PESAN PIMPINAN
Pemilu 2014 Dan Upaya Meningkatkan Derajat Keterwakilan
Sesuai dengan agenda politik nasional, tahun 2014 adalah tahun diselenggarakannya Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif), dan Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, secara langsung.
K
edua Pemilu tersebut merupakan amanat Konstitusi UUD 1945 sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam sebuah negara yang melaksanakan sistem demokrasi. Khusus UU Pemilu untuk memilih anggota legislatif, diatur dalam UU No. 12 tahun 2003 yang telah diubah dengan UU No. 10 tahun 2008. Diakui bahwa, secara prosedural, Indonesia telah melaksanakan demokrasi secara tertib, baik dan berkesinambungan, sesuai dengan nilainilai demokrasi universal. Salah satu prinsip atau nilai demokrasi adalah adanya Pemilu secara berkala untuk memilih para pemimpin, baik di lembaga perwakilan maupun di eksekutif. Kemudian muncul pertanyaan yang cukup mendasar, apakah indonesia selama ini, khsusnya sejak era reformasi, telah melaksanakan demokrasi sebagaimana yang kita kenal selama ini atau secara substantif? Pertanyaan tersebut harus dijawab, baik berkaitan dengan sistem pemilu yang diatur oleh peraturan perundang-undnagan maupun berkaitan dengan praktek, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan pemilu itu sendiri. Sistem yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan sebuah sistem Pemilu yang, pertama, akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan
yang tinggi, sehingga memperoleh legitimasi kuat dari rakyat. Kedua, sistem Pemilu juga merupakan sebuah rekayasa politik untuk menghasilkan lembaga perwakilan yang representatif atau menghasilkan pemimpin yang responsibel dan cakap. Ketiga, sistem yang kompatibel, diharapkan dapat menghasilkan sebuah proses demokrasi yang substantif. Selanjutnya ketika sebuah sistem pemilu dipilih, maka harus terimplementasikan dalam praktek. Sebagaimana diketahui, bahwa Indonesia memilih sistem proporsional. Dalam dua UU Pemilu terakhir yaitu UU No. 12 tahun 2003 dan UU No. 10 Tahun 2008, sepakat dipilih sistem proporsional terbuka. Maknanya adalah bahwa pemilih diberikan pilihan yang langsung kepada calon wakil mereka untuk duduk di DPR atau DPRD. Khusus terhadap sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD yaitu proporsional terbuka, maka upaya meningkatkan derajat keterwakilan semakin menemukan bentuknya. Para wakil rakyat semakin memiliki hubungan yang erat dengan konstituennya, sehingga akuntabilitas para wakil semakin nyata. Akibat yang muncul, para rakyat yang diwakili dapat menuntut kepada para wakilnya untuk melakukan yang terbaik untuk
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
rakyat. Jika hal itu tidak terpenuhi, para wakil akan memperoleh hukuman pada Pemilu berikutnya untuk tidak dipilih kembali. Upaya menciptakan sistem pemilu yang menghasilkan wakil rakyat yang akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi adalah sebuah keniscayaan bagi penyelenggaraan pemilu di Indonesia sebagai sebuah negara demokratis.
Usul Inisiatif DPR tentang Perubahan UU No. 10 tahun 2008
Salah satu upaya yang dilakukan dalam menata kembali sekaligus mengevaluasi penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2009 lalu adalah dengan mengajukan RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Meskipun tidak secara eksplisit terfokus kepada materi yang berkaitan dengan perubahan dengan sistem Pemilu, namun Pansus akan memberikan ruang bagi pembahasan tentang Sistem Pemilu ini, khususnya yang terkait dengan bagaimana metode penghitungan perolehan kursi yang pada pemilu 2009 lalu menimbulkan banyak persoalan. Dalam Rapat Kerja Pansus DPR RI bersama Mendagri dan Menkum-
guna menghasilkan Pemilu yang lebih demokratis, serta menghasilkan wakil rakyat yang memiliki derajat keterwakilan tinggi. Salah satu aspek meningkatkan derajat keterwakilan wakil rakyat hasil Pemilu adalah melalui rekayasa
han tersebut bisa lebih jelas kepada siapa mereka meminta dan menyalurkan aspirasinya baik untuk tingkat DPR maupun DPRD. Upaya lain adalah dengan cara tersedianya calon anggota legislatif terbaik melalui rekrutmen dan kaderiInternet/whitemonkeynewsbureau.wordpress.com
ham tanggal 26 Oktober 2011 lalu, Pemerintah telah menyampaikan pandangan terhadap RUU ini dengan beberapa poin yang menjadi sorotan utama seperti: sistem Pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka, pemberlakuan parliamentary threshold, Daerah Pemilihan dan alokasi kursi setiap daerah pemilihan, serta metode penghitungan perolehan kursi. Hal tersebut sejalan dengan keterangan atau penjelasan DPR-RI terkait dengan RUU inisiatif ini dalam Rapat Kerja sebelumnya. Oleh karena itu, menjadi tanggungjawab bersama antara DPR dan Pemerintah untuk menghasilkan sebuah UU tentang Pemilu yang lebih demokratis dan mampu menghasilkan wakil rakyat yang lebih akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi. Kewajiban konstitusional DPR sebagai lembaga pembentuk undangundang sebagaimana diamanatkan UUD 1945 memberikan l a n d a s a n bagi Pansus untuk melakukan tugas dan fungsi legislasi sebaik mungkin. Disadari bahwa pembahasan RUU tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD ini, akan berbenturan dengan kepentingan para anggota DPR sebagai individu dan Partai Politik yang menempatkan para kadernya menjadi wakil rakyat. Oleh karena itu, mekanisme pembahasan senantiasa melibatkan publik, baik melalui forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan beberapa pihak seperti akademisi, penyelenggara Pemilu, dan lembaga akuntan publik, lembaga non-pemerintah yang memiliki kepedulian terhadap pemilu, serta pihak lainnya. Selain itu, diberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan melalui email atau media lainnya dalam sebuah forum public hearing. Upaya lainnya adalah dengan melakukan kunjungan ke beberapa daerah dan perguruan tinggi di daerah guna menjaring aspirasi sebanyak mungkin. Muaranya adalah semua masukan dan aspirasi akan menjadi bahan bagi Pansus serta pemerintah untuk membahas RUU ini
Suasana Pemilihan Umum 2009
sistem Pemilu yang dituangkan dalam sebuah regulasi. Sistem Pemilu akan memberikan penekanan kepada bagaimana cara memilih wakil rakyat yang disesuaikan dengan kondisi sosial politik serta budaya politik masyarakat di suatu negara. Sistem proporsional memiliki kelebihan utama yaitu meminimalkan suara rakyat yang tidak terkonversi menjadi kursi serta memberikan peluang bagi lebih besar partai politik kelas menengah untuk memperoleh kursi di DPR. Sebaliknya, sistem mayoritas-pluralitas yang dikenal dengan sistem distrik mempunyai kelebihan, karena wakil rakyat terpilih memiliki keterikatan yang lebih kuat dengan konstituen.
Sistem Proporsional yang Dapat Meningkatkan Derajat Keterwakilan
Sistem proporsional bisa menghasilkan wakil rakyat yang lebih tinggi derajat keterwakilannya. Salah satunya adalah dengan membuat Daerah Pemilihan (districting) yang lebih kecil, sehingga para wakil rakyat di daerah pemilihan tersebut bisa lebih mudah menjangkau konstituennya. Sebaliknya, rakyat di daerah pemili-
sasi yang dilakukan oleh partai politik, sehingga rakyat sudah diberikan pilihan terbaik diantara yang baik. Hal tersebut akan memberikan dampak positif baik bagi partai politik, rakyat, serta lembaga perwakilan itu sendiri. Artinya proses pendidikan politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik yang menjadi fungsi partai politik, menjadi bermakna serta dirasakan langsung oleh rakyat. Dampaknya, lembaga perwakilan akan bekerja lebih optimal karena diisi oleh anggota yang berkualitas. Sebagai kesimpulan, Pemilu 2014 harus menjadi tahap konsolidasi demokrasi melalui penyelenggaraan Pemilu yang lebih demokratis dan menggunakan sistem yang lebih mampu menghasilkan wakil rakyat yang memiliki derajat keterwakilan yang tinggi. Kehadiran UU adalah sebagai sebuah rekayasa Pemilu guna menghasilkan sistem demokrasi yang lebih baik bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Jika hal itu bisa terwujud, maka bangsa ini akan kembali menjadi bangsa yang besar dan dihargai oleh bangsa-bangsa lain di dunia sebagai negara demokrasi. Semoga. ***
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
Parlementaria Edisi 87 Tahun XLII 2011 PESAN PIMPINAN
> Pemilu 2014 dan Upaya Meningkatkan Derajat Keterwakilan
LAPORAN UTAMA > Rumah Aspirasi
PENGAWASAN
> Menjelang Sea Games XXVI > Senyum Dikitlah..
ANGGARAN
> Kenaikan Anggaran TNI
LEGISLASI
> RUU SPPA > DPR Sahkan RUU Intelijen Negara
PROFIL Laporan Utama
11 | Rumah Aspirasi
(wawancara Tim Parle dengan Pius Lustrilanang)
umah Aspirasi ini apa perlu pembangunan gedung baru? Saya lebih cendrung mengatakan ini bukan rumah aspirasi, bukan kantor gitu, kalau kantor selalu harus mahal, kalau saya bilang kios aspirasi gimana, saya punya disana meja sepetak, toh ada fungsi-fungsi kantor sederhana disitu, dengan begini saya ingin katakan bukan bangunan fisik yang penting tetapi fungsi-fungsinya. Kalau fungsi ini bisa mobile, tidak terpaku. Jadi kalau kita bangun rumah itu saja, selamanya hanya disitu. Jadi coba sewa sajalah, kalau perlu kita sewa kios, yang penting fungsinya bukan bangunannya. Nah satu hal lagi, selain menjalankan fungsi penyerapan aspirasi kantor atau kios ini juga berfungsi sebagai kantor penghubung DPR yang ada di daerah pemilihan. Legislasi
33 | DPR Sahkan RUU Intelijen Negara Anggaran yang minim menjadi penyebab tidak adanya program pemutaakhiran alutsista TNI. Anggaran yang diberikan pemerintah kepada Kemhan yang kemudian dibagikan kepada empat unit organisasi, yakni Mabes TNI, TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Kemhan sendiri sejak tahun 2006 terus mengalami peningkatan hingga saat ini. Namun prosentase terbesar anggaran TNI habis hanya untuk belanja pegawai.
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
> Abdul Kadir Karding (F-PKB)
2 06 20 25 28 30 33 37
KUNJUNGAN KERJA DPR
> Kunjungan Kerja Komisi VII DPR Ke Provinsi Jawa Timur, Sumsel, Kaltim dan Sultra
42
SOROTAN
> Perlu Verifikasi Perbatasan dan Undang-Undang Pengelolaan Perbatasan
52
LIPUTAN KHUSUS > Sidang APA Hasilkan Deklarasi Solo
SELEBRITIS > Susi Susanti
55 60
PERNIK
> MC Harus Terlibat Langsung Dalam Proses Suatu Acara
POJOK PARLE
> Oh.......Bengawan Solo
Sorotan
33 | Perlu Verifikasi Perbatasan Sering kali hubungan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Malaysia diuji, dengan timbulnya permasalahan perbatasan antara kedua negara tersebut. Permasalahan perbatasan yang baru-baru ini terjadi adalah adanya pergeseran patok perbatasan yang terdapat di wilayah Tanjung Datu dan Camar Bulan, Provinsi Kalimantan Barat.
64 66
SUSUNAN REDAKSI PARLEMENTARIA EDISI 87 TH.XLII 2011 Pengawas Umum Pimpinan DPR RI Penanggung Jawab/ Ketua Pengarah Dra. Nining Indra Shaleh, M.Si Wakil Ketua Pengarah Achmad Djuned SH, M.Hum Pimpinan Pelaksana Jaka Dwi Winarko Pimpinan Redaksi Djustiawan Widjaya Wakil Pimpinan Redaksi Liber S. Silitonga, Mediantoro SE
Anggota Redaksi Dra. Trihastuti
Nita Juwita, S.Sos, Sugeng Irianto, S.Sos M. Ibnur Khalid, Iwan Armanias, Suciati, S.Sos Faizah Farah Diba, Agung Sulistiono, SH
Fotografer Rizka Arinindya Sirkulasi Supriyanto Alamat Redaksi/Tata Usaha Bagian Pemberitaan DPR RI Lt. II Gedung Nusantara II DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348, 5715350, Fax (021) 5715341 Email :
[email protected] www.dpr.go.id/berita
!
| PARLEMENTARIA | Edisi 87TH. XLII, 2011 |
LAPORAN UTAMA
A
nggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini untuk kesekian kalinya melirik jam tangannya, kemudian kembali mencoba tersenyum kepada tamu yang sibuk menjelaskan satu program yang perlu dukungannya selaku anggota dewan. Mantan aktifis mahasiswa ini sedikit gelisah rapat kerja komisi yang harus diikutinya sudah dimulai sejak 15 menit lalu, tapi ia masih belum bisa beranjak dari ruang kerjanya karena di hadapannya masih ada tamu.
“Saya tidak enak, tamu itukan konstituen yang banyak mendukung pada saat pemilu lalu. Kasihan kalau ditolak karena sudah jauh-jauh datang,” imbuhnya. Baginya menerima tamu di ruang kerja, Gedung Nusantara I sudah biasa dilakukannya, karena ia menganggap sudah menjadi bagian dari tugasnya sebagai wakil rakyat. Jumlahnya tidak tentu, kadang bisa lebih dari lima tamu dalam satu hari. Kepada Parle ia berujar seharusnya disiapkan satu mekanisme sehingga
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
aspirasi rakyat yang diwakilinya bisa diterima tanpa harus menguras waktunya. Pengalaman lain disampaikan anggota Fraksi Gerindra DPR RI, Pius Lustrilanang yang mewakili daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur I. Ia mengaku perlu waktu untuk menjelaskan kepada konstituennya bahwa aspirasi diluar bidangnya akan sulit diperjuangkannya secara langsung. Sebagai anggota komisi VII ia lebih banyak bergelut dengan bidang
energi, pertambangan, kelistrikan dan sebagainya. Sementara setiap berkunjung ke dapil aspirasi publik tidak hanya seputar masalah energi, rakyat NTT juga berkutat menghadapi keterbatasan layanan kesehatan dan pendidikan. “Sulit bagi saya memperjuangkan masalah diluar bidang komisi karena sejauh ini belum ada mekanisme yang mengaturnya di DPR. Langkah yang bisa dilakukan saya titipkan aspirasi itu kepada teman di komisi terkait, tapi itu berat karena perjuangannya pasti lebih terarah pada aspirasi konstituennya sendiri,” paparnya. Ia bersyukur para pemilihnya dapat memahami posisinya sehingga setiap pertemuan menjaring aspirasi di daerah pemilihannya keluhan lebih banyak dikondisikan pada tantangan masalah energi yang dihadapi masyarakat setempat. “Perjuangan saya di dapil bisa terukur, ada kontribusi penambahan sekian kilowat listrik di beberapa wilayah di NTT. Itu karena aspirasi kekurangan listrik yang diterima dari masyarakat saya perjuangkan optimal dalam rapat-rapat komisi. Ketersediaan listrik di dapil yang baru sekitar 30-an persen bisa meningkat,” lanjutnya. Pius sering mendapat masukan dari koleganya sesama anggota dewan yang ternyata tidak berhasil membangun pemahaman itu di dapilnya. Semua aspirasi ditampung, pada akhirnya tentu banyak juga yang gagal terealisasi. “Kalau terus berlanjut anggotakan jadi takut datang ke dapil, setiap datang ditagih,” imbuhnya. Sebagai wakil ketua BURT DPR RI, Pius Lustrilanang menyadari kondisi ini tentu jauh dari ideal. Perlu dibangun satu mekanisme pengumpulan aspirasi oleh wakil rakyat di daerah pemilihannya, memilahnya, kemudian menyiapkan mekanisme rapat khusus untuk memperjuangkannya baik di daerah maupun di pusat. Ketua DPR RI Marzuki Ali mengingatkan memperjuangkan aspirasi dari masyarakat di daerah pemilihan merupakan tugas konstitusional
yang bahkan merupakan bagian dari sumpah yang diucapkan pada saat dilantik secara resmi menjadi anggota parlemen. “Jadi perlu dibuatkan sarananya agar anggota DPR itu mampu menampung aspirasi dari konstituennya, kemudian disiapkan ruang untuk memperjuangkan aspirasi itu,”. Hal ini juga sudah diatur secara tegas dalam Tata Tertib pasal 203 yang menyebut anggota DPR dalam satu daerah pemilihan dapat membentuk rumah aspirasi dengan fungsi menerima dan menghimpun aspirasi masyarakat. Lebih lanjut menurut Marzuki kehadiran rumah aspirasi akan mendorong anggota DPR lintas fraksi bekerja bersama untuk kemajuan daerah pemilihannya. Ia mengambarkan selama ini anggota menyerap dan memperjuangkan aspirasi konstituennya cendrung sendiri-sendiri. Tidak jarang dalam pembahasan saling bersaing untuk disetujui. “Saling berusaha bagaimana aspirasi dia yang digolkan, bagaimana aspirasi orang tidak masuk padahal satu dapil. Ini tidak sehat, akibatnya semua kita tahu akhirnya tidak ada satupun yang masuk,” katanya sambil tertawa kecil. Daripada berebut dan sama-sama
Wakil Ketua BURT, Pius Lustrilanang
apes lebih baik dibuat kesepakatan di Rumah Aspirasi, bicarakan bersama, buat kesepahaman mana masalah publik yang menjadi skala prioritas, kemudian perjuangkan bersama. Kehadiran rumah aspirasi di dapil juga akan membantu pejabat se-
Ketua DPR RI Maruki Alie saat menemui mahasiswa yang menyampaikan aspirasi mereka di DPR
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
LAPORAN UTAMA
tempat untuk meminta anggota DPR memperjuangkan anggaran mereka. Ini dapat mencegah munculnya isu praktek mafia anggaran, yang bagi sebagian pihak disebut sebagai aktifitas yang terasa tapi sulit dibuktikan. “Misalnya walikota menginginkan sesuatu sebagai pengejawantahan atau pun mewakili masyarakat ingin memperjuangkan sesuatu tidak mungkinlah dia datang perorangan, akhirnya muncul sekarang ini isu opini ataupun pemahaman yang menurut saya tidak tepat 100 persen. Adanya orang memperjuangkan anggaran, dengan mendapatkan fee dan sebagainya. Jadi tidak perlu lagi pejabat daerah ramerame check in di hotel-hotel mewah Jakarta untuk mengawal anggaran. Bicarakan saja di rumah aspirasi,” lanjut politisi Partai Demokrat ini. Apabila banyak persoalan dapat dibicarakan dan dicari solusinya di rumah aspirasi maka gedung DPR di Senayan tidak akan menjadi lautan massa. Ia menyebut contoh ketika ribuan petani tembakau yang beberapa kali mendatangi DPR dengan 50 -100 bus. Pada akhirnya perjuangan mereka menurutnya tidak terlalu produktif, apalagi ditakutkan aksi itu tidak murni lagi karena ditumpangi kepentingan tertentu. Marzuki berpandangan pada saatnya apabila rumah aspirasi berjalan dengan efektif anggota DPR akan lebih banyak berkantor di dapilnya. “Ya kalau parlemen di beberapa negara ini sudah berjalan, 4 hari kerja di gedung parlemen, 3 hari lain di dapil.” Anggota Komisi I dari FPAN Mohammad Najib menilai positif ide rumah aspirasi yang diambil dari parlemen yang demokrasinya sudah maju. Namun pelaksanaan di Indonesia harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Ia mengambil contoh rencana rumah aspirasi yang akan diisi anggota DPR lintas fraksi. “Menurut saya tidak realistis karena disitu nanti pengelolaannya menjadi sangat sulit pasti ada persaingan disitu. Kalau ada aspirasi yang datang akan jadi royo-kan. Kemudian gimana memperjuangkan
aspirasi itu dan untuk dikompromikan karena partai politik punya interest di dalamnya. Lihat saja sekretariat bersama partai koalisi, rasanya sulit bisa sejalan,” paparnya. Menurut hematnya kalau rumah aspirasi mau diadakan lebih baik diserahkan kepada masingmasing anggota. Bagi Pius Lustrilanang pada prinsipnya seorang anggota DPR dipilih bukan hanya mewakili orang-orang yang memilihnya, tetapi mewakili segenap kelompok masyarakat yang di dapilnya. Kehadiran rumah aspirasi menurutnya akan ‘memaksa’ anggota DPR bekerja sama, memajukan dapilnya tanpa sekat ideologi partai, tanpa membatasi konsentrasi pada daerahdaerah tertentu di dapil dimana anggota yang bersangkutan mendapat suara terbesar. “Seorang dipilih menjadi anggota DPR itu bukan hanya mewakili orang yang memilih dia, tetapi mewakili semua pemilih yang ada di Dapil. Dia harus mewakili kader Golkar, Gerindra, kader partai lain selain kader partainya sendiri, termasuk orang-orang yang tidak berpartai, aspirasi rakyat tidak punya sekat,” tandasnya. Pada bagian lain ia juga menyebut aspirasi rakyat tidak harus sesuatu
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
yang menjadi sorotan media, muncul di lembaran atau laman berita. “Kalau patokannya itu memang tidak perlu rumah aspirasi, cukup kita baca koran dan internet saja,” tekannya. Pengaduan masyarakat kadang masalah sepele yang bagi sebagian orang mungkin tidak penting, misalnya perlu jembatan, perlu penambahan guru, penambahan puskesmas atau perbaikan jalan. Isu seperti itu tidak selalu disorot media tetapi bisa jadi menjadi bagian dari persoalan masyarakat setiap hari. “Ini harus menjadi pemahaman seorang anggota parlemen.” Catatan menarik tentang rumah aspirasi disampaikan mantan wakil ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi P3 Chozim Chumaidi. Ketika melakukan studi banding ke parlemen Jerman, rombongan diajak mengunjungi kantor sekretariat sebuah Partai Politik di distrik setingkat kebupaten/kota. Di gedung tersebut ternyata disediakan satu ruangan khusus untuk menerima aspirasi dari masyarakat dan pada waktu tertentu diterima oleh anggota parlemen dari partai tersebut. Pada salah satu pojok terdapat papan daftar nama empat anggota parlemen dan jadwal mereka menerima pengaduan publik di ‘rumah aspirasi’ terse-
Anggota Komisi I DPR RI, Mohammad Najib
but. “Jadi seperti daftar dokter jaga di rumah sakit,” katanya tergelak. Dalam melayani publik anggota parlemen Jerman ini memiliki spesialisasi masing-masing, seperti pertanahan, transportasi, keuangan. Namun pada saat rombongan anggota DPR berkunjung kesana tidak terlihat ada warga masyarakat sedang menyampaikan aspirasi. Menurut petugas disana sebagian masyarkat memilih menyampaikan keluhan mereka melalui alat bantu komunikasi yang disediakan antara lain, telepon atau internet. “Apabila DPR ingin membangun rumah aspirasi mungkin contoh dari parlemen Jerman ini bisa jadi masukan, karena semua partai sudah memiliki sekretariat sampai ke tingkat kabupaten/kota bahkan kecamatan,” jelasnya. Pandangan senada juga disampaikan peneliti dari PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Publik) Ronald. “Sebenarnya kalau kita bicara rumah aspirasi, dia berfungsi sebagai jembatan sekaligus memfasilitasi aspirasi agar terjangkau wakil rakyat anggota DPR. Jadi memang perlu, hanya saja harus difahami ada hal berbeda ketika kita ingin mempraktekkan rumah aspirasi untuk konteks indonesia tanpa mengurangi urgensi,” paparnya. Di negara demokrasi maju seperti Amerika dan Australia praktek anggota parlemen saling berinteraksi sudah biasa berlangsung di rumah aspirasi. “Semua dibiayai negara dan dipertanggungjawabkan dengan transparan,” lanjut aktifis yang juga pernah meninjau langsung rumah aspirasi anggota parlemen di Afrika Selatan ini. Untuk konteks Indonesia dan kekinian apabila DPR ingin membangun rumah aspirasi perlu dilakukan penyesuaian. Pilihan menggunakan kantor partai politik, saluran komunikasi seperti internet patut dijadikan prioritas. Disamping itu wakil rakyat dari dapil Jakarta dan kota-kota besar lainnya yang relatif lebih maju pendidikan dan ekonominya tentu dapat memproses setiap aspirasi yang disam-
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Publik, Ronald Rofiandri
paikan tanpa harus bertatap muka. “Ada internet, media sosial sekarang ini terkadang lebih menjanjikan, lebih cepat dan tanpa biaya tinggi. Kalau harus dipaksakan dipukul rata harus ada rumah aspirasi bisa jadi mubazir,” tekannya. Apalagi transparansi dan pertanggungjawaban anggaran masih jadi masalah bagi anggota DPR, ditambah kemunculan ide dalam situasi yang tidak tepat hasilnya rawan resistensi, itulah yang terjadi beberapa waktu lalu sehingga akhirnya ide rumah aspirasi tahun lalu tidak kesampaian. Menjawab hal ini Pius Lustrilanang berpandangan tidak mungkin rumah aspirasi anggota DPR ditempatkan di kantor sekretariat partai politik. “Ketika anggota DPR turun ke Dapil ia sebagai pejabat negara atau sebagai pejabat partai?. Pejabat negara-kan. Jadi harus menggunakan fasilitas negara. Kalau itu tugas itu dianggap tugas partai cabut dong anggaran-anggaran negara. Partai yang harus membiayai,” jelasnya. Kalau ada anggota yang tidak setuju dan berpendapat cukup melalui perangkat partai di daerah, mereka konsekuensinya harus menolak semua anggaran aspirasi yang dibiayai oleh negara. Mereka tidak menjalankan tugas negara tapi tugas partai, jadi par-
tai yang harus biayai. Politisi Partai Gerindra ini mengaku pada saat melakukan kunjungan perorangan selaku anggota DPR ia menghindari betul menggunakan atribut-atribut partai. “Saya tidak pernah bicara program partai karena tidak ketemu kader partai kok. Pada saat melakukan kunjungan kerja perorangan saya melaksanakan tugas negara,” tandasnya. Ia juga memaparkan selama ini dalam melakukan kunjungan kerja perorangan seorang anggota DPR yang nota bene pejabat negara melakukannya sendiri. “Nah kunjungan perorangan tidak ada sistem pendukung, zero. Tiket cari sendiri, kontak konstituen sendiri, mencari pejabat yang bisa dihubungi sendiri. Ini pejabat negara atau pejabat partai, itu persoalannya. DPR lalai dalam menempatkan kunjungan
Mantan anggota DPR RI, Chozim Chumaidi
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
LAPORAN UTAMA
FOTO Susana demo ripka ciptanCPT: Salah satu bentuk penyaluran aspirasi masyarakat ke dpr.
Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso saat menerima perwakilan perangkat desa seluruh Indonesia
Ripka Tjiptaning saat menemui organisasi keprofesionalan yang ingin menyalurkan aspirasinya
perorangan itu sebagai kunjungan pejabat negara ke daerah. Ini resmi melakukan tugas negara. Oleh karena itu wajib diberikan fasilitas dan supporting system. Nah jadi rumah aspirasi ini nantinya bagian dari support system itu,” ujar mantan aktifis ini. Lebih jauh Pius menekankan apa yang dipersiapkan BURT cendrung bukan sekedar rumah aspirasi. “Bukan
10
kantor gitu, kalau kantor selalu harus mahal, kalau saya bilang kios aspirasi gimana, saya punya disana meja sepetak, toh ada fungsi-fungsi kantor sederhana disitu. Saya ingin katakan bukan bangunan fisik yang penting tetapi fungsi-fungsinya. Kalau fungsi ini bisa mobile, tidak terpaku,” katanya. Ia memperkirakan dinamika politik setiap periode pemilu bisa dinamis
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
dengan penyesuaian dan perubahan. Bukan tidak mungkin anggota DPR periode selanjutnya memandang lebih efektif menempatkan rumah aspirasi pada lokasi yang berbeda. Kalau mekanismenya sudah jelas, kantor bisa dimana saja, yang penting membangun mekanisme dan sarananya. Publik tidak perlu berprasangka kegiatan ini akan menjadi pemborosan anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. “Kalau perlu kita sewa kios, yang penting fungsinya bukan bangunannya.”. Ia mengakui dalam beberapa kali rapat berkembang beragam ide yang menurutnya pasti untuk langkah maju kedepan. “Sekarang ini saya sendiri memilih untuk menjalankan program aspirasi yang telah diatur Tatib ketimbang merubahnya dari sekarang. Coba dulu Rumah Aspirasi kolektif, kemudian kita lihat, kalau dipandang perlu membelahnya menjadi rumah aspirasi perorangan seperti parlemen negara lain, itu tergantung gimana kita menilai rumah aspirasi yang ada,” demikian Pius (iky) ***
Wawancara Pius Lustrilanang, Wakil Ketua BURT DPR RI :
Sewa Sajalah, Yang Penting Fungsinya Bukan Bangunannya Bicara dari A sampai Z tentang Rumah Aspirasi bagi anggota DPR RI memang dengan Pius Lustrilanang orang yang paling tepat. Sebagai wakil ketua BURT (Badan Urusan Rumah Tangga) ia paham latar belakang lahirnya ide rumah aspirasi, pembahasan plus perdebatannya. Tim Parle berkesempatan mewawancarainya mantan aktifis ini di ruang kerjanya yang apik sore hari setelah serangkaian rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
11
LAPORAN UTAMA
D
engan ramah dan masih dengan gaya aktifis (baca : tidak protokoler) ia menyambut sambil minta maaf. “Wah rokok gua masih setengahnya neh, boleh dilanjutin dulu sebentar,” ujarnya. Setelah basa basi pembuka, ditemani suguhan teh panas dari sekretarisnya, wawancara seputar Rumah Aspirasi dimulai. Bagaimana latar belakang munculnya ide rumah aspirasi? Rumah aspirasi inikan hasil dari studi banding yang dilakukan anggota DPR ke banyak parlemen di dunia. Mereka menemukan dengan sistem pemilihan langsung dimana rakyat memilih langsung anggotanya bukan melalui partai itu rata-rata punya hubungan yang dekat dengan konstituen dan dilengkapi pula dengan kantor yang dapat menerima aspirasi di dapilnya. Saya fikir itu yang kemudian membuat mereka memasukkan rumah aspirasi di Tata Tertib (Tatib) kita. Sudah ada dalam Tata Tertib DPR ya? Iya, bunyi pasal di Tatib yang mengatur rumah aspirasi adalah kantor bersama anggota DPR dalam satu dapil yang digunakan menyerap aspirasi. Kalau kantor bersama itu kan kantor kolektif semua anggota DPR dalam satu dapil, tidak peduli partainya apa, dipaksa bekerja sama untuk memperjuangkan aspirasi daerah pemilihannya melalui kantor itu. Oleh karena itu BURT melihat ini juga sebagai sebuah langkah strategis dan kemudian mencantumkan sebagai sebuah prioritas yang perlu dicapai dalam Renstra. Karena itu memang harus dilaksanakan apalagi pemilu 2009 adalah pemilu langsung jadi ikatan dapil lebih besar ketimbang pemilu sebelumnya. Masalahnya kemudian adalah kantor saja tidak cukup perlu dibuat mekanisme untuk mengatur aspirasi yang dikumpulkan di daerah bisa ditindaklanjuti bukan hanya ditampung. Di DPR tidak ada mekanisme itu sekarang, oleh karena itu kalau ingin membangun rumah aspirasi harus disiapkan juga mekanismenya untuk menjamin aspirasi yang ditampung bisa ditindaklanjuti.
12
Wakil Ketua BURT, Pius Lustrilanang
Bagaimana menindaklanjutinya? Melalui rapat-rapat di komisi jadi harus ada slot waktu disetiap komisi untuk membahas aspirasi yang sudah dikumpulkan melalui kantor aspirasi. Komisi biasanya sibuk lewat 3 fungsi aja, pengawasan, anggaran dan legislasi. Itu kan bersifat umum tidak terikat dapil. Berarti harus ada waktu khusus dimana semua apirasi yang sudah dikompilasi, disinkronisasi kemudian dibuat perkiraan formulasi kebijakannya, lalu yang bersifat anggaran kita omongin pada saat pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara / Lembaga (RKAKL), kemudian yang bersifat kebijakan kita ngomong pada saat pengawasan, yang bersifat legislasi kita ngomong pada saat legislasi. BURT berarti sudah menyepakati kebijakan ini dilaksanakan? Ini adalah bagian dari Renstra prioritas harus kita kerjakan, masalahnya bukan sekedar memenuhi prioritas program saja, bukan sekedar bikin kantor, bukan itu tujuannya tapi harus menyiapkan juga mekanismenya. Oleh karena itu kita nggak setuju program ini disebut sebagai rumah aspirasi tapi lebih dari itu program aspirasi. Program aspirasi adalah penyediaan kantor
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
bersama untuk menyerap aspirasi dan menyiapkan mekanisme lanjutan untuk menindaklanjuti aspirasi tersebut. Apa mungkin gabungan anggota DPR lintas partai bergabung dalam satu rumah aspirasi? Baik individual maupun kolektif yang lebih penting adalah bagaimana menjamin aspirasi itu ditindaklanjuti. Sekarang kita ngomong plus minus kolektif dan perorangan. Kalau kolektif itu anggota DPR dalam satu dapil dipaksa bekerja sama, memajukan dapilnya tanpa sekat ideologi partai, tanpa membatasi konsentrasi pada daerahdaerah tertentu di dapil dimana anggota DPR bersangkutan mendapat suara terbesar. Jadi yang diperjuangkan bukan hanya basis konstituen tapi konstituen secara keseluruhan. Prinsipnya seseorang dipilih menjadi anggota DPR itu bukan hanya mewakili orang yang memilih dia, tetapi mewakili semua pemilih yang ada di dapil. Dia harus mewakili kader Golkar, Gerindra, kader partai lain selain kader partainya sendiri, termasuk orang-orang yang tidak berpartai. Aspirasi itu tidak punya sekat, aspirasi bersifat umum apa yang diinginkan rakyat itulah aspirasi. Kecendrungan politisi-kan mem-
beri perhatian pada isu publik, liputan media massa? Aspirasi ini kan tidak harus sesuatu yang sudah muncul di media, surat kabar, iyakan. Yang sudah menjadi soroton publik, kalau itu kita tinggal baca koran aja. Kalo begitu memang tidak perlu rumah aspirasi, cukup baca koran dan internet saja. Tapi tidak semata itu, ketika kita turun rakyat minta macam-macam dan tidak juga harus suatu persoalan yang pelik membutuhkan perhatian kadang hanya sepele aja, kita perlu jembatan, kita perlu tambahan guru, kita perlu perbaikan sekolah, kita perlu tambahan puskesmas, kita perlu perbaikan jalan. Jalan rusak-kan tidak selalu disorot di koran tiap hari. Disana persoalan muncul tiap hari, bukan hanya pada saat anggota DPR turun ke Dapil. Pada saat anggota DPR di Jakarta persoalan aspirasi itu harus muncul. Jadi yakin bisa anggota DPR lintas partai bekerja sama di Dapil? Ya harus bisa karena prinsipnya mereka mewakili dapilnya bukan mewakili partainya, ada argumentasi mengatakan rumah aspirasi nggak perlu, cukup saja menggunakan kantor partai di daerah. Nggak bisa. Ketika anggota DPR turun ke Dapil ia sebagai pejabat negara atau sebagai pejabat partai?. Pejabat negara-kan. Jadi harus meng-
gunakan fasilitas negara. Kalau tugas itu dianggap tugas partai cabut dong anggaran-anggaran negara. Partai yang harus membiayai. Kalau ada anggota yang tidak setuju dan berpendapat cukup melalui perangkat partai di daerah, mereka konsekuensinya harus menolak semua anggaran aspirasi yang dibiayai oleh negara. Mereka tidak menjalankan tugas negara tapi tugas partai, jadi partai yang harus biayai. Rumah Aspirasi ini apa perlu pembangunan gedung baru? Saya lebih cendrung mengatakan ini bukan rumah aspirasi, bukan kantor gitu, kalau kantor selalu harus mahal, kalau saya bilang kios aspirasi gimana, saya punya disana meja sepetak, toh ada fungsi-fungsi kantor sederhana disitu, dengan begini saya ingin katakan bukan bangunan fisik yang penting tetapi fungsi-fungsinya. Kalau fungsi ini bisa mobile, tidak terpaku. Jadi kalau kita bangun rumah itu saja, selamanya hanya disitu. Jadi coba sewa sajalah, kalau perlu kita sewa kios, yang penting fungsinya bukan bangunannya. Nah satu hal lagi, selain menjalankan fungsi penyerapan aspirasi kantor atau kios ini juga berfungsi sebagai kantor penghubung DPR yang ada di daerah pemilihan. Praktek selama ini pada saat
kunjungan ke Dapil bagaimana? Selama ini ketika anggota DPR turun ke Dapil siapa yang menyiapkan, nggak ada. Pribadi semua, tidak ada sistem pendukung. Berbeda dengan kunjungan di Komisi. Kunjungan kerja komisi anggota DPR tinggal berangkat aja, agenda sudah ada, jadwal sudah jelas, siapa yang akan dikunjungi sudah jelas. Dukungan sekretariat jelas, dan dia karena semuanya resmi pejabat daerah menganggap itu kunjungan resmi. Nah kunjungan perorangan tidak ada sistem pendukung, zero. Tiket cari sendiri, kontak konstituen sendiri, mencari pejabat yang bisa dihubungi sendiri. Ini pejabat negara atau pejabat partai, itu persoalannya. DPR lalai dalam menempatkan kunjungan perorangan itu sebagai kunjungan pejabat negara ke daerah. Resmi melakukan tugas negara. Oleh karena itu wajib diberikan fasilitas dan supporting system. Nah jadi rumah aspirasi ini nantinya bagian dari support system itu. Bersurat pada pemerintah daerah, mengatur jadwal kunjungan, mendampingi anggota DPR ketika ada di tempat, menyusun laporan, kompilasi pekerjaan mereka, dan otomatis pertanggungjawaban juga jelas karena ada apartat sekretariat. Dana penyerapan aspirasi sudah disiapkan, kalau dana menga-
“ Saya lebih cendrung mengatakan ini bukan rumah aspirasi, bukan kantor gitu, kalau kantor selalu harus mahal, kalau saya bilang kios aspirasi gimana, saya punya disana meja sepetak, toh ada fungsi-fungsi kantor sederhana disitu, dengan begini saya ingin katakan bukan bangunan fisik yang penting tetapi fungsi-fungsinya.”
Internet/internetuntuksemua.blogspot.com
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
13
LAPORAN UTAMA
dakan kegiatan tinggal minta ke anggota DPR-nya. Tugas mereka cuma tugas menyiapkan menghubungi, bikin acara, ngatur undangan, jamuan. Dananya dari mana? Ya dari penyerapan aspirasi yang dibawa oleh anggota.
pemda untuk bisa melaksanakan acara tersebut, kalau tidak bisa dianggap acara partai. Saya menghindari betul ketika melakukan kunjungan perorangan menggunakan atribut-atribut partai, saya tidak pernah bicara pro-
Rumah Aspirasi itu sebaiknya tidak tetap disatu lokasi ya? Di dapil saya ada 10 kabupaten, ada enam anggota DPR yang masing-masing punya basis di kabupaten masingmasing. Kebetulan periode sekarang bersepakat di satu titik tertentu, selanjutnya lima tahun lagi belum tentu bersepakat. Dan nanti kalau program aspirasi jalan bukan tidak mungkin setiap anggota akan mendapat satu rumah aspirasi. Kalau mekanismenya sudah jelas, kantor bisa dimana saja, yang penting membangun mekanisme dan sarananya. Ada ide yang menyebut menyerap aspirasi kenapa tidak numpang di kantor Balai Desa saja? Kalau di kantor desa artinya ia mengontak cabang pemerintahan yang paling rendah, nah Kepala Desa nanti kontak Camat, kemudian mengontak juga Bupati, asisten dan lain sebagainya. Kalau ke kantor desa itu resmi lho, pasti resmi, pasti ia menghubungi
gram partai, karena tidak ketemu kader partai kok, saya melaksanakan tugas negara. Jadi pada saatnya setiap anggota bisa mendapat satu Rumah Aspirasi? Bisa saja tergantung nanti bagaimana anggota DPR memandang efektifitas dari program yang pertama ini. Tapi saya sendiri memilih untuk menjalankan program aspirasi yang telah diatur tatib ketimbang merubahnya dari sekarang. Coba dulu secara kolektif, kita lihat, kalau dipandang perlu membelahnya menjadi rumah aspirasi perorangan, itu tergantung gimana kita menilai dari rumah aspirasi yang ada. Bagaimana dengan rencana anggaran, sudah disepakati? Belum ada, kita belum sampai ngomong soal anggaran. Bagaimana dengan staf pendukung? Kita sekarang punya dua tenaga ahli, ada rencana penambahan satu tenaga ahli mungkin satu kita tempat-
14
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
kan di Dapil khusus mendampingi dia, mengurus agenda. Tapi tetap harus ada perangkat sekretariat, official gitu, yang bertugas mengatur semua. Kalau TA (Tenaga Ahli) hanya mengatur kalau bosnya datang. Kalau perangkat sekretariat itu mengatur semua, surat masuk, surat keluar. Ini akan melibatkan Sekjen DPR? Saya pikir akan begitu nanti, mungkin akan ada pejabat setingkat eselon tertentu untuk memimpin kantor aspirasi ini, bisa juga dari daerah direkrut. Tapi pada dasarnya ini adalah Sekretariat Jenderal DPR. Rumah Aspirasi adalah sistem pendukung bagi DPR untuk menjalankan tugas penyerapan aspirasi. Bicara sistem pendukung, kita bicara soal kantor, soal staf, kita bicara soal fungsi. Tergantung pilihan sistem yang akan kita buat, anggaran yang tersedia dan kesepakatan DPR sendiri. Yang sudah disepakati dan ditulis dalam Tatib adalah kantor bersama, sebelum itu dirubah ya kita jalankan ini dulu, kecuali kita rubah. Bentuk rapat untuk memperjuangkan aspirasi bagaimana? Itulah yang saya bilang kita harus bangun mekanismenya, yang terbayang di kepala saya adalah, pertama mekanisme pengumpulan aspirasi dari seluruh titik rumah aspirasi yang ada di daerah ke dalam satu kantong. Disini, kesekjenan. Seluruh aspirasi itukan nanti akan dipilah, di tahun pertama rakyat akan datang dengan seluruh keinginannya, beragam proposal, macammacamlah. Nah tugas staf rumah aspirasi memilah, jadi mana tugas dari DPRD tingkat dua, mana yang tingkat satu dan mana yang kewenangan di pusat. Yang ditindaklanjuti berkaitan penganggaran di pusat, kita tinggal salurkan saja. Berkaitan dengan pemerintah pusat kita salurkan di Jakarta. Nanti di kompilasi, dan kita salurkan ke Komisi untuk dibahas. Praktek yang ada sejauh ini? Selama ini anggota DPR sudah turun secara perorangan, saya di Komisi 7 mengatur sendiri, saya beruntung mendapat satu asisten di daerah yang saya gaji sendiri. Dia yang mengatur
semua kegiatan, atur tiket, sewa bis, atur agenda, itu yang nanti dilakukan oleh fungsi kantor aspirasi. Soalnya ketika saya datang, saya kan menerima aspirasi, pada awalnya saya tampung, nah yang saya bisa perjuangkan apa yang berkaitan dengan komisi saya. Padahal banyak betul aspirasi yang saya terima, masalah kesehatan, pendidikan. Misalnya perbaikan sekolah emang bisa saya titipkan ke anggota Komisi 10 tapi mereka juga punya Dapil, dan jangan salah praktek di DPR komisi hanya mau menyediakan program untuk anggota DPR dari komisi tersebut yang dibagi berdasarkan dapil. Jadi program pemerintah yang berkaitan dengan dapil dibagi habis dengan anggota DPR yang ada di komisi itu. Boro-boro menerima titipan aspirasi 500 anggota lainnya yang tidak termasuk komisi tersebut. Sebaliknya juga dia tidak bisa berjuang di komisinya. Jadi gimana aspirasi yang disampaikan tapi tidak sesuai komisi anggota itu? Ya nggak bunyilah. Misalnya dapil saya NTT ada 13 anggota DPR, komisi ada 11, kalau terjadi penumpukan di satu komisi misalnya. Masalahnya penempatan anggota di komisi-kan kebijakan partai, tidak ada kebijakan partai untuk bagi-bagi penempatan anggotanya diseluruh komisi. Jadi aspirasi bisa kita titipkan pada teman separtai di komisi lain tapi tidak ada jaminan diperjuangkan. Sampai saat ini belum ada mekanisme aspirasi yang dikumpulkan ditindaklanjuti dengan baik, belum ada juga mekanisme yang mengatur agar pengaduan masyarakat yang sampai di DPR dan telah dikompilasi akan ditindaklanjuti, tidak ada. Emang ada waktu? ada jadwal di komisi? tidak ada. Yang dibahas komisi adalah temuan pada saat kunjungan kerja
di lapangan, karena dukungan dari sistem pendukung, mengagendakan, kompilasi dan menindaklanjuti. Jadi aspirasi tanpa sistem pendukung tidak bisa jalan, anggota DPR tidak bisa jalan sendiri. Isu aspirasi akhirnya tenggelam ditengah isu pengawasan, anggaran dan legislasi. Seperti saya misalnya anggota Komisi VII, soal listrik NTT masih 30-an persen, saya bisa berjuang secara efektif dan berhasil, anggota DPR juga bangga apabila ia berguna untuk dapilnya, mampu memperjuangkan dapilnya. Saya berhasil menambah sekian persen listrik di NTT, saya bangga. Tapi saya kan tidak bisa mengunjungi seluruh daerah, dapil jadi prioritas dan selalu diperhatikan karena anggota DPR yang minta. Daerah lain yang nggak punya wakil, ya wassalam. Masa tidak ada solusi? Jalan keluar ada dua menambahkan jadwal, menyisipkan jadwal khusus bahas aspirasi dari seluruh rumah aspirasi di daerah kepada komisi atau membuat panitia – badan adhoc yang tugasnya khusus untuk mengkompilasi asprisi daerah untuk dibicarakan dengan pemerintah. Bagaimana dengan program Musrenbang punya pemerintah? Kita harus bicara secara jujur berapa persen sih yang mampu dibiayai APBD dan APBN dari sekian aspirasi yang dikumpulkan mulai dari tingkat desa. Kalau di daerah paling banyak
10 persen, kemampuan daerah untuk membiayai aspirasi itu. 10 persen itu atas persepsi siapa? Eksekutifkan. Itu ada bias dapil juga, bias asal daerah juga, bias kepentingan politik juga. Kalau kemampuan hanya 10 persen berarti ada 90 persen aspirasi yang tidak ada anggarannya. 10 persen itu juga diperebutkan anggota DPRD ketika bicara dengan pemerintah ketika bicara APBD. Jadi sekali lagi yang penting mekanisme, kita sadar tidak semua aspirasi bisa ditindaklanjuti, tapi minimal kalau prosedurnya itu benar dan alur jelas, kita tahu kapan bakal dapat. Soalnya kalau anggota DPR melakukan kunjungan kerja perorangan tapi tidak dibekali mekanisme memperjuangkan bagaimana aspriasi yang telah dikumpulkan ditindaklanjuti di Jakarta, lama-lama dia akan frustasi, lama-lama dia tidak berani melakukan kunjugan kerja ke daerah. Dia dianggap hanya bisa ngomong doang. Berat juga ya? Makanya saya di dapil bicara terus terang, saya di Komisi 7 bidang tugas saya ini. Komisi lain saya usahakan tapi saya tidak janji karena mereka juga punya dapil. Pada saat awal kita sudah mengikat pembicaraan pada persoalan terkait komisi saya. Padahal masalah pendidikan di NTT juga tidak kalah penting ya? Sama pentingnya. Tapi akhirnya aspirasi itu cendrung didengar saja. (iky)
Dialog Wakil Ketua BURT Pius Lustrilanang dengan tim parle
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
15
LAPORAN UTAMA
Rumah Aspirasi Anggota Parlemen Negara Lain
Pribahasa yang menyebut ; Lain lubuk lain ikannya, lain ladang lain belalang, mungkin bisa berlaku pada bagaimana anggota parlemen dari beberapa negara menetapkan kebijakan mereka terhadap program Rumah Aspirasi.
Mantan Wakil Ketua BKSAP, Mohammad Najib
N
amun secara umum dapat dikatakan parlemen di negara demokrasi memiliki Rumah Aspirasi di setiap daerah pemilihannya, dimana seluruh rakyat baik pemilih maupun bukan pemilihnya, bahkan rakyat yang tidak berpartai dapat menyampaikan aspirasi kepada anggota parlemen dapil tersebut. “Iya selaku anggota Badan Kerjasama Antar Parlemen – BKSAP saya berkesempatan berkunjung, mengamati dan mempelajari parlemen negara lain. Jadi dapat dikatakan anggota parlemen apalagi yang dipilih secara langsung mempunyai kedekatan dengan konstituen. Setelah terpilih dan
16
bekerja sebagai anggota parlemen ia menjaga kedekatan itu di rumah aspirasi yang difaslitasi negara.” kata mantan Wakil Ketua BKSAP Mohammad Najib kepada Parle, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu. Politisi PAN ini memberi contoh anggota parlemen di Amerika yang terlihat sangat serius mengelola rumah aspirasi di daerah pemilihannya. Namun ia mengingatkan serius bukan berarti rumah aspirasi tersebut harus besar dan mewah. “Mereka tidak membangun gedung baru karena anggota DPR di Amerika tidak permanen, malah tahunan ya. Jadi memang realistis itu menyewa, tidak membeli apalagi membangun gedung baru menjadi tidak realistis karena anggota dewan disana berganti-ganti dan partai pemenang pemilu juga bisa berubah,” imbuh. Dalam satu kesempatan studi banding ke negara paman Sam ini, ia berkesempatan berkunjung ke salah satu rumah aspirasi yang terletak dikawasan cukup padat. Dari penjelasan yang diperolehnya masing-masing anggota kongres mengelola rumah aspirasi didukung oleh 13 orang staf, yang memiliki tugas masing-masing. Rumah aspirasi anggota parlemen AS bisa berada di rumah toko (ruko)
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
atau rumah yang disewa setelah lokasi tersebut dinilai cocok untuk berbagai aktifitas. Jadi tiap anggota dewan punya karakter tersendiri, punya penekanan program sendiri termasuk juga memilih konstituen mana yang akan dirangkul. Didaerah yang padat penduduk rumah jadi sangat mahal sehingga mereka memilih sewa ruko, tapi yang pasti itu semua dibiayai negara. Proses sewa ditetapkan untuk jangka waktu tertentu dan setelah dievaluasi dapat saja berpindah tempat. Memang anggaran untuk anggota parlemen di negara demokrasi seperti AS sangat besar, tidak hanya untuk biaya oprerasional kantor termasuk gaji pegawai. M. Najib yang saat ini bertugas di Komisi I melihat keseriusan yang sama dilakukan anggota parlemen di Australia dalam mengelola rumah aspirasi. Staf ahli yang berjumlah 9 orang juga membantu menyiapkan kebijakankebijakan politik yang akan disampaikan oleh anggota parlemen.”Tapi yang ingin saya katakan anggaran dialokasikan bagi proses penyerapan aspirasi publik ini sangat besar baik yang sifatnya hardware dan software. Setiap penggunaan bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya. Catatan menarik tentang rumah aspirasi anggota parlemen di Jerman disampaikan oleh mantan anggota Komisi II DPR RI Chozin Chumaidy. Saat melakukan studi banding ke negara yang terkenal dengan industri mobilnya ini, ia bersama rombongan diajak berkunjung ke kantor sekretariat partai politik di daerah setingkat kabupaten/kota. Ternyata sebagian
Internet/satunews.com
ruangan di kantor partai itu difungsikan sebagai rumah aspirasi bagi empat orang anggota parlemen dari partai tersebut. “Di kantor itu di pasang papan nama masing-masing anggota parlemen dengan disertakan pemberitahuan hari apa dia berada di kantor tersebut untuk menerima konstituennya. Jadi semacam daftar dokter jaga di rumah sakit,” paparnya sambil sedikit tergelak. Anggota parlemen di rumah aspirasi tersebut juga bekerja menerima pengaduan masyarakat sesuai bidang masing-masing, seperti bidang transportasi, keuangan, pertanahan dan lain-lain. Sayangnya selama berkunjung kesana menurut Chozin, tidak terlihat ada warga masyarakat yang menyampaikan pengaduan. Menurut staf yang bertugas, sebagian aspirasi masyarakat disampaikan melalui jaringan komunikasi yang tertata dengan baik di kantor tersebut, seperti telepon, faksimili dan internet. Jadi aspirasi disampaikan tanpa harus melewati pertemuan tatap muka. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri berkesempatan meninjau rumah aspirasi anggota parlemen di Afrika Selatan. Ia menemukan proses penyerapan aspirasi publik yang dilakukan anggota parlemen merupakan kegiatan resmi yang anggarannya disediakan negara. Dari penjelasan yang diperolehnya dapat disimpulkan anggaran tersebut diberikan dengan mekanisme dan pertanggungjawaban yang jelas dan terukur. Tidak ada kebijakan pembangunan gedung baru dan rumah aspirasi mereka bisa berpindah dari satu titik ke titik yang lain, sesuai keperluan. Selama lebih dari tiga jam ia berada di rumah aspirasi berupa kantor sederhana yang ternyata berada disamping rumah pribadi anggota parlemen Afsel tersebut. Dalam rentang waktu tersebut ada beberapa warga masyarakat yang terlihat menyampaikan aspirasi, berbicara dengan anggota dewan di ruang tamu terbuka. Karena dialog berlangsung dengan
Mantan anggota DPR RI, Chozim Chumaidi
bahasa setempat Ronald tidak mengetahui dengan pasti apa yang disampaikan dalam pertemuan tersebut. “Staf mereka tidak banyak ya, bahkan ada anggota parlemen yang bekerja dibantu anak-anaknya,” jelasnya. Namun secara umum ia menilai rumah aspirasi sederhana anggota parlemen afrika selatan tersebut cukut berhasil membangun interaksi antara rakyat dengan wakil rakyatnya. Kebijakannyapun jelas setiap minggunya setiap anggota bekerja lebih banyak
di dapil dari pada di kantor parlemen, perimbangannya 4 hari di rumah aspirasi, 3 hari di kantor parlemen. Staf pendukung juga berhasil mengelola kegiatan kantor dengan baik, serta mempu mengkomunikasikan pesanpesan kepada publik lewat spanduk yang disebar dan ditata rapi di daerah pemilihan anggota parlemen bersangkutan. “Pesan yang disampaikan jelas dan pengaturan pemasangan spanduknya rapih tidak berantakan seperti disini,” demikian Ronald. (iky)
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Publik, Ronald Rofiandri
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
17
LAPORAN UTAMA
Rumah Aspirasi Itu Memang Diperlukan... Kesadaran perlunya membangun Rumah Aspirasi di daerah pemilihan untuk menjaring masukan dari konstituen sudah dimiliki oleh sebagian anggota DPR RI.
A
Anggota DPR RI dari F-PDIP, Budiman Sudjatmiko
nggota FPAN dari dapil Jatim IX Muhammad Najib misalnya, segera setelah terpilih pada periode pertama, tahun 1994 lalu bersama tim suksesnya berhasil merealisasikan konsep rumah aspirasi. “Saya merasa Rumah aspirasi itu memang diperlukan ya, maka saya
18
dirikan di dapil saya dengan anggaran pribadi. Setelah dibuka apresiasi publik saya rasa tinggi terbukti beragam pengaduan masuk,” jelas M. Najib saat dihubungi disela-sela kesibukannya mengikuti rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu. Tingginya apresiasi publik mem-
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
buat ia kewalahan, karena tidak jarang konstituen yang datang sekaligus membawa proposal. “Masalahnya proposal itu terkadang berisikan permohonan bantuan hajatan pribadi seperti pernikahan, anak mau masuk sekolah, sampai istri sedang dirawat di rumah sakit,” tambahnya. Apabila permintaan mereka tidak diluluskan, ungkapan kekecewaan disampaikan konstituen yang mengaku telah mendukungnya pada pemilu lalu. Ini menurutnya menjadi beban tersendiri yang lama kelamaan tentu semakin berat. “Rumah aspirasi itu akhirnya terpaksa saya tutup.” Sebagai gantinya menurut Najib, ia menunjuk seorang staf yang bertugas sebagai wakilnya menjaring aspirasi dari konstituen setiap saat. Seluruh masukan ini bisa dihimpun dari mana saja, dari pasar, dari tempat mereka beraktifitas di sawah atau ladang. Staf yang digaji dengan uang pribadi ini juga bertugas mewakilinya menghadiri undangan dari para konstituen baik hajatan pribadi maupun pertemuan masyarakat di balai desa. Laporan yang berhasil dihimpun sangat berguna dalam memahami permasalahan konstituen yang terus berkembang dinamis setiap saat. Berdasarkan masukan tersebut pada saat melakukan kunjungan kerja perorangan di dapil ia sudah mulai paham permasalahan yang tengah dihadapi konstituen. Dalam beberapa kali pertemuan di dapil terkadang solusi dapat ditemukan, apabila tidak maka
Internet/rri.co.id
masalah dibawa ke Jakarta untuk disampaikan dalam rapat-rapat komisi dengan mitra kerja terkait. Anggota Fraksi PDIP Budiman Sudjatmiko yang juga membuka rumah aspirasi di dapilnya Banyumas, Jawa Tengah punya pengalaman berbeda. “Tidak pernah ada konstituen yang datang untuk meminta uang lewat proposal yang disodorkan. Saya juga heran kenapa sampai begitu. Mungkin konstituen saya dari dulu sudah ngerti saya caleg kere,” katanya sambil tertawa. Menurut mantan aktifis ini pembentukan rumah aspirasi adalah salah satu wujud dari kesungguhan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Setelah terpilih menjadi anggota DPR dari dapil Jawa Tengah VIII dengan perolehan suara tertinggi ia melanjutkan langkah dengan mendirikan rumah aspirasi bersama tim sukses dan relawan pendukungnya yang tersebar di desa-desa. Rumah Aspirasi Budiman demikian sebutan populernya berada di perumahan Bumi Arcawinangun Estate, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Rumah tipe 45 ini dikontraknya senilai 8 juta rupiah pertahun. Kegiatan di kantor ini dikelola manajemen yang ditata dengan profesional. Pemimpin tertinggi seorang direktur didampingi asisten direktur yaitu bidang pemberdayaan petani dan penguatan pemerintah desa, bidang pemberdayaan sosial dan advokasi kebijakan publik, serta manajer kesekretariatan. Selain itu terdapat koordinator bantuan hukum, manajer wilayah Banyumas, manajer wilayah Cilacap Barat dan manajer wilayah Cilacap Timur. Pengaduan masyarakat diterima resminya dari Senin sampai Sabtu, dari pukul 09.00 sampai 16.00 WIB namun tidak jarang melebihi waktu yang telah ditetapkan. Untuk penggajian dan pembiayaan kegiatan kantor lainnya diperlukan anggaran 30 juta rupiah setiap bulannya. Budiman merogoh 20 juta rupiah yang diambil dari dana komunikasi, dana penyerapan aspirasi dan uang reses, sisanya diperoleh dari
Anggota DPR RI dari F-PAN, Mohammad Najib
dukungan anggaran para simpatisan, seperti pengusaha dan akademisi. Manajemen juga mendapat beban tugas yang terbagi dalam tiga program yaitu pertama program advokasi petani yang terlibat dalam konflikkonflik pertanahan. Kedua, program penguatan kapasitas desa, kebudayaan dan ketiga, kemerdekaan politik masyarakat. Mantan ketua umum Partai Rakyat Demokratik ini mengaku terus memantau kinerja rumah aspirasi secara berkala dari Jakarta. Ia juga secara rutin berkunjung tidak hanya pada jadwal kunjungan kerja
perseorangan. “Saya minimal sebulan sekali ke rumah ini. Pada waktu tertentu pernah 3 kali dalam sebulan,” kata Budiman. Rumah Aspirasi Budiman ini beberapa kali dikunjungi oleh anggota DPR baik dari Fraksi PDIP maupun dari fraksi lainnya. “Saya tidak mengatakan bahwa apa yang saya buat, itu yang terbaik, yang lainnya silakan saja mengembangkan dengan caranya sendiri. Yang pasti banyak teman-teman dari partai dan daerah lain, datang ingin mempelajari apa yang kita sudah lakukan disini,” imbuhnya. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
19
PENGAWASAN
Pelaksanaan kegiatan olahraga negara-negara sekawasan Asia Tenggara ke-26 dijadwalkan berlangsung di Indonesia, digelar di dua kota sekaligus, Palembang dan Jakarta, pada tanggal 11 hingga 22 November 2011 mendatang. SEA Games ini akan memperebutkan 542 medali emas dari 44 cabang olahraga yang dipertandingkan seluruhnya.
20
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
D
ata Kementerian Pemuda dan Olahraga menyebutkan, Indonesia ditetapkan menjadi tuan rumah SEA Games 2011 pada saat Rapat Dewan Federasi SEA Games di Bangkok, Thailand 6 September 2006. Tahun ini adalah keempat kalinya Indonesia menjadi tuan rumah pesta olahraga negara - negara Asia Tenggara setelah SEA Games X Tahun 1979, SEA Games XV Tahun 1987, dan SEA Games XIX Tahun 1997. Sebagai kota penyelenggara utama, Palembang akan memusatkan pertandingan di Kompleks Olahraga Jaka Baring yang mencakup area seluas 45 ribu meter persegi dan juga di pusat olahraga Gelora Sriwijaya Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Kalangan pakar memuji peran strategis pemerintah yang memilih Palembang sebagai salah satu kota penyelenggara SEA Games. Menurut pakar, masyarakat bersama pemerintah provinsi Sumatera Selatan akan bangkit secara ekonomi dan menerima cukup banyak manfaat selama pelaksanaan SEA Games, salah satunya dari sektor kepariwisataan daerah. Pemerintah ingin memperkenalkan kepada Negara lain berbagai daerah menarik yang ada di Indonesia yang merupakan negara yang plural dan kaya akan budaya. Banyak daerah menarik yang ada di Indonesia selain Jakarta, Bali dan Yogyakarta. Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto saat memimpin kunjungan ke Sekretariat SEA Games, di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur mengatakan, khusus kesiapan DKI Jakarta yang berdampingan dengan Palembang sebagai kota pelaksanaan SEA Games November nanti, tidak ada masalah. Dari 24 cabang olah raga yang dijadwalkan dipertandingkan di Jakarta, seluruh sarana dan arena pertandingan di DKI dinyatakan telah rampung. “Seluruh sarana SEA Games di Jakarta rampung seratus persen dan mendapat sertifikat, semua tim teknik negara dan peserta sudah menyatakan
Anggota Komisi X DPR RI, Dedi Suwandi Gumelar
layak”, demikian ungkap Wagub Prijanto. Saat itu, Prijanto didampingi jajaran Pemprov DKI meninjau sejumlah sarana prasarama SEA Games diantaranya, arena paragliding di Gunung Mas Puncak, Bogor, arena Mountain Bike di Gunung Pancar Sentul, serta Velodrome Balap Sepeda di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Salah seorang petugas pengelola arena cabang olah raga Judo di kawasan Kelapa Gading, Dedi Miswar mengatakan, secara fisik gedung berikut arena pertandingan siap digunakan.
Kekhawatiran Komisi X
Berbeda dengan di Jakarta, Palembang yang menjadi tujuan ke dua pelaksanaan Sea Games XXVI banyak yang menyangsikan apakah venuevenue yang yang akan dipakai untuk pertandingan dapat selesai tepat pada waktunya.
Kekhawatiran ini bukan hanya dirasakan masyarakat, Komisi X DPR yang salah satunya bermitra dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga pun merasakan hal yang sama. Sebulan sebelum pembukaan Sea Games berlangsung, Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dedi Suwandi Gumelar mengatakan, masyarakat, banyak yang mengkhawatirkan kesiapan Sea Games yang akan dilaksanakan di Palembang khususnya. Banyak cabang olahraga yang akan dipertandingkan di Palembang, namun arena pertandingan banyak yang belum siap. Menurut Dedi, kekhawatiran yang dirasakan masyarakat itu sebetulnya kekhawatiran yang dia sampaikan pada enam bulan yang lalu kepada Pemerintah. Enam bulan yang lalu dia sudah memberikan warning, dan empat bulan yang lalu warning itu kembali dia sampaikan. Saat itu dia mendesak kepada Pemerintah agar
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
21
PENGAWASAN
Menteri Pemuda dan Olah Andi Mallarangeng saat rapat dengan Komisi X DPR RI bahas persiapan Sea Games XXVI di Indonesia
semua sarana dan prasarana di Palembang dapat diselesaikan tepat waktu. Jika Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng memberikan batas waktu penyelesaian sampai 15 Oktober 2011, sebaiknya janji Menpora itu kita pegang. Seharusnya, kata Dedi, yang lazim dan sesuai standart menjelang 30 hari “H” semua sarana dan prasarana sudah siap, bukan lagi bicara selesai venue. Menurut Dedi, sebulan sebe-
lum acara mulai, seharusnya kita sudah bicara soal prestasi yang dapat diraih para atlet kita. Dalam hal ini, kunci utama dari permasalahan ini adalah tidak adanya tata kelola yang baik dari awalnya. Karena di sini persoalannya bukan pekerjaan yang crass program, tapi sudah direncanakan 4 (empat) tahun yang lalu. Pemerintah sudah tahu empat tahun yang lalu kalau Indonesia akan
menjadi tuan rumah pelaksanaan Sea Games, seharusnya sudah diperhitungkan dengan segala aspek dan variablenya. Tata kelola dalam konteks manajemen, leadershipnya betulbetul dipegang sesuai dengan profesionalitas, karena pelaksana terutama leading sektornya berada di tangan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Jadi, kata Dedi, bukan hanya menyampaikan keresahan itu pada media tapi pada forum resmi rapat kerja Komisi X DPR dengan Jajaran Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Jika Menpora menyampaikan pekerjaan beres, mungkin konstruksinya memang beres, tapi pekerjaan-pekerjaan lain yang kecil-kecil seperti listrik, kasur, maupun air, apakah sudah mengalir dengan lancar. Beberapa media memberitakan banyak air yang belum mengalir, listrik yang belum masuk dan kasur yang belum tersedia. “Hal-hal kecil ini tentunya tidak bisa dianggap sepele, karena saat pelaksanaan tiba akan menjadi kendala besar,” kata Dedi. Dedi juga menyampaikan, hal penting yang harus diperhatikan di dalam event internasional itu adalah apa yang disebut dengan internasional standart service itu yang tidak boleh ditawar. Misalnya, akomodasi, penginapan, transportasi, konsumsi, komunikasi (IT) harus sesuai dengan standart service internasional. “Bagaimana wartawan internasional mau mengakses berita kalau internetnya belum terpasang dengan baik, sudah pasti ini akan merugikan para peserta lain dan patinya mereka akan complain,” katanya.
PON 2012 Jauh Lebih Siap
Komisi X DPR RI, Saat kunjungan kerja ke Palembang meninjau persiapan venue Sea Games XXVI
22
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Dedi menambahkan, jika dibandingkan dengan persiapan PON ke XVIII di Riau jauh lebih siap. Pelaksanaan PON akan berlangsung tahun 2012, namun Dedi melihat persiapannya jauh lebih matang. Tahun 2011 ini, persiapan PON sudah selesai 80-90%. “Semua venue sudah selesai tinggal pemeliharaan, chek utilitisnya seperti listrik sudah
menyala belum, bagaimana air panasnya, air dinginnya, AC, sarana toilet dan lain-lain,” tambahnya. Semua ini merupakan rangkaian kerja manajemen, dimana Pemerintah sebagai pemberi pekerjaan harus juga membentuk Direksi yang sifatnya mengawasi proyek-proyek itu. Jika pekerjaan itu dapat diselesaikan satu tahun sebelum pelaksanaan, akan lebih terukur dan kekurangan sarana prasarana dapat lebih diperhatikan. Berbeda dengan di Palembang, dia melihat tiga minggu sebelum pelaksanaan masih tahapan menyelesaikan prasarana-prasarana. “Padahal seharusnya gema yang terdengar oleh kita sekarang semangat mendukung para atlet, bukan sound yang berbunyi problem,” kata politisi F-PDI Perjuangan ini. Terkait penyelesaian prasaranaprasarana ini, Komisi X DPR mengapresiasi Pangdam Sriwijaya yang menurunkan pasukannya menanam rumput untuk penghijauan. Walaupun dia ragu apakah mungkin baru beberapa minggu yang lalu ditanami rumput sebulan kemudian akan hijau menjadi hamparan permadani di lapangan luas. “Tentunya ini akan sulit, sehingga lapangan yang diharapkan hijau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,” katanya. Kekhawatiran itu bahkan sampai urusan akomodasi, dimana hotelhotel dan wisma atlet di Palembang masih belum mencukupi jumlah atlet yang akan bertanding di sana. Sebanyak 8.000 atlet akan bertanding di Palembang. Sementara wisma atlet di Jakabaring hanya dapat menampung 2.000 atlet dan hotel-hotel di Palembang hanya dapat menampung 4/000 orang. Untuk menambah kekurangan ini, armada angkatan laut akan menyiapkan kapal sebanyak 7 (tujuh) kapal. Dari tujuh kapal tersebut, dua kapal dari Pelni dan satu kapal dari Angkatan Laut. Dedi mengamati, kekurangsiapan Sea Games di Palembang juga dise-
Komisi X DPR RI, Saat sidang persiapan Sea Games XXVI di Indonesia
babkan beberapa faktor. Yang dijanjikan oleh Pemda Sumatera Selatan bahwa akan didukung penuh oleh pihak ke tiga pembangunan sebagian besar venue banyak yang gagal. Jadi dari pola rencana yang akan disumbangkan oleh perusahaan-perusahaan multi nasional yang berada di Sumsel atau di wilayah Indonesia pada umumnya, tidak semuanya terpenuhi sesuai dengan rencana, dan itu pengaruhnya sangat besar. Dia juga melihat di dalam manajemen ini tidak dicadangkan yang namanya krisis manajemen apabila terjadi darurat plant, apa yang harus dilakukan. Krisis manajemen ini tidak ditangani secara serius. Sebagai contoh kolam renang, bilyar yang belum siap dan itu tidak mungkin dipindahkan ke luar kota, karena aturannya tidak boleh memindahkan ke kota lain.
Tidak Bisa Diremehkan
Menurut Dedi, mengurus olahraga sama halnya dengan mengurus negara, dan olah raga bagian dari negara sehingga tidak bisa diremehkan begitu saja. Kalau masih diremehkan seperti ini, tidak punya visi kepemimpinan sebagai bangsa. Padahal olahraga mempunyai berbagai fungsi, sebagai fungsi ekonomi, industri, dan pariwisata, Saat penye-
lenggaraan Olimpiade 2002 di Los Angeles, keuntungan yang didapat dari pesta olah raga dunia ini begitu besarnya. “Kenapa kita tidak belajar dari negara lain memanfaatkan momentum penting ini untuk menarik keuntungan dari negara-negara peserta,” kata Dedi. Menurutnya, banyak hal dari fungsi olahraga yang belum dipahami benar oleh bangsa kita. Ajang olah raga bukan hanya sekedar berkumpulnya para atlet dan bertanding. Olahraga tidak bisa hanya dijadikan seperti tontonan, tapi lebih luas lagi fungsi olah raga salah satunya dari sisi prestasi, menyehatkan jiwa dan raga, membentuk karakter bangsa, dan tak kalah pentingnya bagaimana melahirkan industri dan ekonomi serta memberikan efek sosial yang baik. Ketika sepak bola nasional mulai bangkit, kita dapat melihat sendiri Tim Nasional saat bertanding dengan Malaysia, meskipun tidak menang gegap gempita mengiringi pertandingan itu. Di sini ada rasa kebanggaan, rasa martabatnya terangkat, dan kepercayaan diri sebagai bangsa. Karena itu Dedi menghimbau kepada seluruh masyarakat, walaupun dengan kesiapan yang terbatas, kita harus tetap optimis. Masyarakat harus tetap mendukung, bagaimanapun
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
23
PENGAWASAN
Komisi X DPR RI, Saat kunjungan kerja ke Palembang meninjau persiapan venue Sea Games XXVI
juga ini hajat bangsa. “Tetap optimis, tetap mendukung, tidak saatnya untuk berdebat, tetapi bergandengan tangan untuk menyelesaikan persoalan,” kata Dedi dengan optimis. Tentunya optimisme ini ada alasannya, saat Komisi X Rapat Koordinasi dengan Menpora tanggal 19 Oktober 2011, Menpora Andi Mallarangeng menjamin penyelesaian arena pertandingan untuk Sea Games XXVI Jakarta dan Palembang akan diselesaikan tepat waktu. Saat itu Andi menegaskan kendala pembangunan arena pertandingan utama di Palembang bisa dibereskan. Menurut Andi, dia juga telah meminta seluruh PB (Pengurus Cabang Olah
24
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Raga) memeriksa kesiapan masingmasing venue (tempat pertandingan). Ketua Umum panitia pelaksana Sea Games XXVI di Indonesia, Rita Subowo mengatakan terus berkoordinasi untuk mengatasi masalah pembangunan di kawasan olah raga Jakabaring Palembang, terutama untuk stadion menembak. Dia yakin dengan bantuan dari PB Perbakin, pembangunan di sana akan selesai pada waktunya. Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN Eko Hendro Purnomo sempat mempertanyakan kepastian pelaksanaan pertandingan cabang olah raga menembak. Karena pemberitaan diberbagai media menyebutkan menembak akan pindah ke Jakarta. Untuk itu dia ingin mendapatkan kepastian benar tidaknya berita tersebut. Dalam hal ini, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menegaskan, arena pertandingan tidak mungkin dipindahkan ke Jakarta. Kalau pun stadion menembak di Jakabaring belum siap, pihaknya sudah mempersiapkan lapangan menembak lainnya yang juga berada di Palembang. Sekarang, kata Dedi, kita tinggal menunggu apa yang dikatakan Menpora apakah sesuai dengan pelaksanaan di lapangan dan selesai sesuai jadwal. Kesuksesan pesta olah raga ini tentunya terkait erat dengan semua itu. (tt)
Komisi X DPR RI rapat dengan Menteri Pemuda dan Olah Andi Mallarangeng bahas persiapan Sea Games XXVI
Senyum Dikitlah, Supaya yang Tegang Jadi Rileks
I
tu adalah petikan tanya jawab dalam uji kepatutan dan kelayakan calon hakim agung yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu. Yang bertanya Benny K. Harman Ketua Komisi III sedangkan yang menjawab adalah Rahmi Mulyati hakim karir, kandidat hakim agung. Pertanyaan selanjutnya datang dari anggota komisi III dari FPG, Nudirman Munir yang lebih cendrung berkomentar. “Ibu agak kaku, tapi senyum dikitlah agar suasana tegang jadi lebih rileks,” ujarnya disambut derai tawa hadirin yang memenuhi balkon menyimak proses fit and proper test. Beragam cara dan pendekatan digunakan anggota Komisi III untuk mencari tahu lebih jauh kompetensi 18 calon hakim agung yang dikirimkan Komisi Yudisial. Tanya jawab dalam fit and proper test merupakan uji lanjutan setelah sebelumnya para kandidat diminta menulis makalah yang judulnya telah ditentukan. “Kita ingin melihat para calon hakim agung ini dari segi kemampuan menyusun makalah dengan sebuah contoh kasus hukum dan solusinya. Ini untuk mengetahui bagaimana kemampuan mereka dalam melihat sudut pandang kasus itu sendiri dan pendekatan penyelesaiannya,” ujar Ketua Komisi III DPR Benny K Harman saat memantau pelaksanaan tes tertulis terhadap calon hakim agung ini. Politisi Partai Demokrat ini melanjutkan Komisi III juga membuka masukan dari masyarakat untuk mengungkap rekam jejak para calon hakim agung yang terdiri dari 10 hakim karir dan 8 non karir. Beberapa input publik yang dianggab signifikan akan didalami dalam RDPU dengan masyarakat, tujuannya adalah agar tercapai pema-
“Ibu percaya tidak hakim MA korup?” Yang ditanya diam saja sepertinya berfikir keras. “Jawab saja bu, iya atau tidak,” tegas yang bertanya. Sedikit gugup yang ditanyapun menjawab. ”Tidak Pak.” Yang bertanya kemudian menegaskan. “Jadi menurut Ibu tidak ada mafia dan markus di MA. Yang ada hanya suara-suara saja.”
Wakil Ketua Komisi III Fahri Hamzah
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
25
PENGAWASAN
di Komisi III adalah sebagai berikut. Hakim dengan latar belakang non karir ; Prof Syafrinaldi, Hary Djatmiko, Dewi Kania Sugiharti, Nurul Elmiyah, T Gayus Lumbuun, H Dudu Duswara Machmudin, H Taqwaddin, Dr Iing R Sodikin. Sedangkan hakim karir ; Dra Hj Husnaini, H.Andi Samsan Nganro, Made Rawa Aryawan, H Sunarto, Rahmi Mulyati, Mayjen TNI Burhan Dahlan, Muh Daming Sunusi, Heru Mulyono Ilwan, Suhadi, H Mohammad Yamin Awie.
6 Hakim Agung Terpilih
Komisi III saat akan melakukan proses fit and proper test 6 Hakim Agung terpilih
haman yang semakin baik terhadap sosok calon hakim tersebut. Kemudian pada sesi fit and proper test semua kandidat diminta menkonfirmasi seluruh input yang telah diperoleh anggota Komisi III. “Masing-masing diuji
selama 180 menit atau tiga jam. Cukup untuk mengeksplorasi kemampuan mereka yang sebenarnya,” lanjutnya. Adapun 18 calon hakim agung yang mengikuti proses uji kepatutan
Ketua DPR RI Marzuki Alie berfoto bersama 6 Hakim Agung terpilih saat proses fit and proper test
26
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Proses Rapat Paripurna DPR RI akhirnya secara resmi mengesahkan 6 orang Hakim Agung yang telah dipilih Komisi III dalam proses uji kepatutan dan kelayakan. Mereka terdiri dari 2 orang hakim karir dan 4 orang hakim non karir. “Uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III mengutamakan kualitas calon hakim agung, yang meliputi integritas, visi dan misi, serta kompetensi,” kata Wakil Ketua Komisi
Wakil Ketua Komisi III Fahri Hamzah saat menyampaikan laporan pada rapat paripurna mengenai saat proses fit and proper test 6 Hakim Agung terpilih
III Fahri Hamzah, saat menyampaikan laporan pada rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/11). Komisi III memilih enam orang calon berdasarkan perolehan suara terbanyak pertama sampai dengan keenam yang diperoleh masingmasing calon. Fahri menekankan calon Hakim Agung terpilih diharapkan dapat menjadi Hakim Agung yang mampu meningkatkan citra dan wibawa Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi sekaligus benteng terakhir bagi pencari keadilan. Berikut enam Hakim Agung yang ditetapkan dalam rapat paripurna berdasarkan ranking perolehan suara, Suhadi dengan latar belakang hakim karir, Gayus Lumbuun – non karir, Nurul Elmiyah – non karir, Andi Samsan Nganro – hakim karir, Dudu Duswara Machmudin – non karir dan Hary Djatmiko – non karir. Suasana rapat paripurna berubah
meriah ketika Ketua DPR Marzuki Alie yang bertindak selaku pimpinan sidang memperkenalkan enam Hakim Agung terpilih kepada seluruh peserta rapat, terutama ketika memanggil nama Gayus Lumbuun yang pernah menjabat sebagai ketua Badan Kehormatan DPR RI. “Kita semua sedih ditinggalkan Pak Gayus,” katanya. Tepuk tangan hadirin dibalas Gayus dengan berdiri dan melambaikan tangan. Kepada wartawan usai rapat mantan anggota Komisi III ini menjelaskan pilihannya menjadi Hakim Agung karena terpanggil untuk membangun kembali hukum yang sekarang ini diindikasikan tidak bisa lagi berbuat apaapa. “Hukum tidak bisa lagi menyelesaikan masalah-masalah, sementara penilaian masalah itu ada di pengadilan, oleh para hakim,” paparnya. Gayus Lumbuun menjelaskan akan menyesuaikan diri dengan tugas barunya sebagai Hakim. “Sebagai politisi saya dituntut banyak bicara tapi se-
bagai Hakim Agung saya harus mematuhi kode etik tidak boleh banyak bicara,” lanjutnya. Namun ia menambahkan tidak akan membiarkan lembaga hukum MA menjadi beku. “Yang tidak boleh bicara berkenaan kasus atau perkara tapi untuk memberikan informasi tentang hukum yang harus ditaati, hukum yang harus dibangun, itu tugas hakim juga untuk bicara.” Rapat Paripurna tersebut menjadi momen terakhir bagi Gayus yang selama proses fit and proper test berlangsung telah menyatakan non aktif. Beberapa anggota DPR memanfaatkan kesempatan itu untuk secara khusus mengucapkan selamat kepada mantan kolega sesama wakil rakyat itu. Jadilah momen pasca paripurna menjadi antrian ucapan selamat, berpelukan, ‘cipika-cipiki’ , dilanjutkan foto bersama. “Buat kenangan,” kata Ahmad Yani dan Sarifudin Sudding, dua anggota komisi III usai foto bersama dengan Gayus Lumbuun. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
27
ANGGARAN
Kenaikan Anggaran TNI Solusi Pembenahan Alutsista Dalam APBN 2011, anggaran untuk Kementerian Pertahanan naik 50% dari Rp 30 triliun menjadi Rp 45,2 triliun. Anggaran itu dalam rangka peningkatan kesejahteraan prajurit, pembenahan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) dan pemenuhan standar.
S
eperti kita ketahui, tantangan TNI untuk menjaga keutuhan NKRI semakin tinggi karena persenjataan yang dimiliki rata-rata sudah tua, dengan umur 25 hingga 40 tahun. Menurut Kemenhan, rincian kesiapan dari tiga matra, yakni TNI AD, AU dan AL pun berbeda-beda. Kesiapan TNI AD 35 persen, TNI AU 30 persen dan TNI AL 30 persen. Anggaran yang minim menjadi penyebab tidak adanya program pemutaakhiran alutsista TNI. Anggaran yang diberikan pemerintah kepada Kemhan yang kemudian dibagikan kepada empat unit organisasi, yakni Mabes TNI, TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Kemhan sendiri sejak tahun 2006 terus mengalami peningkatan hingga saat ini. Namun prosentase terbesar
28
anggaran TNI habis hanya untuk belanja pegawai. Seperti diketahui, pada tahun 2006 anggaran yang didapat oleh Kemhan sebesar Rp28 triliun, 2007 sebesar Rp32,6 triliun, 2008 sebesar Rp32,8 triliun, 2009 sebesar Rp33,6 triliun dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai Rp42,8 triliun. Sementara tahun 2011 ini mencapai Rp47,4 triliun. Bila kebutuhan anggaran pertahanan diproyeksikan minimal 2 persen dari PDB dalam 15-20 tahun, maka kesiapan alutsista yang dimiliki oleh TNI bisa mencapai 70 hingga 90 persen. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, dirinya mendorong peningkatan persenjataan dengan melibatkan produksi BUMN dalam
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
negeri seperti PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia. “Produkproduk persenjataan mereka sudah digunakan negara tetangga, militer kita malah menengok saja nggak, ini harus diluruskan,”terangnya. Dia menambahkan, sudah ada kesepahaman di DPR untuk menambah anggaran TNI. Bahkan dalam pembicaraan terakhir sudah semua anggota DPR sepakat bahwa alat-alat perang yang saat ini dimiliki oleh TNI sudah ketinggalan zaman. “Untuk ukuran negara yang sebesar dan sedigdaya Indonesia persenjataan perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.”lanjutnya Hal senada disampaikan oleh Enggartiasto Lukito (F-PG), dia mengatakan, guna memenuhi Minimum
Esential Force (MEF) pemerintah harus mengedepankan faktor kemampuan mencegah kekuatan musuh, itu yang utama dalam peremajaan Alutsista. Kemudian, lanjut Enggar, Pemerintah harus memprioritaskan belanja Dalam Negeri. sementara untuk Pembelian Luar Negeri (PLN) dengan cara memanfaatkan bank Indonesia yang berada di Indonesia dalam bentuk sindikasi. Dia mendesak pemerintah mendorong industri dalam negeri dengan memprioritaskan lokal konten. “Lokal konten harus diperhatikan dalam pembelian Alutsista dan kita mengharapkan dapat tercapai dalam RAPBN 2012,”jelasnya. Sementara, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, hingga 2014, Kementerian Pertahanan (Kemhan) membutuhkan anggaran mencapai Rp 150 triliun. Namun, hingga tahun 2011 ini, dari total kebutuhan anggaran untuk terpenuhinya Minimum Essential Force (MEF), belum mencapai 30 persennya. “Sehingga alokasi untuk Dephan pada RAPBN 2012 sebesar Rp 64,4 triliun itu sesungguhnya sebagai bagian skenario untuk tercapainya MEF hingga 2014,” ujar Mahfudz Siddiq. Mahfudz menjelaskan, guna tercapainya renstra hingga 2014, perlu kebijakan politik anggaran untuk bisa menambah anggaran di Kemhan, khususnya untuk keperluan alutsista tersebut. Mahfudz mengatakan, Komisi I telah mempunyai kebijakan politik bahwa modernisasi alutsista TNI itu juga harus didorong dengan melibatkan industri strategis dalam negeri. Diharapkan, hal itu akan memberikan dampak secara ekonomi dan kesejahteraan karena akan banyak menyerap tenaga kerja dalam negeri sendiri. “Makanya kemarinkan telah kita dorong sekitar Rp 1,3 triliun, itu belanja alutsista di dalam negeri yaitu di PT DI, PT PAL, PT Pindad. Dengan
demikian hal ini akan berimbas pada penyerapan tenaga kerja dalam negeri untuk pengerjaan produksi alutsista yang menjadi kebutuhan TNI saat ini,”tegasnya. Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang Kartasasmita (F-PG) mengatakan, Keperluan dan belanja MEF diprioritaskan bagi Industri dalam negeri yaitu BUMD namun diperbolehkan membeli bila tidak dapat diproduksi dalam negeri. “Berbicara Industri dalam negeri tentu akan menyerap tenaga kerja, berkaitan dengan MEF penting membelanjakan APBN untuk industri dalam negeri yang utama memperhitungkan alutsista yang memiliki efek deterant bagi potensial musuh kita,”jelasnya. Kedua faktor efek deterant dan Industri dalam negeri, harus menjadi faktor utama dalam membelanjakan anggaran. “Kita melihat anggaran APBN 2012 memang tidak hanya diperuntukkan bagi Alutsista tetapi
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso
Menurutnya, DPR akan mengupayakan beberapa macam skema seperti multi year, karena itu kita memperkirakan pada tahun 2014 sudah mencapai MEF. “Pemerintah SBY
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso (kanan) bersama dengan Ketua Komisi I DPR Mahfud Siddiq (kiri)
ULP,”jelasnya. Dia juga menambahkan, Alutsista Indonesia masih jauh sekali dari MEF artinya masih dibawah 50 persen
terlihat ingin memberikan warisan kepada penerus bangsa bahwa MEF kita sudah tersedia tinggal ditingkatkan kapasitas MEF kedepannya. (si)
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
29
LEGISLASI
Anak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki peran yang sangat strategis untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Sebagai pewaris masa depan dan aset peradaban, anak harus dilindungi dan dipenuhi hak-haknya agar dapat tumbuh menjadi penyambung tongkat estafet perwujudan cita-cita bernegara.
30
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
P
erlindungan ini dijamin dalam pasal 28 B ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Dengan demikian, anak mempunyai hak konstitusional atas kelangsungan hidup (rights to life and survival), hak tumbuh dan berkembang (rights to development), dan hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Menurut Komisi III DPR Achmad Basarah (F-PDIP), Semangat perlindungan ini harus kita pandang sebagai suatu keharusan melihat kondisi anak, yang secara jasmani dan rohani belum mampu untuk melindungi dirinya sendiri dari lingkungan yang kadang membawa dampak negatif. Karena rentannya posisi anak tersebut, lanjutnya, maka diperlukan jaminan perawatan dan perlindungan khusus termasuk perlindungan hukum melalui RUU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) “Selama ini perlindungan hukum untuk anak, khususnya anak yang memiliki kasus hukum, posisi negara justru mengabaikan dalam memenuhi tanggung jawabnya melindungi anak,”papar anggota dari Dapil Jatim III ini. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A) menyebutkan, antara tahun 2009 hingga Juli 2010 terdapat 6.273 anak yang mengalami masalah hukum. Angka yang tentunya tidak bisa kita pandang sebelah mata. Dia mengatakan, cara pandang negara terhadap pemenuhan hak-hak anak cenderung berada dalam perspektif dikotomi antara “cost” dan “asset”. Perspektif anak sebagai “cost” cenderung mengabaikan hak anak karena dianggap orang yang butuh biaya besar yang harus dikeluarkan oleh negara. Berbeda halnya dengan perspektif “asset” yang meletakkan anak sebagai modal potensial yang jika dilindungi maka akan menjadi investasi di masa depan bagi sebuah
Anggota Komisi III saat rapat pembahasan RUU Sitem Peradilan Pidana Anak (SPPA)
bangsa. Pengabaian negara terhadap perlindungan anak, lanjutnya, terlihat dalam kasus-kasus hukum banyaknya tahanan anak yang digabung dengan orang dewasa, kekerasan selama proses pidana, minimnya lapas khusus anak, minimnya penegak hukum yang punya kapasitas perlindungan hak anak dan lemahnya peraturan perundang-undangan yang pro terhadap kepentingan terbaik anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, tahun 2010 terdapat 7.300 anak yang bermasalah dengan hukum. Jumlah tersebut dinilai memprihatinkan. Sebanyak 5.685 dari 7.300 anak itu kini ditahan 16 lembaga pemasyarakatan anak. Sementara sisanya ada di lapas dewasa dan tempat tahanan lainnya. Semua kondisi tersebut menggambarkan tidak adanya suatu komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan perlindungan anak yang manusiawi. Kondisi buramnya potret perlindungan anak kini coba diatasi dengan revisi terhadap Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Perlindungan Anak dengan nama RUU Sistem Peradilan Pidana Anak. Revisi ini dilatarbelakangi belum terakomodasinya dan belum komprehensifnya perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum, khususnya
Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah
hukum pidana. “Dalam RUU yang sedang dibahas bersama antara Komisi III DPR dan pemerintah terdapat beberapa konsep penting yang bisa menjadi terobosan seperti restorative justice, diversi, aparat penegak hukum khusus anak dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA),”jelasnya. Ada beberapa hal yang seyogyanya menjadi perhatian kita bersama agar semangat perlindungan demi kepentingan terbaik anak bisa terwujud. Pertama, sistem peradilan pidana anak harus kita letakkan sebagai keseluruhan proses penyelesaian perkara mulai pencegahan, penyelidikan, sampai tahap rehabilitasi dan reintegrasi.
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
31
LEGISLASI
“Hal ini agar semangat keterpaduan penanganan ada dalam satu tarikan nafas dalam RUU ini. Percuma membuat aturan penegakan hukum, jika pencegahan diabaikan. Juga tidak ada gunanya menempatkan anak di Lapas khusus anak, ketika keluar dari Lapas, diberi stigma (pelabelan negatif) oleh masyarakat,”paparnya. Kedua, perlu digarisbawahi, semangat RUU ini harus sebisa mungkin menjauhkan atau menghindarkan anak dari hukuman kurungan (tahanan anak). Untuk itu diperlukan upaya diversi atau penyelesaian perkara anak di luar proses peradilan pidana. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak bukan murni berdasar motif si anak sendiri, melainkan karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang turut dikonstruksi oleh orang dewasa. Oleh karena itu penting untuk menempatkan anak bukan sebagai subjek kejahatan melainkan korban, yang juga harus dilindungi. Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui peradilan lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya adalah dampak stigmatisasi terhadap anak
atas tindakan yang dilakukannya seperti anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem peradilan pidana. Diversi dilakukan dengan alasan untuk memberikan suatu kesempatan kepada pelanggar hukum agar menjadi orang yang baik kembali melalui jalur non-formal dengan melibatkan sumber daya masyarakat. Namun, adanya proses di luar peradilan ini bisa dimanfaatkan aparat untuk melakukan jual beli kasus. Oleh karena itu, perlu juga diatur bagaimana mencegah beserta sanksinya. Ketiga, jika upaya diversi tidak berhasil dilakukan, maka dalam RUU ini, anak tetap harus terjamin hak-haknya selama menjalani proses peradilan. Tentunya agar bisa berjalan baik, harus didukung melalui penguatan kapasitas aparat penegak hukum khusus anak. Dalam hal ini pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi aparat penegak hukum secara terpadu. Hal ini untuk mencegah penyelewengan ataupun tindakan tidak profesional aparat dalam menangani kasus anak. Keempat, lanjutnya, komitmen pemerintah untuk membangun LPKA dan LPAS yang nyaman untuk tum-
Menteri dan jajaran Kepmenkumham dalam pembahasan RUU Sitem Peradilan Pidana Anak (SPPA)
32
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
buh kembang anak. Jangan sampai alasan anggaran menjadi lagu lama yang terus diputar ulang. Selain itu, LPKA sebagai tempat anak menjalani masa pidananya dan LPAS sebagai tempat sementara anak menunggu selama proses peradilan berlangsung harus wajib mengutamakan kepentingan terbaik untuk anak. Kelima, perlunya melibatkan peran serta masyarakat untuk mengawasi pelaksaaan perlindungan anak. Selama ini, penyimpangan dalam proses hukum sering diketahui dari informasi dari media massa. Oleh karena itu, perlu dibuat mekanisme pengawasan agar dalam pelaksanaanya bisa terpantau bagaimana praktik perlindungan anak dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. “Bagaimanapun anak adalah aset peradaban. Benih-benih tunas penerus cita-cita bangsa jangan sampai tumbuh menjadi pohon yang menghasilkan buah kejahatan. Tugas dan tanggung jawab kita untuk memberikan ‘tanah, pupuk dan lingkungan’ yang baik agar bangsa kita punya generasi dengan akar kepribadian kokoh yang menghasilkan buah karya terbaik dalam mewujudkan cita berbangsa dan bernegara,”tandasnya. (as)
Meski dalam pembahasannya dipenuhi berbagai pro dan kontra bahkan tidak sedikit menuai kontroversi, lewat Sidang Paripurna pada tanggal 11 oktober 2011 di Gedung DPR/MPR, DPR mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen Negara sebagai Undang-Undang.
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
33
LEGISLASI
Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang Kartasasmita
S
ejumlah kalangan menilai keberadaan Undang Undang Intelijen Negara sangat dibutuhkan di tengah mulai munculnya ancaman keamanan terhadap masyarakat dan negara yang marak belakangan ini seperti halnya aksi terorisme dan aksi bom bunuh diri. Undang Undang yang baru saja disahkan itu juga dianggap sebagai pilihan terbaik dari yang terburuk dari sebuah sebuah Undang Undang Intelejen. “Dimana pun negara di dunia, undang-undang intelijen dan intelijen negara pasti ada sebagai antisipasi atas ancaman keamanan terhadap masyarakat dan negara itu sendiri. Ini adalah pilihan terbaik agar intelijen mempunyai payung hukum dalam bekerja dan rambu-rambu yang wajib diindahkan oleh pelaksana fungsifungsi intelijen di negeri ini,” kata pengamat intelijen Wawan Purwanto, dalam sebuah diskusi di Gedung DPR,
34
jakarta beberapa waktu yang lalu. Meski begitu, menurut Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui undang undang ini masih memiliki beberapa kontroversi. ”Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara ini memuat substansi yang banyak mendapatkan perdebatan publik,” ujar Agus saat membacakan laporan Komisi dalam rapat paripurna di Gedung DPR, pada tanggal 11-10-2011. Agus Gumiwang mengatakan materi krusial yang mendapatkan resistensi tinggi dari masyarakat adalah soal penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi secara mendalam. Soalnya, kewenangan itu terkait dengan nilai-nilai demokrasi, supremasi hukum, serta pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. “Kewenangan ini perlu agar in-
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
telijen bisa bereaksi cepat dan akurat dalam mendapatkan informasi terkait kepentingan dan keamanan nasional,” katanya. Soal munculnya kontroversi di kalangan masyarakat tentang disahkannya undang undang ini, Wawan Purwanto menganggap hal itu adalah hal yang biasa. Menurut dia kondisi itu merupakan sifat hakiki dari sebuah undang undang, dimana tidak bisa menyenangkan semua pihak. “Justru dengan adanya undang undang tersebut maka kerja intelijen yang selama ini dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dengan sendirinya bisa dikoridor dengan adanya undang undang itu,” ujarnya. Dukungan atas disahkannya Undang Undang Intelijen Negara juga datang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Anggota Komisi I DPR dari FPKS Mohammad Syahfan Badri Sampurno mengapresiasi atas disahkannya undang undang tersebut. Bagi Syahfan, undang undang ini sebagai payung hukum dalam menjamin terciptanya keseimbangan antara keamanan nasional dan kebebasan masyarakat sipil. “Saya sangat mengapresiasi telah disahkan RUU Intelijen Negara menjadi undang undang. Ke depan undang undang ini akan menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk menjamin keamanan nasional dan kebebesan masyarakat sipil.” ujar Syahfan dalam rapat paripurna, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/10). Anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Provinsi Bengkulu ini, juga menegaskan bahwa Penyusunan RUU Intelijen Negara hingga menjadi undang undang merupakan salah satu tahap penting dalam proses reformasi intelijen yang diharapkan memberikan landasan yuridis formal dalam mewujudkan akuntabilitas dan profesionalitas intelijen di Indonesia. Karena itu, menurut dia semua pihak harus mengawal undang undang ini agar tercipta negara yang kuat, tertib dan tentram. “Kalaupun ada pihakpihak yang merasa masih ada bagian
“Saya sangat mengapresiasi telah disahkan RUU Intelijen Negara menjadi undang undang.
Anggota Komisi I DPR RI, Mohammad Syahfan Badri Sampurno
dari undang undang ini yang belum sempurna dan sesuai harapan, silahkan di uji melalui mekanisme judicial review di Mahkamah Konstitusi,” katanya. Terkait adanya resistensi tinggi dari masyarakat adalah soal penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi secara mendalam dalam undang undang, dalam sejarah pembahasannya, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa pemerintah pada awalnya meminta agar intelijen diberi wewenang agar bisa memeriksa secara intensif terhadap orang yang diduga terkait dengan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase, yang mengancam keselamatan dan keamanan nasional. Tapi setelah perdebatan panjang, Komisi I DPR kata Agus Gumiwang tidak setuju dengan kewenangan ini. Dengan penolakan itu, Badan Intelijen
Negara (BIN) tidak diberi wewenang untuk menahan dan menangkap orang yang merupakan ranah penegakan hukum. Walhasil, kewenangan itu digantikan dengan kewenangan penggalian informasi. Penggalian informasi ini, menurut Agus Gumiwang dilakukan untuk fungsi intelijen dan bukan penegakan hukum. ”Antara lain pengintaian, penjejakan, pengawasan, penyusupan, pemeriksaan aliran dana, atau penyadapan,” jelasnya. Dalam undang undang itu, Komisi I DPR juga memberikan pembatasan kewenangan terhadap intelijen. Misalnya, kewenangan penyadapan harus memperhatikan Undang Undang HAM, Undang Undang Informatika dan Transaksi Elektronik, Undang Undang Telekomunikasi, dan putusan Mahkamah Konstitusi. “Penyadapan dilakukan dengan perintah Kepala
BIN untuk jangka waktu paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan,” ujarnya. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur soal kategori rahasia intelijen, diantaranya yaitu soal informasi yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara, informasi soal harta kekayaan alam Indonesia yang masuk kategori dilindungi kerahasiaannya, informasi yang merugikan ketahanan ekonomi nasional, informasi yang merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri, informasi yang membahayakan sistem intelijen negara, informasi soal agen, akses dan sumber intelijen, dan informasi yang membahayakan keselamatan agen intelijen, sekaligus informasi soal rencana atau pelaksanaan fungsi intelijen. Namun begitu, rahasia intelijen ini juga diatur masa kedaluwarsanya. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa masa retensi atau kedaluwarsa rahasia negara itu selama 25 tahun. Namun dapat diperpanjang dengan persetujuan DPR. Hal krusial lainnya soal pemidanaan. Dalam undang-undang ini, setiap orang yang membocorkan, mencuri, atau membuka rahasia intelijen, dapat dikenakan pidana. Kepada anggota intelijen yang membocorkan rahasia intelijen, akan mendapatkan tambahan pidana sebesar sepertiga
Pengamat Intelijen Wawan Purwanto
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
35
LEGISLASI
Tragedi bom Bali I
dari ancaman pidana maksimal. Sementara itu, dalam sebuah diskusi di gedung DPR RI, Direktur Strategic of Intelligence Study, Tjipta Lesmana mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dirisaukan dari Undang Undang Intelijen Negara yang baru saja disahkan itu, yang perlu diperhatikan adalah mentalitas para intelijen itu sendiri. “Kita harus tahu Intelijen bukanlah alat pemerintah tapi alat negara. Ingat, beda ya antara alat negara dengan alat pemerintah,” katanya. Ia setuju kalau intelijen terse-
but harus kuat, tapi tidak boleh sewenang-wenang. Sebab, dia memandang selama ini intelijen dipakai
Pengamat Intelijen Tjipta Lesmana
36
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
untuk kepen¬tingan pemerintahan, bukan untuk kepentingan negara. “Intelijen dipakai kalau negara goyang, bukan untuk menginteli orang vokal dan media vokal. Inilah yang penting yang harus kita perangi,” tegas Tjipta Lesmana. (nt)
Anggota Komisi I DPR RI, Mohammad Syahfan Badri Sampurno
PROFIL
Abdul Kadir Karding Gradasi moral yang dialami bangsa Indonesia akibat arus globalisasi menurut Karding harus dijaga termasuk akhlak anak-anak bangsa. “Ini penting supaya tidak tumbuh banyak radikalisme di negeri ini, radikalisme agama yang salah paham, fanatik berlebihan sehingga munculah terorisme, perkelahian antar agama atau mengatasnamakan agama,”
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
37
PROFIL
ini, sejak SMP sudah aktif di organisasi sekolah sebagai Ketua OSIS bahkan di perguruan tinggi sampai menjabat Ketua Senat Mahasiswa Universitas Diponegoro. Selain aktif di berbagai kegiatan intra kampus, aktif pula diberbagai kegiatan lain seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) dan Pendampingan bagi anakanak jalanan di salah satu lembaga swadaya masyarakat. Pada pemilu 1999, Karding sapaan akrabnyna tidak berniat mencalonkan diri menjadi anggota legislatif namun atas desakan beberapa kyai beliau diminta untuk mencalonkan. “Alhamdulillah saya terpilih menjadi Anggota DPRD propinsi Jawa Tengah, padahal tanpa modal apapun,” imbuhnya. Karding terpilih menjadi Anggota DPRD termuda di seluruh Indonesia saat itu. Sebagai Anggota DPRD Jawa Tengah Karding menjabat sampai dua periode. Di DPRD pada awal masa jabatannya, Karding dipercaya sebagai Ketua Komisi E, kemudian sebagai Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan terakhir menjadi Pimpinan DPRD Jawa Tengah.
A
38
bdul Kadir Karding Ketua Komisi VIII DPR RI mengaku awalnya tidak begitu tertarik dengan
politik praktis. Karena sudah jalannya saja dia sampai menjadi Anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB). “Bahkan dulu saya aktif di KIPP, sebagai pemantau pemilu yang cenderung anti terhadap partai pada masa orde baru,” kenangnya. Namun waktu jualah yang merubah semuanya, ketika dipenghujung akhir kuliahnya salah satu politisi PKB mengajaknya bergabung partai tersebut. Kalau tidak karena partainya paling tidak karena pertemanan, demikian menurutnya. Suami dari Desiani Puspitaningtyas ini langsung dipercaya menjadi Sekretaris Wilayah Jawa Tengah. Kelahiran Donggala 38 tahun lalu
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Peningkatan Pelayanan Haji dan Penyempurnaan UU Haji
Sebagai Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama, sosial, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, serta penanggulangan bencana, Karding menyatakan ada beberapa hal yang ingin dicapainya. Menurutnya di Kementerian Agama ada dua hal pokok yang perlu diperbaiki, yaitu pelaksanaan dan pelayanan ibadah haji yang lebih baik dan penyempurnaan UU Haji. “Pada kesempatan ini DPR sudah berhasil melakukan peningkatan pelayanan, paling tidak dari sisi jumlah Ongkos Naik Haji (ONH) pada dua tahun periode kepemimpinan saya di Komisi VIII sudah dapat diturunkan dari awalnya 37 juta menjadi 31 juta
dan tahun ini menjadi 30 juta,” papar Karding. Penyempurnaan terhadap UU Haji, saat ini Komisi VIII DPR RI sedang melakukan Rapat Dengar Pendapat/Rapat Dengar Pendapat Umum dengan seluruh instansi terkait dan lapisan masyarakat untuk mencari masukan bagi penyempurnaan dan perubahan UU Haji tersebut. Komisi VIII DPR RI juga akan mendorong pemerintah untuk membentuk lembaga keuangan non bank yang mengelola uang haji masyarakat agar dapat dikelola dengan baik. “Hal ini dimaksudkan agar ada nilai tambah dan agar dana jamaah ini dapat dikelola atau diinvestasikan dengan baik seperti tabungan haji Malaysia,” tegasnya. Selain itu, Karding akan meminta pemerintah khususnya Kementerian Agama untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Agama termasuk pendidikan-pendidikan swasta. Hal ini dimaksudkan karena adanya perbedaan yang agak jauh dan timpang antara pendidikan umum dan pendidikan swasta yang dikelola Kementerian Pendidikan dengan pendidikan yang dikelola Kementerian Agama. “Hal ini penting kita lakukan agar tidak ada diskriminasi, dan tingkat pendidikan di tengah masyarakat harus memiliki ilmu dan karakter yang lebih baik,” kata ayah dua anak ini. Gradasi moral yang dialami bangsa Indonesia akibat arus globalisasi menurut Karding harus dijaga termasuk akhlak anak-anak bangsa. Diperlukan peran penting kita didalam upaya bagaimana agar masyarakat ini memiliki pemahaman keagamaan yang moderat. “Ini penting supaya tidak tumbuh banyak radikalisme di negeri ini, radikalisme agama yang salah paham, fanatik berlebihan sehingga munculah terorisme, perkelahian antar agama atau mengatasnamakan agama,” papar Anggota Executive Committee of Young Liberal Democrats in Asia.
Di Kementerian sosial yang merupakan nyawa pelayanan sosial, ada banyak hal yang ingin Karding perbaiki, antara lain bagaimana mengupayakan masyarakat mendapatkan haknya, mendapatkan pelayanan secara baik dan bergerak dari zona kemiskinan menjadi tidak miskin. “Ada program sosial yang kita sebut Program Keluarga Harapan (PKH) untuk menjaga ibu dan keluarga agar mencapai paling tidak dalam target MDGs untuk kesehatan ibu dan anak termasuk didalam pendidikannya. Lalu kita sedang coba kembangkan program Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang memberdayakan masyarakat,” terang Karding.
“Dan Alhamdulillah DPR telah membuat satu UU bagi penanganan fakir miskin yang sudah disahkan pada Juli tahun ini,” tambahnya. Kalau di Badan Nasiopnal Penanggulangan Bencana (BNPB), menurutnya banyak yang harus diperbaiki. Sebagai negara yang rawan bencana, harus diintegrasikan suatu sistem penanggulangan bencana. DPR telah mensahkan UU nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dimana melalui UU ini kita dapat melakukan perencanaan yang terpadu, terarah dan terkoordinasi dengan baik dalam menghadapi suatu bencana. “Kita sudah tahu banyak ben-
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
39
PROFIL
cana di negeri ini. Namun jangan mengobati bencana ini, tetapi kita harus melakukan antisipasi membuat
masyarakat akrab dengan bencana, sensitive terhadap bencana, memiliki kesiapan dalam mendeteksi bencana
STOR FOTO MASIH KURANG
40
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
secara dini, kekuatan sistem juga kita butuhkan termasuk pada kelembagaan BNPB,” jelas Kadir. Kecanggihan dan keterampilan di dalam mengelola pasca bencana yaitu dalam merekontruksi dan merecovery juga harus kita prioritaskan dan harus kita perbaiki betul. Jadi ada tiga tahapan yaitu pra bencana, pada saat terjadinya bencana dan pasca bencana. Namun sayang, Karding mengatakan masih ada yang menjadi problem BNPB saat ini, yaitu BNPB bukan merupakan lembaga yang memiliki garis intruksi dia hanya koordinasi. Karena otonomi daerah, BNPB bukan lembaga vertical. “Jika dia batuk di bawah juga ikut batuk, kalau dia bilang A dibawah juga ikut A”, terangnya mengistilahkan. Jadi yang harus didorong adalah sosialisasi dan penyadaran terhadap pemangku-pemangku kebijakan termasuk kepada masyarakat pentingnya antisipasi terhadap bencana. Kemudian daerah harus disiapkan apa yang disebut rencana konfidensi terhadap bencana jadi jika terjadi sesuatu sudah bisa mengantisipasinya.
Peran Humas Ditingkatkan Demi Meningkatkan Citra DPR Mensikapi penilaian buruk masyarakat terhadap DPR RI, Karding menyatakan bahwa mau tidak mau DPR harus bekerja keras un-
tuk berkelakuan yang baik dan harus membangun hubungan yang baik dengan semua media. “Kita harus mendorong peran Public Relation (PR)/Humas DPR lebih ditingkatkan termasuk didalamnya komunikasi dengan pemilik media
massa itu sendiri,” kata Karding. Menurutnya kadang-kadang apa yang terjadi di DPR ini sebenarnya lebih buruk terjadi ditempat lain, tetapi beritanya jauh lebih dahsyat kalau terjadinya di DPR. Dia mencontohkan di DPD RI juga ada anggaran untuk ke luar negeri, sama-sama ke luar negeri tetapi DPR yang kena sasarannya. Padahal dari sisi kewenangan dan kerja sangat jauh, itu salah satunya. “Ini hanya soal management komunikasi kita. Sebagus apapun hubungan dengan media massa, ditambah dengan kemampuan kita membangun dengan PR, tetapi kalau kelakuan kita memang tidak baik, tidak bisa ditutupi,” jelas Karding. Harus ada kesadaran dari kita pribadi, dari partai politik untuk mendisiplinkan anggotanya menjadi DPR yang baik. Baik dalam konteks positif, maupun dalam konteks harapanharapan masyarakat. Harapannya DPR secara kelembagaan harus bermanfaat. Bukan DPR yang menjadi lembaga sumber masalah, tetapi sebagai lembaga yang menyelesaikan masalah sesuai wewenang yang dimilikinya. (sc/jp)
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
41
KUNJUNGAN LAPANGAN
Komisi VII Inginkan Pemaksimalan Percepatan Program 10.000 MW Tahap I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengingnkan pemaksimalan percepatan program 10.000 MW tahap I. Panitia Kerja (Panja) Sektor Hulu Listrik Komisi VII DPR RI Kunjungi Pembangkit PLTU Paiton di Probolinggo dan PLTG Grati di Pasuruan, Kamis-Jum’at (13-14) Provinsi Jawa Timur.
Komisi VII saat meninjau PLTG Grati di Pasuruan
K
etua Tim Kunjungan Lapangan Panja Sektor Hulu Listris Totok Daryanto mengatakan hal ini dilakukan sebagai upaya dan komitment bersama untuk mengawal secara nasional mengenai sasaran bauran energi primer khususnya dalam memaksimalkan peran percepatan program 10.000 MW Tahap I. Totok Daryanto menjelaskan PLN sedang membangun PLTU Percepatan Tahap I, dengan total Kapasitas terpasang 9.953 MW. Total kebutuhan batubara untuk PLTU Percepatan Tahap I mencapati 31.9 Juta ton pertahun, yang terdiri dari 21,58 juta ton pertahun untuk pembangkit di Pulau Jawa dan 10,32 juta ton pertahun untuk pembangkit diluar Pulau Jawa. Diantara PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara ini adalah PLTU
42
Paiton. Komisi VII mendorong ketersediaan dan kecukupan pasokan batubara untuk memenuhi kebutuhan
dan Proses Pengadaan batubarauntuk PLTU Paiton. “Perlu upaya dan komitment bersama untuk mengawal secara nasional mengenai sasaran bauran energi primer khususnya ketersediaan dan kecukupan pasokan batubara untuk memenuhi kebutuhan dan Proses Pengadaan batubara untuk pembangkit PLTU Paiton, dalam memaksimalkan peran percepatan program 10.000 MW Tahap I,” Kata Totok Daryanto. Saat melakukan Kunjungan Lapangan di PLTG Grati, Komisi VII mendesak PT.Indonesia Power melakukan penanganan kendala pengoperasian dan pemeliharaan pembangkit akibat tidak terpenuhinya kebutuhan gas dan langkah langkah strategis untuk melakukan penghematan biaya bahan baker. Selain itu, menginginkan langkah
Komisi VII melihat maket pembangunan percepatan program 10.000 MW Tahap I di Paiton Probolinggo
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
langkah strategis PT.Indonesia Power ke depan dalam rangka mempercepat ketersediaan pasokan gas untuk pembangkit. Menurut Totok Daryanto, PLN memiliki pembangkit jenis PLTU, PLTG dan PLTGU yang dioperasikan melalui bahan bakar dengan total kapasitas terpasang 9.924MW. Dari sekian PLTU, PLTG dan PLTGU tersebut. Diantaranya ada 8 unit pembangkit yang berbasis dual firing ternyata tidak dapat terpenuhi kebutuhan gasnya, salah satunya adalah PLTG Grati-Pasuruan. hal itu mengharuskan PLTG Grati dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar minyak atau High Speed Diesel (HSD) yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan Gas, Kejadian ini diperkirakan telah mengakibatkan peningkatan biaya operasional di tahun 2009 dan tahun 2010. (as)
Komisi VII DPR Mendesak Kepada PT Tambang Bukit Asam Dan 36 Perusahaan Tambang Dilakukan Status Quo.
T
im Panja Mineral dan Batubara Komisi VII DPR melakukan Kunungan Lapangan ke Kabupaten Lahan Propinsi Sumatera Selatan selama 3 hari, jumlah 12 orang anggota antara lain H. Teuku Riefky Harsya (Ketua Tim) Partai Demokrat, Achmad Riyaldi, SE (Sekretaris) PKS, Ir. Asfihani (Anggota) Partai Demokrat, H. Tri Yulianto, SH (anggota) Partai Demokrat, Zainuddin Amali, SE (anggota) Partai Golkar, H.Dito Ganinduto, MBA (anggota) Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, SE (anggota) Partai Golkar, Ir. Bambang Wuryanto (anggota) PDI Perjuangan, Ir. Alimin Abdulah (anggota) PAN, H. Achmad Farial (anggota) PPP, H. Bambang Heri Purnama (anggota) PKB, Drs. M. Ali Kastela (anggota) Hanura. Komisi VII DPR melalui Panja Minerba (Panitia Kerja Mineral dan Batu Bara) dalam kunjungannya ke
Kabupaten Lahat yang terkait dengan masalah tumpang tindih izin lahan antara PT Bukit Asan dan 36 perusahaan tambang swasta, agar dilakukan status quo atas lahan tersebut.
Demikian yang dikatakan Wakil Ketua Panja Zainuddin Amali, pernyataan ini disampaikan pada saat seusai pertemuan dengan Bupati Lahat, Jumat (7/10) siang.
Anggota Komisi VII, Asfihani
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
43
KUNJUNGAN LAPANGAN
Wakil Ketua Panja Zainuddin Amali menambahkan, seperti yang telah kawan-kawan tadi dengarkan. Panja ini dibuat dalam rangka untuk menertibkan semua usaha-usaha penambangan yang harus sesuai dengan UU No. 4 tahun 2009. Dan semalam kita sudah mendengarkan penjelasan dari PT. Tambang Batu Bara Bukit Aasam dan hari ini kita telah mendengarkan dari pihak Bupati Lahat. Zainuddin Amali juga mengemukakan, bahwa PT Tambang Batu Bara BBukit Asam mengaku bahwa ini adalah lahannya, sementara pihak Pemda mengatakan ia berhak memberikan kepada pihak lain. Dan dalam posisi ini Tim Panja mau menyelesaikan masalah supaya pihak Pemda juga dan pihak pengusaha tenang, ujar Asfihani. Dia menambahkan, Oleh karena itu, point pertama yang diminta oleh tim yaitu meminta untuk diberhentikan sementara segala kegiatan kedua belah pihak, sampai ada keputusan hukum tetap untuk menghindari permasalahan status hukum diantara keduanya.
44
Wakil Ketua Panja Zainuddin Amali menjelaskan, apabila tidak diberhentikan sementara, permasalahan ini akan terus terjadi yang dikhawatirkan akan terjadi diberbagai tempat, serta akan terjadi tumpang tindih terhadap izin yang ada tersebut. Seperti yang telah disampaikan dirjen Minerba, telah dikeluarkan 14 ribu izin, sehingga perlunya panja ini adalah untuk menertibkan semua izin-izin atas kuasa penambangan yang telah dikeluarkan dan tidak sesuai dengan aturan perujukan UU No. 4 tahun 2009. Sementara Anggota Panja yanglain Bobby Rizaldi, mengatakan, untuk kawasan yang menjadi sengketa, Panja meminta kepada Bupati Lahat dan Perusahaan yang sekarang melakukan penambangan segera menghentikan penambangannya, dan kawasan tersebut menjadi area status quo sampai ada keputusan tetap yang dikeluarkan pemerintah pusat, kata Bobby. Bobby juga mengatakan bahwa Panja Minerba DPR akan membamasukan dari Kabupaten Lahat dan dari PT Bukit Asam untuk memformu-
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
lasikan penyelesaian yan terbaik bagi tata kelola tambang disana. Seperti di Morowali atas rekomendasi Panja, Bupati Morowali menutup produksi lahan Inco I Area sengketa dengan diberi pita kuning atau police line, selanjtnya lahan tersebut dikembalikan penguasannya kepada negara. Anggota Komisi VII DPR Ir. Asfihani juga menegaskan bahwa kita minta untuk dilakukan status quo. Ini dilakukan kepada kedua belah pihak, PT Bukit Asam dan perusahaan tambang swasta, perusahaan yang terjadi pada saat ini lebih dikarenakan masing-masing pihak merasa bahwa tanah itu milik mereka, ungkap Zainuddin. Asfihani juga mengemukakan, bahwa Komisi VII DPR ingin menyelesaikan masalah ini menjadi semacam fasilitator, maka dari itu kita minta kepada keduanya untuk tetap tenang. Status quo ini diberlakukan sehingga ada keputusan tetap, jadi jangan sampai ada kegiatan karena permasalahan ini adalah permasalahan sengketa lahan pertambangan merupakan masalah klasik dan telah terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia, kata
Zainudding. Sementara itu, Dirut PT Bukit Asam Sukrisno juga meminta kepada pemerintah Sumatera Selatan dan pemerintah Kabupaten Lahat untuk menghentikan semua kegiatan penambangan yang dilakukan oleh sedikitnya lima perusahaan swasta antara lain, PT Mustika Indah Permai (MIP), PT Bukit Bara Alam (BBA), PT Muara Alam Sejahtera (MAS), PT Bara Alam Utama (BAU) dan PT Bumi Merapi Energi (BME). Sukrisno juga mengatakan, Berdasarkan fakta-fakta yang ada, PT BA juga meminta agar pemerintah Kabupaten Lahat, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, serta semua peru-
sahaan swasta yang diberikan izin KP oleh Bupati Lahat untuk menghentikan penambangan atau untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah sengketa sehingga ada keterangan hukum. PT BA juga mengajukan gugatan yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Lahat (Reg Nomor 04/Pdt.P/2008) pada 31 Januari 2008 lalu, ungkap Sukrisno. Dirut PT Bukit Asam Sukrisno juga menegaskan, bahwa pengajuan gugatan berdasarkan atas perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan Bupati Lahat terkait izin Kuasa Pertambangan (KP) eksplorasi (KW.97PP0350) seluas 26.760 Ha. Dan KP eksplorasi (KW.DP.16.03.04.01.03)
seluas 24.751 Ha. (wilayah sengketa) di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan kepada kelia perusahaan penambangan, tegas Sukrisno. Sukrisno juga menegaskan, bahwa gugatan tersebut diajukan terhadap Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat, serta Kepada Kepala Dinas Pertambangan dan Pengembangan Energi Sumatera Selatan, setelah melalui proses persidangan dan permintaan banding, gugatan tersebut kina sudah masuk ke tahan kasasi dengan permintaan peninjauan kembali (PK) dari semua pihak yang bersengketa, tandas Sutrisno.(Spy)
Panja Lingkungan Hidup Kawasan Danau Tinjau 15 Danau Prioritas di Indonesia
Panja Lingkungan Hidup Komisi VII DPR akan memprioritaskan kunjungan pada 15 danau prioritas di Indonesia. Pada kesempatan kali ini, Komisi VII DPR melakukan kunlap ke Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kaltim, diantaranya melihat langsung kondisi Danau Semayang, Melintang dan Jempang.
“
Kondisi ekosistem perairan danau kita saat ini cenderung mengalami degradasi karena masih belum maksimalnya upaya pengelolaan ekosistem danau serta masih kuatnya ego sektoral yang kesemuanya itu berimplikasi pada koordinasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya,” kata ketua tim rombongan Sutan Sukarnotomo (F-PD), saat Kunlap ke Kaltim baru-baru ini. Akibatnya, lanjut Sutan, fungsi dari danau sebagai supply air bersih bagi masyarakat disamping fungsifungsi lainnya tidak bisa termanfaatkan dengan baik. Ia menambahkan, keberadaan danau sebagai sumber daya air telah banyak mengalami kerusakan akibat pencemaran, perubahan fungsi tata guna lahan atau dikarenakan pengelolaan yang kurang tepat. “Padahal, ter-
Tim Panja Lingkungan Hidup Komisi VII DPR meninjau Danau Semayang, Melintang dan Jempang di Provinsi Kaltim
kait upaya penyelamatan danau kita telah memiliki UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pendaya-
gunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air,” tegasnya. Menurutnya, konservasi Sum-
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
45
KUNJUNGAN LAPANGAN
Tim Panja Lingkungan Hidup Komisi VII DPR saat menaiki perahu untuk meninjau Danau Semayang, Melintang dan Jempang di Provinsi Kaltim
ber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air sangat diperlukan sebagai upaya yang menjamin ketersediaan kuantitas dan kualitas air untuk memenuhi keperluan seluruh makhluk hidup secara berkesinambungan, serta upaya pengendalian bencana alam, bencana sosial, bahkan bencana ekonomi yang mungkin terjadi akibat sumber daya air. “Mudah-mudahan dengan melihat langsung danau tersebut dan adanya informasi yang komprehensif terhadap berbagai permasalahan akan menjadi dasar bagi Komisi VII dalam merumuskan rekomendasi ke-
46
pada pemerintah terkait upaya pengelolaan ekosistem kawasan danau di Indonesia sesuai kewenangan yang dimiliki,” harapnya. Sementara dari Badan Lingkungan Hidup Kalimantan Timur, Kristayana mengatakan, kalau ditinjau dari aspek hidrologi, danau-danau tersebut berfungsi sebagai pengendali dan peredam banjir yang berasal dari hulu sungai Mahakam. Keberadaan danau tersebut merupakan pengatur aliran air sehingga luapan air banjir yang berasal dari hulu sungai Mahakam tidak langsung membanjiri kota-kota di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam bagian hilir.
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Selain itu juga merupakan tempat kehidupan satwa air langka, yaitu Pesut Mahakam yang merupakan satu-satunya di dunia dan hidup di danau-danau sekitar sungai Mahakam. “Oleh karena itu, diperlukan upaya konservasi pengelolaan lingkungan perairan danau di daerah Mahakam Tengah,” jelasnya. Dia menambahkan, manfaat kawasan sungai Mahakam merupakan jalur utama transportasi air dan beberapa danau dan rawa pada Daerah Mahakam Tengah (DMT) merupakan kawasan penting untuk perkembangan ikan dan berbagai jenis burung bangau-bangauan, sebagai daerah tangkapan air, sebagai tempat pemukiman penduduk di bagian hilir. “Danau-danau tersebut juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar danau untuk lahan pertanian secara tradisional apabila danau-danau ini pada musim kemarau mengalamai penurunan drastis dan beberapa tempat mengalami kekeringan,” tuturnya. Tim Kunlap Komisi VII ke Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 7 orang anggota, rombongan tim dipimpin Sutan Sukarnotomo (F-PD) dan sejumlah anggota lintas fraksi, Albert Yaputra (F-PD), Heriyanto (F-PD), Sutan Bhatoegana (F-PD), Azwir Dainy Tara (F-PG), Nazaruddin Kiemas (FPDIP), dan Muhammad Idris Luthfi (FPKS). (iw)/foto:iw/parle.
Komisi VII Tidak Kunjungi 4 Perusahaan Tambang DPR mengaku tidak mengunjungi empat perusahaan pertambangan yang berada di Provinsi Sultra seperti PT. Ifisdeco, PT. Dwi Mitra Guna Sejahtera, PT. Sriwijaya, dan PT. Bumi Inti Sulawesi. Pasalnya, perusahaan tersebut tidak mau dikunjungi tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR guna melihat perkembangan.
“
Hanya PT. DRI yang mau dikunjungi, dan kita juga tidak bisa memaksa kalau PT yang lainnya itu tidak mau ditinjau,” jelas ketua tim rombongan Komisi VII DPR dari Partai Golkar Azwir Dainytara kepada Parle. Menurut Azwir, perusahaan DRI masih perlu pembinaan agar perusahaan tersebut dapat berkembang lebih baik. “PT. DRI masih dalam taraf persiapan, nanti kita lihat 2-3 bulan kemudian, dan kita tidak perlu menjelek-jelekan perusahaan nasional kita, justru kita harus memberi support dan memberi pembinaan,” paparnya. Azwir meminta para pengusaha tambang meningkatkan kegiatan CSR dan investasinya serta melakukan pengendalian lingungan sebagai bentuk kepedulian dalam mensejahterakan masyarakat sekitar. “Segala bentuk
konflik dan kesalahfahaman dalam pengelolaan usaha tambang agar dapat diselesaikan secara arif dan bijaksana dengan tetap mengedepankan regulasi terkait dalam mengelola bidang usahanya,” tambahnya. Sementara anggota tim Komisi VII, Wa Ode Nurhayati dari F-PAN mengatakan, sebagai wakil rakyat harus dapat memadukan dua kepentingan besar, yaitu kepentingan rakyat dan kepentingan eksekutif serta kepentingan jalannya pembangunan di daerah. Wa Ode menambahkan, jika bicara idealisme pribadi dirinya mengharapkan tidak ada kegiatan pertambangan, sebelum revisi Undang-Undang tentang Pertambangan. “Karena perusahaan pertambangan saat ini belum berpihak kepada agenda rakyat, kalau mau bicara perspektif pribadi, itu ‘kan
idealisme benar. Kalau bicara realitas ternyata sebagian besar eksekutif kita atau Pemda menganggap perusahaan tambang membantu perekonomian daerah,” jelasnya. Menurutnya, kita harus membangun semangat yang sama, seperti eksekutif, legislatif dan rakyat harus membangun pemikiran yang sama untuk membangun regulasi yang baik hingga tidak ada yang dikorbankan. “Sebenarnya kalau dari sisi eksekutif, legislatif ‘kan beban moral saja. Kita punya tugas besar dibawah dan ada agenda rakyat yang harus kita kedepankan daripada agenda pribadi, politik dan agenda kelompok sehingga ketika agenda rakyat terakomodir dengan baik jangan lagi ada kepentingankepentingan politik yang bermain yang akhirnya membuat semuanya menjadi kisruh,” paparnya.(iw)/foto:iw/parle.
Tim Kunker Spesifik Komisi VII saat meninjau tambang di PT. Dharma Rosadi Internasional di kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
47
KUNJUNGAN LAPANGAN
Komisi VII DPR
Kritisi Aturan Pertambangan dan Grand Desainnya
Ketua Tim Rombongan Azwir Dainy Tara (F-PG) mengatakan, tujuan Komisi VII DPR melakukan kunjungan lapangan ke Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yaitu untuk mengetahui sejauhmana grand desain dan roadmap kawasan ekonomi khusus pertambangan di provinsi tersebut.
“
Untuk mengetahui secara langsung pengaturan dan perundangan tambang mineral dan batubara beserta empat peraturan pemerintah yang menjadi turunannya,” kata Azwir baru-baru ini. Menurutnya, DPR juga ingin mengetahui pengaturan pertambangan dengan pengaturan perlindungan pengelolaan lingkungan hidup serta keterkaitannya dengan pengaturan kehutanan dan ketataruangan. Sementara, lanjutnya, yang menjadi obyek pengawasan dilakukan terhadap pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perusahaan kontrak karya (KK), perusahaan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dan perusahaan kuasa pertambangan (KP) yang sedang dalam proses konversi menjadi
perusahaan izin usaha pertambangan (IUP). Namun demikian, papar Azwir, penerapan pengaturan tambang mineral dan batubara ini memiliki keterkaitan dalam dua klasifikasi permasalahan. Permasalahan pertama, yaitu permasalahan penguasaan IUP yang terkait langsung dengan pengaturan tambang mineral dan batubara dengan lingkungan hidup dalam bentuk perijinan dan kepatuhanannya. Kedua, yaitu permasalahan pengusahaan IUP yang terkait dengan pengaturan kehutanan dan penataan ruang serta harmonisasi dan sinkronisasi perijinan dan kepatuhannya. “Bagaimana dengan wilayah pertambangan dan keselarasannya dengan penataan ruang wilayah, dan bagaimana konversi KP menjadi IUP
Ketua Tim Kunker Spesifik Komisi VII DPR, Azwir Dainy Tara
48
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
yang dikeluarkan oleh bupati kepada perusahaan,” tanya Azwir. Dia menambahkan, perlu disusun prespektif perkembangan wilayah yang berbasis pertambangan dalam konteks pembangunan daerah baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang, khususnya bagi Provinsi Sulawesi Tenggara yang jumlah perusahaan pertambangannya cukup signifikan. Tim kunjungan spesifik Komisi VII ke Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri atas 5 orang anggota, rombongan tim dipimpin Azwir Dainy Tara (F-PG), dan sejumlah anggota lintas fraksi, Milton Pakpahan (F-PD), Muhammad Idris Luthfi (F-PKS), Wa Ode Nurhayati (FPAN), dan Nur Yasin (F-PKB). (iw)/foto: iw/parle.
Tim Kunker Spesifik Komisi VII DPR saat meninjau tambang Minerba di Sultra
Wa Ode Nurhayati Soroti Kasus Pertambangan Sultra
Wa Ode Nurhayati (F-PAN) menyoroti persoalan kasus pertambangan di Provinsi Sultra, pasalnya, banyak terjadi pengaduan penyerobotan lahan tanah di Konawe Selatan dan aduan masyarakat terhadap lahan tersebut.
“
Selain itu masyarakat juga melaporkan adanya praktek-praktek perusahaan tambang yang merugikan rakyat, misalnya CSR itu yang seharusnya ditujukan langsung kepada masyarakat tapi ini pada prakteknya diserahkan kepada pemerintah, nanti pemerintah yang kelola,” ungkapnya saat kunjungan spesifik ke Provinsi Sultra baru-baru ini. Menurutnya, meskipun secara hukum perusahaan tambang tidak melanggar namun hendaknya mendengarkan aspirasi masyarakat sekitar sesuai dengan konsep pertambangan dalam program CSR tersebut. Di Sultra, lanjut Wa Ode, banyak terjadi persoalan politis, ia mencontohkan, ketika ada laporan tentang tambang di Kolaka yang hampir sebagian besar itu masuk kawasan hutan ternyata tidak ada. “Ketika saya pertanyakan kepada Dinas Pertambangan ternyata tidak ada itu,” jelasnya. Ia menghimbau kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk menyiapkan regulasi yang baik agar aktivitas pertambangan di Sultra itu berguna bagi masyarakat sekitar dan Pemda. “Kita juga harus bisa memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat ketika ada eksplorasi. Tentunya pemahaman yang baik ini dengan tidak mengorbankan agenda-agenda kerakyatan yang ada disekitarnya,” tuturnya. Terkait dengan persoalan CSR, Wa Ode Nurhayati mengatakan, persoalan masyarakat sekitar harus di generalisir dengan cara perusahaan tambang terjun langsung kelapangan jadi tidak memakai perantara lagi.
“Humas dari perusahaan tambanglah yang langsung menginventarisir, kemudian perusahaan tambang dalam rangka menjawab seluruh agenda daerah disitu mereka membentuk tim pengawas sendiri, yaitu tim pengawas bersama jajaran Pemda,” jelasnya. Menurutnya, sudah seharusnya dipikirkan pos pembangunan dan pos rakyat dari program CSR perusahaan tambang. Khusus Pemda, paparnya, sudah ada bagian dari dana bagi hasil
Anggota Tim Kunker Spesifik Komisi VII DPR Wa Ode Nurhayati saat meninjau lahan masyarakat di Sultra
(DBH) yang dikirim langsung dari pusat. “Makanya penting disiapkan pos langsung dan pos pengawasan, pos pengawasan dilakukan oleh siapa, ya.. dilakukan oleh Pemda dan perusahaan tambang,” jelasnya. Ia mengusulkan perusahaan tambang membenahi dan menampung aspirasi masyarakat lokal dengan melakukan pemberdayaan masyarakat yang berdampak langsung terhadap pendapatan asli masyarakat sekitar. “Persoalan pendapatan masyarakat
juga harus dievaluasi, pendapatannya berapa sih setelah ada perusahaan tambang, menurun atau bertambah. Itu yang harus diperhatikan oleh kita semua,” tuturnya. Dia menambahkan, harus dibangun semangat yang sama baik pada level eksekutif, legislatif maupun rakyat yang bertujuan membangun regulasi yang baik hingga tidak ada yang dikorbankan. Selain itu jangan sampai adanya provokasi-provokasi yang dilakukan perusahaan tambang.(iw)/foto:iw/parle.
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
49
KUNJUNGAN LAPANGAN
Politik Uang Dikalangan Pemuda Dorong Kehancuran Bangsa a
Kecendrungan maraknya politik uang dalam kegiatan organisasi kepemudaan menjadi perhatian Ketua DPR RI Marzuki Alie. Ia menyatakan prihatin karena pemuda sebagai penggerak bangsa apabila terjebak orientasi uang, hanya akan mendorong bangsa kearah kehancuran.
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat memberikan Kuliah Umum di Gedung Serbaguna Kampus IAIN Imam Bonjol, Padang, Sumbar.
“
Saya prihatin pemuda dalam setiap perhelatan uang, uang, uang, jadi hancur negara ini. Saya bicara dengan Pak Habibie (mantan presiden), kita sama-sama prihatin, anak muda baru berkuasa sedikit korupsinya melebihi orang tua,” kata Marzuki saat menyampaikan Kuliah Umum di Gedung Serbaguna Kampus IAIN Imam Bonjol, Padang, Sumbar, Senin (24/10/11). Kepada sekitar 1500 mahasiswa IAIN dan anggota Korp Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) Perguruan Tinggi Se-Indonesia yang mengikuti kuliah, ia meminta agar pemuda mengedepankan idealisme. “Adik-adik sekalian janganlah selalu berorientasi uang. Kongres KNPI yang saat ini diikuti perwakilan pemuda di
50
Jakarta kesempatan untuk menunjukkan pemuda punya idealisme. Jangan tergoda 10 juta, 50 juta sekedar untuk mendapatkan jabatan,” tegasnya. Ketua DPR berbagi pengalaman perjalanan karirnya yang terus berupaya bertahan dengan keterbatasan uang. Ia tidak dapat kuliah di UI karena waktu itu hanya punya biaya untuk bayar uang pangkal. Pilihan bekerja sambil kuliah akhirnya dilakoninya. Demikian pula karir politiknya yang menanjak menjadi Ketua DPR merupakan hasil perjuangan bukan politik uang. “Mulailah dengan mimpi yang terukur dan realistis, lanjutkan dengan semangat juang, kejujuran, konsistensi dan komitmen. Saya punya banyak contoh keberhasilan hanya
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
dengan modal itu, misalnya anak angkat saya sukses menjadi anggota DPR dengan kampanye sambil mengajar kaligrafi ke kampung-kampung, tak perlu politik uang,” lanjutnya. Pada bagian lain ia meminta mahasiswa IAIN tidak melupakan prinsip manajemen mutu terpadu yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. “ Kalau hidup kita sama saja dengan kemaren maka kita tertipu, lebih jelek berarti rugi, ini bagian dari quality control system, teori dasar manajemen mutu terpadu yang malah sudah diterapkan oleh bangsa Jepang, kenapa kita tidak. Padahal panduan itu ada dalam Islam,” paparnya. Beranjak dari itu ia meminta mahasiswa untuk melangkah dengan keyakinan, menjauhi keraguan. Keya-
kinan itu ibarat pedang yang sangat tajam, diletakkan dimanapun akan mampu mengoyak. Fakta menunjukkan orang yang berkeyakinan besarlah yang sukses dalam perjalanan hidupnya. “Jangan sampai setelah wisuda bingung mau jadi apa, akhirnya menjadi pengangguran intelektual.”
Kampus Masih Rusak Akibat Gempa
Dalam kesempatan tersebut Rektor IAIN Imam Bonjol Prof. DR. Makmur Syarif menyampaikan kegiatan kuliah umum diselenggarakan rangka dies natalis kampus yang memasuki usia 45 tahun pada bulan November yang akan datang. Namun peringatan milad kali ini masih diwarnai keprihatinan karena pasca gempa tahun 2009 lalu, gedung Rektorat, perpustakaan, dan gedung Fakultas Usuludin yang terpaksa dirubuhkan karena rusak berat masih belum dapat dibangun kembali. Rektor meminta dukungan dari Ketua DPR agar upaya renovasi akibat gempa dengan cara unik, menyampaikan pantun. “Empek-empek makanan khas Palembang. Dapat dibeli di Pasar Raya buat disuguhkan kepada para
tetangga. Gempa dasyat melanda Padang. Gedung IAIN jadi porak poranda. Uluran tangan Bapak Ketua DPR sangat kami nantikan,” katanya disambut tepuk tangan hadirin. Menjawab hal ini Marzuki Alie menyatakan akan meneruskan aspirasi tersebut kepada Menteri Agama. “Biasanya kalau ada surat pengantar dari Ketua DPR akan dapat perhatian, insyaAllah akan saya bantu,” imbuhnya.
Usai menyampaikan kuliah umum Ketua DPR Marzuki Alie membuka secara resmi kegiatan Gladian Relawan IV KSR PMI Perguruan Tinggi se-Indonesia. Mahasiswa anggota KSR yang datang dari beberapa kampus ini akan menggelar bakti sosial di beberapa lokasi di Sumbar. Setelah sebelumnya berlangsung di Sulawesi dan Jawa, maka IAIN Iman Bonjol menjadi tuan rumah kegiatan yang pertama kali berlangsung di pulau Sumatera. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
51
SOROTAN SOROTAN
Perlu Verifikasi
Perbatasan Dan Undang-Undang Pengelolaan Perbatasan Sering kali hubungan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Malaysia diuji, dengan timbulnya permasalahan perbatasan antara kedua negara tersebut. Permasalahan perbatasan yang baru-baru ini terjadi adalah adanya pergeseran patok perbatasan yang terdapat di wilayah Tanjung Datu dan Camar Bulan, Provinsi Kalimantan Barat.
52
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
K
Menteri Luar negeri Marty Natalegawa (kiri), Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (tengah), dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono (kanan)
omisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengadakan Rapat Kerja dengan Pemerintah, khusus membahas mengenai permasalahan atas pengelolaan wilayah perbatasan antara Indonesia dengan malaysia di Provinsi Kalimantan Barat dan pengelolaan wilayah perbatasan lainnya serta solusi penyelesaian terhadap permasalahan tersebut ditinjau dari aspek diplomasi luar negeri, aspek hukum, serta aspek pengelolaan daerah perbatasan. Pada Raker tersebut, Komisi I DPR RI dan Pemerintah sepakat untuk dilakukan kajian dan verifikasi secara lebih mendalam dan komprehensif terhadap temuan yang mengindikasikan perbedaan garis batas wilayah di Tanjung Datu dan Camar Bulan dengan peta hasil Memorandum of Understanding (MoU) tahun 1978 antara Pemerintah RI dan Malaysia. “DPR RI dan Pemerintah berkomitmen dan konsisten untuk memper-
tahankan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegas Ketua komisi I Mahfud Siddiq setelah mengadakan Rapat Kerja Tertutup dengan Menteri Luar Negeri Marty
Natalegawa, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Selasa (18/10) di Senayan, Jakarta.
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
53
SOROTAN
Ketua Komisi I DPR RI, Mahfud Siddiq (kiri)
Komisi I juga akan membentuk tim yang akan melakukan survey langsung ke lokasi wilayah di perbatasan. Tim ini akan berjalan sepanjang ada proses pengkajian dan verifikasi pemerintah berjalan. “Dalam waktu dekat akan kita jadwalkan dan agendakan karena itu adalah bagian dari proses verifikasi,” kata Mahfud. Mahfud menjelaskan, Pemerintah berpegang pada MoU antara Indonesia dan Malaysia yang dibuat Agustus 1976 dan November 1978. Berdasarkan MoU itu, kata dia, memang tidak ada pergeseran patok dan Malaysia legal melakukan aktivitas di Camar Bulan dan Tanjung Datu yang masuk wilayah mereka. Namun, lanjut Mahfudz, pemerintah harus melihat kembali peta yang dibuat pemerintah Inggris dan Belanda. Berdasarkan peta itu, wilayah Indonesia di Camar Bulan dan Tanjung Datu lebih luas dari kondisi saat ini. “Ini yang nanti pemerintah akan melakukan kajian dan verifikasi termasuk melihat kembali bagaimana proses MoU. Hasil kajian itu akan memungkinkan langkah-langkah baru,” kata Mahfudz Siddiq. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa mem-
54
pertahankan kedaulatan negara Indonesia adalah harga mati dan tidak ada kompromi lagi.
Perlu UU Pengelolaan Perbatasan
Menghadapi persoalan perbatasan, Anggota Komisi II DPR RI Paula Sinjal dari Fraksi Partai Demokrat memandang serius permasalahan ini. Dia mengatakan perlu adanya UndangUndang Pengelolaan Perbatasan. Saat diwawancarai Parlementaria, Paula mengatakan Belum lama ini kita dikejutkan dengan berita pencaplokan wilayah NKRI yakni Camar Bulan dan Tanjung Datu di wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Persoalan seperti ini tidak hanya muncul sekali dua kali saja, namun kita sempat pernah terhenyak dengan terlepasnya Pulai Sipadan dan Ligitan akibat putusan Mahkamah Internasional yang menyerahkan dua pulau tersebut ke dalam wilayah negara tetangga, Malaysia. Menurut Paula Sinjal persoalan perbatasan ini harus kita sikapi dengan serius karena menyangkut luasnya wilayah perbatasan dan territorial yang harus kita pertahankan. Persoalan tidak selesai dengan sekedar mengirim pasukan TNI ke daerah perba-
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
tasan, namun lebih dari itu perlu ada pengelolaan yang berkesenambungan dan komprehensip sesuai dengan keinginan dan ke-khasan wilayah, khususnya yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah. Selain itu, pendekatan pengelolaan wilayah perbatasan saat ini lebih pada sekedar pendekatan keamanan (security approach), belum focus, masih parsial, yang nampak pada instansi dan lembaga yang memiliki keterkaitan belum berjalan bersama dan terkoordinasi secara integral. Sebenarnya kita sudah memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur pengelolaan wilayah perbatasan, yakni No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, namun undangundang ini masih sangat normatif dan substansinya belum bersifat aplikatif dan dapat menjawab tantangantantangan perbatasan masa kini. Untuk itu ke depan, sudah saatnya kita membuat UU yang secara khusus mengatur pengelolaan wilayah perbatasan. Suatu UU yang esensinya menggabungkan pendekatan keamanan (security approach) dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach). “UU yang seharusnya dapat menjadi landasan bagi terwujudnya peningkatan kehidupan sosial-ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat, terkelolanya potensi wilayah, dan ketertiban serta keamanan wilayah perbatasan,” tegas Paula Sinjal. (as)
Anggota Komisi II DPR RI, Paula Sinjal
LIPUTAN KHUSUS
Parlemen Indonesia beberapa kali mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah pelaksanaan Sidang Asian Parliamentary Assembly (APA). Baru-baru ini pun Parlemen Indonesia dipercaya kembali menjadi tuan rumah Asian Parliamentary Assembly International Conference on Principles of Friendship and Cooperation in Asia and Ad Hoc Committee Meeting on the Protectionof the Right of Migrant Workers in Asia yang diselenggarakan di Solo.
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
55
LIPUTAN KHUSUS
“Acara digelar di Solo mengingat DPR RI memiliki keinginan untuk mengenalkan berbagai daerah di Indonesia. “
Ketua BKSAP, Hidayat Nur Wahid
S
idang tersebut berlangsung selama dua hari (28-29 September 2011) dan dihadiri kurang lebih 17 negara Parlemen Asia yakni Negara Iran, Irak, Bangladesh, Maldives, Pakistan, Filipina, Afganistan, Suriah, Bahrain, Laos, Yordania, Kuwait, Palestina, Turki dan tuan rumah Indonesia. Sementara dua negara menjadi tamu kehormatan yaitu Hongkong dan Bruneidarussalam. Banyak kalangan menyangsikan apakah Sidang APA akan tetap diselenggarakan di Solo, mengingat dua hari sebelum pembukaan sidang, Kota solo diguncang bom bunuh diri. Namun kekhawatiran ini tidak beralasan sama sekali, karena terbukti Anggota Parlemen Asia yang telah mendaftarkan diri untuk hadir, tidak satu negara pun yang membatalkan keberangkatannya ke Indonesia. Parlemen Indonesia sangat mengapresiasi kehadiran delegasi Parlemen Asia, bahkan beberapa negara seperti Pakistan, Iran, Irak mengirimkan delegasinya enam sampai tujuh orang. Ini tentu saja surprise buat kita sebagai tuan rumah pelaksanaan sidang setelah kejadian bom yang baru saja
56
terjadi. Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Hidayat Nur Wahid mengatakan, acara digelar di Solo mengingat DPR RI memiliki keinginan untuk mengenalkan berbagai daerah di Indonesia. Ini juga sejalan dengan rekomendasi Komisi I DPR untuk mendiversifikasikan daerah yang akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan event internasional. Dalam hal ini, DPR RI ingin mengenalkan kepada para delegasi bahwa Indonesia merupakan negara yang plural dan kaya akan budaya. Nilai-nilai fundamental budaya Jawa yang ada di Solo seperti kebersamaan yang dibarengi dengan tingkah laku yang sopan dan santun, tetapi mampu menghadirkan demokrasi yang berkualitas juga sejalan dengan semangat dari substansi agenda yang akan diselenggarakan. Yang terpenting, kata Hidayat, kita juga ingin memperkenalkan bahwa Indonesia itu tidak hanya Bali, Yogyakarta dan Jakarta, tapi masih banyak kota-kota lain yang tak kalah indahnya di nusantara ini. Sidang APA dibuka Ketua DPR RI
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Marzuki Alie dan juga dihadiri Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, serta sejumlah pejabat penting daerah diantaranya Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih, Walikota Surakarta Djoko Widodo dan jajaran Muspida, Pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi DPRD Surakarta. Sebagai Keynote Speaker hadir mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Dalam sambutan pembukaan Marzuki Alie berharap melalui sidang Ad Hoc Asian Parliamentary Assembly (APA) dapat menemukan solusi bagi perlindungan terhadap hak-hak asasi para tenaga kerja migran. Marzuki mengatakan, salah satu tantangan terbesar yang kini dihadapi negara-negara di dunia adalah masalah migrasi internasional dan perlindungan hak-hak para migran. Pada bulan Agustus 2009, Organisasi Buruh Internasioanl (ILO) memperkirakan terdapat 100 juta tenaga kerja migran di seluruh dunia. “Tentu saja tenaga kerja migran dari Asia termasuk didalamnya,” kata Marzuki. Jumlah ini, katanya, tentunya akan terus berkembang seiring dengan semakin terbukanya hubungan antar negara yang menandai babak baru era globalisasi. Salah satu masalah serius yang dihadapi para tenaga kerja migran ini adalah pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan fundamental mereka. Ketidakadilan yang dialami buruh migran sangat beragam mencakup pengupahan dibawah standar gaji pada umumnya dan bahkan tidak dibayar gajinya, jam kerja yang berlebihan, keselamatan yang terabaikan, perlakuan yang tidak manusiawi seperti penyiksaan fisik dan pelecehan seksual sampai dengan menjadi korban trafficking. Memang diakui, banyak kemajuan kemajuan perekonomian negaranegara di kawasan Asia yang terjadi karena adanya bantuan dari tenaga kerja migran. Bagi negara pengirim, migrasi merupakan peluang untuk menawarkan pekerjaan bagi warganya di luar negeri sekaligus sebagai
sumber devisa melalui remitan. Sedangkan bagi negara penerima, migrasi tenaga kerja merupakan peluang untuk dapat ikut memberikan latihan dalam pembangunan ekonomi dengan tersedianya tenaga kerja murah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sayangnya, meskipun terlihat saling membutuhkan dan saling menguntungkan, para tenaga kerja migran tersebut seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Mereka praktis tidak mendapatkan kesempatan untuk beristirahat, kebebasan untuk berkeluh kesah dan selalu berada dalam ancaman di deportasi jika kehadiran mereka dianggap illegal. Marzuki menambahkan, jika dilihat dari permasalahan dan perkembangan tenaga kerja migran tersebut, jalan terbaik yang dapat dilakukan adalah mengupayakan kerjasama yang lebih baik antara negara pengirim dengan negara penerima untuk memaksimalkan keuntungan yang didapat serta mengurangi dampak negatif dari migrasi tenaga kerja. Menurut Marzuki, komitmen dan kesungguhan dari negara pengirim dan penerima menjadi sangat penting dalam upaya melindungi hak-hak asasi para tenaga kerja migran. Namun yang tidak kalah pentingnya, mengembangkan kerjasama diantara negara-negara di Asia terutama untuk mendapatkan kesamaan pandangan dalam perlindungan hakhak asasi para tenaga kerja migran. Marzuki menambahkan, Parlemen Indonesia saat ini, melalui Komisi IX DPR sedang melakukan revisi terhadap UU tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia agar dapat memberikan perlindungan yang lebih optimal terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri. Revisi atas UU tersebut diharapkan tahun ini dapat disahkan dan pembahasan revisi ini merupakan bentuk komitmen bersama antara pemerintah dan parlemen Indonesia serta seluruh bangsa Indonesia agar penempatan pekerja migran Indonesia dapat di-
Ketua DPR RI, Marzuki Alie sat memberikan sambutan pembukaan Ad Hoc Asian Parliamentary Assembly (APA)
lakukan tepat sehingga akan memudahkan dalam melakukan monitoring dan perlindungan. Di samping itu, tahun 2011 Parlemen Indonesia telah membentuk TIM Khusus DPR RI terhadap penanganan TKI di Arab Saudi. Tim khusus ini sengaja dibentuk sebagai respons DPR RI untuk terlibat secara langsung dalam upaya penanganan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Berharap Hasilkan Rekomendasi Konkrit
Sementara Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso dalam sambutannya berharap Sidang Asian Parliamentary Assembly (APA) yang berlangsung selama dua hari di Solo dapat menghasilkan rekomendasi kongkrit yang bersifat implementatif dan dapat ditransliterasi menjadi kebijakan riil yang memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat di Asia. Menurut Priyo, anggota Parlemen Asia memiliki tanggung jawab besar untuk mentransliterasi resolusi tersebut menjadi kebijakan kongkrit dimasing-masing Negara anggota APA. Dia juga berharap, secara riil mendorong penciptaan kesejahteraan masyarakat Asia.
Parlemen, kata Priyo, tentunya memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, pembuatan legislasi dan penentuan anggaran sehingga dapat memperkuat kemitraan dengan pemerintah dalam mengimplementasikan resolusi-resolusi yang dihasilkan APA. Di tahun 2008, APA telah memulai dengan mendeklarasikan Prinsip Persahabatan dan Kerjasama di Asia. Komitmen tersebut menurut Priyo harus diwujudkan secara terstruktur dan efektif melalui mekanisme kerjasama di bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan yang ditumbuhkan berdasarkan prinsip keselarasan, saling menguntungkan, saling menghormati kedaulatan nasional dan perhargaan terhadap HAM. Menurut Priyo, “Abad Asia” atau yang lazim dikenal dengan “The Asian Century” tidak akan memiliki dampak apapun bagi kesejahteraan masyarakat Asia jika kita gagal memetakan tantangan yang dihadapi Asia saat ini. Terlebih lagi jika kita tidak mampu memaksimalkan potensi kerjasama untuk menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut. Karenanya tantangan-tantangan itu akan bisa dihadapi dan disingkirkan hanya melalui ker-
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
57
LIPUTAN KHUSUS
jasama yang kokoh. “Tanpa kuatnya kerjasama seluruh Negara di Asia, membangun Asia yang lebih kuat akan sia-sia,” katanya. Priyo menambahkan, banyak tantangan yang dihadapi Negara Asia seperti kemiskinan, kelaparan, krisis pangan, perlindungan tenaga kerja migran, korupsi, tata pemerintahan yang baik, kejahatan lintas batas, konflik teritorial hingga masalah kerusakan lingkungan yang merupakan sebagian dari permasalahan yang harus diselesaikan di kawasan ini. Untuk itu dia mengingatkan seluruh anggota APA agar tidak terjebak dengan aktifitas monoton hanya memproduksi resolusi dan kesepakatan yang nyaris tanpa implementasi.”Kita tidak ingin mendapati resolusiresolusi yang telah dibuat sejak tahun 2006 hanya menjadi macan kertas yang hanya garang di atas meja, tapi ompong dalam implementasi,” kata Priyo. Dengan tekad dan kesungguhan dari seluruh anggotanya, Priyo optimis APA tumbuh menjadi organisasi yang kuat dan mampu menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia. Pasca konferensi ini, dia berharap komitmen APA sebagaimana yang tercantum dalam Deklarasi Prinsip Persahabatan dan Kerjasama di Asia
akan terwujud dalam berbagai kerjasama konstruktif antarnegara dan masyarakat Asia atas dasar kesetaraan dan saling menghormati.
Kerjasama Penentu Keberhasilan Asia
Mantan Presiden RI Jusuf Kalla sebagai pembicara kunci pada Sidang tersebut menekankan pentingnya melihat ke kawasan sendiri, karena kondisi global saat ini sudah berubah. Pada masa lalu ketika ada negara di Asia yang menghadapi krisis, kesulitan ekonomi dan sebagainya, ada kecenderungan berpaling ke Amerika dan Eropa untuk mendapat bantuan. “Kita tidak bisa lagi mengharapkan bantuan Eropa dan Amerika, karena mereka membantu diri sendiri sekarang ini belum tentu bisa. Kita yakin ekonomi di Asia akan sangat berkembang itu akan jadi modal pokok untuk kerja sama,” tandas JK. Ia kemudian mengajak anggota parlemen peserta konferensi untuk melihat potensi pangsa pasar 4 miliar penduduk benua Asia yang mencapai 60 persen penduduk dunia. Masingmasing negara memiliki kelebihan sendiri seperti sumber daya energi, sumber daya alam, teknologi, investasi dan lain-lain. Kelebihan itu apabila dipadukan akan menjadi kekuatan ekonomi yang akan mampu bertahan
Peserta Delegasi Negara anggota APA foto bersama di acara Sidang APA di solo Jawa Tengah
58
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla
menghadapi imbas badai krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika. “Kita tahu krisis eurozone akan berlanjut, kita harus punya alternatif ekonomi yang kuat, yaitu Asia itu sendiri. Apabila kita tidak punya ekonomi yang kuat, ekonomi Asia akan terseret lagi krisis Amerika dan Eropa yang sedang berlangsung,” katanya. Ia mengingatkan krisis global tahun 2008, waktu itu Asia terkena imbasnya kecuali beberapa negara seperti Cina dan Indonesia. “Itu karena dua negara ini dapat bergantung pada kekuatan pasar sendiri.” Kerjasama untuk memanfaatkan potensi pasar 4 miliar penduduk itu
menurutnya harus segera dimulai dengan mengedepankan kerja sama ekonomi bukan politik. Pertimbangannya menurut JK karena ekonomi mengedepankan kepercayaan dan tidak dibutuhkan satu sistem yang sama. Sedangkan kerja sama politik tidak mudah karena masingmasing negara punya sistem berbeda. Apabila dimulai dari situ akan diperlukan kerja sama sosial, menyangkut teknologi, masalah keamanan dan lain sebagainya. Perlu dikembangkan pula kesadaran akan ‘the Asian Value’ yang beranjak dari pemahaman tidak mungkin bangsa-bangsa di kawasan Asia bekerja sama dengan pendekatan Eropa. Sebagai contoh demokrasi barat yang menganut paham ‘the winner take all’ tidak selalu cocok untuk orang Asia. Banyak negara di Asia berhasil dengan demokrasi yang digali dari budaya masing-masing yang juga dipengaruhi agama yang dianut. “Jadi pengembangan Asian Value ini perlu lebih diintensifkan,” imbuhnya. Ia menyadari beberapa wilayah di Asia masih menyimpan potensi konflik yang tidak kecil seperti di dua Korea, Filipina, Thailand, Afganistan. Pengalaman menunjukkan konflik di negara tertentu selalu mempengaruhi negara tetangganya. JK yang pernah membantu upaya perdamaian di Filipina ini menyebut contoh, konflik di Indonesia yang sangat berpengaruh pada Filipina. Begitu ada operasi penangkapan separatisme mereka lari ke Filipina sebaliknya yang di Filipina juga lari ke Indonesia. “Namun saya meyakini masalah konflik di kawasan ini hanya dapat diselesaikan dengan spirit Asia,” katanya diiringi tepuk tepuk tangan membahana di ruang sidang APA ketika JK mengakhiri pidatonya.
Deklarasi Solo
Sampai berakhirnya Sidang APA acara berlangsung lancar dan aman. Pembahasan terhadap dua agenda penting dilakukan secara maraton selama dua hari.
Delegasi Indonesia pada Sidang APA di solo Jawa Tengah
Dalam jumpa Pers Hidayat menyampaikan Konferensi Internasional Asian Parliamentary Assembly (APA) telah menyepakati “Deklarasi Solo” sebagai bagian dari kesepakatan para delegasi 17 negara yang hadir. “Para delegasi telah menyepakati sebuah deklarasi yang bernama ‘Deklarasi Solo’ tentang persahabatan dan kerjasama di Asia,” ujar Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Hidayat Nurwahid seusai menutup konferensi APA. Sejumlah pesan yang terkandung dalam “Deklarasi Solo” itu adalah APA memandang penting upaya mempromosikan dan memperkuat hubungan persahabatan serta kerjasama antarnegara di Asia berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menghormati kemerdekaan, integritas dan kedaulatan wilayah dan juga non-interferensi urusan domestik negara lain. Pesan lainnya adalah APA memandang perdamaian dan keamanan abadi di kawasan Asia merupakan bagian dari tujuan utama persahabatan dan kerjasama di Asia. “Dengan demikian parlemen di Asia diharapkan dapat mendorong penggunaan penyelesaian konflik secara damai dengan memajukan dialog. Sekaligus pula menegaskan pentingnya parlemen Asia untuk melindungi HAM termasuk aspirasi atas demokrasi hingga perlindungan hak para pekerja migran,” ujar Hidayat.
Deklarasi Solo itu juga menegaskan bahwa parlemen memegang peranan penting dalam mendukung berbagai prinsip itu dengan mengkonsolidasikan semangat yang ada, sekaligus memperkuat solidaritas berdasarkan aspirasi rakyatnya. Selain Deklarasi Solo, konferensi APA juga menghasilkan draft “Resolution on The Protection and Promotion on The Right of Migrant Worker in Asia”. Menurut Hidayat yang juga mantan Ketua MPR itu, delegasi Indonesia telah memperjuangkan kepentingan tenaga kerja Indonesia dengan memasukkan isu-isu yang penting kedalam draft resolusi tersebut. Sejumlah isu itu diantaranya perlu adanya komitmen seimbang dan bertanggungjawab antara negara pengirim dan penerima pekerja migran, hingga seruan untuk meningkatkan kualitas pekerja migran dari negara pengirim demi meminimalisir potensi terjadinya pelanggaran HAM para pekerja migran di negara penerima. “Draft resolusi juga mencerminkan pentingnya peran parlemen sekaligus dorongan untuk mereview legislasi terkait pekerja migran dan mendukung proses budgeting untuk program-program terkait. Langkah tersebut dilakukan untuk memberikan perlindungan yang utuh dan komprehensif bagi para pekerja migran,” ujarnya. (tt,iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
59
SELEBRITIS
Atlet Berbakat Harus Jadi Anak Negara Sejak Dini “Disini tidak seperti di China yang begitu serius mengejar prestasi olah raga, sejak kecil para atlet berbakat sudah diambil alih negara untuk dibina dan itu keluarga sudah lepas tangan karena sudah pasti jadi anak negara,”
60
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Internet/badmintonclub.webng.com
A
tlet yang berhasil membuat berkumandangnya lagu Indonesia Raya dan berkibarnya bendera merah putih di ajang olah raga terbesar dunia, Olympiade ini ternyata masih memberi perhatian pada perkembangan olah raga di tanah air. Jawabannya tentang mandeknya prestasi atlet bulutangkis dan belum naik peringkatnya prestasi olah raga Indonesia diwarnai ekspresi kegusaran dan keprihatinan. “Disini tidak seperti di China yang begitu serius mengejar prestasi olah raga, sejak kecil para atlet berbakat sudah diambil alih negara untuk dibina dan itu keluarga sudah lepas tangan karena sudah pasti jadi anak negara,” demikian Susi Susanti, Ratu Badminton Indonesia menjawab pertanyaan Parle ditengah kesibukannya siang itu di kawasan Jakarta Utara. Menurutnya paradigma pembinaan atlet baik ditingkat pusat maupun di daerah sejauh ini belum berubah banyak, kalau dulu atlet digodok sebulan sebelum pertandingan sekarang sedikit lebih panjang tapi belum cukup untuk melahirkan atlet kelas dunia yang akan menjuarai ajang Asian Games atau Olimpiade. “Kalau ada kompetisi baru ada perhatian, gak mungkin dong. Juara itu cuman satu kan, ia diminta mengalahkan sekian orang dari seluruh dunia gimana mungkin membentuknya dalam satu atau beberapa bulan,” imbuh atlet yang berhasil menjuari kejuaraan dunia badminton yunior sebanyak lima kali. Ia bersyukur pada saat mengawali karir sebagai atlet badminton orang tua dan keluarga besarnya sangat mendukung. Pamannya yang saat itu memiliki klub di Tasikmalaya, Jawa Barat berhasil meletakkan dasar-dasar badminton yang benar sejak dini. Secara finansial orang tuanya juga mampu mendukung seluruh pembiayaan pelatihan, mengikuti beragam jenjang pertandingan mulai dari kejuaraan antar kampung sampai antar klub, termasuk pemenuhan aspek gizi bagi seorang atlet yunior. “Karir saya se-
Susi Susanti saat mendapatkan mendali emas pada ajang tournament bulutangkis internasional
bagai atlet bukan dibangun dua bulan jadi, tapi bertahun-tahun semua dibiayai keluarga,” paparnya. Susi melihat sendiri banyak atlet muda berbakat tidak dapat meraih prestasi yang lebih tinggi karena kendala keterbatasan dana, keluarga tidak mampu mendukung. Para calon bintang ini akhirnya gagal bersinar ke tingkat yang lebih tinggi, karena negara tidak punya kebijakan yang memadai untuk mendukung mereka.
Cabang olah raga badminton di tanah air beruntung memiliki beberapa klub yang didukung pengusaha yang punya komitmen tinggi dalam memajukan olah raga. PB. Djarum, Jaya Raya, Mutiara, termasuk klub besar yang menyediakan program bea siswa bagi anak-anak berbakat. Beberapa pemain yang berhasil menjuarai kompetisi antar klub akhirnya dijaring pemerintah menjadi pemain nasional. Dalam kacamata peraih Wall
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
61
of Fame dari International Badminton Federation ini kontribusi negara dalam melahirkan pahlawan olah raga masih sangat minim..“Dari negara kurang banget ya. Jangankan untuk bibit di daerah untuk kita sendiri kayaknya hanya pas ada moment, misalnya Sea Games baru ada perhatian dari pemerintah,” lanjutnya. Wujud konkrit peningkatan peran negara itu menurutnya bisa dalam bentuk perhatian pada sekolah-sekolah olah raga yang saat ini sudah ada. Ia bahkan berharap setiap provinsi memiliki satu sekolah olah raga yang dibiayai penuh negara. Penegasan peran negara dalam merekrut dan membina atlet berbakat sejak dini, menurut Susi Susanti perlu diatur dalam satu regulasi agar kesinambungannya terjaga. “Disinilah peran DPR secara politis menyiapkan aturan perundang-undangan, regulasi perlu untuk menjaga kesinambungan olah raga, dananya, dan segala macamnya ya. Yang menentukan bapak ibu
62
yang terhormat di DPR agar olah raga lebih mendapat perhatian, karena lewat olah raga nama Indonesia bisa terangkat, untuk perdamaian dunia juga olah raga-kan, di negara maju ini benar-benar diperhatikan,” tandas
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
istri Alan Budikusumah yang pernah sama-sama meraih medali emas di Olimpiade Barcelona. Regulasi dibidang olah raga itu hendaknya mengatur kebijakan negara mulai dari pembinaan atlet berbakat sejak usia dini, pembangunan sekolah olah raga di setiap provinsi sampai penghargaan bagi para atlet diakhir karir mereka. Ia mengaku miris ketika bertemu teman lama sesama atlet yang perlakukan negara kepada mereka, seperti habis manis sepah dibuang. “Saya bersyukur masih bisa mandiri. Tapi banyak contoh senior saya ketika mereka tidak lagi dibutuhkan negara akhirnya terlunta-lunta, Elias Pical juara dunia tinju misalnya sekarang nggak punya kerjaan. Saya juga pernah ketemu atlet pencak silat yang sering mengibarkan Merah Putih di ajang Sea Games, sekarang terpaksa jadi supir taksi. Nah gimana orang mau jadi atlet, sudah beri sesuatu pada negara tapi setelah itu dilupakan,” tambahnya berapi-api. Kepada Parle, Susi yang pernah menjadi menejer tim Piala Uber 2008 ini mengaku masih terus mengamati perkembangan prestasi olah raga di tanah air, termasuk ‘keriuhan’ menjelang pelaksanaan Sea Games di Palembang. Ia berharap semua pihak dapat menahan diri tidak terjebak saInternet/kompas.com
Internet
SELEBRITIS
Internet
ling menyalahkan ketika hajat besar bangsa menjadi tuan rumah kegiatan olah raga terbesar di Asia Tenggara ini. “Kita fokus dulu semua menyukseskan, setelah selesai baru lakukan evaluasi,” ujarnya dengan nada bijak. Walaupun tidak terlibat lagi secara langsung di Pelatnas bulu tangkis, ibu tiga anak ini mengaku masih sering jadi teman dialog beberapa atlet nasional. “Saya tidak bantu PBSI resmi, tapi yang pasti saya bantu adik-adik dibelakang layar, Firda, Febi, dan yang lain. Mereka suka nelpon nanya boleh nggak kak kita ngobrol-ngobrol. Saya jawab boleh aja, kalo saya bisa bantu kenapa nggak,” katanya sambil tersenyum. Bersama suaminya Alan, Susi Susanti juga merintis sekolah badminton untuk membantu lahir bibit-bibit baru yang siapa tahu calon bintang masa depan. Pada waktu tertentu mereka turun tangan memberi pelatihan dan menjawab banyak pertanyaan. Tapi ada satu pertanyaan yang menurut Susi sampai sekarang ia tidak tahu jawabannya apa. “Pertanyaan ini paling banyak ditanyakan orang tua dan saya tidak bisa jawab.. apa olah raga bisa menjamin masa depan anak saya?” tuturnya. Baginya pertanyaan ini harus bisa dijawab pemerintah dan DPR, apabila kepastian itu ada. berarti kejayaan dibidang olah raga sudah menjadi bagian dari bangsa ini. Kesibukan yang paling banyak menyita waktunya saat ini adalah membesarkan Astec produsen peralatan olah raga badminton yang namanya diambil dari gabungan namanya dan suami, Alan Susi technology – Astec. Bisnis ini dimulai ketika ia melihat atlet badminton Indonesia cukup terkenal di luar negeri bahkan sudah melatih di beberapa negara tetapi saat itu belum satupun brand olah raga tepok bulu ini berasal dari dalam negeri. “Saya banyak belajar, untuk membuat satu brand nggak gampang. Pertama kita harus mendapat kepercayaan dari konsumen, jatuh bangun dulu, kita bawa barang sendiri door to door istilahnya, udah gitu untuk mendapat
kepercayaan kita musti mengkomunikasikan dengan baik. Paling gak kita minta tolong toko jualin barang kita aja,” jelasnya. Pasutri atlet ini rela keluar masuk GOR bukan sebagai pemain tapi memperkenalkan raket produksi mereka. “Kita kasi coba raket kita. Kita kayak nawarin makanan boleh dites dulu, untuk meyakinkan bahwa raket kita enak,” katanya sambil tergelak. Susi mengingatkan, banyak orang membeli raket badminton karena merek dan harga, asal senang bayar tapi mengabaikan aspek lain yang tidak kalah penting. Tiap pemain menurutnya memiliki karakter berbeda, ada pemain single apa double, ada pemain serang ada pemain defence. “Saya dan Alan aja punya tipe raket berbeda.” Raket kalau dilihat dari tampilannya sama, tapi Astec memiliki spesifikasi berbeda-beda. Misalnya untuk pemain tipe serang, bagian kepala raket dirancang lebih berat, semua menurut Susi dijelaskan dalam setiap spec raket Astec yang dijual. Pelan tapi pasti kerja keras itu akhirnya membuahkan hasil, sekarang produk astek mulai dari raket, kaos sampai sepatu sudah digunakan
banyak atlet muda dengan bangga. Sebarannya juga sudah merata diseluruh pulau di tanah air. Susi mengaku selain raket, produk Astec sudah diproduksi di dalam negeri. Khusus raket produksinya masih bekerja sama dengan pabrik di Cina, namun kualitas dan teknologi dikontrol sepenuhnya oleh Alan dan Susi. “Pada saatnya saya juga bermimpi kita bisa punya teknologi dan pabrik sendiri di Indonesia.” Susi Susanti terdiam sejenak ketika ditanya dari ketiga putra putrinya Laurencia Averina, Albertus Edward, dan Sebastianus Frederick siapa yang meneruskan tongkat estafet menjadi atlet badminton. Setelah menarik nafas panjang akhirnya ia menjawab, “Kalau melihat bakat semuanya berbakat ya, tapi kalau anak saya jadi atlet sebagai profesi kayaknya nggak ya hehe.. kalau serius terus terang nggak, tapi kalau untuk keahlian boleh. Karena siapa tau dengan keahlian itu ia dapat bea siswa kuliah di luar negeri, disana lebih dihargai lho. Jadi bagi saya olah raga untuk poin lebihnya aja. Saya harus realistis beginilah kondisinya sekarang,” demikian Susi. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
63
PERNIK
MC Harus Terlibat Langsung Dalam Proses Suatu Acara Menjadi seorang Master of Ceremony (MC) atau pemandu suatu acara merupakan salah satu kecakapan yang perlu dimiliki oleh seorang protokol di suatu instansi. Dalam melaksanakan tugasnya seorang MC harus mengetahui acara dengan baik, tata upacara dan tata penghormatan.
M
enjadi seorang MC tidak cukup hanya dengan modal suara bagus, namun harus didukung dengan kepribadian dan intelektualitas. Artinya MC harus memiliki pengetahuan yang cukup luas, memiliki kemampuan bahasa yang memadai dan kepribadian yang baik.
64
Any Dwi Sulistyowaty
Any Dwi Sulistyowaty kelahiran Purworejo 51 tahun lalu, adalah MC senior di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI (Setjen DPR RI) baik untuk acara-acara Setjen DPR RI maupun acara kenegaraan di DPR RI saat ini. Awal karirnya diawali sejak bisa
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
masuk sebagai PNS Setjen DPR RI tahun 1985 dan kebetulan kebetulan sejak masuk sebagai pegawai tahun 1985 ditempatkan di Sub Upacara Bagian Protokol Setjen DPR RI. Menurutnya mau tidak mau sebagai pegawai di sub upacara harus bisa menjadi MC di berbagai acara di lingkungan Setjen DPR RI. Pengalamannya dimulai dari acara-acara kecil seperti upacara bendera, HUT DPR RI, dan acara-acara formal lainnya. Diakuinya kepiawaiannya menjadi seorang MC seperti sekarang ini hanya karena dirinya banyak pengalaman saja, Any tidak pernah mengikuti pelatihan MC secara khusus. Hanya satu hal yang dimilikinya sebagai modal utama sebagai MC, Any memiliki vocal dan intonasi yang cukup baik. “Selain memang memiliki vocal yang baik sebagai modal utama, pekerjaan sehari-hari dan pengalamanlah yang menjadikan saya sebagai MC DPR RI seperti sekarang ini,” kata Any. Satu-satunya diklat yang pernah diikutinya adalah diklat kepribadian dimana didalamnya ada materi tentang bagaimana menjadi MC yang baik dan tehnik mengelola vocal yang diselenggarakan oleh Tuning Sukobagyo (ibunda Gugun Gondrong). Tapi menurutnya itu diklat tersebut sangat dasar sekali dan tidak secara khusus dan mendalam mengajarkan bagaimana menjadi seorang MC. “Diklatnya sangat dasar, hanya dua bulan dan saya merasa kurang,” kenang Any.
Selain banyak pengalaman, Any menambah wawasan dengan membaca banyak buku-buku tentang MC, itupun awalnya dilakukan untuk mencari referensi tentang susunan acara suatu event. Menurutnya menjadi MC yang baik, selain harus memiliki vocal yang baik juga harus menguasai kegiatan yang akan diselenggarakan dan berkerjasama dengan semua yang terlibat dalam kegiatan tersebut. MC sebaiknya terlibat langsung dalam proses acara. “MC harus menguasai acara secara detail, setiap ada perubahan selalu cek dan ricek sampai dengan dimulainya acara,” papar wanita yang dulunya bercita-cita jadi Polwan atau Kowad. Any menceritakan dirinya menjadi MC acara-acara kenegaraan di DPR RI, di tahun 1996 berawal dari tawaran Afif Ma’ruf Sekjen DPR RI saat itu, kemudian ditetapkan melalui Rapat Pimpinan DPR RI dimana waktu itu Wahono sebagai Ketua DPR RI. Merasa sebagai batu ujian, tawaran tersebut diiyakan dan tanpa disia-siakan. “Kapan lagi kesempatan emas itu akan datang,” pikirnya. Karena selama kurang lebih enam tahun dirinya menjadi MC cadangan untuk Pidato Kenegaraan Presiden mendampingi Suwardjo yang sudah menjadi MC selama 32 tahun. Saat pertama kali akan bertugas menjadi MC acara kenegaraan DPR RI, ibu dua anak ini menceritakan, di malam sebelum hari H tersebut, dirinya tidak bisa tidur, stress berat, begitu kenangnya. Any mengaku tidak grogi namun takut salah. Alhamdulillah acara tersebut berjalan lancar. “Ini merupakan kesempatan bagi saya, kalau gagal hancurlah saya,” papar wanita yang kurang lebih 22 tahun menjadi MC di DPR RI. “Dan Alhamdulillah saya sudah dipercaya menjadi MC Pidato Presiden dan Sidang Umum MPR RI sejak kepemimpinan Presiden Soeharto sampai dengan sekarang,” ungkapnya dengan rendah hati. Dari sekian acara dimana Any se-
Menurutnya kunci utama seorang MC pada saat bertugas harus selalu konsentrasi, tanggap dan mampu melihat serta membaca situasi dan kondisi. bagai pemandu acaranya, ada satu pengalaman menarik, yaitu pada paripurna DPR RI dalam rangka HUT DPR RI ke 66 yang diselenggarakan 6 September 2011 lalu, saat acara menyanyikan Lagu Indonesia Raya, kaset rekaman musik mati. Dalam kondisi demikian, dirinya langsung mengambil inisiatif cepat memandu Anggota DPR RI untuk menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. “Mohon maaf saya akan memandu lagu Indonesia Raya,” ucapnya saat itu. Namun baru satu bait dinyanyikan, tiba-tiba rekaman musik menyala, kejadian ini sempat membuat para Anggota DPR RI menjadi bingung, namun pada akhirnya semua dapat berjalan dengan lancar. Saat itu sempat ada kekhawatiran apakah tindakan tersebut salah, namun dengan keyakinannya Any merasa itulah tindakan terbaik yang harus dilakukakn. Dan tindakannya tersebut mendapatkan apresiasi dari Sekretariat. Menurutnya kunci utama seorang MC pada saat bertugas harus selalu
konsentrasi, tanggap dan mampu melihat serta membaca situasi dan kondisi. Dan diharapkan dengan cepat dan tepat mengambil keputusan untuk tetap memegang kendali acara agar acara dapat berjalan dengan baik. Namun bagaimanapun suksesnya suatu acara bukan monopoli MC semata, tetapi banyak faktor lain yang mendukung. MC harus selalu berkoordinasi dengan semua pihak terkait. Hal senada diungkapkan Dian Arivani salah satu MC muda di Setjen DPR RI. Menurutnya seorang MC harus mempunyai kualitas vocal yang baik dan jelas/lantang, tapi bukan berarti suara yang berat tapi harus memiliki karakter. Dan MC yang baik adalah MC yang menguasai seluruh jalannya suatu acara dan tanggap mengambil keputusan jika sesuatu hal terjadi pada acara tersebut. Karena dalam sebuah pelaksanaan acara, belum tentu berjalan sesuai rencana. (sc) ***
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
65
POJOK PARLE
Oh …….. Bengawan Solo Baru-baru ini, Parlemen Indonesia dipercaya lagi menjadi tuan rumah Asia Parliamentary Assembly (APA) yang diselenggarakan di Solo.
A
cara berlangsung lancar, walaupun dua hari sebelum pembukaan sidang bom bunuh diri terjadi di kota ini. Bahkan sebelumnya banyak kalangan menyangsikan apakah sidang tersebut tetap akan berlangsung di kota Solo mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Namun kekhawatiran tersebut tidak beralasan, terbukti anggota Delegasi Parlemen Asia yang sudah mendaftarkan diri untuk hadir, tidak ada satu pun yang membatalkan kehadirannya. Dan memang tidak ada yang perlu ditakutkan, karena kota Solo terbukti aman dan damai sampai berakhirnya sidang APA ini. Selain sebagai kota Batik, Solo sangat dikenal lewat lagunya “Bengawan Solo”. Lagu keroncong ka-
rangan pencipta legendaris Gesang ini bahkan sangat terkenal di beberapa Negara. Delegasi asal Cina Ma Wenpu mengatakan, lagu tersebut telah diterjemahkan dalam Bahasa Cina dan sering dinyanyikan oleh artis-artis di negaranya. “Dalam acara di televisi, lagu Bengawan Solo sering dinyanyikan,” katanya. Dia pun mengaku bisa menyanyikan lagu tersebut serta mengetahui sejarah sungai yang bermuara di Laut Jawa tersebut. Jika sebelumnya Delegasi Parlemen Asia hanya mengenal kota Solo dari sebuah lagu, kesempatan inilah bagi anggota delegasi melihat langsung keindahan kota Solo. Untuk mengobati rasa penasaran anggota Delegasi APA, usai penutupan sidang, Ketua Badan Kerjasama
Anggota Delegasi APA saat berkunjung ke sungai Bengawan Solo
66
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
Antar Parlemen (BKSAP) Hidayat Nur Wahid mengatakan, anggota Delegasi Parlemen Asia akan diajak untuk melihat Sungai Bengawan Solo. Ajakan Hidayat ini memang di luar jadwal yang telah ditentukan. Tapi mungkin, karena anggota delegasi banyak yang penasaran ingin melihat langsung sungai yang terkenal itu, maka jadwal itu pun diselipkan sebelum acara makan malam di Mangkunegaran. Persiapan pun segera dilaksanakan, dan sebelum Delegasi Parlemen Asia menuju sungai Bengawan Solo, salah seorang anggota delegasi bertanya kepada Sekretariat BKSAP. “Seperti apakah sungai Bengawan Solo itu, apakah bagus,” tanyanya dengan penasaran. Staf BKSAP yang ditanya dengan mantap menjawab :” bagus, bagus, sungai Bengawan Solo itu bagus,” jawabnya meyakinkan. Rombongan delegasi pun menuju
sungai tersebut dan semua rombongan segera turun menuju lokasi. Namun apa yang dilihat di lapangan berbeda dengan indahnya syair lagu “Bengawan Solo” yang sangat terkenal itu. Air sungai Bengawan Solo sudah semakin surut dan hampir mendekati kekeringan, kondisi lingkungan sekitar pun tidak ada yang menarik. Yang terlihat hanya beberapa penjual kelapa muda yang ada di lokasi tersebut. Melihat kondisi tersebut, anggota delegasi yang bertanya tadi kemudian menghampiri staf BKSAP. Melihat dari jauh anggota delegasi itu menghampirinya, maka staf tersebut buru-buru langsung menjauh dari lokasi tersebut. Dia pun tidak menyangka bahwa Sungai Bengawan Solo kondisinya seperti itu. Padahal sebenarnya dia pun belum tahu sungai itu, bahkan dia belum pernah ke kota Solo. Temannya pun berkata :” wah ……… bagus ya Bengawan Solo itu,” kata temannya sambil tersenyumsenyum. Dia pun menjawab :” saya juga nggak tahu, saya pikir Sungai Benga-
wan Solo itu indah untuk dikunjungi sebagai obyek wisata, tapi ternyata…………… Makanya, kata temannya, kalau belum tahu tanya dulu kondisi yang sebenarnya, jangan-jangan anggota delegasi itu cari kamu terus,” kata
temannya sambil terus meledek. “Duh nasib…………… maksudnya sih mau memberi informasi, tapi ternyata di luar dugaan, habis yang terbayang hanya indahnya lagu Bengawan Solo yang sekarang memang tinggal Riwayatmu Kini …………….. (tt)
Anggota Delegasi APA saat melepas dahaga dengan meminum air kelapa yang ada di bengawan solo. | PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |
67
POJOK PARLE
68
| PARLEMENTARIA | Edisi 87 TH. XLII, 2011 |