Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
KEBUTUHAN UMAT ISLAM INDONESIA TERHADAP SUASANA TA’LIM Sulhan Hamid A.Ghani Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya E-mail:
[email protected] Abstrak Islam sebagai agama yang konsepsi ajarannya kaffah, sehingga merupakan agama yang way of life baik untuk kehidupan duniawiyah maupun ukhrowiyah. Hal ini merupakan ijma’ bagi orang yang paham terhadapIslamitu sendiri, sehingga paradigma berpikir semacam ini bukan termasuk dalam masalah yang debatable. Dipihak lain kenyataan yang tak terbantahkan bahwa mayoritas umat islam Indonesia belajar agama Islam hanya melalui pendidikan formal saja. Oleh karena itu, wajar apabila mayoritas umat Islam Indonesia, mwngenal Islam hanya disekitar wilayah itu, walaupun sebagian masyarakat ada juga yang menambah pengetahuan agama Islam nya melalui kegiatan keagamaan yang dibentuk dan diadakan oleh komunitas masyarakat tertentu. Hasil studi diperoleh temuan bahwa: mayoritas masyarakat Islam Indonesia membutuhkan terbentuknya suasana ta‘lim di setiap kelompok sosial untuk meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dan untuk membentuk suatu generasi yang lebih berkualitas dan orde unggul dalam bidang keimanan, pengamalan agama dan dalam pembentukan karakter. Kata Kunci: Kebutuhan, umat, Islam suasana, ta’lim. Pendahuluan Kenyataan sejarah yang tak terbantahkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para da’i dan mubaligh dari berbagai negara seperti Maulana Malik Ibrahim dari Maroko, ada yang dari Cina, Kamboja, India, Yaman dan negara Timur Tengah lainnya. Khusus di
Volume 3, Nomor 2, November 2016 | ISSN 2406-9787
|1
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
pulau Jawa para dai tersebut dikenal dengan nama Wali Songo. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan untuk menta’lim masyarakat Indonesia yang pada waktu itu masih beragama Hindu atau Budha dan berbagai kepercayaan lainnya, dengan profesionalitas yang mereka miliki, mereka mampu mengenalkan Islam terhadap masyarakat Indonesia dan dapat membentuk karakter yang tangguh, sehingga Islam tetap bertahan sebagai agama mayoritas yang dianut umat sampai saat ini, walaupun telah dijajah dengan program kristenisasi Barat selama 350 tahun. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di negara Philipina, program kristenisasi barat telah berhasil mengurangi 70% umat Islam di negara tersebut. Perbedaan kenyataan tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya perbedaan akar-akar budaya yang dimiliki dan dilakukan umat Islam di negara tersebut. Di Indonesia mayoritas umat islam telah ditanamkan oleh para wali, khususnya di Jawa, akar-akar budaya masyarakat yang telah diwarisi dan diwarnai dengan ajaran-ajaran Islam seperti budaya-budaya yang menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam yang hidup di pedesaan, seperti budaya nyekar menjelang ramadhan dan menjelang idul fitri, budaya kirim doa menjelang hajatan temu manten. Disamping itu, para wali dulu juga mengajarkan tentang pentingnya majlis dzikir, sehingga sampai saat ini menjadi akar budaya umat islam yang sudah mendarah-daging, khususnya dalam kehidupan akar rumputdi pulau Jawa, seperti kegiatan tahlil, kegiatan fidaan, yang tujuannya untuk mendoakan orang Islam yang sudah meninggal pada malam-malam tertentu, yang kegiatan semacam itu masih diopeni, dilestarikan dan dipertahankan mayoritas masyarakat Islam sampai pada saat ini yang hampir-hampir tidak dapat dihilangkan. Pembelajaran yang disampaikan oleh para wali tersebut berlangsung dengan cara keteladanan (metode uswah). Sehingga, mayoritas umat Islam di Jawa tidak tahu dan tidak paham dasar hukum perilaku-perilaku yang mereka ikuti dari para wali tersebut. walaupun 2|
JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
sebenarnya perilaku mereka tersebut juga dilandasi dengan ajaran agama Islam. Akibat dari kenyataan ini, mayoritas umat Islam Jawa nampak kelabakan dan kebingungan ketika ada paham yang menyatakan bahwa kegiatantahlil dan fidaan adalah budaya bid’ah yang tidak didasarkan pada ajaran Islam. Mereka juga Nampak linglung dan galau dengan munculnya pahamyang menyatakan bahwa ziarah kubur adalah perilaku khurafat dan syirik. Fenomena itu diperparah dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam dilembaga formal yang tidak mampu mengakomodir terhadap problem-problem sosial diatas. Sehingga, kebingungan umat bertambah parah dan semakin banyak problem sosial yang muncul tidak dapat diselesaikan oleh mereka, barangkali ini merupakan salah satu sebab sering terjadinya perkelahian antar kelompok dalam suatu masyarakat. Kebenaran tentang analisis rasional ini masih perlu dibuktikan dengan grounded research. Berdasarkan paradigma tersebut, tulisan yang bertema “Kebutuhan umat islam Indonesia terhadap pembelajaran agama Islam” ini diangkat dan dipilih dengan harapan dapat mengungkap posisi pentingnya membentuk suasana pembelajaran agama Islam disetiap komunitas masyarakat Islam dan mampu mengungkap materi utama yang perlu disampaikan dalam aktifitas pembelajaran agama Islam tersebut. Tulisan ini dirancang berdasarkan pada penelitian literature sehingga termasuk literary research, tidak termasuk grounded research yang fenomenologis. Sehingga, sumber data diambil dari berbagai bacaan dan analisis datanya menggunakan induktif rasionalistis. Terminologi Ta‘lim dalam Islam Kata ta‘lim sebenarnya berasal dari kata dasar ‘alima (fi‘il thulathy mujarrad), yang berarti sudah mengetahui. Kemudian di- fi‘il mazid satu menjadi ‘allama (dengan dua lam) yang berarti sudah mengajar atau sudah melakukan pembelajaran, sedangkan bentuk mudlari’-nya yu‘allim (sedang mengajar) ta‘lim (masdar), yang dapat
Volume 3, Nomor 2, November 2016 | ISSN 2406-9787
|3
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
diartikan belajar atau pembelajaran. Juga bisa berasal dari masdar ‘ilman yang berarti ilmu atau pengetahuan. Berdasar ini maka dalam kamus, ta‘lim diartikan dengan belajar, pengajaran, pembelajaran, pendidikan dan pemberian tanda.(Munawwir, 1997: 965) Di samping itu kata ta‘lim yang bentuk pluralnya ta‘alim, dalam kamus juga dimaknai dengan beberapa arti antara lain; pemberitahuan (information), nasehat (advice), perintah (instruction), pengarahan (direction), pengajaran (teaching), pelatihan (training), pembelajaran (schooling), pendidikan (education) dan belajar keahlian (apprentiship).(Wehr, 1974 : 636) Dalam al-Qur’an kata ‘allama, yang merupakan fi‘il mazid dari ‘alima yang tidak diikuti dengan d}amir sesudahnya, baik yang berposisi sebagai fa‘il atau maf‘ul bih hanya terdapat di 4 (empat) tempat. Sedangkan yang diikuti dengan d}amir muttasil dengan berbagai posisi, disebutkan sebanyak 18 (delapan belas) kali.(Abdul Baqy, 2007 : 582) Kelompok yang pertama, di dalam teks ayat-ayat al- Qur’an jelas sekali bahwa fa‘il-nya berupa d}amir mustatir wujub dalam tataran ilmu grammer bahasa arab; misalnya dapat diketemukan dalam surat al ‘Alaq ayat 4 dan 5, sutat al Baqarah ayat 31 dan surat al Rahman ayat 2. Secara epistimologi kata ta‘lim merupakan proses transmisi aneka ilmu pengetahuan pada nafs individu, yang dalam proses pelaksanaannya tidak ada batasan atau ketentuan tertentu.(Rida, 1373 : 262) Sedangkan menurut al- Maraghi; (2006 : 102), kata yu‘allimu, yang diikuti dengan kata al-Kitab dapat berarti, bahwa Rasul mengajarkan dengan mentransfer pengetahuan yang bersifat lahir dari syari’ah, yang telah diterima dan difahaminya, dan apabila diikuti dengan kata al-h}ikmah berarti Rasul memberi penjelasan hal-hal yang bersifat rahasia shari’ah, ‘ilat-‘ilat, dan manfaat serta maqas}id al-shari’ah. Berdasar ini, maka produk dari proses ta‘lim yang dilaksanakan oleh Rasul adalah orangorang yang bermoralitas tinggi, mengusai ilmu yang sangat komprhensip, sehingga mereka diakui sebagai generasi yang orde unggul. Oleh karena itu, Abdul Fattah Jalal mengartikan ta‘lim sebagai aktivitas penyampaian pengetahuan, pemahaman dan materi pembelajaran serta pembentukan 4|
JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
karakter, sehingga terbentuk diri pribadi yang bersih dari kejelekan dan perilaku yang tercela.(Jalal, 1977 : 18). Bila dikaji lebih jauh, ayat-ayat al-Qur;an yang menggunakan kata ‘allama di 22 (dua puluh dua) tempat tersebut, menunjukkan bahwa kata ta‘lim berarti sebuah proses pembelajaran, yaitu menyampaikan sesuatu yang berwujud kandungan Kitab suci, wahyu, sesuatu yang belum diketahui manusia, hikmah, ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya.(Nata: 2010 : 12). Oleh karena itu kata ta‘lim lebih mendalam dan universal pengertiannya dibanding kata tarbiyyah dan ta’dib, sebab tarbiyyah, lebih mengutamakan kasih sayang (rah}mah). Berdasar ini maka muaddib dan mu’allim adalah manusia yang mengajar dan mendidik anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang.(Natsir, 2010 :54) Sejalan dengan pemikiran tersebut, menurut Hasan al-Banna ta‘lim dapat diartikan sebagai proses transfer ilmu pengetahuan agama yang menghasilkan pemahaman keagamaan yang baik pada peserta didik, sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang positif yaitu: ikhlas, percaya diri, patuh, pengorbanan dan keteguhaan dalam memegang prinsip ajaran agama, supaya setiap individu dapat bergaul dengan baik dan menjadi warga masyarakat yang baik pula.(al-B anna, 1990 :394). Berdasar itu, Hasyim Asy‘ari (tth ;15), yang dikenal sebagai Syaikh al Akbar di kalangan umat Islam Nahdiyyin, juga banyak menggunakan kata ta‘lim dalam karyanya, dan hampir tidak menggunakan dua kata lainnya dalam menstudi proses pembelajaran. Sementara menurut Abd al-Fattah Jalal, istilah al-Tarbiyyah hanya berlaku untuk pendidikan fase kanak-kanak, dan tidak berlaku untuk fase sesudahnya, berdasarkan pada pemahamannya terhadap surat al-Isra’ 24 dan al Shu’ara’ 18. Sedangkan al-Ta‘lim cakupannya lebih luas dari pada al-Tarbiyyah sehingga telah terbentuk dalam diri itu, suatu keadaan yang mudah untuk memahami al-h}ikmah: artinya dalam diri itu telah siap untuk memahami hal-hal yang tidak tampak dari rahasia dan tujuan shari’at yang ada dalam al-Kitab (Tafsir, 2013: 29). Oleh karena itu
Volume 3, Nomor 2, November 2016 | ISSN 2406-9787
|5
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
sahabat yang telah mencapai derajat ini, mampu menafsirkan al-Qur’an seperti Abdullah Ibnu Abbas, Abdullah Ibnu Mas‘ud, Ubai bin Ka‘ab dan yang lain. Pentingnya Pembentukan Suasana Pembelajaran Agama Islam Konsep ta‘lim dalam Islam, memiliki posisi yang sangat strategis dalam mereformasi umat, sebab sejarah membuktikan bahwa dengan amalan ini nabi dan para sahabatnya telah berhasil melakukan reformasi paling tidak di wilayah yang sekarang ini dikenal dengan negara-negara Arab. Pada zaman itu belum dikenal adanya madrasah atau sekolah, yang ada hanya belajar di masjid, di rumah, di perkebunan, di padang pasir dan di pasar. Di masjid Nabawi, Rasul menghidupkan 4 (empat) amalan masjid yang antara lain Rasul telah men-ta‘lim para jamaah masjid, Beliau menunjukkan dan memberi teladan bahwa amal masjid Nabawi di Madinah mirip dengan “detak jantung 24 jam “dengan memberikan contoh tata cara mengatur amal-amal masjid “sedemikian rupa sehingga berkesinambungan selama 24 jam. (Sarwono,2014 : 66). Mengacu pada sejarah Islam, ta‘lim telah mewarnai kegiatan ilmiah dan pendidikan di wilayah-wilayah yang dikusai oleh pemerintah Islam, selama beberapa generasi. Peristiwa sejarah itu menunjukkan bahwa proses ta‘lim memiliki posisi yang sangat penting dalam masyarakat Islam, sebab dari aktivitas ta‘lim telah dapat melahirkan ilmuwan handal semacam Imam Bukhari, Imam Muslim,Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Nasa’i Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal yang dikenal dengan Imam Sab‘ah di bidang Hadith. Proses ta‘lim yang dilaksanakan oleh generasi Islam terdahulu tersebut, mengikuti apa yang telah diselenggarakan Rasul dan para sahabatnya, di masjid Madinah, pada zaman itu belum dikenal adanya lembaga pendidkan Islam formal semacam madrasah atau sekolah, yang ada hanya ta‘lim dengan membentuk halaqah untukbelajar ilmu agama Islam di masjid Nabawi, kemudian disampaikan di rumah dengan keluarga, atau di perkebunan, di pasar di perjalanan atau dimana saja, 6|
JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
sehingga . para sahabat adalah para murid pada saat di masjid Nabawi, tetapi menjadi guru ketika ketemu keluarga di rumah atau ketemu sesama sahabat dimanapun mereka berada. Fenomena seperti tersebut dapat dipahami dalam kasus periwayatan hadith misalnya. Oleh karena itu Ahli sejarah pendidikan Islam ada yang menyatakan bahwa metode ta‘lim wa al-irshad Rasul adalah paling sempurna.(al-Hasani, 2012 : 277). Begitu juga Para wali yang datang ke pulau Jawa, dari berbagai wilayah Islam, antara lain Marokko, Yaman, Gujarat dan Kamboja. Mereka mengadakan usaha reformasi aqidah dari masyarakat Hindu dan Budha menjadi masyarakat muslim yang mayoritas sampai detik ini. Semua itu harus diakui bukan dengan cara mendirikan madrasah atau lembaga pendidikan formal lainnya semacam sekolah, tetapi salah satu diantaranya adalah para wali tersebut, mengadakan sosialisasi ta‘lim, baik di masjid, di perjalanan, bahkan di hutan, Belajar dari keberhasilan Nabi dan sahabatnya, yang kemudian diikuti orang-orang sesudah mereka, sampai dengan keberhasilan para wali songo, maka sodah seharusnya, umat Islam dizaman yang penuh dengan tantangan dan ujian keimananan ini, hendaknya dapat mengikuti dan meniru metode mereka, dalam usaha untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan umat Islam di Indonesia, juga untuk meningkatkan keilmuan dan pemahaman umat terhadap ajaran Islam. Oleh karena itu pembentukan suasana ta‘lim (Pembelajaran keilmuan Islam) merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi setiap komunitas sosial umat Islam di Indonesia. Akibat dari kemajuan teknologi tersebut, orang tua di pedesaan pada malam hari sibuk dengan nonton Tv, sebagai hiburan dan pelepas lelah setelah bekerja disiang hari, sementara para remaja berkumpul dengan teman sebayanya, kadang sepakat untuk join membeli minuman keras (MIRAS) dan kadang dicampur dengan Arak Jowo (ARJO) atau campuran lain untuk mabuk bersama. Harus diakui mayoritas remaja yang mabuk di masyarakat Indonesia adalah beragama Islam, sehingga tidak dapat dibayangkan nasib masa depan bangsa dan negara tercinta ini
Volume 3, Nomor 2, November 2016 | ISSN 2406-9787
|7
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
dimasa yang akan datang, juga tidak dapat di bayangkan nasib umat Islam di Indonesia ini di akhirat kelak, setelah mereka di dunia melakukan M5 (MO Limo) (MO lima, istilah filosofi orang Jawa sebagai singkatan dari : 1. Mabuk, 2. Madon (berzina/selingkuh), 3, Maling (Mencuri), 4. Main (berjud) dengan berbagai modeknya,5. Madat/Nyeret, ketika aku Tanya arti madat nenekku Hj. Abdul Ghani tahun 1971, menjawab yaitu merokok yang rokoknya sangat mahal, sehingga dikenal dengan ustilah “Klentheng ora sedeng omah Joglo Bleng” mungkin yang dimaksud adalah merokok ganja atau narkoba lainnya sekarang ini.) Keadaan umat dan generasi Islam yang mayoritas di pedesaan seperti paparan tersebut di atas, perlu pemikiran yang mendalam, sebab remaja yang suka mabuk bersama semcam di atas tidak bisa menyelesaikan problem kalau hanya dilarang atau ditegur, bisa jadi yang menegur, mereka keroyok sampai babak belur, atau mungkin rumah yang menegur dijadikan obyek pengrusakan missal, seperti banyak kasus yang terjadi di berbagai tempat. Oleh karena penulis merekomendasikan agar di setiap dusun (kelompok) sosial umat Islam di Jawa khususnya, agar berusaha membentuk aktivitas dan suasana ta‘lim di musalla atau masjid di tempat mereka tinggal. Apabila rekomendasi tersebut diterima maka pembentukan suasana ta‘lim tersebut dapat dijadilam sarana untuk menyempurnakan adanya kekurangan dalam pelaksanaan pendidikan nasonal sebagaiman dipaparkan nomor satu di atas, du samping itu juga timbul persoalan “ Materi ta‘lim apa yang harus disampaikan dalam kegitan tersebut ?” untuk mrnjawab persoalan ini, perlu prmbahasan lebih lanjut. Materi Pokok yang Perlu Disampaikan dalam Aktifitas Ta‘lim Masyarakat yang merupakan tempat terjadinya proses pendidikan, selain di sekolah dan di rumah tangga, antara lain; di hotel-hotel, di kantor-kantor, di tempat kursus, di institusi-institusi yang didirikan dan dibentuk masyarakat. Proses pendidikan jenis ini, bisa berlangsung di 8|
JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
warung kopi, di pinggir jalan, di dalam kendaraan, di terminal, di ladang atau di perkebunan, di masjid dan atau di pasar. Oleh sebab itu standar penilaian dalam proses ta‘lim adalah apabila aktivitas ta‘li>m tersebut, telah mampu membentuk peserta didik, memiliki sikap positif dalam beragama dan mampu memelihara tradisi amalan masyarakat. dengan demikian aktivitas ta‘lim dapat digunakan untuk pembentukan karakter dan pewarisan nilai-nilai keagamaan serta tradisi amalan masyarakat.(Malik Fadjar, dalam Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, 2012 : 28) Institusi yang didirikan masyarakat berbentuk majlis ta‘lim yang tersebar hampir disetiap komunitas sosial, merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran yang sangat potensial dalam membentuk karakter manusia yang mrmiliki wawasan kebangsaan yang berciri ke Indonesiaan. Namun demikian pada praktiknya masih belum ada perhatian yang signifikan terhadap aktivitas institusi ini, termasuk dari pemerintah, dalam hal ini kementerian Agama, bahkan penulis berani menjamin bahwa Kementerian tersebut tidak memiliki data yang valid tentang jumlah dan aktivitas dari masing-masing majlis ta‘lim tersebut. Apabila para ahli dan para pemegang kebijakan dalam pendidikan, memberikan sedikit perhatian terhadap kegiatan lembaga masyarakat ini, maka paling tidak kualitas anggota majlis ta‘lim akan lebih dapat ditingkatkan, paling tidak dapat diketahui tentang aktivitas dan meteri pembelajaran yang disampaokan. Sedikit perhatian misalnya sebagaimanadirekomendasikan Ahmad Tafsir(2013 : 110), tentang perlu diwujudkannya kurikulum untuk kegiatan majlis ta‘lim, penetapan kurikulum dan silabi untuk kegiatan pembelajaran institusi ini, masih sangat dimungkinkan dibanding, menyusun kurikulum untuk kegiatan pendidikan yang ada di terminal atau di pasar misalnya. Penyususnan kurikulum tersebut ada beberapa kemungkinan seperti; “(1) khusus tentang salat wajib, (2) khusus tentang bermacam-macam salat sunnat, (3) Akhlak istri terhadap suami dan sebaliknya, (4) Akhlak bertetangga, (5) Berbagai perbuatan
Volume 3, Nomor 2, November 2016 | ISSN 2406-9787
|9
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
yang dapat menyebabkan musyrik. “Selanjutnya Tafsir menambahkan bahwa materi pembelajaran itu dapat juga diberikan“(1) Teori membuat pakaian anak-anak, (2) Teori membuat kue tertentu dan sebagainya yang sering disebut bukan pelajaran agama.”Dapat juga dibuat kurikulum khusus anak-anak usia sekolah, bagi yang putus sekolah, dengan kurikulum yang disesuaikan dengan materi yang ada di pendidikan formal. Merujuk pada pemikiran di atas, maka kurikulum ta‘lim dalam pendidikan Islam,ada kemungkinan dapat dikembangkan kepada hal-hal lain, yang materi pembelajaran itu sangat dibutuhkan oleh jamaah peserta ta‘lim, misalnya komunitas jamaah dari kalangan pedagang atau petani bisa disusunkan kurikulum yang berkaitan dengan perdagangan atau pertanian. Sehingga akan muncul majlis ta‘lim perdagangan atau pertanian. Oleh karena sampai saar ini belum ada kurikulum yang pasti tentang materi ta‘lim yang harus diberikan dalam kegiatan ta‘lim, maka penulis mengusulkan untuk materi yang bersifat keilmuan Islam sebaiknya menggunakan Kitab Fadilah ‘Amal. Kitab buah karya Maulana Muhammad Zakkariyya al Kandahlawi, yang asli pemahaman terhadap ayat dan hadits Nabi menggunakan bahasa utdu, tetapi sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonedia oleh Tim Penerjemah Masjid Kebon Jeruk Jakarta, dan telah diterbitkan oleh Ash-Shaff Yogyakarta. Usulan dan rekomendasi tersebut didasarkan bahwa kitab tersebut harganya sangat terjangkau dan mudah diperoleh di samping mudah dipahami dan uraiannya sangat singkat tetapi jelas. Oleh karena itu kalau boleh dianalisis, dapat dipaparkan secara singkat isi garis besar kitab Fadilah ‘Amal tersebut, yaitu terdiri dari 7 (tujuh) pokok bahasan yang menurut istilah penulis kitab itu 7 (tujuh) kitab. Yang rincian dari isi kitab tersebut adalah : Pertama Kitab : Kisah-kisah Sahabat Radiya Allahu ‘anhum. Dalam pokok bahasan ini terdiri dari 12 ( dua belas) bab, yaitu ; bab kesatu : ketabahan para sahabat dalam menghadapi kesusahan dan 10|
JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
cobaan demi Agama, bab kedua : perasaan takut kapada Allah SWT , bab ketiga : ke-zuhud-an dan kesederhanaan para sahabat, bab keempat : Ketakwaan para sahabat, bab kelima ; kegairahan dan kecintaan para sahabat terhadap salat, bab keenam : Ithar, ( Ithar adalah sikap atau adab lebih mendahukujan kepentingan orang lain walaupun diri sendiri sangat membutuhkan, kata ini diambil dari al-Qur’an ( Q.S. 59 : 9. Lihat Maulana Muhammad Zakkariyya al Kandahlawi, Kitab Fad}ilah Amal, ( Yogyakarta : Ash-Shaff, 2012), 79. Kasih sayang dan pembelanjaan harta para sahabat di jalan Allah SWT, bab ketujuh: Keberanian, kepahlawanan dan kesiapam sahabat menghadapi kematian bab kedelapan : semangat sahabat Rasul dalam menuntut ilmu dan mendalaminya, bab kesembilan ; Ketaatan para sahabat kepada perintah dan kehendak Rasul, bab kesepuluh : Semangat kaum wanita sahabat dalam mengamalkan agama. dan sekilas tentang kehidupan istri-istri serta anak-anak Rasul Allah, bab kesebelas ; Semangat anak-anak para sahabat dalam amal agama, bab keduabelas ; contoh-contoh kecintaan para sahabat kepada Rasul. Kalau boleh dianalisis, bahwa materi ta‘lim dalam koyab tersebut selaras dan sejalan dengan konsep belajar aliran behaviorisme khusunya teori belajar sosial atau Social Learning Theory,yang dimunculkan oleh Albert Bandura. Yang pendekatannya menitik beratkan pada proses perkembangan sosial dan moral peserta didik, sehingga teori belajar sosial tersebut, sangat mementingkan perlunya penekanan pada dua hal pokok yaitu pertama perlu adanya pembiasaan merespons (conditioning), kedua perlu adanya peniruan (imitation) dengan penyajian contoh perilaku (modeling). ( Syah, 2012 : 106). Kedua Kitab : Fad}ilah Salat, pokok bahasan ini terdiri dari 3 (tiga) bab yaitu : bab kesatu : pentingnya salat, dalam bab ini ada : 2 (dua) pasal yaitu : a). keuntungan menjaga salat, pasal b), ancaman dan celaan untuk orang yang meninggalkan salat, bab kedua pentingnya salat, berjamaah, terdiri dari pasal a) Keutamaan salat, berjamaah dan
Volume 3, Nomor 2, November 2016 | ISSN 2406-9787
|11
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
pasal b), Ancaman bagi orang yang meninggalkam salat berjamaah, bab ketiga; perlunya sikap khusu‘dan khudu‘ dalam salat. Relevansi ta‘limkaitannya dengan pokok bahasan materi ini, mengadakan pembelajaran dengan mendengar dan memahami ayat-ayat al-Qur’an dan Hadith Rasul yang berkaitan dengan tiga bab diatas, bisa dibayangkan, apabila aktivitas semacam itu mereka lakukan setiap hari, disamping adanya saling pengaruh mempengaruhi antar individu dalam kehidupan masyarakat, maka dalam dua atau tiga dekade, hasil dari implementasi ta‘lim, sudah bisa kita amati, perubahan sikap dan perilaku warga suatu komunitas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, setelah mendengar adzan untuk berjamaah salat misalnya, sehingga perilaku suka mabuk bersama minimalakan dapat dikurangi. Ketiga Kitab : Fadilah Tabligh. Pokok bahasan ini terdiri dari 7 (tujuh) bab, yaitu ; bab kesatu tentang ayat-ayat yang mendorong pentingnya amar ma’ruf nahi munkar,bab kedua, hadith-hadith Rasul yang menegaskan pentingnya amar ma’ruf nahi munkar,bab ketiga ; peringatan agar memperbaiki diri sendiri, bab keempat; keutamaan memuliakan saudara muslim dan ancaman bagi yang menghinanya, bab kelima ; pentingnya Iman, Ikhlas dan Ih}tisab, bab keenam; pentingnya memuliakan ‘ulama, bab ketujuh ; pentingnya bersahabat dengan orang yang dekat dengan Allah dan duduk di majlis mereka. Penulis dapat pastikan bahwa ayat-ayat al-Qur’an maupun hadithhadith Rasul yang terkait dengan keutamaan dakwah dan tabligh tersebut, belum pernah didengar apalagi dibaca, oleh mayoritas jebolan dari lembaga pendidikan formal manapun di negeri ini, sebab kurikulumnya memang tidak ada yang berkaitan dengan hal yang demikian itu, akibatnya output dan outcame dari pendidikan formal semacam itu, adalah mengejar kesuksesan individu dan bersifat duniawi semata, sudah pasti meanstream mereka adalah hampir melalaikan kehidupan akhirat, walaupun tidak semuanya, tetapi mayoritasnya adalah duniawi oriented, yang mungkin dipengaruhi oleh filosofi kapitalistis Barat.
12|
JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
Konsep ta‘lim halaqah diatas jika dapat berlanjut untuk diimplementasikan dapat dipersepsikan, bahwa kegiatan amar ma‘ruf nahi mungkar akan semakain semarak dan efektif, sebagai upaya dapat mengikis habis kebiasaan remaja pedesaan yang kumpul-kumpul yang kadang disertai mabuk-mabukan dengan menenggak arak jowo atau atau aplosan miras lainnya, yang mereka beli dengan cara patungan, yang kadang dapat nmenimbulkan pertengkaran diantara mereka, bahkan menimbulkan keresahan dan kerusuhan dalam kehidupan masyarakat, yang seolah-olah, perilaku mereka yag semacm itu, dibiarkan saja dan dianggap sebagai suatu perilaku sosial yang wajar di kalangan anak muda, kalaupum h}alaqah seperti di atas, tidak mampu mengikis habis perilaku mungkar tersebut, paling tidak bisa mengurangi perilaku menyimpang tersebut dari kehidu[an dikalangan mereka. Keempat Kitab Fad}ilah Dzikir, terdiri dari tiga bab yaitu : bab kesatu ; keutamaan dzikir secara umum, bab kedua; keutamaan kalimah Tayyibah,bab ketiga ; keutamaan kalimat Tasbih}at. Konsep ta‘lim halaqah dengan materi tersebut nampaknya dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada umat Islam, agar lebih banyak dan lebih senang berdzikir dari pada melakukan perbuatanperbuatan yang sia-sia, apalagi yang tidak ada nilainya bila ditinjau dari aspek agama. Dapat dipastikan, secara filosofis teoretis, apabila semua orang sibuk dan selalu dzikir kepada Allah dan selalu ingat akan adanya kehidupan sesudah mati, maka dalam komunitas masyarakat tersebut akan muncul attitude saling; menghargai, menjaga diri, bekerjasama dalam usaha dan amal agama, dan tidak akan terjadi pertengkaran, permusuhan dan atau bahkan sikap anarkis yang saling melempar batu atau busur panah dalam kehidupan sosial . Kelima Kitab Fad}ilah al-Qur’an, berisi 40 (empat puluh) hadith Rasul seputar keutamaam al-Qur’an.Ta‘li>m dengan h}alaqah ini, apabila dianalisis, dimaksudkan agar umat Islam terdorong untuk lebih suka dan lebih banyak membaca al-Qur’an, dari pada banyak membaca koran atau majalah, ataupun membaca komik, boleh saja tiga hal terakhir
Volume 3, Nomor 2, November 2016 | ISSN 2406-9787
|13
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
dibaca tetapi membaca al Qur’an lebih banyak fad}ilahnya, paling tidak umat Islam mengetahui hal itu, jika demikian, maka dapat diasumsikan bahwa apabila hadith-hadith Rasul tentang fad}ilah al-Qur’an dan semacamnya, paling tidak umat Islam telah tersebar luas di masyarakat Islam dapat dipastikan umat Islam, akan lebih banyak yang membaca alQur’an, dibanding sekedar ngobrol berjam-jam di warung kopi, di tepi jalan dan mengganggu orang yang sedang lewat, atau menggunjing dan meng-ghibah orang, atau sekedar menonton televisi, yang hakekatnya hampir tidak ada manfaatnya. Keenam Kitab Fadilah Ramad}an, terdiri dari tiga bab : bab kesatu : keutamaan bulan Ramadan, bab kedua; malam lailatu alQadar,bab ketiga ; pentingnya I’tikaf.Materi ta‘lim semacam ini sepertinya dimaksudkan untuk menambah wawasan pengetahuan umat Islam tentang kehebatan, keistimewaan dan anugerah yang diberikan Allah dalam bulan Ramadan, yang khusus diberikan kepada umat Nabi Muhammad SAW, dengan harapan bisa mendorong umat untuk lebih banyak amal Ibadah di bulan Ramadan, sehingga masjid tidak hanya ramai ketika pelaksanaan salat Terawih dan setelah itu masjid dikunci, seperti gereja orang-orang nasrani, yang semestinya masjid harus hidup amalan selama 24 jam khususnya di bulan Ramadan sepuluh hari terakhir, sebagaimana dicontohkan dalam perilaku Rasul, dan mereproduksi perilaku keagamaan dengan meniru perilaku Rasul dan para sahabatnya, yang ingin dicapai dan dicita-citakan oleh konseptor ajaran ta‘lim dalam institusi Jamaah Tabligh. Ketujuh Kitab Satu-satunya cara memperbaiki kemerosotan umat.Pokok pahasan ini membahas tentang dua hal yaitu : Pertama : satu-satunya cara meningkatkan kualitas umat, yang berisi tentang sebabsebab kemerosotan umat Islam, yang dijelaskan ada enam sebab yaitu : a). Anggapan bahwa amar ma’ruf nahi munkar hanya kewajiban ‘Ulama. b). Perasaan bahwa kita sudah memiliki iman yang kuat, c). Persepsi bahwa kaum muslimin tidak mampu lagi, untuk memperoleh kejayaan kembali seperti pada awal kedatangan Islam, d). Anggapan 14|
JURNAL PARADIGMA
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
bahwa tidak layak menasehati orang lain, jika kita belum baik atau belum mengamalkan, e) Belum dimiliki semangat dan gairah amal agama, serta rasa kurang memuliakan hepada ajaran agama, f). Belum ada kepahaman bahwa meningkatkan kualitas umat adalah dengan da‘wah ‘ala manhaji al-Nubuwah. Kemudian yang kedua; pembahasan ini diakhiri dengan membahas ; langkah-langkah perbaikan umat yang berisi : a), Cara Kerja dan b). Adab-adab bertabligh. Penutup Dari uraian tersebut di atas, penulis memberikan rekomendasi sebagai sialabi dan materi pembelajaran dalam aktivitas dan pembentukan suasana ta‘lim disetiap komunitas umat Islam di Indonesia,. Rekomendasi ini meungkin tidak tepat, tetapi paling tidak apabila rekomendasi ini dapat diterima maka akan terwujud keseragaman materi yang disampaikan dalam kegiatan ta‘lum. Keseragaman materi dalam aktivitas ta‘lim itu sangat penting dan dapat membawa manfaat antara lain: 1) Mempermudah pengawasan terhadap materi ta‘lim yang disampaikan di setiap majlis ta‘lim, sehingga akan mudah untuk diketahui majlis ta‘lim mana yang materinya mrnyimpang dan membahayakan persatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), 2) Mempermidah pengamatam dalam perilaku yang menyimpang dari materi yang diberikan dalam aktiviras ta‘lim, sehingga perilaku anomaly tersebut akan lebih mudah dan lebih cepat untuk dicarikan solusi dalam komunitas umst Islam, 3) Kitab tersebut merupakan kitab Fadilah atau keutamaan dalam amal dan usaha agama dan berisi ayat0ayat dan hadyts-hadits Rasulullah SAW, yang boleh dikata pemahaman dan pemahamannya tidak diarahkan pada salah satu mazhab tertentu. Daftar Pustaka al-‘Alim al-‘allamah al- Shaikh, Muhammad Hasyim Asy‘ari, Adabu al‘Alim wa al-Muta‘allim Jombang: al Turath al-Islamy, tth
Volume 3, Nomor 2, November 2016 | ISSN 2406-9787
|15
Sulhan Hamid A. Ghani– Kebutuhan Umat Islam Indonesia Terhadap Suasana Ta’lim
Ahmad Sarwono bin Zahir, Ketika Rasul Memimpin Ta‘mir Masjid, Yogyakarta, Salma Idea, 2014 Ahmad Khan, Maulana Said, The Letters of Maulana Saeed Ahmad Khan, terj. Maktubati Said Yogyakarta: Ash-Shaff, 2002 Abdul Baqy Muhammad Fuad, al Mu’jamu al-Mufahras li al-fadzi alQur’an al Karim, Kairo, Daru al Hadith, 2007 al-Banna Hasan, Majmu’at Rasail al-Imam al-Shahid Hasan alBannaIskandariyah: Daar al-Da’wah, 1990 Al-Hasani, al Sayid Muhammad ‘Alwy al-Maliki, Muhammad al-Insan al-Kamil,Makkah: ash-Shofwah, 2012 Ibnu Zahir, Selamatkan Indonesia dengan Amal Masjid,Yogyakarta: Asa Grafika, 2009 Ismail, Faisal, Pijar-pijarIslam Pergumulan Kultur dan Struktur (Yogyakarta,LESFI,2002). Jalal, Abdul Fattah Jalal, Min Us}ul al-Tarbiyah, Mesir: Dar al-Kutub alMisriyah. 1977 Al Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakariyya, Kitab Fadhilah Amal, “terj” Tim Penerjemah Masjid Kebon Jeruk Jakarta, Yogyakarta , Ash-Shaff, 2012 al-Maraghi Ahmad Musthafa, Tafsir al Maraghi, Juz. 4 Bairut: Daru al Kutub al-‘ilmiyah, 2006 Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta, Kencana Prenada Media, 2010 Nasir Ridlwan, Mencari Format Pendidilan IdealYogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010 Rosidin, Epistimologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2013). Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013). Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012. Syah, Muhibbin , Psikologi Belajar, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012. 16|
JURNAL PARADIGMA