HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
KEJADIAN BABY BLUES PADA IBU PRIMIPARA DI RSUD BANGIL PASURUAN Cindy Ika Restyana 1, Ferilia Adiesti 2) Mahasiswa Politeknik Kesehatan Majapahit 2 Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit 1
ABSTRACT The birth and the presence are supposed to bring happiness to married couples. Most do not have adaption and psychological disorders, such as feeling sad, annoyed, tired, angry, and hopeless. The feeling that makes a reluctantly to mother to take care of their baby by the expert is called postpartum blues or commonly known as the baby blues. The purpose of this study is to determine the incidence of baby blues in primiparous mothers in RSUD Bangil Pasuruan months of 2014. Design of this study is a descriptive with case of approach the study variables are the incidence of baby blues in primiparous mothers. The population in this study are all of primiparous postpartum women 1 – 7 days in RSUD Bangil. The samples are 34 respondents taken with accidental sampling technique. The data source of this study is primary data collected with interview using instruments such as questionaires. The data are collected on May 16 to 22 2014. And are analyzed with using descriptive and the last presented in the form of a frequebcy distribution table. The result show most respondents of primiparous mother need screening again next 2 weeks later amount 21 respondents (61.8%). The most frequent symptoms that appear in women experience the baby blues almost always blame theirselves improperly when their bad condition, the mother are so sad when they cry, they sleep difficulty and sometimes like angry without proper reason. The maternal and family should really prepare their mental condition after delivery. For famililies, especially husband should always accompany their wife either before or during and after childbirth so that mothers feel comfortable and protected. The health workers should provide the delivery care to apply therapeutic communication about how to deal with labor so that the mothers and family can undergo the condition after birth. Key words
: Baby Blues, Primiparous Mother
A. PENDAHULUAN Kelahiran dan kehadiran seorang bayi seharusnya mendatangkan kebahagiaan tersendiri bagi pasangan suami istri (Arfian, 2012). Kelahiran seorang anak menyebabkan timbulnya suatu tantangan mendasar terhadap struktur interaksi keluarga yang sudah terbentuk menjadi orang tua menciptakan periode ketidakstabilan yang menuntut perilaku yang meningkatkan transasi untuk menjadi orang tua (Bobak, 2004). Masalah psikologis pada masa pasca persalinan bukan merupakan komplikasi yang jarang ditemukan (Prawirohardjo, 2011). Kondisi ini lebih sering dialami oleh ibu yang pertama kali melahirkan dan mereka yang mengalami sindrom pre menstruasi (Bidan, 2012). Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik dan bersemangat mengasuh bayinya, tetapi sebagian lagi tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan psikologis, seperti merasa sedih, jengkel, lelah, marah, dan putus asa. Perasaan itulah yang membuat seorang ibu enggan mengurus bayinya yang oleh para ahli di sebut postpartum blues atau biasa dikenal dengan baby blues (Arfian, 2012). Diperkirkan hampir 50-70% seluruh wanita pasca melahirkan akan mengalami baby blues atau post natal syndrome yang terjadi pada hari ke 4-10 hari pasca persalinan (Janiwarty & Pieter, 2013). Di Indonesia, angka kejadian postpartum blues antara 50%-70% dari ibu 29
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
primipara pasca persalinan jika tidak dilakukan perawatan dan dukungan sosial yang tepat (Hidayat, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta oleh dr. Irawati Sp.Kj menunjukkan 25% dari 580 ibu yang menjadi respondennya mengalami sindroma ini (Pangesti, 2013). Penelitian di RSU Soetomo Surabaya tahun 2006 menunjukkan 50% dari 40 ibu pasca salin mengalami post partum blues (Sumarlina, 2008). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Bangil Pasuruan Pasuruan tanggal 18 Maret 2014 melalui wawancara tentang kejadian baby blues pada 10 ibu nifas primipara didapatkan 7 ibu (70%) mengalami baby blues. Gejala yang sering dialami seperti sering menyalahkan diri sendiri, khawatir dan cemas, segala sesuai terlalu membebani. Sedangkan 3 ibu (30%) tidak mengalami baby blues. Postpartum blues tergolong gangguan mental ringan sehingga sering tidak dipedulikan, tidak terdiagnosa dan akhirnya tidak ditangani. Postpartum blues muncul ketika seseorang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap perubahan pola kehidupan akibat kehamilan, proses persalinan dan pasca persalinan. Peningkatan dukungan mental atau dukungan dukungan keluarga sangat diperlukan dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas ini. Selain itu peran bidan terhadap ibu yang mengalami sindrom baby blues diantaranya melakukan pendekatan komunikasi terapeutik dengan tujuan menciptakan hubungan baik antara bidan dan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi, peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas dan menjalankan adaptasi setelah melahirkan (Alonea, 2011). Berdasarkan data – data yang telah dijabarkan diatas maka peneliti ingin mengadakan penelitian guna mengetahui angka kejadian baby blues pada ibu primipara hari. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar Baby Blues a. Definisi Baby Blues Kebutuhan Baby blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama pascapersalinan. Penderita akan merasakan suasana hati yang bahagia namun menjadi labil (Suwignyo, 2010 : 218). Baby blues adalah sebuah istilah yang diperuntukkan bagi sebuah perasan sedih tanpa dasar uang terjadi setelah seorang wanita melahirkan bayinya,(Murtiningsih, 2012 : 1). b. Waktu Dan Durasi Baby Blues Baby blues dapat terjadi segera setelah kelahiran, tapi akan segera menghilang dalam beberapa hari sampai satu minggu. Kalau lebih dan 1 minggu, sudah termasuk depresi dan patolologis sehingga harus dikonsultasikan ke dokter (Aprilia, 2010 : 129). Kondisi ini adalah periode emosional stres yang terjadi antara hari ke 3 dan ke-l0 setelah persalinan yang terjadi 80% pada ibu postpartum (Bahiyatun, 2009 : 65). c. Tanda Dan Gejala Baby Blues Ibu yang baru melahirkan dapat merasakan perubahan mood yang cepat dan berganti-ganti (mood swing) seperti kesedihan, suka menangis, hilang nafsu makan, gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah, cemas, dan merasa kesepian. Gejalanya biasanya tidak terlalu berat dan pengobatan pada fase mi tidak diperlukan (Aprilia, 2010 : 129). Karakteristik kondisi ini adalah iritabilitas meningkat, perubahan mood cemas, pusing, serta perasaan sedih dan sendiri (Bahiyatun, 2009 : 65). 30
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
Gejalanya beragam, bisa muncul dalam berbagai bentuk Di antaranya, ibu lebih sering murung, sedih, atau tidak gembira. kecewa pada diri sendiri, putus asa atau kehilangan harapan, cepat marah dan tersinggung. serta sulit tidur (Kasdu 2007 : 68). Gejala yang sering menandai seorang mengalami baby blues adalah mengalami sulit tidur (insomnia), sering menangis, cemas, konsentrasi menurun, serta mudah marah. Gejala-gejala yang muncul merupakan gejala ringan yang berlangsung beberapa jam atau hari dan akan hilang dalam waktu 2 minggu pertama pasca melahirkan (Suwignyo, 2010 : 218). d. Faktor Penyebab Baby Blues Beberapa hal yang disebutkan sebagai penyebab terjadinya baby blues syndrome, di antaranya: 1) Perubahan hormonal. Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesterone yang drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan inudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan. 2) Fisik. Hadirnya si kecil dalam keluarga menyebabkan pula perubahan ritme kehidupan sosial dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil sepanjang siang dan malam sangat menguras energi ibu, menyebabkan berkurangnya waktu istirahat, sehingga terjadi penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah. 3) Psikis. Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan dalam mengurus si kecil, ketidakmampuan mengatasi dalam berbagai permasalahan, rasa tidak percaya diri karena perubahan bentuk tubuh dan sebelum hamil serta kurangnya perhatian keluarga terutama suami ikut mempengaruhi terjadinya depresi. 4) Sosial. Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh adaptasi. Rasa keterikatan yang sangat pada si kecil dan rasa dijauhi oleh lingkungan juga berperan dalam depresi. (Ummu, 2012 : 123). Penyebab baby blues diduga karena perubahan hormonal di dalam tubuh wanita setelah melalul persalinan. Selama menjalani kehamilan, berbagai hormon dalam tubuh ibu meningkat seinng pertumbuhan janin. Setelah melalu tahap persalinan, jumlah produksi berbagai hormon seperti estrogen, progesteron, dan endorphin mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi kondisi emosional ibu. Kelelahan flsik dan rasa sakit setelah persalinan, air susu yang belum keluar sehingga bayi rewel dan payudara membengkak, serta dukungan moril yang kurang dapat menjadi alasan lain timbulnya baby blues (Suwignyo, 2010 : 219). e. Dampak Baby Blues Jika kondisi baby blues tidak disikapi dengan benar. bisa berpengaruh pada hubungan ibu dengan bayinya, bahkan juga anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu, keadaan mi jangan dibiarkan berlarut-larut. Jika dibiarkan, dapat berlanjut menjadi depresi pasca melahirkan, yaitu berlangsung lebih dan hari ke-7 pascapersalinan. Depresi setelah melahirkan rata-rata berlangsung tiga sampai enam bulan. bahkan terkadang sampai delapan bulan. Pada keadaan lanjut dapat mengancam keselamatan diri dan anaknya (Kasdu 2007 : 68).
31
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
f. Penilaian Baby Blues Penilaian baby blues menggunakan Edinburgh postnatal depresion scale (EPDS) yang berisi 10 soal yang dirasakan ibu selama 7 hari ke belakang. Interpretasi dari Edinburgh postnatal depresion scale (EPDS) adalah 1) 1-10 Tidak memerlukan screening ulang 2) 11-14 Diperlukan screening ulang 2 minggu kemudia 3) 15 + Diperlukan tindak lanjut ke psikiater. 2. Konsep Dasar Nifas a. Pengertian Nifas Menurut Anggraeni (2010 : 1) masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dan bahasa latin yaitu dan kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dan rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan. b. Adaptasi psikososial pada pascapartum 1) Konsep Dasar Periode pascapartum menyebabkan stres emosional terhadap ibu dan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat. Faktor-faktor yang memengaruhi suksesnya masa transisi kemasa menjadi orang tua pada masa pascapartum adalah: Respons dan dukungan dan keluarga dan teman; Hubungan pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi; Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu; Periode mi diuraikan oleh Rubin dalam tiga tahap, yaitu taking on, taking hold, dan letting go. 2) Periode taking on Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan, ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya. Kemungkinan akan mengulangi pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan. Tidur tanpa ada gangguan sangat penting bagi ibu. Peningkatan nutrisi sangat dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya bertambah, kurang nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi ibu tidak berlangsung normal. 3) Periode taking hold Periode berlangsung pada hari kedua sampai keempat pascapartum, ibu menjadi perhatian pada kemampuannya. Ibu berkeinginan menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayinya. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, berkemih, defekasi, dan kekuatan atau ketahanan tubuhnya. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok. Pada masa ini ibu agak sensintif dan merasa tidak mahir dalam melakukan aktivitas. Ia cenderung menerima nasihat bidan/perawat karena ia terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini, bidan harus memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi. 4) Periode letting go Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan keluarganya. Ibu 32
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi, ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat bergantung, menyebabkan berkurangnya hak, kebebasan, dan hubungan sosial ibu. Depresi pascapartum umumnya terjadi pada periode ini. Banyak ibu mengalami perasaan “letdown” setelah melahirkan, sehubungan dengan seriusnya pengalaman waktu melahirkan dan keraguan akan kemampuan untuk mengatasi secara efektif dalam membesarkan anak. Umumnya, depresi ini sedang dan mudah berubah, dimulai 2-3 hari setelah melahirkan dan dapat diatasi 1-2 minggu kemudian. Depresi sedang jarang menjadi psikosis pascapartum atau menjadi patologis (Purwandari, 2008 : 29-30). C. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal disini dapat berarti satu orang, kelompok, penduduk yang terkena masalah. Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk menjelaskan kejadian baby blues pada ibu primipara di RSUD Bangil Pasuruan. Kerangka Konseptual Merupakan abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara variabel. (Nursalam, 2008:55). Adaptasi masa nifas
Faktor-faktor yang mempengaruhi baby blues: 1. Faktor Fisiologis atau Hormonal 2. Faktor Psikologis 3. Faktor Genetis
Baby Blues 1. Gejala Perilaku a. sering menangis b. hiperaktif/sering berlebihan c. terlalu sensitif d. mudah tersinggung e. tidak peduli terhadap bayi 2. Gejala Fisik a. Kurang tidur b. hilang tenaga c. hilang nafsu makan/makin nafsu makan d. mudah lelah setelah bangun tidur 3. Gejala Emosional a. cemas dan khawatir berlebihan b. bingung c. mencemaskan kondisi fisik berlebihan d. tidak percaya diri e. sedih f. perasaan diabaikan
1-10 : Tidak memerlukan screening ulang 11-14 : Diperlukan screening ulang 2 minggu kemudian 15+ : Diperlukan tindak lanjut ke psikiater
Sumber : Modifikasi Arfian (2012) Keterangan : : diteliti : tidak diteliti Gambar 1 Kerangka konseptual gambaran kejadian baby blues pada ibu primipara di RSUD Bangil Pasuruan tahun 2014
33
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
2. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu. (Notoatmodjo, 2005 : 70). Variabel dalam penelitian ini adalah kejadian baby blues pada ibu primipara. 2. Definisi Operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, A.Aziz. 2007 : 86) Tabel 1 Definisi Operasional gambaran kejadian baby blues pada ibu primipara di RSUD Bangil Pasuruan tahun 2014 Variabel Kejadian baby blues pada ibu primipara.
Definisi operasional Gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama pasca persalinan yang meliputi : 1. Gejala Perilaku a. sering menangis b. hiperaktif/sering berlebihan c. terlalu sensitif d. mudah tersinggung e. tidak peduli terhadap bayi 2. Gejala Fisik a. Kurang tidur b. hilang tenaga c. hilang nafsu makan/makin nafsu makan d. mudah lelah setelah bangun tidur 3. Gejala Emosional a. cemas dan khawatir berlebihan b. bingung c. mencemaskan kondisi fisik berlebihan d. tidak percaya diri e. sedih f. perasaan diabaikan Alat ukur baby blues menggunakan Edinburgh postnatal depresion scale (EPDS)
Kriteria Skala Kriteria Ordinal Edinburgh postnatal depresion scale (EPDS) adalah sebagai berikut: 1. 1-10 : Tidak memerlukan screening ulang 2. 11-14 : Diperlukan screening ulang 2 minggu kemudian 3. 15+ : Diperlukan tindak lanjut ke psikiater (Pasificare, 2014)
3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007 : 68). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas primipara 1-7 hari di RSUD Bangil. Berdasarkan data perbulan didapatkan rata-rata sejumlah 40 ibu primiprara dari bulan Januari – Februari 2014. Sampel pada penelitian ini adalah ibu nifas primipara 1-7 hari di RSUD Bangil Pasuruan berjumlah 34 responden yang memenuhi kriteria penelitian.
34
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
Dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobabilty sampling dengan teknik pengambilan sampel secara accidental Sampling, dimana yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai nara sumber (Setiadi, 2007 : 183). 4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Sumber data penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui teknik wawancara. Pada penelitian ini kuesioner diwawancarakan kepada responden kemudian diisi sendiri oleh peneliti. 2. Instrumen Penelitian Instrument yang digunakan adalah kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006). Kuesioner ini berbentuk multiple choise yaitu pertanyaan yang menyediakan beberapa jawaban atau alternatif dan responden hanya memilih satu diantaranya yang sesuai dengan pendapatnya (Notoatmodjo, 2010 : 160). Kuesioner ini mengadopsi dari Edinburgh postnatal depresion scale (EPDS) sehingga tidak diperlukan uji validitas dan reliabilitas 5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 1. Teknik Pengolahan Data Pada teknik mengolahan data penelitian ini menggunakan program komputer. Untuk mencegah terjadinya kesalahan hasil dari komputer maka diperlukan proses pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti melalui tahap Editing, Coding, Entry, Tabulating. 2. Teknik Analisa Data Karena metode penelitian ini maka peneliti hanya menggunakan analisa data univariate (analisis deskriptif). Menurut Notoatmodjo (2010 : 182) analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik tiaptiap variabel penelitian. Aplikasi analisa data pada penelitian ini mengkriteriakan jawaban dari kuesioner Edinburgh postnatal depresion scale (EPDS) ke dalam kategori melalui proses berikut : a. Jawaban (a) nilai 0 b. Jawaban (b) nilai 1 c. Jawaban (c) nilai 2 d. Jawaban (d) nilai 3 Kategori : a. 1-10 : Tidak memerlukan screening ulang b. 11-14 : Diperlukan screening ulang 2 minggu kemudian c. 15+ : Diperlukan tindak lanjut ke psikiater Untuk mengetahui sedangkan untuk mengetahui presentasi sikap dari responden maka digunakan tabel distribusi frekuensi dengan rumus yang digunakan sebagai berikut: N
Sp x100% Sm
Keterangan : N : Presentase responden Sp : responden dengan karakteristik tertentu 35
HOSPITAL MAJAPAHIT Sm
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
: keseluruhan responden.
D. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Bangil merupakan salah satu rumah sakit umum yang ada di wilayah Kabupaten Pasuruan yang melayani berbagai macam penyakit yang diderita oleh berbagai lapisan lapisan masyarakat termasuk golongan ekonomi rendah sampai dengan golongan masyarakat ekonomi cukup. Rumah sakit Bangil terletak di Jalan Raci, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan. Rumah Sakit Bangil adalah Rumah Sakit tipe C milik pemerintah Kabupaten Pasuruan, yang merupakan rumah sakit rujukan di Kabupaten Pasuruan. Terletak di jalur poros Surabaya-Banyuwangi, berdiri diatas tanah seluas ± 4 H. RSUD Bangil mempunyai letak yang sangat strategis. 2. Data Umum a. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Usia Ibu Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Responden di RSUD BangilPasuruan tanggal 16-22 Mei 2014 No. Usia Responden Frekuensi (f) Prosentase (%) 1. < 20 tahun 10 29,4 2. 20-35 tahun 19 55,9 3. > 35 Tahun 5 14,7 Jumlah 34 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 19 orang (55,9%). b. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pendidikan ibu Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pendidikan ibu di RSUD BangilPasuruan tanggal 16-22 Mei 2014 No. Pendidikan Ibu Frekuensi (f) Prosentase (%) 1. Dasar (SD-SMP) 20 58,8 2. Menengah (SMA) 10 29,4 3. Tinggi (Akademi / PT) 4 11,8 Jumlah 34 100 Hasil penelitian menjelaskan bahwa sebagian besar responden lulusan pendidikan dasar (SD-SMP) yaitu sebanyak 20 orang (58,8%). c. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan Ibu Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di RSUD BangilPasuruan tanggal 16-22 Mei 2014 No. Pekerjaan Ibu Frekuensi (f) Prosentase (%) 1. Bekerja 15 44,1 2. Tidak bekerja 19 55,9 Jumlah 34 100 Hasil penelitian menjelaskan bahwa sebagian besar responden adalah ibu tidak bekerja atau ibu rumah tangga yaitu sebanyak 19 orang (55,9%).
36
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
3. Data Khusus a. Distribusi responden berdasarkan kejadian babyblues pada ibu primipara Tabel 5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian babyblues pada ibu primipara di RSUD Bangil Pasuruan tanggal 16-22 Mei 2014 No. Kejadian Babyblues Frekuensi (f) Prosentase (%) 1. Tidak memerlukan screening ulang 11 32,4 2. Diperlukan screening ulang 2 21 61,8 minggu kemudian 3. Diperlukan tindak lanjut ke 2 5,9 psikiater Jumlah 34 100 Tabel 5 menjelaskan bahwa sebagian besar responden ibu primipara memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian (ringan) yaitu sebanyak 21 responden (61,8%). E. PEMBAHASAN 1. Kejadian babyblues pada ibu primipara di RSUD Bangil Pasuruan tanggal 1622 Mei 2014 Hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar responden ibu primipara memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian (ringan) yaitu sebanyak 21 responden (61,8%). Ibu yang baru melahirkan dapat merasakan perubahan mood yang cepat dan berganti-ganti (moodswing) seperti kesedihan, suka menangis, hilang nafsu makan, gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah, cemas, dan merasa kesepian (Aprilia, 2010 : 129). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian bahkan terdapat 2 responden yang perlu dirujuk ke psikiater. Berdasarkan hasil screening yang telah dilakukan gejala-gejala yang paling sering muncul pada ibu yang mengalami babyblues adalah hampir selalu menyalahkan diri sendiri secara tidak semestinya bila keadaan menjadi buruk. Hal tersebut nampak bahwa ibu sangat sedih bila anaknya menangis, ibu susah tidur dan terkadang suka marah-marah tanpa sebab yang jelas. Selain itu ibu juga sering merasa khawatir dan cemas tanpa alasan yang jelas. Hal tersebut diungkapkan responden tentang apa yang terjadi selanjutnya, bagaimana jika ia tidak mampu merawat bayinya dan bagaimana nanti bayinya kelak. Perasaan-perasaan yang belum jelas tersebut sangat menghantui ibu sehingga sering merasa murung dan tidak nafsu makan. Responden juga cukup sering merasa sedih dan jengkel tidak menentu hal tersebut biasanya terjadi saat suaminya atau keluarganya khususnya ibunya tidak ada untuk mendampinginya. Sedangkan 2 respoden yang mengalami babyblues sampai diperlukan rujuk ke psikiater lebih banyak disebabkan karena dia melahirkan bayi dengan komplikasi persalinan, satu bayi lahir dengan BBLR dan satunya lagi mengalami cacat fisik. Kejadian tersebut sangat memukul perasaan ibu di mana depresi, kecemasan stres dan gangguan kejiwaan lain sangat dirasakan oleh ibu. Selain sebab-sebab langsung seperti permasalahan pribadi atau keluarga dan permasalah keadaan umum bayi setelah lahir. Kejadian babyblues dapat ditinjau dari data responden. Data usia menjelaskan bahwa dari 10 responden berusia kurang dari 20 tahun sebagian besar memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian, dari 19 responden yang berusia 20-35 tahun didapatkan sebagian besar memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian, dan dari 5 responden berusia lebih dari 35 tahun seluruhnya tidak 37
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
memerlukan screening ulang. Berdasakan data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden yang berusia lebih muda cenderung mengalami kejadian babyblues, hal ini disebabkan responden yang berusia lebih muda belum siap secara psikologis menghadapi kehamilan dan persalinan atau menjadi ibu dalam usia yang dirasa masih muda. Kondisii kejiwaan yang masih labil pada usia muda dan beban untuk peran baru menjadi ibu sangat dirasakan pada awal-awal persalinan, perasaan senang, sedih, gembira dan gelisah bercampur aduk menjadi satu beberapa hari setelah persalinan. Hal tersebut memerlukan kedewasaan dalam menghadapinya dan ibu usia muda cenderung kurang untuk kedewasaan tersebut. Data pendidikan didapatkan dari 20 responden lulusan pendidikan dasar (SDSMP) didapatkan sebagian besar memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian yaitu sebanyak 15 responden (75%). Dari 10 responden lulusan pendidikan menengah didapatkan sebagian besar memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian yaitu sebanyak 6 responden (60%). Dan dari 4 responden lulusan pendidikan tinggi didapatkan seluruhnya tidak mengalami babyblues dan tidak memerlukan screening ulang. Pendidikan sangat menentukan pola pikir seseorang di mana ibu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mudah menerima informasi dari tenaga kesehatan yang merawatnya sehingga pola pikirnya pun menjadi lebih baik dari pada ibu yang berpendidikan lebih rendah sehingga gejala-gejala babyblues yang dirasakan dapat dikuasai dengan lebih baik. Data pekerjaan didapatkan dari 15 ibu bekerja sebagian besar memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian yaitu sebanyak 8 responden (53,3%) dan dari 19 ibu tidak bekerja didapatkan sebagian besar memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian yaitu sebanyak 13 responden (68,4%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan tidak terlalu membawa perbedaan, ibu yang bekerja dan tidak bekerja sama-sama mengalami babyblues. Kejadian babybluesdapat terjadi segera setelah kelahiran sehingga tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, karena masa tersebut ibu juga tidak disibukkan dengan masalah pekerjaan pada ibu yang bekerja. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi babyblues pada ibu adalah dengan meminta bantuan dan pasangan untuk menemani, bersikap lebih pengertian, dan mengayomi. Ibu baru ni pun dapat meminta bantuan anggota keluarga lain atau teman-teman untuk menemani. Bila memungkinkan, dapat juga dilakukan terapi kelompok bersama para ibu baru yang lain. Di sini si ibu dapat menyadari dan mengerti bahwa dirinya tidak sendirian mengalami hal itu diperlukan. F. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul kejadian babyblues pada ibu primipara di RSUD BangilPasuruan tanggal 16-22 Mei 2014 pada 34 responden didapatkan data bahwa sebagian besar responden ibu primipara memerlukan screening ulang 2 minggu kemudian (ringan) yaitu sebanyak 21 responden (61,8%). B. Saran 1. Praktis a. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat khususnya ibu bersalin dan keluarga harus benarbenar mempersiapkan kondisi mental setelah menjalani persalinan hal ibu. Bagi keluarga khususnya suami harus selalu mendampingi istri baik sebelum, selama dan setelah persalinan supaya ibu merasa nyaman dan terlindungi.
38
HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 6 No. 2 Nopember 2014
b. Bagi Tenaga Kesehatan Petugas kesehatan harus memberikan asuhan persalinan dengan menerapkan komunikasi terapeutik tentang bagaimana cara menghadapi persalinan supaya ibu dan keluarga mampu menjalani kondisi setelah persalinan. 2.
Teoritis a. Peneliti selanjutnya Penelitian ini masih bersifat deskriptif dan hanya menggambarkan kejadian tanpa banyak menyinggung faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya babyblues. Oleh karena itu peneliti selanjutnya harus mampu menganalisis faktor yang mempengaruhi kejadian babyblues. b. Institusi Pendidikan Diharapkan dapat menambah wacana, wawasan dan informasi ilmiah mengenai gangguan-gangguan masa persalinan khususnya gangguan yang bersifat psikis.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: PT. RINEKA CIPTA. Hidayat, A. Azis Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan dan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. . (2010). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan dan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Judarwanto. (2009). Gangguan Tidur pada Anak. (http:// GANGGUAN TIDUR PADA ANAK « CHILDREN SLEEP CLINIC.htm, diakses 21 April 2012). MGS. (2011). hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan di Desa Menganti. ( http://www.hubungan-pemberian-asi-eksklusif-dengan.html, diakses 21 April 2012). Nugroho, Taufan. (2011). Asi dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. . (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekijdo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: RINEKA CIPTA. Sari, Wahyuni. (2011). Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita:Penuntun Belajar Praktek Klinik. Jakarta: EGC. Sumarmiati. (2010). Pengaruh Pemijatan terhadap Efektifitas Tidur Bayi. (http:// pengaruhpemijatan-terhadap-efektifitas.html, diakses 04 April 2012). Yamin, Sofyan & Kurniawan, Heri.( 2011). SPSS COMPLETE: Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek
39