakan bukti sempurna bahkan bersifat
menentukan.
Sumpah
decisoir
harus
dilakukan
dipersidangan dan harus diiakukan
Harahap, Yahya M. Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag). Penerbit Pustaka, Bandung, 1990. Harahap, Krisna. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, PT Grafitri Budi Utami, Bandung, 1996. Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998.
dihadapan pihak lawannya. Tetapi berdasarkan
Pasal
381
HIR
pelaksanaan sumpah decisoir dapat berupa sumpah pocong, sumpah mimbar (sumpah gereja), sumpah kelenteng.
Dalam
hal
sumpah
pocong yang dilakukan di mesjid, pihak
yang
sumpah
akan
dibungkus
melaksanakan kain
kafan
seolah-olah yang bcrsangkutan telah meninggal dunia.
1.4.
Penutup Bahwasannya
berdasarkan
uraian tersebut di atas kiranya para
Muhamad, Abdulkadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Prinst, Darwan, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Prodjodikoro, Wirjono R. Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1982. Samudra, Teguh, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993. Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara
45
Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 1997. Subekti, R. Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1983. _______. Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1998. Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta. 2000. Tresna, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.
Sumber Perundang-undangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan Menjadi Undangundang.
46