Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
KEEFEKTIFAN ENTOMOPATOGENIK Beauveria bassiana Vuill. DARI BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Di Laboratorium Surtikanti dan M.Yasin Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penelitian “Keefekftivan Entomopatogenik Beauveria bassiana Vuill. Dari Berbagai Media Tumbuh Terhadap Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae)” dilakukan di laboratorium Hama dan Penyakit Balai Penelitian Tanaman Serealia. Metoda penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap 14 perlakuan dan 4 ulangan, dimana perlakuan terdiri dari beberapa media tumbuh untuk Beauveria bassiana seperti kompos, dedak, tanah dan campuran kompos + dedak (1:1), kompos + tanah (1:1), dedak + tanah (1:1) dan jagung sebagai media tumbuh B. bassiana. Kemudian setelah 30 hari, dari masing-masing media diambil 10 g dan diencerkan dengan menambahkan 100 ml aquadest, disaring. Hasil saringan diambil sebanyak 0,1 ml untuk dilakukan pengenceran sampai 105. Hasil pengenceran dipipet sebanyak 0,1 ml untuk dibiakan pada media PDA. Setelah 30 hari, masing-masing biakan dari PDA dibuat suspensi, untuk digunakan pada percobaan. Hasil penelitian didapatkan bahwa semua media (kompos, dedak, tanah maupun campurannya) dapat digunakan sebagai media bagi pertumbuhan cendawan Beauveria bassiana, dan cendawan B. bassiana yang paling efektif mengendalikan S. litura diperoleh dari media kompos campur tanah (perlakuan E) yang dapat mencapai mortalitas 93,33%. Kata kunci : Beauveria bassiana, media, mortaslitas, Spodoptera litura
PENDAHULUAN Spodoptera litura F. (ulat grayak) salah satu hama utama pada tanaman jagung yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar pada petani. Hama ini merusak bagian tanaman sesuai dengan perkembangan larva dan fase pertanaman jagung. Larva instar II dan III hanya memakan helaian daun dan meninggalkan tulang-tulang daun, sedangkan pada instar IV dan V dapat memakan seluruh daun, dan bahkan kadangkadang dapat memotong pangkal batang tanaman muda (Harahap,1994).Hama ini biasanya menyerang pada fase vegetatif..Untuk mengendalikan hama tersebut, petani pada umumnya mengendalikan dengan menggunakan insektisida, karena lebih praktis dan hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat. Jenis-jenis insektisida yang biasa digunakan oleh petani adalah Basudin 60EC, Dursban 20 EC, Nogos 50 EC dll. (Sudarmo, 1998). Penggunaan yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yakni dapat menimbulkan resistensi, resurjensi, serta mematikan musuh-musuh alami, dan pencemaran lingkungan. Pengendalian hayati seperti pemanfaatan parasitoid, virus, predator dan cendawan patogen mempunyai harapan besar dimasa mendatang untuk menggantikan insektisida karena tidak mempunyai dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Cendawan patogen merupakan salah satu komponen pengendalian yang dapat memberi peluang yang cukup baik. Hasil pengamatan uji patogenitas cendawan B. bassiana di lapangan menunjukkan bahwa cendawan tersebut masih tetap efektif meskipun telah disimpan di dalam lemari pendingin selama 4 bulan (Yasin dkk.,2002).
358
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Balai Penelitian Tanaman Serealia. Metoda penelitian dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan adalah cendawan B. bassiana yang dibiakkan pada media yang berbeda dengan simbol : A = Kompos B = Tanah C = Dedak D = Kompos + Dedak (1 : 1) E = Kompos + Tanah (1 : 1) F = Dedak + Tanah (1 : 1) G = Jagung Ak, Bk, Ck, Dk, Ek, Fk, dan Gk = berturut-turut sebagai kontrol (k) untuk masing-masing perlakuan, dengan 4 ulangan. Tiap kantong plastik yang berukuran 10 cm dan tinggi 15 cm dimasukkan media yang beratnya 100 dengan perbandingnn 1 : 1. Kantong kemudian diikat dengan karet, lalu pipa paralon sepanjang 10 cm ditempatkan berada ditengah-tengah mulut kantong. Kemudian permukaan pipa disumbat dengan kapas dan ditutup dengan aluminium foil, dan semua media disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 2 atm. Pada setiap media (perlakuan) diinokulasikan 106 konidia B. bassiana/ml sebanyak 10 ml, dan disimpan selama 30 hari. Kemudian dari setiap media diambil sebanyak 10 g, selanjutnya diencerkan dengan 100 ml aquadest, disaring dengan menggunakan kertas saring. Suspensi hasil penyaringan, dipipet sebanyak 0,1 ml untuk dilakukan pengenceran sampai 105. Hasil pengenceran ini kemudian dipipet sebanyak 0,1 ml untuk dibiakan pada media PDA. Setelah 30 hari dilakukan pengenceran yaitu 10 g/100 ml aquadest. Hasil pengenceran kemudian disaring, lalu dipipet sebanyak 0,1 ml. Selanjutnya dihitung dengan menggunakan Haemocytometer untuk mendapatkan 106 konidia/ml dari tiap-tiap media. Konsentrasi spora dihitung dengan menggunakan rumus Sudibyo (1994): t K= X 106 N x 0,025 dimana K = konsentrasi spora t = jumlah spora yang diamati N = jumlah kotak yang diamati Kemudian daun jagung muda dicelupkan pada suspensi yang didapatkan dengan konsentrasi 106 konidia/ml pada masing-masing media selama 5 menit. Daun kemudian diangin-anginkan, bersamaan itu 20 ekor ulat grayak instar II dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berdiameter 15 cm dan tinggi 10 cm, kemudian ditutup dengan penutup yang mempunyai lubang untuk sirkulasi udara. Pengamatan mortalitas larva ulat grayak dilakukan selama 12 hari dengan interval pengamatan setiap 2 hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa sidik ragam, jumlah propagul cendawan B. bassiana setelah 48 jam masa inkubasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata untuk semua perlakuan. Hal ini
359
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
menunjukkan bahwa semua media yang digunakan dalam penelitian memenuhi syarat nutrisi yang dibutuhkan oleh cendawan B. bassiana. Media yang sesuai adalah media yang mengandung semua senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Cendawan B. bassiana dapat hidup pada kompos karena cendawan ini mempunyai kemampuan untuk hidup saprofitik pada sisa-sisa tanaman (Carruthers dan Hural, 1990). Media tanah dapat sebagai media tumbuh cendawan B.bassiana karena di alam cendawan ini bersifat saprofit, tumbuh dan dapat masuk jaringan tanaman melalui jaringan vascular (Bing and Lewis, 1992). Menurut Eggum (1979), dedak mengandung nutrisi tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan cendawan B. bassiana karena setiap 100 g dedak mengandung 6,7% amilosa dan 6,4% glukosa. Pada perlakuan A (media kompos) jumlah propagul B.bassiana mencapai 8,55 x 108, ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, C, D, E, F dan G. Data selengkapnya tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata jumlah propagul cendawan B. bassiana setelah 48 jam masa inkubasi Perlakuan A = kompos B = tanah C = dedak D = kompos + dedak E = kompos + tanah F = dedak + tanah G = jagung
Jumlah Propagul 8,55 x 108 6,15 x 108 13,30 x 108 8,45 x 108 7,00 x 108 9,55 x 108 7,85 x 108
Kemampuan cendawan B. bassiana mematikan larva S. litura bervariasi pada konsentrasi yang sama. Hari ke 2 setelah inokulasi (HSI), perlakuan G (media Jagung) menyebabkan mortalitas S. litura mencapai 4,70%, berbeda nyata dengan perlakuan A, B, C, D, E dan F. Pada kontrol masing- masing perlakuan belum memperlihatkan pengaruh nyata pada S. litura (0,71%). Hal ini disebabkan spora cendawan yang menginfeksi tubuh larva belum berkembang, dan selain itu terkait juga dengan perbedaan ketahanan pada masing-masing larva. Pengamatan pada hari ke 4 HSI, perlakuan G (media jagung) dapat menyebabkan mortalitas S. litura meningkat hingga mencapai 6,83% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan E (media kompos + tanah) yang mencapai mortalitas 6,58%, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan Beauveria bassiana A, B, C, D, F dan juga pada kontrol masing-masing perlakuan (Tabel 2). Pengamatan pada hari ke 6 HSI, memperlihatkan bahwa mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan E (media kompos + tanah) yaitu 8,02% yang sangat berbeda nyata dengan kontrol pada masing-masing perlakuan, begitu juga halnya dengan perlakuan A, B, C, D, F dan G. Pada pengamatan hari ke 8 HSI, mortalitas pada perlakuan E telah mencapai 8,76% yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan G yang mencapai mortalitas 7,82%, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A, B, C, D, F dan juga pada kontrol masing-masing perlakuan. Mortalitas S. litura yang ditimbulkan oleh B. bassiana terus mengalami peningkatan mulai dari pengamatan 2 HSI sampai pada pengamatan 12 HSI. Peningkatan jumlah mortalitas ini dapat terjadi apabila antara larva dengan spora cendawan terjadi kontak. Pada saat terjadi kontak, spora membentuk tabung kecambah dan mensekresikan enzim untuk melunakkan kutikula larva sehingga spora dapat menembus masuk ke
360
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
dalam tubuh larva. Pertumbuhan spora dalam tubuh larva akan menyebabkan terganggunya seluruh aktivitas organ dan berakibat pada kematian larva. Pada pengamatan 12 HSI, mortalitas S. litura telah mencapai 93,33% pada perlakuan E (media kompos + tanah), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, B, C, dan F, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D (70,00%), G (78,33%), dan kontrol pada masing-masing perlakuan. Hasil uji jumlah propagul B. bassiana tidak berbeda nyata untuk semua perlakuan, hal ini menunjukkan bahwa media yang dapat memberikan pertumbuhan yang sama bagi cendawan belum tentu dapat menghasilkan cendawan dengan daya bunuh yang sama pula terhadap larva S. litura. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mahmud (1989), bahwa keberhasilan cendawan patogen sebagai pengendali hama dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban), jumlah spora, viabilitas spora (daya kecambah) dan virulensi yang virulen memiliki infektifitas yang rendah atau sebaliknya. Sifat virulen pada cendawan dipengaruhi oleh produksi mikotoksin dalam hal ini adalah beauvericin dan viabilitas spora. Mortalitas S. litura dari semua perlakuan tidak ada yang yang mencapai 100%. Larva- larva yang masih hidup setelah pengamatan 12 hari terus mengalami pertumbuhan, diduga larva tersebut memiliki tingkat ketahanan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi ketahanan larva antara lain adalah umur (instar), semakin bertambahnya umur (instar) maka semakin sulit bagi cendawan melakukan infeksi karena struktur jaringan pada larva I akan mengalami perubahan saat tumbuh menjadi instar berikutnya. Selain perubahan instar terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap ketahanan larva yaitu faktor genetik, dan perilaku. Perlakuan masing-masing media tanpa cendawan B.bassiana (Ak – Gk) pada pengamatan 2 – 12 hari masih rendah dibandingkan dengan perlakuan media yang ditambahkan cendawab B. bassiana. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata persentase mortalitas S. litura akibat berbagai perlakuan cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada berbagai media Perlakuan A B C D E F G Ak Bk Ck Dk Ek Fk Gk KK (%)
Rata-rata persentase mortalitas S. litura pada hari pengamatan 2 4 6 8 10 12 2,64 c 4,58 b 6,61 cd 6,97 bc 68,33 bc 86,67 cd 1,25 ab 4,23 b 4,86 bc 6,00 b 71,67 c 86,67 cd 2,09 bc 3,71 ab 4,88 bc 6,86 bc 76,67 c 86,67 cd 1,25 ab 3,39 ab 4,46 b 5,68 b 48,33 b 70,00 b 1,79 ab 6,58 c 8,02 f 8,76 d 93,33 d 93,33 d 2,64 c 4,51 b 5,49 bc 6,66 bc 78,33 cd 86,67 cd 4,70 d 6,83 c 7,03 de 7,82 cd 75,00 c 78,33 bc 0,71 a 0,71 a 0,71 a 1,26 a 1,67 a 3,33 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 1,26 a 1,67 a 1,67 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 1,26 a 1,67 a 3,33 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 3,33 a 5,00 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 1,26 a 3,33 a 5,00 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 1,67 a 5,00 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 0,71 a 1,67 a 3,33 a 38,82 35,92 25,81 27,07 24,70 17,56
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% pada uji DMRT Keterangan : (k) = control (tanpa cendawan B. bassiana) Data hasil transformasi √x+5
361
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
KESIMPULAN Semua media (kompos,tanah, dedak maupun campurannya) dapat digunakan sebagai media bagi pertumbuhan cendawan B. bassiana. Cendawan B. bassiana yang paling efektif mengendalikan S. litura diperoleh dari media kompos campur tanah (perlakuan E) yang dapat mencapai mortalitas 93,33%. DAFTAR PUSTAKA Bing,L.A. and L.C. Lewis. 1992. Endophytic Beauveria bassiana Vuill. In Corn : The Influence of Plant Growth Stage and Ostrinia nubilalis (Hubner) Biocontrol. Sci. Technol. (2) : 39 – 47. Carruthers,R.I., and K. Hural. 1990. Fungi as Naturally Occuring Entomopathogens, p. 115 – 138. In Baker,R.R. and Dunn, P.E. (eds). New Directions in Biological Control. Alternatives for Suppressing Agricultural Pests and Disease. Alan,R. Liss. Inc. Eggum, B.O. 1979. The Nutritional Value of Rice in Comparison with other Cereals. Proc. of the workshop on Chemical Aspects of Rice Grain Quality. IRRI, Philiphina, p. 91 – 111. Harahap. I.S. 1994. Hama Palawija. Penebar Swadaya. Jakarta. Mahmud, Z. 1989. Pengendalian Kumbang Kelapa Secara Terpadu. Balai Penelitian Kelapa, Menado. 29 hal. Sudarmo, S. 1998. Pengendalian Serangan Hama Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Sudibyo, D. 1994. Petunjuk praktis Cara Menghitung Jumlah, Kerapatan dan Viabilitas Spora Jamur. Laboratorium Utama Pengendalian Hayati Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur. Yasin, M., S.Mas’ud, Talanca,A.H., dan D.Baco. 2002. Keefektifan Cendawan Patogen Beauveria bassiana Dalam Pengendalian Penggerek Batang Jagung Ostrinia furnacalis Di Lapangan. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tahun 2001. Badan Litbang Pertanian, Balai Penel. Tan. Jagung dan Serealia Lain. Hal. 52 – 57.
362