KEBUTUHAN MODAL KERJA TERHADAP PENJUALAN PERUM PERUMNAS
Oleh
Poso Nugroho, SE., MM 030343
UNIVERSITAS GUNADARMA Desember 2005
1
KEBUTUHAN MODAL KERJA TERHADAP PENJUALAN PERUM PERUMNAS
faso
[email protected]
ABSTRAKSI
Modal kerja merupakan dana yang disediakan oleh perusahaan untuk melakukan aktivitas operasionalnya. Pengelolaan modal kerja bagi Perum Perumnas menjadi sangat penting, karena modal kerja mempunyai peranan dalam menunjang operasi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu keuntungan yang telah direncanakan serta dapat menyediakan perumahan bagi masyarakat menengah bawah. Modal kerja merupakan ukuran untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini merumuskan masalah tentang bagaimana menganalisis tingkat rasio efektifitas dan jumlah kebutuhan modal kerja sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas dan kebutuhan modal kerja serta untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya antara efektifitas dan kebutuhan modal kerja terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa neraca, laporan rugi-laba, laporan arus kas dan laporan pendapatan penjualan mulai tahun 2000 2004 yang diambil secara langsung dari Perum Perumnas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio efektifitas modal kerja naik turun dan jumlah kebutuhan modal kerja yang diperlukan untuk dapat menjamin kontinuitasnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil analisis, efektifitas dan kebutuhan modal kerja tidak berpengaruh terhadap volume penjualan dan laba bersih tetapi berpengaruh terhadap pendapatan penjualan.
Kata Kunci : EFEKTIFITAS DAN KEBUTUHAN MODAL KERJA Daftar Pustaka : 18 buku (1988 – 2003)
2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “KEBUTUHAN MODAL KERJA TERHADAP PERUM PERUMNAS”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna sehubungan dengan berbagai keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis, akan tetapi penulis berupaya dengan segenap tenaga dan pikiran untuk mewujudkan yang terbaik. Sehubungan dengan itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan agar pada kesempatan lain dapat mewujudkan tulisan yang lebih sempurna dari sebelumnya.
3
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
01
1.2
Tujuan Penelitian
02
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar dan Manajemen Modal Kerja
03
2.2
Unsur-unsur Modal Kerja
04
BAB III 3.1
BAB IV
METODE PENELITIAN Metode Analisis Data
05
HASIL DAN PEMBAHAS
4.1
Modal Kerja Perum Perumnas
09
4.2
Efektifitas Modal Kerja
10
4.3
Kebutuhan Modal Kerja
11
4.4
Analisis Data
17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
20
5.2
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22 4
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
4.1
Modal Kerja
9
4.2
Efektifitas Modal Kerja
10
4.3
Kebutuhan Modal Kerja
11
4.4
Tingkat Periode Perputaran Piutang
12
4.5
Tingkat Periode Perputaran Persedian Material
13
4.6
Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Dalam Proses
14
4.7
Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Jadi
15
4.8
Data Variabel Regresi Volume Penjualan
16
4.9
Data Variabel Regresi Pendapatan Penjualan
17
4.10
Data Variabel Regresi Laba Bersih
17
5
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pembangunan perumahan merupakan tuntutan primer dalam kehidupan masyarakat
baik diperkotaan maupun dipedesaan sebagai mekanisme dalam meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan yang berbudaya modern. Bersama pangan dan sandang, papan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap manusia. Rumah bukan hanya sekedar tempat tinggal, namun merupakan tempat pembentukan watak dan jiwa melalui keluarga. Oleh karena itu peranan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional adalah menciptakan perumahan yang layak terjangkau, sehat, teratur, aman, damai dan tentram diharapkan dapat meningkatkan citra diri dan produktifitas penghuninya serta mampu mendukung pertumbuhan wilayah dan stabilitas nasional. Dengan kehadiran Perum Perumnas sebagai Badan Usaha Milik Negara mengindikasikan sifat ganda, yaitu sebagai lembaga yang bertugas menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus sebagai unit usaha yang diharapkan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik. Misi utama yang diemban adalah menyediakan perumahan beserta sarana dan prasarananya bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Pada saat negara Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan dan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, banyak perusahaan yang mengalami penurunan dilihat dari sisi pendapatannya, dan dampaknya juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan di Indonesia karena terlalu tingginya suku bunga di berbagai bank sehingga sangat sulit melakukan pinjaman. Selain itu akibat dari krisis ekonomi mengakibatkan banyak pengangguran dimana-mana sehingga sangat mempengaruhi daya beli masyarakat. Namun seiring berjalannnya waktu dimana perekonomian Indonesia telah mulai menampakkan keadaan yang membaik, setelah pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 1999 yang merupakan pemilihan legislatif yang pertama di nilai demokratis setelah hampir 32 tahun pemerintahan orde baru yang telah mengekang hak-hak asasi rakyat Indonesia. Dan terlaksananya sidang umum yang aman, telah memberikan suhu politik yang sejuk bagi para Investor sehingga pertumbuhan perusahaan mulai mengalami perbaikan.
6
Modal merupakan faktor produksi yang penting bagi perusahaan. Dengan modal, perusahaan dapat membiayai semua kegiatan operasionalnya dan dapat mencapai tujuan perusahaan yaitu mendapatkan keuntungan serta dapat menyediakan perumahan bagi masyarakat menegah bawah. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan perlu menyediakan alat-alat likuid yang cukup untuk memenuhi kebutuhan finansialnya. Modal kerja merupakan dana yang disediakan oleh perusahaan untuk melakukan aktivitas operasionalnya. Pengelolaan modal kerja bagi perusahaan sangat penting, karena modal kerja mempunyai peranan dalam menunjang operasi perusahaan untuk mencapai target yang telah direncanakan dan mengukur kinerja keuangan perusahaan. Untuk itu diharapkan modal kerja dapat membiayai pengeluaran untuk operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan tersedianya modal kerja yang cukup memungkinkan bagi perusahaan beroperasi dengan seekonomis mungkin, sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul selama kegiatan operasional perusahaan. Seiring dengan berjalannya kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi dua tujuannya, maka yang dilakukan oleh Perum Perumnas adalah lebih meningkatkan kinerja perusahaannya, agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Dan menganalisa kebutuhan modal kerja yang selayaknya agar dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis skripsi ini dengan mengambil judul “Kebutuhan Modal Kerja terhadap Penjualan Perum Perumnas”.
1.2
Tujuan Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian agar tujuan penelitian dapat dicapai, maka
penelitian perlu dirumuskan secara lebih tajam dalam bentuk pertanyaan, supaya penelitian tidak menyimpang dari permasalahan yang akan diteliti, untuk itu penulis merumuskan dalam bentuk suatu pertanyaan yaitu: 1. Apakah tingkat rasio efektifitas modal kerja yang terjadi di dalam Perum Perumnas? 2. Bagaimanakah menganalisis tingkat kebutuhan modal kerja yang diperlukan oleh Perum Perumnas? 3. Sejauh manakah pengaruh antara tingkat efektifitas modal kerja terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih?
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar dan Manajemen Modal Kerja Dengan perkembangan teknologi dan makin jauhnya spesialisasi dalam perusahaan
serta semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang menjadi besar, maka faktor produksi modal mempunyai arti yang lebih menonjol dibandingkan dengan faktor produksi yang lainnya. Begitu banyak para ahli yang berpendapat mengenai pengertian modal yang kadangkadang bertentangan satu dengan yang lainnya. Modal dalam sejarahnya telah berkembang sesuai dengan perkembangan artian modal itu sendiri secara ilmiah. Pada permulaannya, orientasi dari pengertian modal adalah “Physical Oriented”, dimana modal diartikan sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut. Dalam perkembangannya kemudian ternyata pengertian modal mulai bersifat “Non Physical Oriented”, dimana antara lain pengertian modal kerja ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang modal. Pengertian lain mengenai artian modal yaitu unsur-unsur yang terdapat pada neraca sebelah kredit merupakan sumber untuk operasional perusahaan dan pada neraca sebelah debit merupakan realisasi yang dihasilkannya. Jadi yang tercatat disebelah debit dari neraca disebut “modal kongkret” dan yang tercatat disebelah kredit disebut “modal abstrak”. Apabila kita melihat neraca suatu perusahaan maka selain menggambarkan adanya modal kongkret dan modal abstrak, dari neraca juga akan tampak dua gambaran modal, yaitu bahwa neraca di satu pihak menunjukkan modal menurut bentuknya (sebelah debit) disebut dengan “modal aktif”, sedangkan dilain pihak menurut sumbernya (sebelah kredit) disebut dengan “modal fasif”. Berdasarkan fungsi bekerjanya aktiva dalam perusahaan, dapatlah modal aktif dibedakan dalam “modal kerja” (working capital assets) dan “modal tetap” (fixed capital assets). Menurut Kamaruddin Ahmad, modal kerja adalah aktiva lancar yang mewakili bagian dari investasi yang berputar dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Secara umum modal kerja dapat berarti : 8
1. Seluruh Aktifa Lancar atau Modal Kerja Kotor (Gross working capital). 2. Aktiva Lancar dikurang utang lancar (Net working capital). 3.
Keseluruhan dana yang diperlukan untuk menghasilkan laba tahun berjalan (Fungtional working capital).
2.2
Unsur-unsur Modal Kerja Maka di sini akan dibicarakan lebih lanjut agar nantinya dapat dianalisa sesuai
dengan fungsinya masing-masing, yaitu sebagai berikut. 1. Kas Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu membutuhkan kas, karena kas merupakan elemen dari modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya dan dapat dipergunakan untuk menguasai atau memiliki barang atau jasa yang diinginkan.
2. Piutang Dengan demikian maka piutang (receivable) merupakan elemen modal kerja yang juga selalu dalam keadaan berputar secara terus menerus dalam rantai perputaran modal kerja, yaitu Kas Persediaan Piutang Kas.
3. Persediaan Persediaan barang (Inventory) merupakan elemen utama dari modal kerja yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus mengalami perubahan dalam kegiatan perusahaan. Definisi lain tentang pengertian modal kerja atau “working capital” adalah bersangkutan dengan keseluruhan dana yang digunakan selama periode akuntansi tertentu yang dimaksudkan untuk menghasilkan “current income” di mana penggunaan dananya adalah sesuai tujuan utama didirikannya perusahaan yang bersangkutan, dan modal kerja ini terdiri dari bagian-bagian dana perusahaan. yang digunakan untuk menghasilkan “operating income” yang “normal” (dilawankan dengan abnormal), yang “current” (dilawankan dengan “future”) dan yang “gross” (dilawankan dengan “net”).
9
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Analisis Data Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, pengumpulan data menggunakan
data sekunder yang dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan ini. Data sekunder ini berupa neraca, laporan rugi laba, dan laporan arus kas di Perum Perumnas dalam kurun waktu lima tahun mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2004. Variabel-variabel yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Variabel Terikat ( Variabel Dependen ) Variabel terikat yang digunakan adalah volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih. Variabel bebas ini mempunyai sifat kuantitatif yang pada hasil akhirnya akan ditunjukkan dalam ukuran rata-rata volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih dengan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau variabel terikat yang akan dibahas lebih lanjut. 2. Variabel Bebas ( Variabel Independen ) Variebel-variabel bebas ini terdiri dari faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih pada Perum Perumnas. Variabel bebas ini terdiri dari variabel efektifitas modal kerja dan variabel kebutuhan modal kerja. Untuk menganalisis dan membahas pokok masalah yang sedang diteliti maka penulis menggunakan metode analisis data sebagai berikut: 1. Analisis Rasio Efektifitas dan Kebutuhan Modal Kerja. Analisis efektifitas modal kerja digunakan untuk menilai keefektifitasan modal kerja dengan menggunakan rasio antara total penjualan bersih dengan jumlah modal kerja ratarata (working capital turnover). Analisis kebutuhan modal kerja digunakan untuk merencanakan dan mengetahui besarnya kebutuhan modal kerja dengan menghitung periode terikatnya modal kerja dikali dengan pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.
10
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel efektifitas dan kebutuhan modal kerja serta variabel volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih, maka digunakan analisis regresi linier berganda yang mempunyai bentuk umum sebagai berikut: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + …… + bnXn Berdasarkan bentuk umum regresi linier berganda diatas, maka untuk model regresi volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih menggunakan persamaan linier berganda sebagai berikut: Y = a + b1 X1 + b2 X2 Dimana: Y
= Volume Penjualan, Pendapatan Penjualan dan Laba Bersih
X1 = Efektifitas Modal Kerja X2 = Kebutuhan Modal Kerja 2. Analisis Uji Asumsi Klasik a. Analisis Uji Multikolonieritas Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel ini tidak ortogonal yaitu variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi dengan menganalisis matrik korelasi antar variabel-variabel bebas yaitu dengan melihat apabila antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas, dan dengan menggunakan perhitungan nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) yaitu jika nilai tolerance lebih kecil dari 10% dan nilai VIF dibawah 10 maka tidak terjadi multikolonieritas antar variabel bebas dalam model regresi. Koefisien korelasi yang dinyatakan dengan r merupakan alat kedua untuk menjelaskan hubungan antara variable dan koefisien korelasi sederhana dirumuskan sebagai berikut r =
n Σ XY – Σ X Σ Y √ n Σ X² - ( X )² . √ n Σ Y² - ( Y )² 11
Dimana : r
= Koefisien korelasi
Y
= Volume Penjualan
n
= Jumlah Tahun
X
= Biaya Promosi
b. Analisis Uji Heteroskedastisitas Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID), jika titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. c. Analisis Uji Normalitas Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi nomal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan analisis grafik plot, jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan diikuti arah garis diagonal menunjukkan model regresi memenuhi asumsi normalitas. 3. Analisis Regresi Berganda a. Analisis Statistik Deskriptif Analisis ini betujuan untuk menganalisa data dengan upaya untuk memperoleh makna yang lebih luas. Adapun caranya adalah dengan menginterpretasikan data-data yang telah dianalisa dan membandingkan hasil analisa tersebut dengan perumusan hipotesa. Akhirnya hasil analisa tersebut dihubungkan dengan teori-teori yang ada, setelah itu baru diambil kesimpulan. b. Analisis Adjusted Koefisien Determinasi Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel terikat dan analisis ini digunakan untuk data dibawah 30. Nilai koefisien determinasi yang kecil berarti kemampuan variabel12
variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat. c. Analisis Signifikansi Simultan ( Uji Statistik F ) Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat/dependen. Bila nilai probabilitas ( F ) lebih kecil dari taraf kesalahan ( α ) maka semua variabel bebas secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel bebas. d. Analisis Signifikansi Parameter Individual ( Uji statistik t ) Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Cara yang digunakan untuk menghitung uji statistik t yaitu apabila nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi maka variabel bebas secara individual mempengaruhi variabel bebas secara individual mempengaruhi variabel terikat.
13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Modal Kerja Perum Perumnas Modal kerja bagi Perum Perumnas merupakan bagian modal perusahaan yang
digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari. Penilaian modal kerja yang dilakukan oleh Perum-Perumnas adalah modal kerja neto yang meliputi pengelolaan aktiva lancar dan hutang lancar. Pada saat didirikan modal dan aset Perum Perumnas hanya Rp 979,8 juta, tetapi setelah berjalan modal yang dimilikinya terus mengalami peningkatan. Modal awal ini berasal dari pemerintah mulai tahun 1974 sampai dengan tahun 1988, tetapi sejak tahun 1988 pemerintah tidak lagi memberikan modal sehingga untuk terus mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, modal yang digunakan berasal dari sisa modal kerja yang sudah ada ditambah dengan pinjaman-pinjaman baik dari pinjaman jangka pendek,panjang maupun dari bank dan juga dari cadangan-cadangan. Pada tahun 2000 dimana setelah pasca terjadinya krisis moneter, pemerintah memberikan modal kerja kepada Perum Perumnas untuk menyelesaikan stok sebesar Rp 100 milyar dengan grace periode 3 tahun selama 5 tahun angsuran, dan mendapatkan pinjaman lagi pada tahun 2003 dari Bukopin sebesar Rp 18 milyar dan juga Bapetarum sebesar Rp 30 milyar. Dalam memenuhi kebutuhan modal ini, strategi yang digunakan adalah melakukan evaluasi terhaap sumber dana yang ada dengan kebijakan yaitu penarikan pinjaman dari sumber yang memberikan benefit terbesar bagi perusahaan. Modal kerja ini selalu dibutuhkan secara terus-menerus selama Perum Perumnas masih beroperasi sehingga pimpinan sangat menaruh perhatian terhadap pengaturan modal kerja. Tabel 4.1 Modal Kerja ( Jutaan Rupiah ) Tahun
Aktiva Lancar
Hutang Lancar
Modal Kerja
2000
Rp 1.064.516
Rp 187.976
Rp 876.540
2001
Rp 1.042.339
Rp 197.025
Rp 845.314
2002
Rp
964.553
Rp 194.092
Rp 770.461
2003
Rp
986.449
Rp 226.450
Rp 759.999
2004
Rp 1.061.494
Rp 295.840
Rp 765.654
Sumber : Bagian Keuangan Perum Perumnas
14
4.2
Efektifitas Modal Kerja Untuk menganalisa posisi keuangan jangka pendek perusahaan dalam melaksanakan
aktivitas keuangannya harus diperlukan penilaian terhadap keefektifitasan modal kerja yang dimiliki. Hasil analisa ini akan sangat berguna bagi manajemen perusahaan unutk pengelolaan dan pengawasan terhadap modal kerja di masa yang akan datang. Seperti telah dibahas pada bab yang lalu untuk menilai keefektifitasan modal kerja dapat digunakan rasio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata yang dipertahankan oleh perusahaan. Tetapi sebelumnya dapat diketahui besarnya modal kerja perusahaan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Efektifitas Modal Kerja ( Jutaan Rupiah ) Tahun
Penjualan Bersih
Modal Kerja Rata-rata Efektifitas Modal Kerja
2000
Rp 219.686
Rp 876.540
0,25 x
2001
Rp 274.252
Rp 860.927
0,32 x
2002
Rp 230.266
Rp 807.888
0,29 x
2003
Rp 383.029
Rp 765.230
0,50 x
2004
Rp 309.008
Rp 762.827
0,41 x
Sumber : Bagian KeuanganPerum Perumnas
Dari tabel 4.2 diatas terlihat bahwa penjualan bersih yang turun naik sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 mengakibatkan perbandingan antara penjualan bersih dengan modal kerja rata-rata (efektifitas modal kerja) juga mengalami peningkatan dan penurunan. Modal kerja rata-rata yang paling tinggi dialami pada tahun 2000 sebesar Rp 876.540 namun pada tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan modal kerja. Pada tahun 2002 ke tahun 2003 efektifitas modal kerja mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,21 x yang berarti setiap kenaikan Rp 1 modal kerja dapat menghasilkan Rp 0.21 penjualan bersih. Namun besarnya angka perbandingan tersebut belum tentu menunjukkan efektifitas modal kerja yang baik karena kenaikan laba bersih sebesar Rp 8.678 diimbangi dengan penurunan modal kerja sebesar Rp 10.462. Ini berarti perusahaan memperoleh profit sebesar Rp 16.410 dengan meningkatkan penjualan bersih namun resiko yang dialami perusahaan juga akan besar karena modal kerja rata-rata yang dimiliki turun menjadi Rp 15
765.230. Sedangkan pada tahun 2003 ke tahun 2004 efektifitas modal kerja mengalami penurunan sebesar 0,09 x yang berarti setiap kenaikan Rp 1 modal kerja dapat menghasilkan Rp 0,09 penjualan bersih. Penurunan ini disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 12.568 dan dikarenakan menurunnya penjualan bersih sebesar Rp 74.021 serta karena perusahaan tidak dapat mempertahankan modal kerja rata-rata yang tinggi sehingga resiko yang dihadapi oleh perusahaan akan menjadi besar
4.3
Kebutuhan Modal Kerja Untuk dapat merencanakan dan mengetahui besarnya kebutuhan modal kerja,
terlebih dahulu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya modal kerja yang dibutuhkan diantaranya periode terikatnya modal kerja dan pengeluaran kas rata-rata setiap harinya. Berikut ini akan dibahas beberapa analisa yang diharapkan dapat mendukung dan memperjelas hal-hal yang telah dikemukan pada bab-bab sebelumnya dan diharapkan dengan analisa ini dapat memecahkan masalah-masalah yang sedang dibahas oleh Perum Perumnas. Untuk lebih memudahkan dalam menganalisa masalah dalam pengelolaan besarnya modal kerja, pada daftar lampiran terlihat besarnya unsur-unsur dari kebutuhan modal kerja Perum Perumnas selama 5 tahun terakhir yaitu :
Tabel 4.3 Kebutuhan Modal Kerja ( Jutaan Rupiah ) PERUM PERUMNAS 2000
2001
2002
2003
2004
Penjualan
Rp 219.686 Rp 274.252 Rp 230.266 Rp 383.029 Rp 309.008
Laba Bersih
Rp
Depresiasi
Rp 23.486 Rp 24.776 Rp 26.467 Rp 28.846 Rp
Jumlah Hari Setahun Rata-rata Pengeluaran Kas Perhari Periode Terikatnya Modal Kerja
3.484 Rp
365 Rp
4.422 Rp
365 528 Rp
1.379 hari
7.732 Rp 16.410 Rp (12.568)
365 671
1.028 hari
365
Rp 537 Rp
1.293 hari
32.772 365
925 Rp
918 hari
791
1.233 hari
Kebutuhan Modal Kerja Rp 728.112 Rp 689.788 Rp 694.341 Rp 849.150 Rp 975.303 Sumber : Bagian Keuangan Perum Perumnas
16
Tingkat Periode Perputaran Piutang
Tabel 4.4 Tingkat Periode Perputaran Piutang ( Jutaan Rupiah ) PERUM PERUMNAS
a. Piutang
2000
2001
2002
2003
2004
76.340.458
100.671.240
70.051.085
82.335.831
71.863.195
76.340.458
88.505.849
85.361.162
76.193.458
77.099.513
219.686.346
274.251.724
230.266.069
383.029.275
309.007.546
2,88 x
3,10 x
2,70 x
5,03 x
4,01 x
365
365
365
365
365
127 hari
118 hari
135 hari
73 hari
91 hari
b. Rata - rata Piutang c. Penjualan Bersih d. Tingkat Perpu taran Piutang e. Jumlah
hari
kerja dlm 1 thn f. Periode Perpu taran Piutang
Sumber : Bagian Keuangan Perum Perumnas
Dari tabel 4.4 diatas terlihat perputaran piutang dari tahun ke tahun berfluktuasi ( naik turun ). Tingkat perputaran piutang dari tahun 2002 ke 2003 mengalami peningkatan yaitu dari 2,70 x 5.03 x, peningkatan ini disebabkan oleh naiknya penjualan bersih diikuti dengan naiknya piutang. Begitu pula dengan periode perputaran piutang yang mengalami penurunan dari 135 hari menjadi 73 hari. Ini menunjukan bahwa pengelolaan piutang baik dan efektif sehingga piutang yang timbul dari peningkatan penjualan dapat dengan cepat kembali menjadi kas. Tetapi dilihat dari penurunan ini disebabkan oleh turunya penjualan bersih diikuti dengan menurunya piutang serta peningkatan periode perputaran piutang yaitu dari 73 hari menjadi 93 hari menunjukan bahwa pengelolaan piutangnya sedikit melemah, hal ini mungkin disebabkan piutang yang telah lama tidak tertagih semakin sulit untuk dicairkan atau mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif.
17
Tingkat Periode Perputaran Persedian Material
Tabel 4.5 Tingkat Periode Perputaran Persedian Material ( Jutaan Rupiah )
PERUM PERUMNAS 2000
2001
107.960.614
117.640.236
107.960.614
88.466.307
2002
2003
2004
88.258.305
116.688.242
200.148.103
112.800.425
102.949.270
102.473.273
158.418.172
131.028.584
107.284.086
114.829.652
112.670.930
0.82 x
1.16 x
1.04 x
1.12 x
0.71 x
365
365
365
365
365
445 hari
314 hari
350 hari
326 hari
513 hari
a. Persediaan Material b. Rata – rata Per sedian Material c. Biaya Pema kaian Material d. Tingkat Perpu taran Persedian Material e. Jumlah hari Kerja dlm 1 thn f. Periode Perpu taran Persedian Material Sumber : Sub Divisi Anggaran Perum Perumnas
Dari tabel 4.5 diatas terlihat bahwa tingkat perputaran persedian material dari tahun 2000 sampai 2004 berfluktuasi ( naik turun ). Pada tahun 2001 tingkat perputaran persedian material dinilai paling tinggi karena sebesar 1,16 x, hal ini menunjukan bahwa setiap tahun rata-rata dilakukan biaya pemakaian material sebanyak 1,16 x dengan jumlah persedian material rata-rata sebesar Rp. 112.800.425.000. Perputaran ini bila dihubungkan dengan periode perputaran persedian material selama 314 hari yang menunjukkan jangka waktu tersimpananya bahan material. Sedangkan pada tahun 2004 tingkat perputaran persedian material dinilai paling rendah karena hanya sebesar 0.71 x, hal ini menunjukan bahwa setiap tahun rata-rata dilakukan biaya pemakaian material sebanyak 0,71 x dengan jumlah persedian material rata-rata sebesar Rp 158.418.172.500. Perputaran ini bila dihubungkan dengan periode perputaran persedian material selam 513 hari yang menunjukan jangka waktu tersimpanya bahan material. 18
Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Dalam Proses
Tabel 4.6 Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Dalam Proses
PERUM PERUMNAS 2000
2001
2002
2003
2004
142.382.758
142.382.844
108.987.199
98.128.520
98.742.505
142.382.758
142.382.801
125.685.021
103.557.859
98.435.512
117.203.324
201.533.344
154.568.172
189.659.304
185.341.860
0,82 x
1,42 x
1,23 x
1,83 x
1,88 x
365
365
365
365
365
443 hari
258 hari
297 hari
199 hari
194 hari
a. Persedian Produk dlm Proses b. Rata-rata Perse dian Produk dlm Proses c. Biaya Produksi d. Tingkat Perputa ran Persedian Pro duk dlm Proses e. Jumlah Hari Kerja dlm setahun f. Periode Perputaran Persedian dalam Proses Sumber : Sub. Divisi Produksi Komponen Bangunan Perum Perumnas
Dari tabel 4.6 di atas ini telihat bahwa tingkat perputaran persedian produk dari tahun 2001 ke 2002 mengalami penurunan sedangkan mulai tahun 2002 sampai 2004 mengalami peningkatan. Tingkat perputara persedian produk dalam proses terlihat menurun dari tahun 2001 ke 2002 yaitu dari 1,42 x menjadi 1,23 x. Penurunan persedian produk dalam proses ini disebabkan oleh menurunnya biaya produksi. Dengan menurunnya tingkat perputaran pesedian produk dalam proses sebesar 0,33 x berarti dapat diperoleh informasi bahwa persedian material yang diproses menurun menjadi 63 hari. Sedangkan tingkat perputaran persedian produk dalam proses terlihat meningkat dari tahun 2002 ke 2003 yaitu1.23 x menjadi 1,83 x. Peningkatan persedian produk dalam proses ini disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi. Dengan meningkatnya tingkat perputaran persedian produk dalam proses sebesar 0,60 x berarti dapat diperoleh informasi bahwa persedian material yang diproses menurun dari 297 hari menjadi 199 hari 19
Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Jadi
Tabel 4.7 Tingkat Periode Perputaran Persedian Produk Jadi ( Jutaan Rupiah ) PERUM PERUMNAS
2000
2001
2002
2003
2004
150.457.491
180.353.325
200.565.948
202.170.971
237.466.910
150.457.491
165.405.408
190.459.636
201.368.459
219.818.940
151.052.705
178.769.080
130.165.763
229.917.646
184.633.547
1,00 x
1,08 x
0,71 x
1,14 x
0,84 x
365
365
365
365
365
364 hari
338 hari
511 hari
320 hari
435 hari
a. Persedian Produk Jadi b. Rata-rata Persedian Produk Jadi c. Harga Pokok Penjualan d. Tingkat Perputaran Persedian Produk jadi
e. Jumlah Hari Kerja / th
f. Periode Perputaran Persediaan Produk jadi
Sumber : Sub. Divisi Produksi Komponen Perum Perumnas
Dari tabel 4.7 di atas ini terlihat bahwa tingkat perputaran produk jadi dari tahun 2000 sampai 2004 berfluktuasi ( naik turun ). Pada tahun 2002 tingkat perputaran persedian produk jadi terlihat paling kecil hanya sebesar 0,71 x, hal ini disebabkan oleh menurunnya harga pokok penjualan dari tahun 2001. Dengan tingkat perputaran persedian produk jadi sebesar 0,71 x dapat diketahui bahwa produk jadi rata-rata baru dapat terjual setelah mengalami proses produksi selama 511 hari yang mana melebihi tingkat perputaran yang hanya1 tahun. Ini disebabkan oleh harga jual yang kurang kompetitif, keterbatasan KPR dengan fasilitas bunga bersubsidi, serta waktu penyaluran seringkali terlambat, dan juga karenakan harga jual cenderung meningkat sedangkan plafon kredit tetap, sehingga konsumen harus menyediakan uang muka lebih besar, hal ini sangat membebani konsumen. Sedangkan pada tahun 2003 tingkat perputaran persedian produk jadi sebesar 1,14 x hal ini 20
disebabkan oleh meningkatnya harga pokok penjualan dari tahun 2002. Dengan tingkat perputaran persedian produk jadi sebesar 1,14 x dapat diketahui bahwa produk jadi rata-rata baru dapat terjual setelah mengalami proses produksi selama 320 hari. Dengan makin tingginya tingkat perputarannya, yang berarti makin pendek waktu terikatnya modal dalam produk jadi.
Pengaruh Efektifitas dan Kebutuhan Modal Kerja dengan Volume Penjualan, Pendapatan Penjualan dan Laba Bersih. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh efektifitas dan kebutuhan modal kerja terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih dapat menggunakan analisis regresi berganda, tetapi sebelum melakukan penghitungan analisis regresi berganda, kita dapat mengetahui apakah model regresi yang dipakai layak digunakan untuk mengetahui pengaruh dari tiap-tiap variabel bebas dan terikat, dengan menggunakan analisis uji asumsi klasik. Berikut ini adalah tabel untuk penghitungan analisis antara efektifitas modal kerja dan kebutuhan modal kerja terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih dari tahun 2000 – 2004 dengan menggunakan analisis uji asumsi klasik dan regresi berganda.
Tabel 4.8 Data Variabel Regresi Volume Penjualan ( Jutaan Rupiah ) Tahun
Volume Penjualan
Efektifitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja
( unit )
(x)
( Rp )
Y
X1
X2
2000
12.404
0,41
975.303
2001
8.998
0,50
849.150
2002
6.177
0,29
694.341
2003
7.059
0,32
689.788
2004
5.688
0,25
728.112
Sumber : Sub. Divisi Penjualan Perum Perumnas
21
Tabel 4.9 Data Variabel Regresi Pendapatan Penjualan ( Jutaan Rupiah ) Tahun
Pendapatan Penjualan Efektifitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja ( Rp )
(x)
( Rp )
Y
X1
X2
2000
194.252
0,41
975.303
2001
243.501
0,50
849.150
2002
202.127
0,29
694.341
2003
347.089
0,32
689.788
2004
279.757
0,25
728.112
Sumber : Sub. Divisi Penjualan Perum Perumnas
Tabel 4.10 Data Variabel Regresi Laba Bersih ( Jutaan Rupiah ) Tahun
Laba Bersih
Efektifitas Modal Kerja Kebutuhan Modal Kerja
( Rp )
(x)
( Rp )
Y
X1
X2
2000
3.484
0,41
975.303
2001
4.422
0,50
849.150
2002
7.732
0,29
694.341
2003
16.410
0,32
689.788
2004
(12.568)
0,25
728.112
Sumber : Divisi Keuangan Perum Perumnas
4.4
Analisis Data Selanjutnya dengan menggunakan metode Least Sguare, maka dari hasil perhitungan
sebagaimana digambarkan dalam tabel 4.12 tersebut dapat dicari hubungan antara efektifitas modal kerja ( X ) dengan volume penjualan ( Y ) sebagai berikut : 22
b =
n . Σ XY − (Σ X) (Σ Y) n . Σ X² − (Σ X)²
b
=
5 . ( 15.056,85 ) − ( 1,77 ) ( 40.326 ) 5 . ( 0.6671 ) − ( 1,77 )²
b
= 75.284,25 − 71.377,02 3,3355 − 3,1329
b = 3.907,23 0.2026 b = 19.285,4 dibulatkan menjadi = 19.285 Jadi nilai koefisien b = 19.285 X = X
= 1,77
n Y = Y
= 0,35
5 = 40.326
n
= 8.065,2
5
Selanjutnya dihitung nilai konstanta a sebagai berikut : a = Y − bX = 8.065,2 − 19.285 ( 0,35 ) = 8.065,2 − 6.749,75 = 1.315,4 = 1.315 ( dibulatkan ) Persamaan duga regresinya menjadi Y = a + bX Y = 1.315 + 19.285 X Selanjutnya untuk melihat kuat tidaknya hubungan antara efektifitas modal kerja dengan volume penjualan, dapat dilihat dari pengaruh efektifitas modal kerja terhadap tingkat
23
penjualan dengan menggunakan perhitungan koefisien korelasi sederhana adalah sebagai berikut : n.Σ XY − (ΣX).(ΣY)
r =
√ n . Σ ( X² ) − ( X )² . √ n . Σ ( Y² ) − ( Y )² r = 5 . ( 15.056,85 ) − ( 1,77 ) . ( 40.326 ) √ 5 ( 0,6671 ) − ( 1,77 )² . √ 5 ( 355.161.374 ) − ( 40.326 )² 75.284,25
r =
− 71.377
√ 3,3355 − 3,1329 . √ (1.775.806.870 ) − ( 1.626.186.276 ) r =
3.907,25
√ 0,2026 . √ 149.620.594 r =
3.907,25 ( 0,45 ) . ( 12.231,94 )
r = 3.907,25 5.504,37
r = 0,7098 dibulatkan : ( 0,710 ) Derajat hubungan :
Sangat kuat
( 0,80 − 1,000 )
Kuat
( 0,60 − 0,799 )
Sedang
( 0,40 − 0,599 )
Lemah
( 0,20 − 0,399 )
Sangat Lemah
( 0,00 − 1,999 )
Dari hasil perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa nilai koefisien korelasi ( r ) sebesar 0,710 mengandung arti bahwa derajat hubungan antara efektifitas dengan volume penjualan adalah Cukup Kuat.
24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Efektifitas modal kerja Perum Perumnas dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 mengalami peningkatan dan juga penurunan, ini berarti pemakaian modal kerja belum digunakan secara efektif untuk aktivitas usaha perusahaan. Efektifitas modal kerja yang terlalu tinggi ternyata tidak menentukan tingkat penggunaan modal kerja yang efektif karena jika dianalisa lebih lanjut ternyata kenaikan volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih diikuti dengan menurunnya jumlah modal kerja yang sangat memperbesar resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan. 2. Jumlah kebutuhan modal kerja Perum Perumnas dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 mengalami penurunan tapi sejak saat itu sampai dengan tahun 2004 kebutuhan modal kerja terus mengalami peningkatan. Penurunan dan peningkatan ini disebabkan karena besarnya rata-rata pengeluaran kas perharinya dan juga oleh periode terikatnya unsur-unsur modal kerja. Besarnya kebutuhan modal kerja yang tertinggi ada pada tahun 2004 sebesar Rp 975.303, ini berarti kebutuhan modal kerja akan dipenuhi oleh jumlah keseluruhan kas yang ada dan sisanya dapat dipenuhi dengan penerimaan piutang dan hasil penjualan persediaan, sedangkan yang terendah ada pada tahun 2001 sebesar Rp 689.778. 3. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa efektifitas modal kerja tidak signifikan terhadap volume penjualan dan laba bersih, tetapi signifikan terhadap pendapatan penjualan. 4. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan modal kerja tidak signifikan terhadap volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih. 5. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa efektifitas dan kebutuhan modal kerja tidak signifikan terhadap volume penjualan dan laba bersih, tetapi signifikan terhadap pendapatan penjualan. Kemudian dalam model regresi volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih tidak terjadi multikolonieritas dan heteroskedastisitas serta ketiga model regresi tersebut memenuhi asumsi normalitas.
25
5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas maka akan dapat diketahui saran dari model regresi
volume penjualan, pendapatan penjualan dan laba bersih. Saran-saran yang penulis berikan adalah sebagai berikut : 1. Pada pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa model regresi volume penjualan dan laba bersih tidak layak digunakan karena variable terikat tersebut
tidak
berpengaruh terhadap efektifitas dan kebutuhan modal kerja. 2. Sedangkan model regresi pendapatan penjualan layak digunakan karena variable terikat tersebut berpengaruh terhadap
efektifitas dan kebutuhan modal kerja.
3. Ketiga model regresi tersebut pihak perusahaan dapat memilih model regresi pendapatan
penjualan untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap
efektifitas dan kebutuhan modal kerja. 4. Pertumbuhan penjualan mempunyai hubungan yang erat dan langsung dengan investasi dalam bentuk aktiva lancar dimana aktiva lancar tersebut termasuk dalam unsur modal kerja. Dengan bertambahnya pendapatan penjualan, perusahaan harus menaikkan piutang dan juga akan menyebabkan perlunya tambahan persediaan, dan uang kasnya pun mungkin perlu juga dinaikkan. Semua kebutuhan itu harus dibiayai, setiap kenaikan pada perkiraan di sisi neraca harus ditandingi dengan kenaikan pada sisi kanan neraca. Karena itu, manajer keuangan harus mengamati secara cermat trend penjualan dan pengaruhnya terhadap kebutuhan modal kerja perusahaan.
26
DAFTAR PUSTAKA Afiff, Faisal dan Utjup Supandi. 1988. Manajemen Modal Kerja. CV Remadja Karya. Bandung. Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro. Semarang. Johan, Silas. 1995. Perum Perumnas dalam Tantangan Tugas. Perum
Perumnas. Jakarta.
Munawir, S. 1991. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta. Perumnas, 2003. Ikhtisar Catatan Laporan Keuangan Tahunan Perum Perumnas tahun 1999 – 2003. Perum Perumnas. Jakarta. Pratista, Arif. 2001. Aplikasi SPSS 10.05 dalam Statistik dan Rancangan Percobaan. CV Alphabeta. Bandung. Riyanto, Bambang. 2001. Yogyakarta.
Dasar-dasar
Pembelanjaan
Perusahaan.
Edisi 4.
BPFE.
Soeprihanto, John. 1995. Manajemen Modal Kerja. BPFE. Yogyakarta. Subiyakto, Haryono. 1994. Statistik 2. Gunadarma. Jakarta. Sundjaja, Ridwan dan Inge Barlian. 2003. Manajemen Keuangan. Edisi 5. Literata Lintas Media. Jakarta. Suwardjono. 1997. Teori Akuntansi. Universitas Gunadarma. Jakarta. Suwartojo. 1991. Modal Kerja. Balai Aksara. Jakarta. Syamsuddin, Lukman. 1994. Manajemen Persada. Jakarta.
Keuangan
Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi 3 Jakarta.
Perusahaan. PT. Raja
Grafindo
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigham. 1994. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi 9. Erlangga. Jakarta. Wibisono, C. Handoyo. 1993. Manajemen Modal Kerja. Edisi 2. Universitas Atmajaya. Yogyakarta. Gitosudarmo, Indriyo dan Basri. 1989. Manajemen Yogyakarta. 27
Keuangan. Edisi Revisi. BPFE.
Suprihanto, John. 1988. Manajemen Modal Kerja. BPFE. Yogyakarta. Ahmad, Kamaruddin.1997.
Dasar-Dasar
Manajemen Modal
Kerja. PT.
Rineka Cipta
Yogyakarta. A. Marwan dan Suprihanto. J. 1986. Manajemen Perusahaan Pendekatan Operasional Edisi I. BPFE Yogyakarta. Fred Weston. J. dan F. Brigham Eugene. 1993. Manajemen Keuangan. Edisi VII Erlangga. Jakarta. Freddy Rangkuti. 1995. Manajemen Persediaan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
28