Jangga Haris Setyadi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):170-175, April 2013
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK TONGKOL JAGUNG (Zea mays) YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger SECARA IN VITRO (IN VITRO DIGESTIBILITY OF DRY MATTER AND ORGANIC MATTER OF CORN COB FERMENTED BY VARIOUS LEVELS OF Aspergillus niger) Jangga Haris Setyadi, Tri rahardjo, Suparwi Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. Banyumas
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui kecernaan bahan kering dan bahan organik pada tongkol jagung terfermentasi dengan berbagai level Aspesgillus niger Materi penelitian yang digunakan adalah tongkol jagung, Aspesgillus niger, cairan rumen sapi yang diambil dari Rumah Potong Hewan (RPH) segera setelah sapi dipotong. Metode penelitian yang digunakan adalah experimental secara in vitro yang dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diuji adalah R0 = Tongkol jagung tanpa terfermentasi Aspergillus niger, R1 = Tongkol jagung terfermentasi Aspesgillus niger 2%, R2 = Tongkol jagung terfermentasi Aspesgillus niger 4%, dan R3 = Tongkol jagung terfermentasi Aspesgillus niger 6%, dengan perlakuan diulang lima kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dilanjutkan dengan uji orthogonal polinomial. Hasil penelitian menunjukan bahwa fermentasi dengan Aspergillus niger pada tongkol jagung berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Berdasarkan uji orthogonal polynomial perlakuan berpengaruh secara kubik (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik dengan persamaan kecernaan bahan kering Y = 29.34 + 6.38 X – 4.98 X2 + 0.57 X3 dan koefisien determinasi (r2) 95.63%, sedangkan persamaan kecernaan bahan organik Y = 30.170000 + 17.331500 X - 9.3755000 X2+ 0.98387500 X3 dan koefisien determinasi (r2) 97,06%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecernaan bahan kering tongkol jagung paling optimal pada level 0.73% Aspergillus niger yang memiliki kecernaan bahan kering sebesar 31.56% dan menghasilkan kecernaan bahan organik paling optimal pada level penambahan 1.12% yaitu sebesar 39.2%. Kata kunci : Tongkol jagung fermentasi, Aspergillus niger, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik ABSTRACT The aim of the research was to examine the digestibilities of dry matter and organic matter of corn cobs fermented by various levels of Aspergillus niger. The materials used were Aspergillus niger corn cob, Aspergillus niger, and cow rumen fluid that was taken from the Slaughter House (SH) immediately after the cow was slaughtered. The method of the research was in-vitro, experimental that was designed using a Completely Randomized Design (CRD). The treatments tested were R0 = corn cob without fermentation by Aspergillus niger, R1 = corn cob fermented by 2% Aspergillus niger, R2 = corn cob fermented by 4% Aspergillus niger and R3 = corn cob fermented by 6% Aspergillus niger, and each treatment was repeated five times. The data were analyzed using Analysis of Variance and then followed by Orthogonal Polynomial Test. The results of the Analysis of Variance indicated that fermentation by Aspergillus niger on corn cob affected highly significantly (P<0.01) the digestibilities of dry matter and organic matter. Based on Orthogonal Polynomial Test, the treatment influenced in cubic shape (P<0.01) on digestibility of dry matter with an equation Y = 29.34 + 6.38 X – 4.98 X2 + 0.57 X3 and the coefficient of determination (r2) of 95.63%, whereas on digestibility of organic matter with an equation Y = 30.170000 + 17.331500 170
Jangga Haris Setyadi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):170-175, April 2013
X - 9.3755000 X2+ 0.98387500 X3 and the coefficient of determination (r2) of 97.06%. Based on the results of the research it can be concluded that the treatment of corn cob fermentated by Aspergillus niger, the addition of 0.73% Aspergillus niger resulted in digestibility of dry matter as much as 31.56 percent and the addition of 1.12% Aspergillus niger resulted in digestibility of dry matter as much as 39.2 percent. Keywords : Fermentation of corn cobs, Aspergillus niger, digestibility of dry matter, organik matter digestibility PENDAHULUAN Tongkol jagung merupakan bagian dari buah jagung yang telah diambil bijinya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ketersediaan tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 3.482.839 ton, pada tahun 2007 sebesar 3.986.258 ton, dan pada tahun 2008 tongkol jagung ada sekitar 4.456.215 ton. Komponen tanaman jagung tua dan siap panen terdiri atas 38% biji, 7% tongkol, 12% kulit, 13% daun dan 30% batang (Perry et al., 2003). Komposisi nutrient tongkol jagung terdiri dari bahan kering 90,0%; protein kasar 2,8%; lemak kasar 0,7%; abu 1,5%; serat kasar 32,7%; selulosa 25,0%; lignin 6,0%; dan ADF 32,0% (Murni, 2008). Tongkol jagung dapat diberikan kepada ternak ruminansia yang pada umumnya digunakan sebagai pengganti sumber serat dan harus diimbangi dengan pemberian konsentrat. Menurut Maynard et al. (1983). Tongkol jagung tergolong pakan serat bermutu rendah, kecernaan dan palatabilitasnyapun rendah. Rendahnya kecernaan disebabkan kandungan lignin yang tinggi yang membentuk komplek dengan selulosa dan hemiselulosa, Oleh karena itu agar nilai gizi dan kecernaannya dapat ditingkatkan perlu dilakukan pengolahan. Salah satu alternatif peningkatan mutu bahan pakan adalah teknik fermentasi (Umiyasih et al., 2008). Salah satu upaya untuk meningkatkan kecernaan serta nilai nutrisi tongkol jagung dengan cara tongkol jagung yang sudah digiling atau dihaluskan kemudian difermentasi menggunakan Aspergillus niger. Fermentasi dengan menggunakan kapang memungkinkan terjadinya perombakan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih tersedia, sehingga diharapkan pula nilai nutrisinya meningkat (Supriyati et al., 1998). Kandungan lignin pada tongkol jagung yang dapat menghambat hidrolisis tersebut dapat diatasi dengan delignifikasi. Proses deliginfikasi yaitu dengan cara penggilingan tongkol jagung. Selain itu, enzim lignase yang juga diproduksi oleh Aspergillus niger dapat memecah ikatan lignin polisakarida menjadi bagian yang lebih sederhana. Yulistiani et al. (2011) melaporkan bahwa, pengolahan tongkol jagung dengan fermentasi Aspergillus niger sebanyak 0,5 gram per 100 gram tongkol jagung tidak secara signifikan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik. Kecernaan bahan kering dan bahan organik tongkol jagung yang difermentasi dengan Aspergillus niger lebih tinggi yaitu berturut-turut sebesar 47,2 % dan 47,5% dibanding kecernaan bahan kering dan bahan organik perlakuan kontrol (tanpa pengolahan) berturut-turut sebesar 45,5% dan 42%. Semakin tinggi penggunaan Aspergillus niger akan meningkatkan kadar kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada tongkol jagung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi peningkatan kualitas tongkol jagung yang difermentasi dengan Aspergillus niger terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organiknya. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai peningkatan kualitas tongkol jagung yang difermentasi dengan Aspergillus niger dan meningkatkan penggunaan tongkol jagung sebagai pakan ternak ruminansia. 171
Jangga Haris Setyadi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):170-175, April 2013
MATERI DAN METODE Materi Materi yang digunakan dalam penelitian adalah tongkol jagung, Aspergillus niger, mineral vitamin dan cairan rumen sapi sebagai inokulum Perlakuan yang diuji adalah : R0 = Tongkol jagung Tanpa difermentasi R1 = Tongkol jagung difermentasi dengan level Aspergillus niger 2 % R2 = Tongkol jagung difermentasi dengan level Aspergillus niger 4 % R3 = Tongkol jagung difermentasi dengan level Aspergillus niger 6 % Tongkol jagung di fermentasi selama 3 minggu. Metode Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental secara in vitro menggunakan metode Tilley dan Terry (1963). HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian menunjukkkan bahwa rataan kecernaan bahan kering (KBK) masing-masing perlakuan adalah 29,34% ± 3,77 (R0); 26,70 ± 0,78 (R1); 11,42 ± 0,73 (R2); 10,72 ± 1,11 (R3). Hasil penelitian menunjukan bahwa kecernaan bahan kering tongkol jagung paling tinggi adalah pada level 0% (R0). Tongkol jagung tanpa fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan tongkol jagung yang difermentasi dengan Aspergillus niger pada level 2% (R1), 4% (R2) dan 6% (R3). Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Yulistiani et al. (2011) yang melaporkan bahwa pengolahan tongkol jagung dengan fermentasi Aspergillus niger pada level 0,5% mampu meningkatkan kecernaan bahan kering dimana kecernaan bahan kering tongkol jagung yang difermentasi dengan Aspergillus niger lebih tinggi yaitu sebesar 47,2% dibanding tongkol jagung tanpa fermentasi yaitu sebesar 45,5%. 35
Y = 29.34 + 6.3803333 X - 4.9835 X2 + 0.56716667 X3 R2 =95.63%
30 % KBK
25 20 15 10 5 0 0
1
2 3 Level aspergillus (%)
4
5
6
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Aspergillus niger terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil analisis kecernaan bahan kering tongkol jagung fermentasi paling optimal terjadi pada level 0,73% suplementasi Aspergillus niger yang memiliki kecernaan bahan kering sebesar 31,56%. Lain halnya dengan fermentasi tongkol jagung dengan Aspergillus niger pada level 6% (R3) yang 172
Jangga Haris Setyadi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):170-175, April 2013
memiliki kecernaan bahan kering terendah dibanding perlakuan lainnya. Namun, kecernaan bahan kering paling rendah terjadi pada level 5,12% suplementasi Aspergillus niger yang memiliki rataan kecernaan bahan kering paling rendah sebesar 7,49%. Adanya level penambahan Aspergillus niger pada 0, 2, 4 dan 6% dalam peneletian ini ini bertujuan untuk mengetahui level yang tepat dalam proses fermentasi tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger. Hal ini dikarenakan selain jenis mikroorganisme, jumlah mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil fermentasi. Kecernaan bahan kering tongkol jagung tanpa fermentasi (R0) yang paling tinggi (29,34% ± 3,77) bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya (R1, R2, dan R3) menunjukan bahwa fermentasi tongkol jagung dengan Aspergillus niger pada level 2, 4, dan 6% bukanlah level yang tepat untuk meningkatkan kecernaan bahan kering. Terlihat pada Gambar 1. bahwa pada perlakuan R 1, R2 dan R3 kecernaan bahan kering terus mengalami penurunan. Namun, dari hasil analisis menunjukan bahwa level Aspergillus niger yang tepat dalam proses fermentasi tongkol jagung adalah sebesar 0,73%. Hal tersebut dikarenakan pada level 0,73% memiliki kecernaan bahan kering paling optimal yaitu sebesar 31,56%. Kecernaan bahan kering tongkol jagung yang difermentasi paling optimal pada level 0,73% menunjukan bahwa fermentasi tongkol jagung dengan menggunakan kapang terbukti mampu meningkatkan kecernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Supriyati et al. (1998) yang menyatakan bahwa fermentasi dengan menggunakan kapang memungkinkan terjadinya perombakan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih tersedia. Fermentasi tongkol jagung dengan Aspergillus niger yang mampu menghasilkan berbagai enzim salah satunya yaitu enzim selulase mampu memecah selulosa dan hemiselulosa, selulosa dapat diurai menjadi selubiosa dan selanjutnya selubiosa diurai menjadi dua gugusan glukosa. Hemiselulosa dapat diurai menjadi xilosa, glukosa, galaktosa dan arabinosa.. Dengan demikian, kecernaan tongkol jagung dapat meningkat. Namun, level penggunaan Aspergillus niger haruslah tepat untuk meningkatkan kecernaan. Kecernaan Bahan Organik Hasil penelitian menunjukan bahwa rataan kecernaan bahan organik (KBO) masing-masing perlakuan adalah 30.17 ± 3.794 (R0); 35.20 ± 1527 (R1); 12.46 ± 1051(R2); 9.158 ± 0.99(R3). Hal tersebut dikarenakan fermentasi tongkol jagung dengan Aspergillus niger level 2% menghasilkan rataan kecernaan bahan organik paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan R0, R2 dan ,R3. Namun, kecernaan bahan organik paling tinggi terjadi pada level 1,12% yang memiliki kecernaan bahan organik sebesar 39,2%. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yulistiani et al. (2011) yang melaporkan bahwa pengolahan tongkol jagung dengan fermentasi Aspergillus niger pada level 0,5% mampu meningkatkan kecernaan bahan organik yaitu sebesar 47,5% dibanding tongkol jagung tanpa fermentasi yaitu sebesar 42,5%.
173
Jangga Haris Setyadi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):170-175, April 2013 50 Y = 30.17 + 17.3315 X - 9.3755 X2 + 0.983875 X3 R2 =97.06%
% KBO
40 30 20 10 0 0
1
2 3 Level aspergillus (%)
4
5
6
Gambar 2. Grafik Hubungan antara Aspergillus niger terhadap Kecernaan Bahan Organik Hasil analisis variansi menunjukan fermentasi tongkol jagung dengan Aspergillus niger berpengaruh sangat nyata (P < 0.01)terhadap kecernaan bahan organik tongkol jagung. Berdasarkan uji orthogonal polynomial ditunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) dan memberikan bentuk respon kubik terhadap kecernaan bahan organik dengan persamaan Y = 30.170000 + 17.331500 X - 9.3755000 X2+ 0.98387500 X3 dan koefisien determinasi (r2) 97,06% yang berarti pengaruh penggunaan Aspergillus niger terhadap kecernaan bahan organik sebesar 97,06%. Hasil perhitungan kecernaan bahan organik menunjukan bahwa fermentasi tongkol jagung dengan Aspergillus niger pada level 2% lebih optimal meningkatkan kecernaan bahan organik dibandingkan denga level 0% (R0), 4% (R2), dan 6% (R3). Kecernaan bahan organik paling rendah pada level 6% (R3) dibanding perlakuan lainnya. Namun, kecernaan bahan organik paling rendah terjadi pada level 5,23% yang memiliki kecernaan bahan organik sebesar 5,11%. Tingkat kecernaan bahan organik pakan percobaan mempunyai pola yang sama dengan kecernaan bahan kering. Tingkat kecernaan bahan organik relatif lebih tinggi daripada kecernaan bahan kering pada semua ransum perlakuan. Hal ini karena pada bahan kering masih mengandung abu, sedangkan bahan organik tidak mengandung abu, sehingga bahan tanpa kandungan abu relatif lebih mudah dicerna. Fathul dan Wajizah (2010) menyatakan bahwa kandungan abu dapat memperlambat atau menghambat tercernanya bahan kering bahan pakan. Komposisi bahan organik yaitu terdiri atas karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Karbohidrat merupakan bagian dari bahan organik yang utama serta mempunyai komposisi yang tertinggi (50-70%) dari jumlah bahan kering (Tillman dkk, 1998). Hasil penelitian menunjukan bahwa kecernaan bahan organik sejalan dengan kecernaan bahan kering. Dimana pada level suplementasi Aspergillus niger tertentu kecernaan bahan organik meningkat (pada level 1,12% suplementasi Aspergillus niger yaitu 39,2%) kemudian mengalami penurunan seiring dengan peningkatan level suplementasi Aspergillus niger. Bahan organik merupakan bagian dari bahan kering suatu bahan pakan. Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya bahwa dengan semakin tingginya Aspergillus niger maka akan semakin besar pula kandungan bahan kering yang didegradasi sebagai sumber energy untuk Aspergillus niger dan menyebabkan kandungan bahan kering maupun organik mengalami penurunan. Turunnya kandungan bahan organik tongkol jagung yang difermentasi inilah yang mungkin dapat menyebabkan turunnya kecernaan bahan 174
Jangga Haris Setyadi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):170-175, April 2013
organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Fathul dan Wajizah (2010) yang menyatakan bahwa bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga apabila bahan kering meningkat akan meningkatkan bahan organik begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, hal tersebut juga akan berlaku pada nilai kecernaannya apabila kecernaan bahan kering meningkat tentu kecernaan bahan organik juga meningkat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecernaan bahan kering tongkol jagung paling optimal pada level 0.73% Aspergillus niger yang memiliki kecernaan bahan kering sebesar 31.56% dan menghasilkan kecernaan bahan organik paling optimal pada level penambahan 1.12% yaitu sebesar 39.2%. DAFTAR PUSTAKA Fathul, F dan S. Wajizah, 2010. Penambahan Mikromineral Mn dan Cu dalam Ransum terhadap Aktivitas Biofermentasi Rumen Domba secara In Vitro. Jurna lImu Ternak dan Veteriner, 15(1):9-15. Maynard, LA, JK Loosli, HF Hintz dan RG Warner, 1983. Animal Nutrition. Seventh Edition. Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Murni, R., Suparjo, Akmal, dan BL. Ginting. 2008. Buku Ajar. Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Perry TW, Cullison AE, Lowrey RS. 2003. Feeds and Feeding. 6th Ed. New Jersey: Prentice Hall Inc. Supriyati, T. Pasaribu, H. Hamid dan A. Sinurat, 1998. Fermentasi Bungkil Inti Sawit secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 3(3). Tilman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Umiyasih, U., dan E. Wina, 2008. Pengolahan dan Nilai Nutrisi Limbah Tanaman Jagung sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa, 18(3). Yulistiani, D., W. Puastuti, E. Wina dan Supriati, 2011. Pengaruh Berbagai Pengolahan terhadap Nilai Nutrisi Tongkol jagung: Komposisi Kimia dan Kecernaan in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 17(1):59-66.
175