Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
KECERNAAN BAHAN KERING IN SACCO TUMPI JAGUNG DAN KULIT KOPI SUBSTRAT TUNGGAL DAN KOMBINASI SEBAGAI PAKAN BASAL SAPI POTONG (The Dry Matter In Sacco Digestibility of Corn Waste and Coffee Pod on Single and Mix Substrates as Basal Feed of Beef Cattle) DICKY PAMUNGKAS1 dan R. UTOMO2 1
Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2, Grati, Pasuruan 2 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
ABSTRACT In order to formulate the balance and efficient diets, the fermentation aspect should be considered maximally even for minimizing the nutrient loss during fermentation process. The in sacco digestibility was carried out to examine degradation characteristic of corn waste and coffee pod as basal diet of beef cattle. Six substrates of feed stuff sample including corn waste, coffee pod, 20% corn wash 80% coffee pod (T2K8), 80% corn wash 20% coffee pod (T8K2), 40% corn wash 60% coffee pod (T4K6) and 60% corn wash 40% coffe pod (T6K4) were inserted into the nylon bag (pore size of 40 – 50 µm) and incubated in the rumen (within 0, 3, 6, 9, 12, 24, 48 and 72 hours), of three fistulated cows. Each sample was made duplo. To differentiate the results on each sample statistically Mean Test was applied. Result showed that within 3 hours of incubation no significant difference was observed on dry matter loss of single substrate (27.17 vs 29.34%) within 3 hours of incubation. The same results were found in either 6, 9, 12 or 24 hours of incubation. Meanwhile at 48 hours, of incubation, mixed substrates of T8K2 showed the highest DM dissapearance (54.43%) and the lowest was found in single substrate of coffee pod (44.95%). It is concluded that mixed substrates of corn waste and coffee pod as of 80 : 20% could be considered as basal diet of beef cattle. Key Words: Corn waste, Coffee pod, Digestibility, In Sacco ABSTRAK Upaya merancang formula pakan yang seimbang dan ekonomis seharusnya mengambil manfaat secara maksimal aspek fermentasi dalam rumen dan sekaligus meminimalkan kemungkinan hilangnya nutrien akibat fermentasi. Suatu percobaan in sacco telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju degradasi bahan kering tumpi jagung dan kulit kopi dan menentukan imbangan terbaiknya yang akan digunakan sebagai pakan basal sapi potong. Sebanyak 6 substrat sampel bahan berupa 100% tumpi jagung, 100% kulit kopi, 20% tumpi jagung 80% kulit kopi (T2K8), 80% tumpi jagung 20% kulit kopi (T8K2), 40% tumpi jagung 60% kulit kopi (T4K6) dan 60% tumpi jagung 40% kulit kopi (T6K4) dimasukkan ke dalam kantong nilon (ukuran 4 x 11 cm dan berporus 40 – 50 µm) dan diinkubasikan ke dalam rumen (0, 3, 6, 9, 12, 24, 48 dan 72 jam), yakni pada 3 ekor ternak sapi berfistula. Masing-masing sampel substrat dibuat duplo. Uji statistik yang digunakan adalah Uji Beda Rata-Rata (Mean Test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada inkubasi 3 jam tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap persentase BK yang hilang substrat tunggal tumpi jagung dan kulit kopi (27,17 vs 29,34%). Hal yang sama juga terjadi pada inkubasi 6, 9, 12 dan 24 jam. Setelah inkubasi 48 jam, subtrat tumpi jagung menunjukkan persentase kehilangan bahan kering lebih tinggi dibandingkan kulit kopi. Inkubasi 48 jam, substrat kombinasi T8K2 menunjukkan persentase kehilangan BK tertinggi (54,43%) dan substrat tunggal kulit kopi persentase terendah (44,95 %). Dengan demikian kombinasi tumpi jagung 80% dan kulit kopi 20% dipertimbangkan sebagai pakan basal. Kata Kunci: Tumpi Jagung, Kulit Kopi, Kecernaan, In Sacco
205
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PENDAHULUAN Tumpi jagung yang bersifat amba (bulky) merupakan limbah industri pemipilan/ perontokan biji jagung. Keberadaan tumpi pada jagung pipil kering sawah dapat memperlambat proses pengeringan jagung. Pabrik pakan unggas yang melakukan penyimpanan jagung pipilan dalam silo, keberadaan tumpi dapat menyumbat silo karena tumpi dapat berkumpul dan membentuk lapisan tebal di dalam silo. Jumlah tumpi pada jagung pipilan mencapai 2%. Dibandingkan dengan bahan pakan amba yang lain seperti kulit kopi ataupun kulit kacang, harga tumpi adalah lebih murah (ANONIMUS, 2005). Kandungan BK, PK, LK, SK dan TDN tumpi jagung berturut-turut adalah 87,38, 8,65, 0,53, 21,29 dan 48,47% (WAHYONO dan HARDIYANTO, 2004). Satu hal yang menjadikan tumpi jagung mempunyai nilai lebih adalah karena tidak bersaing dengan kebutuhan unggas, teksturnya kasar dan umumnya kurang disukai oleh peternak sapi perah pemberian tumpi jagung dalam bentuk basah (sebagai comboran) akan terapung (MARIYONO et al., 2005). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tumpi jagung merupakan salah satu bahan filler penyusun pakan lengkap dan dapat digunakan sebagai substitusi konsentrat; apabila dikombinasikan dengan penambahan suplemen akan memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan produksi. MARIYONO et al. (2005) melaporkan bahwa pemberian kombinasi tumpi jagung (ad libitum) dan 1,5 kg konsentrat pada sapi betina bunting 3 bulan dengan bobot badan 220 – 260 kg yang memperoleh pakan basal rumput Gajah dan jerami padi dapat menurunkan biaya pemeliharaan dibandingkan dengan yang diberi pakan basal+ konsentrat ad libitum dengan tidak menghasilkan perbedaan nyata terhadap berat badan ternak. Penggemukan sapi potong dengan menggunakan pakan basal jerami padi segar, rumput gajah dan tumpi jagung dengan penambahan konsentrat 1,5% BB memberikan keuntungan usaha sebesar Rp. 100.208/bulan atau sebesar 2,5% per bulan dari pembelian sapi sebagai modal awal. Pemanfaatan tumpi jagung sebagai pakan basal yang disuplementasi prebiotik pada sapi PO bunting mampu menghasilkan pedet dengan berat lahir > 23 kg serta mampu mempertahankan dan
206
meningkatkan produksi susu induk minimal 1 kg/hari (PAMUNGKAS et al., 2004). UMIYASIH et al. (2006) melaporkan bahwa pemanfaatan tumpi jagung dalam ransum sapi potong memberikan efek positif terhadap produksi serta dapat mengefisiensikan biaya pakan. Pengembangan pemanfaatan tumpi jagung sebagai pakan sapi potong dapat dilakukan di kawasan sentra produksi jagung sehingga dengan pola crop livestock system (CLS), petani peternak akan memperoleh income dari dua komoditas yakni dari usaha tanaman dan usaha ternak. Pemanfaatan kulit biji kopi sebagai pakan ternak belum optimal. Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 45% kulit kopi, 10% lendir, 5% kulit ari dan 40% biji kopi (untuk manusia). UTOMO (1982) melaporkan bahwa daging buah kopi dihasilkan pada pengolahan buah kopi baik secara kering atau basah. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pada pengolahan cara kering akan dihasilkan daging buah kopi yang berserat dan sedikit kasar. Harga kulit kopi sangat murah, terutama pada saat musim panen raya (Juli – Agustus). Kulit kopi mempunyai kandungan BK, PK, LK, SK dan TDN sebesar 91,77, 11,18, 2,5, 21,74 dan 57,20% (ANONIMUS, 2005). Namun demikian kulit kopi hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia dan sebagian besar lainnya dibuang atau dibenamkan dalam tanah untuk digunakan sebagai pupuk organik pada lahan perkebunan. Pada usaha pembibitan sapi potong, kulit kopi dapat menggantikan konsentrat komersial hingga 20%. Karakteristik bahan pakan asal limbah pertanian berdasarkan informasi kandungan nutrien dan kecernaannya merupakan suatu hal yang harus dipahami guna menyusun formulasi ransum yang seimbang dan efisien ditinjau dari aspek pemanfaatan dan fermentasi dalam rumen. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan yang mempertimbangkan laju degradasi bahan kering tumpi jagung dan kulit kopi dan menentukan imbangan terbaiknya yang akan digunakan sebagai pakan basal sapi potong. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mekanisme dan faktor-faktor dominan pada proses pencernaan sapi potong dengan suplementasi karbohidrat dan protein yang diberi pakan basal tumpi jagung dan kulit biji kopi. Manipulasi pencernaan sebagai suatu
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
strategi peningkatan efisiensi pakan dapat berhasil dengan baik apabila didukung dengan studi kecernaan secara mendasar sehingga dapat diketahui secara akurat mekanisme kecernaan dalam saluran pencernaan. MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan Penelitian Kerjasama KKP3T Litbang Pertanian dengan Universitas Gadjah Mada tahun anggaran 2008. Penelitian dilaksanakan di kandang percobaan dan laboratorium Teknologi Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM mulai bulan April sampai dengan Agustus 2008. Ternak yang digunakan adalah tiga ekor sapi peranakan Ongole (PO) betina umur (10 – 18 bulan) dengan rataan bobot badan 217 ± 12 kg. Selama periode inkubasi, ternak diberikan pakan standar berupa rumput gajah dan konsentrat komersial (kandungan protein 12%, TDN 65%), masing-masing sebesar 3% dan 1% dari berat badan ternak. Kandang berupa kandang individu berukuran (180 x 210) cm; dilengkapi tempat pakan dan minum. Kantong nilon yang digunakan adalah berukuran (6 x 11) cm dan berporositas 40 – 50 µm. Sampel bahan pakan yang digunakan berupa: tumpi jagung, kulit kopi, dan kombinasinya sebagaimana tercantum dalam Tabel 1. Jumlah masing-masing sampel dibuat duplo. Sebelum dimasukkan ke dalam kantong nilon, sampel diperkecil ukuran partikelnya menggunakan Willey Mill hingga berukuran 1 – 2 mm. Berat sampel ditimbang per kantong sejumlah 4 g dan dibuat duplo. Sampel yang telah ditimbang dan diberi label kemudian
dimasukkan ke dalam kantong dan diikat dengan menggunakan karet dan senar untuk dikumpulkan menjadi satu rumpun dan diberi pemberat. Rumpun kantong dimasukkan ke dalam rumen ternak yang berfistula untuk inkubasi 0, 3, 6, 9, 12, 24, 48 dan 72 jam. Kantong yang telah diambil dari rumen pada saat inkubasi tertentu segera dicuci/dibilas dengan air mengalir hingga bening. Kemudian kantong dimasukkan kedalan oven (55oC) selama 48 jam. Setelah itu kantong diambil dengan bantuan desicator. Kantong dan sampel didiamkan 30 menit; kemudian dilakukan penimbangan berat kantong dan sampel. Penentuan hilangnya sampel berdasarkan berat sampel sebelum inkubasi dikurangi berat sampel setelah inkubasi dibagi dengan berat sampel sebelum inkubasi. Jumlah sapi (3 ekor) sebagai ulangan dan perbedaan kecernaan masing-masing bahan dilakukan dengan menggunakan Uji Beda rata-rata (Mean test) setiap waktu inkubasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Laju degradasi bahan kering substrat tunggal Hasil analisis proksimat kandungan nutrien tumpi jagung dan kulit kopi tercantum dalam Tabel 2. Tampak bahwa kandungan protein kasar tumpi (8,7%) lebih tinggi dibandingkan kulit kopi (6,6%); sedangkan kandungan NDF tumpi (68,1%) lebih tinggi dibanding kulit kopi (60,6%). Namun demikian kandungan ADF kulit kopi (57,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan tumpi (24,8%).
Tabel 1. Imbangan bahan pakan basal (% BK) Nama bahan
K
T2K8
T4K6
T6K4
T8K2
T
Tumpi jagung
0
20
40
60
80
100
Kulit biji kopi
100
80
60
40
20
0
Tabel 2. Hasil analisis proksimat bahan pakan basal dan suplemen (% BK) Nama bahan
BK
BO
PK
LK
NDF
ADF
Ca
P
Tumpi
87,3
78,1
8,7
0,89
60,2
24,8
0,09
0,51
Kulit kopi
89,7
72,9
6,6
0,72
68,1
57,7
0,13
0,31
Sumber: LABORATORIUM NUTRISI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG (2008)
207
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Persentase hilangnya sampel dari kantong yang telah diinkubasikan merupakan asumsi sejumlah bahan pakan yang telah didegradasi oleh mikroba rumen. Data dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa pada inkubasi 3 sampai 12 jam di dalam rumen tidak menunjukkan perbedaan nyata antar kedua substrat. Sampai 12 jam inkubasi, persentase hilangnya BK substrat tumpi jagung sebesar 37,68% sedangkan kulit kopi 38,39%; sedangkan hingga 24 jam inkubasi, tidak ada substrat yang terdegradasi hingga 50%. Namun demikian persentase hilangnya BK substrat tumpi jagung lebih tinggi (48,82%) dibandingkan dengan kulit kopi (38,39%). Hal yang sama ditunjukkan pada inkubasi 48 dan 72 jam, secara nyata (P < 0,05) tumpi jagung tampak lebih tinggi dibandingkan dengan kulit kopi. Laju degradasi substrat tunggal tumpi jagung dan kulit kopi pada inkubasi 3, 6, 9 hingga 72
jam masing-masing diilustrasikan dalam kurva degradasi sebagaimana tercantum Gambar 1 dan 2. Sedangkan washing loss (nilai a) yang merupakan substrat yang tidak terdegradasi pada tumpi jagung dan kulit kopi masingmasing-masing adalah 25,59 dan 25,76% (Tabel 4). Tabel 4. Nilai washing loss (a) substrat tunggal dan kombinasi (%) Substrat
Washing loss (a)
Tumpi jagung tunggal
25,59
Kulit kopi tunggal
25,76
Kombinasi T4K6
29,64
Kombinasi T6K4
30,18
Kombinasi T2K8
30,09
Kombinasi T8K2
30,50
Tabel 3. Laju degradasi bahan kering substrat tunggal tumpi jagung dan kulit kopi pada beberapa waktu inkubasi (%) Substrat tunggal
Waktu inkubasi (jam) 3
6
9
12
24
48
72
Tumpi jagung
27,17 ± 0,60a
30,11 ±1,70a 33,37 ± 2,02a 37,68 ± 1,70a
48,82 ± 2,61b
64,07 ± 3,85b
66,67± 1,77b
Kulit kopi
29,34 ±1,44a
30,79 ± 0,43a 33,71 ± 1,94a 36,74 ± 1,39a
38,39 ± 1,29a
44,95 ± 0,69a
44,59 ± 1,27a
Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)
Degradation curve 80
DM loss (%)
60
1 2
40
3 20
Log. (1)
0 0
20
40
60
80
Hours of incubation
Gambar 1. Kurva degradasi substrat tunggal tumpi jagung
208
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Degradation curve
DM loss (%)
60
40
1 2 3
20
Log. (1) 0 0
20
40
60
80
Hours of incubation
Gambar 2. Kurva degradasi substrat tunggal kulit kopi 1,2 dan 3 = ulangan/sapi; Log.(1) = fit curve
Karakteristik degradasi bahan kering substrat kombinasi Bahan pakan tumpi jagung dan kulit kopi dikombinasikan untuk mencari imbangan terbaik yang akan digunakan sebagai pakan basal dalam tahapan penelitian selanjutnya. Penyusunan berdasarkan masing-masing bahan kering (dry matter content) terdiri atas empat imbangan yakni (1) tumpi jagung 80%: kulit kopi 20% (T8K2), (2) tumpi jagung 20%: kulit kopi 80% (T2K8), (3) tumpi jagung 60%: kulit kopi 40% (T6K4) dan (4) tumpi jagung 40% :
kulit kopi 60% (T4K6). Data dalam Gambar 3 mengilustrasikan laju degradasi masing-masing substrat kombinasi tumpi jagung dan kulit kopi. Laju degradasi masing-masing susbtrat kombinasi pada inkubasi 3, 6, 12 dan 24 jam tidak menunjukkan perbedaan nyata (P > 0,05). Inkubasi 3 jam, persentase kehilangan BK pakan substrat berkisar 29,27% hingga 30,86%. Sedangkan inkubasi 24 jam, persentase kehilangan BK belum mencapai 50%, yakni antara 43,62% hingga 45,24%. Inkubasi 48 jam antar masing-masing substrat kombinasi menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05).
(% )
70 60
3 jam
50
6 jam 9 jam
40
12 jam
30
24 jam
20
48 jam
10
72 jam
0 T8K2
T2K8
T6K4
T4K6
Substrat kombinasi
Gambar 3. Laju degradasi substrat kombinasi pada masing-masing inkubasi
209
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Degradation curve
Degradation curve
80
60
1 2
40
3
D M lo ss (% )
DM loss (%)
60 40
1 2 3
20
Log. (1)
20
Log. (1)
0
0 0
20
40
60
80
0
20
Hours of incubation
Substrat kombinasi T8K2
60
80
Substrat kombinasi T2K8
Degradation curve
Degradation curve
60
80
60
40
1 2 3
20
D M lo ss (%)
DM loss (%)
40 Hours of incubation
Log. (1)
1 2
40
3 Log. (1)
20
0
0 0
20
40
60
80
0
Hours of incubation
20
40
60
80
Hours of incubation
Substrat kombinasi T4K6
Substrat kombinasi T6K4
Gambar 4. 1,2 dan 3 = ulangan/sapi; Log.(1) = fit curve
Persentase kehilangan tertinggi terdapat pada substrat kombinasi T8K2 yakni 54,43%, diikuti T4K6 (51,31%), T6K4 (47,38%) dan T2K8 (47,31%). Adanya perbedaan ini menunjukkan perbedaan aktivitas mikroba dalam mencerna substrat kombinasi terkait dengan enzim ekstraseluler yang dihasilkan. Washing loss substrat kombinasi T8K2, T2K8, T6K4 dan T4K6 masing-masing adalah 30,50, 30,09, 30,18 dan 29,64%. Apabila dibandingkan dengan substrat tunggal maka terdapat peningkatan. Adanya perbedaan ini menunjukkan kemampuan hilangnya substrat kombinasi dari pencucian air; sehingga merrpakan inisiasi dari hilangnya substrat sebelum diinkubasikan ke dalam rumen.
210
Dari ilustrasi di atas dapat dicermati laju degradasi bahan kering masing-masing bahan pakan, khususnya pada substrat kombinasi. Substrat kombinasi T8K2 merupakan alternatif terbaik untuk digunakan sebagai pakan basal, dengan pertimbangan mempunyai laju degradasi bahan kering tercepat dibandingkan dengan substrat kombinasi lain, khususnya pada inkubasi 48 jam. KESIMPULAN 1. Kecernaan in sacco substrat tunggal tumpi jagung dan kulit kopi serta kombinasinya tidak menunjukkan perbedaan nyata hingga inkubasi 24 jam.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
2. Setelah inkubasi 48 jam, subtrat tumpi jagung menunjukkan persentase kehilangan bahan kering lebih tinggi dibandingkan kulit kopi. 3. Substrat tumpi 80% dan kulit kopi 20% (T8K2) merupakan kombinasi terbaik untuk digunakan sebagai pakan basal berdasarkan karakter kecernaan bahan kering secara in sacco. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2005. Hasil Analisis Proksimat Bahan Pakan Asal Limbah Pertanian. Laporan Tahunan. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati. MARIYONO, D.B. WIYONO dan HARTATI. 2005. Teknologi pakan murah untuk sapi potong: Optimalisasi pemanfaatan tumpi jagung. Laporan Tahunan Loka Penelitian Sapi Potong, Grati.
PAMUNGKAS, D., U. UMIYASIH, Y.N. ANGGRAENY, N.H. KRISHNA, L. AFFANDHY dan MARIYONO. 2004. Teknologi Peningkatan Mutu Biomas Lokal untuk Penyediaan Pakan Sapi Potong. Laporan Akhir. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati. UMIYASIH, U., Y.N. ANGGRAENY dan N.H. KRISHNA. 2006. Pemanfaatan tumpi jagung dalam ransum sapi potong terapan LEISA. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 154 – 158. UTOMO, R. 1982. Kemungkinan penggunaan daging buah kopi (coffee pulp) untuk ransum ayam pedaging. Laporan Penelitian. Proyek PPTUGM Tahun. 1981/1982. Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. WAHYONO, D.E. dan R. HARDIYANTO. 2004. Pemanfaatan sumberdaya pakan lokal untuk pengembangan usaha sapi potong. Pros. Lokakarya Nasional Sapi Potong, Yogyakarta.
211