KEEFEKTIFAN ORGANISASI ( EFEKTIVITAS ORGANISASI )
Disusun oleh : Heru Harmawan 55108120004
M. Chusnul Syaichudin 55108120016
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAGEMENT UNIVERSITAS MERCUBUANA 2009
Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
DAFTAR ISI ABSTRAK
I.
1
PENDAHULUAN
2
1.1. Devinisi dan Pengertian
II.
2
PENDEKATAN KEEFEKTIFAN ORGANISASI
5
2.1. Goal Attainment Approach
5
2.2. System Approach
9
2.3. Constituences Approach
11
2.4. Balance Score-card Approach
13
2.5. Competing Value Approach
14
III. OPERASIONALISASI KE EMPAT PENDEKATAN
IV.
V.
17
3.1. Operasionalisasi Pendekatan Tujuan
17
3.2. Operasionalisasi Pendekatan Sistem
17
3.3. Operasionalisasi Pendekatan Constituen
19
3.4. Operasionalsasi Pendekatan Nilai Bersaing
20
PERBANDINGAN KE EMPAT PENDEKATAN
22
study kasus
23
komentar terhadap Jurnal
24
Kesimpulan
25
PENUTUP
26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN Jurnal Pengaruh Budaya terhada Efektifitas Organisasi Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
ABSTRACT Suatu
organisasi didirikan untuk tetap eksis dan berkembang walau berada
ditengah persaingan yang semakin berat, untuk hal itu suatu organisasi harus pandai memilih strategi guna menggapai cita-citanya, berbagai usaha harus dilakukan dengan segala keterbatasan, maka hanya organisasi yang efektiflah yang akan mampu bersaing dan berkembang. Ukuran keefektifan dapat diukur dari berbagai pendekatan yaitu : pendekatan tujuan (Goal Approach), pendekatan system (Sisten Aproach), pendekatan Constituen (Constituent Approach) dan pendekatan
Balance-scorecard
(Balance-Scorecard
Approach),
semua
ini
dilakukan guna pencapaian tujuan.
1 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
I.
PENDAHULUAN
Bagaimanakah kita menentukan bahwa sebuah sistem itu bisa bekerja secara efektif atau tidak, hal itu tentunya bukan suatu hal yang mudah untuk diutarakan, karena efektif atau tidak harus melalui suatu ukuran atau penilaian. Suatu contoh misalnya sebuah Fakultas disalah satu perguruan tinggi, apakah sudah melakukan tugasnya dengan berhasil ? apa yang menjadi ukurannya ? Apakah jika semua lulusannya memperoleh pekerjaan setelah lulus, apakah hal tersebut menyatakan kepada kita bahwa fakultas tersebut efektif ? Atau apakah kita harus melihat kenaikan prosentase penerimaan mahasiswa baru, jumlah publikasi ilmiah para dosen, atau jumlah gaji rata-rata dari para alumninya atau para staf dosennya ? Atau contoh yang lain, jika pabrik Toyota jika dirata-ratakan 1 karyawan bisa menyelesaikan 57,7 unit mobil dalam setahun sedangkan Ford 1 karyawan hanya bisa menyelesaikan 44.,6 unit mobil, maka apakah dapat dikatakan bahwa Toyota lebih effektive dari pada Ford ? tentu saja kita tidak bisa langsung menjawabnya, mengapa demikian? tentu saja masih banyak ukuran/besaran lain yang harus diperhitungkan dalam menilai keefektifan suatu organisasi. Contoh diatas dimaksudkan untuk secara sepintas melihat masalah yang akan dijumpai jika kita menentukan atau mengukur keefektifan organisasi.
1.1 Definisi & Pengertian Berdasarkan kajian historis tentang perkembangan konsep keefektifan organisasi
dapat dilihat
pada awalnya sekitar tahun 1950-an, dimana
keefektifan diartikan secara sederhana sebagai sejauh mana sebuah organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Definisi tersebut terkesan memiliki makna yang belum jelas, sebab masih timbul pertanyaan misalnya : tujuan siapa ? tujuan jangka panjang atau pendek ? dan lain sebagainya. Kemudian sekitar tahun 1960-an dan awal 1970-an kajian tentang keefektifan orgnanisasi menghasilkan tiga puluh kriteria berbeda yang semua mengaku mampu untuk mengukur “keefektifan organisasi” . Namun tidak dapat disangkal akibat dari 2 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
adanya keanekaragaman organisasi yang dievaluasi serta faktor subyektivitas serta minat para penilai yang bervariasi,
maka menyebabkan beberapa
kriteria terkesan saling bertentangan, misalnya untuk kriteria efisiensi tentu akan dicapai melalui penggunaan sumber semaksimal mungkin. Hal ini ditandai dengan tidak adanya sisa/kelonggaran. Kebalikannya, untuk kriteria fleksibilitas/adaptasi hanya dapat dicapai jika ada kelebihan (surplus) alias harus ada sisa/kelonggaran. Secara singkat 30 kriteria tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini yang menggambarkan keefektivan organisasi:
Tabel 1.1.: Kriteria tentang Keefektifan Organisasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Keefektifan keseluruhan Produktivitas Efisiensi Laba Kualitas Kecelekaan Pertumbuhan Kemangkiran Pergantian pegawai Kepuasan kerja Motivasi Moral/semangat juang Kontrol Konflik/solidaritas Fleksibilitas/penyesuaian Perencanaan & penetapan tujuan
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Konsensus tentang tujuan Internalisasi tujuan organisasi Konsesus tentang keberhasilan Keterampilan interpersonal manajerial Keterampilan manajerial Manajemen Informasi & komunikasi Kesiapan Pemanfaatan lingkungan Evaluasi pihak luar Stabilitas Nilai SDM Partisipasi & pengaruh yang digunakan bersama 29. Penekanan pada pelatihan & pengembangan 30. Penekanan pada performa
Pada perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1980-an dalam buku berjudul “In Search of Exellence” karya dari Tom Peters dan Robert Waterman setelah mengakaji lebih dari empat puluh dua perusahan yang dianggap mempunyai pengelolaan baik dan sangat efektif, disebutkan menuurut mereka ada delapan karakteristik umum yang dipunyai perusahanperusahaan tersebut : 1) Mereka mempunyai bias terhadap tindakan dan penyelesaian pekerjaan; 2) Mereka selalu dekat dengan para pelanggan agar mengerti secara penuh kebutuhan pelanggan; 3) Mereka memberi para pegawai suatu tingkat otonomi yang tinggi dan memupuk semangat kewiraswastaan (entrepreneurial spirit); 3 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
4) Mereka berusaha meningkatkan produktivitas lewat partisipasi para pegawainya; 5) Para pegawai mengetahui apa yang diinginkan perusahaan, dan para manajer terlibat aktif pada masalah disemua tingkat; 6) Mereka selau dekat dengan usaha yang mereka ketahui dan pahami; 7) Mereka mempunyai struktur organisasi yang luwes dan sederhana, dengan jumlah orang yang minimal dalam aktivitas-aktivitas staf pendukung; 8) Mereka menggabungkan kontrol yang ketat dan desentralisai untuk mengamankan nilai-nilai inti perusahaan dengan kontrol yang longgar dibagian-bagian lain untuk mendorong pengambilan resiko serta inovasi;
Oleh karena keefektifan organisasi sulit untuk didefinisikan secara formal dan bulat maka pada dewasa ini terdapat kesepakatan umum bahwa keefektifan organisasi membutuhkan kriteria majemuk disebabkan fungsi organisasi yang berbeda-beda harus dievaluasi dengan menggunakan karakteristik yang berbeda-beda pula, dan bahwa keefektifan organisasi harus mencakup penilaian pada aspek cara-caranya/means (process), maupun hasilnya/ends (outcomes). Dalam pembahasan selanjutnya akan disajikan tentang berbagai pendekatan yang pernah dilakukan untuk mengkaji konsep keefektifan organisasi dan kemudian membandingkan antar pendekatanan-pendekatan tersebut.
4 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
II.
PENDEKATAN KEEFEKTIFAN ORGANISASI
Dalam membahas tentang keefektifan organisasi secara garis besar dapat dibedakan dalam empat pendekatan yang masing-masing mempunyai asumsiasumsi dan masalah-masalahnya serta bagaimana nilai atau pengaruhnya terhadap para manajer.
2.1. Pendekatan Pencapaian Tujuan ( goal attainment approach ) Asumsi-asumsi Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan yang berhasil menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan. Namun demikian, agar pencapaian tujuan bisa menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga harus sah. Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan tersebut harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat di mengerti. Ketiga, tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola. Keempat, harus ada konsensus atau kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut. Akhirnya, kemajuan ke arah tujuan-tujuan tersebut harus dapat diukur. Masalah-masalah Pendekatan
pencapaian
tujuan
penuh
dengan
masalah
yang
menyebabkan penerapannya secara eksklusif dapat di pertanyakan. Banyak dari masalah tersebut berhubungan secara langsung dengan asumsi-asumsi yang telah kita sebut sebelumnya. Bukan suatu masalah apabila anda membahas tujuan secara umum, namun jika anda menggunakan pendekatan pencapaian tujuan anda harus bertanya : tujuan siapa? Menejemen puncak? Jika demikian, siapa yang termasuk di dalamnya, dan siapa yang tidak? Beberapa organisasi besar, 5 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
hanya melihat para vice-president serta yang berada di atasnya saja yang termasuk manejemen puncak. Juga mungkin dari beberapa para pengambil keputusan yang benar-benar mempunyai kekuasaan dan pengaruh di dalam organisasi tetapi bukan anggota dari manajemen senior. Ada beberapa kasus orang-orang dengan pengalaman bertahun-tahun atau yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu mempunyai pengaruh yang signifigan (penting) dalam menentukan tujuan organisasi mereka (mereka adalah bagian dari dominant coalition), meskipun mereka tidak termasuk di antara kader eksekutif senior. Apa yang dinyatakan secara resmi oleh sebuah organisasi sebagai tujuan tidak selalu mencerminkan tujuan yang sebenarnya. Tujuan-tujuan resmi cenderung untuk sangat dipengaruhi oleh standar sosial yang di inginkannya. Pernyataan-pernyataan yang di kemukakan seperti “menghasilkan produk bermutu dengan harga yang bersaing”, “menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab”, “memastikan bahwa usaha-usaha produktif kita tidak akan mencemari lingkungan”, “mempertahankan reputasi kita dalam integritas “, dan “menerima orang cacat dan dari golongan minoritas” dapat diambil dari brosur-brosur perusahaan. Pernyataan-pernyataan resmi yang samar yang bukan diberikan tanpa pamrih ini dapat berbunyi enak tetapi jarang sekali memberikan kontribusi terhadap pengertian tentang apa yang sebetulnya hendak di capai oleh sebuah organisasi. Dengan adanya kemungkinan bahwa tujuan-tujuan yang resmi dan yang sebenarnya dapat berbeda, maka suatu penilaian tentang organisasi mungkin harus memasukan juga pernyataan yang di buat oleh dominant coalition ditambah dengan sebuah daftar tambahan yang dibuat atas dasar pengamatan mengenai apa yang sebenarnya di lakukan oleh para anggota dalam organisasi. Tujuan jangka pendek dari sebuah organisasi kerap kali berbeda dengan tujuan jangka panjangnya. Misalnya, tujuan jangka pendek utama sebuah perusahaan diarahkan kepada masalah keuangan untuk meningkatkan modal kerja sebanyak 20 juta dalam jangka waktu duabelas bulan mendatang. Tetapi tujuan lima tahunnya adalah untuk meningkatkan pangsa pasar produknya 6 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
dari 4% menjadi 10%. Dalam menerapkan pendekatan pencapaian tujuan, tujuan-tujuan mana yang jangka pendek atau jangka panjang yang harus di gunakan ? Fakta bahwa organisasi mempunyai tujuan majemuk juga menciptakan kesulitan. Tujuan-tujuan tersebut dapat saling bersaing dan seringkali saling tidak cocok. Pencapaian “kualitas produk yang tinggi “ dan “biaya per unit yang rendah”, misalnya, bisa saling bertentangan satu sama lain. Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsikan harus ada kesepakatan terhadap tujuan. Dengan adanya trujuan majemuk dan kepentingan yang berbeda-beda dalam organisasi, maka kesepakatan tersebut mungkin tidak dapat terjadi kecuali bila tujuan-tujuan tersebut di nyatakan dalam istilah yang mendua dan samarsamar untuk memberi kesempatan kepada berbagai kelompok yang berkepentingan untuk menginterpretasikannya sesuai dengan kepentingan pribadi mereka. Hal ini, sebetulnya, dapat menerangkan mengapa kebanyakan tujuan resmi organisasi-organisasi besar secara tradisional di buat secara luas dan tidak nyata. Tujuannya adalah untuk menentramkan berbagai kelompok yang berkepentingan dalam organisasi. Tujuan majemuk harus diatur sesuai dengan kepentingannya, jika kita menginginkan tujuan tersebut berarti bagi para anggota. Tetapi bagaimana anda dapat mengalokasikan kepentingan yang relatif terhadap tujuan-tujuan yang mungkin saling tidak cocok dan mewakili kepentingan yang berbedabeda ? Jika ditambahkan pada fakta tersebut, bahwa personalia dan hubungan kekuasaan dalam organisasi berubah, demikian juga kepentingan yang dikaitkan dengan tujuan yang berbeda-beda tersebut maka anda mulai menyadari kesukaran yang akan dihadapi dalam mengoperasionalkan pendekatan tujuan. Pengertian terakhir perlu diberikan sebelum kita menyimpulkan bagian mengenai masalah-masalah pada pendekatan pencapaian tujuan. Mungkin saja bagi banyak organisasi tujuan tidak mengatur perilaku. “Pernyataan umum yang mengatakan bahwa kesepakatan tentang tujuan harus dibuat sebelum tindakan dilakukan mengaburkan fakta bahwa kesepatakan itu tidak 7 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
mungkin terjadi kecuali jika ada sesuatu yang nyata, di mana hal tersebut dapat terjadi. Dan „sesuatu yang nyata‟ ini ternyata bisa berupa tindakan yang sudah dilakukan.” Dalam hal tertentu, tujuan resmi hanya rasionalisasi untuk menjelaskan tindakan yang telah lalu, bukan pemandu ke masa depan. Organisasi mungkin bertindak lebih dahulu, baru kemudian menciptakan “tujuan” untuk membenarkan apa yang telah terjadi. Jika hal ini benar, maka pengukuran keefektifan organisasi dengan mensurvei dominant coalition bukan menghasilkan benchmark (standar) yang dapat dijadikan pembanding performa yang sebenarnya, tetapi lebih berupa deskripsi formal mengenai pandangan dominant coalition tentang performa sebelumnya. Apa arti dari semua ini ? Tampaknya hanya orang yang naif yang akan menerima pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen senior untuk menggambarkan tujuan organisasi. Seperti yang disimpulkan oleh seorang penulis
setelah
menemukan
bahwa
perusahaan-perusahaan
ternyata
mengedarkan set tujuan yang berbeda-beda: pertama untuk para pemegang saham, kedua untuk para pelanggan, ketiga untuk para pegawai, keempat untuk masyarakat umum, dan masih ada yang kelima untuk manajemen sendiri, maka pernyataan formal tentang tujuan organisasi harus diperlakukan sebagai
“dongeng
yang
dihasilkan
oleh
sebuah
organisasi
untuk
mempertanggungjawabkan, menjelaskan, atau merasionalkan eksistensinya terhadap audience tertentu ketimbang sebagai indikasi yang sah dan dapat dipercaya mengenai tujuan”. Nilainya bagi Para Manajer Masalah-masalah tersebut, meskipun pasti memberatkan, tidak harus ditafsirkan sebagai tuduhan yang tidak beralasan tentang tujuan. Organisasiorganisasi itu ada untuk mencapai tujuan – masalahnya terletak pada identifikasi dan pengukurannya. Keabsahan dari tujuan-tujuan yang diidentifikasi tersebut mungkin dapat ditingkatkan secara mencolok dengan (1) memastikan bahwa masukan diterima dari semua orang yang mempunyai pengaruh penting dalam merumuskan tujuan-tujuan yang resmi, meskipun 8 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
mereka bukan bagian dari manajemen senior, (2) menyertakan tujuan yang sebenarnya yang diperoleh melalui pengamatan perilaku para anggota organisasi; (3) mengakui bahwa organisasi mengejar tujuan jangka pendek maupun jangka panjang; (4) menekankan tujuan-tujuan yang nyata, yang dapat diverifikasi dan dapat diukur ketimbang menggantukan diri pada pernyataan-pernyataan tidak jelas yang hanya mencerminkan harapan masyarakat; dan (5) melihat tujuan sebagai kesatuan yang dinamis yang berubah dari waktu ke waktu ketimbang melihatnya sebagai pernyataan tentang tujuan yang kaku dan tetap. Jika para manajer bersedia menghadapi kompleksitas yang terdapat pada pendekatan pencapaian tujuan tersebut maka mereka bisa memperoleh informasi yang cukup mendasar untuk menilai keefektifan sebuah organisasi. Tetapi masih ada banyak hal yang bersangkut paut dengan keefektifan organisasi ketimbang hanya mengidentifikasi dan mengukur hasil tertentu.
2.2. Pendekatan Sistem (system approach) Asumsi – asumsi Pendekatan sistem terhadap EO mengimplikasikan bahwa organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika salah satu sub bagian ini mempunyai performa yang buruk, maka akan timbul dampak yang negatif terhadap performa keseluruhan sistem. Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi
lingkungan.
Manajemen
tidak
boleh
gagal
dalam
mempertahankan hubungan yang baik dengan para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi organisasi yang stabil. Kelangsungan hidup membutuhkan penggantian yang terus-menerus untuk sumber daya yang dikonsumsi. Bahan baku harus diamankan, lowongan yang terjadi karena pengunduran diri dan pensiunnya para pegawai harus diisi, lini produksi yang menurun harus diganti, perubahan dalam ekonomi dan selera 9 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
para konsumen atau pelanggan harus diantisipasi dan dihadapi, dan seterusnya. Kegagalan untuk mengganti akan mengakibatkan kemunduran dan, mungkin, kematian organisasi. Masalah-masalah Dua kekurangan yang paling menonjol dari pendekatan sistem ada hubungannya dengan pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting. Pengukuran tujuan akhir tertentu dapat dianggap mudah dibandingkan dengan percobaan untuk mengukur variabel proses, seperti “fleksibilitas respons terhadap perubahan lingkungan” atau “kejelasan dari komunikasi intern”. Masalahnya adalah istilah itu mungkin dapat menjelaskan apa yang dimaksud oleh orang awam, tetapi pengembangan alat ukur yang sah dan andal untuk memperoleh kuantitas atau intensitasnya agaknya tidak mungkin. Ukuran apa pun yang digunakan, oleh karenanya, dapat dipertanyakan secara terus-menerus. Di dalam olah raga, seringkali dikatakan bahwa “yang diperhitungkan adalah apakah anda menang atau kalah, bukan bagaimana anda memainkan pertandingan tersebut”. Dapat dipertanyakan apakah hal tersebut juga berlaku bagi organisasi. Jika tujuan sudah tercapai, apakah cara-caranya masih penting ? Sasarannya adalah untuk menang, bukan untuk pergi ke pertandingan dan kalah dengan baik ! Masalahnya dengan pendekatan sistem, paling tidak menurut para kritikusnya, adalah pendekatan itu berfokus pada cara-cara yang diperlukan untuk mencapai keefektifan daripada kepada keefektifan organisasi itu sendiri. Kritik ini akan lebih berarti jika kita mengkonseptualkan pendekatan pencapaian tujuan dan pendekatan sistem sebagai pendekatan yang berorientasi kepada tujuan. Yang pertama menggunakan tujuan akhir, yang lain cara-cara tujuan. Dari perspektif ini dapat diperdebatkan bahwa karena keduanya menggunakan tujuan, maka anda sebaiknya menggunakan yang lebih berarti dan yang (walalupun mempunyai masalah pengukuran sendiri) lebih mudah untuk dikuantifikasikan, yaitu pendekatan pencapaian tujuan. 10 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
Nilainya bagi Para Manajer Para manajer yang menggunakan pendekatan sistem terhadap EO cenderung kurang mementingkan hasil yang cepat. Mereka kemungkinan besar tidak akan membuat keputusan yang menukar kesejahteraan jangka panjang dan kelangsungan hidup organisasi dengan membuat mereka tampak sehat dalam jangka pendek. Selain itu, pendekatan sistem meningkatkan kesadaran para manajer tentang adanya saling ketergantungan di antara aktivitas-aktivitas organisasi. Keunggulan akhir dari pendekatan sistem adalah kemampuannya untuk diaplikasikan jika tujuan akhir sangat samar atau tidak dapat diukur. Para manajer organisasi masyarakat seringkali menggunakan “kemampuan untuk mendapatkan
penambahan anggaran”
sebagai
ukuran
keefektifan
–
menggantikan kriteria masukan dengan kriteria keluaran.
2.3. Pendekatan Konstituens-Strategis (strategic-constiutencies approach) Asumsi-asumsi Pendekatan pencapaian tujuan memandang organisasi sebagai kesatuan yang sengaja dibuat, rasional, dan mencari tujuan. Pendekatan konstituensistrategis memandang organsisasi secara berbeda. Organisasi diasumsikan sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan (vested interests) bersaing untuk mengendalikan sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan organisasi menjadi sebuah penilaian tentang sejauh mana keberhasilan sebuah organisasi dalam memenuhi tuntutan konstituensi kritisnya yaitu pihak-pihak yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut untuk kelangsungan hidupnya di masa depan. Kiasan dari “arena politik” selanjutnya mengasumsikan bahwa organisasi mempunyai sejumlah konstituensi dengan berbagai tingkat kekuasaan, yang masing-masing mencoba untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi, setiap konstituensi juga mempunyai sekumpulan nilai yang unik, sehingga preferensi mereka tidak mungkin bisa sesuai. 11 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
Masalah-masalah Seperti halnya pendekatan sebelumnya, yang ini pun bukannya tanpa masalah. Dalam praktek, tugas untuk memisahkan konstituensi strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah untuk diucapkan, tetapi sukar untuk dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin kritis bagi organisasi mungkin tidak lagi untuk hari ini. Bahkan jika konstituensi di dalam lingkungan dapat diidentifikasi dan diasumsikan relatif cukup stabil, apa sebenarnya yang memisahkan konstituensi strategis dari yang “hampir” merupakan konstituensi strategis ? Di manakah anda membuat pemisahan itu ? Dan bukankah kepentigan setiap anggota dominant coalition sangat mempengaruhi apa yang ia persepsikan sebagai sesuatu yang strategis? Seorang eksekutif dalam fungsinya di bagian akunting kemungkinan besar tidak akan melihat dunia – atau konstituensi strategis organisasi – dengan pandangan yang sama seperti seorang eksekutif yang berfungsi di bagian pembelian. Akhirnya, mengidentifikasikan harapan yang dianut oleh konstituensi strategis mengenai organisasi menimbulkan masalah. Bagaimana anda dapat memperoleh informasi tersebut secara tepat. Nilai bagi Para Manajer Jika kelangsungan hidup penting bagi sebuah organisasi, maka adalah kewajiban para manajer untuk mengerti kepada siapa (dalam arti konstituensi) organisasi
itu
bergantung
untuk
kelangsungan
hidupnya.
Dengan
mengoperasikan pendekatan konstituensi strategis, para manajer mengurangi kemungkinan bahwa mereka mungkin mengabaikan atau sangat mengganggu sebuah kelompok yang kekuasaannya dapat menghambat kegiatan-kegiatan sebuah organisasi secara nyata. Jika manajemen mengetahui dukungan dari siapa
mereka
butuhkan
supaya
organisasi
dapat
mempertahankan
kesehatannya, maka mereka dapat memodifikasi urutan preferensi tujuantujuannya sesuai dengan kebutuhannya untuk mencerminkan hubungan kekuasaan yang berubah dengan para konstituensi strategisnya.
12 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
2.4. Pendekatan Balance-scorecard (Balance – scorecard Approach) Balance –Screcard merupakan konsep manajemen yang diperkenalkan oleh Kaplan pada tahun 1992, sebagai perkembangan dari konsep pengukuran kinerja (performance measurement). Pengukuran kinerja ini dengan menentukan pendekatan efektif yang seimbang (balance) Pendekatan tersebut berdasarkan empat perspektif yaitu : 1.
Perspektif Financial
2.
Perspektif Pelanggan
3.
Perspektif Proses bisnis internal.
4.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Perspektif Financial Ukuran financial memang sangat penting terutama didalam memberikan tindakan ekonomis yang sudah diammbil. Ukuran kinerja finansial memberikann petunjuk apakah strategi perusahaan implementasi , dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak didalam meningkatkan keuntungan perusahaan. Tujuan finansial biasanya berhubungan dengan profitabilitas melalui pengukuran laba operasi, return on capital employed (ROCE) atau economic value added serta terciptanya arus kas.
Perspektif Pelanggan. Didalam
perspektif
pelanggan
balance-scorecard,
manajemen
harus
mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing. Perspektif ini biasanya terdiri dari beberapa ukuran utama atau ukuran generic keberhasilan perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik. Ukuran utama tersebut terdiri dari kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan baru, profitabilitas dan pangsa pasar pada segmen sasaran. Perpektif pelanggan memungkinkan para manajer unit bisnis ini untuk mengartikulasikan strategi yang berorientasi
13 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
kepada pelamggan dan pasar yang akan memberikan keuntungan finansial dimasa depan yang lebih besar.
Perspektif Proses Bisnis Internal Didalam
perspektif
Proses
Bisnis
Internal,
para
eksekutif
mengidentifikasikan berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan. Perspektif proses bisnis internal mengungkapkan dua perbedaan ukuran kinerja yang mendasar antara pendekatan tradisional dan pendekatan balance scorecard. Pada pendekatan tradisional, perusahaan hanya berusaha memantau dan meningkatkan proses bisis yang sudah ada dalam upaya memenuhi ukuran finansial, tetapi pendekatan balance scorecard harus mengidentifikasi berbagai proses baru yang harus dikuasai agar dapat memenuhi berbagai tujuan pelanggan dan finansial, atau harus mampu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dimasa yang akan datang
2.5. Pendekatan Nilai-nilai Bersaing (competing-values approach) Asumsi-asumsi Sebelum menyajikan pendekatan nilai-nilai bersaing secara eksplisit, terlebih dahulu kami perlu menetapkan asumsi yang menjadi dasar penciptaannya. Mari kita mulai dengan asumsi bahwa tidak ada kriteria “paling baik” untuk menilai keefektifan sebuah organisasi. Tidak ada tujuan tunggal yang dapat disetujui oleh semua orang dan juga tidak ada konsensus yang menetapkan tujuan mana yang harus didahulukan dari yang lainnya. Oleh karena itu, konsep EO itu sendiri subyektif, dan tujuan yang dipilih seorang penilai berdasarkan atas nilai-nilai pribadi, pereferensi serta minatnya. Hal ini dapat dilihat jika kita mengambil sebuah organsisasi dan
14 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
melihat bagaimana kriteria mengenai EO berubah untuk mencerminkan kepentingan si penilai. Nilai-nilai bersaing secara nyata melangkah lebih jauh daripada hanya pengakuan tentang adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan
bahwa
dikonsolidasikan
dan
berbagai diorganisasi.
macam
pilihan
Pendekatan
tersebut
nilai-nilai
dapat bersaing
mengatakan bahwa ada elemen umum yang mendasari setiap daftar kriteria EO yang komprehensif dan bahwa elemen tersebut dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan kumpulan dasar mengenai nilai-nilai bersaing. Masing-masing kumpulan tersebut lalu membentuk sebuah model keefektifan yang unik. Masalah-masalah Karena model nilai-nilai bersaing meliputi tujuan maupun caranya, maka model ini mengatasi masalah yang timbul jika kita menggunakan pendeketan pencapaian tujuan (goal-attainment) atau sistem. Nilai-nilai bersaing mencakup konstituensi strategis tetapi tidak berbuat apa-apa untuk mengurangi masalah seperti yang timbul karena digunakannya pendekatan ini, seperti yang telah kami singgung. Metodologi nilai-nilai bersaing membuat pendekatan ini lebih baik dalam menilai persepsi dari konstituensi mengenai seberapa baik sebuah organisasi itu mengerjakan kedelapan kriteria ketimbang menjelaskan kriteria mana yang ditekankan konstituensinya. Penggunaan daur hidup untuk menentukan model EO mana yang harus diperhatikan oleh manajemen sangat menarik, tetapi lebih banyak penelitian diperlukan untuk menentukan apakah model-model tentang keefektifan itu benar-benar berubah dengan cara yang dapat diramalkan seiring dengan perkembangan organisasi-organisasi tersebut melalui daur hidup mereka.
15 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
Nilai Bagi Para Manajer Nilai-nilai bersaing mengakui bahwa kriteria majemuk dan kepentingankepentingan yang saling bertentangan mendasari setiap usaha dalam menentukan dan menilai EO. Selain itu, dengan mengurangi sejumlah besar kriteria keefektifan ke dalam empat model organisasi yang secara konseptual jelas, maka pendekatan nilai-nilai bersaing dapat membantu manajer dalam mengidentifikasi kecocokan dari berbagai kriteria bagi konstituensi yang berbeda-beda serta daur hidup yang berbeda-beda pula.
16 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
III.
OPERASIONALISASI KEEMPAT PENDEKATAN
3.1. Operasionalisasi Pendekatan Tujuan
Pendekatan pencapaian tujuan mungkin paling nyata
terlihat pada
Management by Objectives ( MBO ) yang menilai keefektifan dengan cara seberapa jauh organisasi mencapai tujuan – tujuan khusunya yang telah ditetapkan secara bersama oleh pimpinan dan anggotanya. Tujuan tersebut secara nyata dapat dibuktikan dan diukur, serta kondisi kondisi yang memungkinkan tujuan itu terpenuhi juga telah ditentukan. Tingkatan sejauh mana masing-masing tujuan harus dipenuhi juga telah ditetapkan, dan juga dibandingkan antara prestasi sebenarnya dengan tujuan yang ada.
3.2. Operasionalisasi Pendekatan Sistem
Pandangan sistem melihat pada faktor-faktor seperti hubungan dengan lingkungan untuk memastikan adanya penerimaan yang terus menerus dari masukan serta penerimaan yang menguntungkan dari keluaran, fleksibilitas respons terhadap perubahan lingkungan, efisiensi yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran, kejelasan komunikasi intern, tingkat konflik diantara kelompok dan tingkat kepuasan kerja pegawai. Lebih berorientasi pada cara tanpa mengabaikan tujuan akhir yang dijadikan salah satu determinan penting dari EO. Hubungan timbal balik yang penting terdapat antara variabel variabel dalam sistem yang dapat diubah menjadi rasio EO, yatiu meliputi rasio output/input (O/I), transformation/input (T/I), transformation/output (T/O), perubahan dalam input/output (δ I/O), seperti yang terlihat dalam contoh di tabel berikut ini :
17 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
TABEL 3.1 : Contoh Ukuran Keefektifan Sistem Berbagai Jenis Organisasi VARIABEL PERUSAHAAN RUMAH SAKIT PERGURUAN SISTEM TINGGI O/I Laba atas investasi Σ total pasien yang Σ publikasi fakultas dilayani T/I Perputaran Investasi modal Biaya untuk sistem persediaan dalam teknologi informasi kesehatan T/O Volume penjualan Σ total pasien Σ mahasiswa yang sembuh yang lulus dilayani δI/O Perubahan modal Perubahan Σ pasien Perubahan Σ mhswa kerja yang dilayani yang mendaftar Sumber : William M.Evan. “Organization Theory and Organizational Effectiness: an An Exploratory Analysis”, Kent, Ohio, 1976, hal. 22 –23 yang diolah Aplikasi sistem yang lain terhadap EO adalah pemeriksaan manajemen (management audit), yang dkembangkan oleh Jackson Martindell yang dimaksudkan untuk menganalisis aktivitas-aktivitas utama dalam sebuah perusahaan bisnis, meliputi aktivitas masa lalu, masa kini dan masa mendatang, serta untuk memastikan bahwa organisasi memperoleh usaha masksimal dari sumber-sumber dayanya. Martindell mengajukan konsep penilaian dalam sepuluh performa yatiu meliputi bidang : fungsi ekonomi, struktur organisasi; kesehatan pendapatan; pelayanan terhadap pemegang saham; penelitian dan pengembangan; dewan direksi; kebijakan keuangan; efisiensi produksi; kegiatan penjualan; erta evaluasi eksekutif. Sejumlah kriteria tersebut meskipun hanya relevan untuk organisasi komersial namun dapat dimodifikasi juga untuk organisai nirlaba. Pendekatan sistem lain digunakan oleh para peneliti dari Universitas Michigan untuk mempelajari prestasi tujuh lima perusahaan asuransi. Mereka mempelajari sepuluh dimensi keefektifan meliputi : business volume; produstion cost; new-member productivity; youthfulness of members; business mix; workforce growth; devotion to management; maintenance cost; member productivity; dan market penetration.
18 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
3.3. Operasionalisasi Pendekatan Konstituensi - Strategis
Langkah awal mengaplikasikan perspektif ini dapat dengan jalan meminta dominant
coalition
mengidentifikasikan
konstiuen
strategis
yang
mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi yang kemudian dapat dikombinasi atau disatukan dalam sebuah daftar. Daftar ini kemudian dievaluasi untuk menentukan kekuasaan relatif masing-masing, dilanjutkan dengan mengidentifikasi harapan-harpan dan tuntutan yang dimiliki para kosntituen tersebut. Tahap terakhir adalah membandingkan berbagai harapan tersebut, menentukan harapan yang bersifat umum dan yang tak sesuai, memberikan bobot relatif serta membuat urutan preferensi dari berbagai tujuan bagi organisasi yang sebenarnya merupakan gambaran kekuasaan relatif dari masing-masing konstituen strategis yang ada. Keefektifan
organisasi
dinilai
berdasarkan
kemampuannya
untuk
memenuhi berbagai tujuan tersebut. Di dalam tabel dibawah ini akan diperlihatkan contoh kriteria EO dari konstituen strategis yang dipilih : TABEL 3.2 : Kriteria EO yang Khas dari Konstituen strategis yang Dipilih KONSTITUENSI KRITERIA EO YANG KHAS Pemilik Laba atas investasi; pertumbuhan income Pegawai Kompensasi; tunjangan tambahan;kepuasan kondisi kerja Pelanggan Kepuasan thd harga; kualitas; pelayanan Pemasok Kepuasan thd pembayaran; potensi penjualan masa y.a.d. Kreditur Kemampuan membayar hutang Serikat Buruh Upah dan tunjangan tambahan yang bersaing; kondisi kerja yang memuaskan ; kesedian bargaining yang fair Tokoh Masyarakat Kontribusi orgns dalam masalah masyarakat; tidak ada kerusakan di lingkungan masyarakat Lembaga Pemerintah Tunduk pad hukum; menghindari denda / tuntutan dan teguran Sumber: Stephen P Robbins, Teori Organisasi: Struktur, Desain & Aplikasi. 1994, hal. 73, yang diolah
19 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
3.4. Operasionalisasi Pendekatan Nilai-Nilai Bersaing
Ada tiga kumpulan dasar tentang nilai-nilai bersaing yang dihasilkan dari pengolahan tiga puluh kriteria EO seperti yang tercantum dalam Tabel 1.1 sebelumnya. Kumpulan pertama adalah fleksibiltas versus kontrol, yang pada dasarnya keduanya saling bertentangan . Fleksibilitas menghargai inovasi, penyesuaian dan perubahan namun sebaliknya kontrol lebih menyukai stabilitas, ketentraman, serta prediksi kemungkinan. Kumpulan kedua adalah manusia versus organisasi, yang keduanya saling bertentangan dimana yang satu lebih menekankan perhatian pada perasaan atau kebutuhan manusia dalam organisasi, dan yang lainnya lebih perhatian pada pencapaian produktivitas dan tugas. Kumpulan ketiga adalah cara versus tujuan yang merupakan dikotomi dan telah dibahas dalam pendekatan tujuan dan pendekatan sistem sebelumnya. Kombinasi nilai-nilai tersebut dapat menjadi delapan sel atau kumpulan kriteria EO meliputi kombinasi dari : Organization, Flexibility & Means (OFM); Organization Flexibility & Ends (OFE); Organization,Control & Means (OCM); Organization, Control & Ends (OCM); People,Control & Means (PCM); People,Control & Ends (PCE); People,Flexibility & Means (PFM); dan People, Flexibility & Ends (PFE)
Tabel 3.3 : Delapan Sel Kriteria EO SEL DESKRIPSI DEFINISI OFM Fleksibilitas Penyesuaian diri yg baik thd perubahan & kondisi dari luar OFE Perolehan Peningkatan dukungan dr luar & menambah jmlh Sumber naker OCM Perencanaan Tujuan jelas & dipahami dgn benar OCE Produktivitas & Volume keluaran tinggi; rasio O/I juga tinggi efisiensi PCM Tersedianya Saluran komuikasi membantu pemahaman thd info Informasi yg mempengaruhi pekerjaan mereka PCE Stabilitas Perasaan tenteram, kontinuitas , kegiatan berjalan scr benar 20 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
PFM
Naker yang Saling percaya, menghormati dan dapat bekerja sama kohesif PFE Naker yang Mendapat pelatihan, punya ketrampilan & kapasitas terampil utk bekerja secara baik Sumber : Stephen P Robbins, Teori Organisasi : Struktur, Desain & Aplikasi, 1994, hal. 78, yang diolah Ke-delapan sel kriteria EO tersebut kemudian dapat dikombinasi lagi menjadi empat model atau definisi keefektifan yaitu meliputi : Human relation model : mendefinisikan EO sebagai adanya tenaga kerja yang terpadu/ kohesif (sebagai cara/PFM) dan terampil (tujuan/PFE) Open-system model : mendefinisikan EO dengan adanya fleksibilitas (cara/OFM) dan kemampuan untuk mendapatkan sumber daya (tujuan/ OFE). Rational-goal model : mendefinisikan EO dengan adanya rencana-rencana atau tujuan tertentu (cara/OCM) serta produktifitas dan efisiensi yang tinggi (tujuan/OCE) Internal-process model : menekankan pada manusia dan kontrol serta penyebaran informasi (cara/PCM) dan stabilitas serta ketentraman (tujuan/PCE) dalam menilai EO.
GAMBAR 3.1 :
EMPAT MODEL TENTANG NILAI KEEFEKTIFAN F
Human Relation Model
PFE
Open – Systems Model
OFM
PFM
OFE
P
O PCM OCE
Internal – Process Model
PCE
OCM
Rational Goal Model
C Sumber : Stephen P Robbins, Teori Organisasi : Struktur, Desain & Aplikasi, 1994, hal. 79 dan 81, yang diolah 21 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
IV.
PERBANDINGKAN KEEMPAT PENDEKATAN Setelah membahas empat pendekatan yang berbeda untuk menilai
keefektifan organisasi yang masing-masing mempunyai cara tersendiri serta dapat menjadi model yang bermanfaat. Untuk menentukan dalam kondisi bagaimana dari masing-masing pendektan itu agar dapat dicapai hasil yang optimal, berikut ini dalam tabel 3.1 akan diikhtisarkan setiap pendekatan tersebut dengan cara mengidentifikasikan apa yang dibutuhkan dalam menetapkan keefektifan beserta kondisi-kondisi yang diperlukan.
Tabel 4.1. Perbandingan Keempat Pendekatan bagi Keefektifan Organisasi PENDEKATAN
Pencapaian tujuan Sistem
Konstituensi strategis
Nilai-nilai bersaing
DEFINISI
BERGUNA PADA SAAT
Organisasi efektif sampai sejauh…. Organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Organisasi memperoleh sumber yang dibutuhkan.
Pendekatan lebih disukai pada saat ……. Tujuan jelas, dibatasi waktu, dan dapat diukur. Ada hubungan yang jelas antara masukan dan keluaran. Semua konstituensi strategis Konstituensi mempunyai paling tidak dipenuhi. pengaruh yang kuat terhadap organisasi, dan organisasi harus menanggapi tuntutantuntutan. Penekanan organisasi di keempat Organisasi sendiri tidak jelas bidang utama sesuai dengan mengenai apa yang menjadi preferensi dari konstituen. penekanannya, atau mengenai minat dalam perubahan kriteria dalam jangka waktu tertentu.
Diadaptasi dari Kim S. Cameron, “The Effectiveness of Ineffectiveness”, dalam B.M. Staw dan L.L. Cummings, ed., Research in Organizational Behavior, vol.6 (Greenwich, Conn: JAI Press, 1984), hlm. 276. Dengan izin.
22 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
Study Kasus
Efektifitas Organisasi Dalam Institusi Pendidikan
Didalam makalah ini sengaja mengangkat kasus Efektifitas Organisasi dalam Institusi Pendidikan, mengapa demikian, karena menurut kami hal ini sangat menarik karena kita tahu bahwa institusi Pendidikan umumnya adalah sebuah organisasi non-profit/nirlaba, dimana karakter organisasi tersebut tidak semata-mata mencari keuntungan, namun demikian evaluasi keefektifan organisasi
tersebut
tetap
harus
dilakukan
dalam
rangka
untuk
dapat
mempertahankan kelangsungan hidup organisasi dengan cara efisien dan efektif. Efektif dalam arti dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan baik kepada masyarakat luas maupun kepada pihak-pihak internal organisasi yaitu karyawan dan dosen. Efisien berarti mampu menggunakan sumberdaya yang tersedia untuk dapat menghasilkan output yang maksimal. Sama seperti organisasi-organisasi profit yang lain dalam evaluasinya, hanya saja yang berbeda tentunya variable-variabelnya, dalam penelitian ini variable-variabel yang digunakan adalah : a.
Variabel Indeppenden : yang terdiri dari budaya, yang diukur dengan : Struktur Organisasi : Sentralisasi/Desentralisasi Sistem Monitoring : Simpel/Komplek Sistem Evalusi : Untuk kepentingan individu atau organisasi Sistem Penghargaan : Finansial/non Finansial
b.
Variabel Intervening, yaitu : Motivasi : diukur dengan tingkat kehadiran Kepuasan kerja
c.
Variabel Dependen : Indikator efektifitas organisasi yaitu indikator yang dapat diambil dari elemen-elemen penilaian seperti BAN (Badan Akreditasi Nasional) dan indikator internal yang dirasa perlu, seperti : Tingkat kelulusan 23 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
Ratio Tingkat Pendidikan Dosen Ratio Penelitian yang dihasilkan Internal Proses : Waktu melayani mahasiswa Inovasi : Perkembangan program studi
Komentar Terhadap Jurnal
Jurnal ini membahas pengaruh budaya (dengan menggunakan dimensi budaya Hofstede) terhadap efektivitas organisasi dalam penerapannya di dunia pendidikan. Kebudayaan merupakan suatu system nilai yang dianut oleh suatu lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, samapi pada lingkungan masyarakat luas. Budaya adalah sesuatu yang dapat dipelajari bukan merupakan suatu gen tetapi diturunkan dari lingkungan social, organisasi ataupun kelompok lain, budaya ini dibedakan antara sifat manusia dan dari kepribadian individu. Dalam jurnal ini dibahas pendekatan budaya terhadap organisasi lebih kofrehensif sehingga isi dari jurnal ini dapat menggambarkan secara lebih terarah tentang budaya yang memang memiliki pengaruh besar terhadap keefektifan organisasi, dimana budaya itu sendiri seperti yang dijelaskan diatas dapat dipelajari sehingga dengan mengevaluasi setiap individu dalam kelompok baik individu atau kelompok internal maupun eksternal maka akan didapat suatu tolok ukur yang dapat menjadi indikator terhadap keefektifan organisasi tentunya tetap mengacu pada definisi tujuan dari efektifitas organisasi. Dimensi budaya dan struktur organisasi dalam jurnal ini meliputi, Power distance dan struktur hirarki yaitu bagaimana kekuasaan didistribusikan secara tidak sama, Uncertainty Aviodance dan sistem monitoring yaitu berhubungan dengan kenyataan dalam menghadapi ketidak pastian dimasa yang akan datang dan bagaimana tingkat reaksi mengahdapinya, Individualism/Collectivism dan sistem
evaluasi
yaitu
hubungan
antara
individu
dengan
kelompok, 24
Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
Masculinity/Femininity dan System reward yaitu merupakan nilai-nilai yang dominan dalam suatu kelompok, motivasi dan kepuasan kerja.
Kesimpulan :
Indikator untuk mengukur Efektifitas Organisasi yang digunakan disesuaikan dengan jenis organisasi yaitu organisasi non profit tetapi tetap mengacu pada pencapaian hasil finansial akan tetapi tetap lebih mementingkan atau menekankan pada peningkatan kualitas pendidikan.
25 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
V.
PENUTUP
Ringkasan Membuat definisi tentang keefektifan organisasi memang terbukti sulit dan kompleks, dengan menggunakan empat pendekatan dalam menilai keefektifan yang meliputi : (1) Pendekatan Pencapaian Tujuan menetapkan bahwa EO sebagai pencapaian tujuan akhir; (2) Pendekatn Sistem memfokuskan pada cara-cara dan kemampuan organisasi memeperoleh masukan, memproses masukan tersebut, menyalurkan keluaran, dan mempertahankan stabilitas dan keseimbangan dalam sistem; (3) Pendekatan Konstituensi-strategis yang mendefinisikan EO sebagai sesuatu yang dapat memenuhi tuntutan dari konstituen di dalam lingkungan organisasi disebabkan organisasi memerlukan dukungan terus menerus, sehingga keberhasilannya diukur dari kemampuan untuk memuaskan individu, kelompok, serta lembaga yang menjadi tempat bergantung bagi kelangsungan hidup organisasi tersebut; (4) Perspektif terakhir adalah pendekatan yang berdasarkan pada nilai-nilai bersaing, yang mencoba mempersatukan sejumlah besar kriteria tentang EO kedalam empat model, masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai serta dalam tahap mana organisasi tersebut berada di daur hidupnya. Secara konseptual EO memang kompleks begitu juga upaya untuk mendefisnikan, bahwa Keefektifan Organisasi secara umum dapat didefinisikan sebagai tingkatan pencapaian organisasi atas tujuan jangka pendek (tujuan) dan jangka panjang (cara. Pemilihan itu mencerminkan konstituen strategis, minat pengevaluasi , dan tingkat kehidupan organisasi
26 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
DAFTAR PUSTAKA 1. James L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, Jr., Djoerban Wahid SH (Translator), Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Struktur, Proses, 1984 by Erlangga 2. Ricard L. Daft, Organization Theory and Design, eighth edition, Vanderbilt University 3. Stephen P. Robbins, Jusuf Udaya, Teori Organisasi: Struktur, Desain & Aplikasi, Edisi 3, Arcan, Jakarta, 1994, hal.52 -85
27 Makalah Organisasi Teoori dan Design “ EFEKTIFITAS Organisasi
“
PENGARUH BUDAYA TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI: Dimensi Budaya Hofstede Chairuman Armia*) Abstract This paper uses Hofstede’s (1980) cultural dimension of power distance, uncertainty avoidance, individualism/collectivism, and masculinity/femininity to examine the relative influence of culure on the uses of performance evaluation system in measuring the organizational effectiveness Key word :Organisasi budaya, power distance, uncertainty avoidance, individualism/collectivism, and masculinity/femininity
PENDAHULUAN Beberapa artikel yang menjelaskan tentang pengujian efektivitas organisasi antara lain Smith (1998); Cameron (1980); dan Sekaran dan Snodgrass (1986). Dua artikel pertama menjelaskan tentang bagaimana pengukuran efektivitas organisasi dan indikatorindikator apa yang digunakan untuk mengujinya. Sedangkan artikel Sekaran dan Snodgrass (1986) memberikan kerangka pengujian efektivitas organisasi dan secara eksplisit menghubungkannya dengan faktor budaya. Artikel-artikel tersebut sepakat bahwa efektivitas organisasi tidak dapat dipisahkan dengan faktor lingkungan yang membentuk organisasi tersebut. O’Connor (1995) melakukan pengujian terhadap faktor budaya dan nonbudaya dan pengaruhnya terhadap penggunaan sistem evaluasi kinerja. Penelitian O’Connor tersebut menemukan bahwa tingkat individualism dan uncertainty avoidance memoderasi pengaruh dari task difficulty pada hubungan antara penekanan anggaran dengan job related tension dan kinerja. Tujuan artikel adalah untuk memberikan suatu kerangka pemikiran mengenai pengaruh budaya (dengan menggunakan dimensi budaya Hofstede) terhadap efektivitas organisasi dengan memasukkan beberapa faktor intervening yang secara tidak langsung menjembatani hubungan antara keduanya. Artikel ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi bagi peneliti maupun disiplin lainnya, terutama yang berkaitan dengan penerapannya dalam dunia pendidikan. Setelah pendahuluan, artikel ini dibagi dalam beberapa bagian. Bagian pertama *)
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti
103
ISSN: 1410 – 2420
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
akan menjelaskan tentang budaya dan organisasi, kemudian akan dijelaskan tentang faktor-faktor yang dianggap sebagai intervening variabel yaitu motivasi dan kepuasan kerja. Selanjutnya dijelaskan tentang efektivitas organisasi dan pengukuran-pengukurannya. Akhir dari artikel ini akan membahas aplikasinya dalam dunia pendidikan untuk menguji kerangka pemikiran yang diajukan dalam artikel ini. BUDAYA DAN ORGANISASI Pengertian Budaya Hofstede menurunkan konsep budaya dari program mental yang dibedakan dalam tiga tingkatan (Hofstede 1980: 15), yaitu: 1) tingkat universal, yaitu program mental yang dimiliki oleh seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental seluruhnya melekat pada diri manusia, 2) tingkat collective, yaitu program mental yang dimiliki oleh beberapa, tidak seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental khusus pada kelompok atau kategori dan dapat dipelajari. 3) tingkat individual, yaitu program mental yang unik yang dimiliki oleh hanya seorang, dua orang tidak akan memiliki program mental yang persis sama. Pada tingkatan ini program mental sebagian kecil melekat pada diri manusia, dan lainnya dapat dipelajari dari masyarakat, organisasi atau kelompok lain. Dalam ilmu sosial, pada umumnya tidak dapat dilakukan pengukuran suatu konstruk secara langsung, sehingga paling tidak harus digunakan 2 pengukuran yang berbeda. Program mental ini oleh Hofstede dijelaskan dengan dua konstruk yaitu value (nilai) dan culture (budaya). Nilai didefinisikan sebagai suatu tendensi yang luas untuk menunjukkan state of affairs tertentu atas lainnya, yang pengukurannya menggunakan belief, attitudes, dan personality. Sedangkan culture didefinisikan oleh Hofstede (1991: 4) sebagai program mental yang berpola pikiran (thinking), perasaan (feeling), dan tindakan (action) atau disebut dengan “software of the mind”. Pemrograman ini dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian dilanjutkan dengan lingkungan tetangga, sekolah, kelompok remaja, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat. Dengan demikian kebudayaan adalah suatu sistem nilai yang dianut oleh suatu lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, sampai pada lingkungan masyarakat luas. Pemrograman mental atau budaya ini dikembangkan melalui suatu sistem nilai yang berkembang dalam masyarakat, kemudian sistem nilai ini akan menjadi norma-norma sosial yang mempengaruhi perilaku sosial. Hofstede (1980:27) menggambarkan pola budaya seperti pada gambar 1.
104
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
ISSN: 1410 – 2420
Gambar 1. Pola Budaya OUTSIDE INFLUENCES: Forces of nature, Force of man: Trade, Conquest Scientific discovery
ORIGIN Ecological factors: Geographic Economic Demographic Genetic/hygienic Historical Technological Urbanization
SOCIETAL NORMS Value system Of major groups Of population
CONSEQUENCES Structure and functioning of instituions: Family patterns Role of differentiation Social stratification Socialization Emphases Education Religion
Reinforcement
Tingkatan Budaya Dengan mengacu pada tingkatan program mental tersebut Hofstede menurunkan budaya dari tingkatan yang kedua (collective) sehingga budaya adalah sesuatu yang dapat dipelajari bukan merupakan suatu gen tetapi diturunkan dari lingkungan sosial, organisasi ataupun kelompok lain. Budaya ini dibedakan antara sifat manusia dan dari kepribadian individu. Sifat manusia adalah segala yang dimiliki oleh manusia misalnya sifat cinta, sedih, sifat membutuhkan orang lain, dan sebagainya, ekspresi sifat ini dipengaruhi oleh budaya yang dianut pada masyarakat tersebut. Sedangkan kepribadian (personality) seorang individu adalah seperangkat program mental personal yang unik yang tidak dapat dibagikan dengan orang lain. Hofstede (1991:10) mengkategorikan lapisan budaya untuk mengelompokkan kebiasaan orang sesuai dengan lingkungannya: Tingkatan nasional (national level), berdasarkan suatu negara. Tingkatan daerah (regional), dan/atau suku (ethnic), dan atau agama (religion), dan atau bahasa (lingistic). Tingkatan perbedaan jenis kelamin (gender). Tingkatan generasi, misalnya orang tua dengan anak-anak. Tingkatan sosial, dihubungkan dengan pendidikan, dan pekerjaan atau profesi. Tingkatan organisasi atau perusahaan.
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
105
ISSN: 1410 – 2420
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
Budaya berdasarkan tingkatan-tingkatan tersebut, dalam kenyataannya sering terjadi ketidak harmonisan, misalnya adanya konflik dalam tingkatan-tingkatan jender dalam budaya organisasi, konflik antara tingkatan-tingkatan generasi dalam budaya daerah. Dimensi Budaya Seperti yang dinyatakan oleh Hofstede (1991) bahwa budaya adalah daerah program mental yang mempengaruhi cara berfikir dan perilaku manusia, secara kolektif program mental sekelompok orang dalam suatu negara disebut dengan kebudayaan nasional. Beberapa teori yang mendasari penemuan dimensi budaya Hofstede, antara lain Kluckhon’s (1952) menjelaskan tentang dimensi budaya dalam 10 “Primary Message Systems” yaitu: interaction, association (with others), subsistence, isexuality, teritorality, temporality, learning, play, defense, dan exploitation. Sedangkan Parsons dan Shils (1951) mengklasifikasikan multimensional dalam “General Theory of Action”. Parsons dan Shils menyatakan bahwa seluruh tindakan manusia ditentukan oleh lima variabel, yaitu: Affectivity versus affectivity neutrality Self-orientation versus Collectivity-orientation Universalism versus particularism Ascription versus achievement Specificity versus Diffuseness. Kluckhohn dan Strodbeck (1961) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa masyarakat dibedakan dalam orientasi nilai sebagai berikut: Suatu evaluasi sifat manusia Hubungan manusia dengan lingkungannya Orientasi pada aktivitas Hubungan antar manusia Berdasarkan analisis faktor, Hofstede (1980) secara empiris menemukan ada empat dimensi program mental, yaitu: a. Perbedaan kekuasaan (power distance), merupakan dimensi budaya yang menunjukkan adanya ketidak sejajaran (inequality) bagi anggota yang tidak mempunyai kekuatan dalam suatu institusi (keluarga, sekolah, dan masyarakat) atau organisasi (tempat bekerja). Perbedaan kekuasaan ini berbeda-beda tergantung dari tingkatan sosial, tingkat pendidikan, dan jabatan. Misalnya politisi dapat menyukai status dan kekuasaan, pebisnis menyukai kesejahteraan dan kekuasaan, dan sebagainya. Ketidak sejajaran ini dapat terjadi dalam masyarakat (perbedaan dalam karakteristik mental dan phisik, status sosial, kesejahteraan, kekuasaan, aturan, hukum, dan
106
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
ISSN: 1410 – 2420
hak), keluarga, sekolah, dan ditempat kerja/organisasi (nampak pada struktur organisasi dan hubungan antara boss-subordinate). Norma Perbedaan Kekuasaan Norma perbedaan kekuasaan berikatan dengan 1) tingkat ketidak sejajaran yang diinginkan atau tidak diinginkan 2) tingkat ketergantungan dan kesaling tergantungan dalam masyarakat. Nilai tentang ketidak sejajaran ini melekat pada nilai tentang kekuasaan yang dipraktekkan dalam masyarakat. Perbedaan nilai yang dianut menyebabkan perbedaan dalam mengartikan sesuatu yang ada. French dan Raven (1959) mengklasifikasikan dasar kekuatan sosial dalam 5 tipe, yaitu: reward power, coercive power, legitimate power (didasarkan pada aturan/hukum), referent power (didasarkan pada kharisma seseorang) dan expert power. Adanya perbedaan kekuasaan ini mempunyai konsekuensi pada sistem politik, kehidupan beragama, ideologi, dan pada organisasi. Ukuran-ukuran yang digunakan oleh Hosftede dalam mengukur tingkat perbedaan kekuasaan adalah: Luasnya geografis (makin luas makin rendah tingkat perbedaan kekuasaan) Besarnya populasi (makin besar makin tinggi tingkat perbedaan kekuasaan). Kesejahteraan (makin sejahtera makin rendah tingkat perbedaan kekuasaan). Tingkat kesejahteraan yang tinggi diwakili dengan ukuran-ukuran: kurangnya pertanian tradisional, tehnologi lebih modern, lebih banyak kehidupan urban, mobilitas sosial lebih banyak, sistem pendidikan lebih baik, dan lebih banyak masyarakat tingkat menengah. b. Pengelakan terhadap ketidak pastian (uncertainty avoidance), merupakan dimensi budaya yang menunjukkan sifat masyarakat dalam menghadapi lingkungan budaya yang tidak terstruktur, tidak jelas, dan tidak dapat diramalkan. Masyarakat dapat melakukan pengelakan terhadap ketidak pastian ini dengan tehnologi, hukum, dan agama. Tehnologi digunakan untuk membantu dalam mempertahankan diri dari ketidak pastian yang disebabkan oleh sifat alam, hukum digunakan untuk membantu dalam mempertahankan diri dari ketidak pastian atas perilaku orang lain, sedangkan agama digunakan untuk menerima ketidak pastian yang tidak dapat dipertahankan oleh diri manusia sendiri. Ketidak pastian dalam suatu organisasi berkaitan dengan konsep dari lingkungan yang selalu dikaitkan dengan sesuatu yang diluar kendali perusahaan. Teori-teori yang berkaitan dengan ketidak pastian yang sering digunakan dalam organisasi adalah: 1) Teori
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
107
ISSN: 1410 – 2420
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
pengambilan keputusan dalam kondisi tidak pasti, 2) Teori kontijensi, 3) Teori perilaku strategis. Dalam organisasi pengelakan ketidak pastian ini dilakukan dengan tehnologi, aturan, dan tatacara (ritual). Tehnologi digunakan untuk menciptakan prediksi jangka pendek sebagai pencapaian hasil. Sedangkan aturan dan tatacara digunakan untuk mengurangi ketidak pastian akibat tidak dapat diprediksinya perilaku dari anggota organisasi. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam mengukur tingkat pengelakan kepastian adalah: Orientasi aturan, Stabilitas pekerja, Stress. c. Individualitas vs kolektivitas merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan adanya sikap yang memandang kepentingan pribadi dan keluarga sebagai kepentingan utama ataukah sebagai kepentingan bersama di dalam suatu kelompok. Dimensi ini juga dapat terjadi di masyarakat, dan organisasi. Dalam organisasi yang masyarakatnya mempunyai dimensi Collectivism memerlukan ketergantungan emosional yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki dimensi Individualism (Hofstede: 1980 217). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat individualisme diantaranya adalah: tingkat pendidikan, sejarah organisasi, besarnya organisasi, tehnologi yang digunakan dalam organisasi, dan subkultur yang dianut oleh organisasi yang bersangkutan. d. Maskulinitas vs femininitas, merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan bahwa dalam tiap masyarakat terdapat peran yang berbeda-beda tergantung perbedaan jenis para anggotanya. Pada masyarakat maskulin, menganggap pria harus lebih berambisi, suka bersaing, dan berani menyatakan pendapatnya, dan cenderung berusaha mencapai keberhasilan material. Dalam masyarakat feminin, kaum pria diharapkan untuk lebih memperhatikan kualitas kehidupan dibandingkan dengan keberhasilan materalitas. Lebih jauh dijelaskan bahwa masyarakat dari sudut pandang maskulinitas adalah masyarakat yang lebih menggambarkan sifat kelaki-lakian, sedangkan masyarakat femininitas lebih menggambarkan sifat kewanitaan. Jadi sudut pandangnya bukan dari sudut jenis kelamin. Dimensi Budaya Dan Struktur Organisasi Power Distance dan Struktur Hirarki Power Distance berhubungan dengan bagaimana masyarakat menerima kenyataan bahwa kekuasaan pada suatu institusi dan organisasi didistribusikan secara tidak sama. Hirarki menunjukkan bagaimana
108
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
ISSN: 1410 – 2420
organisasi mendistribusikan kekuasaan diantara anggotanya. Dengan demikian power distance yang tinggi, kekuasaan didistribusikan secara sangat tidak sama. Dengan kelompok yang berkuasa pada tingkat paling atas, maka pengambilan keputusan akan dilakukan secara sentralisasi dan menunjukkan adanya gaya kepemimpinan yang otokratik. Sebaliknya dengan power distance yang rendah, maka hirarki sosial akan cenderung dilakukan dalam suatu gaya kepemimpinan yang konsultatif, dimana supervisi maupun bawahan bertindak interdependen. Uncertainty Avoidance dan Sistem Monitoring Uncertainty Avoidance berhubungan dengan kenyataan menghadapi suatu ketidak pastian di masa yang akan datang dan bagaimana tingkat reaksi menghadapinya. Hofstede menggunakan tingkat stress untuk mengukur tingkat Uncertainty Avoidance. Sistem monitoring digunakan untuk memonitor suatu proses dari organisasi. Bagi suatu organisasi yang mempunyai budaya melakukan pengelakan ketidak pastian dengan tingkat rendah, maka cenderung untuk menggunakan sistem monitoring yang relatif simpel (misalnya menggunakan sistem penganggaran yang sedikit). Sedangkan organisasi yang mempunyai budaya pengelakan ketidak pastian yang tinggi maka akan mempunyai sistem monitoring yang komplek dan dilakukan dengan teliti. Individualism/Collectivism dan sistem evaluasi Dimensi ini berhubungan dengan hubungan antara individu dan kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya. Masyarakat yang mempunyai budaya dengan tingkat individualisme yang tinggi akan memberikan kebebasan personal dan otonomi kepada kepentingan individu. Sebaliknya masyarakat yang mempunyai budaya dengan tingkat collectivism yang tinggi, individu yang berada dalam suatu kelompok akan mementingkan kepentingan kelompok dan akan saling memperhatikan satu individu terhadap individu lainnya. Sistem evaluasi yang dirancang dalam suatu organisasi akan memperhatikan budaya yang mempengaruhi kehidupan organisasi tersebut. Bagi organisasi dengan tingkat individualisme tinggi, sistem evaluasi akan dirancang berdasarkan pada perilaku dan pencapaian setiap individu. Sedangkan untuk organisasi yang mempunyai tingkat collectivism yang tinggi evaluasi didasarkan pada pencapaian tujuan kelompok. Masculinity/Femininity Dan Sistem Reward Dimensi ini menunjukkan suatu nilai-nilai yang dominan dalam suatu kelompok yang berkaitan dengan pekerjaan. Dalam masyarakat
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
109
ISSN: 1410 – 2420
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
yang maskulin, nilai yang dominan adalah untuk show off, perform, achieve, dan make money. Sebaliknya dalam masyarakat feminim, nilai yang dominan adalah berorientasi pada manusia, kualitas kehidupan dan lingkungan. Bagi suatu organisasi yang mempunyai budaya maskulin mempunyai sistem reward yang didasarkan pada pengakuan individu dan promosi, bonus, dan sebagainya. Sedangkan suatu organisasi yang mempunyai budaya feminim sistem reward akan didasarkan pada sistem kerja sama, keamanan, dan rasa memiliki. Motivasi Teori motivasi dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu: 1) content theory yang memfokuskan pada faktor dalam diri seseorang yang memberi kekuatan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan suatu perilaku. 2) process theory yang menggambarkan dan menganalisa bagaimana perilaku tersebut didorong, diarahkan, diidukung, dan dihentikan oleh faktor ekternal dari seseorang. Konsep motivasi dalam content theory, dikembangkan oleh David McClelland, Abraham Maslow, Alderfer, dan Fredrick Herberg. Menurut McClelland seseorang melakukan sesuatu karena mempunyai suatu kebutuhan yang ingin dicapai (the achievement motive). Menurut McClelland kebutuhan tersebut diperoleh dari proses kultur lingkungan yang dibagi dalam 3 kategori yaitu: need of achievement (n Ach), need of affiliation (n Aff), dan need of Power (n Pow). Maslow menyusun suatu hirarki kebutuhan manusia dari yang paling mendasar sampai paling tinggi, yang meliputi kebutuhan dasar (physiological), kebutuhan keamanan (safety and security), kebutuhan sosial (belongingness social and love), kebutuhan penghargaan (Esteem), dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization). Alderfer (dalam ERG Theory) mendukung pemikiran Maslow bahwa individu mempunyai kebutuhan. Aldefer membagi kebutuhan dalam 3 perangkat kebutuhan yaitu: Existence, yang merupakan kebutuhan dasar, Relatedness, yang berkaitan dengan sosial dan hubungan interpersonal, dan Growth berhubungan dengan kreatifitas dan kontribusi produksi. Sedangkan Hezberg membagi menjadi dua yaitu faktor Hygienic (gaji, keamanan kerja, status, prosedur perusahaan, kualitas supervisi tehnis, dan kualitas hubungan interpersonal) dan motivator (achievement, pengakuan, tanggung jawab, advancement, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan untuk berkembang). Process theory dikembangkan oleh Victor Vroom, Skinner, Adams, dan Locke, Vroom menggunakan teori Expectancy untuk mengukur motivasi. Vroom mendefinisikan suatu proses yang mengatur pemilihan diantara beberapa bentuk alternatif dari aktifitas sukarela.
110
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
ISSN: 1410 – 2420
Menurut teori expectancy orang dihadapkan pada seperangkat hasil pada tingkat pertama (meliputi produktifitas, ketidakhadiran, turnover, dan kualitas produktifitas) dan memilih pada hasil yang didasarkan pada bagaimana pilihan berkaitan dengan hasil pada tingkat kedua (kenaikan gaji, bonus, dan promosi). Preferensi individu tergantung pada kekuatan (valance) dari keinginan untuk mencapai tingkat kedua dan persepsi hubungan antara tingkat pertama dan tingkat kedua. Konsep teori expectancy menghasilkan tiga prinsip yaitu: 1. V1 = (V2 x 1), yang berarti bahwa Valance tingkat pertama merupakan jumlah dari perkalian Valance tingkat kedua dengan instrumen (persepsi pencapaian level). 2. M = f (V1 x E), yang berarti bahwa motivasi merupakan perkalian antara Valance tingkat pertama dengan tingkat ekspektasinya. 3. P = f (M x A), yang berarti bahwa kinerja merupakan fungsi dari motivasi dikalikan dengan kemampuannya. Implikasi teori expectancy ini dalam manajemen untuk mengembangkan program motivasi, yaitu dengan cara: 1) manajer memfokuskan pada ekspektasi karyawan untuk sukses, 2) manajer secara aktif menentukan hasil pada tingkat kedua yang penting bagi karyawan, 3) manajer harus mampu menghubungkan hasil tingkat kedua yang diinginkan karyawan dengan tujuan perusahaan. Equity theory dikembangkan oleh Adams yang menyatakan bahwa pekerja membandingkan usahanya (effort) dan imbalan (reward) dengan pekerja lain dalam situasi pekerjaan yang sama. Beberapa konsep yang terkait dalam teori ini adalah: 1) Orang, 2) perbandingan dengan orang lain, 3) Input (misalnya skill, pengalaman, umur, jenis kelamin, dan sebagainya), 4) hasil (misalnya bonus, upah, pengakuan). Equity akan muncul apabila pekerja mempersepsikan bahwa rasio input (effort) dengan hasilnya sama dengan rasio pada pekerja yang sama. Goal setting theory dikembangkan oleh Edwin Locke sebagai suatu proses kognitif dari beberapa utilitas praktek. Atribut yang digunakan dalam teori ini adalah: goal specificity yaitu tingkat ketepatan/presisi kuantitatif dari tujuan, goal difficulty yaitu tingkat kecakapan atau tingkat bentuk kinerja, goal intensity berkaitan dengan proses penentuan tujuan atau penentuan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Kepuasan Kerja Vroom (1960) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasaan kerja, yaitu: supervisi, kelompok kerja, job content, upah, kesempatan promosi, dan jam kerja. Harell dan Stahl (1984) menemukan bahwa kebutuhan akan afiliasi dengan yang lain mempunyai korelasi negatif dengan kepuasan kerja, sedangkan kebutuhan akan kekuasaan
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
111
ISSN: 1410 – 2420
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
mempunyai hubungan positif dengan kepuasan kerja. Jika dikaitkan dengan dimensi budaya Hofstede, hasil penelitian Harell dan Stahl ini menunjukkan bahwa organisasi tersebut mempunyai individualisme yang tinggi dengan power distance yang tinggi juga. Sedangkan Albert et al. (1980) mengevaluasi kepuasan kerja para praktisi akuntan publik, dan menemukan bahwa: 1) Akuntan laki-laki mempunyai tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan akuntan perempuan, 2) Kepuasan kerja akan meningkat dengan peningkatan posisi dalam hirarki organisasi, 3) Partner secara umum mempunyai kepuasan lebih tinggi dibandingkan dengan yunior, sedangkan staf senior dan manajer tidak merasa puas, 4) Manajer tidak merasa puas dengan timbal balik atas kinerjanya, 5) Akuntan pada jasa konsultasi mempunyai tingkat kepuasan paling tinggi, sedangkan akuntan pada bisnis kecil mempunyai tingkat kepuasan paling rendah. EFEKTIVITAS ORGANISASI Robbins (1990: 49) mendefinisikan efektifitas organisasi sebagai suatu tingkat dimana suatu organisasi dapat merealisasikan tujuannya. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengukur/menguji efektivitas organisasi? Beberapa teori dan hasil penelitian telah menawarkan beberapa model untuk menguji efektivitas organisasi. Pendekatan tradisional digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi individual dalam rangka untuk mempertemukan kemampuan dan tujuan organisasi tersebut dalam setiap bidang yang khusus. Pendekatan ini menimbulkan beberapa pertanyaan sehubungan dengan pengukuran efektivitas organisasi. Bagaimana mengakomodasikan kepentingan interdivisional? Bagaimana mengukur keberhasilan kualitatif dan faktor yang tidak berwujud? Bagaimana mengukur efektivitas organisasi dibandingkan dengan organisasi lain? Hal ini terutama muncul untuk perusahaan jasa karena beberapa outputnya sebagian besar tidak berwujud. Beberapa alternatif model ditawarkan untuk mengatasi kelemahan dalam pendekatan tradisional, diantaranya adalah: model kontijensi (Burrell dan Morgan: 1979), model populasi ekologi (Aldrich: 1979), model ekonomi politik (Nord: 1983), model sistem (Weick dan Daft: 1983), dan model hirarki analitis (Chan dan Lynn: 1993). Beberapa faktor kritis dalam mengukur keberhasilan suatu organisasi tergantung pada beberapa indikator. Robbins (1990:50) mengutip beberapa kriteria efektivitas organisasi seperti yang disajikan dalam tabel 1. Beberapa kriteria tersebut diantaranya tidak mudah untuk diukur secara kuantitatif, misalnya kepuasan, motivasi, dan moral. Kaplan dan Norton (1992, 1993, 1996) menemukan suatu model yang
112
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
ISSN: 1410 – 2420
memberikan alternatif untuk perbaikan dalam pengukuran efektitivitas organisasi atau kinerja organisasi yang dikenal dengan balanced scorecard yang menggunakan pengukuran internal maupun eksternal, kuantitatif maupun kualitatif, yang dibagi dalam 4 perspektif, yaitu: 1) Keuangan, 2) Pelanggan, 3) Internal proses, 4) Inovasi. Perspektif tersebut oleh Smith (1997) dikembangkan dalam beberapa indikator, yaitu 1) Keuangan, diukur dengan indikator: aliran kas, pertumbuhan penjualan, dan pangsa pasar, 2) Pelanggan: penjualan produk baru, ketepatan waktu pengiriman, kualitas pelayanan, 3) Internal proses: pemeringkatan tehnologi, produktivitas, biaya per unit, dan cycle time, 4) Inovasi: waktu yang digunakan untuk mengembangkan suatu produk, waktu yang digunakan untuk merespon pasar, fokus terhadap produk baru. Tabel 1. Kriteria Efektivitas Organisasi 1. Overall efeectiveness 16. 2. Productivity 17. 3. Efficiensy 18. 4. Profit 19. 5. Quality 20. 6. Accidents 21. 7. Growth 22. 8. Absenteeism 23. 9. Turnover 24. 10. Job satisfaction 25. 11. Motivation 26. 12. Morale 27. 13. Control 28. 14. Conflic 29. 15. Flexibility/adaptation 30. Sumber: Robbins (1990; 50) yang dikutip organizational Effeectiveness”
Planning and goal setting Goal concensus Internalization of organizational goal Role and norm congruence Managerial interpersonal skills Managerial task skills Information management and communication Readiness Untilization of inveronment Evaluation by external entities Stability Value of human resources Participation and shared influence Trainning and development emphasis Ahievement emphasis dari John P Campbell, “On the nature of
Beberapa Pendekatan Dalam Pengujian Efektifitas Organisasi Robbins (1990:53) mengklasifikasikan empat pendekatan dalam mempelajari efektifitas organisasi, yaitu: a. Pendekatan Pencapaian Tujuan (The Goal Attainment Approach). Pendekatan ini menunjukkan bahwa suatu efektifitas organisasi dinilai lebih pada kaitannya dengan tujuan akhir daripada dengan prosesnya. Kriteria yang umum digunakan dalam pendekatan ini adalah maksimasi laba. Dengan demikian asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini seluruh kriteria yang digunakan harus dapat diukur (measureable).
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
113
ISSN: 1410 – 2420
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
b.
c.
d.
Pendekatan Sistem (The System Approach). Pendekatan ini tidak menekankan pada tujuan akhir tetapi memasukkan seluruh kriteria dalam satu element dan masing-masing akan saling berinteraksi. Pendekatan sistem ini menekankan pada kelangsungan hidup organisasi untuk jangka waktu panjang. Pendekatan Konstituen Strategis (The Strategic-Constituencies). Pendekatan ini menunjukkan bahwa organisasi yang efektif adalah organisasi yang dapat memuaskan keinginan para konstituen dalam lingkungannya. Masing-masing konstituen tersebut mempunyai keinginan yang berbeda-beda. Pemilik berkeinginan untuk memperoleh return on investment yang tinggi, karyawan akan menginginkan kompensasi yang memadai, pelanggan menginginkan kemampuan membayar hutang, demikian juga dengan pihak-pihak lainnya akan mempunyai keinginan yang unik. Pendekatan nilai-nilai persaingan (The Competing-Value Approach). Pendekatan ini menawarkan suatu kerangka yang lebih integratif dan lebih variatif, karena kriteria yang dipilih dan digunakan tergantung pada posisi dan kepentingan masing-masing dalam suatu organisasi. Sehubungan dengan tingkat variatif yang relatif tinggi, maka terdapat tiga perangkat dasar nilai-nilai, yaitu: 1) fleksibilitas versus pengendalian, 2) manusia versus organisasi, 3) proses versus tujuan akhir. Berdasarkan tiga perangkat dasar tersebut dapat digambarkan empat model nilai-nilai efektivitas, yaitu human rational model, open system model, rational goal model dan internal process model sebagaimana yang disajikan dalam gambar 2. Gambar 2: Model Nilai-nilai Efektivitas
HUMAN RELATION MODEL
Fleksibilitas
OPEN SYSTEM MODEL Menas: Flexibility
Ends: Skilled Work Force
Ends : Acquition of Resources
Menas: Cohesive Work
Organization
Peopl Menas: Availability Of information
Ends : Productivity and Efficiensy Menas: planning
Ends: stability INTERNAL PROCESS MODEL
Control
RATIONAL GOAL MODEL
Sumber: Robbins: 1990: 72
114
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
ISSN: 1410 – 2420
Pengujian Efektivitas Organisasi Dalam Institusi Pendidikan Kasus yang diangkat dalam makalah ini berkaitan dengan efektivitas organisasi dalam institusi pendidikan. Institusi pendidikan pada umumnya merupakan satu organisasi nirlaba. Karakteristik organisasi nirlaba pada umumnya bertujuan tidak untuk mencari keuntungan, evaluasi terhadap kinerja organisasi nirlaba ini tetap dilakukan dalam rangka untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup organisasi dengan cara yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan, baik kepada masyarakat secara luas maupun kepada pihak-pihak internal organisasi, yaitu karyawan. Efisien berarti menggunakan sumber daya yang tersedia untuk dapat menghasilkan output yang maksimum. Untuk tujuan suatu penelitian, variabel-variabel yang dapat diturunkan adalah: a. Variabel independen: budaya, yang diukur dengan: Struktur Organisasi: sentralisasi/desentralisasi. Sistem Monitoring: simple/kompleks Sistem Evaluasi: ditujukan pada kepentingan individu atau organisasi. Sistem Penghargaan: finansial/non finansial. b. Variabel intervening yaitu: Motivasi, diukur dengan tingkat kehadiran. Kepuasan kerja. c. Variabel dependen: indikator efektivitas organisasi, yaitu indikatorindikator yang dapat diambil dari elemen-elemen penilaian Badan Akreditasi Nasional (BAN), dan indikator intern yang dirasa perlu, misalnya: Tingkat kelulusan. Rasio tingkat pendidikan dosen. Rasio penelitian yang dihasilkan. Internal proses: waktu yang digunakan untuk melayani mahasiswa. Inovasi: jumlah program studi. KESIMPULAN Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang pengujian efektivitas organisasi yang dikaitkan dengan dimensi budaya yang dikembangkan oleh Hofstede (1980). Variabel-variabel budaya diturunkan dari norma-norma sosial setiap dimensi budaya, yaitu power distance, uncertainty avoidance, individualism/collectivism, dan masculinity/femininity. Sedangkan indikator-indikator untuk mengukur efektivitas organisasi diambil dari model efektivitas organisasi yang dikembangkan oleh
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
115
ISSN: 1410 – 2420
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
Robbins (1990). Pengukuran ini dipilih karena menggunakan indikator yang lebih komprehensif yaitu menggunakan indikator non keuangan. Pengukuran ini sesuai dengan kasus yang dibahas yaitu pengujian efektivitas organisasi nirlaba yang bertujuan tidak untuk mencari keuntungan finansial tetapi lebih menenkankan pada peningkatkan kualitas pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Cameron, Kim, 1980, Critical Question In Assesing Organizational Effectiveness, Organizational Dynamic, Autumn, 66-80. Gaiss, Michael, 1998, Enterprise Performance, Management Accounting, Desember, 44-66. Goodstein, D. Leonard, 1981, Commentary: Do American Theories Apply Abroad, Organizationl Dynamics, Summer, 49-62. Hofstede, Geert, 1980, Culure’s Consequences, International Differences In Work Related Values, Sage Publications, Beverly Hills, London ______ 1991, Cultures And Organizations, Intercultural Cooperation And Its Important For Survival., Harper Collin Business, London. ______ 1981, Motivation, Leadership, and Organization: Do American Theories Apply Abroad? Organizational Dynamics, Summer, 42-63. ______ 1985, The Interaction Between National And Organizational Value System (1), Journal Of Management Studies, 22: July, 347-398. ______ 1984, The Cultural Relativity of The Quality of Life Concept, Academy of Management Review, Vol. 9, 389-398. Hopwood, Anthony, 1974, Accounting and Human behavior, New Jersey: Prentice Hall. Miner, B. John, 1980, Theories of Organizational Behavior, Ilionois: The Dryden Press. Mitchell, R. Terence, 1982, Motivation: New Direction For Theory, Research, and Practice, Academy of Management Review, Vol 2, No. 1, 80-88. Mynatt, G. Patricia, et al., 1997, The Impact of Anglo and Hispanic Ethicity, Gender, Position, Personality and Job Satisfaction On Turnover
116
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
Chairumam Armia, Pengaruh Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya …
ISSN: 1410 – 2420
Intention: A Path Analytic Investigation, Critical Perpective On Accounting, 8, 657-683. O’Connor, G., Neale, 1995, Cultural Versus Non-Cultural Influences On The Use of Performance Evaluation System in Singapore and South Korea, Research Paper. Robbin, Stepehen P., 1990, Organization Theory, Structure, Design, and Application, thiird edition, USA: Prentice Hall, Inc. Sekaran, Uma dan Coral R. Snodgrass, 1986. A. Model For Examining Organizational Effectiveness Cross-Culturally, Advances in International Comparative Management, Vol 2, 211-232. Smith, Malcolm, 1998, Measuring Organizational Effectiveness, Management Accounting, Oktober, 34-36. Steers, M., Richard, Lyman W. Porter, dan Greggory A. bigley, 1996, Motivation and Leadership at Work, Sixth edition, New York: The McGraw-Hill Companies. Inc. Sudarwan, 1995, The Dinamic Relationship Between Culture and Accounting: An Empirical Examination of the Indonesian Setting, Dissertation, Accountancy Development in Indonesia. Vroom H. Victor, 1995, Work and Motivation, San Fransisco, JosseyBas Publisher. ______ 1960, Some Personality Determinants of The Effects of Participation, Published Doctoral Dissertation, New Jersey: Prentice Hall.
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002
117