Kejang Demam pada Anak Setyo Handryastuti
Divisi Neurologi Departemen IKA FKUI-RSCM UKK Neurologi IDAI
Pendahuluan Rekomendasi terus diperbaharui Indikasi LP, EEG,CT-scan/ MRI, laboratorium Indikasi terapi profilaksis
Obyektif Patogenesis
Definisi Klasifikasi Pemeriksaan penunjang Tatalaksana Prognosis
Patogenesis kejang demam • Sindrom epilepsi (FS, FS+, GEFS+) dengan dasar genetik – Mutasi genetik KCNQ2, KCNQ3 Benign neonatal familial convulsion (BFNC) – Mutasi genetik SCN1A, SCN2A,SCN1B dan GABRG2 GEFS+
• Fenotip tergantung dari modifikasi gen dan atau faktor lingkungan
– Efek temperatur terhadap kanal ion dan GABRG2 menurunkan ambang kejang FS dan GEFS + The FASEB J 2010; 23(1):703 www.up to date.com
Patogenesis kejang demam • Predisposisi genetik – Ambang kejang yang rendah
• Pirogen endogen : – Interleukin 1-β – Eksitabilitas neuron meningkat mudah kejang
• Faktor infeksi – Infeksi HHV 6 (36%), influenza, adenovirus, parainfluenza (6-18%), RSV, rotavirus (4-5%),
Matsuo M. Pediatr Neurol 2006;;34(4) 592-6: Haspolat S. J child Neurol 2002;17(10):749-51.
Definisi • Kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38 C. Demam disebabkan proses ekstra kranial. • Mayoritas terjadi pada hari pertama sakit • Bukan disebabkan infeksi SSP, gangguan metabolik, tidak pernah ada riwayat kejang tanpa demam. • Usia antara 6 bulan – 6 tahun, mayoritas usia 12-18 bulan. • KD pada anak > 6 tahun : Febrile seizure plus (FS+) • 2-4 % pada anak kurang dari 5 tahun Shinnar S. Febrile Seizures. Pediatric Neurology principle & practices 2012 Steering Committee on Quality Improvement and management, subcommittee on Febrile seizures. Pediatrics 2008;121:1281-6
Klasifikasi Kejang demam sederhana
• Kejang kurang dari 15 menit • Kejang umum tonik-klonik • Kejang tidak berulang
Kejang demam kompleks
• Kejang lebih dari 15 menit • Kejang fokal, fokal menjadi umum • Kejang berulang dalam 24 jam
ILAE, Comission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993;34:592-8 Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. Febrile seizures. 2002.1-20 .
Indikasi pungsi lumbal • AAP 1996 AAP 2011 • Harus dikerjakan : kecurigaan tanda dan gejala meningitis atau klinis mengarah ke infeksi SSP • Dipertimbangkan: bayi berusia 6-12 bulan dengan status imunisasi Haemophillus influenzae type B/ Streptococcus pneumoniae negatif atau tidak dapat dipastikan • Dipertimbangkan : pasien telah mendapat AB, karena AB dapat menutupi tanda dan gejala meningitis •
.Subcommittee on febrile seizures,American academy of pediatrics.Neurodiagnostic evaluation with a simple febrile seizures. Pediatrics 2011;127:389-94..
Indikasi pungsi lumbal • Konsensus UKK 2016 • Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal • Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis • Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis. •
Indikasi CT/MRI kepala • Tidak diperlukan pada kejang demam sederhana ataupun kompleks • Insiden kelainan patologis intrakranial pada kejang demam kompleks sangat rendah • Harus dilakukan : • Makro/mikrosefali • Kelainan neurologi yang menetap, terutama lateralisasi .Subcommittee on febrile seizures,American academy of pediatrics.Neurodiagnostic evaluation with a simple febrile seizures. Pediatrics 2011;127:389-94.. Teng D. Pediatric 2006;117:304 Kimia AA. Pediatr Emerg Care 2012;28:316
Indikasi EEG • Tidak diperlukan, terutama pada KD sederhana/tanpa defisit neurologis • Konsensus UKK Neurologi IDAI 2016 • Kejang fokal
• Abnormalitas EEG dapat berkaitan dengan risiko epilepsi bukan indikasi terapi profilaksis
Subcommittee on febrile seizures,American academy of pediatrics.Neurodiagnostic evaluation with a simple febrile seizures. Pediatrics 2011;127:389-94.. Kanemura H. Brain Dev 2012;34::302
Indikasi pemeriksaan lain • Tidak rutin dikerjakan • Atas indikasi untuk mencari penyebab demam • Hematologi rutin, urin lengkap
• Elektrolit, gula darah • Atas indikasi • Muntah, diare, dehidrasi, asupan cairan kurang
Subcommittee on febrile seizures,American academy of pediatrics.Neurodiagnostic evaluation with a simple febrile seizures. Pediatrics 2011;127:389-94.. Toman JE. Pediatr Neurol 2004;31:342
Tatalaksana Saat kejang akut Antipiretik
Saat kejang sudah berhenti Edukasi orangtua
Tatalaksana • Saat kejang : algoritme tatalaksana SE • Setelah kejang berhenti : – Profilaksis atau tidak – Profilaksis intermiten atau kontinyu
• Antipiretik: – – – –
Tidak mengurangi risiko berulangnya kejang Memberikan rasa nyaman bagi pasien Parasetamol atau ibuprofen Mengurangi kekhawatiran orangtua Meremikwu M, Oyo-Ita A. Cochrane database Syst review 2002.. CD 003676 Strenggel E, Uhari M.Tarkka R. Arch Pediatr Adolesc Med 2009;163:799
Terapi profilaksis Intermiten • Hanya pada saat demam • Diazepam oral/rektal
Kontinyu
• Diberikan setiap hari selama 1 tahun • Fenobarbital, asam valproat
Rekomendasi baru
• KD : Benign, tidak diberikan apapun
• Rasio manfaat dan ES obat
Terapi profilaksis (American Academy of Pediatrics) • Menurunkan rekurensi KD dalam waktu 6 bln 2 tahun, dengan ES sebesar 30%-40% • Tidak menurunkan risiko terjadinya epilepsi • Kejang demam sederhana – Tidak direkomendasikan pemberian profilaksis intermiten/kontinyu
• Kejang demam kompleks – Tidak ada bukti cukup untuk merekomendasikan pemberian profilaksis intermiten/kontinyu – Kasus per kasus tergantung faktor risiko Subcommittee on febrile seizures,American academy of pediatrics. Pediatrics 2008;1281. Offringa M, Newton R. Cochrane Database Syst Rev 2012;4:CD003031 Lux AL. Brain Dev 2010;32:42
Terapi profilaksis • Edukasi pada orangtua sangat penting • Kekhawatiran orangtua sulit menerapkan rekomendasi AAP • Profilaksis intermiten dengan diazepam • Profilaksis kontinyu hanya diberikan : – Orangtua sangat khawatir – Profilaksis intermiten gagal – Episode KD yang sering
• Jepang dan Hongkong : – Profilaksis intermiten masih diberikan – Profilaksis kontinyu : highly selected cases
Terapi profilaksis intermiten • Pilihan obat – Diazepam (oral atau rektal) – Studi RCT : 406 anak KD, 44% penurunan RR (RR 0,56 95% CI 0,38-0,81) – Studi prospektif-kontrol 289 anak : kejang berulang setelah usia 18 bulan 12% (terapi) vs 39% (kontrol) Level I, rekomendasi A (Rosman NP.N Eng J Med 1993;329:79-84) (Knudsen FU. J Pediatr 1985;106(3):487-90) (Knudsen FU. Arch Dis Child 1985;60(11):1045-9)
Terapi profilaksis intermiten • Dosis obat – 0,33 mg/kgBB tiap 8 jam – 0,4-0,5 mg/kgBB per kali tiap 8 jam – Ataksia, iritabel, sedasi pada 25-39% Knudsen. Febrile seizures. 2002 Sugai K. Brain & Dev 32 2010;32:64-70 Konsensus penatalaksanaan kejang demam 2006
Terapi profilaksis intermiten • Berapa lama diberikan ? – 21% kejang terjadi < 1 jam awitan demam – 57% kejang terjadi 1-24 jam awitan demam – 22% kejang terjadi > 24 jam awitan demam Berg AT. Paediatr Perinat Epidemiol 1992;6:145 Berg AT.Arch Ped Adolesc Med 1997;151:371
- Terutama dalam 24 jam awitan demam - Selama periode demam - Jepang : hanya diberikan 2 kali, dalam 24 jam pertama
Terapi profilaksis kontinyu • Obat – Fenobarbital 4-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis – Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis – Diberikan selama 1 tahun – Tidak diperlukan tapp
Konsensus UKK Neurologi IDAI 2015 • Profilaksis intermiten – Kejang demam dengan faktor risiko – Defisit neurologis berat, berulang 3x/6 bln atau 4x/lebih dalam 1 tahun, usia < 6 bulan, kejang terjadi pada suhu tubuh tidak terlalu tinggi, kenaikan suhu tubuh yang cepat – Obat diazepam 0,3 mg/kgBB/kali, maksimum 7,5 mg/kali. – Diberikan selama 48 jam – Efek samping : ataksia, sedasi
Konsensus UKK Neurologi IDAI 2015 • Profilaksis kontinyu – – – – –
Kejang fokal Kejang > 15 menit Defisit neurologis yang berat Obat : fenobarbital atau asam valproat Diberikan selama 1 tahun, tidak usah tapp-off obat
Edukasi orangtua • Sangat penting • Perlu waktu untuk menerangkan dengan baik • Sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan orangtua • EEG dan pencitraan tidak diperlukan • Menentukan perlu tidaknya terapi profilaksis • Menentukan profilaksis intermiten/kontinyu
Prognosis kejang demam • Prognosis baik, tidak menganggu kognitif, sebagian besar tidak berkembang menjadi epilepsi. Level II A
• Risiko gangguan kognitif – Kelainan neurologi atau perkembangan – Kejang tanpa demam setelah episode KD level II A
Wong V, Rosman NP. HK J Pediatr 2002;7:143-51.
Faktor risiko berulangnya KD • Risiko berulangnya KD : – Secara keseluruhan 30-35% – 50-65% awitan kejang I usia < 12 bulan, – < 20% awitan kejang I usia > 12 bulan
• Mayoritas (50-75%) rekurensi terjadi pada 1 tahun pertama setelah awitan kejang I Berg AT,Shinnar S.Arch Pediatr Adolesc Med 1997:;151:371 Berg AT, Shinnar S. N eng J Med 1992 ;;327;1122
Faktor risiko berulangnya KD • Faktor risiko : – – – –
Usia muda saat awitan kejang I Riwayat KD pada keluarga kandung Suhu yang rendah saat kejang Interval yang pendek antara demam dan kejang
• Semua faktor risiko ada, kemungkinan berulang 70% • Tidak ada faktor risiko : 20% Berg AT, Shinnar S. N eng J Med 1992 ;;327;1122 Pavlidoue E. Brain Dev 2008:30:7
Faktor risiko epilepsi 1. Kelainan neurologi 2. Riwayat keluarga epilepsi 3. Manifestasi KD pertama Lama, fokal , berulang • Faktor risiko menjadi epilepsi – – – –
Tanpa faktor risiko : 2,4% 1 faktor risiko : 6-8% 2 faktor risiko: 17-22% 3 faktor risiko: :49%
Nelson KB, Ellenberg JH. Pediatr 1978;61:720-7. Annegers JF, Heuser WA.N Eng J Med 1987;316:493 Veestergard M, Pedersen CB. Am J Epidemiol 2007;165:911
Kesimpulan • Kejang demam : suatu kondisi yang benign • Rekomendasi selalu berubah • Edukasi dan dukungan untuk orangtua sangat penting • Pemeriksaan EEG,pencitraan, laboratorium atas indikasi • Terapi profilaksis intermiten diberikan lebih karena kekhawatiran orangtua • Terapi profilaksis kontinyu sangat selektif, harus dilihat kasus per kasus
Terima kasih