KEEFEKTIFAN MANAJEMEN PELAKSANAAN RSBI DI SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA Oleh: Arif Bintoro Johan Pendidikan Teknik Mesin Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
ABSTRACT
This research aims at knowing the effectiveness of management on international standarized school at Yogyakarta State 2 Vocational High School. The management includes planning, organizing, leading, controlling and output. This research in an evaluation using quantitative-approach with Goal Attainment Model/Goal Oriented. The data resorces for this research are teachers, students, vice principal, principal and administratives staff. The data are obtained by documentation, observation and questionnaire. The data were analyzed using the decriptive quantitative tecnique. The result of this research shows: 1) planning is effective, 2) organizing of is very effective, 3) leading is very effective, 4) controlling is very effective and 5) output is effective Key words: effectiveness, management, RSBI
I.
PENDAHULUAN Globalisasi yang sedang dan terus berlangsung meningkatkan persaingan di berbagai bidang, termasuk sektor ketenagakerjaan. Perkembangan pesat dalam teknologi telekomunikasi dan informatika (ICT) dan semakin luasnya jangkauan sarana dan prasarana transportasi mengakibatkan lalu lintas tenaga kerja (human capital) antar negara semakin meningkat. Sebagaimana persaingan pada sektor-sektor lainnya, manfaat dari situasi seperti ini akan lebih banyak dinikmati oleh negara-negara maju yang memiliki sumber daya manusia lebih berkualitas. Dalam situasi seperti ini keunggulan komparatif (compatarive advantage) saja tidak cukup, dibutuhkan juga keunggulan kompetitif (competitive advantage) tenaga kerja yang akan memasuki persaingan pasar tenaga kerja. Membangun bangsa yang maju mutlak diperlukan pendidikan yang berkualitas. Belajar dari pengalaman negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, dan Malaysia, aspek yang paling utama mereka bangun ialah pendidikan terlebih dahulu. Harus kita akui bahwa, pelaksanaan pendidikan nasional dari awal perkembangannya hingga sekarang sedikit banyak telah memperlihatkan kemajuannya. Meski demikian, kemajuan yang kita capai tersebut boleh dibilang belum optimal, apalagi jika dibandingkan dengan 1
pendidikan bangsa-bangsa lain pada umumnya. Hal ini ditandai dengan belum optimalnya berbagai indikator pendidikan, baik yang bersifat makro maupun mikro. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan peningkatan mutu serta relevasi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Hal yang dipaparkan dalam undang-undang tersebut sangat relevan dan dapat mengakomodasi pemikiran yang disampaikan di atas. Dari sisi ini, sebetulnya tujuan untuk mempersiapkan angkatan kerja tingkat menengah yang memiliki kompetensi bukan sesuatu yang sulit dicapai. Selain kemauan dan kerja keras dari semua stakeholder pendidikan menengah kejuruan, program pengembangan SMK yang strategis, realistis, dan konsisten juga memainkan peran yang penting. Dalam konteks pemikiran seperti ini khususnya peningkatan mutu pendidikan serta relevasi, efisiensi manajemen dan lembaga pendidikan, dan pencitraan publik dikembangkan program SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) bertaraf internasional. Lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, dalam pasal 61 ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurangkurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional. Salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan pembangunan adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yakni memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk pengembangan industri dan sektor-sektor ekonomi lainnya. Pertumbuhan penduduk usia kerja (angkatan kerja) yang terus mengikat tanpa diiringi peningkatan kompetensi dan keterampilan hanya akan menambah beban yang harus dipikul bersama oleh masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Sebaliknya, angkatan kerja yang memiliki kompetensi merupakan asset (human capital) yang dibutuhkan untuk pembangunan berbagai sektor perekonomian (Depdiknas, 2006: 1). Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu atau mungkin satusatunya cara untuk mempersiapkan angkatan kerja yang memiliki kompetensi untuk mencapai keunggulan komparatif dan kompetitif. Untuk mempersiapkan angkatan kerja tingkat menengah, peran pendidikan menengah kejuruan sangat strategis dan signifikan. Dalam konteks pemikiran
2
seperti ini, peningkatan kuantitas dan perbaikan kualitas sekolah-sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan syarat perlu dan syarat cukup (necessary and sufficient condition) bagi tersedianya angkatan kerja yang diharapkan mampu memainkan peran sebagai asset pembangunan bukan sebaliknya malah menjadi beban. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini semakin berkembang sejalan dengan kompetisi di tingkat internasional atau global serta adanya kecenderungan masyarakat Indonesia yang ingin menimba ilmu di luar negeri dengan adanya teknologi negara tersebut yang sudah maju dengan program-program matrikulasi. Seiring pula dengan merebaknya sekolah asing di negeri ini serta tuntutan angkatan kerja maka penyelenggaraan pendidikan nasional harus sesegera mungkin mengikuti arus perkembangan iptek tersebut sebagai pencegahan erosi identitas nasional serta menyelamatkan pangsa pasar sekolah nasional, dengan melakukan inovasi berwujud peningkatan kemampuan SDM melalui peningkatan mutu pendidikan sehingga memiliki daya saing yang seimbang dengan bangsabangsa lain di dunia. Salah satu upaya dalam peningkatan kemampuan dan pengembangan SDM adalah pembangunan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Kegiatan atau program SBI adalah penyelenggaraan program pendidikan skala nasional dengan mutu internasional sehingga pendidikan nasional bangsa Indonesia minimal menjadi “tuan rumah” di negeri sendiri. Oleh karena itu dalam menyelenggarakan program SBI dituntut kesiapan semua unsur baik pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemerintah provinsi/pemerintah kab/kota) maupun masyarakat, tak terkecuali peran stakeholders (orang tua murid, komite sekolah, warga sekolah, dewan pendidikan serta lembagalembaga yang peduli pada pendidikan). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan sekolah yang menerapkan kurikulum yang memberikan keterampilan pada siswa dengan tujuan untuk memasuki dunia kerja. Hal ini dimanifestasikan dalam visi pembinaan SMK, yaitu terwujudnya SMK bertaraf internasional, menghasilkan tamatan yang siap kerja-cerdas-kompetitif, dan memiliki jati diri bangsa, mampu mengembangkan keunggulan lokal dan bersaing di pasar global. Pendidikan SMK pada dasarnya diselengarakan untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil tingkat menengah untuk mendukung pembangunan sebagai sektor perekonomian bangsa. Secara spesifik pendidikan SMK diselenggarakan untuk: (1) melakukan transformasi status siswa, dari manusia “beban” menjadi manusia “asset”, (2) mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dan
3
kompetitif (competitive advantage) bagi pembangunan sector industry dan sector-sektor lainnya di Indonesia; (3) memberi bekal bagi siswa/tamatan untuk berkembang secara berkelanjutan. Khusus untuk pendidikan SMK bertaraf internasional, tamatan juga disiapkan untuk bisa bersaing dan mendapatkan pekerjaan di luar negeri dan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing yang datang untuk mengisi lowongan kerja di Indonesia. Kebijakan rencana strategis nasional mengarahkan untuk menggalakkan sekolah kejuruan sebagai upaya menciptakan manusia Indonesia yang mempunyai skills (pengetahuan, kemampuan dan keterampilan) dalam menghadapi persaingan pasar kerja internasional. Pada tahun 2007 Depdiknas mentargetkan perbandingan atau porsi antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 70% dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 30%. Dari data statistik nasional menunjukkan bahwa lulusan SMA sebesar 65%-70% memilih untuk bekerja, sedangkan sisanya meneruskan ke jenjang pendidikan tinggi. Kondisi lain juga menunjukkan bahwa lulusan SMK lebih siap memasuki pasar kerja dibanding dengan lulusan SMA, disamping itu juga lulusan SMK menjadi salah satu faktor menentu keberhasilan perekonomian di suatu daerah, serta dapat mengurangi pengangguran. Pada perkembangannya, perjalanan merintis sekolah bertaraf internasional tersebut tidak selalu mulus. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah dikembangkan beberapa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang merupakan embrio Sekolah Bertaraf Internasional. Beberapa kemajuan diraih, namun berbagai permasalahan juga banyak ditemukan. Permasalahan yang kurang menggembirakan beberapa tahun terakhir adalah elemen masyarakat seperti LSM, partai politik, orang tua siswa dan beberapa pakar pendidikan banyak mengungkapkan kritik terhadap penyelenggaraan RSBI. Permasalah-permasalahan yang diangkat terutama berkisar pada isu besar: (1) manajemen pembiayaan yang kurang transparan yang melahirkan biaya mahal, alokasi dana yang salah sasaran dan penyimpangan pengelolaan; serta (2) proses pembelajaran yang tidak efektif yang mengakibatkan kurang maksimalnya penyerapan siswa terhadap materi ajar. Pada umumnya penyelenggaraan program ini memang setidaknya menjumpai empat kendala umum. Pertama, belum adanya pengelolaan secara profesional, baik itu menyangkut sumber daya manusia maupun material. Kondisi ini terjadi dikarenakan belum adanya aturan atau format yang baku mengenai penyelenggaraan program ini dari pemerintah, sehingga posisi ini menyebabkan keadaan yang cukup dilematis (Sutarli Zain, 2006). Kedua, penyelenggaraan program ini mendorong terbentuknya eksklusifisme pendidikan, dimana hanya siswa yang mampu dari golongan ekonomi tinggi saja yang mampu mengikuti program ini, karena mahalnya
4
biaya operasional pendidikan yang harus ditanggung dan dikeluarkan oleh orang tua. Kondisi ini akan sangat menghambat upaya pemerataan pendidikan bagi semua rakyat. Ketiga, dengan model penyelenggaraan by class, program ini memberikan kesan pengkonsentrasian siswa ”pandai dan mampu” pada kelas tertentu, sehingga hal ini akan mendorong rasa ketidakadilan (equity) terhadap siswa pada kelas non SBI, baik perhatian maupun kesempatan yang sama bagi sesama siswa. Keempat, penyelenggaraan program SBI ini dilaksanakan bagi sekolah yang telah ditunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan wilayah setempat, berarti bukan atas inisiatif masyarakat atau pengakuan masyarakat. Dengan demikian, penyelenggaraan program ini lebih bermuatan politis daripada edukatifnya. Persoalan-persoalan di atas menimbulkan berbagai opini terkait bagaimana seharusnya Pemerintah mengambil solusi atas permasalahan RSBI. Ada tiga opini utama yang berkembang di masyarakat terkait hal ini. Pertama, pendapat yang menginginkan agar pemerintah mengakhiri program RSBI karena merupakan proyek gagal. Hal ini seperti di usulkan oleh organisasi bernama Ikatan Guru Indonesia (Kompas, 15 Maret 2011). Kedua, pendapat yang menginginkan agar program RSBI dihentikan sementara sambil mengevaluasi sekolah-sekolah yang sudah ada dengan cara meningkatkan kualitas guru, memperbaiki aturan rekruitmen siswa dan memperbaiki kualitas proses pembelajaran. Pendapat ini seperti yang dikemukakan oleh beberapa anggota DPR (Seputar Indonesia, 20 Maret 2011). Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa program RSBI memiliki banyak kelemahan sehingga harus di evaluasi secara menyeluruh. Meskipun demikian, program ini perlu dilanjutkan karena amanat Undang-Undang 20 tahun 2003 dan bagian dari upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pendapat ini adalah posisi umum yang dianut oleh pemerintah. Walaupun dalam penyelenggaraannya, program ini menemui beberapa kelemahan dan kritikan, namun permasalahan tersebut setidaknya bisa di eliminir dengan pendekatan pengelolaan manajemen yang baik, sehingga dengan demikian diharapkan dapat memenuhi tujuan dasar pembentukan program SBI dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional sehingga mampu bersaing secara sehat di era globalisasi ini. Berdasarkan studi awal peneliti dari dokumen program dan instrumen evaluasi diri dan dialog dengan Kepala Sekolah SMK N 2 Yogyakarta keefektifan manajemen pelaksanaan RSBI belum di evaluasi oleh pihak inernal maupun eksternal sehingga belum ada data kuantitatif yang komprehensif. Untuk mengetahui keefektifan manajemen pelaksanaan RSBI di SMK N 2 Yogayakarta peneliti mengambil data dari program keahlian Permesinan yang ditetapkan sebagai SBI.
5
II.
KAJIAN PUSTAKA A. Sekolah Bertaraf Internasional Sekolah bertaraf internasional adalah usaha sadar, intens, tearah, dan terencana untuk mewujudkan citra manusia ideal yang memiliki kemampuan (kompetisi) dan kesanggupan hidup secara lokal, regional, nasional, dan global. Ada tiga standar utama yang harus dipenuhi oleh SBI yaitu standar lulusan (output), standar proses (process), dan standar masukan (input). Menurut Depdiknas (2006: 4-5), SBI adalah sekolah nasional yang mempersiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan tarafnya internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. SBI menerapkan standar nasional pendidikan dan melakukan penguatan, pengayaan, pengembangan, perlunasan, dan pendalaman melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan baik dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu secara internasional. Olson (1994) menyatakan World Class School is brining technology to change the future of how we learn. The future is in communication ad the students who learn this leasson will be succesfull in life. By keeping schools in touch with each other all over the world. World class schools helps to provide enriced curricullum enchancement augementation programs for any high school. We are working with partner school from all over the world. The strength of our program is that is educator friendly and educator directed. It is geared to provide your students withthe experiences that heretofore werw not able to be found from textbooks alone. Berdasarkan definisi tersebut SBI pada dasarnya sekolah yang menerapkan teknologi untuk mengubah bagaimana belajar di masa depan. Pendidikan masa depan adalah penguasaan komunikasi, jalinan hubungan ke berbagai negara, keramahan, penbimbingan, dan kreativitas. Berdasarkan kedua pengertian di atas Rintisan SMK BI hendaknya menerapkan teknologi untuk mengubah bagaimana belahar dimasa depan dan perlunya penguasaan komunikasi dalam hal ini perlunya ICT (infirmation and communication technology) dan penguasaan bahasa asing (bahasa inggris), perlunya membangun networking dengan berbagai negara, dan pendidikan dan pelatihan kejuruan yang dilaksanakan tamatannya mendapat pengakuan bertaraf internasional. 6
B. Profil Sekolah Bertaraf Internasional Sekolah bertaraf internasional bertujuan menghasilkan lulusan berkualitas internasional (Depdiknas, 2006: 8). Profil sekolah bertaraf internasional adalah tampilan sekolah yang mampu memberikan layanan pendidikan dan menghasilkan lulusan berkualitas internasional sebagaimana tertuang dalam Panduan Penjaminan Mutu Sekolah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Menurut Depdiknas (2007a: 9), aspek jaminan mutu SBI meliputi: 1) Akreditasi Akreditasi adalah kegiatan penilaian program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 (Depdiknas, 2005: 30). Pelaksanaan akreditasi menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Menurut Depdiknas (2007a: 9) setiap sekolah bertaraf internasional dijamin dengan keberhasilan memperoleh akreditasi dengan peringkat sangat baik atau predikat “A”. Dengan memperoleh predikat A pada setiap periode akreditasi, SMK BI menunjukkan kinerja sekaligus merupakan pengakuan terhadap kemampuan sekolah untuk menjamin mutu pendidikan secara optimal. SMK BI diharapkan memperoleh hasil akreditasi berperingkat baik atau berperdikat B dari salah satu negara anggota OECD (Organisation for Economic Cooperative and Development)dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan (Depdiknas, 2007a: 9). 2) Kurikulum Secara bahasa kata ”kurikulum” berasal dari bahasa Yunani kuno yang biasa digunakan dalam bidang olahraga yaitu ourir yang artinya pelari. Curere berarti tempat berlari, dan curriculum berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari sampai garis finis yang telah ditetapkan. Istilah ini kemudian dipergunakan dalam dunia pendidikan dengan pengertian awal sebagai mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik untuk memperoleh ijazah. Pengertian ini mengandung dua unsur pokok , yaitu: 1) Mata pelajaran (subject metter), dan 2) Tujuan utama pendidikan atau kurikulum (Nana Sujana, 1991: 4) Doll (Oliva, 1992: 7) mendefinisikan kurikulum pada mutu sekolah sebagai ”the formal and informal content and process by which learners gain knowledge and understanding develop skills,
7
and olier attitudes, appreciations and values under the ougpieces of that schools”. Menurut Doll kurikulum merupakan isi baik formal maupun informal dan proses yang meningkatkan pengetahuan dan pengertian /pemahaman, mengembangkan keterampilan, dan mengubah sikap, penilaian, dan nilai-nilai yang menunjukkan keberhasilan sekolah. 3) Proses Pembelajaran Menurut Zamroni (2007: 3), ”Inti dari sekolah adalah interaksi guru dan siswa, khususnya diruang-ruang tertentu di sekolah”. Interaksi guru dan siswa tidak lain adalah proses pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dan faktor-faktor yang berkaitan itu pada dasarnya merupakan upaya peningkatan mutu sekolah. Menurut Depdiknas (2007a: 10), mutu SMK BI dijamin dengan keberhasilan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Keberhasilan tersebut ditandai dengan memenuhi Standar Proses. Depdiknas (2007f: 3) menjelaskan Standar Proses mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Menurut Depdiknas (2007a: 11), SMK BI diperkaya dengan modal proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan menerapkan pembelajatan berbasis TIK pada semua mata pelajaran. Tilaar (2002: 143) menyatakan bahwa masyarakat Eropa telah merumuskan dan melaksanakan kebijakan ”semua sekolah harus sudah menerapkan e-learning”. Penerapan pembelajaran tersebut membawa konsekuansi sekolah harus menyediakan perangkat komputer, multimedia, dan koneksi internet. Selain itu, pelaksanaan e-learning menuntut kemampuan guru dalam teknologi digital. Depdiknas (2006: 50-51) menambahkan pembelajaran SMK BI menerapkan model competency base training (CBT) minimal 4 (empat) mata pelajaran produktif menggunakan pengantar bahasa inggris atau bahasa asing lainnya, pembelajaran produktif dilaksanakan dengan pendekatan Production Based Training (PBT), menerapkan strategi moving class, kegiatan praktek industri dibimbing bersama pembimbing industri dan guru produktif, dan memberlakukan multi entry multi exit system
8
4) Penilaian Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik (Depdiknas, 2007: 1). Abdul Majid (2008: 193) menyatakan bahwa penilaian harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian keompetensi dan sekaligus untuk mengukur efektvitas proses pembelajaran. Dijelaskan lebih lanjut agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru harus menggunakan beberapa metode dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Menurut Depdiknas (2007a: 11), mutu SMK BI dijamin dengan keberhasilan menunjukkan kinerja pendidikan yang optimal melalui penilaian. Penilaian dilakukan untuk mengendalikan mutu pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas kinerja pendidikan kepada pihak-pihak yangberkepentingan. Penilaian terhadap peseta didik dilakukan oleh para guru untuk memantau proses berkesinambungan. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pemenuhan Standar Penilaian. Standar penilaian pendidikan diatur dalam Permendiknas Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 (Depdiknas: 2007d: 1-7). Selain itu penilaian kinerja pendidikan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. 5) Pendidik Jabatan guru sebagai pendidik merupakan satu jabatan yang amat strategis dalam menunjang proses dan hasil kinerja pendidikan secara kesuluruhan (Mohamad Surya, 2003: 197), Pernyataan tersebut mengandung makna kinerja guru berperan bagi perwujudan kinerja pendidikan secara efektif. Menurut Depdiknas (2007a:12), mutu SMK BI dijamin dengan guru yang menunjukkan kinerja yang optimal sesuai dengan tugas profesionalnya. Pendidik memiliki peranan yang strategis karena mempunyai tugas profesional untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mohammad Surya (2003: 28) bahwa ”Guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat”.
9
6) Tenaga Kependidikan Menurut Depdiknas (2007a: 12-13), mutu SMK BI dijamin dengan kepala sekolah yang menunjukkan kinerja optimal sesuai dengan tugas profesionalnya, yaitu sebagai pemimpin manajerialadministratif dan pemimpin manajerial edukatif. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pemenuhan Standar Kepala Sekolah. Menurut Permendiknas No.13 (Depdiknas, 2007c : 7-11), Kepala Sekolah memiliki kompetensi kepribadian, manajerial kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Keberhasilan kepemimpinan seorang kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuannya. Davis & Newstrom (1985: 149) menjelaskan ada tiga ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu : technical skill (keterampilan teknis), human skill (keterampilan manusiawi), dan conceptual skill (keterampilan konseptual) 7) Sarana dan Prasana Sekolah yang bermutu ditandai dengan pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu. Untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu SMK BI harus memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkesinambungan. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pemenuhan Standar sarana dan prasarana. Standar sarana dan prasarana diatur dalam Permendiknas Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 (Depdiknas 2007e: 43-76). Depdiknas (2007a: 13) menambahkan keberhasian SBI ditandai dengan: a) Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK; b) Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia dan; c) Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik, dan lain sebagainya. Menurut Depdiknas (2006: 41), Rintisan SMK BI dilengkapi dengan infrastruktur meliputi: jalan, listrik, intercom, telepon, air,bersih, saluran pembuangan, pengolahan limbah cair dan padat, pos keamanan, dan pagar sekolah. Menurut Depdiknas (2009: 100), sarana pembelajaran berupa buku harus terpenuhi. SMK BI harus menyediakan buku siswa dengan perbandingan perjudul 1:1. Sekolah harus menyediakan
10
buku referensi berbahasa asing sesuai dengan kebutuhan program keahlian. Tersedia buku untuk guru dengan perbandingan setiap judul 1:1 sesuai program keahlian. Di samping itu juga tersedia buku teks atau referensi yang berbahasa asing dan berbahasa Indonesia. 8) Pengelolaan Pengelolaan SMK BI merupakan pengelolaan sebuah organisasi, karena di dalamnya terdapat proses kerjasama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Husaini Usman (2006:129) yang menyatakan bahwa organisasi adalah proses kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersam secara efektif dan efisien. Hal yang senada disampaikan Stoner & Freeman (2000:4) bahwa organization is two or more people who work together in a structured way to archieve a specific goal or set of goals. Menurut Depdiknas (2007b : 5-9), sebagai organisasi SMK BI memiliki visi dan misi sekolah, Renstra pengembangan sekolah, dan rencana tahunan beserta RAPBS/RAKS. 9) Pembiayaan Menurut Depdiknas (2006: 79-80), pengembangan Rintisan SMK BI membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Untuk menuju ke standar internasional yang sesungguhnya semua komponen sekolah harus ditingkatkan kantitas dan kualitasnya. Upaya tersebut selalu berujung pada kebutuhan beaya atau dana. Ritisan SMK BI harus memiliki sumber dana yang memadai. Dana yang dibutuhkan dapat bersumber dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ota, dan dari masyarakat (Komite Sekolah, sponsor Dunia Industri/Dunia Usaha) Menurut Depdiknas (2006: 46-47), SMK BI memiliki Unit Produksi sebagai wujud bidang usaha sekolah yang relevan dengan Program sebagai wujud bidang usaha sekolah yang relevan degan Program Keahlian yang diselenggarakan. Unit produksi sekolah mempunyai fungsi sebagai sumber pendapatan sekolah dan sebagai wahana belajar warga sekolah. Keuntungan Unit Produksi dapat digunakan untuk kesejateraan wraga sekolah, mendukung dana operasional sekolah, pengembangan SDM, dan kegiatan sosial kemasyarakatan dengan besar sesuai kesepakatan bersama. Menurut Depdiknas (2007a: 14) mutu SBI dijamin dengan pembiayaan yang sekurang-kurangnya terdiri atas biaya investasi, biaya operasional, dan baiaya personal. Keberhasilan tersebut
11
ditandai dengan pencapaian indikator kunci menimal, yaitu memenuhi standar Pembiayaan. Selain itu,keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan yaitu menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keefektifan manajemen pelaksanaan RSBI di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Penelitian evaluasi tidak diarahkan untuk membuktikan suatu hipotesis diterima atau ditolak dan tidak menguji hubungananatar variabel, tetapi lebih ditekankan pada pengumpulan data untuk mendeskripsikan keadaan sesungguhnya yang terjadi di lapangan. Evaluasi manjemen pelaksanaan RSBI ini menggunakan pendekatan model pencapaian tujuan (Goal Attaiment Model/Goal Oriented Evaluation) yang dikembangkan Tyler menurut Kaufman dan Thomas (1980: 126-127).. Model ini menekankan peninjauan tujuan sejak awal kegiatan dan pada saat kegaiatn berlangsung secara berkesinambungan. Evaluasi dilakukan untuk mengecek seberapa jauh tujuan sudah terlaksana di dalam pelaksanaan program (Suharsimi Arikunto & Cepi, 2008: 41). Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan pertimbangan untuk mendapatkan data manajemen pelaksanaan RSBI yang terukur secara kuantitatif. B. Populasi dan Sampel Populasinya adalah seluruh tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan siswa SMK Negeri 2 Yogyakarta. Sampel penelitian adalah guru sebanyak 64 orang, kepala sekolah, wakil kepala sekolah sebanyak 5 orang, ketua program keahlian 3 orang, staff tata usaha 17 orang, tenaga teknis 8 orang dan siswa program keahlian teknik pemesinan sebanyak 48 orang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2003: 91) yang menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah proporsional random sampling, yaitu cara pengambilan sampel dengan memperhatikan jumlah unit-unit di dalam setiap sub populasi dan mempunyai karakteristik yang homogen.
12
C. Analisis Data Analisis
data
dilakukan
menggunakan
metode
diskriptif
kuantitatif. Untuk perencanaan program RSBI (variabel perencanaan) dihitung dengan cara menjumlah skor seluruh komponen (9 komponen).Skor komponen dihitung dengan cara menjumlah skor perolehan tiap sub komponen pada komponen yang bersangkutan. Variabel pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian program RSBI perhitungan skor dihitung dengan cara menjumlah skor komponen komponen yang bersangkutan. Skor komponen dihitung dengan cara menjumlah skor perolehan tiap sub komponen pada komponen yang bersangkutan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengelolaan Berdasarkan hasil studi dokumen visi-misi bercirikan keunggulan dan misi berupaya menjalankan indikator keunggulan. Skor sebesar 9 (90%) dari skor ideal 10 pada subkomponen standar pengelolaan menunjukkan tahapan untuk mewujudkan visi sekolah dilakukan dengan menjabarkan visi menjadi misi, misi dijabarkan menjadi tujuan, dan tujuan dijabarkan menjadi sasaran. Disamping itu sekolah memiliki progrm kerja. Program kerja dalam bentuk Rencana Strategik tahun 2008-20013 dan School Business Plan (SBP) SBI ADB-INVEST tahun 2009-20013. Visi sekolah adalah “menjadi lemdiklat yang menghasilkan tamatan profesional dan mampu memanfaatkan peluang kerja di era globalisasi”. Adapun misi sekolah (Purwono, 2008:2) adalah: a. Membekali siswa dengan iman dan takwa, keahlian dan kemandirian, b. Menciptakan kondisi diklat yang kondusif, untuk menghasilkan tenaga profesional yang mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional, c. Meningkatkan kesejahteraan warga sekolah. Meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya. Skor capaian sebesar 5 (100%) dari skor ideal 5 pada subkomponen sertifikasi ISO 9001:2000 menunjukkan sertifikat ISO 9001 versi 2000 telah dimiliki dan diterapkan dalam berbagai komponen penyelenggaraan sekolah. Menjalin hubungan sister school dengan SBI di luar negeri. Skor capaian sebesar 3 (60%) dari skor ideal 5 pada subkomponen sekolah 13
B.
C.
D.
E.
menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf internasional menunjukkan sudah ada MoU untuk direalisasikan. Akreditasi Skor capaian sebesar 4 (80%) dari skor ideal 5 pada subkomponen akreditasi menunjukkan nilai akreditasi berkisar antara 93.10-96.50. Berdasarkan Sertifikat Akreditasi Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian terakreditasi “A” (amat baik) dengan nilai sebesar 95 (BAN-S/M: 2011) Kurikulum Berdasarkan pengamatan sekolah menerapkan kurikulum KTSP. 1) Standar isi (SI) Skor capaian sebesar 5 (100%) dari skor ideal 5 pada subkomponen SI menunjukkan materi pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran disusun mengacu pada Standar Isi. 2) Pengembangan ICT Skor capaian sebesar 3 (60%) dari skor ideal 5 pada subkomponen pengembangan penerapan ICT/TIK pendukung manajemen pembelajaran menunjukkan terdapat progaram pengembangan TIK berupa program 4-5 tahun, dan site plan pengembangan. 3) Muatan mata pelajaran Skor capaian sebesar 1(20%) dari skor ideal 5 pada subkomponen muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari salah satu negara anggota OECD atau negara maju lainnya menunjukkan belum ada. 4) Standar kelulusan Skor capaian sebesar 3 (60%) dari skor ideal 5 pada subkomponen target standar kelulusan menunjukkan target nilai rata-rata ujian nasional 6.11-6.90. Target nilai rata-rata UN di program kurikulum sebesar minimal 6.53. Proses Pembelajaran Skor capaian sebesar 3 (60%) dari skor ideal 5 pada subkomponen proses pembelajaran menunjukkan sekolah telah memiliki pasangan kerjasama peningkata mutu pembelajaran dengan sekolah unggul tingkat internasional dalam taraf penandatanganan MoU. Kerjasama dalam bentuk pertukaran guru dan siswa Penilaian Skor capaian sebesar 2 (40%) pada subkomponen penilaian diperkaya dengan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
14
dalam bidang pendidikan menunjukkan terdapat program kerjasama, tetapi belum terlaksana. F. Pendidik 1) Program peningkatan kompetensi pedagogik Skor capaian sebesar 5 (100%) dari skor ideal 5 pada subkomponen Program peningkatan kompetensi pedagogik mencakup penguasaan metode pembelajaran, pengembangan peraga pembelajaran, pendayagunaan sumber belajar, dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran. 2) Program peningkatan kompetensi penggunaan TIK Skor capaian sebesar 4 (80%) pada sub komponen program peningkatan kompetensi penggunaan TIK menunjukkan peningkatan kompetensi guru dalam penggunaan TIK dengan jumlah guru yang terlatih 51-75%. 3) Guru Mata pelajaran kelompok inti kejuruan melakukan pembelajaran berbahasa inggris Skor capaian sebesar 5 (100%) dari skor ideal pada subkompenen guru mata pelajaran kelompok inti kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa inggris menunjukkan bahwa guru kejuruan mengampu pembelajaran berbahasa inggris. Hal ini dapat dilihat dari rencana program pembelajaran (RPP) menggunakan bahsa inggris dan laporan hasil kerja saiwa juga berbahasa inggris. 4) Guru berpendidikan S2/S3 Skor capaian sebesar 2 (40%) pada subkomponen guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A menunjukkan guru yang berpendidikan S2/S3 sebanyak 0 – 9.9%. Jumlah guru yang berpendidikan S2 sebanyak 8 orang dan 4 orang sedang menempuh studi S2. G. Tenaga Kependidikan 1) Tenaga kependidikan menggunakan TIK dalam pengelolaan administrasi Skor capaian sebesar 4 (80%) dari skor ideal 5 pada subkomponen tenaga kependidikan menggunakan TIK dalam pengelolaan administrasi sekolah menunjukkan hampir semua pengelolaan administarsi sekolah (administrasi ketenagaan, pembelajaran, kesiswaan) menggunakan TIK. 2) Kasek berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
15
Skor capaian sebesar 3 (60%) dari skor ideal 5 pada subkomponen pendidikan kepala sekolah menunjukkan kepala sekolah berpendidikan S2 kependidikan H. Sarana dan Prasarana Sarana pembelajaran berbasis TIK menunjukkan sekolah memiliki LAN dan jaringan internet, memiliki kapasitas akses internet dan memenuhi standar perbandingan jumlah komputer dengan jumlah siswa. Kapasitas akses internet sebesar 256 KBPS dan kepemilikan komputer sebanyak 1:20 siswa I. Pembiayaan Skor capaian sebesar 6 (60%) dari skor ideal 10 pada subkomponen pembiayaan menunjukkan layanan administrasi keuangan berbasis komputer dan belum ada pelayanan perbankan maupun isistem keuangan online. Data digunakan untuk penyediaan sarana belajar, prasarana belajar, peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik yang melanjutkan studi mendapat bantuan 10% biaya studi. Pendidik dan tenaga kependidikan yang ditugaskan mengikuti kursus bahasa inggris dibiayai sekolah baik biaya kursus maupun transport. J.
KESIMPULAN Berdasarkan analisis data keefektifan manajemen pelaksanaan RSBI di SMK N 2 Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perencanaan program RSBI efektif ditinjau dari 8 Standar Nasional Pendidikan dan akreditasi dari BAN-SM, tetapi untuk indikator kunci tambahan untuk akreditasi dari salah satu negara anggota OECD atau negara manju lainnya, model penilain dari institusi mitra international, minimal 30% guru pendidikan S2, dan perpusatkaan digital kurang efektif. Untuk muatan mata pelajaran dari institusi mitra internasional sangat kurang efektif. 2. Pengorganisasian pelaksanaan RSBI sangat efektif ditinjau dari pembagian tugas , orientasi impersonal, hirarkhi kekuasaan, program dan prosedur 3. Pengarahan pelaksanaan RSBI sangat efektif ditinjau dari komponen memotivasi pegawai, melatih danmengembangkan pegawai, mengembangkan komunikasi dan menentukan gaya kepemimpinna personal, kecuali meningkatkan kompetensi akademik guru kurang efektif. Guru yang berpendidikan S2 < 30% dan guru yang melanjutkan tidak dibebaskan dari tugas mengajar. 4. Pengendalian pelaksanaan RSBI sangat efektif ditinjau dari mengevaluasi kegiatan, melakukan tindakan koreksi, mela.kukan
16
penilaian tingkah laku dan melaporkan khasil pelaksanaan kegiatan. Hasil RSBI efektif, ditinjau dari prestasi akademik dan prestasi non akademik tingkat nasional, tetapi untuk prestasi akdemik dan non akdemik tingkat internasional sangat kurang efektif. K.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Majid. (2008). Perencanaan Pembelajaran Mengembangan Standar Kompetensi Guru. Bandung: Rosdakarya. Agung Tri Wibowo. (2009). Evaluasi program rintisan sekolah bertaraf internasional di SMK Negeri 1 Trucuk Klaten. Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Basuki. (2007). Implementasi program sekolah bertaraf internasional (SBI) sebagai upaya peningkatan kualitas kompetensi siswa SMK Negeri 1 Temanggung. Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta. Bush, T. & Coleman, M. (2000). Leadership and Strategic Management in Education. London: Paul Chapman. Depdiknas. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku I. Konsep Dasar. Jakarta. Depdiknas. (2003). Penyelenggaraan Program Sekolah Menengah Kejuruan Bertaraf Internasional. Jakarta. Depdiknas. (2003). Penyelenggaraan Sekolah Berstandar Internasional. Jakarta. Depdiknas. (2003). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: CV. Eka Jaya. Depdiknas. (2003). Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdiknas. (2006). Penyelenggaraan program sekolah menengah kejuruan bertaraf internasional. Jakarta. Depdiknas. (2007a). Pedoman penjaminan mutu sekolah/madrasah bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jakarta. Depdiknas. (2007b). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan. Jakarta. Depdiknas. (2007c). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta. Depdiknas. (2007d). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta
17
Depdiknas. (2007e). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsnawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) Depdiknas. (2007f). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Depdiknas. (2007g). Instrumen Evaluasi Diri Sekolah Bertaraf Internasional (SMP, SMA dan SMK). Jakarta Depdiknas. (2008). Laporan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Jakarta. Depdiknas. (2008). Panduan Menyelenggarakan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasioanl (R-SMA-BI). Jakarta. Husaini Usman. (2006). Manajemen Teori, Praktek dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Irsyad Zamjani. (2011). Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional: Sebuah Kajian Kebijakan. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Jamaah. (2009) Upaya menuju rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI): studi kasus di SMP Negeri 1 Bantul. Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Mohammad Surya. (2003). Percikan Perjuangan Guru. Bandung: Aneka Ilmu. Mulyasa, E. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Rosdakarya. Nana Sudjana. (1991). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru. Oliva, F.P. (1992). Developing The Curriculum (3rd). New York: Harper Collins Publissher Inc. Olson. L. (1994). A Matter or Devinision: What are ”Word Class” Standar? Http://edweek/org/ew/articles/1994/06/15/38word,hl3.html. Ratna Susiani. (2009) Kajian sekolah bertaraf internasional (SBI) SMK Negeri 2 Salatiga. Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Siti Jariyah. (2012). Keefektifan manajemen pelaksanaan rintisan SBI di SMK Temanggung. Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Stoner, J.A.F. & Freeman, R.E. (2000). Management. Fifth Edition. New Prentice Hall, Engglewood Cliffs. Tilaar, H.A.R. (2002). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
18
Zamroni. (2007). Meningkatkan Muhammadiyah.
Mutu
Sekolah.
Jakarta:
PSAB
19