KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Chandra Puspitasari NIM 09110241021
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA OKTOBER 2016
i
ii
iii
iv
MOTTO Pondasi negara yang terbaik adalah budaya, sebagai dasar mengembangkan bangsa tanpa melupakan asal usul jati dirinya (NN) Jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran dan keyakinan bahwa masa depan penuh cita-cita indah itu dapat kau gapai (Penulis)
v
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur kepada Allah SWT Dan dengan penuh rasa hormat Karya sederhana ini kupesembahkan kepada Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta Dan Kupersembahkan untuk : Ayah dan Ibuku tercinta yang tak pernah berhenti berharap dan berdoa untuk kesuksesanku Juga untuk Adikku Yang tak henti memberi semangat sampai penulisan ini selesai
vi
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
Oleh Chandra Puspitasari NIM 09110241021 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai- nilai budi pekerti, (2) memahami kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler, (3) memahami faktor penghambat dan pendukung kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa, dan (4) memahami strategi yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi hambatan yang ditemui saat menerapkan nilai-nilai budaya Jawa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, dan beberapa peserta didik di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data berupa pengumpulan data, reduksi data (penyederhanaan), display data (disajikan), atau verifikasi atau penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) bentuk nilai-nilai budaya jawa yang diterapkan meliputi penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru setiap pagi dan pulang sekolah, serta wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional; 2) cara menanamkan nilai-nilai budaya jawa meliputi menyanyikan tembang jawa sebelum memulai pelajaran dan melalui kegiatan ekstrakurikuler tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang Jawa; 3) faktor pendukung adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh komunitas sekolah. Sedangkan, faktor penghambat adalah kebiasaan sehari-hari siswa di rumah yang sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa, keterbatasan dana sekolah, keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan dan 4) upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap hambatan berupa melakukan kerjasama dengan seluruh komunitas sekolah dan orangtua, dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan orangtua, sekolah berupaya mengumpulkan dana untuk pembelian alat musik, sekolah mendatangkan pelatih dari luar, sekolah memberikan tanggung jawab kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing kelas dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar. Kata kunci: Kebijakan Sekolah, Nilai-Nilai, Budaya Jawa, dan Ekstrakurikuler vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan Sekolah Dalam Menerapkan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Program Studi Kebijakan Pendidikan Fakultas Ilmu Pensdidikan Unversitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk menimba ilmu selama masa studi di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini. 4. Pembimbing Akademik Bapak I Made Suatera M. Hum, yang telah membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis selama menjadi mahasiswa. 5. Dosen Pembimbing Skripsi Bapak Dr. Dwi Siswoyo M. Hum, yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing, memotivasi, mengarahkan dan memberi saran dalam penyusunan skripsi ini. viii
6. Ibu Anastasia, Kepala Sekolah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. 7. Keluarga Besar SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. 8. Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa membesarkan hati dan dengan penuh kasih sayang memberikan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini, dan adikku tersayang Dhimas Bayu Dwi Arivianto 9. Teman-teman angkatan 2009: Restu, Wulan, Lia, Wahyu, Furi yang memberi motivasi hingga skripsi ini selesai 10. Teman-teman seperjuangan Bayu, Aldy, Kak Rio, Kak Ika, Kak Alin, Kak Yosua, Kak Alma, Marcel, Kak Yonas, Kak Hugo yang memberikan bantuan, semangat, kritik, saran, dan motivasi. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini Semoga bantuan dan kebaikan pihak-pihak yang disebutkan di atas mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat
optimal
bagi
pengembangan
keilmuan
Kebijakan
Pendidikan dan bagi siapa saja yang membacanya. Amin.
Yogyakarta, 20 Agustus 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
hal HALAMAN JUDUL...................................................................................... i PERSETUJUAN ............................................................................................ ii PERNYATAAN............................................................................................. iii PENGESAHAN ............................................................................................. iv MOTTO ......................................................................................................... v PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 12 C. Batasan Masalah ...................................................................................... 13 D. Rumusan Masalah .................................................................................... 13 E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 13 F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 14 BAB II KAJIAN TEORI A. Implementasi Kebijakan .......................................................................... 16 1. Pengertian Kebijakan Pendidikan ...................................................... 16 2. Pengertian Kebijakan Sekolah ........................................................... 18 B. Budaya Jawa ............................................................................................ 24 1. Pengertian Budaya Jawa ..................................................................... 24 2. Unsur Budaya Jawa ........................................................................... 28 x
3. Hakikat Kearifan Lokal ...................................................................... 36 4. Nilai dan Budi Pekerti Budaya Jawa .................................................. 40 C. Budaya Sekolah ......................................................................................... 55 D. Ekstrakurikuler .......................................................................................... 58 E. Penelitian yang Relevan ........................................................................... 62 F. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 64 G. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 67 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 68 B. Subjek Penelitian ..................................................................................... 68 C. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 69 D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 69 E.
Instrumen Penelitian ............................................................................... 73
F.
Teknik Analisis Data............................................................................... 73
G. Keabsahan Data ....................................................................................... 75 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian...................................................................... 77 B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 92 C. Pembahasan .............................................................................................. 121 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................. 143 B. Saran ........................................................................................................ 145
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 147 LAMPIRAN ................................................................................................... 151
xi
DAFTAR TABEL
hal Tabel 1. Jumlah Rombongan Belajar .............................................................. 79 Tabel 2. Jumlah Peserta Didik ......................................................................... 79 Tabel 3. Keadaan Pendidik .............................................................................. 80 Tabel 4. Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Status Kepegawaian .... 80 Tabel 5. Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Pengalaman Kerja ....... 80 Tabel 6. Jumlah Keadaan Ruangan ................................................................. 81 Tabel 7. Prestasi Siswa .................................................................................... 82
xii
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1.
Struktur Organisasi SD .............................................................. 21
Gambar 2.
Kerangka Berpikir Penelitian...................................................... 67
Gambar 3.
Pendopo Sekolah Tamansiswa ................................................... 196
Gambar 4.
Lapangan SD Taman Muda IP Yogyakarta ............................... 196
Gambar 5.
Halaman Depan SD Taman Muda IP Yogyakarta ..................... 196
Gambar 6.
Kondisi Pendopo Tamansiswa ................................................... 197
Gambar 7.
Visi dan Misi Taman Muda Ibu Pawiyatan ............................... 197
Gambar 8.
Semboyan Ki Hajar Dewantara yang terdapat pada dinding ruang guru .................................................................................. 197
Gambar 9.
Kegiatan Salim dengan Guru dan Kepala Sekolah pada pagi hari ..................................................................................... 198
Gambar 10. Kegiatan baris berbaris sebelum memasuki kelas ..................... 198 Gambar 11. Kegiatan bersalaman dengan guru sebelum pulang sekolah ..... 198 Gambar 12 Pamong menjelaskan cara membaca aksara jawa dalam pembelajaran ekstrakurikuler bahasa Jawa ................................ 199 Gambar 13. Aksara jawa yang di tulis peserta didik ..................................... 199 Gambar 14. Pembelajaran notasi dan gerakan dalam kegiatan ekstrakurikuler karawitan ......................................................... 199 Gambar 15. Peserta didik berlatih menggunakan gamelan dalam ekstrakurikuler karawitan .......................................................... 200 Gambar 16. Tari Perang-perangan putra dalam ekstrakurikuler tari ............. 200 Gambar 17. Tari Lilin untuk peserta didik putri dan putra dalam ekstrakurikuler tari ..................................................................... 200 Gambar 18. Peserta didik menyanyikan tembang tak pethik-pethik dalam ekstrakurikuler nembang ........................................................... 201 Gambar 19. Peserta didik memainkan dolanan jamuran dalam ekstrakurikuler dolanan anak ................................................... 201 Gambar 20. Peserta didik memainkan dolanan cublak –cublak suweng dalam ekstrakurikuler dolanan anak .......................................... 201 Gambar 21. Peserta didik menggambar motif batik truntum ........................ 202 Gambar 22. Peserta didik menggambar dan memberi warna motif batik truntum dalam ekstrakurikuler membatik .................................. 202 xiii
DAFTAR LAMPIRAN
hal Lampiran 1. Pedoman Observasi ..................................................................... 152 Lampiran 2. Pedoman Wawancara .................................................................. 153 Lampiran 3. Transkip Wawancara yang Telah Direduksi ............................... 158 Lampiran 4. Catatan Lapangan ........................................................................ 173 Lampiran 5. Kisi Kisi Wawancara ................................................................... 193 Lampiran 6. Dokumentasi Foto........................................................................ 195 Lampiran 7. Surat Penelitian ............................................................................ 202
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui proses pengajaran dan pelatihan. Pengertian lain pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah upaya konservatif dan progresif dalam bentuk pendidikan sebagai pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retropeksi, dan sebagai rekonstruksi (Riant Nugroho, 2008: 20). Pendidikan sebagai proses budaya yang secara terus menerus selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ruang dan waktu. Jika nilai-nilai budaya hilang dari proses pendidikan, maka dampaknya dapat kita rasakan pada generasi mendatang, yakni suatu generasi yang tidak memahami karakter budaya dan cenderung mengarah pada perbuatan negatif. Dewasa ini negara kita sedang dihadapkan dengan permasalahan moral dikalangan pelajar. Arus globalisasi didorong dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memicu lunturnya moral dan hilangnya nilai luhur budaya ditandai dengan semakin terkikisnya nilai 1
budaya Jawa lama yaitu nilai gotong royong, ramah tamah, tenggang rasa, kerendahan hati, kejujuran dan nilai positif lainnya. Globalisasi sendiri memberikan dua dampak yang dirasakan oleh masyarakat yaitu sisi negatif dan sisi positif. Sisi positif dari adanya globalisasi adalah terjadinya perluasan pasar sehingga berdampak pada kenaikan pendapatan suatu negara, sedangkan pada sisi pemerintahan banyak negara yang saat ini menerapkan sistem demokrasi yaitu dengan memberikan kebebasan pada rakyatnya. Dalam bidang budaya, globalisasi menyebabkan interaksi antar bangsa semakin cepat sehingga arus pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan semakin terbuka. Sisi negatif dari globalisasi juga tidak kalah banyaknya. Dibidang ekonomi menyebabkan semakin jelas perbedaan antara kelompok kaya dan miskin. Dalam bidang sosial politik demokrasi cenderung mengarah pada demokrasi tanpa batas. Dalam bidang budaya, adanya globalisasi membawa dampak pada mudahnya warga masyarakat di negara berkembang, termasuk Indonesia meniru budaya luar dalam berbagai bentuk. Seperti, pola pergaulan, pola berpakaian, pola makan, dan berbagai pola perilaku lain yang justru dapat merusak harkat, martabat dan jati diri bangsa itu sendiri (Zamroni, 2005: 65). Kesadaran diri sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan – ikatan sosial dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku bangsa, dan agama sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional. Hal 2
ini berdasar pada aturan Kemendiknas tentang UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab satu, pasal satu yang berbunyi, “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap pada tuntutan perubahan zaman.”
Kebudayaan suatu bangsa adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak budaya baru melainkan dengan cara melakukan akulturasi budaya. Hal ini berdasarkan pada UUD 1945 tentang pendidikan dan kebudayaan bab tiga belas pasal tiga puluh dua yang berbunyi, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.” (http://www.frewaremini.com/2014/01/bab-pasal-ayat-uud-1945 penjelasan.html.)
Kebudayaan itu akan berubah terus sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta pengembangan pola pikir manusia melalui pendidikan.
Sebab
pendidikan
adalah
tempat
manusia
dibina,
ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-potensinya. Menurut Parsudi Suparlan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia,
3
yaitu: agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa serta komunikasi dan kesenian (Rusmin Tumanggor, 2010: 19). Pendidikan merupakan bekal penting untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di kalangan warga masyarakat. Peran pendidikan menjadi lebih penting ketika arus globalisasi yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya sering bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Mengintegrasikan budaya melalui pendidikan berbasis budaya merupakan salah satu cara mewariskan nilai budaya tanpa mengurangi porsi pendidikan yang dibutuhkan peserta didik. Penting bagi bangsa Indonesia untuk menerapkan pendidikan berbasis budaya
yang
mengedepankan pembentukan karakter sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa. Pendidikan berbasis budaya di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan konsep pendidikan Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Tamansiswa yang juga merupakan bapak pendidikan nasional yang telah meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya. Sehingga ada pengaruh yang kuat dari konsep taman siswa terhadap pendidikan berbasis budaya di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara (2011: 33) tidak hanya berbicara mengenai masyarakat Jawa saja, tetapi yang dimaksud adalah masyarakat kebangsaan Indonesia artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan 4
dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian pendidikan pada konsep Tamansiswa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan derajat negara dan rakyat. Pendidikan nasional mengangkat unsur ketamansiswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan melaksanakan tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya bangsa. Bangsa Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan berbagai suku bangsa dengan masing-masing daerah yang memiliki budaya dan ciri khas masing-masing. Seperti di daerah lain, masyarakat Suku Jawa juga memiliki kebudayaan daerah yang beragam. Budaya juga merupakan pengikat Suku Jawa yang menunjukkan karakteristik dengan mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, pengikat tersebut telah terabaikan dan menjadi hal yang sulit untuk dicari di era globalisasi ini. Masyarakat Jawa saat ini bisa dianggap kurang memperhatikan unsur-unsur budayanya sendiri yang telah ada seiring dengan berkembangnya zaman, contohnya menurunnya penguasaan bahasa Jawa oleh masyarakat Jawa yang merupakan pemilik bahasa tersebut. Nilai-nilai luhur budaya Jawa mulai terkikis seiring dengan cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
5
Nilai merupakan sebuah inti dari kebudayaan. Salah satu contoh nilai kebudayaan didalam pendidikan yaitu budi pekerti. Budi Pekerti adalah nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Budi pekerti luhur merupakan wujud etika pergaulan yang dilandasi oleh tata krama dan ajaran moral luhur, yaitu ajaran moral (budaya Jawa) yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan sebagai bentuk budi pekerti. Tata krama meliputi aturan moral, sopan santun, unggah ungguh dan etika. Hal ini senada dengan penjabaran Yumarna (Suwardi Endraswara, 2006: 53) yang menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan dapat diwujudkan dalam tiga hal, yaitu usaha pencerdasan siswa dalam kerangka kehidupan, integritas kepribadian sebagai wujud pengembangan manusia yang meliputi religiusitas, budi pekerti, skill, serta keadaan jasmani rohani, dan pembentukan sikap dasar yang meliputi kemandirian dan tanggung jawab sosial. Penanaman nilai-nilai budi pekerti di sekolah, untuk saat ini memang mengalami kemunduran. Siswa sering kali berperilaku tidak sopan terhadap guru, melecehkan sesama teman. Paul Suparno (Nurul Zuriah, 2007: 170) menyatakan bahwa penyempitan pendidikan budi pekerti hanya sebatas menekankan pentingnya sopan santun saja. Menilai anak itu baik atau tidak membutuhkan pengertian apa yang ada dalam 6
diri anak itu, apalagi segi moral. Anak tidak dapat dinilai buruk budi pekertinya hanya dari segi luar. Sikap pendidik yang tidak menjadi teladan juga dapat mempengaruhi sikap anak didik tersebut. Pendidik dapat menjelaskan banyak nilai yang baik dalam budi pekerti, namun apabila pendidik tersebut tidak melakukan nilai tersebut maka proses pendidikan tidak akan berjalan baik. Sosialisasi budi pekerti di sekolah dengan cara pemberdayaan sopan santun dan etika sesuai dengan norma-norma sopan santun yang ditunjukkan guru atau dosen. Khusus di jenjang Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Umum, sopan santun telah diterapkan sejak dini melalui peraturan sekolah yang sangat disiplin. Oleh karena itu, dalam realisasi pendidikan budi pekerti perlu diwujudkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan juga sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal perlu mengambil peran dalam pengembangan sisi afektif siswa. Jadi kesimpulannya sekolah perlu lebih menekankan pada pembinaan perilaku siswa tentang pendidikan budi pekerti melalui upaya keteladanan, pembiasaan, pengamalan, dan pengkondisian lingkungan. Cara yang dapat ditempuh di sekolah adalah dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam proses pembelajaran, kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler serta kegiatan kesiswaan lainnya di sekolah. Sebagai contoh dengan mengadakan kegiatan kesiswaan yang menekankan pada pengenalan budaya lokal 7
yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah setempat yang perlu diajarkan kepada pada pemuda, selain itu penggunaan bahasa lokal dipandang perlu diaplikasikan paling tidak satu hari dalam enam hari proses pembelajaran di sekolah. Di samping itu diharapkan kegiatan ekstrakurikuler berbasis kebudayaan lokal mulai diadakan di tiap-tiap sekolah guna mendukung kegiatan pelestarian budaya lokal. Pendidikan hanya berfungsi membantu perkembangan anak, maka pendidik harus menyesuaikan diri dengan individualitas anak. Sejak dini anak perlu di didik berpikir kritis. Ini bertujuan agar anak tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan ketika berada dalam kandungan budaya itu, yang akhirnya menimbulkan penilaian menerima, merevisi, atau menolak budaya itu (Suwardi Endraswara, 2006: 55). Melalui pendidikan serta program melestarikan kebudayaan lokal melalui kegiatan ekstrakurikuler, berbagai budaya baru yang masuk dan bersifat negatif dapat ditanggulangi, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di Kota Yogyakarta. Kegiatan ekstrakurikuler memiliki peran cukup penting dalam membangun karakter siswa. Dalam kegiatannya, penerapan nilai-nilai berbudi luhur juga diberikan. Ini menjadi salah satu alasan pentingnya 8
kegitan ekstrakurikuler diterapkan dalam lingkungan sekolah. Dalam penerapannya, siswa tidak hanya menerima pelajaran budi pekerti di kelas, tapi juga dapat diberikan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Dalam budaya Jawa, unggah-ungguh atau perilaku sopan santun masih sangat penting untuk diterapkan kepada siswa, baik dari sikap, tutur kata kepada pendidik atau orangtua. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu pusat orientasi budaya Jawa di Indonesia. Sejalan dengan hal ini provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) DIY nomor 5 tahun 2011 yang berisi tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan berbasis kebudayaan. Peraturan gubernur ini secara khusus menunjukkan bahwa dalam menerapkan pendidikan dan nilai luhur budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan berdasarkan konsep “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” dengan mengedepankan sifat asah, asih dan asuh. Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Tamansiswa yang sarat dengan muatan kebudayaan nasional khususnya budaya Jawa di Yogyakarta. Melalui perguruan ini budaya Jawa mulai digunakan sebagai dasar dari pembentukan karakter melalui penerapan budi luhur budaya masyarakat Jawa. Beberapa sekolah dasar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah menerapkan Pendidikan Berbasis Budaya Jawa salah satunya adalah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang berdiri atas prakarsa Ki Hadjar Dewantara. 9
Penerapan Pendidikan Berbasis Budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa melalui beberapa program intrakurikuler dan ekstrakulikuler yang mengadopsi kebudayaan Jawa. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas peserta didik melalui penggunaan budaya Jawa dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga siswa dapat memiliki nilai luhur yang dijunjung dalam budaya Jawa. Terlihat dengan banyaknya prestasi dari siswa SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dalam bidang budaya lokal seperti karawitan, panembromo, macapat, tari dan lain sebagainya. Membangun karakter siswa dengan budi pekerti luhur bangsa merupakan fokus utama yang di bentuk di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa melalui penerapan unsur budaya Jawa. Tujuan pembelajaran budi pekerti diberikan kepada siswa agar nilai-nilai budaya bangsa seperti sopan santun tidak luntur oleh perkembangan zaman. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menerapkan sistem “among” yang dianggap sebagai keseimbangan antara pendidikan orangtua atau keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil observasi awal diperoleh bahwa konsep pendidikan Tamansiswa yang menjaga nilai luhur budaya bangsa dan penanaman budi pekerti di sekolah tersebut masih dijaga hingga saat ini. Sesuai dengan visi dan misinya, sekolah tersebut memberikan pelajaran budi pekerti baik melalui pelajaran sehari-hari di dalam kelas (intrakurikuler) maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler.
10
Kebijakan dari sekolah mengenai penerapan budaya Jawa dalam kegiatan sehari-hari dapat dilihat dengan membiasakan menyanyikan lagu nasional dan tembang sebelum memulai pelajaran. Sedangkan salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti peserta didik adalah membatik. Ini dilakukan sebab disamping pendidikan budi pekerti juga untuk melestarikan budaya Jawa yang hampir luntur. Keberhasilan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menjadi sekolah dasar yang menjunjung tinggi budaya Jawa dan menghasilkan peserta didik yang berbudi pekerti bisa menjadi contoh bagi sekolah lain yang akan menerapkan pendidikan berbasis budaya Jawa khususnya di Yogyakarta. Tidak semua sekolah dapat menyusun program pendidikan yang kental akan budaya lokal, bahkan sangat sedikit sekolah yang menggunakan kebudayaan lokal dalam penyelenggaraan pendidikannya. Perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi serta bagaimana pendidik dapat mengarahkan siswa dengan baik dalam setiap program pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang menjadi fokus dalam penelitian yang dilakukan peneliti. Memiliki visi menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya dan pendidikan budi pekerti luhur bukan berarti SD Taman Muda IP tersebut tidak memiliki kendala dalam menerapkan budaya Jawa di sekolah. Salah satu hal yang menjadi kendala yaitu sikap orangtua yang tidak 11
membiasakan siswa untuk bertutur kata menggunakan bahasa Jawa dan tidak membiasakan sikap unggah-ungguh yang baik terhadap orang yang lebih tua. Ini menyebabkan kebiasaan siswa yang bersikap sesuka hati terhadap orang lain. Untuk itu mengetahui kebijakan sekolah dalam penerapan budaya Jawa dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Berdasarkan pada uraian tersebut peneliti tertarik untuk mendeskripsikan kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya jawa melalui penelitian skripsi yang berjudul ”Kebijakan Sekolah Dalam Menerapkan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta” sebagai kajian untuk menerapkan nilai budaya Jawa atau nilai budi pekerti di sekolah. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa
permasalahan
yang
berkaitan
dengan
pendidikan budaya Jawa dalam kebijakan sekolah di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta tersebut antara lain: 1. Dampak arus globalisasi yang bersifat negatif membuat siswa saat ini lupa terhadap tatanan nilai budaya lokal dan bangsa. 2. Nilai budaya lokal dan nilai budaya bangsa yang sudah ada perlu ditanamkan terutama untuk anak usia sekolah.
12
3. Kurangnya pembinaan siswa tentang pendidikan budi pekerti di sekolah dengan upaya keteladanan, pembiasaan, pengamalan, dan pengkondisian lingkungan. 4. Minimnya kebijakan sekolah mengenai penerapan nilai budaya Jawa di sekolah tersebut. 5. Kurangnya kesadaran dalam penerapan nilai budaya Jawa, salah satunya budi pekerti dalam setiap kegiatan belajar mengajar.
C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraiakan di atas, maka peneliti membatasi penelitian ini pada bagaimana penerapan nilai-nilai budaya Jawa di sekolah di Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. D. Rumusan Masalah 1. Apa saja bentuk nilai – nilai budaya Jawa yang diterapkan di sekolah ? 2. Bagaimana cara menanamkan nilai- nilai budaya Jawa dalam pendidikan sekolah ? 3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nilai- nilai budaya Jawa di sekolah ? 4. Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala tersebut ? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
13
1. Mendeskripsikan bagaimana kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai- nilai budi pekerti di Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. 2. Untuk memahami bagaimana cara menanamkan nilai-nilai budaya Jawa melalui pendidikan sekolah yang ada di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. 3. Untuk memahami faktor penghambat dan pendukung kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. 4. Untuk memahami upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi hambatan yang ditemui saat menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu : 1. Secara Teoritis Penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang bermanfaat mengenai kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai- nilai budaya jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta, serta menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi Program Studi Kebijakan Pendidikan, Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan jurusan Kebijakan Pendidikan khususnya pada mata kuliah Kebijakan Pendidikan. 2. Secara Praktis 14
a.
Bagi Sekolah Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan serta pertimbangan oleh pihak sekolah terkait dengan penyelenggaraan dan pengelolaan kebijakan sekolah dalam mengembangkan kreativitas siswa.
b. Bagi Siswa Dengan penelitian ini, diharapkan siswa dapat mengetahui dan mengenal budaya warisan bangsa. Walaupun arus globalisasi berdampak negatif, namun siswa tetap mampu melalui sekolah dan ekstrakurikuler melestarikan nilai luhur budaya Jawa. c.
Bagi Peneliti Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat menambah referensi peneliti mengenai pendidikan budaya di Kota Yogyakarta.
15
16
BAB II KAJIAN TEORI
A. Implementasi Kebijakan 1. Pengertian Kebijakan Pendidikan William Dunn (Nanang Fattah, 2012: 9) menjabarkan bahwa kebijakan merupakan suatu disiplin ilmu yang berupaya memecahkan masalah dengan menggunakan teori, metode, dan substansi penemuan tingkah laku, dan ilmu-ilmu sosial, profesi sosial, dan filosofi sosial politis atau dengan arti lain analisis kebijakan adalah proses pengkajian multidisipliner ilmu yang dirancang secara kreatif, dengan penilaian yang kritis, dan mengkomunikasikan informasi yang bermanfaat dan dipahami serta meningkatkan kebijakan. Dalam analisis kebijakan prosedur ini diberi istilah khusus, yaitu a) pengawasan (monitoring) adalah hasil informasi tentang hasil kebijakan yang diamati; b) peramalan (forecasting) adalah hasil informasi tentang hasil kebijakan yang diharapkan; c) evaluasi (evaluation) hasil informasi tentang nilai atau value dari hasil yang diamati serta yang diharapkan; d) rekomendasi (recomendation) adalah hasil informasi tentang kebijakan yang lebih disukai; e) struktur masalah (problem structuring) adalah hasil informasi tentang masalah yang dipecahkan. Prosedur ini menjelaskan ada sejumlah model analisis kebijakan yang bisa menjadi rujukan, yaitu a) model deskripstif yang berupaya 17
menggambarkan dan menjelaskan sesuatu, atau memprediksi sebuah variabel yang dapat mereaksi perubahan dari suatu bagian sebuah sistem, b)
model
normatif
mengoptimalkan
yang
pencapaian
bertujuan beberapa
merekomendasi nilai,
c)
model
untuk verbal
diapresiasikan dalam bahasa sehari-hari berupa definisi, dan d) model simbolis menggunakan simbol matematis untuk menerangkan hubungan di antara variabel-variabel inti yang memiliki sifat suatu masalah (Nanang Fattah, 2012: 14). H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2009: 15) menyatakan bahwa keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu
masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Aspek-aspek yang tercakup dalam kebijakan pendidikan adalah: a. Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi mengenai hakikat manusia sebagai mahkluk yang menjadi manusia dalam lingkungan kemanusiaan. b. Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan. c. Kebijakan
pendidikan
haruslah
mempunyai
validitas
dalam
perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu. d. Keterbukaan (Opennes) e. Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. 18
f. Analisis kebijakan. g. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan peserta didik. h. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis. i. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu. j. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Duncan Macrae (Nanang Fattah, 2012: 3) mengartikan analisis kebijakan sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan argumentasi
rasional
dengan
menggunakan
fakta-fakta
untuk
menjelaskan, menilai, dan membuahkan pikiran dalam rangka upaya memecahkan masalah publik. Berdasar atas berbagai pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu perumusan langkah-langkah yang dijadikan pedoman untuk bertindak yang berkenaan
dengan
masalah-masalah
pendidikan
dalam
rangka
tercapainya pendidikan yang berkualitas. B. Pengertian Kebijakan Sekolah Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan memiliki fungsi dalam menyampaikan ilmu-ilmu dan pengetahuan yang ada. Sekolah memegang peranan sebagai tempat menuntut ilmu dan belajar. Sebagai lembaga pendidikan formal, keberadaan sekolah dari dan untuk 19
masyarakat merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan disiplin mulai dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Oleh karena itu, di dalam melaksanakan tugas pendidikan tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan tertentu yang disebut juga dengan kebijakan sekolah. Sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan oleh stakeholder lembaga pendidikan itu dapat tercapai. Duke dan Canady (Syafaruddin, 2008: 118) menjabarkan bahwa kerjasama dan keputusan oleh individu atau keinginan kelompok dengan kewenangan yang sah dari dewan sekolah, pengawas, administrator sekolah atau komite sekolah dan tanggung jawab bagi kontrak negosiasi. Thompson (Syafaruddin,2008: 135) menjelaskan bahwa suatu kebijakan sekolah dibuat oleh orang yang terpilih bertanggung jawab untuk membuat kebijakan pendidikan, dewan sekolah unsur lain diberi kewenangan membuat kebijakan, baik kepala sekolah, pengawas, administrator yang memiliki kewenangan mengelola kebijakan dari dewan sekolah. Sistem pendidikan sekolah dasar dapat diartikan suatu kesatuan dari berbagai komponen pendidikan yang saling berhubungan dan bergantung untuk mencapai tujuan. Suharjo (2006: 15) mengemukakan 20
bahwa dalam proses pendidikan di sekolah dasar melibatkan komponenkomponen, yaitu a) visi, misi dan tujuan pendidikan, b) peserta didik, c) pendidik dan tenaga kependidikan, d) kurikulum/materi pendidikan, e) proses belajar mengajar, f) sarana dan prasarana pendidikan, g) manajemen pendidikan di sekolah, dan h) lingkungan eksternal. Perlu adanya struktur organisasi yang jelas dalam rangka melaksanakan tugas kependidikan di sekolah dasar. Secara sederhana struktur organisasi pada sekolah dasar biasanya terdiri dari komponen utama yaitu kepala sekolah, guru kelas, siswa dan tenaga staff kebersihan. Selain komponen tersebut sekolah juga memiliki hubungan dengan lingkungan sekitar khususnya dengan orangtua peserta didik dan komite sekolah. Sekolah dengan sumber daya yang cukup biasanya menambahkan staff tata usaha atau tenaga administrasi. Suharjo (2006: 19) menjelaskan struktur organisasi yang digunakan pada sekolah dasar di Indonesia ada beberapa macam. Struktur tersebut dikondisikan sesuai dengan karakter dan komponen yang ada di sekolah tersebut. Berikut alternatif struktur organisasi yang biasa dipergunakan di sekolah dasar : Kepala Sekolah
Komite Sekolah
Staff TU & Tenaga Kebersihan
Guru Kelas
Guru Kelas
Guru Kelas 21
Guru Kelas
Guru Kelas
Guru Kelas
Siswa
Gambar 1. Struktur Organisasi SD (Suharjo, 2006: 20) Struktur diatas terkandung bagian-bagian dan hubungan antar bagian yang diatur dengan baik untuk mencapai tujuan. Hubungan dari tiap bagian dibentuk oleh garis lurus dan putus-putus. Garis lurus menandakan saluran komando atau perintas. Sedangkan garis putus-putus melambangkan hubungan koordinasi. Kepala sekolah mempunyai wewenang untuk memberikan perintah/tugas secara langsung kepada para pendidik, staff TU maupun tenaga kebersihan. Tapi kepala sekolah tidak memberikan komando pada komite sekolah karena hubungannya hanya bersifat koordinatif. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar terdapat komponen yang penting salah satunya adalah pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam pembentukan dan perkembangan karakter peserta didik pada tingkat sekolah dasar. Dijelaskan dalam Undang- undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 40 bahwa: “Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki beberapa kewajiban utama, yaitu: (a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; (b) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;dan (c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”. 22
Setelah melakukan beberapa kewajiban tersebut pendidik dan tenaga kependidikan berhak mendapatkan hak-hak yang tertulis dan diatur dalam undang-undang. Melihat pentingnya peran pendidik di sekolah dasar yang ikut pembentukan dan perkembangan karakter peserta didik, maka diperlukan kemampuan dan syarat tertentu. Suharjo (2006: 56) mengemukakan secara umum persyaratan menjadi pendidik sekolah dasar sebagai berikut: a) Persyaratan kepribadian artinya seorang pendidik sekolah dasar memiliki kepribadian yang utuh, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi luhur, dan memiliki komitmen yang tinggi. Selain dijadikan sebagai landasan dalam segala perbuatan pendidik, kepribadian ini juga sebagai contoh bagi peserta didik. Di sekolah dasar kepribadian pendidik sangat berpengaruh pada pembentukan karakter peserta didik, b) Persyaratan jasmani dan kesehatan artinya dalam berinteraksi secara optimal disekolah diperlukan kondisi kesehatan yang prima baik kesehatan jasmani dan rohani. Hal tersebut dimaksudkan agar pendidik dapat bekerja secara maksimal dan tidak merugikan peserta didik dari segi kesehatan. Selain itu peran pendidik sekolah dasar yang sangat besar sebagai wali kelas. Diperlukan kondisi yang baik untuk menjadi pendidik sekolah dasar karena harus mengampu dan melaksanakan segala kompetensi pengetahuan yang diperlukan peserta didik, c) Persyaratan penguasaan kompetensi pendidik 23
sekolah dasar artinya salah satu persyaratan untuk menjadi pendidik sekolah dasar adalah pendidik harus memiliki kompetensi tertentu agar dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Seorang pendidik dianggap kompeten bila mampu menunjukkan tindakan cerdas yang penuh tanggung Jawab dalam bidang tersebut, sehingga ia mendapat kepecayaan dari masyarakat. Ibrahim Bafadal (2009: 9) mengemukakan pentingnya pendidikan dasar dari beberapa perspektif. Dilihat dari perspektif yuridis ada dua fungsi pendidikan yang didasarkan pada PP No. 28 Tahun 1990 pasal 3 yaitu melalui pendidikan sekolah dasar anak didik dibekali kemampuan dasar dan sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang memberikan dasar-dasar untuk mengikuti pendidikan ke jenjang berikutnya. Sedangkan dari perspektif teoritik keberhasilan peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengikuti pendidikan di sekolah dasar. Melihat dari perspektif global besarnya peranan pendidikan di sekolah dasar sangat didasari oleh semua negara di dunia dengan semakin meningkatnya investasi pemerintah pada sektor tersebut dari tahun ke tahun. Berdasarkan beberapa pendapat narasumber di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan sekolah adalah suatu keputusan dengan kewenangan yang sah dari sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat 24
yang dikelola dengan tujuan pengembangan masing-masing sekolah. Komponen penting dalam pendidikan sekolah dasar diperhatikan secara mendetail pada kompetensinya untuk meralisasikan tujuan pendidikan nasional serta diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penerapan budaya pada pendidikan sekolah dasar membantu penanaman nilai luhur budaya bangsa sejak dini pada awal pendidikan peserta didik. Nilai budaya itu kemudian dikembangkan pada jenjang selanjutnya dan menciptakan rasa cinta pada bangsa. C. Budaya Jawa 1. Pengertian Budaya Jawa Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu budhayah, yaitu budhi
yang
berarti
akal.
Sedangkan
kata
budaya
merupakan
perkembangan dari kata budi daya yang artinya daya dari budi. Kesimpulan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa manusia yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari kebudayaan itu bersifat abstrak (Koentjaraningrat, 1996: 12). Koentjaraningrat (Joko Tri Prasetya, 2004: 32) mengemukakan bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu: a) wujud kebudayaan sebagai kompleks gagasan, konsep, nilai-nilai, norma dan peraturan adalah wujud ideal kebudayaan. Memiliki sifat abstrak, tidak dapat diraba dan difoto dan terletak dalam pikiran manusia. Ide- ide dan gagasan manusia ini banyak hidup dalam masyarakat dan memberi jiwa 25
kepada masyarakat; b) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat adalah yang disebut sistem sosial yaitu tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas manusia yang berinteraksi satu dengan lainnya dari waktu ke waktu, yang selalu menurut pola tertentu. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa didokumentasikan; c) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia adalah kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Bersifat konkrit berupa benda yang bisa diraba dan didokumentasikan. Ki Hadjar Dewantara (2011: 27) menjelaskan bahwa budaya adalah buah-buah dari suatu keluhuran budi yang sifatnya bermacammacam, akan tetapi karena semuanya adalah buah adab, maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah, berfaidah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat- sifat itulah yang dijadikan pedoman hidup luhur bangsa Indonesia sebagai budaya. Sifat kebudayaan yang dikemukakan di atas dapat dilihat melalui nilai-nilai budaya yang diakui dan digunakan oleh masyarakat hingga saat ini. Pengertian dan definisi mengenai budaya di atas secara umum prinsipnya sama yaitu mengakui bahwa budaya merupakan hasil cipta manusia yang dibiasakan bahkan didapat melalui belajar untuk mneyempurnakan kehidupan. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia yang dibiasakannya
26
dengan belajar untuk mencapai kesempurnaan hidup bisa disebut dengan budaya. Ki Hadjar Dewantara (2011: 66) kemudian membagi kebudayaan menjadi: a) buah fikiran misalnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan pengajaran; b) buah perasaan misalnya segala sifat keindahan, dan keluhuran budi, kesenian, adat istiadat, kenegaraan, keadilan, keagamaan, kesosialan dan sebagainya; dan c) buah kemauan misalnya semua sifat perbuatan dan buatan manusia seperti industri, pertanian, perkapalan, bangunan-bangunan dan sebagainya. Pembagian jenis-jenis kebudayaan di atas berdasarkan bentuk atau buah dari suatu budaya. Bentuk-bentuk tersebut yang kemudian dikembangkan dan dijadikan suatu kebiasaan sebagai kebudayan. Kebudayaan
sebagai
fungsi
kehidupan
manusia
dalam
hubungannya dengan manusia lain, alam sekitar dan dengan Tuhan untuk kedamaian batin serta kehidupannya yang abadi, pada hakikatnya selalu berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan perkembangan zaman. Budaya dalam pengertian ini meliputi dimensi sistem berpikir, sistem ekspresif seperti gaya bentuk seni, serta sistem orientasi nilai. Soerjono Soekanto (Nur Zazin, 2011: 50) mendefinisikan budaya sebagai, “Sebuah sistem nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. Nilai yang dianut oleh suatu organisasi diadopsi dari organisasi lain, baik melalui re-inventing maupun re-organizing.” 27
Danim (Nur Zazin, 2011: 150) mengartikan budaya sebagai seluruh sistem gagasan, rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar sesuai dengan kekhasan etnik, profesi, dan kedaerahan. Kebudayaan memiliki pengertian yang begitu luas cakupannya, untuk mempermudahnya disebut unsur universal yaitu: a) sistem religi dan upacara keagamaan, b) sistem dan organisasi kemasyarakatan, c) sistem pengetahuan, d) bahasa, e) kesenian, f) sistem mata pencaharian hidup, g) sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 2015: 22). Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang menjadi identitas bangsa. Budaya luhur dan beragam penuh nilai kemanusiaan adalah karakteristik yang dimiliki Indonesia sebagai budaya nasional. Budaya nasional dibentuk oleh budaya-budaya daerah yang merupakan karakteristik bangsa, salah satu budaya daerah yang membentuk budaya nasional adalah budaya Jawa. Pemilik kebudayaan Jawa yaitu Suku Jawa menduduki wilayah Indonesia terutama di pulau Jawa sehingga ikut menentukan karakter bangsa. Suku Jawa merupakan penduduk asli yang mendiami bagian tengah dan timur dari seluruh Pulau Jawa yaitu propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Budaya juga merupakan pengikat Suku Jawa yang menunjukkan
karakteristik
dengan
28
mengutamakan
keseimbangan,
keselarasan
dan
keserasian
dalam
kehidupan
sehari
hari
(Koentjaraningrat,1999: 300). Kebudayaan Suku Jawa tidak merupakan suatu kesatuan yang homogen dikarenakan adanya suatu keanekaragaman yang bersifat regional. Menurut Kodiran (Koentjaraningrat, 1999: 322), daerah kebudayaan Jawa itu luas yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa. Walaupun demikian ada beberapa daerah yang sering disebut daerah kejawen. Daerah itu adalah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah di luar itu dinamakan pesisir dan ujung timur. Dilihat dari banyak daerah tempat kediaman orang Jawa terdapat berbagai variasi dan perbedaan yang bersifat yang bersifat lokal dalam beberapa unsur kebudayaannya, seperti perbedaan istilah teknis, dialek bahasa dan sebagainya namun masih merujuk pada satu pola yang sama. Keberagaman kebudayaan Jawa di setiap daerah terpusat pada dua daerah yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Berdasar analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan mengarahkan tindakan manusia baik gagasan, tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda kebudayaan secara fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup tertentu sehingga dapat mempengaruhi pola berpikir dan berbuatnya. Dengan kata lain di mana manusia hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan. 29
2. Unsur-unsur Budaya Jawa Suatu kebudayaan terdapat macam- macam unsur yang masuk bahkan membentuk suatu kebudayaan itu sendiri. Bakker (1990: 38) mengatakan
sebagai
unsur
karena
pokok-pokok
tersebut
dapat
digabungkan menjadi paduan yang lebih tinggi. Unsur- unsur ini yang menjiwai dan menjadi pokok dari setiap kebudayaan. Unsur- unsur kebudayaan itu dapat disistematisasikan menurut beberapa prinsip pembagian. Koentjaraningrat (2009: 165) mengemukakan pembagian unsurunsur kebudayaan ditemukan pada semua bangsa di dunia berjumlah tujuh buah, yang dapat disebut sebagai pokok dari setiap kebudayaan, yaitu: (a) bahasa, yaitu sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi satu dengan yang lain. Bahasa yang digunakan oleh suku bangsa yang bersangkutan memiliki variasi-variasi dari bahasa itu sendiri, (b) sistem pengetahuan, yaitu pemahaman suatu suku bangsa tentang suatu hal. Setiap bangsa di dunia biasanya mempunyai pengetahuan tentang alam sekitar, flora, fauna, zat-zat atau benda di lingkungannya, tubuh manusia, sifat dan tingkah laku manusia, serta ruang dan waktu, (c) sistem kekerabatan dan Organisasi sosial, yaitu adat istiadat dan aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan tempat suatu bangsa hidup dan bergaul di kehidupan sehari-hari, (d) sistem peralatan hidup dan teknologi, yaitu cara-cara memproduksi, memakai, dan memelihara segala peralatan hidup dari 30
suatu suku bangsa. Yang dimaksud sistem peralatan hidup ini seperti bentuk serta cara membuat pakaian, bentuk rumah, bentuk serta pemakaian senjata, bentuk serta cara membuat dan mempergunakan alat transportasi dan sebagainya, (e) sistem mata pencaharian hidup, yaitu sistem
produksi
lokal
termasuk
sumber
daya
alam
hingga
pengembangannya. Sistem mata pencaharian dalam hal ini terbatas pada sistem-
sistem
yang
bersifat
tradisional
terutama
untuk
lebih
memperhatikan kebudayaan suatu bangsa secara holistik, (f) sistem religi, yaitu menyangkut hal-hal yang dipercaya dan dijadikan pedoman hidup suatu suku bangsa, (g) kesenian, yaitu segala ekspresi hasrat manusia akan keindahan dalam suatu kebudayaan bangsa. Benda-benda hasil kesenian budaya dapat berwujud gagasan, ciptaan pikiran, cerita, dan syair yang indah. Selain itu kesenian juga berupa benda-benda indah seperti candi, kain tenun dan sebagainya. Munandar Soelaeman (2001: 32) mengemukakan bahwa unsurunsur nilai budaya Jawa yaitu ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat dan menciptakan materi kebudayaan dalam unsur budaya universal. Unsur nilai budaya dibagi menjadi: a) agama meliputi adanya umat beragama, sistem keyakinan, sistem peribadatan, sistem peralatan ritus dan emosi keagamaan, b) ilmu pengetahuan meliputi sistem pengetahuan yang utuh menanggapi keberadaan alam nyata dan nirwana, kondisi ini menyambung kepada pemahaman tentang kehidupan dan kematian, perbuatan dan keadilan, 31
kefanaan dan keabadian, c) teknologi meliputi setiap warga negara pendukung suatu kebudayaan memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan bersama dan menciptakan peralatan hidup yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan pada unsur budaya lainnya, d) ekonomi meliputi setiap kehidupan masyarakat dengan proses jual beli, e) organisasi sosial meliputi perkumpulan jaringan dalam tali perkawinan, wilayah masyarakat, etnis, profesi, dan politik, f) bahasa dan komunikasi meliputi setiap masyarakat dalam kebudayaan memiliki simbol-simbol bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk menyampaikan suatu maksud untuk dipahami atau dilaksanakan, g) serta kesenian yang meliputi ungkapan seni berupa simbol pernyataan rasa suka atau duka. Baik untuk umum atau diri sendiri, dalam bentuk ukiran, gambar, tulisan, gerak tari dan nyanyian. Unsur-unsur budaya Jawa sangat menonjol dan mencirikhaskan budaya Jawa. Di dalam pergaulan aktifitas sosialnya masyarakat Jawa sehari- hari menggunakan bahasa Jawa. Pada waktu pengucapan dan penggunaan
bahasa
Jawa
seseorang
harus
memperhatikan
dan
membedakan keadaan lawan bicara atau yang sedang dibicarakan berdasarkan usia maupun status sosialnya. Pada dasarnya ada dua macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari tingkatanya, yaitu: a. Bahasa Jawa Ngoko, dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat atau status sosialnya. Lebih khusus lagi adalah bahasa Jawa Ngoko Lugu dan Ngoko Andap, b. 32
Bahasa Jawa Krama, dipergunakan untuk bicara dengan orang yang belum dikenal akrab dan juga orang yang lebih tinggi umur serta status sosialnya (Koentjaraningrat, 1999: 320). Kedua macam derajat bahasa ini kemudian ada variasi dan kombinasi antara kata-kata dari bahasa Jawa ngoko dan bahasa Jawa krama yang pemakaiannya disesuaikan dengan keadaan perbedaan usia, serta derajat sosial. Misalnya bahasa Jawa Madya yang terdiri dari tiga macam bahasa Madya Ngoko, Madyaantara, Madya Krama. Selain itu juga ada bahasa Krama Inggil, bahasa Kedaton, bahasa Krama Desa, dan bahasa Jawa Kasar yang digunakan pada saat- saat dan lingkungan sosial tertentu (Koentjaraningrat, 1999: 329). Perbedaan penggunaan bahasa yang disebabkan oleh perbedaan tingkatan, masyarakat Jawa juga memiliki keberagaman pada logat dan karakter bahasa berdasarkan geografi. Sesuai pada keadaan geografis pulau Jawa, maka dapat dibedakan beberapa subdaerah linguistik yang masing-masing mengembangkan logat bahasa Jawa. Beberapa daerah yang berada disekitar peradaban suka Jawa juga mempengaruhi logat Bahasa Jawa yang beragam. (Koentjaraningrat, 1984: 23) Masyarakat Jawa juga mengenal tulisan asli yang merupakan identitas mereka yaitu tulisan Jawa. Tulisan Jawa berasal dari suatu bentuk tulisan Sansekerta Dewanagari dari India Selatan yang biasa disebut dengan tulisan Palawa, tetapi dalam waktu berabad-abad tulisan itu mengalami perubahan hingga menjadi Aksara Jawa yang sering 33
digunakan pada kesusastraan Jawa. Namun sekarang dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa menggunakan huruf latin tidak menggunakan tulisan Jawa (Koentjaraningrat, 1984: 21). Sistem teknologi masyarakat Jawa dipengaruhi oleh mata pencahariannya. Mata pencaharian masyarakat Jawa berasal dari pekerjaan-pekerjaan kepegawaian, pertukangan dan perdagangan, tapi yang menjadi mayoritas mata pencaharian masyarakat Jawa di desa adalah bertani. Mata pencaharian masyarakat Jawa sangat berpengaruh terhadap kebudayaanya. Masyarakat Jawa masa kini sudah lebih modern dalam hal teknologi dan mata pencahariannya juga lebih beragam. Kodiran (Koentjaraningrat, 1999: 344), menjabarkan masyarakat Jawa membedakan kelompok masyarakat menjadi priyayi dan bendara yang terdiri dari pegawai negeri, kaum terpelajar, keluarga kraton dan keturunan bangsawan yang hidup di kota dengan wong cilik seperti petani-petani, tukang-tukang, pekerja kasar dan lain sebagaiya. Berdasarkan gengsi kelompok priyayi dan bendara merupakan lapisan paling atas, sedangkan wong cilik berada di lapisan paling bawah. Meskipun saat ini perbedaan antara kedua kelompok masyarakat di atas tidak terlalu mencolok dan terlihat, namun hal itu mempengaruhi proses pembentukan kebudayaan masyarakat Jawa. Misalnya pada kelompok masyarakat wong cilik dalam bertani muncul budaya- budaya menanam atau teknologi menanam mulai dari cara membajak (luku), persemaian benih (pawinih), pemindahan tunas (nguriti/ndaut), hingga menuai padi. 34
Masyarakat Jawa juga sering membuat suatu pertunjukkan seni budaya sebagai wujud syukur kepada sang pencipta atas hasil panennya. Mereka juga memiliki cara sendiri dalam berekreasi dan berkesenian. Sedangkan pada kelompok masyarakat priyayi dan bendara, budaya timbul kehidupan sehari- hari mereka dalam hal busana, cara bergaul, dan lain sebagainya. Biasanya kebudayaan Jawa yang hidup di kota- kota Yogyakarta dan Surakarta (Solo) merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di Kraton. Pola rekreasi dan kesenian terdapat keberagaman yang dimiliki oleh budaya Jawa. Masyarakat Jawa sejak dulu memiliki kesenian sendiri-sendiri di berbagai lapisan masyarakat. Koentjaraningrat (1984: 212) menjelaskan kesenian yang biasanya selalu ada di masyarakat desa adalah penari wanita (ledhek), tarian tayuban, dan pertunjukkan wayang kulit. Kesenian-kesenian itu yang dikembangkan bervariasi pada setiap daerah. Tak jarang pelaku seni desa yang tersohor dan berbakat diminta untuk mengadakan pertunjukkan di kota. Tarian-tarian rakyat Jawa sejak dulu merupakan sumber ilham kesenian istana atau kraton. Sehingga kesenian masyarakat kota berpengaruh terhadap kesenian masyarakat kota di kebudayaan Jawa. Dibandingkan dengan masyarakat desa, kelompok priyayi lebih sering mengadakan acara yang mempertunjukkan kesenian dan budaya Jawa seperti pada upacara khitanan, perkawinan dan kelahiran. Kemudian ditegaskan kembali oleh Koentaraningrat (1984: 286) bahwa bentuk kesenian Jawa yang begitu digemari priyayi 35
Jawa, yaitu seni drama wayang kulit maupun wayang orang, seni suara gamelan yang erat kaitannya dengan tarian-tarian Jawa istana. Tariantarian Jawa yang ada di istana atau kraton sangat banyak dan beragam serta terus berkembang hingga saat ini. Tarian-tarian di istana dan kraton adalah tarian yang sakral dan penuh dengan arti kehidupan, bahkan sudah menjadi tradisi yang turun temurun. Sistem sosialisasi masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi kesopanan
dan
kesantunan.
Adat
istiadat
masyarakat
Jawa
mengedepankan sopan santun untuk menghargai orang lain. Tingkah laku inilah yang menjadi karakteristik masyarakat Jawa. Budaya sopan selalu diajarkan secara turun menurun oleh masyarakat Jawa melalui segala aspek komunikasi yang mempertimbangkan lawan bicara atau dengan siapa mereka bicara. Pada dasarnya tingkah laku dan adat sopan santun orang Jawa memang sangat berorientasi secara kolateral. Masyarakat Jawa menjunjung tinggi sikap tenggang rasa (tepa selira) antar sesama (Koentjaraningrat, 1984: 440). Koentjaraningrat (Munandar Soelaeman, 2001: 42) menjelaskan bahwa nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem nilai budaya dalam masyarakat menyangkut masalahmasalah pokok bagi kehidupan manusia. Orientasi nilai budaya bisa merupakan nilai, konsep, dan kebiasaan. Dapat berupa perilaku langsung apabila menghadapi permasalahan maupun berupa karakter. Masyarakat Jawa memiliki 36
budaya yang sangat beragam dan penuh makna budi pekerti. Budaya ini lah yang menjadikan identitas masyarakat Jawa sebagai masyarakat yang berbudi pekerti luhur dan memiliki nilai budaya yang tinggi. Budaya yang berbudi pekerti luhur ini yang perlu dilestarikan keberadaannya di masyarakat Jawa untuk mempertahankan kualitas hidup namun tetap berkembang mengikuti perkembangan zaman. 3. Hakikat Kearifan Lokal Budaya Jawa memiliki peranan penting dalam budaya Indonesia, termasuk bahasanya. Bahasa Jawa menjadi salah satu pemerkaya bahasa Indonesia. Aspek yang tidak terpisahkan dari budaya adalah kearifan lokal. Hal ini juga dijelaskan Haryati Soebadio (Ayatrohaedi, 1986: 18) bahwa kearifan lokal merupakan suatu identitas budaya bangsa yang menyebabkan budaya tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Moendarjito (Ayatrohaedi, 1986: 40) menjabarkan bahwa unsur budaya sebagai kearifan lokal memiliki ciri sebagai berikut: a) mampu bertahan terhadap budaya luar; b) memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; c) mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar kedalam budaya asli; d) mempunyai kemampuan mengendalikan; e) mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Hoed (2008: 107) menjelaskan bahwa terdapat nilai-nilai yang muncul dalam kecerdasan masyarakat Jawa semasa masyarakat itu
37
sendiri ada. Artinya kearifan lokal Jawa itu sudah teruji oleh waktu dan melekat pada masyarakat itu sendiri. Berdasarkan penjelasan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan akumulasi pengetahuan yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah komunitas yang merangkum perspektif teologis, kosmologis, dan sosiologis. Kearifan lokal bersandar pada filosofi, nilai-nilai, etika dan perilaku yang melembaga secara tradisional untuk mengelola sumber daya (alam, manusia dan budaya) secara berkelanjutan. Dapat dirumuskan sebagai pandangan hidup sebuah komunitas mengenai fenomena alam maupun sosial yang
dapat
mentradisi atau secara turun temurun dan telah ada pada suatu daerah tertentu. Kearifan lokal dapat berbentuk sebagai kesenian, tradisi serta nilai-nilai yang sudah melekat dan membudaya dalam suatu masyarakat tersebut. Masyarakat dan kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan berubah, ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri dan sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Perubahan ini selain karena adanya difusi kebudayaan dan adanya penemuanpenemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi. Salah satu bentuk proses perubahan sosial yang terwujud dalam masyarakat adalah proses yang dilakukan oleh generasi muda terhadap generasi yang lebih tua. Proses ini dilakukan dengan belajar meniru pola tindakan generasi tua 38
sehingga hasilnya berjalan lambat dan memakan waktu yang panjang. Sedangkan perubahan di dalam masyarakat yang maju, biasanya terwujud melalui proses penemuan dalam bentuk penciptaan baru dan melalui proses difusi (http://m.kompasiana.com/post/read). Proses perubahan berbagai faktor yang mempengaruhi suatu penerimaan dan penolakan kebudayaan baru di antaranya: masyarakat terbiasa memiliki hubungan atau kontak dengan orang-orang yang berasal dari luar kebudayaan tersebut, pandangan hidup dan nilai-nilai kebudayaan baru harus berlandaskan agama yang berlaku, corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan baru dan suatu unsur kebudayaan bisa diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan kebudayaan baru tersebut Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta untuk pedoman pembelajaran berbasis budaya sebagai muatan materi tingkat SMP/MTs yaitu unsur- unsur budaya yang dikembangkan merupakan jati diri masyarakat Jawa yang terdiri atas : 1. Nilai- nilai luhur dibagi menjadi empat bagian: yaitu a) nilai luhur spiritual yang mencakup nilai kejujuran, kesusilaan, dan nilai kesabaran, b) nilai luhur personal moral yang mencakup mencakup nilai kerendahan hati, tanggung jawab, percaya diri, pengendalian
diri,
integritas,
kepemimpinan,
ketelitian,
ketangguhan, welas asih, kesopanan atau kesantunan dalam 39
bersikap, c) nilai luhur sosial mencakup nilai kerja sama, nilai keadilan, kepedulian, ketertiban dan toleransi nasionalisme, d) nilai luhur bersikap dan berperilaku mencakup nilai sikap cinta tanah air dan menjunjung tinggi kearifan lokal dan menghargai budaya nasional. 2. Artefak dibagi menjadi: a) artefak seni sastra mencakup tembang (gedhe, tengahan, macapat, dolanan), geguritan dan sesorah, b) artefak seni pertunjukan mencakup tarian rakyat, musik tradisional, teater tradisional, dan wayang kulit, c) artefak seni lukis mencakup batik, d) artefak seni busana mencakup busana adat, e) artefak seni kriya mencakup kriya logam, kriya kayu, kriya tanah, kriya kulit, anyaman, kriya tekstil, f) artefak seni arsitektur mencakup bangunan rumah tinggal, bangunan umum, bangunan rumah ibadah, bangunan istana, perabot, g) artefak seni boga mencakup santapan, makanan ringan, minuman khas, g) artefak ilmu kesehatan mencakup ngadi salira (jamu, lulur, dll), h) artefak seni permainan tradisional mencakup permainan tradisional adat. 3. Adat dibagi menjadi: a) adat sosial mencakup jati diri dalam lingkungan masyarakat (gotong royong, upacara ritual), b) adat ekonomi mencakup sistem lumbung desa, sistem pertanian, dan pranata mangsa (penanggalan, musiman, pasaran), c) adat
40
politik mencakup rembug desa, struktur pemerintahan dari rt, rw dan lurah. (http://rudidarmawandisdikkotayk.wordpress.com//pedomanpembelajaran-berbasis-budaya) Kesimpulannya masyarakat Jawa membagi setiap unsur-unsur budaya tidak lepas dari tradisi yang sudah dilaksanakan oleh para leluhur. Tradisi ini tetap dilestarikan bahkan dijadikan pedoman hidup, pelaksanaan upacara ada dan struktur pemerintahan. 4. Nilai dan Budi Pekerti Budaya Jawa Nilai budaya sifatnya sangat umum namun sulit dijelaskan secara rasional dan nyata yang diresapi masyarakat sejak kecil dalam kehidupan masyarakatnya serta dipatuhi sebagai pedoman hidup. Selanjutnya nilai budaya ini yang diteruskan kedalam norma-norma masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (1996: 76) nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan para warga masyarakat yang bersangkutan. Budaya inilah yang menjadi karakteristik melalui penerapan adat- istiadat di suatu masyarakat. Kneller (1989: 89) memberikan pengertian nilai budaya adalah cita-cita tertinggi yang berharga untuk diperjuangkan. Beberapa nilai tersebut sangat jelas seperti kejujuran, sementara yang lain sulit diungkapkan seperti kepercayaan akan nilai tertinggi harkat individu. 41
Kesimpulannya adalah nilai budaya secara umum dapat dikatakan sebagai hal yang penting dan berharga dari suatu budaya sehingga patut untuk diperjuangkan. Nilai-nilai ini yang menjadi fokus masyarakat penganutnya dan dijadikan pedoman kehidupan. Budaya masyarakat Jawa memiliki nilai-nilai luhur yang juga digunakan sebagai pedoman hidup hingga saat ini. Koentjaraningrat (Budiono Herusatoto, 2008: 164) menjabarkan nilai tradisi dibagi menjadi empat, yaitu: a) nilai budaya adalah berupa ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat misalnya gotong royong atau sifat suka kerjasama berdasar solidaritas; b) norma adalah nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan anggota masyarakat dalam lingkungannya, dan menjadi pedoman tingkah laku masing-masing; c) sistem hukum adalah hukum adat pernikahan dan hukum adat kekayaan; d) aturan khusus adalah mengatur kegiatan yang jelas terbatas ruang lingkup dalam masyarakat dan bersifat konkret. Nilai budaya Jawa dipandang sebagai bagian paling abstrak dari sistem budaya manusia dan sikap masyarakat merupakan fokus dari kebudyaan masyarakat Jawa yang telah menyatu di dalam kehidupan seluruh masyarakat Jawa. Nilai budaya Jawa merupakan bagian dari budaya yang mencerminkan karakter budaya tersebut secara keseluruhan. Budaya Jawa menjunjung tinggi budi pekerti dan pembentukan akhlak mulia demi bekal hidup di masa depan. Pada masyarakat Jawa nilai-nilai 42
budaya luhur dan budi pekerti ditanamkan sejak dini. Jumlah nilai budaya Jawa sangat banyak dan beragam. Hal ini senada dengan penjabaran Budiono Herusatoto (2008: 145) tentang panca kreti atau lima perbuatan untuk menilai tingkah laku seseorang yang dipakai sebagai paradigma, yaitu : a) trapsila adalah penilaian pertama seseorang dilihat dari gerak gerik, polah tingkah, cara menghormati orangtua dan sesamanya; b) ukara adalah penilaian seseorang menurut gaya bicaranya dilihat dari runtut, jelas, jujur dan sebaliknya; c) sastra adalah penilaian seseorang menurut kepandaiannya dalam bekerja dilihat dari kalimat atau bahasa dalam menulis menggunakan kalimat yang baik atau tidak; d) susila adalah penilaian seseorang menurut moral dilihat dari banyak ditemukannya seseorang yang sopan dan santun namun moralnya tidak dapat dipertanggung jawabkan; e) karya adalah penilaian seseorang melalui hasil karya yang dikerjakannya. Manusia dibentuk oleh kesusilaan yang berarti bahwa manusia hidup dalam norma-norma yang membatasi tingkah lakunya, yang menunjukkan bagaimana bertingkah laku dalam masyarakat. Adanya keseimbangan
antara
kebutuhan
individu
dan
masyarakat
juga
merupakan salah satu bentuk kesusilaan. Hal ini sesuai dengan penjabaran Hadiatmaja bahwa nilai-nilai yang mendasari keselarasan dan keseimbangan tersebut antara lain mawas diri, budi luhur, tepa slira, mrawira, rasa rumangsa (http://kotakita.weebly.com). 43
Budaya Jawa menjunjung tinggi budi pekerti dan pembentukan akhlak mulia demi bekal hidup di masa depan. Pada masyarakat Jawa nilai-nilai budaya luhur dan budi pekerti ditanamkan sejak dini. Jumlah nilai budaya Jawa sangat banyak dan beragam. Nilai-nilai budaya Jawa tercermin pada nilai-nilai budaya nusantara yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) D.I. Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011, pasal dua ayat dua menyebutkan bahwa : “ Nilai-nilai luhur budaya sebagaimana dimaksud pada ayat satu diantaranya meliputi a) kejujuran, b) kerendahan hati, c) ketertiban/kedisiplinan, d) kesusilaan, e) kesopanan/kesantunan, f) kesabaran, g) kerjasama, h) toleransi, i) tanggung jawab, j) keadilan, k) kepedulian, l) percaya diri, m) pengendalian diri, n) integritas, o) kerja keras, p) ketelitian, q) kepemimpinan, r) ketangguhan” ( http://www.pendidikan-diy.go.id). Nilai-nilai budaya Jawa ditanamkan dan dipelajari sejak kecil bermula dari keluarga dan lingkungan sekitar melalui penanaman budi pekerti. Suwardi Endraswara (2006: 23) memaparkan penanaman budi pekerti masyarakat Jawa melalui beberapa pembentukan yaitu a) pembentukan akhlak keselarasan dengan cara menanamkan prinsip hormat yang terkait dengan unggah-ungguh dan tata krama Jawa, menanamkan kerukunan hidup; b) pembentukan akhlak keutamaan hidup dengan cara menanamkan watak arif dan jujur, menanamkan akhlak mawas diri, menanamkan watak ikhlas, membentuk watak eling yang dimaksudkan bahwa manusia harus selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa; c) pembentukan akhlak sopan santun dengan cara membentuk sikap rendah hati, membentuk unggah-ungguh dan tatakrama yang baik 44
dan benar yang merujuk pada aturan yang baik untuk mendidik kesopanan masyarakat dan d) pembentukan watak pengendalian diri dengan cara membentuk akhlak ngati-ati yaitu setiap perbuatan atau tindakan harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan tidak terburuburu, penanaman watak nrima yaitu manusia hendaklah selalu menerima kehendak dan takdir Tuhan. Penanaman nilai budaya Jawa melalui pendidikan berbasis budaya di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan konsep pendidikan Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Tamansiswa yang juga merupakan bapak pendidikan nasional yang telah meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya. Sehingga ada pengaruh yang kuat dari konsep taman siswa terhadap pendidikan berbasis budaya di Indonesia. Berikut adalah butir-butir konsep Tamansiswa yang di kemukaan Ki Hadjar Dewantara (H.A.R Tilaar, 2000: 68): a. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. b. Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan. c. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan perikehidupan. d. Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan rakyat. 45
e. Pendidikan yang visioner. Terlihat pada butir-butir rumusan konsep Tamansiswa bahwa pendidikan menjunjung tinggi kebudayaan bahkan menjadi landasan dalam penyelenggaraan pendidikan karena kebudayaan merupakan karakter suatu bangsa. Ki Hadjar Dewantara tidak hanya berbicara mengenai masyarakat Jawa saja, tetapi yang dimaksud adalah masyarakat kebangsaan Indonesia artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian pendidikan pada konsep taman siswa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan derajat negara dan rakyat. Pendidikan nasional mengangkat unsur ketaman siswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan melaksanakan tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya bangsa. Beberapa nilai budaya diatas diatas menjelaskan bahwa pandangan hidup orang Jawa memiliki keseimbangan dan keselarasan serta menerima segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan. Masyarakat Jawa menjunjung tinggi kaidah-kaidah tersebut dalam hidup dengan sesama karena mereka percaya, perbuatan baik akan dibalas dengan perbuatan baik begitu pula sebaliknya. Masyarakat Jawa asli memegang teguh pendirian dan kepercayaannya. Walaupun banyak pengaruh dari luar, masyarakat Jawa tetap menjalankan nilai luhur budaya lokal mereka 46
dan patuh terhadap budaya atau adat istiadat mereka. Nilai kesatuan dalam bentuk gotong royong merupakan ciri khas masyarakat Jawa dan masih banyak lagi nilai budaya yang menunjukkan kearifan lokal masyarakat Jawa. Nilai-nilai luhur budaya Jawa yang mengutamakan keselarasan inilah yang perlu di tanamkan kepada pewaris bangsa sebagai bekal dalam pembangunan. Pendidikan humaniora dalam masyarakat Jawa yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan pernyataan simbolisnya merupakan bagian integral dari sitem budaya sehingga dapat ditemukan macam pendidikan humaniora sesuai dengan pengelompokan masyarakat. Dalam setiap kelompok masyarakat, pendidikan itu diselenggarakan baik secara formal dan informal melalui bentuk komunikasi sosial. Pendidikan dalam lingkungan keluarga secara tidak langsung membentuk watak dan karakter seseorang. Ketika beranjak remaja dan menjadi dewasa watak terbagi menjadi watak buruk dan watak baik. Senada dengan itu, Budiono Herusatoto (2008: 146) menjabarkan budaya Jawa memiliki pandangan terhadap watak baik seseorang, yaitu a) rereh adalah watak sabar dan mengekang diri; b) ririh adalah watak tidak tergesa-gesa atas segala sesuatu itu sebelum diperbuat atau dipirkan terlebih dahulu; c) ngati-ati adalah watak selalu berhati-hati dalam setiap tindakan. Pendidikan budi pekerti perlu dibangun seiring penanaman disiplin ilmu pengetahuan untuk bekal peserta didik di masa depan.
47
Budiono Herusatoto (2008: 147) menjabarkan watak seseorang tidak selalu baik, namun ada halnya watak itu buruk, yaitu a) adigang adalah watak sombong karena mengandalkan diri kepada kedudukaan atau pangkat dan derajat; b) adigung adalah watak sombong karena mengandalkan kepandaian dan kepintaran diri sendiri, sehingga meremekan orang lain; c) adiguna adalah watak sombong karena mengandalkan kepada keberanian dan kepintaran bersilat lidah atau berdebat. Setiap tatanan serta aturan mengandung nilai dan pesan moral yang dijadikan rambu-rambu bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat oleh suku Jawa. Salah satunya berupa tradisi simbolis lisan yang berupa nasihat atau ungkapan yang diucapkan orangtua kepada anak. Makna yang terkandung dalam nasihat dan ungkapan orangtua kepada anaknya dapat dilihat dari segi budi luhur, budi pekerti dan etika. Tradisi simbolis yang digunakan sebagai rambu-rambu dalam tingkah laku dalam masyarakat Jawa tidak hanya sebatas lisan yang diberikan orangtua kepada anaknya. Dapat berupa pendidikan budi pekerti di sekolah dan melalui kesenian. Secara tradisional, budi pekerti mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik di rumah maupun disekolah kemudian berlanjut di kehidupan bermasyarakat. Pendidikan informal atau pendidikan didalam lingkungan keluarga mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, tembang,
48
dolanan atau permainan anak-anak dan kesenian lain yang mencerminkan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan. Suwardi Endraswara (2006: 72) menjelaskan bahwa sebagai contoh pertama selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama. Bahasa yang digunakan seperti krama atau bahasa halus yang digunakan oleh seseorang yang lebih muda kepada seseorang yang lebih sepuh atau tua dan ngoko atau bahasa biasa yang digunakan oleh seseorang yang muda dengan sebayanya. Contoh kedua yaitu melantunkan tembang sebagai pengantar tidur dengan tujuan penuh permohonan kepada Yang Maha Pencipta. Selain pendidikan informal dan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal sangat berpengaruh bagi tumbuh kembang siswa selanjutnya. Adapun implementasinya di bagi menjadi : a) Pendidikan Budi Pekerti, pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif (perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill (keterampilan dalam mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerjasama). b) Media Pendidikan Budi Pekerti, dalam mempelajari pendidikan budi pekerti tidak semata-mata memberikan pemahaman dan pengertian 49
mengenai sopan santun dan moral saja, tetapi perlu adanya pembiasaan baik berupa lisan atau artefak yaitu: 1) memasang tokoh wayang di sekolah. Waluyo (Suwardi Endraswara, 2006: 73) mengemukakan dalam cerita wayang, biasanya budi pekerti yang jahat akan kalah dengan budi pekerti yang baik. Tokoh-tokoh wayang dapat digunakan sebagai media penanaman budi pekerti, 2) memberdayakan lagu dolanan anak. Dalam tembang dolanan anak, dibagi menjadi tiga watak yaitu 1) membentuk watak yang religius dengan cara peserta didik akan belajar watak religi dari keluarga. Jika keluarga termasuk taat dalam menjalankan kaidah religi, tentu peserta didik akan menurutnya, 2) membentuk watak rajin dan tidak sombong dengan cara penanaman sikap rajin, baik dalam belajar maupun bekerja saat di sekolah, 3) membentuk watak prihatin dengan cara belajar berpuasa (Suwardi Endraswara, 2006: 84). Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal empat yang berbunyi, “ Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
mengembangkan
manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
50
Menurut draft kurikulum berbasis kompetensi tahun 2001, pengertian budi pekerti dapat ditinjau dengan dua cara, yaitu : konsepsional dan operasional, a) Pendidikan Budi Pekerti secara Konsepsional mencakup
hal-hal
sebagai berikut: usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang, upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang dalam hal lahir batin, material spiritual, dan individu sosial, dan upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran, dan latihan serta keteladanan. b) Pendidikan Budi Pekerti secara Operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depan agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama makhluk. Dengan demikian terbentuklah pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja, dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai
51
agama
serta
norma
dan
moral
luhur
bangsa.
(http://www.diskominfo.karangasembkab.go.id) Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan dalam pendidikan, budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik. Pada tahap awal proses penanaman nilai, siswa diperkenalkan pada tatanan hidup bersama. Peserta didik harus dikondisikan dan diajak untuk melihat dan mengalami hidup bersama yang baik dan menyenangkan. Paul Suparno (Nurul Zuriah, 2007: 46) menjabarkan bahwa nilainilai budi pekerti yang perlu ditanamkan pada jenjang Sekolah Dasar yaitu a) religius dengan cara mengenal hari-hari besar agama dan menjelaskan nilai-nilai hidup masing-masing agama serta saling menghormati antar agama, b) sosial dengan cara melalui kegiatan barisberbaris untuk masuk kelas hal ini akan memperkenalkan siswa sikap saling menghargai, saling membantu, saling memperhatikan dan kerjasama, c) gender dengan cara menanamkan kesetaraan gender, d) keadilan dengan cara memperlakukan dan memberikan kesempatan serta hak dan kewajiban yang sama bagi laki-laki dan perempuan secara wajar, e) demokrasi dengan cara sikap menghargai dan mengakui adanya perbedaan dan keragaman pendapat secara wajar, jujur, dan terbuka. Siswa juga diajarkan untuk membuat kesepakatan dan kesepahaman bersama secara terbuka dan saling menghormati, f) kejujuran dengan cara 52
melalui kegiatan mengoreksi hasil ujian secara silang dalam kelas. Cara ini semata bukan untuk meringankan tugas guru, namun untuk menanamkan kejujuran dan tanggung jawab pada diri siswa, g) kemandirian dengan cara melalui kegiatan ekstrakurikuler. Melalui kegiatan ini siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin, h) daya juang dengan cara melalui kegiatan olahraga. Pertumbuhan fisik merupakan perkembangan proses tahap demi tahap dan untuk mencapai perkembangan yang optimal dibutuhkan daya dan semangat juang. Dan juga untuk menumbuhkan sikap sportivitas pada siswa. Berani bersaing secara wajar, namun juga berani untuk menerima kekalahan dan mengakui kemenangan orang lain dengan setulus hati, i) tanggung jawab dengan cara pembagian tugas piket kelas secara bergiliran. Kebersihan dan kenyamanan kelas bukan hanya tugas karyawan namun menjadi tanggung jawab bersama, j) penghargaan terhadap lingkungan alam dengan cara pelaksanaan tugas kerja bakti yang berkaitan dengan semangat kerjasama atau gotong royong. Dalam kerja bakti tidak hanya berbicara tentang menyapu dan membersihkan halaman tetapi juga menjaga tanaman dan tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah agar tetap asri dan terjaga dengan baik. Wujud penanaman nilai luhur budaya Jawa salah satunya adalah seni. Terdiri dari seni rupa, seni sastra, seni suara, seni tari, seni musik,
53
dan seni drama. Aktifitas seni merupakan salah satu dari perilaku manusia yang dalam pengungkapannya penuh dengan tindakan simbolis. Sejalan dengan pemikiran diatas, Ir. Sri Mulyono (Budiono Herusatoto, 2008: 178) menjelaskan bahwa dalam budaya Jawa, wayang kulit purwa merupakan kesenian yang merangkum beberapa unsur seni dalam satu kesatuan seni, yaitu; a) tindakan simbolis yang pertama dilakukan oleh yang menanggap wayang dengan tujuan misalnya untuk meruwat atau hajatan dan menyediakan ubarampe (keperluan untuk pertunjukan wayang; b) tindakan simbolis yang kedua dilakukan oleh dalang sebagai tokoh utama dalam pagelaran wayang, yang menguasai jalan cerita, kode atau pertanda penabuh gamelan dan yang menggerakkan wayang; c) tindakan simbolis yang ketiga dilakukan oleh para penabuh gamelan dan sinden. Iringan gamelan ada 7 tahapan, yaitu klenengan, talu, pethet nem, pathet sanga, pathet manyura, tancep kayon, dan golek; d) tindakan simbolis yang keempat dilakukan oleh pencipta atau penyungging wayang. Wanda
wayang yang terdiri dari bentuk,
warna, macam pakaian, serta dedeg dan tinggi rendahnya ukuran wayang memiliki arti yang berbeda; e) seni tari memiliki seluruh tindakan simbolis hampir diseluruh gerak langkah atau pola-pola setiap tarian; f) seni busana atau pakaian, masyarakat Jawa memiliki aturan simbolis dari corak dan jenis kain, potongan dan warna baju, bentuk dan corak kain penutup kepala melambangkan kebesaran dan tingkat ilmu atau usia dari
54
masing-masing pemakainya; g) seni rupa dikenal sebagai bentuk simbolis dengan tujuan dan maksud tertentu yang bersifat magis. Seni tembang merupakan media dakwah dalam penyebaran Islam pada masa Walisongo. Tembang macapat merupakan salah satu kelompok tembang yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat sejak dulu. Masyarakat Jawa tradisional meyakini tembang tersebut memiliki makna proses kehidupan manusia, proses dimana Tuhan memberikan ruh, hingga manusia tersebut kembali lagi kepadaNya. Fase kehidupan manusia dalam falsafah Jawa berdasarkan tembang macapat, yaitu: a) maskumambang adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh, yang kemudian di tanamkan dalam rahim ibu; b) mijil adalah gambaran dari proses kelahiran manusia; c) sinom adalah gambaran dari masa muda yang indah penuh harapan dan angan-angan; d) kinanthi adalah gambaran dari masa pembentukan jati diri dan meniti jalan menuju cita-cita, berasal dari kata kanthi yang artinya tuntun; e) asmaradhana adalah gambaran dari masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta; f) gambuh berasal dari kata jumbuh yang artinya bersatu, memiliki arti berkomitmen untuk menyatukan cinta dalam rumah tangga; g) dhandanggula adalah gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan, hidup yang berkecukupan; h) durma adalah gambaran perwujudan dari rasa syukur kita kepada Tuhan, maka dalam hidup kita harus bersedekah; i) pangkur adalah gambaran manusia memiliki fase kehidupan dimana dia akan mulai mundur dari 55
kehidupan ragawi dan menuju kehidupan jiwa atau spiritualnya; j) megatruh adalah gambaran terpisahnya nyawa dari jasad manusia; k) pocung adalah gambaran dimana manusia yang tertinggal hanyalah jasad dan
dibalut
dalam
kain
kafan
menuju
liang
lahat
(http://budayasenijawa.wordpress.com). Berdasarkan pendapat narasumber tersebut dapat disimpulkan bahwa tradisi masyarakat Jawa dalam menanamkan nilai budaya yang mengandung ajaran budi pekerti dan norma-norma lainnya kepada generasi selanjutnya tidak hanya melalui tembang dan kegiatan religiusitas saja, namun dapat ditanamkan melalui kesenian wayang, gamelan, tari dan seni rupa. Walaupun ada ungkapan yang saat ini tidak lagi relevan karena kemajuan zaman, namun kearifan ini perlu pula dipakai sebagai model bagi penanaman dan pengembangan budi pekerti luhur atau pendidikan karakter bagi generasi muda. Pendidik dapat memberi tauladan moralitas berkomunikasi di sekolah. Dimana moralitas tersebut berhubungan dengan unggah-ungguh dan sopan santun yang tepat (Suwardi Endraswara, 2006: 59). D. Budaya Sekolah Aan Komariah dan Cepi Triatna (2008: 45) mengemukakan bahwa sekolah sebagai suatu organisasi memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan pendidikan, dan perilaku orang di dalamnya. Budaya sekolah menampakkan sifat “unik”, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan 56
aturan, kebiasaan-kebiasaan, upacara, dan lambang yang memberikan corak yang khas kepada sekolah yang bersangkutan. Apa yang ditampilkan oleh setiap sekolah sesungguhnya menggambarkan budaya sekolah yang mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar. Penerapan budaya pada pendidikan diperlukan berbagai strategi. Strategi tersebut digunakan untuk mengimplementasikan budaya Jawa terutama nilai dan budi pekerti yang merupakan kompetensi sikap dan tidak bisa menjadi mata pelajaran. Ajat Sudrajat (Darmiyati Zuchdi, 2011: 152), mengatakan bahwa pelaksanaan budaya sekolah untuk membentuk
karakter
terpuji
diorganisasikan
dan
diterapkan
menggunakan strategi sebagai berikut: a) permodelan (modeling), yaitu pihak sekolah harus memahami pentingnya permodelan bagi peserta didik dalam bersikap di lingkungan sekolahnya, memperlakukan dan melayani orangtua maupun memperlakukan dan melayani peserta didik sendiri. Selain pendidik, orang tua juga memainkan peranan yang sangat penting sebagai model bagi anak-anaknya. Selain itu, masyarakat juga sebagai contoh dan model yang dapat menjadi pendorong keberhasilan para peserta didik dalam menerapkan nilai, norma dan kebiasaankebiasaan yang baik, b) pengajaran (teaching), yaitu pihak sekolah bersama keluarga dan masyarakat harus memberikan perhatian yang serius terhadap pentingnya pembelajaran nilai, norma, dan kebiasaankebiasaan yang baik bagi peserta didik. Semua kegiatan harus 57
diorganisasikan secara tepat sesuai dengan karakter yang sedang dibudayakan, (c) penguatan lingkungan (reinforcing), yaitu agar pendidikan karakter dapat berkembang dan berjalan dengan efektif harus didiukung dengan adanya penguatan yang konsisten yaitu dengan dilaksanakan komunikasi secara terus menerus berkaitan dengan nilai, norma, kebiasaan-kebiasaan yang telah menjadi prioritas dan juga memberikan kesempatan peserta didik untuk menerapkan nilai-nilai tersebut. Penguatan tersebut dapat berupa kegiatan-kegiatan yang mendukung keterlaksanaan pendidikan tersebut atau pemasangan sloganslogan yang bermuatan nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan baik, majalah dinding dan lain sebagainya. Semua individu memiliki posisi yang sama untuk mengangkat citra melalui performance yang merujuk pada budaya sekolah efektif (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2008: 103). Montago dan Dawson mengartikan bahwa budaya merupakan the way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa (Daryanto, 2015: 1). Deal dan Kennedy mengatakan bahwa budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu masyarakat (Daryanto, 2015: 9). Sharifah menjabarkan bahwa budaya sekolah boleh diartikan sebagai cara hidup sekolah yang meliputi segala perbuatan sekolah diluar dan didalam ruangan yang mencerminkan nilai, kepercayaan dan norma 58
yang bekerjasama sesama warganya, ada yang diwarisi secara turun temurun, ada yang telah dibentuk oleh warga sekolah itu sendiri (Daryanto, 2015: 20). Menurut lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik sebuah sekolah, kebudayaan memiliki dimensi yang dapat diukur, menjadi ciri budaya sekolah seperti: a) tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi warga sekolah, komite sekolah lainnya dalam berinisiatif, b) sejauh mana warga sekolah atau personil sekolah dianjurkan dalam bertindak progresif, inovatif, dan berani mengambil resiko, c) sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi, tujuan, sasaran sekolah, dan upaya mewujudkannya (Daryanto, 2015: 18). Berdasarkan pendapat dari beberapa sumber di atas budaya sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah, kinerja di sekolah dan mutu kehidupan yang diharapkan memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif, positif dan profesional. E. Kegiatan Ekstrakurikuler Usman dan Lilis (1993: 22) menjelaskan pengertian kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud serta tujuan untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan, pengetahuan, serta kemampuan yang telah dimilikinya dari berbagai bidang studi.
59
Suharsimi Arikunto (Suryosubroto, 1997: 271) menjabarkan kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan, diluar struktur program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan. Kegiatan ekstrakurikuler tercantum dalam Permendikbud No. 62 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan siswa diluar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan korikuler, dibawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan. Kesimpulannya
kegiatan
ekstrakurikuler
adalah
kegiatan
tambahan diluar jam pelajaran yang diadakan dengan maksud memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa. Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan. Pelaksanaan
ekstrakurikuler di
sekolah sangat
bervariatif
tergantung dari kebijakan sekolah, sarana dan prasarana, tenaga dan dana yang tersedia serta sesuai dengan otonomi daerah (Khamidi, 2008: 98). Tujuan
kegiatan
ekstrakurikuler
pada
umumnya
adalah
untuk
mengembangkan bakat siswa sesuai dengan minatnya. Kegiatan ini juga bermanfaat untuk mengisi waktu luang anak didik pada kegiatan yang positif dan dapat memperkaya ketrampilan, meningkatkan rasa percaya diri, menumbuhkan jiwa sportivitas dan lain sebagainya. Usman dan Lilis (1993: 22) menjabarkan tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler yaitu : a) meningkatkan kemampuan anak didik dalam 60
aspek kognitif maupun afektif; b) mengembangkan bakat serta minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju manusia seutuhnya; c) mengetahui serta membedakan hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Kesimpulannya kegiatan ekstrakurikuler memiliki tujuan dapat mengembangkan
bakat
dan
minat
sesuai
kemampuan
siswa,
mengembangkan karakter siswa, dapat melatih sikap kerjasama, disiplin, kejujuran dan tanggung jawab pada siswa. Dengan kata lain, kegiatan ini memiliki nilai-nilai pendidikan bagi siswa dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya. Orientasi kegiatan ekstrakurikuler ini adalah untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan keilmuan dan kepribadian serta meningkatkan kemampuan tentang sesuatu yang telah dipelajari dalam satu bidang studi. Seperti yang tersebut dalam tujuan pelaksanaan ekstrakurikuler sekolah kegiatan ekstrakurikuler harus meningkatkan kemampuan
siswa
beraspek
kognitif,
afektif
dan
psikomotor,
mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif, dapat mengetahui dan mengenal serta membedakan antara hubungan satu pelajaran dengan pelajaran lainnya. (http://pengertian-kegiatan-ekstrakurikuler.html)
61
Keterkaitan kegiatan ekstrakurikuler dengan aspek psikologi tertulis dalam petunjuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler oleh Depdikbud (1995: 134) yaitu: “Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan untuk mengaitkan pengetahuan yang diperoleh dalam program kurikulum dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan serta usaha pemantapan dan pembentukan kepribadian siswa agar terpadu ke arah kemampuan mandiri, percaya diri, dan kreatif”.
Kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan kegiatan jasmani, Maksum (2007: 27) menjabarkan bahwa terdapat pengaruh aktivitas olahraga terhadap beberapa dimensi psikologi, salah satunya keterkaitan antara olahraga dan konsep diri, dimana mereka yang telibat aktif dalam kegiatan olahraga menunjukkan tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingan dengan mereka yang tidak. Ekstrakurikuler pada hakikatnya merupakan jalur pembinaan yang erat kaitannya dengan pengembangan kemampuan yang dimiliki anak didik termasuk penanaman nilai kepribadian yaitu nilai percaya diri. Kepercayaan diri merupakan keyakinan untuk melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai karakteristik pribadi yang didalamnya terdapat keyakinan akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional, dan realistis (Ghufron dan Rini Risnawita, 2012: 35). Upaya meningkatkan kepercayaan diri dapat dilakukan di sekolah yaitu melalui kegiatan yang diterima di kelas atau kegiatan intrakurikuler sesuai 62
dengan mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan menampung bakat dan minat siswa. Format kegiatan yang dilakukan pada program ekstrakurikuler dibedakan menjadi, a) individual yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa secara perseorangan, b) kelompok yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh kelompok siswa, c) klasikal yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa dalam satu kelas, d) gabungan yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa antar kelas atau antar sekolah, e) lapangan yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti seorang atau sejumlah siswa melalui kegiatan di luar kelas atau kegiatan lapangan. Siswa akan belajar untuk menghadapi
dan menyelesaikan
masalah dengan cara positif dan menjadi pribadi yang lebih terbuka. Kegiatan ekstrakurikuler juga dapat menjadi wadah penyaluran energi dan
menjadi
sarana
pengembangan
kreativitas
siswa
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekstrakurikuler). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan siswa diluar kegiatan pembelajaran yang berfungsi untuk menjadikan siswa aktif dan produktif. Disamping itu, kegiatan dalam ekstrakurikuler juga mengajarkan adanya kerjasama, tanggung jawab, dan disiplin serta mengembangkan kemampuan siswa pada penanaman nilai kepribadian siswa. F. Penelitian Yang Relevan 63
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Galih Setyorini, 2014 tentang ”Implementasi Kebijakan
Pendidikan
Berbasis
Budaya
di
Kota
Yogyakarta”
menunjukkan bahwa implementasi pendidikan berbasis budaya di Yogyakarta sudah berjalan baik. Pelaksanaan yang dilakukan oleh masing-masing
sekolah
dalam
mendukung
proses
implementasi
kebijakan pendidikan berbasis budaya adalah dengan cara: 1) sosialisasi kepala sekolah kepada guru serta karyawan; 2) pengintegrasian nilai-nilai kesemua mata pelajaran; 3) membiasakan anak dengan kegiatan yang berwawasan nilai budaya; 4) program sekolah/kegiatan sekolah seperti muatan lokal dan ekstrakurikuler dan penggunaan hari khusus untuk Bahasa Jawa; 5) penciptaan kultur sekolah yang berwawasan budaya. Namun masih ada hal yang perlu ditingkatkan, seperti ketercukupan dana, kurangnya sarana dan prasarana untuk meningkatkan mutu pendidikan berbasis budaya. Upaya mengatasi kendala tersebut adalah dengan cara antara lain, menghimbau pada guru serta karyawan agar mereka dapat selalu menciptakan kultur yang baik dan berwawasan budaya dan cara melakukan penggunaan dana dengan seefektif dan seefisien mungkin sehingga dana tersebut dapat digunakan untuk kegiatan lain seperti melakukan sewa alat musik gamelan. Dalam penelitian yang dilakukan Galih Setyorini memiliki persamaan tujuan yakni ingin mengetahui bagaimana kebijakan pendidikan yang berbasis budaya khususnya budaya Jawa. Sedangkan 64
perbedaannya dalam penelitian menekankan pada kebijakan sekolah yang dibuat untuk mendukung penerapan nilai-nilai budi pekerti Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Penelitian yang dilakukan Chandra Adi Putra, 2015 tentang “Implementasi Pendidikan Berbasis Budaya Jawa Di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan
Yogyakarta”
menunjukkan
bahwa
implementasi
pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dilaksanakan melalui berbagai hal dan memaksimalkannya kedalam komponen pendidikan, yaitu dengan cara : a) penerapan pada visi, misi dan tujuan sekolah, b) penyesuaian pada kurikulum dan materi pendidikan, c) pengajaran melalui program pendidikan, d) pemodelan dan pembiasaan dari pendidik, e) pengkondisian sarana prasarana dan lingkungan sekolah. Namun masih ada hal yang perlu ditingkatkan, seperti belum semua pendidik berhasil memaksimalkan penyampaian materi budaya Jawa kepada peserta didik dikarenakan belum adanya pedoman baku untuk pelaksanaan beberapa program pendidikan budaya Jawa, dalam hal fasilitas penggunaan media pembelajaran bahasa Jawa oleh pendidik kurang maksimal, dan beberapa hambatan tersebut lebih karena sekolah ini merupakan sekolah swasta sehingga terkendala dana dalam penyediaan hal-hal pendukung pendidikan berbasis budaya Jawa. Upaya mengatasi kendala tersebut adalah dengan cara : 1) menyelenggarakan pelatihan budaya Jawa untuk pendidik dengan 65
bantuan yayasan maupun pihak dari luar sekolah; (2) membuat pedoman pelaksanaan beberapa program pendidikan budaya Jawa dengan bantuan yayasan dan pihak luar yang ahli sebagai acuan; (3) peningkatan minat peserta didik melalui pengenalan dan pembelajaran yang menarik; dan (4) berkoordinasi dengan yayasan atau pihak terkait lainnya untuk peningkatan fasilitas belajar budaya Jawa. Dalam penelitian yang dilakukan Chandra Adi Putra memiliki perbedaan dalam penelitian lebih menekankan pada kebijakan sekolah yang dibuat untuk mendukung penerapan nilai-nilai budi pekerti Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Penelitian ini akan membahas mengenai kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di Taman Muda IP Yogyakarta, faktor penghambat dalam proses penerapan serta strategi yang dilakukan dalam menanggulangi hambatan yang dijumpai pada saat penerapan nilai budaya Jawa tersebut. G. Kerangka Berpikir Pendidikan merupakan bekal penting untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di kalangan warga masyarakat. Peran pendidikan menjadi lebih penting ketika arus globalisasi yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya sering bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Kesadaran diri sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan-ikatan
66
sosial dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku bangsa, dan agama sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional. Dalam
kajian
kebudayaan,
setiap
tatanan
serta
aturan
mengandung nilai dan pesan moral yang dijadikan rambu- rambu bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai budaya Jawa saat ini mulai meluntur di kalangan generasi muda dengan semakain derasnya arus globalisasi. Akibatnya adalah budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada pemilihan yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang tidak didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur ini cepat masuk mudah ditiru oleh generasi muda. Perilaku negatif, seperti tawuran, kasus pelecehan seksual, tindakan anarkis menjadi budaya baru yang dianggap dapat mengangkat jati diri mereka. Untuk mewujudkan perilaku siswa yang berbudi baik sesuai nilainilai budaya, sangat diperlukan dukungan lingkungan keluarga, lingkungan pendidik bahkan lingkungan masyarakat. Dukungan orangtua dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam membentuk perilaku siswa, misalnya melalui komunikasi antara pendidik dengan orangtua yang berlangsung secara efektif dan berkesinambungan. Sekolah sebagai ajang pengajaran pendidikan budi pekerti haruslah memiliki kebijakan mengenai adanya penanaman nilai-nilai budaya Jawa guna mencapai pendidikan berbasis budaya di sekolah atas dasar nilai-nilai luhur.
67
Kesimpulannya, sudah sewajarnya para pendidik melakukan berbagai usaha dalam melakukan perbaikan dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti untuk mengisi jiwa peserta didik dengan perbuatan moral yang baik. Dan penerapan pendidikan budi pekerti tersebut dapat diwujudkan melalui upaya keteladanan, pembiasaan, pengamalan, dan pengkondisian lingkungan. Secara lebih jelas kerangka pikir ini akan digambarkan sebagai berikut:
Pelestarian budaya Jawa melalui pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler
SD Taman Muda Ibu pawiyatan Yogyakarta
Penanaman unsur, nilai dan budi pekerti budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler
Kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler
Pendidikan berbasis budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian Struktur di atas terkandung bagian-bagian dan hubungan antar bagian yang diatur dengan baik untuk mencapai tujuan. Hubungan dari tiap bagian dibentuk oleh garis lurus. Garis lurus menandakan saluran komando atau perintah. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta,
68
memiliki kebijakan yang telah disepakati bersama dalam menerapkan nilai budaya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Tujuan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta menerapkan kebijakan tersebut adalah untuk melestarikan budaya Jawa melalui pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler. Kemudian dalam penerapan budaya Jawa tersebut ditanamkan unsur, nilai, dan budi pekerti melalui kegiatan ekstrakurikuler. Hasil yang dicapai sekolah adalah menerapkan pendidikan berbasis budaya Jawa melalui kegitan ekstrakurikuler. Evaluasi dilakukan guna mempertahankan nilai luhur yang diterapkan sejak dulu dan masih dilestarikan hingga sekarang. H. Pertanyaan Penelitian 1. Apa saja bentuk nilai-nilai budaya jawa yang di terapkan di sekolah? 2. Bagaimana cara menanamkan nilai-nilai budaya jawa dalam kegiatan sekolah? 3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nilai-nilai budaya jawa di sekolah? 4. Bagaimana strategi dalam mengatasi kendala tersebut?
69
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Jenis pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif, artinya bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual (Sudarwan Danim, 2002: 41). Lebih lanjut dapat dijelaskan (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 25) bahwa penelitian kualitatif bersifat deskriptif-analitis. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk angka-angka. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada sifat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (Sugiyono, 2011: 15). B. Subjek Penelitian Subjek penelitian merupakan sumber dimana data diperoleh. Suharsimi Arikunto (1998: 114) mengemukakan apabila peneliti menggunakan kuesioner dan wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis 70
maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak, atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen dan catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan adalah subjek penelitian atau variabel penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah informan yang akan memberikan data tentang variabel yang akan diteliti dan diamati oleh peneliti yang terdiri kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, dan beberapa peserta didik di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Tamansiswa No. 25 Wirogunan, Mergangsan, Yogyakarta. 2. Waktu Penelitian Penelitian dan pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara dan teknik dokumentasi pada bulan September sampai dengan Desember 2015, setelah peneliti memperoleh izin. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik dalam mengumpulkan data mempengaruhi seberapa besar efektif data yang diambil. Teknik dalam mengumpulkan data harus disesuaikan dengan variabel dan subjek penelitian. Menurut Sugiyono (2011: 309) dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan 71
pada kondisi yang alamiah sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi peran serta (participan obsevation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi. Sedangkan, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi Partisipatif Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung karena untuk membuktikan sesuatu dan memperoleh keyakinan perlu adanya pengalaman yang langsung. Melalui pengamatan ini akan diketahui hal-hal yang hanya dapat dipahami secara langsung. Secara umum
pengamatan mengoptimalkan kemampuan untuk
melihat,
menghayati dan merasakan hal yang dirasakan subjek sehingga menunjukkan sesuatu yang natural dan sebenar-benarnya. Moleong (2013: 164) menegaskan bahwa observasi partisipatif dalam istilah lain disebut sebagai pengamatan berperanserta karena untuk mengamati dan mencermati peneliti harus terlibat melakukan kegiatan yang dilakukan subjek. Pengamatan berperanserta pada dasarnya berarti mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun. Dalam
penelitian
ini
dilakukan
kegiatan
mengamati,
mendengarkan dan berperan serta saat program berlangsung, mengingat banyaknya kegiatan ekstrakurikuler berbasis budaya Jawa di sekolah ini.
72
Observasi dilaksanakan pada proses pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler berbasis budaya Jawa dengan menggunakan pedoman observasi guna mendalami program secara detail dan berkala.
2. Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya kecil (Sugiyono, 2011: 194). Selanjutnya
menurut
Easterberg
(Sugiyono,
2011:
320)
mengemukakan bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu. Dalam wawancara ini pedoman wawancara tetap sangat diperlukan untuk mengarahkan pokok pembicaraan dalam wawancara. Teknik wawancara dengan pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara ini untuk mengetahui secara mendetail pendangan dari setiap responden. Untuk memahami kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler ini dilakukan kepada subjek-subjek penelitian yaitu pendidik pengampu program, kepala sekolah dan beberapa peserta didik yang sesuai pertimbangan.
73
Wawancara
dilakukan
kepada
kepala
sekolah
untuk
mengetahui kebijakan sekolah tentang menerapkan budaya Jawa. Untuk mendapat informasi yang lebih akurat dan variatif, maka wawancara juga dilakukan kepada guru yang menyangkut keadaan sekolah, termasuk di dalamnya adalah metode pembelajaran yang digunakan, suasana sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler. Wawancara juga dilakukan terhadap peserta didik yang dipilih secara acak. Peserta didik sebagai pengguna yang langsung merasakan layanan yang diberikan di sekolah, termasuk di dalamnya adalah suasana sekolah dan metode pembelajaran yang digunakan guru. 3. Dokumentasi Sugiyono (2011: 330) menjelaskan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Pengambilan dokumen dalam penelitian ini berupa catatan peristiwa yang bersangkutan. Moleong (2013: 216) mengemukakan dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Pengertian dokumen ini dalam artian jika dalam penelitian ditemukan record yang sudah ada di lokasi penelitian dan sesuai dengan masalah yang diteliti tentu saja akan dimanfaatkan. Record ini dapat berupa segala dokumen yang menyangkut program pendidikan berbasis budaya Jawa.
74
Teknik dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan dokumen-dokumen/data yang berkaitan dengan budaya mutu dan menggunakan bantuan perekam suara pada saat melakukan wawancara.
E. Instrumen Penelitian Penelitian ini instrumen utamanya adalah peneliti sendiri (human instrument) yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2011: 309). Peneliti terjun ke lapangan sendiri karena peneliti merupakan instrumen
kunci.
Dalam
melakukan
penelitian,
peneliti
juga
menggunakan instrumen yang berbentuk pedoman observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi. F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep Miles dan Hubberman (Sugiyono, 2011: 343-345) yaitu: 1. Reduksi Data Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan 75
membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2011: 338). Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan dengan cara melakukan analisis pada hasil catatan lapangan dan wawancara dari beberapa informan untuk dirangkum dan dikategorisasikan. 2. Penyajian Data Penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2011: 341). Setelah direduksi data kemudian disajikan dengan uraian singkat, tabel, dan bagan sesuai dengan fokus penelitian agar mudah dipahami dan memudahkan dalam pengambilan kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah. Yang paling digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks atau uraian singkat yang bersifat naratif. 3. Penarikan Kesimpulan Kegiatan analisis data yang terakhir adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang 76
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2011: 345). Penarikan kesimpulan diperoleh dari reduksi data dan display data. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. G. Keabsahan Data Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility, transferability, dependability, dan confirmability. Dalam penelitian ini digunakan uji kredibilitas data dengan melakukan triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono, 2011: 372). Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi dengan teknik yaitu hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara lalu dicek dengan observasi dan kajian dokumen yaitu: a. Triangulasi dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik. Triangulasi 77
sumber dilakukan peneliti dengan membandingkan informasi dari satu orang dengan orang lainnya. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari teknik wawancara dan membuktikannya dengan melalui teknik observasi dan dokumentasi. Tujuannya adalah agar informasi yang diperoleh benar-benar berdasarkan realitas yang ada. b. Melakukan validitas data merujuk pada masalah kualitas data dan metode yang digunakan dalam penelitian, hal ini bertujuan agar memperoleh data yang akurat dan dipertanggungjawabkan. c. Melakukan diskusi dengan dosen pembimbing skripsi dengan maksud validitas data.
78
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang terletak di Jalan Taman Siswa No. 25, Mergangsan, Yogyakarta. Sekolah ini berdiri pada tahun 1992. Sekolah Dasar yang didirikan tahun 1922 oleh Ki Hadjar Dewantara ini, menerapkan pelajaran budi pekerti melalui olah rasa dan seni budaya serta penerapan sistem among berupa keseimbangan pendidikan orangtua/keluarga, lembaga sekolah, dan masyarakat. 1. Visi "Menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya dan pendidikan budi pekerti luhur" 2. Misi a. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien dan terukur untuk mewujudkan pendidikan bermutu. b. Menyelengarakan pendidikan kesenian dan penanaman nilai-nilai budaya untuk mewujudkan pendidikan berbasis seni budaya. c. Menerapkan "among system" dengan tekanan keteladanan silih asah, silih asih dan silih asuh implementasi pendidikan budi pekerti luhur. 3. Tujuan a. Meningkatkan mutu pembelajaran dengan meningkatkan kemampuan pamong, baik kompetensi akademik maupun profesionalismenya, 79
yang diharapkan pada gilirannya mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. b. Memenuhi 8 (delapan) aspek standar nasional pendidikan secara bertahap,
dengan
tekanan
melengkapi
sarana
dan
prasarana
pendidikan, tersedianya dana operasional yang cukup, serta membuka peluang peran serta masyarakat secar proporsional. c. Implementasi secara intergral nilai-nilai budi pekerti luhur dan konsep-konsep ketamansiswaan dalam pembelajaran khususnya, dan pendidikan pada umumnya. d. Menyiapkan peserta didik dengan bekal yang cukup untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. 4. Keadaan Siswa Tabel 1. Jumlah Rombongan Belajar No
Tahun Pelajaran
1 2 3 4 5 6 7 8
2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/2014 2014/2015
1 1 1 2 1 1 1 1 1
2 1 1 1 2 1 1 1 1
Rombongan Belajar Kelas 3 4 5 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 6 6 7 7 7 6 6 6
Tabel 2. Jumlah Peserta Didik No
Tahun Pelajaran
1 2 3 4
2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011
1 18 21 37 11
2 28 15 20 30 80
3 18 24 17 24
Peserta Didik 4 5 17 24 18 17 26 17 16 26
6 37 25 18 16
Jumlah 142 120 135 123
5 6 7 8
2011/2012 2012/2013 2013/2014 2014/2015
10 17 20 22
9 12 17 23
31 12 15 16
25 34 12 15
17 26 34 15
27 20 29 34
119 121 127 125
5. Keadaan Pendidik Tabel 3. Keadaan Pendidik
Status Kepegawaian (1) 1. PNS 2. BUKAN PNS a. Tetap Yayasan b. Tidak Tetap / Honor c. Guru Bantu Pusat d. Guru Bantu Daerah Jumlah
Jabatan Kepala Guru Sekolah Kelas Agama Penjas Mulok L P L P L P L P L P (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (12) (13) 1 1 2 1
-
1
1
4
1
5
2
2
1
3
1
-
1
1 4 1
1
6
Jumlah L P L+P (14) (15) (16) 2 3 5 1 2 5
6. Keadaan Tenaga Kependidikan Tabel 4. Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Status Kepegawaian Status Kepegawaian Pegawai Tetap Yayasan Pegawai Tidak Tetap Jumlah
Jumlah 2 3 5
Tabel 5. Jumlah Tenaga Kependidikan Berdasarkan Pengalaman Kerja No. 1 2 3 4 5
Bidang Tugas Kepala Tata Usaha Bendahara Sekolah Kasir Sekolah Petugas TU/Admisistrasi Laboran 81
Jumlah 1 1 1
1 10 1 15
2 12 1 20
6 7 8 9
Pustakawan Jaga Malam Satpam Pesuruh/Tukang Kebun
2
7. Keadaan Ruangan
No.
Jenis Ruang
(1) 1. 2.
(2) Ruang Kelas Ruang Perpustakaan Laboratorium IPA Ruang Kepala Sekolah Ruang Guru Ruang Komputer Tempat Ibadah Ruang Kesehatan (UKS) Kamar Mandi / WC Guru Kamar Mandi / WC Siswa Gudang Ruang Sirkulasi / Selasar Tempat Bermain / Tempat Olahraga
3. 4.
5. 6.
7.
8
9
10 11
12 13
Tabel 6. Jumlah Keadaan Ruangan Milik Bukan Milik Baik Rusak Ringan Rusak Berat Sub-Jumlah (3) (4) (5) (6) (7) 6 6 1
1
1
1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
3 1
1
0
1
1
82
8. Prestasi Siswa Tabel 7. Prestasi Siswa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
Tahun 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008
2008
Jenis Kejuaraan Seni Suara Keagamaan (MTQ) Futsal POR Dini Sepak takraw Nyanyi tunggal Cerita rakyat Cerita rakyat bergambar Hasta karya Seni suara (nyanyi tunggal) MTQ : - Menyanyi - Seni Lukis - Adzan - Tartil
Tingkat Kota Kota Kecamatan Kota Kota UPT Kecamatan UPT UPT Kecamatan
Permainan rakyat : - Lepetan - Benthik Langen carita Transliterasi Panembromo Mocopat MTQ Senil Musik Tradisional Dolanan Anak Dolanan Anak Lomba daur ulang
Propinsi
12 13 14 15 16 17 18 19 20
2008 2008 2008 2008 2009 2009 2009 2009 2010
21 22 23 24
2010 2010 2010 2010
25 26 27
2011 2011 2011
Modelling Drumband Modelling Panembromo,macapat,pidato basa Jawa Drumband Menyanyi solo Kria nusantara
28
2011
Dolanan anak
-
Juara I putri, Juara II putra Juara II putra Harapan I Harapan I
- Juara III - Juara II Kota Harapan I Kota Juara III Kota Juara I Kota Juara II Kecamatan Juara III Propinsi Juara III Kota Juara I Kota Juara II Kota - Juara 2 (kelas I) - Juara 3 (kelas II) - Juara harapan I (kelas V) Propinsi Juara I putri Propinsi Juara I Paramanandi Kota Juara harapan I putra Kota Juara I panembromo Propinsi Propinsi Nasional Kota
83
Juara keJuara III putri Harapan I, Juara III Juara I Juara III Harapan I Harapan II Juara I Juara I Juara I
Juara harapan I Juara I Juara II lomba bakiak Juara II ( penyanyi
29 30 31 32 33
2011 2011 2011 2012 2013
34 35 36 37 38 39 40
2013 2013 2013 2013 2014 2014 2014
Macopat Pidato bahasa Jawa Panembromo Perkusi Festival Lomba Siswa Seni Nasional (FLS2N) Macopat Panembromo Panembromo Pekan etiket budaya MTQ MTQ MTQ
UPT UPT Kota Propinsi UPT
terbaik II ) Juara II Juara I Juara I Juara I Harapan II Pidato
Kota Kota UPT UPT Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Juara III Juara III Juara I Juara I Juara III Puitisasi Harapan I Pildacil Harapan 1 Tartil
9. Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta meliputi karawitan, bahasa Jawa, nembang, tari, dolanan anak, membatik, ensamble musik, komputer, vokal, seni lukis, TPA, pramuka, pencak silat, drum band, dan bahasa Inggris. 10. Nilai-nilai yang terkandung dalam Kegiatan Ekstrakurikuler a. Karawitan Ekstrakurikuler karawitan memiliki nilai ketelitian, nilai percaya diri, nilai kerjasama didalamnya. Hal ini dikarenakan berlatih karawitan memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, ini disebabkan nada-nada dalam gamelan tersebut berbeda antara alat musik satu dengan yang lainnya. Nilai percaya diri dan kerjasama juga ditanamkan ekstrak ini sebab dibutuhkan kerjasama untuk menghasilkan karya musik yang indah dan juga nilai percaya diri ditanamkan pada kegiatan ini dengan maksud
84
melatih siswa berani menunjukkan minat dan bakat nya terhadap karawitan. Nilai lain yang terkandung pada karawitan diantaranya adalah: 1) Nilai Estetika : Seni karawitan melalui gamelan yang lengkap ditabuh oleh 10 hingga 15 penabuh atau niyaga. Kaitannya dalam hal ini dari alat musik yang berbeda dengan dimainkan secara keseluruhan akan menghasilkan suara yang harmonis dan dinamis sehingga akan memunculkan estetika keindahan suara di dalamnya, suara yang unik yang menimbulkan rasa nyaman bagi penikmatnya. 2) Nilai Historis : Seni Karawitan adalah warisan budaya leluhur, keberadaannya
sangat
erat
hubungannya
dengan
perjalanan
kebudayaan masyarakat Jawa, perkembangannya hingga saat ini menyimpan sejarah yang bisa dijadikan pelajaran yang diharapkan dapat menumbuhkan semangat untuk terus menjaga budaya bangsa. 3) Nilai Budaya : Seni Karawitan adalah kebudayaan asli masyarakat Jawa yang telah lahir sebelum masuknya pengaruh agama Hindu dan Budha, eksistensinya tetap bertahan hingga hari ini, diakui dan tetap dinikmati oleh masyarakat bahkan dunia. 4) Nilai Spiritual : Gamelan dalam pada awal sejarahnya merupakan perangkat alat musik yang sangat dikaitkan dengan upacara-upacara keagamaan, sehubungan dengan perkembangan agama Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, karawitan gamelan Jawa adalah sarana dakwah dengan jalan akulturasi budaya lokal dengan budaya
85
Islam. adapun syair-syair karawitan juga banyak mengandung unsur nasihat-nasihat agama. 5) Nilai Demokrasi : Karawitan juga mengandung unsur demokratis yakni berkaitan dengan peranan setiap alat musik gamelan, contoh kendhang sebagai pemimpin dan pengendali disini terdapat peran pengaturan yang dianalogikan sebagai eksekutif. Sementara gong sebagai tanda pemberhentian atau pengawasan terhadap jalannya permainan yang dianalogikan sebagai yudikatif. Sedangkan kenong adalah legislatif yang mewakili perangkat lainnya. 6) Nilai Sosial : Pada seni karawitan, kandungan nilai sosial dapat kita lihat pada kerjasama dan toleransi antar pemain yang berusaha menyatukan berbagai jenis alat musik dengan saling mengikuti aturan yang ada secara bersama-sama. 7) Nilai Psikologis : Melalui keindahan dan kehalusan seni suara dalam Karawitan mampu mendidik rasa keindahan seseorang yang memungkinkannya tumbuhnya kesadaran pada nilai sosial, moral dan spiritual, orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa kesetiakawanan tumbuh, tegur sapanya halus, tingkah laku lebih sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhinggendhing. b. Bahasa Jawa Terkandung nilai integritas, nilai toleransi, nilai kesantunan, dan nilai kerendahan hati. Bahasa Jawa merupakan salah satu warisan budaya 86
yang harus dilestarikan dan dijaga karena jika tidak, dapat terkikis oleh bahasa dari kebudayaan lain. Selain itu, bahasa Jawa merupakan bahasa yang menyiratkan budi pekerti luhur atau merupakan cerminan dari tata krama. Nilai lain yang terkandung dalam bahasa Jawa, yaitu: 1) Nilai Estetika : Bahasa Jawa terbagi menjadi Krama dan Ngoko. Berikut ini adalah pembagian unggah ungguhin basa. Basa Ngoko: Ngoko lugu dan Ngoko Andhap; Basa Madya : Madya Ngoko, Madya Krama, Madyantara; Basa Krama: Mudha Krarna, Kramantara, Wredha Krama, Krama Inggil, Krama Desa, Basa Kedathon. 2) Nilai Historis : Unggah ungguhing basa merupakan alat untuk menciptakan jarak sosial, namun di sisi lain juga merupakan produk dari kehidupan sosial. 3) Nilai Budaya : Penggunaan Basa Ngoko Krama dalam masyarakat Jawa adalah Basa Krama dan Ngoko digunakan sebagai norma pergaulan di masyarakat, tataran bahasa Jawa dipakai sebagai tata unggah ungguh, penggunaan basa krama berfungsi sebagai alat untuk menyatakan hormat dan kekerabatan, dan sebagai pengatur jarak sosial c. Nembang Terkandung nilai kesusilaan, nilai kesopanan, nilai kesantunan, nilai kesabaran, nilai kerendahan hati dan nilai toleransi. Dalam tradisi sastra Jawa, buku-buku tentang tembang pada umumnya berisi ajaran moral atau tuntunan budi pekerti yang luhur. Inti di dalam lirik tembang 87
mengajarkan bahwa manusia sudah sepantasnya berbuat baik terhadap alam, binatang, tumbuhan, bahkan terhadap manusia lain. Terhadap sesama manusia pun, hendaknya kita bersikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua dan tidak ada salahnya kepada orang yang lebih muda. Kemudian adanya sikap saling menghormati dan menghargai pendapat orang lain, baik terhadap teman sendiri, guru, kepala sekolah maupun warga sekolah lainnya. Nilai-nilai yang terkandung pada nembang sarat dengan nilai-nilai moral yang sangat penting bagi pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai budi pekerti luhur yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa sangat urgen untuk disosialisasikan kepada generasi muda karena generasi muda pada milenium ketiga ini sudah tidak banyak lagi yang mengenal, mencintai, dan memahaminya. Nilai-nilai budi pekerti tersebut bersifat dikotomis antara perbuatan baik dan tidak baik, perbuatan yang diperbolehkan dan tindakan yang dilarang secara moral, perbuatan yang perlu diteladani dan tindakan yang tidak perlu ditiru. Tidak hanya sarat dengan nilai moral, tembang juga mengajarkan bagaimana proses kehidupan manusia diawal hingga kembali kepada Tuhan, karena itu sebagai manusia hendaklah selalu berdoa atas segala cobaan dalam hidup yang mana kesabaran selalu diuji. Nilai lain dalam tembang, yaitu: 1) Nilai Estetika : Terbagi menjadi tiga, tembang macapat, tembang tengahan, dan tembang gedhe. Tembang macapat dibagi menjadi sebelas pupuh, yaitu: maskumambang, mijil, sinom, kinanthi, 88
asmaradhana, gambuh, dhandanggulo, durma, pangkur, megatruh, dan pocung. 2) Nilai Historis : Digunakan sebagai media dakwah para sunan untuk menyebarkan dan mengajarkan agama Islam. 3) Nilai Budaya : Tembang merupakan warisan leluhur yang sampai sekarang masih di uri-uri, agar tidak hilang dan terlupakan. 4) Nilai Spiritual : Melalui tembang macapat yang isi nya mengajarkan tentang proses kehidupan manusia. Proses bagaimana Tuhan memberikan ruh kepada manusia hingga manusia itu kembali lagi pada-Nya. d. Tari Terkandung nilai kesabaran, nilai kerjasama, nilai percaya diri, nilai kerja keras, dan nilai kedisiplinan. Dalam pelajaran tari umumnya diajarkan tentang kesabaran dan kerja keras. Dalam setiap gerakan tari, untuk menghasilkan gerakan yang indah dan gemulai tidak dapat berhasil dalam sekejap, maka dari itu dibutuhkan kesabaran, kerja keras dan semangat siswa. Konsep tari yang tenang mengalun, memiliki korelasi positif dengan konsep etis Jawa yang senantiasa mengutamakan ketena ngan, keseimbangan, keselarasan, dan harmonis dengan alam. Nilai lain yang terdapat dalam tari yaitu: 1) Nilai Estetika : Menggunakan empat dasar keterampilan yaitu wiraga (dasar keterampilan gerak tubuh atau fisik penari yang dapat menyalurkan ekspresi batin dalam gerak tari); wirama (suatu pola 89
untuk mencapai gerakan yang harmonis di dalam tari yang terdapat pengaturan dinamika seperti aksen dan tempo tarian); wirasa (ekspresi raut muka atau mimik yang menggambarkan karakter tarian, penghayatan dan penjiwaan gerak sesuai dengan tarian; wirupa (penampilan menari dari ujung atas sampai ujung bawah, ditunjukkan melalui warna, busana, dan tata rias). 2) Nilai Historis : Seni tari klasik yang diciptakan pada masa Sultan Hamengku Buwono Pertama. Tarian klasik sebagai suatu totalitas merupakan perpaduan harmonis antara kulit luar yaitu gerak tubuh, pakaian, ekspresi dengan substansi roh dan jiwa. 3) Nilai Budaya : Tari klasik Yogyakarta menggambarkan adanya penggunaan simbol yang sarat makna pesan etik maupun estetik untuk penanaman moral dan untuk membentuk kepribadian yang utuh lewat pengenalan seni budaya. Tarian klasik juga digunakan sebagai strategi perjuangan moral dan usaha untuk mencari jati diri orang Jawa. 4) Nilai Spiritual : Tarian Bedaya merupakan tarian tua yang lebih magis dari tari serimpi. Diibaratkan sebagai bentuk tarian untuk keperluan ritus agama asli yang berasimilasi dengan agama budha. Pementasan tari memakan waktu tiga jam, oleh karena itu, para penari sebelumnya harus menjalani puasa dan proses bersih diri agar mendapat kekuatan lahir dan batin.
90
e. Dolanan Anak Lagu dolanan anak mengajarkan nilai kerjasama, nilai kejujuran, nilai kedisipinan, nilai kesantunan dan nilai kerendahan hati. Inti dari Gendhing dolanan anak lebih bersifat hiburan. Siswa diajarkan dan dikenalkan tentang alat permainan, lagu- lagu untuk anak- anak yang lazimnya dinyanyikan ketika memainkan permainan jaman dahulu. Ini bertujuan walaupun sudah berkembangnya teknologi, siswa dengan kerendahan hatinya untuk tidak melupakan alat permainan dan lagu dolanan jaman dahulu. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua lagu dolanan anak banyak mengarah pada aspek falsafah hidup dan nilai moral yang dibangun dalam nilai-nilai masyarakat Jawa, yang pantas digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa. Nilai lain yang terkandung dalam lagu dolanan anak, yaitu: 1) Nilai Estetika : Gendhing dolanan anak pada umumnya memiliki ciri sebagai berikut, yaitu : 1) bahasanya sederhana; 2) mengandung nilai estetis; 3) jumlah barisnya terbatas; 4) berisi tentang hal-hal yang selaras dengan keadaan anak-anak; 5) lirik dalam gendhing tersebut bermakna religius, kebersamaan, rendah hati dan nilai sosial lainnya. 2) Nilai Historis : Lagu dolanan anak mengajarkan moral dengan lirik jenaka dan sederhana yang bertujuan mudah diingat dan mudah dihafal.
91
f. Membatik Pelajaran membatik mengajarkan nilai kesabaran, nilai integritas, nilai kepedulian, dan nilai ketelitian bagi orang yang melakukannya. Karena untuk menghasilkan sebuah karya yang baik di perlukan kesabaran dan ketelitian. Pelestarian budaya batik melalui pendidikan merupakan salah satu cara dalam mengenalkan budaya Jawa serta anak didik dapat mengetahui nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada mereka sebagai generasi bangsa. Nilai yang terkandung dalam membatik, yaitu: 1) Nilai Estetika : Memiliki bermacam-macam fungsi, tiga diantaranya yaitu: a) batik sebagai busana (batik dianggap sebagai pakaian yang cocok untuk menyambut tamu atau menghadi acara seremonial atau kegiatan formal lainnya); b) batik sebagai karya seni (batik dibuat dengan ketelitian tinggi dan sarat dengan nilai adiluhung); c) batik sebagai artefak budaya (corak dan ragam batik pada setiap daerah berbeda-beda, ini dikarenakan pola interaksi masyarakat dahulu memiliki ide kreatif yang bermacam-macam dan pada tiap pola tersebut mengandung makna atau simbol yang menunjukkan sejarah atau latar belakang daerah tersebut. 2) Nilai Historis : Seni membatik adalah Warisan Budaya Leluhur, dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masamasa kerajaan Mataram, kemudian kerajaan Yogyakarta dan Solo.
92
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan raja-raja jaman dahulu. 3) Nilai Budaya : Seni Membatik sekarang ini menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia dan batik merupakan akulturasi budaya. g. Bahasa Inggris Terkandung nilai Integritas, ketelitian, kesabaran dan kerja keras. h. Pramuka Terdapat nilai kerjasama, kepedulian, keadilan, kepemimpinan, ketangguhan. i. Pencak Silat Terdapat nilai pengendalian diri, kedisiplinan, ketangguhan, kerendahan hati. j. Drum Band Terkandung nilai ketertiban atau kedisiplinan, kesabaran, kerjasama, tanggung jawab, kerja keras. k. Ensamble Musik Terkandung nilai ketertiban/kedisiplinan, kerjasama, tanggung jawab, percaya diri, kerja keras, ketelitian. l. Komputer/ IT Terdapat nilai tanggung jawab, nilai integritas, ketelitian. m. Vocal Terdapat nilai kerjasama, tanggung jawab, percaya diri.
93
n. Seni Lukis Terkandung nilai kesabaran, tanggung jawab, kerja keras. o. TPA Terdapat nilai kerendahan hati, kesabaran, kesantunan, ketelitian. B. Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan deskripsi hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah, dan pertanyaan penelitian, yang mencakup (1) bentuk nilai-nilai budaya jawa yang di terapkan di sekolah; (2) cara menanamkan nilai- nilai budaya jawa dalam kegiatan sekolah; (3) faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nilai- nilai budaya jawa di sekolah; dan (4) strategi dalam mengatasi kendala tersebut. Adapun uraiannya sebagai berikut: 1. Bentuk Nilai-Nilai Budaya Jawa Yang di Terapkan di Sekolah a. Pendidikan Berbasis Budaya SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan salah satu sekolah berbasis budaya yang ada di kota Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu kepala sekolah dengan inisial “A” sebagai berikut: “Sekolah berbasis budaya adalah sekolah yang tidak meninggalkan budaya Indonesia khususnya budaya Jawa seperti tari, nembang, karawitan”. Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu guru pamong dengan inisial “E”, beliau menyatakan bahwa:
94
“Pendidikan berbasis budaya itu pendidikan yang mengintegrasikan dengan budaya. Jadi pendidikan yang sedikit dicampur dengan budaya melalui kebiasaan sehari-hari”. Guru pamong dengan inisial “D” juga mengungkapkan hal yang sama, beliau mengungkapkan bahwa: “Pendidikan berbasis budaya adalah semua ranah pendidikan dihubungkan dengan budaya, budi pekerti, dan unggah ungguh”. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang menanamkan nilainilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pada usia sekolah dasar, anak cenderung meniru atau mencontoh hal-hal yang ada di lingkungan mereka, dimana pada anak sekolah dasar proses inilah yang pertama mereka lakukan dalam memenuhi rasa ingin tahu dan merespon stimulasi lingkungan. Anak akan meniru semua yang mereka lihat, dengar dan rasakan dari lingkungan. Proses selanjutnya anak akan belajar mengenali semua perilaku yang ditirunya dan mulai biasa membedakan mana perilaku yang dapat diterima dan memberikan dampak positif serta mana perilaku yang tidak bisa diterima dan memberikan dampak negatif. Setelah mereka dapat membedakan mana yang baik, dan mana yang kurang baik kemudian anak mulai membiasakan perilaku-perilaku yang baik dan diberi penguatan sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku. Dari sinilah kemudian membentuk pemahaman anak dan pondasi kepribadian anak secara utuh. Sebagai contoh guru among dengan inisial “E” menjelaskan 95
bahwa pada saat kegiatan ekstrakurikuler berlangsung terdapat seorang anak meniru tokoh kartun yang suka melempar barang ketika bertarung, dan hal tersebut dilakukan kepada berkumpul dengan temannya pada saat kegiatan ekstrakurikuler berlangsung. Kemudian, guru membantu menjelaskan kepada siswa bahwa melempar barang kepada teman tidak bisa diterima karena akan menyakiti teman dan hal tersebut tidak sopan. Beranjak dari kejadian tersebut siswa belajar untuk membedakan perilaku mana baik dan tidak baik. Guru among kemudian menjelaskan kepada siswa bahwa perilaku yang baik yang ditiru oleh siswa akan diberi penguatan dan pujian atau hadiah. Begitu pun sebaliknya perilaku yang kurang baik yang ditiru oleh siswa akan mendapatkan sanksi tegas dari guru. Kebiasaan dan pemahaman terhadap perilakunya inilah yang kemudian terinternalisasi dalam karakternya dan menjadi komponen dalam pembentukan kepribadianya. Oleh karena itu, SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa senantiasa menerapkan pendidikan berbasis budaya di lingkungan sekolahnya. Hal ini menjadi penting karena SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menjunjung tinggi budi pekerti luhur untuk membentuk karakter anak menjadi baik, sopan, dan tahu unggah-ungguh adat timur yang masih di anut di kota Yogyakarta ini. b. Perda DIY No.5 Tahun 2011 Tentang Pendidikan Berbasis Budaya Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pendidikan berbasis budaya yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa berlandaskan Perda DIY No. 5 tahun 2011. Hal ini sesuai dengan 96
ungkapan wakil kepala sekolah dengan inisial “M” yang menyatakan bahwa: “Pendidikan berbasis budayadi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa memang didasarkan pada Perda DIY No. 5 tahun 2011”. Ibu kepala sekolah dengan inisial “A” juga menambahkan bahwa: “Pendidikan berbasis budaya sudah di terapkan lama. Akan tetapi, hasilnya tidak langsung memuaskan, karena membutuhkan proses dan evaluasi dalam pelaksanaannya”. Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial “E”, beliau menyatakan bahwa: “Pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dilaksanakan berdasarkan pada Perda DIY No. 5 tahun 2011”. Guru pamong dengan inisial “E” juga menambahkan bahwa: “Akan bagus apabila setiap sekolah melaksanakan pendidikan berbasis budaya berdasarkan Perda DIY No. 5 tahun 2011, karena anak-anak mendapat pendidikan budaya Jawa salah satunya dari sekolah. Hal ini menjadi penting mengingat hampir mayoritas siswa dirumah berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Belum lagi keseharian siswa di rumah yang dilingkupi dengan gadget, atau media elektronik yang lain yang sudah menggeser jenis permainan dan kesenian tradisional. Pendidikan berbasis budaya tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah mengenalkan budaya kepada generasi muda”. Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial “D”, beliau menyatakan bahwa: “Pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sesuai dengan Perda DIY No. 5 tahun 2011, hal ini dilakukan karena anak sekarang tidak kaya jaman saya dulu. Jadi sekarang cenderung sikap suka-suka aku saja, terus ada Mamanya juga yang bersikap suka-suka aku. Tapi kalau jaman dulu kan tidak begitu, masih punya sikap sopan santun sama rasa takut atau segan terhadap orangtua kalau sekarang kan tidak”. 97
Guru pamong dengan inisial “D” juga menambahkan bahwa: “Sebelum ada Perda sekolah sudah menerapkan pendidikan berbasis budaya. Sampai sekarang masih diterapkan, malah sekarang semakin maju semakin bersinergi. Jadi lebih banyak lagi pelajaran budaya yang diterapkan. Kalau dulu cuma menanamkan hal sehari-hari aja seperti sopan santun, budi pekerti, tapi kalau sekarang grid nya atau pencapaiannya lebih tinggi lagi. Misalnya sekarang bukan cuma unggah ungguh saja, belajar membatik juga, belajar nembang juga kalau dulu cuma belajar sehari-hari pake bahasa kromo, tapi sekarang kita belajar budaya tidak hanya perilaku saja, tapi semua. Beliau juga menambahkan bahwa: “Untuk guru juga dituntut hal yang sama, berkiblat dari semboyan Ki Hajar Dewantara. Kita harus Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, sama Tut Wuri Handayani. Anak-anak diberi kebebasan sendiri seperti semboyan Ing Madya Mangun Karsa, guru tetap memberikan perhatian dan tetap memberikan semangat”. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa melaksanakan pendidikan berbasis budaya didasarkan pada Perda DIY No. 5 tahun 2011. Pendidikan berbasis budaya tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah mengenalkan budaya kepada generasi muda. Mengingat sudah mulai bergesernya budaya timur ke budaya barat dan mulai terkikisnya nilai-nilai budaya Jawa di kalangan generasi muda Indonesia khususnya Yogyakarta. c. Nilai-Nilai Budaya Jawa Yang di Terapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti diketahui bahwa pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, nilai-nilai budaya jawa yang 98
diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa meliputi penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru, serta wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional. Nilai-nilai budaya Jawa tersebut dapat diintegrasikan ke dalam bentuk nilai-nilai moralitas yang mencakup sopan santun, religiusitas, sosialitas, keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap lingkungan alam maupun sosial. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu kepala sekolah dengan inisial “A” sebagai berikut: “Salah satunya kalau saya bicara dengan siswa itu menggunakan bahasa Jawa, walaupun mereka menggunakan bahasa Indonesia saya tetap menjawabnya menggunakan bahasa Jawa tidak sepenuhnya krama terkadang juga ngoko alus karena semua sudah saya anggap anak sendiri. Itu sebenarnya sudah contoh dan sudah diterapkan tapi tidak terasa ini namanya pembiasaan. Kalau sama guru-guru karena lebih sepuh dan sama-sama orang tua bahasanya saya krama di lingkungan juga dibiasakan“. Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu guru dengan inisial “FHS”, beliau menyatakan bahwa: “Bentuk-bentuk nilai budaya yang diterapkan oleh sekolah sebetulnya lebih menekankan pada budi pekerti dan sopan santun. Guru dengan inisial “D” juga mengungkapkan hal serupa, dalam wawancara yang dilakukan, beliau menyatakan bahwa: “Penanaman budi pekerti tidak hanya melalui program ya, tetapi pada kegiatan sehari-hari di sekolah contohnya dari awal datang 99
saling memberikan salam tapi kita juga perlu peran dari orangtua sebetulnya kalau cuma di sekolah itu agak susah”. Guru pamong dengan inisial “CM” menyatakan hal serupa dalam wawancara yang dilakukan bahwa: “Menyampaikan secara langsung mengenai budi pekerti itu sulit, hanya bisa kalau dibiasakan saja misalnya membiasakan anakanak salim kalau datang ke sekolah itu kan sebenarnya juga budaya Jawa”. Hal serupa juga dijabarkan oleh guru dengan inisial “E”, beliau menyatakan bahwa: “Untuk pendidikan budaya kan di pelajaran sehari-hari, seperti sikap salim kepada guru. Kemudian setiap pagi harus ada kegiatan menyanyi atau nembang lagu daerah sebelum memulai pelajaran. Itu merupakan kegiatan wajib setiap pagi, satu lagu nasional dan satu lagu daerah, dan itu diutamakan lagu daerah Jogja”. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya Jawa yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa meliputi nilai pembiasaan penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru, serta wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional. Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, kebiasaan hidup yang baik dan menyenangkan harus senantiasa diterapkan dan dipupuk sedari dini. Nilai-nilai budaya yang sudah diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa apabila terus dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat sekolah maka akan berdampak budi pekerti yang baik bagi 100
siswa. Budi pekerti tersebut dapat diintegrasikan ke dalam bentuk nilainilai moralitas yang mencakup sopan santun, religiusitas, sosialitas, keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap lingkungan alam maupun sosial. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya jawa yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa yaitu pembinaan nilai keagamaan, tata karma (sopan santun), ketaatan kepada orangtua, disiplin dan tanggung jawab, dan kemandirian. 2. Cara Menanamkan Nilai- Nilai Budaya Jawa Dalam Kegiatan Sekolah a. Kebijakan Khusus Sekolah Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa sekolah memiliki kebijakan sendiri terhadap penyelenggaran pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. Hal ini senada dengan ungkapan wakil Kepala Sekolah dengan inisial “M” yang menyatakan bahwa: “Sekolah membuat kebijakan terhadap penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya salah satunya dengan memasukkan seni budaya ke dalam kegiatan intra atau kegiatan pembelajarannya. Kegiatan tersebut meliputi tari, karawitan, nembang yang tergabung dalam kegiatan intra. Dimana, apabila di sekolah lain tari, karawitan, nembang masuk ke dalam kegiatan ekstra”. Hal senada juga diungkapkan oleh guru among dengan inisial “E”, beliau menjelaskan bahwa: “Sekolah membuat kebijakan khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya salah satunya dengan mempelajari dan menggunakan pendidikan budaya pada keseharian. Sebagai 101
contoh seperti sikap cium tangan kepada guru. Kemudian setiap pagi harus ada kegiatan menyanyi atau nembang lagu daerah sebelum memulai pelajaran. Hal tersebut merupakan kegiatan wajib setiap pagi, siswa menyanyikan satu lagu nasional dan satu lagu daerah, dan diutamakan lagu daerah Yogyakarta”. Ungkapan senada juga disampaikan oleh siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karawitan dan tari dengan inisial “DK”, siswa tersebut menjelaskan bahwa: “Kalau pas lagi latihan tari, kan gak di kelas terus jadi gak bosen. Bisa belajar tari yang macam-macam, sama kalau main gamelan itu bisa tahu macam-macam jenis gamelan”. Hal senada juga diungkapkan guru dengan inisial “D”, beliau menyatakan bahwa: “Terdapat kebijakan khusus dari sekolah.Seperti Dinten Sabtu Ngagem Bahasa Jawi. Kalau untuk penggunaan bahasa Jawa setiap hari Sabtu itu, mereka bicara sama teman sebaya menggunakan basa ngoko”. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa sekolah memiliki kebijakan sendiri terhadap penyelenggaran pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa salah satunya dengan mempelajari dan menggunakan pendidikan budaya pada keseharian. Sebagai contohnya siswa diwajibkan belajar bahasa Jawa kromo, supaya mempunyai sopan santun kalau di tanya guru dengan berbahasa Jawa, siswa dianjurkan selalu memiliki sikap cium tangan kepada guru pada saat masuk dan keluar kelas. Kemudian setiap pagi siswa harus menyanyi atau nembang lagu daerah sebelum memulai pelajaran. Hal tersebut menjadi penting karena sebagai 102
upaya sekolah mengenalkan budaya Jawa dan lagu-lagu kedaerahan kepada siswa. b. Penerapan Pendidikan Berbasis Budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Tidak hanya memiliki kebijakan khusus, SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa juga menerapkan pendidikan berbasis budaya tersebut ke dalam berbagai bentuk kegiatan. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa sekolah memiliki wadah terhadap penerapan pendidikan berbasis budaya tersebut. Wadah tersebut disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler. Melalui kegiatan ini pendidikan berbasis budaya lebih terorganisir, terstruktur, dan sangat menarik karena terdapat berbagai macam jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dapat disesuaikan dengan bakat dan minat siswa. Hal tersebut senada dengan ungkapan guru pamong dengan inisial “E”, beliau menjelaskan bahwa: “Meskipun sekolah sudah mempunyai kebijakan khusus, akan tetapi dalam penerapannya sekolah lebih memfokuskan pada suatu wadah yang disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler”.
Ungkapan tersebut juga ditegaskan oleh wakil Kepala Sekolah dengan inisial “M”, beliau menegaskan bahwa: “Penerapan pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui pada keseharian siswa dan pada kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan tersebut terbagi menjadi beberapa macam ekstrakurikuler seperti tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang Jawa”. Guru pamong dengan inisial “D” juga mengungkapkan bahwa:
103
“Penerapan pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui pada keseharian siswa dan pada kegiatan ekstrakurikuler”. Hal senada juga diungkapkan oleh siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan nembang jawa dengan inisial “T”, siswa dengan inisial “T” mengungkapkan bahwa: “Penerapan pendidikan berbasis budaya diterapkan melalui kegiatan ekstrakurikuler diantaranya tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang Jawa”. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa penerapan pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan pada keseharian siswa di sekolah yang meliputi menyanyikan lagu tembang jawa sebelum memulai pelajaran. Selain itu, pada kegiatan ekstrakurikuler diantaranya ekstrakurikuler tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang. c. Dasar Landasan Ekstrakurikuler
Penerapan
Budaya
Jawa
Melalui
Kegiatan
Berdasarkan hasil wawancara kepala sekolah dengan inisial “A” menyatakan bahwa: “Dasar landasan yang pertama adalah perwal pemerintah kota yang kedua memang sudah menjadi warisan budaya Ki Hadjar Dewantara dimana anak-anak mendapatkan kecerdasan pendidikan tetapi mereka juga harus mengenal kebudayaan. Di sekolah ini sebenarnya untuk pedomannya mengacu pada pendidikan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara, dari sistem pengajaran yaitu sistem among yang di kembangkan menyesuaikan aturan dari dinas. Harapan visi misi adalah siswa yang kami didik dan kami bimbing itu selain memiliki kecerdasan juga memiliki jiwa seni serta berbudi luhur. Adanya jiwa seni tersebut dapat memancarkan kehalusan dari diri kita maksudnya 104
jika kita pintar saja tanpa jiwa seni maka kita akan menjadi keras dalam arti kurang halus dalam bertindak tanduk di landasi dengan budi pekerti luhur’’. Sementara guru dengan inisial “E” dalam wawancaranya menyatakan bahwa: “Melaksanakannya pun berpedoman dari hal itu yang sudah diturunkan dari guru-guru sebelumnya juga terus sekarang juga ada arahan dari dinas untuk pendidikan berbasis budaya jadi kita juga mengikuti aturan dari dinas dari diklat-diklat juga.Ada karakter seni budaya, dari landasan tadi dari taman muda sehingga kami menyusun visi misi yang menunjukkan karakteristik SD Taman Muda yaitu mengangkat pendidikan berbasis seni dan budaya Jawa”. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa dasar landasan penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah berlandasakan pada pendidikan berbasis seni dan budaya. Kegiatan ini dilakukan mengingat sebagai program baru kegiatan ini juga digunakan untuk meneruskan dan mengembangkan kegiatan yang ada. Sebagai contoh, sebelumnya sekolah terdapat kegiatan tembang dan tari tradisional serta pelajaran membatik. Kegiatan tersebut pada awalnya hanya mendapatkan diklat dan pembagian alat-alat batik dari program provinsi. Selanjutnya pelajaran membatik tersebut dikembangkan oleh sekolah menjadi muatan lokal. Disamping itu kegiatan ini dilakukan karena semakin minimnya generasi muda yang mau belajar dan mengenal budaya Jawa, sehingga terdapat kekhawatiran dari para pendidik apabila tidak dikenalkan sedari dini dikhawatirkan tidak ada yang akan mencintai dan melestarikan budaya daerahnya. 105
d. Tujuan dan Fungsi Dari Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler budaya Jawa. Kegiatan ini bukan hanya sebagai kegiatan yang bersifat nasionalisme akan tetapi kegiatan ini dilakukan mempunyai tujuan dan fungsi tersendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ibu guru dengan inisial “CM”, dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Kegiatan ini pasti sarat dengan makna, salah satu tujuannya adalah untuk mengenalkan budaya daerah kepada generasi muda”. Hal senada diungkapkan oleh guru dengan inisial “D” dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Kegiatan ini bertujuan mengenalkan dan melestarikan budaya daerah khususnya budaya Jawa”. Sementara guru dengan inisial “AP” dalam wawancaranya menyatakan bahwa: “Mengenalkan bahasa sampai dengan dolanan anak. Dengan mengenal anak-anak diharapkan ada rasa memiliki dan melestarikan”. Hal senada diungkapkan oleh kepala sekolah dengan inisial “FHS” dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Tujuannya supaya anak-anak itu bisa mencintai budayanya sendiri,dan fungsinya menumbuhkan rasa cinta anak terhadap budaya nusantara”.
106
Sementara
kepala
sekolah
dengan
inisial
“A”
dalam
wawancaranya menyatakan bahwa: “Tujuannya untuk melestarikan budaya bangsa,dan fungsinya untuk menumbuhkan rasa cinta anak terhadap budaya nusantara”. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler budaya Jawa adalah untuk mengenalkan sedari dini anak-anak pada budaya Jawa supaya generasi muda dapat mencintai budayanya sendiri, mengenalkan bahasa sampai dengan dolanan anak yang terdapat pada budaya tersebut, mempunyai rasa memiliki terhadap budaya Jawa, dan mau melestarikan budaya yang sudah ada tersebut. Selain itu, kegiatan ini berfungsi untuk menumbuhkan rasa cinta anak terhadap budaya nusantara, dan melalui program tersebut dapat sebagai wadah untuk menggali bakat dan potensi anak serta mengembangkannya. e. Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Berbasis Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikulerdi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler budaya Jawa yang meliputi ekstrakurikuler tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik,
107
dolanan anak, dan nembang. Hal ini sejalan dengan ungkapan Ibu kepala sekolah dengan inisial “A” yang menyatakan bahwa: “Pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi ekstrakurikuler tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang Jawa”. Guru among dengan inisial “E” juga mengungkapkan bahwa: “Pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa.” Guru among juga menambahkan bahwa: “Untuk kelas I atau II pada pembelajaran bahasa Jawa masih sebatas tembang Jawa seperti tembang dolanan dengan judul seperti jamuran, cublak-cublak suweng, ilir-ilir dll. Bagi kelas IV ke atas itu tembang Jawanya berupa gambuh, pucung dan sebagainya”. Wakil kepala sekolah dengan inisial “M” menuturkan bahwa: “Sebenarnya pada mata pelajaran bahasa Jawa sudah terdapat tembang dan bahasa Jawa. Akan tetapi untuk SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dipisah, antara pelajaran bahasa Jawa yang masuk dalam pembelajaran dan pelajaran tembang masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini dilakukan oleh pihak sekolah supaya siswa lebih mendetail mengenal budaya Jawa biar dan tembang Jawa”. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler. Sebenarnya pada mata pelajaran bahasa Jawa sudah terdapat tembang dan bahasa Jawa. Akan tetapi untuk SD Taman Muda Ibu Pawiyatan 108
Tamansiswa dipisah, antara pelajaran bahasa Jawa yang masuk dalam pembelajaran
dan
pelajaran
tembang
masuk
dalam
kegiatan
ekstrakurikuler. Hal ini dilakukan oleh pihak sekolah supaya siswa lebih mendetail mengenal budaya Jawa dan tembang Jawa. f. Upaya Sekolah dalam Mengembangkan Pendidikan Berbasis Budaya Hasil wawancara dengan guru among dengan inisial “E” yang menyatakan bahwa: “Upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya dengan cara setiap pagi menyanyikan lagu nasional sama lagu daerah. Selain itu, pemahaman lainnya melalui budaya sopan santun. Contohnya dengan orangtua, kan ada pendamping sini yang sudah sepuh. Kadang anak-anak itu kalau berbicara pakai bahasa ngoko, kami ingat kan untuk menggunakan bahasa kromo. Lebih baik memakai bahasa yang agak halus, kalau tidak bisa lebih baik memakai bahasa Indonesia. Bahasa ngoko lebih baik digunakan dengan teman sebaya nya saja”. Hal senada diungkapkan oleh wakil kepala sekolah dengan inisial “M”, beliau menyatakan bahwa: “Upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya melalui budaya sopan santun yang ditunjukkan dari adab berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa krama”. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya selain melalui pembelajaran bahasa Jawa dan kegiatan ekstrakurikuler adalah dengan cara setiap pagi menyanyikan lagu nasional sama lagu daerah. Selain itu, pemahaman lainnya melalui budaya sopan santun yang ditunjukkan dari adab berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa krama. 109
g. Metode Atau Cara Tertentu Dalam Mendukung Penerapan Budaya Jawa Hasil wawancara dengan guru among dengan inisial “CM” diketahui bahwa: “Cara yang dilakukan untuk mendukung penerapan budaya Jawa yaitu saya adakan raktik menyanyi langsung itu biasa kegiatannya, terus tanya jawab tentang materi tembang yang telah disampaikan biar anak merasakan langsung budaya jawa dengan melakukannya”. Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu kepala sekolah dengan inisial “A”, beliau menuturkan bahwa: “Dalam mendukung penerapan budaya Jawa metode atau cara yang dilakukan oleh sekolah adalah saya menganjurkan menggunakan bahasa Jawa yang benar antar sesama guru, membiasakan anak - anak dengar bahasa Jawa mencontoh dari guru - gurunya yang menggunakan bahasa Jawa. Pemerintah dan yayasan sangat berperan dalam kegiatan kegiatan di sekolah ini seperti memberikan ijin tempat, gamelan, dan fasilitas lain kalau tidak ada yayasan ya tidak bisa jalan sediri namanya juga sekolah swasta. Komite itu mendukung sekali setiap kita mau pentas, mau lomba, mau kemanapun itu orang tua kita ikutkan dalam musyawarah biasanya jga langsung dapat bantuan dalam hal dana untuk pelaksanaan program - program di sekolah”. Guru dengan inisial “E”, menyatakan hal yang serupa dalam wawancara berikut yaitu: “Budaya jawa itu malah lebih mudah dikreasikan, contohnya kalau di saya yang ekstra bahasa Jawa itu tidak full pelajaran mencatat materi bahasa Jawa tapi main tebak- tebakkan dari pepak basa Jawa kemudian praktik bernyanyi atau nembang bisa juga diselingi dialog basa Jawa karena materi bahasa Jawa kan banyak, budaya Jawa juga materinya banyak dan beragam menurut saya bisa kadang kami mengkaitkan dengan pewayangan juga, kemudian kami juga mengembangkan seperti batik saya biasanya menggunakan tema agar anak bisa mengembangkan sendiri, tapi ya ming opo anane kalau saya sendiri berbeda dengan 110
yang memang guru tembang sama tari yang lebih bisa mengembangkan karena memang ahlinya”. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa sekolah lebih mengutamakan nilai sopan santun dan nilai budi pekerti. Maka dari itu dalam mendukung penerapan budaya Jawa metode atau cara yang dilakukan oleh sekolah adalah dengan penggunaan bahasa Jawa yang benar supaya anak didik membiasakan berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa yang benar antar sesama atau dengan guru. Juga melalui kegiatan pembelajaran sehari-hari di kelas. Hal ini dilakukan supaya terjadi pembiasaan seluruh masyarakat sekolah terhadap program yang diadakan oleh sekolah terkait dengan pendidikan berbasis budaya Jawa. h. Sarana dan Prasarana Yang Digunakan Untuk Menunjang Kegiatan Ekstrakurikuler Hasil wawancara dengan Ibu kepala sekolah dengan inisial “A” menyatakan bahwa: “Sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah masih terbatas. Tapi sekolah mengusahakan semaksimal mungkin supaya anak-anak mampu menerima pelajaran sebaik mungkin dengan sarana dan prasarana yang sangat sederhana dan bisa berjalan dengan baik”. Guru among dengan inisial “E” juga menjelaskan bahwa: “Bentuk sarana prasarana yang disediakan oleh sekolah diantaranya pencak silat tempatnya di pendopo, tapi kalau pendopo terlalu ramai tempatnya bisa di halaman.Akan tetapi tergantung juga panas atau tidaknya cuaca. Kalau panas pakai pendopo kalau tidak panas pakai halaman, jadi disesuaikan saja sama kondisi. Ekstrakurikuler dolanan anak tetap di pendopo. Ekstrak karawitan di ruang gamelan, kadang di pendopo, kadang juga di SMP. Tergantung tempat mana yang bisa. Karena kita belum punya alat sendiri dan juga lagi berusaha mengajukan 111
proposal ke dinas. Kalau yang di ruang karawitan itu miliknya yayasan, tapi kalau yang SMP milik sendiri”. Hal senada juga diungkapkan oleh siswa dengan inisial “AJ” yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler drumband dan karawitan. Siswa tersebut mengungkapkan bahwa: “Sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah meliputi alat musik dan pendopo sebagai ruang latihan”. Hal senada juga disampaikan oleh siswa dengan inisial “AK”, siswa dengan inisial “AK” menilai: “Sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah meliputi gamelan, alat musik, dan tempat latihan atau pendopo”. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah masih terbatas. Bentuk sarana prasarana yang disediakan oleh sekolah diantaranya adalah pendopo, gamelan, dan alat musik lainnya yang dipergunakan siswa pada saat kegiatan ekstrakurikuler berlangsung. 3. Unsur Budaya Ekstrakurikuler
Jawa
yang
Diaplikasikan
Pada
Kegiatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru yang berinisial “E”, menyatakan bahwa: “Kalau di sekolah kita, lebih di utamakan nilai sopan santun nya atau bisa juga nilai budi pekerti nya. Nilai lain dalam pendidikan budaya di sekolah kita ini menggunakan tembang antara lain macapat dan lewat panembromo juga. Kan dalam tembang itu, arti kalimatnya juga mengajarkan tentang sopan santun dengan orang tua, dengan alam bumi, dengan hewan juga harusnya bertindak seperti apa. Jangan bertindak sesuka hati terhadap tumbuhan hewan.
112
Hal senada diungkapkan oleh guru dengan inisial “FHS” dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Unsur budaya lebih pada unggah- ungguh jadi bagaimana cara bersosialisasi sesuai dengan budaya Jawa, kemudian bahasa Jawa, seni budaya Jawa dan hal- hal yang mengarah pada pembentukan budi pekerti. Menanamkan nilai - nilai budaya Jawa kadang kami juga menggunakan tokoh wayang seperti pandawa dan punakawan agar mudah diterima oleh siswa. Bentuk penanamannya lebih pada praktik langsung mengarahkan siswa untuk memahami budi pekerti yang baik. Seperti membiasakan siswa kalau di pagi hari datang terus salaman dengan guru pulang juga salaman setelah beres- beres kelas”. Sementara guru dengan inisial “AP” dalam wawancaranya menyatakan bahwa: “Terdapat unsur disiplin itu pada pelajaran karawitan, misalnya kalau lewat gamelan itu tidak boleh dilompati, kita harus berlaku sopan, kemudian juga diajarkan cara duduk itu tata cara nya seperti apa harus duduk timpuh tidak boleh duduk sesuka hati”. Hal senada diungkapkan oleh kepala sekolah dengan inisial “A” dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Unsur budaya tersebut lebih mengarah ke sikap sopan santun, menghargai menghormati, disiplin”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa unsur budaya yang dapat diaplikasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler adalah sikap sopan santun dengan orang tua, dengan alam bumi, dengan tumbuhan dan hewan juga tidak boleh bertindak sesuka hati. Selain itu, terdapat unsur sikap disiplin yang dapat diterapkan pada kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
113
4. Sikap Keteladanan Yang Terkandung Dalam Penanaman Nilai-Nilai Budaya Jawa di Sekolah Penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah merupakan salah satu sarana dalam menanamkan pendidikan karakter kepada siswa. Adapun sikap keteladanan yang dapat dipelajari dalam setiap tembang dan budaya Jawa di sekolah berdasarkan hasil penelitian adalah: a. Nilai Yang Terkandung Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Karawitan Nilai budaya Jawa terdapat dalam kegiatan ekstrakurikuler karawitan. Nilai yang terkandung meliputi nilai ketelitian, nilai percaya diri, nilai kerjasama didalamnya. Hal ini dikarenakan berlatih karawitan memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, ini disebabkan nada-nada dalam gamelan tersebut berbeda antara alat musik satu dengan yang lainnya. Nilai percaya diri dan kerjasama juga ditanamkan sebab dibutuhkan kerjasama untuk menghasilkan karya musik yang indah dan juga nilai percaya diri ditanamkan pada kegiatan ini dengan maksud melatih siswa berani menunjukkan minat dan bakat nya terhadap karawitan. b. Nilai Yang Terkandung Dalam Kegiatan Bahasa Jawa Terkandung nilai integritas, nilai toleransi, nilai kesantunan, dan nilai kerendahan hati. Bahasa Jawa merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan dan dijaga karena jika tidak, dapat terkikis oleh bahasa dari kebudayaan lain. Selain itu, bahasa Jawa merupakan bahasa yang menyiratkan budi pekerti luhur atau merupakan cerminan dari tata krama. 114
c. Nilai Yang Terkandung Dalam Nembang 1) Mijil Mijil merupakan tembang yang melambangkan proses kelahiran manusia di dunia. Liriknya berbunyi: Dedalane guna lawan sekti, Kudu andhap asor, Wani ngalah luhur wekasane, Tumungkula yen dipun dukani, Bapan den simpangi, Ana catur mungkur. Pesan yang disampaikan melalui lagu ini bahwa agar seseorang menjadi orang yang berguna, harus selalu bertindak sopan kepada orang lain. 2) Pangkur Pangkur merupakan tembang yang digunakan untuk medhar piwulang atau mengajarkan nasehat untuk anak cucu. Mingkar mingkuring angkara, Akarana karenan Mardi siwi, Sinawung resmining kidung, Sinuba sinukarta, Mrih ketarta pakartining ngelmu luhung, Kang tumrap ing tanah Jawa Agama ageming aji. Pesan yang disampaikan melalui lagu ini adalah bahwa seseorang pemimpin haruslah memiliki tiang agama yang kokoh agar terhindar dari angkara atau keburukan.
115
d. Nilai Yang Terkandung Dalam Tari Terkandung nilai kesabaran, nilai kerjasama, nilai percaya diri, nilai kerja keras, nilai kerendahan hati. Dalam pelajaran tari umumnya siswa diajarkan tentang kesabaran dan kerja keras. Dalam setiap gerakan tari, untuk menghasilkan gerakan yang indah dan gemulai tidak dapat berhasil dalam sekejap, maka dari itu dibutuhkan kesabaran, kerja keras dan semangat siswa. Dalam pelajaran dolanan anak diajarkan sikap kerja sama dan percaya diri, dan kerendahan hati. Siswa diajarkan dan dikenalkan tentang alat permainan, lagu-lagu untuk anak- anak yang lazimnya dinyanyikan ketika memainkan permainan jaman dahulu. Ini bertujuan walaupun sudah berkembangnya teknologi, siswa dengan kerendahan hatinya untuk tidak melupakan alat permainan dan lagu dolanan jaman dahulu. Ada kalanya sekolah mengadakan pentas untuk acara dolanan anak, siswa diberikan tema, dan akan tampil menjadi beberapa tim. Maka dari itulah nilai percaya diri sangat dibutuhkan pada saat pertunjukan seperti ini. e. Nilai Yang Terkandung Dalam Lagu Dolanan Anak Terkandung nilai kerjasama, nilai kejujuran, nilai kedisipinan, nilai kesantunan dan nilai kerendahan hati. Gendhing dolanan anak pada umumnya memiliki ciri sebagai berikut, yaitu : 1) bahasanya sederhana; 2) mengandung nilai estetis; 3) jumlah barisnya terbatas; 4) berisi tentang hal-hal yang selaras dengan keadaan anak-anak; 5) lirik dalam gendhing tersebut bermakna religius, kebersamaan, rendah hati dan nilai sosial 116
lainnya. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua lagu dolanan anak banyak mengarah pada aspek falsafah hidup dan nilai moral yang dibangun dalam nilai-nilai masyarakat Jawa, yang pantas digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa. f. Nilai Yang Terkandung Dalam Membatik Terkandung nilai kesabaran, nilai integritas, nilai kepedulian, dan nilai ketelitian bagi orang yang melakukannya. Karena untuk menghasilkan sebuah karya yang baik di perlukan kesabaran dan ketelitian. Pelestarian budaya batik melalui pendidikan merupakan salah satu cara dalam mengenalkan budaya Jawa serta anak didik dapat mengetahui nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada mereka sebagai generasi bangsa. 5. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Penanaman Nilai-Nilai Budaya Jawa di Sekolah Berikut ini akan diuraikan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah. Adapun uraiannya sebagai berikut: a. Faktor Pendukung Faktor pendukung dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah, merupakan suatu kekuatan dalam melaksanakan serangkaian kegiatan yang direncanakan. Dari hasil penelitian terdapat beberapa faktor pendukung terselenggaranya pendidikan berbasis budaya. Seperti yang telah disampaikan oleh Ibu kepala sekolah selaku penyelenggara program kegiatan pendidikan berbasis budaya: 117
“Respon dari siswa dan orangtua positif. Mereka senang karena ada program ini, orang tua dan masyarakat sekolah juga turut mendukung dan mampu bekerjasama dengan baik dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya ini”. Selain itu peneliti juga menemukan faktor pendukung lainnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh guru among yang menyatakan bahwa: “Pendidikan berbasis budaya ini sangat mendapat dukungan dari Dinas. Hal ini ditunjukkan dari sikap positif dinas yang senantiasa mengapresiasi pendidikan berbasis budaya ini dengan berbagai piagam dan menjadikan sekolah sebagai sekolah percontohan yang menerapkan pendidikan berbasis budaya”. Senada dengan yang sudah di uraikan sebelumnya salah satu siswa menyatakan bahwa: “Faktor pendukungnya banyak kak, pemerintah, sekolah, guru, orangtua, karena menjadi penting untuk mempelajari budaya daerah sendiri”. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor pendukung pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilainilai budaya Jawa di sekolah adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh masyarakat sekolah yang memberikan dukungan positif terhadap pelaksanaan pendidikan berbasis budaya ini. b. Faktor Penghambat Pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilainilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa memiliki faktor penghambat, seperti yang disampaikan oleh kepala sekolah yaitu:
118
“Selama ini masalah yang sering menjadi kendala sekolah yaitu kebiasaan keluarga siswa sendiri yang lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dari pada bahasa Jawa sehingga siswa kesulitan dalam berkomunikasi di sekolah. Selain itu, masalah lainnya adalah keterbatasan dana sekolah sehingga penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas”. Hal serupa juga disampaikan oleh guru among dengan inisial “E”, beliau menyatakan bahwa: “Kendala yang pertama itu dari kebiasaan keluarga siswa sendiri, sebab untuk komunikasinya bahasa Indonesia yang dipakai, bukan bahasa Jawa. Kemudian juga semakin lunturnya budaya Jawa sendiri. Dari hal yang sepele aja, misalnya berjalan di depan orang yang lebih tua, kalau anak jaman dulu kan berjalan membungkuk sambil mengucapkan kata permisi itu tandanya hormat tapi kalau sekarang sudah jarang yang jalannya mengucapkan kata permisi sambil membungkuk. Guru among menambahkan bahwa: “Tapi sekarang sudah banyak siswa yang mulai membiasakan menyapa kepada yang lebih tua. Sebab di sekolah ini kan yang paling utama itu diterapkan sikap unggah ungguh atau sopan santun. Karena yang saya lihat dengan SD lain, senakal-nakalnya siswa sini itu masih bisa dikendalikan daripada siswa sekolah lain. Entah mungkin penerapan budaya nya berbeda atau proses pengajaran nya atau juga mungkin dari gurunya sendiri, anakanak itu melihat dan menirukan. Jadi guru itu pengaruhnya paling besar disini”. Beliau juga menjelaskan bahwa: “Hal yang paling utama diajarkan oleh sekolah yaitu tentang tata krama, sikap sopan santun, dan cara berperilaku. Diingat kan setiap hari, melalui nilai-nilai pembiasaan yang diterapkan di sekolah ini. Terus kendala yang lain lagi itu di pendanaan, karena yang namanya seni itu kan mahal. Mulai dari alat-alatnya bahkan para pelatihnya juga mahal. Tapi ya kita juga melakukan semampu kita, kadang kita bilang mohon maaf dananya cuma ada sedikit, tapi jika beliau sanggup ya tidak apa-apa. Tapi ya itu, yang namanya finansial juga ada pengaruhnya sama kualitas. Kadang kita dapatnya belum maksimal. Soalnya kalau untuk karawitan itu menggunakan guru dari luar sekolah, karena pelatih yang dari sini waktunya yang tidak memungkinkan karena beliau 119
juga mengajar sekolah lain, jadinya kita ambil pelatih dari luar. Kalau untuk tembang, gurunya juga dari sini, sama tari juga dari sini”. Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial “D”, dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Kendala utama lebih kepada pendanaan dan alat untuk pelaksanaan ekstrakurikuler karawitan. Selain itu, sekolah juga belum mempunyai sanksi tegas apabila ada siswa yang melanggar program tersebut, serta lemahnya pengawasan yang diberikan oleh aparat sekolah sehingga sekolah tidak dapat mengontrol satu persatu siswa pada saat program dilaksanakan”. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor penghambat pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah kebiasaan sehari-hari siswa di rumah yang sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa, sehingga siswa tidak terbiasa berbahasa jawa di lingkungan sekolah, keterbatasan dana sekolah sehingga penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas, keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan sehingga sekolah menggunakan pelatih dari luar dengan menggunakan pendanaan dari sekolah, sekolah belum memiliki sanksi yang tegas, kurangnya kontrol dan pengawasan pada saat program dilaksanakan. 6. Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Berbasis Budaya Dalam Penanaman Nilai-Nilai Budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap hambatan pada pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai 120
budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diuraikan dalam wawancara sebagai berikut. Wakil Kepala sekolah dengan insial “M”, menjawab kendala yang dihadapi melalui wawancara sebagai berikut: “Sekolah melakukan kerjasama dengan seluruh masyarakat sekolah dan orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan yang dicanangkan dalam hal penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, supaya orangtua turut berperan serta menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah. Sehingga anak tidak canggung lagi dalam mengucapkan bahasa Jawa ketika berada di sekolah. Dalam hal pendanaan sekolah dapat bekerjasama dengan orangtua siswa dan pemerintah. Akan tetapi pada pelaksanaanya sekolah mengoptimalkan dahulu kemampuan sekolah baru apabila tidak mampu meminta bantuan orang tua siswa dan pemerintah”. Guru pamong dengan inisial “E” menjelaskan bahwa: “Kendala utama bagi siswa adalah ketika keseharian siswa tidak diimbangi dengan penggunaan bahasa jawa, sehingga siswa menjadi canggung dan tidak percaya diri dalam pengucapannya. Maka dari itu, sekolah mengadakan program dinten sabtu menggunakan bahasa Jawa, hal ini dilakukan untuk mengimbangi kebiasaan anak-anak yang sering menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa. Dalam hal alat dan pelatih, sekolah meminjam alat di SMP dan mendatangkan pelatih dari luar” Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial “D”, beliau menyatakan bahwa “Sekolah melakukan kerjasama dengan guru, siswa dan orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, melalui pendidikan berbasis budaya. Hal ini dilakukan supaya orangtua turut berperan serta menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah. Dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan orangtua. Meskipun pada pelasanaannya sekolah akan mengoptimalkan kemampuannya terlebih dahulu. Apabila dalam kondisi tertentu dan sekolah tidak mampu mengatasi maka sekolah baru bekerjasama dengan pemerintah dan orangtua siswa”. 121
Guru among dengan inisial “D” juga mengungkapkan bahwa: “Untuk kendala sarana prasarana sekolah biasanya bekerjasama dengan SMP, sehingga setiap latihan siswa boleh menggunakan alat-alat yang ada di SMP.Selain itu, untuk masalah gedung sekolah sedemikian rupa sehingga jadwal pemakaian gedung diatur supaya seluruh kegiatan ekstra dapat meggunakan semua tanpa terkecuali”. Wakil kepala sekolah dengan inisial “M” menambahkan bahwa: “Selain yang sudah saya tuturkan di atas, kendala lain yang sekolah hadapi adalah kurangnya kontrol dan pengawasan dari aparat sekolah, maka dari itu sekolah memberikan kewenangan penuh kepada masing-masing guru kelas untuk mengawasi setiap kelasnya dan memberikan sanksi tegas bagi yang melanggar”. Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap hambatan pada pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diantaranya adalah sebagai berikut. a. Sekolah melakukan kerjasama dengan seluruh masyarakat sekolah dan orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan yang dicanangkan dalam hal penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, supaya orangtua turut berperan serta menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah. b. Diadakannya program menggunakan bahasa Jawa, hal ini dilakukan untuk mengimbangi kebiasaan anak-anak yang sering menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa.
122
c. Dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan orangtua supaya program dapat berjalan lancar. d. Dalam hal alat musik yang digunakan pada saat kegiatan ekstrakurikuler karawitan, sekolah sementara menggunakan alat musik yang terdapat di SMP, meskipun sekolah juga berupaya mengumpulkan dana untuk pembelian alat itu sendiri. e. Kurangnya
pelatih
pada
kegiatan
ekstrakurikuler
karawitan
diantisipasi oleh sekolah dengan mendatangkan pelatih dari luar, supaya kegiatan ekstrakurikuler karawitan dapat berjalan dengan optimal dan maksimal. f. Kurangnya kontrol dan pengawasan dari sekolah pada saat program dilaksanakan, maka dari itu sekolah memberikan tanggung jawab kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing kelas dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar. C. Pembahasan 1. Bentuk Nilai – Nilai Budaya Jawa Yang di Terapkan di Sekolah a. Pendidikan Berbasis Budaya Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pada usia sekolah dasar, anak cenderung meniru atau mencontoh hal-hal yang ada di lingkungan mereka, dimana pada anak sekolah dasar proses inilah yang pertama 123
mereka lakukan dalam memenuhi rasa ingin tahu dan merespon stimulasi lingkungan. Anak akan meniru semua yang mereka lihat, dengar dan rasakan dari lingkungan. Pendidikan memberikan
berbasis
peluang
budaya
bagi
setiap
merupakan mekanisme orang
untuk
yang
memperkaya
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Dalam suatu kehidupan bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk menjamin kelangsungan dan perkembangan suatu bangsa. Dalam hal ini, pendidikan harus dapat menyiapkan warga negara untuk menghadapi masa depannya. Dengan demikian tidak salah apabila orang berpendapat bahwa cerah tidaknya masa depan suatu bangsa ditentukan oleh pendidikannya saat ini. Pendidikan hingga kini masih dipercaya sebagai media yang sangat ampuh dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terusmenerus dibangun dan dikembangkan agar dari proses pelaksanaan menghasilkan
generasi
pendidikan di negeri
yang diharapkan.
Demikian pula
dengan
ini. Bangsa Indonesia tidak ingin menjadi
bangsa yang bodoh dan terbelakang, terutama dalam menghadapi zaman yang terus berkembang di era kecanggihan teknologi dan komunikasi. Maka, perbaikan sumber daya manusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia terus diupayakan melalui proses pendidikan. 124
Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang unggul diharapkan,
proses
pendidikan
juga
senantiasa
dievaluasi
dan dan
diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah munculnya gagasan mengenai pentingnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia. Gagasan ini muncul karena proses pendidikan yang selama ini dilakukan dinilai belum sepenuhnya berhasil dalam membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, ada juga yang menyebut bahwa pendidikan Indonesia telah gagal dalam membentuk karakter calon generasi penerusnya. Penilaian ini didasarkan pada banyaknya para lulusan sekolah dan sarjana yang cerdas secara intelektual, namun tidak bermental tangguh dan berperilaku tidak sesuai dengan tujuan mulia pendidikan. Perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan mulia pendidikan misalnya tindak korupsi yang ternyata dilakukan oleh pejabat yang notabene
adalah
orang-orang berpendidikan. Belum lagi tindak
kekerasan yang akhir-akhir ini marak terjadi di negeri ini. Tidak sedikit dari saudara kita yang begitu tega melakukan penyerangan, anarkis, bahkan membunuh. Keadaan yang memprihatinkan sebagaimana tersebut ditambah lagi dengan perilaku sebagian remaja Indonesia yang sama sekali tidak mencerminkan sebagai remaja yang
terdidik. Misalnya,
tawuran antar pelajar, terjerat narkoba baik sebagai pengedar maupun pemakai, dan melakukan tindak asusila.
125
Maka dari itu, dalam mengantisipasi seluruh dampak dari adanya arus globalisasi saat ini SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta menerapkan pendidikan berbasis budaya. Hal ini menjadi penting mengingat, beberapa kasus di atas menunjukkan bahwa pendidikan kita belum mampu membangun karakter bangsa. Praktik pendidikan yang terjadi di kelas-kelas tidak lebih dari sekedar latihan-latihan skolastik, seperti mengenal, membandingkan, melatih, dan menghafal. Praktik pendidikan seperti ini lebih cenderung menekankan pada kemampuan kognitif yang sangat sederhana pada tingkat paling rendah. Kenyataan sebagaimana tersebut tentu saja membuat prihatin bagi kita semua. Oleh karena itu, upaya perbaikan harus segera dilakukan. Salah satu upaya adalah melalui pendidikan karakter. Upaya ini selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, juga diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam menyukseskan Indonesia di masa mendatang. b. Perda DIY No.5 Tahun 2011 Tentang Pendidikan Berbasis Budaya Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa melaksanakan pendidikan berbasis budaya didasarkan pada Perda DIY No. 5 tahun 2011. Pendidikan berbasis budaya tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah mengenalkan budaya kepada generasi muda. Mengingat sudah mulai bergesernya
126
budaya timur ke budaya barat dan mulai terkikisnya nilai-nilai budaya Jawa di kalangan generasi muda Indonesia khususnya Yogyakarta. Pendidikan
memiliki
peranan
yang
besar
dalam
proses
pembudayaan. HAR Tilaar (2000: 49) menegaskan bahwa tanpa proses pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang bahkan memperoleh dinamikanya. Hal ini berarti bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam pengembangan budaya. Namun, pengenalan potensi daerah kepada peserta didik dirasa belum cukup untuk mengenalkan nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia sehingga diperlukan cara lain untuk mengenalkan nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa indonesia. Pada pengamatan yang telah dilakukan peneliti, pada saat pembelajaran di kelas guru memberikan materi hanya dengan berpedoman pada buku paket saja, selain itu guru tidak mengkaitkan materi pelajaran dengan kebudayaan lokal. Hal ini dimungkinkan karena sekolah sudah menerapkan pendidikan berbasis budaya melalui program sekolah kegiatan ekstrakurikuler. Guru juga memberikan tanggapan bahwa pembelajaran berbasis budaya bagus untuk diterapkan agar anak-anak lebih mengenal dan menyukai budaya daerah sendiri. Anak-anak sekarang lebih suka dengan budaya lain dan lupa dengan budaya sendiri. Hal itu terlihat dari aktivitas siswa disekolah, sebagian besar siswa sekolah dasar sudah memiliki handphone, sehingga waktu istirahat mereka gunakan untuk mengoperasikan handphone. 127
Anak-anak lebih memilih asyik dengan handphone daripada mengisi waktu istirahat untuk melakukan permainan tradisional. Selain itu ketika anak-anak ditanya mengenai lagu-lagu daerah nya sendiri meraka hanya sekedar mengetahui judul lagu tanpa mampu untuk menyanyikannya. Budaya gotong royong juga hampir terkikis, jadwal piket kelas yang seharusnya dilaksanakan secara kelompok sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, pada kenyataannya hanya beberapa siswa saja yang melaksanakannya, itu saja harus dengan bimbingan guru. Siswa sekolah dasar juga lebih senang mengakses internet daripada mempelajari tarian dari kebudayaan sendiri. Namun guru juga belum sepenuhnya menerapkan pembelajaran berbasis budaya karena ada kendala yang dihadapi, dimana guru belum sepenuhnya memahami makna dari pembelajaran berbasis budaya itu sendiri, selain itu kurangnya media pembelajaran yang ada disekolah. Solusi agar guru mampu menciptakan kebersamaan
dalam
pembelajaran
adalah
dengan
menerapkan
pembelajaran berbasis budaya. c. Nilai-Nilai Budaya Jawa Yang di Terapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai-nilai budaya jawa yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa meliputi penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru, serta wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional. Pada jenjang pendidikan 128
Sekolah Dasar, kebiasaan hidup yang baik dan menyenangkan harus senantiasa diterapkan dan dipupuk sedari dini. Nilai-nilai budaya yang sudah diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa apabila terus dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat sekolah maka akan berdampak budi pekerti yang baik bagi siswa. Budi pekerti tersebut dapat diintegrasikan kedalam bentuk nilai-nilai moralitas yang mencakup sopan santun,
religiusitas,
sosialitas,
keadilan,
demokrasi,
kejujuran,
kemandirian, daya juang, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap lingkungan alam maupun sosial. Kebudayaan sebagai suatu hal yang dipelajari atau dialami bersama secara sosial oleh suatu anggota masyarakat. Dalam hal ini manusia tidak hanya ditempatkan sebagai insan yang pasif tetapi mempelajari apa yang ada, selain itu juga sebagai manusia yang aktif, dimana mengalami bersama secara sosial. Seseorang yang mendapat kebudayaan dari warisan sosial, dan pada gilirannya, mampu membentuk kebudayaan kembali serta mengenalkan perubahan-perubahan yang nantinya menjadi bagian dari warisan generasi berikutnya. Budaya Jawa merupakan salah satu budaya terbesar yang diakui keberadaannya. Budaya Jawa sangat kental akan simbolisme. Bentukbentuk simbolisme tersebut sangat dominan dalam segala hal dan segala bidang.
Dalam
masyarakat
Jawa,
pendidikan
humaniora
yang
mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan pernyataan simbolisnya merupakan bagian integral dari sistem budaya sehingga dapat ditemukan 129
macam
pendidikan
humaniora
sesuai
dengan
pengelompokan
masyarakat. Dalam setiap kelompok masyarakat, pendidikan itu diselenggarakan baik secara formal dan informal melalui bentuk komunikasi sosial. Setiap tatanan serta aturan mengandung nilai dan pesan moral yang dijadikan rambu- rambu bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat oleh suku Jawa. Salah satunya berupa tradisi lisan yang berupa nasihat atau ungkapan yang diucapkan orangtua kepada anak. Makna yang terkandung dalam nasihat dan ungkapan orangtua kepada anaknya dapat dilihat dari segi budi luhur, budi pekerti dan etika. Secara tradisional, budi pekerti mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik di rumah maupun di sekolah kemudian berlanjut di kehidupan bermasyarakat. Pendidikan informal atau pendidikan didalam lingkungan keluarga mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, tembang, dolanan atau permainan anak-anak yang mencerminkan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan. Sebagai contoh pertama selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama. Bahasa yang digunakan seperti Kromo atau bahasa halus yang digunakan oleh seseorang yang lebih muda kepada seseorang yang lebih sepuh atau tua dan Ngoko atau bahasa biasa yang digunakan oleh seseorang yang muda dengan sebayanya. Contoh kedua yaitu melantunkan tembang sebagai 130
pengantar tidur dengan tujuan penuh permohonan kepada Yang Maha Pencipta. 2. Cara Menanamkan Nilai- Nilai Budaya Jawa Dalam Kegiatan Sekolah a. Kebijakan Khusus Sekolah Pendidikan Berbasis Budaya
Terhadap
Penyelenggaraan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sekolah memiliki kebijakan sendiri terhadap penyelenggaran pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa salah satunya dengan mempelajari dan menggunakan pendidikan budaya pada keseharian. Sebagai contohnya siswa diwajibkan belajar bahasa Jawa kromo, supaya mempunyai sopan santun kalau di tanya guru dengan berbahasa Jawa, siswa dianjurkan selalu memiliki sikap cium tangan kepada guru pada saat masuk dan keluar kelas. Kemudian setiap pagi siswa harus menyanyi atau nembang lagu daerah sebelum memulai pelajaran. Hal tersebut menjadi penting karena sebagai upaya sekolah mengenalkan budaya jawa dan lagu-lagu kedaerahan kepada siswa. Kebijakan pendidikan adalah suatu perumusan langkah-langkah yang dijadikan pedoman untuk bertindak yang berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan dalam rangka tercapainya pendidikan yang berkualitas. Pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan disiplin mulai dari Taman Kanakkanak sampai perguruan tinggi. Oleh karena itu, di dalam melaksanakan 131
tugas pendidikan tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan tertentu yang disebut juga dengan kebijakan sekolah. Sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan oleh stakeholder lembaga pendidikan itu dapat tercapai. Berdasarkan terori di atas kiranya tepat apabila SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa
menerapkan
kebijakan
dalam
penerapan
pendidikan berbasis budaya dalam keseharian supaya siswa sekolah dasar lebih mengenal budaya daerah dan menumbuhkan rasa nasionalisme bagi para generasi muda. b. Penerapan Pendidikan Berbasis Budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui
bahwa
penerapan
pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan pada keseharian siswa di sekolah yang meliputi menyanyikan lagu tembang jawa sebelum memulai pelajaran. Selain itu, pada kegiatan ekstrakurikuler diantaranya ekstrakurikuler tari, gamelan, karawitan, membatik, dolanan anak, bahasa Jawa dan nembang. Kebudayaan
sebagai
fungsi
kehidupan
manusia
dalam
hubungannya dengan manusia lain, alam sekitar dan dengan Tuhan untuk kedamaian batin serta kehidupannya yang abadi, pada hakikatnya selalu berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan perkembangan zaman. Budaya dalam pengertian ini meliputi dimensi sistem berpikir, sistem ekspresif seperti gaya bentuk seni, serta sistem orientasi nilai. Kebudayaan dan adat istiadat mengatur dan mengarahkan tindakan manusia baik gagasan, tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda 132
kebudayaan secara fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup tertentu sehingga dapat mempengaruhi pola berpikir dan berbuatnya. Dengan kata lain di mana manusia hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan. c. Dasar Landasan Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dasar landasan penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah berlandasakan pada pendidikan berbasis seni dan budaya. Kegiatan ini dilakukan mengingat sebagai program baru kegiatan ini juga digunakan untuk meneruskan dan mengembangkan kegiatan yang ada. Sebagai contoh, sebelumnya sekolah terdapat kegiatan tembang dan tari tradisional serta pelajaran membatik. Kegiatan tersebut pada awalnya hanya mendapatkan diklat dan pembagian alat-alat batik dari program dinas. Selanjutnya pelajaran membatik tersebut dikembangkan oleh sekolah menjadi muatan lokal. Disamping itu kegiatan ini dilakukan karena semakin minimnya generasi muda yang mau belajar dan mengenal budaya Jawa, sehingga terdapat kekhawatiran dari para pendidik apabila tidak dikenalkan sedari dini dikhawatirkan tidak ada yang akan mencintai dan melestarikan budaya daerahnya.
133
d. Tujuan dan Fungsi Dari Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler budaya Jawa adalah untuk mengenalkan sedari dini anak-anak pada budaya Jawa supaya generasi muda dapat mencintai budayanya sendiri, mengenalkan bahasa sampai dengan dolanan anak yang terdapat pada budaya tersebut, mempunyai rasa memiliki terhadap budaya Jawa, dan mau melestarikan budaya yang sudah ada tersebut. Selain itu, kegiatan ini berfungsi untuk menumbuhkan rasa cinta anak terhadap budaya nusantara, dan melalui program tersebut dapat sebagai wadah untuk menggali bakat dan potensi anak serta mengembangkannya. Hasil penelitian di atas sejalan dengan teori Koentjaraningrat (1984:182) yang menyatakan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan berpola, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan merupakan suatu cara adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Artinya, nilai budaya adalah upaya yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, seluruh aktifitas manusia. Nilai budaya dianggap sebagai konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai, berharga, dan paling penting dalam hidup, sehingga dapat 134
berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan warga masyarakat. e. Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Berbasis Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikulerdi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan melalui mata pelajaran bahasa Jawa dan didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler. Sebenarnya pada mata pelajaran bahasa Jawa sudah terdapat tembang dan bahasa Jawa. Akan tetapi untuk SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dipisah, antara pelajaran bahasa Jawa yang masuk dalam pembelajaran dan pelajaran tembang masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini dilakukan oleh pihak sekolah supaya siswa lebih mendetail mengenal budaya Jawa dan tembang Jawa. Penerapan
pendidikan
berbasis
budaya
melalui
kegiatan
ekstrakurikuler merupakan langkah strategis yang tepat dilakukan oleh pihak sekolah. Karena, melalui kegiatan ekstrakurikuler ini sekolah mampu menjembatani berbagai macam kepentingan dalam mengenalkan budaya kedalam berbagai macam dan bentuk. Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan siswa diluar jam belajar kurikulum standar. Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuannya di berbagai bidang diluar bidang akademik. 135
Kegiatan ini dilakukan swadaya dari pihak sekolah maupun siswa- siswi itu sendiri untuk merintis kegiatan diluar jam pelajaran sekolah. Sedangkan orientasi kegiatan ekstrakurikuler ini adalah untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan keilmuan dan kepribadian serta meningkatkan kemampuan tentang sesuatu yang telah dipelajari dalam satu bidang studi. f. Upaya Sekolah dalam Mengembangkan Pendidikan Berbasis Budaya Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya selain melalui pembelajaran bahasa Jawa dan kegiatan ekstrakurikuler adalah dengan cara setiap pagi menyanyikan lagu nasional dan lagu daerah. Selain itu, pemahaman lainnya melalui budaya sopan santun yang ditunjukkan dari adab berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa kromo. Dalam kajian kebudayaan, setiap tatanan serta aturan mengandung nilai dan pesan moral yang dijadikan rambu-rambu bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai budaya Jawa saat ini mulai meluntur di kalangan generasi muda dengan semakin derasnya arus globalisasi. Akibatnya adalah budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada pemilihan yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang tidak didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur ini cepat masuk mudah ditiru oleh generasi muda. Perilaku negatif, seperti tawuran, kasus pelecehan seksual, tindakan anarkis menjadi budaya baru yang dianggap dapat mengangkat jati diri mereka. Untuk mewujudkan perilaku peserta didik 136
yang berbudi baik sesuai nilai-nilai budaya, sangat diperlukan dukungan lingkungan
keluarga,
lingkungan
pendidik
bahkan
lingkungan
masyarakat. g. Metode Atau Cara Tertentu Dalam Mendukung Penerapan Budaya Jawa Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sekolah lebih mengutamakan nilai sopan santun dan nilai budi pekerti. Cara menanamkan ungkapan-ungkapan yang mengandung ajaran kepada generasi selanjutnya melalui tembang dan tulisan itu sangat baik dilestarikan karena dengan tembang, pesan-pesan mudah masuk kedalam hati sanubari. Walaupun ada ungkapan yang saat ini tidak lagi relevan karena kemajuan zaman, namun kearifan ini perlu pula dipakai sebagai model bagi penanaman dan pengembangan budi pekerti luhur atau pendidikan karakter bagi generasi muda. Hal ini dilakukan supaya terjadi pembiasaan seluruh masyarakat sekolah terhadap program yang diadakan oleh sekolah terkait dengan pendidikan berbasis budaya Jawa. Dukungan orangtua dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam membentuk perilaku peserta didik, misalnya melalui komunikasi antara pendidik dengan orangtua yang berlangsung secara efektif dan berkesinambungan. h. Sarana dan Prasarana Yang Digunakan Untuk Menunjang Kegiatan Ekstrakurikuler Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah masih terbatas. Bentuk sarana 137
prasarana yang disediakan oleh sekolah diantaranya adalah pendopo, gamelan, dan alat musik lainnya yang dipergunakan siswa pada saat kegiatan ekstrakurikuler berlangsung. Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Salah satunya adalah sarana dan perasarana yang dibutukan dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Berbicara sarana dan prasarana di dalam lingkungan pendidikan merupakan aspek yang menarik untuk di ulas, apalagi dalam kegiatan proses belajar dan pembelajaran di sekolah yang berhubungan dengan pengunaan sarana dan prasarana. Sarana dan Prasarana merupakan salah satu objek yang sangat vital dalam mendukung tecapainya tujuan pendidikan dalam proses belajar dan mengajar. Di era sekarang ini berbagai macam cara telah di lakukan praktisi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan salah satunya adalah dengan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan. Kemampuan guru dan lembaga dalam memenuhi sarana dan prasarana
pendidikan
akan
sangat
mempengaruhi
efektivitas
pembelajaran. i. Unsur Budaya Ekstrakurikuler
Jawa
yang
Diaplikasikan
Pada
Kegiatan
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa unsur budaya yang dapat diaplikasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler adalah sikap sopan santun dengan orangtua, dengan alam bumi, dengan tumbuhan dan hewan juga tidak boleh bertindak sesuka hati. Selain itu,
138
terdapat unsur sikap disiplin yang dapat diterapkan pada kegiatan ekstrakurikuler tersebut. j. Sikap Keteladanan Yang Terkandung Dalam Penanaman Nilai-Nilai Budaya Jawa di Sekolah 1) Nilai Yang Terkandung Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Karawitan Nilai budaya Jawa terdapat dalam kegiatan ekstrakurikuler karawitan. Nilai yang terkandung meliputi nilai ketelitian, nilai percaya diri, nilai kerjasama didalamnya. Hal ini dikarenakan berlatih karawitan memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, ini disebabkan nada-nada dalam gamelan tersebut berbeda antara alat musik satu dengan yang lainnya. Nilai percaya diri dan kerjasama juga ditanamkan sebab dibutuhkan kerjasama untuk menghasilkan karya musik yang indah dan juga nilai percaya diri ditanamkan pada kegiatan ini dengan maksud melatih siswa berani menunjukkan minat dan bakat nya terhadap karawitan. 2) Nilai Yang Terkandung Dalam Bahasa Jawa Terkandung nilai integritas, nilai toleransi, nilai kesantunan, dan nilai kerendahan hati. Bahasa Jawa merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan dan dijaga karena jika tidak, dapat terkikis oleh bahasa dari kebudayaan lain. Selain itu, bahasa Jawa merupakan bahasa yang menyiratkan budi pekerti luhur atau merupakan cerminan dari tata krama.
139
3) Nilai Yang Terkandung Dalam Tari Terkandung nilai kesabaran, nilai kerjasama, nilai percaya diri, nilai kerja keras, nilai kerendahan hati. Dalam pelajaran tari umumnya siswa diajarkan tentang kesabaran dan kerja keras. Dalam setiap gerakan tari, untuk menghasilkan gerakan yang indah dan gemulai tidak dapat berhasil dalam sekejap, maka dari itu dibutuhkan kesabaran, kerja keras dan semangat siswa. 4) Nilai Yang Terkandung Dalam Lagu Dolanan Anak Lagu dolanan anak mengajarkan nilai kerjasama, nilai kejujuran, nilai kedisipinan, nilai kesantunan dan nilai kerendahan hati. Gendhing dolanan anak pada umumnya memiliki ciri sebagai berikut, yaitu : 1) bahasanya sederhana; 2) mengandung nilai estetis; 3) jumlah barisnya terbatas; 4) berisi tentang hal-hal yang selaras dengan keadaan anakanak; 5) lirik dalam gendhing tersebut bermakna religius, kebersamaan, rendah hati dan nilai sosial lainnya. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua lagu dolanan anak banyak mengarah pada aspek falsafah hidup dan nilai moral yang dibangun dalam nilai-nilai masyarakat Jawa, yang pantas digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa. 5) Nilai Yang Terkandung Dalam Nembang Nilai-nilai yang terkandung pada nembang sarat dengan nilai-nilai moral yang sangat penting bagi pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai budi pekerti luhur yang terkandung dalam tembang-tembang Jawa sangat 140
urgen untuk disosialisasikan kepada generasi muda karena generasi muda pada milenium ketiga ini sudah tidak banyak lagi yang mengenal, mencintai, dan memahaminya. Nilai-nilai budi pekerti tersebut bersifat dikotomis antara perbuatan baik dan tidak baik, perbuatan yang diperbolehkan dan tindakan yang dilarang secara moral, perbuatan yang perlu diteladani dan tindakan yang tidak perlu ditiru. Tidak hanya sarat dengan nilai moral, tembang juga mengajarkan bagaimana proses kehidupan manusia diawal hingga kembali kepada Tuhan, karena itu sebagai manusia hendaklah selalu berdoa atas segala cobaan dalam hidup yang mana kesabaran selalu diuji. 6) Nilai Yang Terkandung Dalam Membatik Pelajaran membatik mengajarkan nilai kesabaran, nilai integritas, nilai kepedulian, dan nilai ketelitian bagi orang yang melakukannya. Karena untuk menghasilkan sebuah karya yang baik di perlukan kesabaran dan ketelitian. Pelestarian budaya batik melalui pendidikan merupakan salah satu cara dalam mengenalkan budaya Jawa serta anak didik dapat mengetahui nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada mereka sebagai generasi bangsa. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Penanaman Nilai- Nilai Budaya Jawa di Sekolah a. Faktor Pendukung Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor pendukung pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh 141
masyarakat sekolah yang memberikan dukungan positif terhadap pelaksanaan pendidikan berbasis budaya ini. Dalam mengembangkan potensi seorang siswa, tidak cukup jika hanya dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah. Perlu adanya waktu tambahan yang disediakan oleh pihak sekolah yaitu dengan kegiatan ekstrakurikuler agar siswa mampu menyalurkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Menurut Lutan Rusli (1986: 72) kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat siswa melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Sekolah sebagai suatu organisasi memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan pendidikan, dan perilaku orang di dalamnya (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2008: 101). Budaya sekolah menampakkan sifat “unik”, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan aturan, kebiasaankebiasaan, upacara, dan lambang yang memberikan corak yang khas kepada sekolah yang bersangkutan. Apa yang ditampilkan oleh setiap sekolah sesungguhnya menggambarkan budaya sekolah yang mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar. Oleh karena itu, perlunya dukungan dari pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh masyarakat sekolah dalam terselenggaranya program pendidikan 142
berbasis budaya terhadap pelaksanaan menjadi penting mengingat sudah mulai luntur dan terkikisnya serta tergesernya budaya timur menjadi budaya barat, dan banyaknya kriminalitas seperti tawuran, bullying, korupsi di negara ini dimana pelakunya adalah dari oknum pendidikan. b. Faktor Penghambat Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor penghambat pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah kebiasaan sehari-hari siswa di rumah yang sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa, sehingga siswa tidak terbiasa berbahasa jawa dilingkungan sekolah, keterbatasan dana sekolah sehingga penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas, keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan sehingga sekolah menggunakan pelatih dari luar dengan menggunakan pendanaan dari sekolah, sekolah belum memiliki sanksi yang tegas, kurangnya kontrol dan pengawasan pada saat program dilaksanakan. 4. Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Berbasis Budaya Dalam Penanaman Nilai-Nilai BudayaJawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap hambatan pada pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diantaranya adalah sebagai berikut.
143
a. Sekolah melakukan kerjasama dengan seluruh masyarakat sekolah dan orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan yang dicanangkan dalam hal penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, supaya orangtua turut berperan serta menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah. b. Diadakannya program dinten sabtu menggunakan bahasa Jawa, hal ini dilakukan untuk mengimbangi kebiasaan anak-anak yang sering menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa. c. Dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan orangtua supaya program dapat berjalan lancar. d. Dalam hal alat musik yang digunakan pada saat kegiatan ekstrakurikuler karawitan, sekolah sementara menggunakan alat musik yang terdapat di SMP, meskipun sekolah juga berupaya mengumpulkan dana untuk pembelian alat itu sendiri. e. Kurangnya
pelatih
pada
kegiatan
ekstrakurikuler
karawitan
diantisipasi oleh sekolah dengan mendatangkan pelatih dari luar, supaya kegiatan ekstrakurikuler karawitan dapat berjalan dengan optimal dan maksimal. f. Kurangnya kontrol dan pengawasan dari sekolah pada saat program dilaksanakan, maka dari itu sekolah memberikan tanggung jawab kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing kelas dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar.
144
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Bentuk nilai-nilai budaya jawa yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa meliputi meliputi penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru, serta wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional. 2. Cara menanamkan nilai-nilai budaya jawa dalam kegiatan sekolah di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diterapkan pada keseharian siswa di sekolah yang meliputi menyanyikan tembang jawa sebelum memulai pelajaran. Selain itu, pada kegiatan ekstrakurikuler diantaranya ekstrakurikuler tari, karawitan, bahasa Jawa, membatik, dolanan anak, dan nembang. 3. Faktor pendukung pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh komunitas sekolah yang memberikan dukungan positif terhadap pelaksanaan pendidikan berbasis budaya ini. Sedangkan, faktor penghambat pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah kebiasaan sehari-hari siswa di 145
rumah yang sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa, sehingga siswa tidak terbiasa berbahasa jawa dilingkungan sekolah, keterbatasan dana sekolah sehingga penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas, keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan sehingga sekolah menggunakan pelatih dari luar dengan menggunakan pendanaan dari sekolah, sekolah belum memiliki sanksi yang tegas, kurangnya kontrol dan pengawasan pada saat program dilaksanakan. 4. Upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap hambatan pada pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diantaranya adalah sebagai berikut: a. Sekolah melakukan kerjasama dengan seluruh masyarakat sekolah dan orangtua untuk mensosialisasikan kegiatan yang dicanangkan dalam hal penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, supaya orangtua turut berperan serta menanamkan nilai-nilai budaya tersebut dirumah. b. Diadakannya program menggunakan bahasa Jawa, hal ini dilakukan untuk mengimbangi kebiasaan anak-anak yang sering menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa. c. Dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan orangtua supaya program dapat berjalan lancar.
146
d. Dalam hal alat musik yang digunakan pada saat kegiatan ekstrakurikuler karawitan, sekolah sementara menggunakan alat musik yang terdapat di SMP, meskipun sekolah juga berupaya mengumpulkan dana untuk pembelian alat itu sendiri. e. Kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan diantisipasi oleh sekolah dengan mendatangkan pelatih dari luar, supaya kegiatan ekstrakurikuler karawitan dapat berjalan dengan optimal dan maksimal. f. Kurangnya kontrol dan pengawasan dari sekolah pada saat program dilaksanakan, maka dari itu sekolah memberikan tanggung jawab kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing kelas dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Siswa Siswa
disarankan
agar
meningkatkan
motivasinya
dalam
menjalankan pelaksanaan pendidikan berbasis budaya yang ditetapkan oleh pihak sekolah. Hal ini dilakukan supaya siswa dapat lebih mengenal budaya daerah dan mampu menumbuhkan rasa nasionalisme.
147
2. Bagi Guru Guru diharapkan senantiasa mengontrol keterlaksanaan program yang dicanangkan oleh sekolah dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar, supaya ada efek jera bagi siswa yang mengabaikan program tersebut. 3. Bagi Sekolah Sekolah diharapkan melakukan evaluasi secara berkala terhadap program yang dicanangkan. Hal ini menjadi penting karena dengan adanya evaluasi sekolah mempunyai parameter terhadap keberhasilan program tersebut. 4. Bagi OrangTua Orangtua diharapkan bekerjasama dan memberikan dukungan kepada anak ketika dirumah dengan cara membiasakan kepada anak-anak berbicara menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar sehingga anak termotivasi dalam melaksanakan program yang di canangkan sekolah. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti lain hendaknya melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan yang berbeda dan dengan objek yang berbeda pula, sehingga hasil dari penelitian akan dapat lebih menyempurnakan hasil penelitian ini.
148
DAFTAR PUSTAKA Aan Komariah dan Cepi Triatna. (2008). Visionary Leadreship Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Ayatrohaedi. (1986). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. B. Suryobroto. (1997). Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Bakker SJ, J.W.M. (1990). Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius. Benny H. Hoed. (2008). Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia. Budiono Herusatoto. (2008). Simbolisme Budaya Jawa. Yogyakarta: Penerbit Ombak Chandra Adhi Putra. Skripsi. (2015). “Implementasi Pendidikan Berbasis Budaya Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta”. Yogyakarta: PGSD UNY. Darmiyati Zuchdi. (2011) . Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Teori dan Praktek. Yogyakarta: UNY Press. Daryanto. (2015). Pengelolaan Budaya dan Iklim Sekolah. Yogyakarta: Gava Media Departemen Pendidikan dan Budaya. (1995). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler. Jakarta: DEPDIKBUD Dinas Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta. (2013). Peraturan Daerah Provinsi DIY No.5 Tahun 2011. Diakses dari: http://www.pendidikandiy.go.id/file/perda/Perda-no-5-2011.pdf. Pada hari Minggu tanggal 10 Februari 2013 pukul 22.46 WIB. Galih Setyorini. Skripsi. (2014). “Implementasi Pendidikan Berbasis Budaya Di Kota Yogyakarta”. Yogyakarta: FIP UNY Ghufron dan Rini Risnawita. (2012). Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan (Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. H.A.R Tilaar. (2000). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. http://diskominfo.karangasemkab.go.id/index.php/id/artikel/19-penerapan-nilainilai-budi-pekerti-di-sekolah. Diakses pada hari Sabtu tanggal 28 September 2015 pukul 14.14 WIB. 149
http://www.kotakita.weebly.com/wacana/nilai-nilai-dalam-surat-wedatama-untukmembangun-budi-pekerti-bangsa. Diakses pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2016 pukul 23.16 WIB. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekstrakurikuler. Diakses pada hari Selasa tanggal 3 Mei 2016 pukul 15.45 WIB. http://pengertian-kegiatan-ekstrakurikuler.html. Diakses pada hari Minggu tanggal 8 Mei 2016 pukul 22.02 WIB. http://budayasenijawa.wordpress.com. Diakses pada hari Senin tanggal 8 Agustus 2016 pukul 23.30 WIB. http://m.kompasiana.com/post/read/619934/2/pendidikan-karakter-berbasiskearifan-budaya-lokal.html. Diakses pada hari Kamis tanggal 16 April 2015, pukul 02.12 WIB. http://rudidarmawandisdikkotayk.wordpress.com//pedoman-pembelajaranberbasis-budaya. Diakses pada hari Kamis tanggal 16 April 2015, Jam 01.42 WIB. http://www.frewaremini.com/2014/01/bab-pasal-ayat-uud-1945-penjelasan.html. Diakses pada hari Minggu tanggal 29 September 2015 pukul 20.41 WIB. http://smpn1karangdadap.sch.id/permendikbud-ri-no-62-tahun-2014-tentangkegiatan-ekstrakurikuler-pada-pendidikan-dasar-dan-pendidikanmenengah. Diakses pada hari Minggu tanggal 29 September 2015 pukul 23.12 WIB. Ibrahim Bafadal. (2009). Mengenal Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Dari Sentralisai Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Jamal Ma’mur Asmani. (2011). Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press. Joko Tri Prasetya, dkk. (2004). Ilmu Budaya Dasar MKDU. Jakarta: Rineka Cipta. Kemendiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: KEMENDIKNAS Khamidi. (2008). Pendidikan Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: UNESA Univ Press. Ki
Hadjar Dewantara. (2011). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama:Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
__________________. (2011). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Kedua: Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Kneller, George F. (1989). Anthropologi Pendidikan: Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 150
Koentjaraningrat. (2015). Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. . (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. _____________ . (1996). Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta. _____________. (1999). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. _____________ . (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Lexy J. Moleong. (2013). Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Lutan Rusli. (1986). Pengelolaan Interaksi Belajar Mengajar Intrakurikuler, Korikuler, dan Ekstrakurikuler. Jakarta: Karunia Jakarta Universitas Terbuka. Maksum. (2007). Psikologi Olahraga Teori dan Aplikasi. Surabaya: FIK UNSUB Munandar Soelaeman. (2001). Ilmu Budaya Dasar (Suatu Pengantar ). Bandung: PT. Refika Aditama. Moh. Uzer Usman dan Lilis. (1993). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nanang Fattah.(2012). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT. Rosdakarya Offset. Nur Zazin. (2011). Gerakan Menata Mutu Pendidikan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Nurul Zuriah. (2007). Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan (Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara Konstektual dan Futuristik). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Riant
Nugroho. (2008). Kebijakan Pendidikan Yang Unggul (Kasus Pembangunan Pendidikan Di Kabupaten Jembrana 2000-2006). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusmin Tumanggor. Dkk. (2010). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ( Edisi Revisi). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Sudarwan Danim. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV Pustaka Setia. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitif, Kualitatif, dan R&D ). Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto.(1998). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Suharjo. (2006). Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar: Teori dan Praktek. Jakarta: Dirjen Dikti. Suwardi Endraswara.(2006). Budi Pekerti Jawa (Tuntutan Luhur dari Budaya Adiluhung). Yogakarta: Buana Pustaka. 151
Syafarrudin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Zamroni. (2005). Mengembangkan Kultur Sekolah Menuju Pendidikan yang Bermutu. Kumpulan Makalah Pasca Sarjana: UNY.
152
LAMPIRAN
153
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
PEDOMAN OBSERVASI
1. Mengamati Situasi dan Kondisi Sekolah. 2. Mengamati Situasi dan Kondisi Siswa. 3. Mengamati Situasi dan Kondisi Lingkungan Sekolah. 4. Mengamati Proses Pembelajaran dalam Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Siswa. 5. Mengamati Dampak Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Siswa. 6. Mengamati Jenis Sumber Belajar yang Dapat digunakan 7. Mengamati Jenis Sumber Belajar yang Tepat digunakan. 8. Mengamati Kendala-kendala Dalam Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Siswa.
154
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
PEDOMAN WAWANCARA KEPALA SEKOLAH
A. Identitas Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Jabatan
:
4. Hari, tanggal
:
B. Daftar pertanyaan: 1.
Sejak kapan Bapak/Ibu mulai menjabat sebagai pamong di SD Taman Muda IP ?
2.
Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai pendidikan berbasis budaya?
3.
Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Perda DIY No.5 Tahun 2011 dan bagaimana tanggapan Bapak/Ibu terhadap Perda tersebut?
4.
Apa sekolah Bapak/Ibu sudah menerapkan pendidikan berbasis budaya sebagaimana tertuang dalam Perda DIY NO.5 Tahun 2011?
5.
Apakah yang menjadi dasar landasan penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
6.
Apakah ada kebijakan khusus dari sekolah yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya melalui kegiatan ekstrakurikuler?
7.
Apakah tujuan dan fungsi dari penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
8.
Apakah ada kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
155
9.
Bagaimana upaya sekolah pendidikan berbasis budaya?
dalam
mengembangkan
mengenai
10. Apa sajakah unsur budaya Jawa yang diaplikasikan pada kegiatan ekstrakurikuler? 11. Apakah penanaman budi pekerti terintegrasi dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler dan bagaimana bentuk penanaman budi pekerti tersebut? 12. Apakah ada metode atau cara tertentu dalam proses belajar sehari-hari yang mendukung penerapan budaya Jawa? 13. Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler ini? 14. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengatasi segala bentuk kendala yang menghambat proses penerapan budaya Jawa di sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler? 15. Apa saran yang Bapak/Ibu berikan dalam proses pendidikan berbasis budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
156
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
PEDOMAN WAWANCARA GURU
A. Identitas Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Jabatan
:
4. Hari, tanggal
:
B. Daftar pertanyaan: 1.
Sejak kapan Bapak/Ibu mulai menjabat sebagai pamong di SD Taman Muda IP ?
2.
Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai pendidikan berbasis budaya?
3.
Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Perda DIY No.5 Tahun 2011 dan bagaimana tanggapan Bapak/Ibu terhadap Perda tersebut?
4.
Apa sekolah Bapak/Ibu sudah menerapkan pendidikan berbasis budaya sebagaimana tertuang dalam Perda DIY NO.5 Tahun 2011?
5.
Apakah yang menjadi dasar landasan penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
6.
Apakah ada kebijakan khusus dari sekolah yang mengatur tentang penyelenggaraan
pendidikan
ekstrakurikuler?
157
berbasis
budaya
melalui
kegiatan
7.
Apakah tujuan dan fungsi dari penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
8.
Apakah ada kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan penerapan budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
9.
Bagaimana
upaya
sekolah
dalam
mengembangkan
mengenai
pendidikan berbasis budaya? 10. Apa sajakah unsur budaya Jawa yang diaplikasikan pada kegiatan ekstrakurikuler? 11. Apakah penanaman budi pekerti terintegrasi dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler dan bagaimana bentuk penanaman budi pekerti tersebut? 12. Apakah ada metode atau cara tertentu dalam proses belajar sehari-hari yang mendukung penerapan budaya Jawa? 13. Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler ini? 14. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengatasi segala bentuk kendala yang menghambat proses penerapan budaya Jawa di sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler? 15. Apa saran yang Bapak/Ibu berikan dalam proses pendidikan berbasis budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler?
158
KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
PEDOMAN WAWANCARA SISWA A. Identitas Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Jabatan
:
4. Hari, tanggal
:
B. Daftar pertanyaan: 1.
Menurut adik apa yang dimaksud dengan budaya Jawa?
2.
Belajar budaya Jawa itu seperti apa?
3.
Kegiatan ekstrakurikuler apa saja yang adik ikuti saat ini?
4.
Kegiatan belajar yang menarik atau disukai apa?
5.
Apa sarana dan prasarana dalam kegiatan belajar yang adik ikuti?
6.
Hal-hal apa saja yang menarik/mendukung dalam proses belajar budaya Jawa?
7.
Kenapa hari Sabtu harus menggunakan bahasa Jawa ?
8.
Kenapa sebelum pelajaran sekolah harus menyanyikan lagu nasional sama daerah?
159
HASIL WAWANCARA (REDUKSI, PENYAJIAN, DAN KESIMPULAN) KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA
Bagaimana Pendidikan Berbasis Budaya khususnya Jawa Yang Diterapkan Di Sekolah A: “Ya, kita mengajarkan tentang budaya Indonesia. Jadi dalam kegiatan ekstrakurikulernya, ada pendidikan budaya seperti tadi. Tapi di sini, kegiatan budaya Jawa semacam tari, nembang, karawitan, dan dolanan anak itu masuk dalam intra bukan ekstrak. Jadi disini memang benar-benar diajarkan lebih banyak tentang budaya Jawa”. E: “Menurut saya pendidikan berbasis budaya itu pendidikan yang mengintegrasikan dengan budaya. Jadi pendidikan kita sedikit dicampur dengan budaya melalui kebiasaan sehari-hari”. D: “Pendidikan berbasis budaya kalau sepengertian saya, semuanya dihubungkan dengan budaya, budi pekerti, dan unggah ungguh”. H: “Menurut saya pendidikan berbasis budaya itu pendidikan yang menerapkan unsur dan ragam budaya sebagai materi pembelajaran”. C: “Pendidikan berbasis budaya itu mengenalkan pengertian, macam, dan bentuk budaya dalam pelajaran. Sekarang ini banyak sekolah yang menerapkan pendidikan berbasis budaya, sekolah kita juga sudah lama menerapkan ini, tidak hanya pelajaran inti saja namun lewat kegiatan ekstra juga”. AP: “Menurut saya pendidikan yang menerapkan budaya dalam materi pembelajaran”. T: “Belajar macam-macam budaya nya orang Jawa”. W: “Belajar Adat istiadatnya orang Jawa”. R: “Ya, budaya nya orang Jawa”.
160
Kesimpulan: Pendidikan berbasis budaya Jawa yang diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta memiliki pengertian pendidikan yang berintergrasi dengan budaya Jawa, hal ini berhubungan budi pekerti, dan unggah ungguh. Begitu pula hal nya pendidikan berbasis budaya Jawa mengajarkan kegiatan semacam tari, karawitan, nembang, dolanan anak dan kegiatan lainnya.
Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu mengenai Perda DIY No.5 Tahun 2011 tentang Pendidikan Berbasis Budaya A: “Menurut saya penanaman nilai luhur itu ditanamkan pada anak sejak usia dini. Jadi mengenalkan budaya Indonesia kepada anak”. M: “Sekolah kita insya allah sudah menerapkan nilai-nilai tersebut. Cuma hasilnya kan tidak langsung memuaskan, tetap dibutuhkan proses, evaluasi juga. Tapi yang jelas sekolah kita sudah menerapkan beberapa nilai luhur seperti yang tercantum dalam perda”. D: “Sebelum ada Perda itu juga, sekolah kita sudah menerapkan pendidikan berbasis budaya itu. Sampai sekarang juga masih diterapkan, malah sekarang semakin maju semakin bersinergi. Jadi lebih banyak lagi pelajaran budaya yang diterapkan. Kalau dulu kan, kita cuma menanamkan hal sehari-hari aja kaya sopan santun, budi pekerti, tapi kalau sekarang grid nya atau pencapaiannya lebih tinggi lagi. Misalnya sekarang bukan cuma unggah ungguh aja, jadi kita belajar membatik juga, belajar nembang juga kalau dulu kan kita cuma belajar sehari-hari pake bahasa kromo, tapi sekarang kita belajar budaya tidak hanya perilaku saja, tapi semua”. E: “Kebetulan sekolah kita ada yang visi misi nya berbasis budaya dan sebelumsebelumnya juga sekolah kita terkenalnya tentang budaya Jawa nya. Ya, kita sudah menerapkan, walaupun mayoritas guru- guru nya sekarang sudah guru baru semua. Pengetahuan nya tentang budaya Jawa terbatas, tetapi kita tetap mencoba terus berusaha belajar tentang budaya Jawa”. C: “Menurut saya, upaya pemerintah untuk tetap melestarikan budaya melalui pendidikan sangat bagus. Disamping kita bisa mengenal budaya, kita juga dapat mempelajari budaya kita sendiri. Budaya Jawa ini sudah tergeser dengan dunia barat yang norma kesopanan nya mulai diabaikan. Jadi dengan adanya peraturan pemerintah ini, pihak sekolah juga berupaya menanamkan nilai-nilai kesopanan melalui budaya Jawa”. 161
H: “Saya menanggapi bahwa dengan adanya Perda tersebut, kebudayaan yang hampir tergeser oleh modernisasi jadi dilestarikan kembali. Saya mendukung keputusan pemerintah dalam menanggapi masalah pendidikan terkait budaya. Dengan adanya budaya khususnya Jawa, kita masih tetap bisa mengajarkan kepada siswa bagaimana berperilaku sopan dan berbudi pekerti luhur”. AP: “Melalui budaya, kita akan tetap mengerti bagaimana cara bersikap kepada orangtua bahkan kepada yang muda juga. Tidak hanya cukup dengan bersikap saja, tapi ikut melestarikan budaya kita juga”. Kesimpulan: Perda DIY NO.5 Tahun 2011 mengatur tentang nilai- nilai luhur budaya, di SD Taman Muda IP Yogyakarta sudah di terapkan tentang nilai-nilai luhur budaya bahkan sudah ditanamkan sejak anak usia dini atau saat di Taman Indria (Taman Kanak-Kanak). Penanaman nilai luhur budaya seperti sopan santun, budi pekerti, dan ungguh –ungguh sudah sesuai dengan visi misi sekolah, namun tidak hanya itu, pemberian materi tentang membatik, nembang dan kegiatan lain juga diberikan untuk menambah wawasan mengenai budaya Jawa.
Bagaimana Kebijakan Khusus dari Sekolah Untuk Menanamkan Nilai-nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler A: “Sekolah kita punya 5 nilai pembiasaan, yaitu senyum sapa salam, berbaris sebelum masuk kelas, peduli terhadap sesama, semutlis, sama Java dan English Day. Kalau untuk Java dan English Day, kita pakainya hari jumat sama sabtu. Yang Java Day, kita masih berjalan sampai sekarang. Kalau yang English Day, kita agak kesulitan soalnya guru yang mengerti terbatas’. M: “Ya, kita buat kebijakan tentang seni budaya itu dimasukkan dalam kegiatan intra atau kegiatan pembelajarannya. Seperti tadi, kegiatan seperti tari, karawitan, nembang itu masuk ke dalam intra. Kalau sekolah lain kan masuk dalam ekstra ya, kalau disini kita masukkan ke dalam intra”. E: “Untuk pendidikan budaya kan di pelajaran sehari- hari, seperti sikap salim kepada guru. Kemudian setiap pagi harus ada kegiatan menyanyi atau nembang lagu daerah sebelum memulai pelajaran. Itu merupakan kegiatan wajib setiap pagi, satu lagu nasional dan satu lagu daerah, dan itu diutamakan lagu daerah Jogja”.
162
D:
“Ada. Kita ada Dinten Sabtu Ngagem Basa Jawi. Kalau untuk penggunaan bahasa Jawa setiap hari Sabtu itu, mereka bicara sama teman sebaya ya pakai basa ngoko”.
H: “Kalau pelaksanaannya pasti ikut aturan yang dari dinas, semuanya program yang ada disini kan juga untuk kebaikan siswanya jadi dari dinas itu kita mengembangkan sesuai karakteristik sekolah ini. Karena ini sekolah berbasis budaya Jawa, jadi kita menerapkan kegiatan yang benar- benar berkaitan atau mengajarkan budaya Jawa, melalui proses pembelajaran atau kegiatan ekstra”. C: “Dari sekolah kegiatan yang berkaitan dengan budaya Jawa itu, tidak hanya melalui pelajaran saja, tetapi melalui kegiatan ekstra juga. Ini diharapkan dapat memberi pembelajaran tentang budaya Jawa lebih banyak”. AP: “Kalau perencanaan di awal tahun saya jarang ikut, karena memang saya kan bukan guru pokok, cuma sendika dawuh ditugaskan seperti apa dari yayasan dan dari sekolah selama untuk kepentingn bersama. Kalau saya lebih melihat dari semangat anak-anak dalam belajar, paling kalau memungkinkan ya dari kegiatan karawitan di akhir pertemuan melihat kemampuan anak-anak seperti apa”. Kesimpulan: Kebijakan khusus dari SD Taman Muda IP Yogyakarta yang mengatur tentang penanaman nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler dapat dilihat dari pembiasaan menggunakan bahasa Jawa pada hari Sabtu, kemudian kegiatan ekstrakurikuler tentang budaya Jawa di masukkan ke dalam kegiatan pembelajaran. Begitu pula, di wajibkan ada kegiatan menyanyi atau nembang setiap pagi sebelum pelajaran dimulai.
Bagaimana Respon Siswa Dalam Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Berbasis Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan DK: “Kalau pas lagi latihan tari, kan gak di kelas terus jadi gak bosen. Bisa belajar tari yang macam-macam, sama kalau main gamelan itu bisa tahu macam-macam jenis gamelan”. AB: “Waktu jam latihan karawitan. Ada alatnya, jadi kita bisa latihan. Kalau lagi di pakai, kita pakai punya SMP nya. Yang penting bisa latihan”. 163
R:
“Sukanya main gamelan seru bareng temen-temen”.
T:
“Dolanan anak, bisa main congklak kadang-kadang main jamuran. Belajarnya bisa sambil main, terus bisa belajar tari di pendopo juga, tempatnya gak panas”.
Kesimpulan: Respon siswa saat kegiatan ekstrakurikuler sangat antusias, mereka mau belajar bermacam-macam kegiatan budaya Jawa tanpa rasa sungkan dan malas.
Bagaimana Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Berbasis Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta E: “Kalau yang kelas I atau II kan tembang nya masih tembang dolanan, seperti jamuran dll. Kalau yang kelas IV ke atas itu kan sudah ada nembang gambuh,pucung dll. Itu paling tidak biar anak-anak bisa nembang Jawa seperti itu, walaupun memang kita sudah ada pelajaran bahasa Jawa sendiri. Sebenarnya kan di bahasa Jawa itu kan sudah masuk, sudah ada tembang dan bahasa Jawa. Tapi untuk sekolah kita dipisah, pelajaran bahasa Jawa sendiri dan pelajaran tembang sendiri, biar lebih mendetail. Jadi anak-anak benar-benar mengenal tembang Jawa seperti itu. D:
“Ada dong. Lewat ekstrak bahasa Jawa ada, pelajaran bahasa Jawa ada, pelajaran membatik, tembang, dolanan anak. Kalau kelas satu hampir full. Kalau untuk dolanan anak itu kita kaya main cublak-cublak suweng, main dakon, main engklek kaya gitu. Tapi itu juga tergantung ada bahan atau gak, kalau ada kita main kalau gak ada ya kita ganti yang lain.
AP: “Di ekstrakulikulernya sendiri saya mengajar berdasarkan pengalaman yang sudah lebih dari 5 tahun disini seperti saya dulu belajar, merencanakannya ya berdasarkan itu dan menyesuaikan di anak - anaknya juga ini berhubung yang ikut ekstra kecil - kecil ya saya ngasih lancaran sendri bagian- bagian yang mudah dulu sampai anak - anak bisa memainkan gamelan dan hafal polanya. Ya saya menganggap anak- anak di sini seperti anak- anak saya sendiri, ya saya menjelaskan bagaimana cara memainkan gamelannya, kalau anak - anak capek ya saya beri istirahat yang penting anak - anak itu senang belajar karawitannya biar kalau besok besar itu bisa mencintai budayanya sendiri apalagi karawitan. Kebetulan karena tahun ini anak - anaknya tidak 164
ada yang besar - besar ya saya menyampaikannya menggunakan bahasa Indonesia, tapi juga kadang kadang menggunakan bahasa Jawa krama, saya menghindari menggunakan bahasa Jawa ngoko biar anak - anak itu tidak menirukan daripada ngoko kalau saya lebih menggunakan bahasa Indonesia. C: “Kalau pelajarannya itu ada tembang, tari, batik, bahasa Jawa, terus ekstranya ada bahasa Jawa, karawitan, dan dolanan anak. Unsur budaya lebih pada seni budayanya ya, kemudian ditambah juga pada bahasanya, unggahungguh, dan tata kramanya. Biasanya melalui jam tambahan, seperti pelajaran tembang ini kan jam tambahan tapi jangan sampai mengganggu jam yang pokok seperti untuk kelas IV sampai VI yang pelajarannya sudah mulai banyak kan kasian kalau masih harus ada tambahan jam lagi jadi harus pulang siang jadi untuk pelajaran tembang disesuaikan biasanya dijadikan satu dengan ketamansiswaan”. H: “ Ekstranya ada karawitan, dolanan, anak, tembang, kalau kegiatannya disini anak-anak sering ikut serta dalam acara pentas diluar menampilkan apa yang sudah mereka terima disini biasanya dolanan anak, tembang, tari atau karawitan, kadang -kadang ada juga kegiatan studi wisata ke tempat pembuatan wayang dan tempat- tempat budaya Jawa lainnya. Unsur seni di pelajaran tari, bahasa Jawa tapi kalau krama inggil susah selain itu karena istilah di tari tradisional itu bahasa Jawa semua misalnya “ngithing” kemudian saya juga memberikan pengetahuan tentang budaya Jawa juga yang disisipkan pada saat pelajaran. Kesimpulan: Kegiatan pembelajaran pendidikan berbasis budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di berikan melalui kegiatan nembang, dolanan anak, tari, membatik dan karawitan .
Upaya Sekolah Dalam Mengembangkan Pendidikan Berbasis Budaya A: “Saya mengupayakan untuk melibatkan guru - guru dalam perencanaan, TU bahkan kalau perlu orang tua siswa, soalnya kan ga mungkin saya itu merencanakan sendiri ya, untuk memaksimalkan pengajaran di sekolah ini perlu kerja sama dan saling keterkaitan”. E: “Ya dengan cara ini tadi, setiap pagi menyanyikan lagu nasional sama lagu daerah. Selain itu, pemahaman lainnya melalui budaya sopan santun. Contohnya dengan orangtua, kan ada pendamping sini yang sudah sepuh. 165
Kadang anak-anak itu kalau berbicara pakai bahasa ngoko, kami ingat kan untuk menggunakan bahasa kromo. Lebih baik memakai bahasa yang agak halus, kalau tidak bisa ya lebih baik memakai bahasa Indonesia. Bahasa ngoko lebih baik digunakan dengan teman sebaya nya saja”. M:
“Sekolah memang memfokuskan di nilai budi pekerti atau biasanya kita melalui kegiatan ekstrak ya. Biar lebih mengenal dan sayang budaya sendiri kaya gitu”.
D:
“Kalau kita lebih ke keseharian aja sama real aja. Misal kemarin kaya kita ada kegiatan untuk ulang tahun Jogja, kita memakai pakaian adat. Jadi anak-anak lihat dan tahu kalau baju adat orang Jogja itu seperti ini, bentuk blangkon nya seperti ini, kebaya nya seperti ini gitu. Jadi harus real, kalau gak mereka gak akan mengerti”.
E:
“Kalau di sekolah kita, lebih di utamakan nilai sopan santun nya atau bisa juga nilai budi pekerti nya. Maka nya sekolah mengadakan English Friday sama dinten Sebtu ngagem basa Jawi. Tapi kalau pembiasaan pakai English jujur susah ya. Soalnya guru nya terbatas, pemahaman saya sama guru- guru yang lain juga terbatas”.
E:
“Nilai lain dalam pendidikan budaya di sekolah kita ini menggunakan tembang antara lain macapat dan lewat panembromo juga. Kan dalam tembang itu, arti kalimatnya juga mengajarkan tentang sopan santun dengan orang tua, dengan alam bumi, dengan hewan juga harusnya bertindak seperti apa. Jangan bertindak sesuka hati terhadap tumbuhan hewan dll. Kemudian ada nilai disiplin itu pada pelajaran karawitan, misalnya kalau lewat gamelan itu tidak boleh dilompati, kita harus berlaku sopan, kemudian juga diajarkan cara duduk itu tata cara nya seperti apa harus duduk timpuh tidak boleh duduk sesuka hati”.
C:
“Standar ketercapaiannya itu diserahkan pada guru masing - masing kalau saya yang penting anaknya tahu maksud lagunya, hafal dan mengerti bahwa tembang - tembang itu harus di lestarikan. Rencana kegiatan biasanya disesuaikan anak - anaknya, terus berdasarkan pengalaman juga untuk pemilihan lagunya”.
AP:
“Upaya sekolah untuk kegiatan ekstra ini tidak ada ujian yang terlihat ujian, jadi ya anak -anak karawitan seperti biasa tapi saya meminta lebih serius di akhir pertemuan biar saya bisa melihat kemampuan anak-anak seperti apa terus dari pengamatan setiap ekstra karawitan dilaksanakan. Anak -anak
166
yang ikut ekstra karawitan rata - rata seneng, tapi saya juga kurang tahu ini anak - anak lain kurang tertarik kenapa. H:
“Paling tidak mempersiapkan materinya dan menyesuaikan dengan kondisi kelas, kondisi anak terus memberikan pandangan untuk pelaksanaan program. Terutama masalah target waktu yang sangat perlu dipersiapkan soalnya kalau tari kan beda dengan pelajaran lain tiap tahun itu durasi waktu melatihnya sering berbeda tergantung anaknya saat praktik. Untuk pelajaran tari saya tidak punya target khusus, saya selalu bilang ke siswa kalian itu tidak harus menari menari yang bagus sekali yang penting kalian itu satu hafal yang kedua paling tidak kalian paham tekniknya ga perlu yang luwes karena beberapa anak ada juga yang terbatas dalam gerak. Dari niat aja sebenarnya sudah terlihat, kalau anak- anak niat itu narinya pasti pakai tenaga dan berusaha untuk bisa mengikuti.
Kesimpulan : Upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya melalui kegiatan menyanyi kan lagu nasional dan nembang basa Jawa yang dilakukan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai. Dan juga adanya penggunaan bahasa Jawa yang dilakukan setiap hari Sabtu, ini dimaksudkan agar siswa lebih mengerti penggunaan bahasa Kromo kepada orang yang lebih tua. Melalui kegiatan tari, membatik, dan juga karawitan juga dilakukan sekolah untuk mengembangkan budaya Jawa. Dalam kegiatan ini biasanya disisipkan pesan moral, cara bersikap, unggah – ungguh bahkan nilai religius.
Bagaimana Respon Siswa Mengenai Metode Atau Cara Tertentu Dalam Mendukung Penerapan Budaya Jawa W: “Soalnya kalau gak belajar lagu daerah, kalau di tanya ga tau, terus juga supaya bisa bahasa Jawa kromo”. AJ : ” Biar semangat belajar, sama biar hafal lagu daerah. DK : “Biar belajar bahasa Jawa kromo, sama biar sopan kalau di tanya guru”. AB: “Biar lebih sopan kalau ngomong sama guru, kan kadang kalau di tegur terus juga kesel”. T:
“Soalnya belajar lagu- lagu daerah biar tahu”.
Kesimpulan: 167
Respon siswa mengenai metode atau cara tertentu dalam mendukung penerapan budaya Jawa sangat positif, siswa mau belajar tentang bahasa Kromo dan juga belajar nembang yang dilakukan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai.
Bagaimana Sarana Dan Prasarana Yang Digunakan Untuk Menunjang Kegiatan Ekstrakurikuler A: “Kita sebenarnya tidak punya apa - apa yang punya itu yayasan jadi untuk fasilitas dari yayasan itu sudah sesuai akreditasi seperti lapangan anak- anak bisa bermain dolanan jawa sampai nasional sudah sesuai, pendukung per kelas sesuai, peralatan untuk tari pakai karawitan sudah sesuai terus kami juga ada angklung. Kemudian di setiap kelas dan ruang guru itu sudah ada tokoh wayang ada yang memang wayang yang dipasang ada yang gambar wayang yang bisa diteladani sifat kesatrianya sama anak- anak. Misalnya kalau di ruang guru itu ada tokoh semar dalam punokawan itu diibaratkan sebagai guru yang sabar dan dijadikan panutan oleh anak- anaknya”. M: “Ya, sementara ini kita berjalan dulu. Kalau menurut sesuai keinginan kita ya masih kurang, kemampuan kita untuk sarana dan prasarana masih terbatas. Tapi kita usahakan semaksimal mungkin supaya anak-anak itu bisa menerima pelajaran sebaik mungkin dengan sarana dan prasarana yang sangat sederhana itu dan bisa berjalan dengan baik”. D: “Sarana prasarana nya sudah ada semua. Semuanya hampir milik sendiri, yang milik yayasan itu cuma gamelan saja. Kaya ekstrak tari, kostum itu milik sekolah sendiri, kaya angklung itu juga punya sendiri sama permainanpermainan kaya dakon, gasingan dll itu juga milik sendiri. Kalau yang gamelan karena mahal jadinya kita pinjam milik yayasan. Tapi itu juga tidak selalu dipakai anak-anak, karena barang-barang begitu kan cepat rusak”. E: “Ekstrak yang lain misal pencak silat itu tempat nya di pendopo, tapi kalau pendopo terlalu ramai tempatnya bisa di halaman. Kan tergantung juga panas atau tidaknya. Kalau panas ya kita pakai di pendopo kalau tidak panas ya kita di halaman. Tapi sekarang ini enggak kaya jaman dulu, harusnya ya namanya kegiatan fisik kaya gitu, mau panas atau enggak ya tetap di halaman. Jadi benar-benar melatih fisik. Kalau anak-anak sekarang, di suruh panas-panasan pasti banyak ngeluh nya. Apalagi kalau orangtuanya tau, pasti juga protes karena di suruh panas-panasan. Jadi disesuaikan saja sama kondisi”. 168
E: “Kalau ekstrak dolanan anak tetap di pendopo. Ekstrak karawitan di ruang gamelan, kadang di pendopo, kadang juga di smp. Tergantung tempat mana yang bisa. Karena kita belum punya alat sendiri dan juga lagi berusaha mengajukan proposal ke dinas. Kalau yang di ruang karawitan itu miliknya yayasan, tapi kalau yang smp milik sendiri”. H: “Kami menggunakan fasilitas yayasan seperti pendopo dan gamelannya tapi itu kan fasilitas umum jadi lumayan kesulitan kalau fasilitas itu baru digunakan untuk umum jadi mau ga mau kita ngalah. Sarana seperti tape, proyektor sekolah sudah punya dan dalam kondisi yang baik dan bisa digunakan. Ya memang tidak lengkap sekali tapi sedikit demi sedikit ada tambahan dari yayasan. Kalau lingkungannya sendiri sebenarnya karena lingkungan pendidikan jadi sudah mendukung tapi kalau untuk kegiatan yang siang hari itu lumayan terganggu kan tempat umum pendopo kita belajar di pendopo sudah kurang kondusif karena ramai orang”. C:
“Sekolah ini sekolah yayasan Tamansiswa jadi ada dukungan dari yayasan dalam melaksanakan kegiatan yang ada kaitannya dengan budaya Jawa. Fasilitas juga banyak disediakan dari yayasan seperti pendopo dan karawitan, lingkungan juga lingkungan perguruan taman siswa”.
AP: “Pertama karena ini sekolah Tamansiswa sehingga fasilitas dan guru gurunya pasti sudah mendukung, selanjutnya setahu saya dari dinas juga mendukung terhadap pendidikan budaya Jawa. Soalnya saya juga sering ngajari karawitan di luar kadang juga sering ngobrol sama orang-orang dinas. Mungkin lebih ke bagaimana meningkatkan ketertarikan anak- anak sini buat belajar budaya Jawa kalau menurut saya, fasilitas dan lainnya itu proses pasti nanti akan meningkat. T: “Ada gamelan pas pelajaran gamelan, terus kalo tari juga ada baju nya”. AB: “Ada gamelan, alat musik lainnya juga ada”. W: “Banyak alatnya, sama tempatnya di pendopo gak panas”. Kesimpulan : Sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler sudah cukup memadai. Dalam kegiatan karawitan, sudah ada alat-alat gamelan dan tempat untuk berlatih. Dalam kegiatan lain sudah ada pendopo sebagai tempat latihan, untuk kegiatan tari dan dolanan anak, sudah ada kostum dan alat-alat permainan.
169
Apa Faktor Pendukung Dalam Penanaman Nilai Budaya Jawa A:
“Guru disini kreatif - kreatif, jadi kalau untuk materi pelajaran yang memang belum ada disini ya mereka mencari sendiri di internet, tanya tanya, kalau memang membutuhkan bantuan yayasan seperti karawitan itu baru nanti minta pertolongan dari yayasan untuk ahli budaya. Guru disini dapat berinteraksi sangat baik dengan siswa nya terutama untuk guru pamong bisa membangun hubungan yang sangat dekat dengan anak - anak di kelasnya masing -masing. Dari guru - guru juga saya menganjurkan menggunakan bahasa Jawa yang benar antar sesama guru, membiasakan anak - anak dengar bahasa Jawa mencontoh dari guru - gurunya yang menggunakan bahasa Jawa”.
A:
“Komite juga mendukung sekali setiap kita mau pentas, mau lomba, mau kemanapun itu orang tua kita ikutkan dalam musyawarah biasanya jga langsung dapat bantuan dalam hal dana untuk pelaksanaan program program di sekolah”.
M: “Ya, dalam menerapkan budaya itu kita harus konsisten dengan hal-hal yang berkaitan tentang budaya Jawa. Jadi kita harus saling mendukung antara sekolah, guru, orangtua, komite dan warga sekolah. Maksudnya, kita harus sama-sama memiliki komitmen mempelajari budaya Jawa lebih banyak atau lebih mendalam. E:
“Faktor pendukung dalam kegiatan ini semua warga sekolah, mulai dari Kepala Sekolah, guru, siswa, petugas TU bahkan dari orangtua pun turut mendukung dalam kegiatan penanaman nilai budaya Jawa”.
H:
“Dari jumlah sebenarnya sudah sesuai menurut saya, guru tambahan untuk tembang, tari, ketamansiswaan kemudian untuk mengatasi anak berkebutuhan khusus itu juga ada kemudian ada pendamping juga, kemudian untuk efektif dalam hal budaya Jawa kita masih belajar.
C:
“Anak-anak itu aktif rasa ingin tahunya tinggi tapi kalau sudah tau yaudah apalagi yang anak-anak putra itu yang cepat jenuh dan bosan jadi sering rame sendiri. Kemampuan anak- anak menerima materi sudah cukup baik, anak- anak ABK pun juga punya kemampuan yang baik terutama dalam hal keterampilan budaya Jawa”.
AP: “Menurut saya guru - guru di sini sudah baik, ya memang guru di sekolah ini pasti menyesuaikan dengan sekolah Tamansiswa. Setahu saya juga hampir semua asli Jawa guru - gurunya. Cukup efektif. Kalau semua siswa saya kurang tahu ya, kalau yang ikut ekstra karawitan ya mayoritas orang Jawa, 170
ada 2 atau 3 anak yang bukan orang Jawa tapi malah senang belajar karawitan ya ada”.
Kesimpulan: Faktor pendukung dalam penanaman nilai budaya Jawa di SD Taman Muda IP Yogyakarta adalah semua warga sekolah yang meliputi Kepala Sekolah, guru, siswa, Komite, petugas TU dan orangtua siswa.
Apa Faktor Penghambat Dalam Penanaman Nilai Budaya Jawa A:
“Terus juga, anak-anak itu di rumah dibiasakan memakai bahasa Indonesia, jadi di sekolah itu selalu diulang-ulang dalam penyampaian pemakaian bahasa Jawa, maka itu setiap Sabtu ada hari khusus memakai bahasa Jawa, ini juga dimaksudkan agar siapapun, dari suku manapun dapat melestarikan budaya Jawa. Kalau anak-anak sendiri tidak protes dengan adanya pembiasaan pemakaian bahasa Jawa, Cuma masalahnya masih susah atau kadang-kadang lupa memakai bahasa kromo kepada orangtua”.
M: “Kalau anak-anak itu pengaruhnya kan kompleks, kadang pengaruh pergaulan, terus media elektronik, dari media cetak juga. Tapi kita tetap memberikan kepada anak-anak tentang karakter budaya”. D: “Faktor penghambat nya biasanya ada di rumah siswa masing-masing. Jadi apa gunanya, saya disini mengajarkan unggah – ungguh, cara bicara pakai bahasa kromo, tapi saat di rumah kembali pakai bahasa Indonesia.Tapi itu kecuali, mereka yang orangtuanya bukan orang Jawa. Di sekolah di ajarkan sugeng enjang, tapi sampai rumah di ajarkan pakai bahasa Indonesia lagi, jadinya kan tidak melekat. Saat rapat dengan wali murid juga, mereka ditanya tentang penggunaan bahasa Jawa di rumah, ya mereka jawabnya memang memakai bahasa Indonesia karena memang sudah kebiasaan”. E: “Mungkin kendala yang pertama itu dari kebiasaan keluarga siswa sendiri, sebab untuk komunikasinya bahasa Indonesia yang dipakai, bukan bahasa Jawa. Kemudian juga semakin lunturnya budaya Jawa sendiri. Dari hal yang sepele aja, misalnya berjalan di depan orang yang lebih tua, kalau anak jaman dulu kan berjalan membungkuk sambil mengucapkan kata permisi itu tandanya hormat tapi kalau sekarang sudah jarang yang jalan nya mengucapkan kata permisi sambil membungkuk”. 171
H:
“ Menurut saya pendidik di SD ini yang betul- betul ahli budaya belum ada, kita juga sering belajar dari ahli budaya dari yayasan seperti belajar karawitan dan tembang - tembang untuk guru-guru setiap hari sabtu ya kita juga sambil sharing-sharing tentang pengetahuan budaya Jawa yang bisa disampaikan ke anak –anak”.
C: “Guru - guru disini berusaha menguasi materi meningkatkan kemampuan kalau untuk memberikan pelajaran. Dari jumlah guru, jumlah kelas dan kualitasnya sudah efektif dalam melaksanakan tugas - tugasnya juga sudah efektif tinggal meningkatkan tanggung jawabnya saja. Mayoritas anak- anak itu dari keluarga asli Jawa tapi malah kurang pengetahuan tentang budaya Jawa, bicara menggunakan bahasa Jawa krama rata- rata masih banyak yang kesulitan karena dari keluarga sendiri memang kurang tapi ada juga yang anak- anak seniman Jawa itu pengalam seni budaya Jawanya yang memang baik”. AP: “Kalau karakteristiknya berbeda – beda. Dari kemampuan anak - anak disini baik ya, walaupun ada yang memiliki kekurangan tapi dalam mempelajari karawitan cukup baik, lumayan cepat kemampuan memahaminya. Kesimpulan: Faktor penghambat dalam penanaman nilai budaya Jawa yaitu kebiasaan siswa di rumah yang tidak diajarkan untuk berkomunikasi menggunakan bahasa kromo kepada orangtua, mereka memilih memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari sebab orangtua mereka juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian juga kurangnya sikap sopan santun dan ungguh ungguh dalam bersikap. Kemudian kurangnya guru ahli dalam bidang budaya juga menghambat proses pembelajaran. Hanya terdapat beberapa guru yang cukup mampu di bidang budaya Jawa.
Bagaimana Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Berbasis Budaya Dalam Penanaman Nilai Budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan A: “Maka dari itu, kita adakan pembiasaan, supaya anak-anak tidak meninggalkan ajaran unggah-ungguh maupun budi pekerti. E: “Maka dari itu di sekolah kita, hal yang paling utama itu mengajarkan tata krama, sikap sopan santun nya, cara berperilakunya. Diingat kan setiap hari, melalui nilai-nilai pembiasaan yang diterapkan di sekolah ini. Terus kendala 172
yang lain lagi itu di pendanaan, karena yang namanya seni itu kan mahal. Mulai dari alat-alatnya bahkan para pelatihnya juga mahal. Tapi ya kita juga melakukan semampu kita, kadang kita bilang mohon maaf dananya cuma ada sedikit, tapi jika beliau sanggup ya tidak apa-apa. Tapi ya itu, yang namanya finansial juga ada pengaruhnya sama kualitas. Kadang kita dapatnya belum maksimal. Soalnya kalau untuk karawitan itu menggunakan guru dari luar sekolah, karena pelatih yang dari sini waktunya yang tidak memungkinkan karena beliau juga mengajar sekolah lain, jadinya kita ambil pelatih dari luar. Kalau untuk tembang, gurunya juga dari sini, sama tari juga dari sini. D: “Kalau masalah pendanaan itu, karena kita kan memang ada pelajaran bahasa Jawa jadinya ya itu memang sudah dianggarkan. Dari SPP ada, dari BOS juga ada, tapi kalau pelajaran itu cenderung dari BOS ya. Kaya membatik itu juga, pokoknya kita dapat dana nya dari pemerintah lah, entah dari BOS atau mana. Tergantung kendala nya dimana dulu, kalau masalah pendanaan dari situ tadi. Kalau masalah alat, kita bisa pinjam dari yayasan, itu juga kalau pas gak di pakai. Kadang kita pinjam milik smp atau sma, soalnya kalau kita mau pakai, ya tinggal pakai saja, tidak dipungut biaya. E: “Jadi kalau bisa ya, sekolah lebih menambahkan waktu nya untuk pembelajaran budaya Jawa dan juga kalau bisa pemerintah membantu masalah dana, supaya kegiatan pembelajaran budaya Jawa di sekolah ini menjadi lancar. C: “Saya berharap ada peningkatan guru baru baik dari pemahaman budaya Jawa, materi dan upaya yang dilakukan untuk menambah minat anak-anak dalam mengenal budaya Jawa. Jelas ini tidak berlangsung secara instan, tetap perlu adanya evaluasi mengingat penerapan budaya Jawa ini hanya diajarkan di sekolah saja. Banyak orangtua dari anak didik tersebut yang asli suku Jawa, namun karena perkembangan dunia modern mulai jarang menggunakan bahasa Jawa dalam percakapan sehari – hari”. H: “Menanamkan nilai - nilai budaya Jawa kadang kami juga menggunakan tokoh wayang seperti padawa dan punakawan agar mudah diterima oleh siswa. Bentuk penanamannya lebih pada praktik langsung mengarahkan siswa untuk memahami budi pekerti yang baik. Seperti membiasakan siswa kalau di pagi hari datang terus salaman dengan guru pulang juga salaman setelah beres- beres kelas”.
173
Kesimpulan : Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan : 1. Dengan cara pembiasaan untuk menggunakan bahasa kromo sebagai cara berkomunikasi dengan orangtua, pembiasaan untuk berperilaku sopan santun, tahu unggah ungguh dan berbudi pekerti luhur. 2. Pembiasaan juga dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler budaya Jawa. 3. Untuk pendanaan, upaya yang dilakukan pihak sekolah sudah ada bantuan dari dana BOS. 4. Adanya peningkatan kualitas untuk guru dalam memberikan pembelajaran tentang budaya Jawa. 5. Menanamkan nilai budi pekerti melalui tembang dan karawitan.
174
CATATAN LAPANGAN DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA Catatan Lapangan (CL 01) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Kepala Sekolah Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta : A (Anastasia Riatriasih, M. Pd) : Rabu, 16 September 2015 : 10.00 – 11.30 WIB : Kantor Kepala Sekolah : Ijin penelitian dan wawancara
Deskripsi: Pukul 10.00 WIB Peneliti datang ke SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta untuk bertemu dengan Ibu kepala sekolah yaitu Ibu Anastasia Ratriasih, M. Pd. Namun sesampainya di tujuan, Ibu Anastasia sedang melaksanakan pemantauan akreditasi untuk tahun 2015, akhirnya peneliti disarankan untuk bertemu dengan Ibu Pur selaku TU. Kemudian peneliti mengisi buku tamu yang memang digunakan sebagai data pelaksanaan penelitian di SD Taman Muda IP Yogyakarta. Tujuan peneliti adalah untuk meminta ijin secara lisan bahwa peneliti akan melakukan penelitian di SD Taman Muda IP Yogyakarta mengenai kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Peneliti memberikan surat ijin penelitian dan berkas-berkas yang sudah dipersiapkan. Namun penelitian belum bisa dilakukan tanpa adanya persetujuan dari Ibu Anastasia. Ibu Pur selaku TU menjanjikan hari berikutnya agar peneliti bisa bertemu dengan Ibu Anastasia. Setelah bercakap-cakap panjang 175
lebar akhirnya peneliti berpamitan untuk pulang dan mengucapkan terimakasih atas kerjasama petugas TU yang bersedia menerima maksud kedatangan peneliti untuk melaksanakan penelitian di SD Taman Muda IP Yogyakarta.
176
Catatan Lapangan (CL 02) Hasil Wawancara Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Kepala Sekolah Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta : A (Anastasia Riatriasih, M. Pd) : Kamis, 17 September 2015 : 09.00 WIB : Kantor Kepala Sekolah : Ijin penelitian dan wawancara
Deskripsi : Peneliti kembali datang ke SD Taman Muda IP Yogyakarta dengan tujuan dapat bertemu dengan Ibu Anastasia serta dapat memohon ijin untuk melaksanakan penelitian. Sesampainya disana peneliti hanya dapat bertemu dengan Ibu Pur selaku petugas TU, dan beliau mengatakan bahwa Ibu Anastasia sedang melaksanakan tugas diklat selama lima hari. Namun Ibu Pur meminta kontak peneliti, dan beliau berkata akan menghubungi peneliti jika Ibu Anastasia sudah kembali dari tugas diklat. Atas penjelasan dari Ibu Pur, peneliti mengucapkan terimakasih dan meminta izin untuk pulang.
177
Catatan Lapangan (CL 03) Hasil Wawancara Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Kepala Sekolah Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta : A (Anastasia Riatriasih, M. Pd) : Kamis, 24 September 2015 : 09.00 WIB : Kantor Kepala Sekolah : Ijin penelitian dan wawancara
Deskripsi : Pukul 09.00 peneliti sudah berada di SD Taman Muda IP Yogyakarta untuk kembali menindaklanjuti pertemuan sebelumnya terkait izin penelitian. Akhirnya peneliti dapat bertemu dengan Ibu Anastasia dan mengutarakan tujuan melakukan penelitian di SD Taman Muda IP Yogyakarta maka pada saat itu ijin penelitian diterima untuk dapat melakukan penelitian dan mengikuti kegiatan yang akan diadakan oleh di SD Taman Muda IP, Yogyakarta sampai batas waktu yang ditentukan. Setelah Ijin Dari kepala sekolah diterima, Peneliti dikenalkan kepada guru Pamong atau guru kelas 4 di SD Taman Muda IP, Yogyakarta. Pada pertemuan dengan guru kelas peneliti kembali mengatur jadwal pertemuan untuk membicarakan tema dan teknis pelaksanaan penelitian disebabkan karena persiapan untuk ujian. Jadi, peneliti dapat melakukan penelitian disesuaikan dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah. Setelah bercakap-cakap panjang lebar dan peneliti juga sudah mendapatkan ijin maka saatnya berpamitan untuk pulang dan mengucapkan terimakasih kepada kepala sekolah dan guru kelas
178
yang berbaik hati karena telah memberikan ijin kepada peneliti untuk dapat melakukan penelitian di SD Taman Muda IP, Yogyakarta.
179
Catatan Lapangan (CL 04) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Kepala Sekolah Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta : A (Anastasia Riatriasih, M. Pd) : Selasa, 2 Oktober 2015 : 10.00 - 11.00 WIB : Kantor Kepala Sekolah : Penelitian dan wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan kepala sekolah. Tema yang diambil adalah mengenai pelaksanaan pendidikan berbasis budaya yang dilakukan di SD Taman Muda IP, Yogyakarta. Fokus penelitian mengenai penerapan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Peneliti kemudian menyampaikan bahwa untuk wawancara pada hari pertama penelitian ini ssiwa belum akan dilibatkan. Setelah itu, peneliti bertanya kepada kepala sekolah sesuai dengan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya. Tidak lama peneliti melakukan kegiatan wawancara dengan kepala sekolah, ini disebabkan sekolah akan melakukan persiapan acara untuk HUT Kota Yogyakarta, maka dari itu setelah dirasa cukup informasi yang diberikan pada hari pertama, peneliti memohon pamit untuk pulang dan memastikan kembali terkait dengan pertemuan selanjutnya.
180
Catatan Lapangan (CL 05) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Kepala Sekolah di SD Taman Muda IP, Yogyakarta : A (Anastasia Ratriasih, M.Pd) : Selasa, 13 Oktober 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Kepala Sekolah SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan kepala sekolah. Tema yang diambil adalah memahami Perda DIY No. 5 Tahun 2011. Fokus penelitian mengenai kebijakan khusus dari sekolah yang mengatur penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya. Setelah dirasa cukup informasi yang diberikan pada pertemuan kedua, peneliti memohon pamit untuk pulang dan memastikan kembali terkait dengan pertemuan selanjutnya.
181
Catatan Lapangan (CL 06) Hasil Wawancara Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Kelas dan siswa di SD Taman Muda IP, Yogyakarta : M (Masfur, S.Pd) : Rabu, 21 Oktober 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan guru kelas. Tema yang diambil adalah memahami penerapan nilai budaya Jawa. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan pertama ini guru meminta peneliti untuk mengamati terlebih dahulu biar tidak mengganggu proses pembelajaran, dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru kelas. 182
Selanjutnya, peneliti bertanya kepada guru kelas secara sesuai dengan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah dirasa cukup informasi yang diberikan pada pertemuan pertama, peneliti memohon pamit untuk pulang dan memastikan kembali terkait dengan pertemuan selanjutnya.
183
Catatan Lapangan (CL 07) Hasil Wawancara Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Kelas dan siswa di SD Taman Muda IP, Yogyakarta : D (Dwi Indah Prasetyowati, S.Pd) : Jumat, 23 Oktober 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan guru kelas. Tema yang diambil adalah metode atau cara tertentu dalam proses belajar sehari-hari yang mendukung penerapan budaya Jawa Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan kedua ini guru meminta peneliti untuk mengamati proses penerapan nilai budaya Jawa melalui kegiatan nembang dilanjutkan peneliti melakukan wawancara dengan siswa . Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan guru kelas. Selanjutnya, peneliti bertanya kepada guru kelas secara sesuai dengan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah dirasa cukup informasi yang diberikan pada pertemuan kedua, peneliti memohon pamit untuk pulang dan memastikan kembali terkait dengan pertemuan selanjutnya.
184
Catatan Lapangan (CL 08) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Tembang di SD Taman Muda IP, Yogyakarta : CM (Dra. Corijati Mudjijono, M.Pd) : Senin, 26 Oktober 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan guru ekstra nembang. Tema yang diambil adalah tembang gambuh. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan pertama ini guru meminta peneliti untuk mengamati terlebih dahulu biar tidak mengganggu proses pembelajaran, dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra.
185
Catatan Lapangan (CL 09) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Tari dan Dolanan Anak di SD Taman Muda IP, Yogyakarta : FNS (F. Hanny Setiawati, S.Pd) : Selasa, 27 Oktober 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan guru ekstra tari dan dolanan anak. Tema yang diambil adalah dolanan anak sluku sluku bathok. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan pertama ini guru meminta peneliti untuk mengamati terlebih dahulu biar tidak mengganggu proses pembelajaran, dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra.
186
Catatan Lapangan (CL 10) Hasil Wawancara
Teknik Informan
: W (Wawancara) : Guru Kelas dan Pengampu Pelajaran Batik kelas IV dan siswa di SD Taman Muda IP, Yogyakarta Nama : E (Eni Setyo Rahayu, S.Pd) Hari/Tanggal : Sabtu, 31 Oktober 2015 Waktu : 10.00 – 11.00 WIB Tempat : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta Kegiatan : Penelitian dan Wawancara Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap ketiga dengan guru kelas. Tema yang diambil adalah metode atau cara tertentu dalam proses belajar sehari-hari yang mendukung penerapan budaya Jawa. Fokus penelitian mengenai penerapan English Day dan Dinten Sebtu Ngagem Basa Jawi. Pada pertemuan ketiga ini peneliti diajak oleh guru ke ruang kelas untuk memperhatikan kondisi siswa. Saat jam pelajaran berlangsung siswa diminta menggunakan basa Jawa kromo jika berbicara dengan guru kelas. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah selesai pembelajaran siswa diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru kelas. Selanjutnya, peneliti bertanya kepada guru kelas sesuai dengan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya. 187
Catatan Lapangan (CL 011) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Tari dan Dolanan Anak SD Taman Muda IP, Yogyakarta : FNS (F. Hanny Setiawati, S.Pd) : Selasa, 3 November 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan guru ekstra tari dan dolanan anak. Tema yang diambil adalah tari perang. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra.
188
Catatan Lapangan (CL 012) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Karawitan SD Taman Muda IP, Yogyakarta : AP (Agus Purwanto) : Kamis, 5 November 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap pertama dengan guru ekstra karawitan. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah selesai pembelajaran siswa diminta kembali ke kelas untuk beristirahat dan diberitahukan bahwa peneliti akan melakukan sedikit wawancara kepada beberapa siswa. Setelah wawancara dengan siswa selesai, kemudian peneliti turut serta guru kelas untuk beristirahat ke ruang tamu sekolah sebelum melanjutkan proses wawancara. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra.
189
Catatan Lapangan (CL 013) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Nembang SD Taman Muda IP, Yogyakarta : CM (Dra. Corijati Mudjijono, M.Pd) : Rabu, 11 November 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan guru ekstra nembang. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler.
Tema pada
pembelajaran hari ini adalah tembang Pucung. Pada pertemuan ini peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan apa makna dibalik tembang Pucung tersebut dan apakah ada kendala dalam pemberian materi tersebut.
190
Catatan Lapangan (CL 014) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Tari dan Dolanan Anak SD Taman Muda IP, Yogyakarta : FNS (F. Hanny Setiawati, S.Pd) : Jumat, 13 November 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap ketiga dengan guru ekstra tari dan dolanan anak. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Tema pada pelajaran ini adalah Tari Roro Ngigel pada siswi kelas IV. Pada pertemuan ini peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan alasan Tari Roro Ngigel hanya diberikan untuk siswi saja.
191
Catatan Lapangan (CL 015) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Karawitan SD Taman Muda IP, Yogyakarta : AP ( Agus Purwanto) : Kamis, 19 November 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap kedua dengan guru ekstra karawitan. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan materi pada pembelajaran hari ini.
192
Catatan Lapangan (CL 016) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Nembang SD Taman Muda IP, Yogyakarta : CM (Dra. Corijati Mudjijono, M.Pd) : Selasa, 8 Desember 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap ketiga dengan guru ekstra nembang. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan materi pada pembelajaran hari ini.
193
Catatan Lapangan (CL 017) Hasil Wawancara
Teknik Informan Nama Hari/Tanggal Waktu Tempat Kegiatan
: W (Wawancara) : Guru Ekstra Karawitan SD Taman Muda IP, Yogyakarta : AP ( Agus Purwanto) : Kamis, 17 Desember 2015 : 10.00 – 11.00 WIB : Kantor Guru SD Taman Muda IP, Yogyakarta : Penelitian dan Wawancara
Deskripsi : Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian tahap ketiga dengan guru ekstra karawitan. Fokus penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler. Pada pertemuan ini peneliti mengamati proses pembelajaran dan supaya target atau tujuan pembelajaran maupun tujuan penelitian tercapai. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara setelah selesai pembelajaran. Setelah diberi kesempatan untuk beristirahat, peneliti melanjutkan perbincangan dengan guru ekstra. Peneliti menanyakan materi pada pembelajaran hari ini. Setelah cukup memperoleh hasil penelitian, peneliti kemudian berpamitan dengan guru kelas maupun guru ekstra dan semua pihak yang telah membantu karena waktu penelitian sudah selesai.
194
Kisi-kisi Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara Kepala Sekolah dan Guru Variabel
Subjek
Indikator 1.
Kebijakan Sekolah Dalam Menerapkan Nilai - Nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta
2. Kepala Sekolah dan Guru
3. 4.
Bentuk-bentuk Nilai Budaya Jawa Yang Diterapkan Di Sekolah a. Pendidikan Berbasis Budaya b. Perda DIY No.5 Tahun 2011 tentang Pendidikan Berbasis Budaya c. Nilai-nilai Budaya Jawa Yang Diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta Cara Menanamkan Nilai-nilai Budaya Jawa Dalam Kegiatan Sekolah a. Kebijakan khusus sekolah terhadap penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya b. Penerapan pendidikan berbasis budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan c. Dasar Landasan Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler d. Tujuan dan Fungsi Dari Penerapan Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler e. Kegiatan pembelajaran pendidikan berbasis berbasis budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan f. Upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan berbasis budaya g. Metode atau cara tertentu dalam mendukung penerapan budaya Jawa h. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler Unsur Budaya Jawa yang Diaplikasikan Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Sikap Keteladanan Yang Terkandung Dalam Penanaman Nilai-Nilai Budaya Jawa di Sekolah a. Nilai Yang Terkandung Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Budaya Jawa 195
No. Item
2,3,4,5, 6,7,8
5,6,7,8, 9,12,13
10 10,11
5.
6.
b. Nilai Yang Terkandung Dalam Lagu Jawa c. Nilai Yang Terkandung Dalam Tari Jawa dan Dolanan Anak Faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan a. Faktor pendukung dalam penanaman nilai budaya Jawa b. Faktor penghambat dalam penanaman nilai budaya Jawa Upaya mengatasi hambatan pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
14
14
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara Siswa Variabel
Kebijakan Sekolah Dalam Menerapkan Nilai - Nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta
Subjek
Siswa
Indikator No. Item 1. Bentuk-bentuk Nilai Budaya Jawa 1,2 Yang Diterapkan Di Sekolah a. Pendidikan Berbasis Budaya b. Nilai-nilai Budaya Jawa Yang Diterapkan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta 2. Cara Menanamkan Nilai-nilai 3,4,5,6,7,8 Budaya Jawa Dalam Kegiatan Sekolah a. Kegiatan pembelajaran pendidikan berbasis berbasis budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan b. Metode atau cara tertentu dalam mendukung penerapan budaya Jawa c. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler
196
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 3. Pendopo Sekolah Tamansiswa
Gambar 4. Lapangan SD Taman Muda IP Yogyakarta
Gambar 5. HalamanDepan SD Taman Muda IP 197
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 6. Kondisi PendopoTamansiswa
Gambar7. Visi Misi Taman Muda Ibu Pawiyatan
Gambar 8. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang terdapat pada dinding ruang guru 198
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 9. Kegiatan Salim dengan Guru dan Kepala Sekolah pada pagi hari
Gambar10. Kegiatanbarisberbaris sebelum memasuki kelas
Gambar 11. Kegiatan bersalaman dengan guru sebelum pulang sekolah
199
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar12. Pamong menjelaskan cara membaca aksara jawa dalam pembelajaranekstrakurikulerbahasa Jawa
Gambar 13. Aksara jawa yang di tulis peserta didik
Gambar 14. Pembelajaran notasi dan gerakan dalam kegiatan ekstrakurikuler karawitan 200
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 15. Peserta didik berlatih menggunakan gamelan dalam ekstrakurikuler karawitan
Gambar 16. Tari Perang-perangan putra dalam ekstrakurikuler tari
Gambar 17. Tari Lilin untuk peserta didik putri dan putra dalam ekstrakurikuler tari 201
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 18. Peserta didik menyanyikan tembang tak pethik-pethik dalam ekstrakurikulernembang
Gambar 19. Peserta didik memainkan dolanan jamuran dalam ekstrakurikulerdolanananak
Gambar 20. Peserta didik memainkan dolanan cublak –cublak suweng dalam ekstrakurikuler dolanan anak
202
DOKUMENTASI SEKOLAH
Gambar 21.Peserta didik menggambar motif batik truntum
Gambar22. Peserta didik menggambar dan memberi warna motif batik truntum dalam ekstrakurikulermembatik
203
204
205
206